Anda di halaman 1dari 224

GOLOK MAUT

(TJAN TJIE LENG)

Saduran : OPA
Penerbit : Marga Raya

Permulaan Kata

Itulah senjata yang sangat aneh bentuknya. Panjangnya 1,5 kaki, ujungnya tajam, dikedua
bagian sampingnya satu tajam dan yang lainnya berbentuk gigi gergaji. Seluruh awak
senjata itu putih berkilat, sinarnya menyilaukan mata. Ditengah-tengah awak senjata itu ada
terukir tulisan yang indah berbunyi : “GOLOK MAUT”.

Dibagian Yang tajam, tajamnya luar biasa, sehingga rambut yang diletakan diatasnya kalau
ditiup saja lantas putus. Dibagian yang seperti gergaji, tajamnya melebihi tajam gergajo
biasa. Senjata yang aneh luar biasa bentuknya itu mendapat nama yang sangat seram

yaitu : “GOLOK MAUT.”

Golok Maut ini telah mewakili segala keseraman, kekejaman, dan keganasan.
Oleh karena munculnya Golok Maut ini, keadaan dunia Kang-Ouw yang tadinya memang
sudah keruh, ditambah diliputi suasana kekejaman dan keganasan. Orang-orang dalam
rimba persilatan semuanya merasa kebat-kebit hatinya dan pucat wajahnya kalau ada orang
yang membicarakan Golok Maut itu.

Orang-orang yang sudah menerima Golok Maut ini sebagai pembawa kabar jelek,
selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari pasti akan binasa dalam keadaan sangat
mengenaskan, kalau bukan terpapas kutung kedua lengannya, tentu terpapas kutung kedua
pahanya dan sudah pasti ialah dibagian dada terdapat satu lubang yang tembus sampai
kepunggungnya.
Ini memang benar-benar merupakan suatu kekejaman yang sudah tidak ada taranya.
Orang-orang yang menjadi korban Golok Maut itu, baik yang dikutungi kedua lengannya
maupun yang dikutungi kedua pahanya, semuanya pasti mendapat tanda gergaji disebelah
kirinya.
Golok Maut ini menggegerkan dunia rimba persilatan, menggetarkan Orang-orang dari
golongan Putih dan golongan hitam.
Jago-jago dari kedua pihak, golongan Putih dan golongan hitam, telah mengambil tindakan
untuk menyelidiki siapa adanya Pemilik Golok Maut itu yang penuh rahasia dan bertangan
kejam itu, tetapi tidak ada seorangpun yang pernah mendapatkan tanda-tanda yang
dimaksud.

Munculnya Golok Maut ini membingungkan, sebentar di selatan sebentar lagi di utara,
sehingga membuat Orang-orang yang mengadakan penyelidikan repot sendiri tanpa hasil.
Siapa adanya Pemilik Golok Maut itu? Tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Apa
sebabnya Golok Maut itu mengganas di dunia Kang-Ouw? Tidak ada seorangpun juga yang
bisa menjawab.

Orang-orang yang menerima ancaman Golok Maut itu kesemuanya merupakan


Orang-orang kuat terkenal, baik dari golongan hitam maupun dari golongan putih, semuanya
mempunyai kepandaian tinggi. Tetapi aneh bin ajaib, mereka semua tidak dapat
menghindarkan dairi dari cengkraman Golok Maut itu.

Rupa-rupanya Orang-orang yang diincar oleh Golok Maut itu adalah Orang-orang tertentu.
Apa yang menyebabkan Orang-orang itu binasa? Kecuali sang korban dan Pemilik Golok
Maut itu sendiri, tidak ada orang ketiganya lagi yang dapat memberi keterangan.
Golok Maut itu kecuali seram, kejam, juga harus pula ditambah dengan kata : PENUH
RAHASIA. Tidak ada seorang juga di dunia Kang-ouw yang mengetahui asal-usul
munculnya Golok Maut itu.

Hanya dalam waktu yang amat singkat, yaitu dalam waktu tiga bulan saja, Golok Maut itu
telah muncul lima kali. Sudah dengan sendirinya ada lima orang yang telah menjadi korban
korbannya. Korban-korban itu merupakan jago-jago dari tempat-tempat tertentu, juga
merupakan Orang-orang kuat yang cukup berpengaruh namanya.

