Anda di halaman 1dari 19

A.

Anatomi Tiroid

Kelenjar tiroid terletak didalam otot-otot sternothyroid dan sternohyoid, terletak anterior
leher seringgi vertebrae C5-T1 (Gbr. 8.26). Kelenjar ini terdiri atas dua lobus lateral yang
dihubungkan oleh sebuah istmus.Kelenjar tiroid mempunyai panjang kurang lebih 5 cm serta 3
cm dan berat kurang lebih 30 gr. Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda
tiroksin (T4), Trilodotironin (T3) dan Kalsitonin.

Kelenjar tiroid sangat vaskular disuplai oleh tiroid arteri superior dan inferior.
Arteri ini terletak antara kapsul fibrosa dan loose fascia. Biasanya cabang pertamanya
dari arteri karotid eksternal, arteri tiroid superior, turun ke bagian superior dari kelenjar,
menembus lapisan pretracheal dari bagian deep cervical fascia, dan dibagi menjadi
anterior dan posterior cabang tersebut memperdarahi bagian anterolateral dari kelenjar
ini.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:

1. A. thyroidea superior (arteri utama).


2. A. thyroidea inferior (arteri utama).
3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau
A.anonyma.
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2:
1. kelenjar getah bening intraglandularis
2. kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua kelenjar getah bening ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal
lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini
diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
Persarafan kelenjar tiroid:

1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior


2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara
terganggu (stridor/serak).
B. Fisiologi Tiroid

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tirotoksin (T4). Bentuk aktif
hormon ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4
di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida inorganik yang
diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya
menjadi 30-40 kali secara selektif dalam kelenjar tiroid. Yodida inorganik mengalami
oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat
dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin (DIT). Senyawa DIT
yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar
tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke dalam sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam
kelenjar yang kemudian mengalami deyodisasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang.
Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada glonulin, globulin pengikat tiroid (thyroid-
binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (thyroxine-binding pre-albumin,
TBPA).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar
ini secara langsung dipengaruhi dan diatur oleh kadar hormon tiriod dalam sirkulasi, yang
bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis, dan terhadap
pelepasan tirotropin (thyrotropine releasing hormone, TRH) dari hipotalamus. Hormon tiroid
mempunyai pengaruh yang bermacam-macam terhadap jaringan tubuh yang berhubungan
dengan metabolisme sel. Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dan parafolikuler.
Kalsitonin adalah peptida yang menurunkan kadar kalsium serum, mungkin melalui
pengaruhnya terhadap tulang.

C. Struma

Definisi Struma

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid.
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk
produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha
meningkatkan hormon yang dihasilkan.
Faktor-faktor resiko yang bisa menyebabkan struma, yaitu:

- Umur diatas 40 tahun

- Riwayat struma dalam keluarga

- Jenis kelamin perempuan.

- Tinggal di daerah yang orang-orangnya tidak mendapatkan cukup iodium

- Tidak mendapatkan cukup iodium dalam makanan4

Etiologi yang bisa menyebabkan struma:

- Defisiensi iodium
- Tiroiditis autoimun, seperti tiroiditis Hashimoto atau post partum
- Pemasukan iodium (efek Wolf-Chaikof) atau lithium yang berlebihan, dimana
menurunkan pelepasan hormon tiroid.
- Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH dari tumor pituitari, resisten terhaadap hormon
tiroid dan pituitari, gonadotropin, dan/atau thyroid-stimulating immunoglobulin.
- Kelainan metabolisme saat lahir yang menyebabkan defek pada biosintesis dari hormon
tiroid.
- Paparan radiasi
- Resistensi hormon tiroid
- Tiroiditis sub akut (tiroiditis de Quervain)
- Silent tiroiditis
- Tiroiditis Riedel
- Agen infeksi:
 supuratif akut (bakteri)
 kronik (mycobacteria, fungal, dan parasit)
- Penyakit granulomatous
- Keganasan tiroid

Klasifikasi Struma
 Berdasarkan Fisiologisnya :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacam ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis
dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar
plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang
mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop
atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme
adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi,
gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran
terganggu dan penurunan kemampuan bicara. Gambar penderita hipotiroidisme dapat terlihat di
bawah ini.

c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan
ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar
tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid
menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,
keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat
gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus),
diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot. Gambar penderita hipertiroidisme dapat
terlihat di bawah ini.
 Berdasarkan Klinisnya :
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh
dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling
banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama
berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar
hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya
konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan
antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah
berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya
rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma
dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik


Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa
non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan
yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada
usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang
berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien
mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak
napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas
dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang
masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.

 Menurut American society for Study of Goiter membagi :

1. Struma Non Toxic Nodusa


2. Struma Non Toxic Diffusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Diagnosa

Pemeriksaan fisik :

Inspeksi
Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi
atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor
tiroid mudah dievaluasi.
Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen
berikut :
· Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus
· Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler
· Jumlah : uninodusa atau multinodusa
· Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler lokal
· Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak
· Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan

Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai
pada pemeriksaan palpasi :

 Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus


 Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
 Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
 Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
 Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
 Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
 Pembesaran KGB di sekitar tiroid: ada atau tidak.

Auskultasi
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya
hipertiroid.

Status Generalis : (Hipertiroid)

o Tekanan darah meningkat


o Nadi meningkat
o Mata (lihat gambar)
o Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus
o Jantung : Takikardi

Pemeriksaan Penunjang :

1. Laboratorium
Pemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total.
2. Pemeriksaan sidik tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama
ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24
jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Obat
radioaktif yang rutin digunakan untuk pemeriksaan sidik kelenjar tiroid ini adalah I-131, I-123,
dan Tc-99m pertechnetate. Untuk I-131 dan I-123 diberikan secara ditelan, sedangkan Tc-99m
pertechnetate diberikan secara disuntik melalui intravena. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3
bentuk :

o Nodul dingin bila penangkapan yodium tidak ada atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,
tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat
didiagnosis dengan USG :

o kista
o adenoma
o kemungkinan karsinoma
o tiroiditis

4. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan
secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. Dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak
menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil
negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat
yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.

