Anda di halaman 1dari 8

RS KHUSUS MATA MEDAN BARU

Jl. Abdullah Lubis No. 67 Medan Telp (061) 4530989 Fax (061) 4532924
Email: mmbc.mata@yahoo.com

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT

KHUSUS MATA MEDAN BARU

NOMOR :

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT

DIREKTUR RUMAH SAKIT KHUSUS MATA MEDAN BARU

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Khusus Mata Medan Baru, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi;

b. bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Khusus Mata


Medan Baru dapat terlaksana dengan baik, perlu
adanya Peraturan Direktur tentang Kebijakan Pelayanan
Rumah Sakit Khusus Mata Medan Baru sebagai landasan
bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di Rumah Sakit
Khusus Mata Medan Baru

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Khusus Mata Medan Baru.

Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit;

3. Peraturan Menteri Kesehatan No 1438/ Menkes/


PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran;

4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008


tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

PERTAMA : Keputusan Direktur Rumah Sakit Khusus Mata Medan


Baru tentang Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit Khusus
Mata Medan Baru

KEDUA : Kebijakan pelayanan Rumah Sakit Khusus Mata Medan Baru


sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

KETIGA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan


Rumah Sakit Khusus Mata Medan Baru dilaksanakan
oleh Kepala Bidang Pelayanan Rumah Sakit Khusus Mata
Medan Baru

KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan


apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Medan

Pada Tanggal : Juni 2018

Direktur Utama

Dr. Delfi M.Ked(Oph), Sp.M(K)


KEBIJAKAN PELAYANAN

RUMAH SAKIT KHUSUS MATA MEDAN BARU

1. Pelayanan Instalasi :

 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Laboratorium dalam 24 jam.


Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik dokter.
 Setiap pasien yang datang berobat ke Instalasi Rawat Jalan dan Gawat Darurat,
mendapat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar prosedur rumah sakit dan
standar pelayanan medis.
 Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan dengan
sistem on call.
 Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
 Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan dan
standar prosedur opersional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika RS
dan etiket RS yang berlaku.
 Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan
ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam
penggunaan alat pelindung diri (APD).

2. Skrining dan triase :

 Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat
dilayani oleh RS.
 Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan
fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.
 Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis
bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.

3. Identifikasi :
 Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.
 Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah atau
produk darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum
dilakukan tindakan.

4. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit :


 Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
 Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum
dipindahkan.

5. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :


 Pasien yang dirujuk harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.
 Rujukan ke rumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik
 Pasien dirujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan
berkelanjutan.
 Pada saat proses rujukan, petugas medis yang mendampingi pasien bertanggung
jawab selama proses rujukan.
 Obat - obatan dan peralatan yang dibutuhkan selama transportasi harus sudah tersedia
selama proses rujukan
 Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

6. Penundaan pelayanan :

 Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk
pelayanan diagnostik dan pengobatan
 Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan
 Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi
tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik mereka.

7. Pemulangan pasien :

 DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan
kesiapan pasien untuk dipulangkan.
 Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau
sesuai kebutuhan pasien.
 Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan kelanjutan
pelayanan medis.
 Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di lingkungannya
yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di rumah sakit serta populasi
pasien.
 Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
 Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
 Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
 Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan perujuk.

8. Transportasi :

 Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang
berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan
 Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
 Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak maupun milik
rumah sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan
medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang dibawa.

9. Hak pasien dan keluarga :

 Menghormati kebutuhan privasi pasien.


 Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.
 Melindungi dari kekerasan fisik.
 Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko mendapatkan
perlindungan yang layak.
 Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun
diluar rumah sakit.
 Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses
yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa
yang dipahami pasien.
 Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk
darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.

10. Penolakan pelayanan dan pengobatan :

 Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan.
 Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan
tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
 Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang Menghormati keinginan dan pilihan
pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan
hidup dasar ( Do Not Resuscitate )
 Setiap tindakan medis yang tidak mendapat persetujuan dari pasien dan keluarga
termasuk resusitasi hanya akan dilaksanakan apabila telah mendapat persetujuan dari
pasien atau keluarga.

11. Pelayanan pasien tahap terminal :

 Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan kasih
sayang pada akhir kehidupannya
 Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
pelayanan pada tahap akhir kehidupan
 Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu
meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen nyeri, respon
terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama dan budaya pasien dan
keluarganya serta keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.

12. Asesmen pasien :

 Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya
melalui suatu proses asesmen yang baku.
 Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
 Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang
berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen
 Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih
dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
 Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau
lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
 Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum
tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat
medis telah diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.
 Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi dan
pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk merencanakan
pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
 Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.

13.Manajemen obat :

 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di
area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
 Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas
dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).

14.Manajemen nutrisi :

 Pasien di skrining untuk status gizi.


 Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
 Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan.
 Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
 Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.

15.Manajemen nyeri:

 Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan
asesmen apabila ada rasa nyerinya.
 Pasien rawat Jalan yang mengalami nyeri harus segera mendapatkan pelayanan
pengelolaan nyeri di Instalasi Gawat Darurat apabila diperlukan.
 Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
 Pengelolaan nyeri dilakukan sesuai pedoman dan prosedur.
 Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri dan
gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing.
16. Surgical Safety Checklist :

 Rumah Sakit menggunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.
 Rumah Sakit menggunakan Surgical Safety checklist untuk melakukan verifikasi
praoperasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat/benar, dan fungsional.
 Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan prosedur
“sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan
pembedahan.

17. Hand hygiene :

 Setiap Petugas dan unsur terkait yang berada dilingkungan rumah sakit harus bias
melaksanakan hand hygiene dengan baik dan benar.
 Setiap petugas dan unsur terkait yang berada dilingkungan rumah sakit, harus
melaksanakan program hand hygiene yang telah ditetapkan rumah sakit.

18. Risiko jatuh :

 Setiap pasien rawat inap dan gawat darurat harus mendapat asesmen awal risiko
pasien jatuh dan dilakukan asesmen ulang terhadap pasien, bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan.
 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap berisiko.
 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.

19. Komunikasi efektif :

 Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
 Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut.

20.Manajemen di instalasi :
 Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Penyediaan tenaga di setiap instalasi harus mengacu kepada pola ketenagaan.
 Setiaap Instalasi wajib melaksanakan koordinasi dan evaluasi dalam rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
 Setiap Instalasi wajib membuat laporan setiap bulan dan diserahkan kepada bidang
terkait sesuai dengan struktur organisasi rumah sakit.
 Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan farmasi tetap dalam
kondisi yang baik.
 Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Anda mungkin juga menyukai