Pertama kali Golok Maut ini muncul dikota Lam-tjiang. Salah satu jago terkenal dari
golongan putih yang bernama Siangkoan In Kie telah dikuntungi kedua lengannya,
kedapatan mati dengan dada berlubang.

Keduakalinya Golok Maut itu minta korban Pancu dari organisasi Pek-hap-pang didaerah
Kiu-kang yang bernama Koo Goan, juga binasa dalam keadaan yang sama seperti keadaan
korban pertama. Organisasi itu sebetulnya banyak Orang-orang kuatnya yang
berkepandaian tinggi dan nama morganisasi itu juga cukup terkenal di kalangan Kang-ouw,
tetapi yang benar-benar merupakan peristiwa yang tidak habis dimengerti ialah karena Koo
Goan itu justru binasa didalam markas besarnya sendiri.

Korban ketiga membuat semua orang semakin tidak habis mengerti, karena korban itu
adalah orang dari golongan pengemis cabang Thian-lam yang bernama Gouw Tju Tjeng.
Pada malam itu juga, setelah Gouw Tju Tjeng menerima hadiah Golok Maut sebagai
pertanda, segera ia binasa dalam keadaan mengerikan.

Korban keempat ialah pengusaha lima perusahaan Piuw Kiok (Pengantar barang) didaerah
kayhomh yang bernama Ban Goan Hong.

Korban kelima lebih-lebih mengherankan lagi, korban itu adalah orang yang bernama Hoat
Giam LO (Raja Akhirat Hidup) yang pernah malang melintang 30 tahun lamanya didalam
dunia Kang-ouw dan sejak sekian lamanya sudah berdiam dikota Bu-tjiang. Dia binasa
dalam keadaan kutung kedua pahanya dan berlubang dadanya.

Kiang Hie sebenarnya adalah seorang yang mempunyai kepandaian silat sangat tinggi,
tetapi ia juga merupakan seorang yang sangat kejam dan suka membinasakan jiwa orang
denga tidak memandang bulu lagi, maka kematiannya itu telah menggirangkan hati banyak
orang yang tidak menyukai tindak tanduknya.

Yang merupakan keistimewaan lainnya dari para korban Golok Maut itu adalah bahwa
semuanya merupakan Orang-orang yang sudah berusia lima puluh tahun keatas.

Apa sebabnya? Juga tidak ada seorangpun yang mengetahuinya.


Dunia Kang-ouw ramai membicarakan peristiwa tersebut. Entah siapa lagi yang akan
mendapat giliran nanti dari ancaman Golok Maut itu ?

Perbuatan yang mirip dengan perbuatan gila ini entah kapan berakhirnya?
Menurut apa yang diunjukan oleh peristiwa yang ganas itu, telah menimbulkan kesan bahwa
Pemilik Golok Maut itu pasti adalah seorang bertabiat aneh dan mempunyai kepandaian
yang luar biasa tingginya. Jika tidak demikian, kelima korbannya itu yang semuanya
merupakan Orang-orang yang berkepandaian tinggi dan sudah terkenal itu bagaimana bias
jadi dibuat bulan-bulanan oleh Golok Maut tanpa memberi perlawanan. Dari bukti yang
didapat dari semua korban itu, nyata bahwa para korban itu semuanya tentu tidak sempat
memberi perlawanan.

Sekarang Golok Maut itu muncul lagi untuk keenam kalinya. Perbedaan waktu antara
munculnya peristiwa kelima dan keenam hanya satu bulan saja.

Kali ini yang mendapat kehormatan menerimam kunjungan Golok Maut itu adalah seorang
Chung Cu dari perkampungan Hui Liong Tjung yang sudah sepuluh tahun lebih lamanya
sudah cuci tangan dan mengundurkan diri dari dunia Kang-ouw. Dia adalah Tio Ek Tjhiu.
Orang tua itu dengan kepandaian ilmu silatnya dan ilmu mengentengkan tubuh serta
kekuatan tenaga dalamnya yang sangat tinggi sudah empat puluh tahun lamanya namanaya
terkenal di dunia Kang-ouw. Dia adalah seorang tua yang usianya sudah lebih dari 60
yahun, sesungguhnya merupakan suatu kejadian luar dugaan kalau Golok Maut itu telah
mengun jungi dirinya. Mengingat akan kepandaian, nama dan kedudukannya di dunia
Kang-ouw, sudah barang tentu hal itu telah menggemparkan dunia rimba persilatan.
Banyak jago-jago dari rimba persilatan pada berduyun-duyun menuju keperkampungan Hui
Liong Tjung.