5. Petanda Tumor

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg
serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Penatalaksanaan
 Konservatif/medikamentosa
Indikasi :
o Usia tua
o Pasien sangat awal
o Rekurensi pasca bedah
o Pada persiapan operasi
o Struma residif
o Pada kehamilan, misalnya pada trimester ke-3
1. Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
2. Struma toksik :
o Bed rest
o PTU 100-200 mg (propilthiouracil)
Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis
dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan
dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid
dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
o Lugol 5 – 10 tetes
Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi
serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun
sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi
vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
o Iodium (I131)
 Radioterapi
Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan
obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal
penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan
hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-
anak.
 Operatif
a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian kiri.
e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan
sebaliknya.
f. RND (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher
sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna dan
interna, m. sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah
submandibularis.

Komplikasi Operasi

Tiroid merupakan alat kaya darah yang diperdarahi oleh empat arteri dan berhubungan
anatomi erat dengan alat dan struktur penting di leher.

Penyulit bedah diantaranya perdarahan, cedera pada n. laringeus rekurens uni- atau
bilateral, pada trakea, atau pada esofagus. Struma besar dapat mengakibatkan malakia trakea,
yaitu hilangnya cincin rawan trakea akibat tekanan terlalu lama sehingga terjadi kolaps trakea
setelah strumektomi. Penyulit yang berbahaya dapat terjadi terutama bila ada hematom di
lapangan bedah.

Penyulit pasca bedah adalah hematom di leher, udem laring, atau krisis tirotoksik.
Krisis tirotoksik adalah hipertiroidism yang hebat yang berkembang sewaktu atau segera
setelah pembedahan pada penderita hipertiroid. Krisis tiroid ditandai dengan takikardi atau gejala
serta hipertiroid lain yang akut dan sangat gawat karena penderita terancam dekompensasi
jantung fatal. Krisis tirotoksikosis disebabkan pencurahan berlebihan hormon tiroid kedalam
darah karena pembedahan dan manipulasi kelenjar tiroid pada penderita bedah yang tidak
terduga hipertiroidi. Karena itu setiap penderita struma harus menjalani pemeriksaan yang
seksama prabedah untuk menentukan terdapat hipertiroidi yang tidak nyata secara klinis.
Sebaiknya pembedahan baru dilakukan setelah hipertiroidi diobati sehingga penderita sewaktu
pembedahan berada dalam keadaan eutiroidi.

Tanda-tanda tirotoksik adalah

- Gelisah
- Gangguan saluran gastrointestinal
- Kulit hangat & basah
- Suhu > 38 C
- Nadi > 160 x/menit
- Tekanan darah naik

Penyulit hipoparatiroid terjadi karena kelenjar paratiroid ikut terangkat pada


strumektomi. Cedera n. laringeus seperior dan/atau n. laringeus inferior juga dapat terjadi.

Infeksi merupakan penyebab kematian utama dari operasi tiroid selama tahun 1800an.
Sekarang, infeksi hanya terjadi kurang dari 1-2% dari semua kasus. Kematian jarang terjadi bila
infeksi cepat diketahui dan diobati segera.

Infeksi postiroidektomi biasanya berupa selulitis superfisial atau suatu abses. Pasien
dengan selulitis biasanya timbul eritem, panas, dan kemerahan pada kulit leher sekitar daerah
insisi. Abses superfisial bisa didiagnosis dari konsistensi dan fluktuasinya. Abses leher dalam
bisa tidak terlihat jelas, tetapi tanda-tanda seperti demam, nyeri, leukositosis dan takikardia bisa
mengarah ke sana.
3. Struma Nodusa Non Toxic

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.

Etiologi :

Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan


faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :

 Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
 Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
1) Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
2) Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
 Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid
serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah
didaerah tersebut.

Patofisiologi

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh tirotropin (TSH), yang disekresikan oleh kelenjar
pituitari, yang mana, pada gilirannya, dipengaruhi oleh tirotropin releasing hormone (TRH) dari
hipothalamus. TSH menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi sel, dan produksi hormon tiroid
serta sekresinya oleh kelenjar tiroid. Tirotropin bekerja pada reseptor TSH pada kelenjar tiroid.
Hormon tiroid dalam serum (levothyroxine dan triiodothyronine) menyebabkan feedback ke
pituitari, yang mengatur produksi TSH. Rangsangan pada reseptor TSH oleh TSH, TSH-receptor
antibodi, atau TSH receptor agonist, seperti chorionic gonadotropin, bisa menyebabkan struma
diffuse. Ketika sejumlah kecil sel tiroid, sel-sel peradangan, atau sel-sel keganasan bermetastase
ke tiroid, bisa terbentuk nodul tiroid. Kekurangan sintesis hormon tiroid atau kurangnya
pemasukan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah sel dan hiperplasia dari kelenjar tiroid untuk menormalkan kadar hormon
tiroid. Bila proses ini terus terjadi, bisa terbentuk struma. Penyebab kekurangan hormon tiroid
bisa karena gangguan pada sintesisnya, kekurangan iodium, dan goitrogen. Struma bisa terbentuk
dari sejumlah TSH receptor agonist. TSH receptor merangsang TSH receptor antibodies,
resistensi pituitari terhadap hormon tiroid, adenoma dari kelenjar tiroid atau pituitari, dan tumor
yang menghasilkan human chorionic gonadotropin.

Anda mungkin juga menyukai