Sahabat-sahabat baiknya Tio Ek Tjhiu, seperti Lui Tjeng, Pek Djie Hong dan lain-lainnya
sudah pada dating pada hari kedua pagi-pagi sekali sesuadah Orang tua itu menerima
Golok Maut itu sebagai pertanda.

Untung hari itu ternyata Pemilik Golok Maut itu tidak muncul.
Diperkampungan Hui Liong Tjung hari itu banyak berkumpul Jago-jago dari kalangan
Kang-ouw. Hampir setiap orang menantikan saat yang akan datang dengan hati berdebaran
dan gusar. Mereka hampir menantikan setiap waktu tanpa mengenal lelah.
Kecuali ada satu dewa, kalau hanya orang biasa saja , betapun tingginya kepandaian orang
itu, rasanya juga tidak mampu melawan banyak Jago-jago rimba persilatan itu.
Rupanya semua Jago-jago itu sudah bertekad bulat hendak membuka tabir rahasia yang
dimiliki Golok Maut itu.
Tetapi sampai hari ketiga, orang yang dinanti –nantikan itu belum juga tiba, tidak ada
tanda-tanda apa-apa. Sedangkan menurut kebiasaan, Golok Maut itu setiap kali muncul
sebagai pertanda, selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari sudah pasti minta korban jiwa.
Hari ketiga itu ada merupakan hari terakhir. Jika malam ini tidak ada kejadian apa-apa,
maka saat yang sangat naas itu dianggap sudah berlalu.
Kampung Hui Liong Tjung yang biasanya tenang tentram, kini karena munculnya Golok
Maut itu telah diliputi oleh suasana tegang dan seram.
Setiap lorong dan tikungan yang agak gelap dipasang lampu terang-terang. Hampir setiap
langkah ada orang yang menjaga, baik siang maupun malam hari. Penjagaan dilakukan
sangat kuat. Dibagian depan dan belakang perkampungan itu juga dipasangi berbagai
perlengkapan rahasia.
Tempat sekitar tiga lie dalam perkampungan itu banyak Orang-orang dari dunia Kang-Ouw
yang menjaga, baik secara terang-terangan maupun secara menggelap. Tujuan mereka
sudah tentu ingin melihat wajah asli dari Pemilik Golok Maut itu.
Diruanga besar didalam gedung itu pesta perjamuan dilakukan siang dan malamhari tidak
berhenti-hentinya. Hampir 20 orang lebih orang-orang dunia Kang-Ouw yang sudah terkenal
keganasannya telah melindungi Tio Ek Tjiu demikian rapatnya.
Tio Ek Tjiu kelihatan mundar mandir didalam ruangan, kadang-kadang juga menghela
nafas. Rambutnya sudah ubanan kelihatan kusut.
Diatas meja ditengah ruangan besar, diantara mangkok piring perjamuan ada terletak Golok
Maut yang luar biasa bentuknya itu yang diantarkan pada tiga hari berselang.
Golok Maut ini merupakan suatu utusan yang menagih jiwa, sehingga setiap orang yang
melihatnya pada berdiri bulu romanya.
Pada orang-orang kuat yang berada didalam ruangan itumeskipun diluarnya sedapat
mungkin hendak berlaku tenang, tetapi dalam hati sebetulnya merasa kebat-kebit.
Meskipun penjagaan dalam perkampungan itu sangat kuat dan mungkin tidak dapat dilalui
oleh seekor lalatpun, tetapi apakah mampu mencegah kedatangannya Pemilik Golok Maut
itu? Ini masih merupakan pertanyaan dalam hati masing-masing.
Sang waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, saat itu sudah jam tiga malam, tetapi masih
belum kelihatan perubahan apa-apa. Asal lewat dua jam lagi saja, sudah dapat diharap
bahwa Pemilik Golok Maut itu tidak akan muncul lagi.
Apakah kali ini akan merupakan suatu kecualian? Itu adalah suatu pertanyaan yang timbul
hampir disetiap hati orang, tetapi tidak ada seorangpun yang berani mengeluarkan itu dari
mulutnya.
Setelah lewat lagi beberapa saat lamanya, Lui Tjeng baru berani berkata sambil sambil
mengurut-urut jenggotnya yang panjang.
“Iblis itu barang kali tidak mendapat kesempatan untuk turun tangan maka tidak berani
datang.”
Pek Djie Hong menyambung,
“Dengan penjagaan yang begini rapat dan kuat sampai seekor lalatpun rupanya tidak bisa
terbang diatas kita, maka sekalipun dia mempunyai kepandaian tinggi, rasanya juga belum
tentu berani muncul.”
Tio Ek Tjiu yang mendengar pembicaraan itu hanya ketawa getir saja, ia tidak bisa berkata
apa-apa. Hanya ia sendiri rupanya yang sudah mendapat firasat bahwa dirinya tidak akan
terluput dari tangannya Pemilik Golok Maut.
Berlalunya sang waktu telah menambah ketegangannya semua orang. Saat-saat yang
terakhir itu dirasakan paling tidak enak.
Masih tinggal satu jam lagi waktu untuk si Pemilik Golok Maut itu turun tangan.
Tio Ek Tjiu pada saat itu lantas berkata sambil menghela nafas :
“Lohu tahun ini sudah berusia 65 tahun. Sekalipun harus binasa juga sudah merasa puas.
Lohu merasa sangat berterima kasih atas kecintaan saudara sekalian yang telah
memerlukan datang kemari. Tetapi persoalannya malam ini bukan persoalan biasa.
Seandainya iblis itu nanti muncul benar-benar, Lohu akan melayani padanya dengan
kepandaian yang Lohu miliki sendiri. Saudara-saudara boleh berdiri sebagai penonton saja.
Sekali-kali jangan turut campur tangan, agar tidak menanam permusuhan dengan iblis itu.
Seumur hidup Lohu, rasanya belum pernah melakukan hal-hal yang melanggar lingsim
Lohu. Sesungguhnya tidak tahu apa sebabnya iblis itu mau turun tangan terhadap Lohu?
Lui Tjeng yang adatnya sangat berangasan, lantas berkaok-kaok:
“Hei, tua bangka she Tio, kau dan aku telah mempunyai perhubungan persahabatan
bebrapa puluh tahun lamanya, kalau aku takut mati, tidak nanti aku perlukan datang
kemari!”
“Tio Cungcu harap jangan khawatir, dengan adanya kami orang-orang disini, sekalipun iblis
itu mempunyai 3 kepala dan enam tangan, hari ini juga harus dia rasakan goloknya sendiri,”
demikian suara seorang berkata.
“Iblis itu mungkin tahu gelagat tidak baik, maka lantas mundur teratur.”
“Masih tidak apa kalau dia tidak datang, kalau dia berani datang, hm! Dia harus rasakan
sendiri ……..”
Sesaat itu, sana-sani ramai mengutarakan pikirannya.
Kentongan telah berbunyi 4 kali. Tepat pada saat itu………….
Terdengar orang tertawa dingin, yang kedengarannya sangat tegas dalam setiap telinga
orang. Dalam suasana demikian, kedengarannya semakin menyeramkan!
Suara yang datangnya secara tiba-tiba itu, merupakan suatu tanda akan munculnya
saat-saat yang menyeramkan.
Ruangan yang tadinya ramai itu sekarang berubah sunyi senyap. Orang-orang yang tadi
pada sesumbar, sekarang nampak pada pucat wajahnya. Semua mata ditujukan kearah
pekarangan yang keadaannya terang benderang seperti tengah hari.
Tapi heran, dari mana datangnya suara ketawa itu? Apakah dalam penjagaan begitu rapat
dan kuat, tidak ada seorangpun yang mengetahui ada orang masuk?
Hui Liong Tjung Cungcu Tio Ek Tjiu, ketika mendapat kenyataan bahwa musuhnya yang
dinanti-nantikan sudah tiba dan orang-orangnya yang menjaga tidak bisa berbuat apa-apa,
segera mengetahui bahwa sang musuh itu memang sangat lihay. Maka ia juga mengerti
bahwa nasibnya malam ini rasanya sukar dipertahankan. Melihat keadaan demikian, ia
malah bisa berlaku tenang. Dengan tidak mempunyai rasa takut, ia berkata dengan suara
yang nyaring :
“Tio Ek Tjiu sudah lama menantikan kedatanganmu, kau hendak kutungkan tangan atau
kakiku, terserah padamu. Tapi Lohu masih belum mengerti, ada permusuhan apa
sebetulnya kau dengan Lohu, sehingga kau sampai menjatuhkan hukuman ini?”
Sebagai jawaban, telah terdengar satu suara yang dingin kaku:
“Tio Ek Tjiu, aku bukan seorang yang buas atau jahat, juga bukan seorang yang berlaku
sewenang-wenang atau seorang yang kejam. Peristiwa berdarah pada Perkumpulan
Kam-lo-pang dibukit Bu-leng-san pada 20 tahun berselang, kau toch tidak bisa bilang tidak
tahu! Kedatanganku malam ini ialah hendak membikin perhitungan hutang darah tersebut.”
Sesaat itu wajah Tio Ek Tjiu pucat seperti mayat serta berdiri membisu seperti patung.
Semua orang gagah yang berada didalam ruangan besar itu pada terkejut.
Peristiwa berdarah yang dialami oleh Perkumpulan Kam-lo-pang pada dua puluh tahun
berselang memang pernah menggemparkan dunia rimba persilatan.
Perkumpulan Kam-lo-pang muncul di dunia Kang-Ouw baru saja satu tahun, mendadak
telah diserang oleh lebih dari 50 Jago-jago kuat dari golongan hitam dan putih. Hanya dalam
waktu satu malam saja Kam-lo-pang dibikin musnah.
Semua orang-orangnya Kam-lo-pang, mulai dari Pancunya sampai ke orang-orang
bawahnya hampir semuanya binasa dalam keadaan putus tangan atau kutung pahanya, ada
juga yang kepallanya terpisah dari badannya. Dari 200 jiwa lebih, yang hidup dan dapat
meloloskan diri hanya beberapa gelintir saja.

Ini adalah merupakan suatu pembunuhan besar-besaran dalam rimba persilatan. Sementara
itu, mengenai sebab-sebabnya sehingga adanya kejadian peristiwa berdarah juga tidak ada
yang mengetahui.
Nama selanjutnya dari Kam-lo-pang terhapus dalam dunia Kang-Ouw.
Nama itu sudah menjadi catatan dalam hikayat yang berlahan-lahan hilang dari
peringatannya manusia.
Tidak nyana, hari ini 20 tahun kemudian nama itu terdengar pula di kalangan Kang-ouw,
bahkan keluarnya dari mulut seorang ‘Penuh Rahasia’, Pemilik Golok Maut yang telah
menggemparkan dunia rimba persilatan.
Cungcu dari Hui Liong Tjung itu dulu juga merupakan salah satu orang yang turut
mengambil bagian dalam pembasmian orang-orang Kam-lo-pang. Hal ini rasanya tidak perlu
disangsikan lagi.
Tetapi apakah hubungannya antara Pemilik Golok Maut itu dengan Perkumpulan
Kam-lo-pang?
Suara orang itu meskipun kedengarannya sangat dekat, tetapi orang tidak dapat dilihat,
sehingga semua orang yang ada disitu tidak mengetahui dari mana datangnya suara
tersebut.
“Tio Ek Tjiu, apakah kau masih ada pesan apa-apa yang perlu ditinggalkan?” terdengar pula
suaranya orang itu.
Sikap Tio Ek Tjiu pada saat itu sudah seperti orang kalap, maka ia lantas menjawab dengan
suara kasar:
“Iblis! Tinggalkan namamu!”
“Pemilik Golok Maut.”
“Peristiwa Kam-lo-pang ada hubungan apa denganmu?”
“Hu, hu, hu. Aku adalah Pancu dari Kam-lo-pang.”
Jawaban itu telah membikin terperanjat semua orang, sehinga masing-masing pada saling
pandang.
Tio Ek Tjiu yang mendengar pengakuan orang itu sebagai Pancu dari Kam-lo-pang, saat itu
seperti mengetahui bahwa malam ini mungkin tidak akan terhindar dari kematian, maka ia
lantas mengambil keputusan nekad, tetapi karena rasa jeri oleh kepandaian orang itu,
membuat ia tidak berani sembarangan keluar dari dalam ruanga besar itu. Selagi masih
bersangsi, tiba-tiba berkelebat bayangan seseorang, satu anak darah yang cantik molek
sudah muncul didepan matanya.
Gadis itu denga pedang ditangan serta paras gusar, telah berkata dengan suara gemetaran:
“Ayah.” Kemudian secepat kilat sudah bergerak melesat keluar pekarangan.
Bukan main kagetnya Tio Ek Tjiu, karena gadis itu merupakan anak satu-satunya yang
paling disayanginya. Ia sudah memesan wanti-wanti supaya biar bagaimana tidak boleh
unjukan diri, tidak disangka dalam saat yang sangat berbahaya itu akhirnya gadis itu
mengunjukan diri juga, maka ia lantas berkata:
“Tin-djie, jangan!”
Tepat pada saat itu penerangan lampu disekitar pekarangan mendadak pada semua,
sehinga disana-sini terdengar suara gaduh. Semua orang-orang gagah yang berada dalam
ruangan masing-masing pada menghunus senjatanya dan lari keluar pekarangan.
Selanjutnya, peneranghan didalam ruanga juga padam, sehingga keadaan disitu menjadi
gelap gulita.
Para jago yang datang hendak memberikan bantuan tenaganya ketika itu lantas mengetahui
gelagat tidak baik, maka mereka semuanya cepat-cepat lari kembali kedalam ruangan besar
itu, tetapi sesaat sebelum mereka sampai kedalam ruangan, sudah terdengar suara jeritan
yang sangat mengerikan. Suara jeritan itu merupakan suatu tanda bahwa bencana ternyata
sudah tidak dapat dihindarkan.
Didalam ruangan besar itu lantas menjadi ramai sekali. Dalam keadaan gaduh itu, sesososk
bayangan manusia tiba-tiba melesat keluar dan akhir menghilang dalam kegelapan.
Tatkala api dinyalakan lagi, suatu pemandangan yang mengerikan telah terbentang didepan
mata orang banyak.
Tio Ek Tjiu nampak rebah terlentang diantara darah segar yang membanjiri lantai. Cungcu
yang sial nasibnya itu kelihatan kutung kedua lengannya sebatas pundak, sedangkan
didadanya terdapat lubang masih menyemburkan datah. Sungguh suatu pemandangan
yang sangat mengerikan.
Gadis cantik molek yang dipanggil ‘Tin-djie’ tadi lantas menubruk jenazah ayahnya sambil
menangis menggerung-gerung.
Suatu peristiwa yang sangat mengerikan telah berakhir.
Sekali lagi Golok Maut mengambil korbannya. Bersama korban-korban yang dulu,
semuanya ada enam Jago-jago rimba persilatan telah menjadi mangsanya.
Waktu hari terang tanah, orang-orang kuat dari rimba persilatan yang datang hendak
memberikan bantuan tadi dengan hati pilu dan kecewa telah meninggalkan perkampungan
Hui Liong Tjung. Mereka menyesal tidak dapat melihat wajah asli dari si Pemilik Golok Maut.
Apa yang didapat oleh mereka ialah pada saat itu mereka baru tahu bahwa manusia ‘Penuh
Rahasia’ yang menimbulkan kegemparan itu adalah Pancu dari Kam-lo-pang yang kabarnya
sudah musnah pada 20 tahun berselang.
Oleh karena pengakuan Pemilik Golok Maut itu, maka orang-orang kuat dari golongan hitam
dan putih yang dulu turut campur tangan dalam pembasmian perkumpulan tersebut,
mungkin tidak seorangpun yang akan terlolos dari pembalasan Golok Maut.
Menurut apa yang tersiar di kalangan Kang-ouw, peristiwa berdarah Kam-lo-pang hampir
seluruh orang-orang Kam-lo-pang sudah terbasmi habis, bahkan Pancunya yang bernama
Yo Tjin Hoan berikut seluruh rumah tangganya yang berjumlah delapan jiwa telah terbinasa
semua.
Tetapi Pemilik Golok Maut itu telah mengaku dirinya sebagai Pancun dari Kam-lo-pang,
benar-benar merupakan suatu kejadian sangat gankil. Apakah berita kematian Pancu
Kam-lo-pang dulu itu tidak benar? Ataukah Pemilik Golok Maut itu tidak melakukan
kejahatan dengan meminjam nama Pancu dari Kam-lo-pang atau karena lain-lain sebab
……….?
Biar bagaimana ‘manusia penuh rahasia’ yang menyeramkan itu hanya meninggalkan suatu
teka-teki bagi rimba persilatan.

Bab Sesudah: Bagian Kesatu

Bagian Kesatu

Angin meniup dengan kencannya, hawa dingin menyusup di tulang-tulang. Tanah


membeku. Hujan salju yang turun satu hari satu malam terus menerus telah mengubah
jagat seperti tumpukan kapas belaka.
Dalam keadaan demikian itu, manusia seperti hilang dari dari jalanan, begitu pula
burung-burung dan binatang-binatang buas seolah-olah menghilang dari bumi. Selain angin
dingin yang meniap kencang dengan tidak henti-hentinya, seluruh jagat yang kelihatannya
putih meletak, diselimuti oleh salju itu agaknya sudah kehilangan rupanya yang lama.
Ditengah udara masih kelihatan gelap remang-remang. Sang waktu agaknya sudah berhenti
beredar, sehingga membuat orang sukar membedakan waktu siang danmalam.
Bukit Bu-leng-san yang seluruhnya tertutup salju berdiri tegak dengan megahnya. Keadaan
kelihatannya sunyi senyap.
Pada saat itu, setitik bayangan hitam yang kelihatannya seperti sebutir gundu yang
meluncur turun diatas salju terus menuju kelembah bukit Bu-leng-san. Dalam suasana putih
seluruhnya itu, bayangan hitam itu menuju lembah yang putih seluruhannya itu, bayangan
hitam itu kelihatannya lebih nyata dan tegas.
Ini sungguh aneh, dalam keadaan yang dingin dan tempat sesunyi itu, ternyata masih ada
mahluk berjiwa yang muncul diluaran, bahkan menuju kelembah yang keseluruhannya
tertutup salju.
Perlahan-lahan titik hitam itu bisa dilihat nyata, ia adalah manusia tengah mengendong satu
buntalan besar.
Sambil melawana tiupan angin utara yang dingin, orang itu lari cepat sekali. Siapakah orang
itu?
Oleh karena kepalanya memakai tudung, maka wajahnya tertutup semua dan tidak bisa
dilihat dengan nyata. Tetapi dari gerak jalannya yang pesat, terang orang ini merupakan
orang kuat dari rimba persilatan.
Orang itu agaknya mengenal baik keadaan bukit disitu. Meski keadaan jalanan penuh
bersalju dan tampak putih semuanya, ia masih bisa membedakan tempat yang hendak
dituju. Orang itu terus lari menuju kemulut lembah.
Jalanan berliku-liku, kedua sisinya lembah diapit oleh lamping bukit yang menjulang tinggi.
Diujung lembah terdapat banyak batu-batu cadas yang besar-besar. Bayangan itu ketika
tiba dibawah batu besar tadi lalu mendongak mengawasi sebuah batu cadas yang menonjol
setingi sepuluh tombak, kemudian kakinya menotol tanah, badannya lantas melesat tinggi
keatas. Kira-kira 7-8 tombak, sebelum mencapai tempat yang ditujunya, ujung kakinya lalu
menotol lamping jurang, sehingga badanya meluncur naik keatas lagi. Dengan gayanya
yang sangat luar biasa, orang itu dapat menancapkan kakinya diatas batu cadas termaksud.
Dibelakang batu cadas besar ternyata ada kedapatan sebuah goa yang lebar mulutnya
kira-kira satu tumbak.
Orang itu ketika berada dimulut goa, baru membuka tudungnya dan kelihatan wajahnya.
Ooo…., ternyata orang itu adalah satu pemuda cakap yang kelihatan baru beruaia 17
tahunan.
Pemuda yang cakap itu telah menurunkan buntelan yang digendongnya, kemudian diteneng
ditangan. Dengan wajah ramai dengan senyuman ia berseru kedalam goa,
“Suhu!”
“Suhu!” ……. Suara itu adalah suara kumandangnya dari dalam goa.
Ia memanggil semakin keras, tetapi hanya mendapatkan jawaban yang serupa.
Pemuda itu merasa heran, dengan cepat ia lari masuk kedalam goa.
Goa itu tidak dalam, kira-kira Cuma 20 tumbak lebih, disitu terdapat sebuah ruangan besar.
Disalah satu sudut dari ruangan itu ada sebuah balai batu yang dapat dilihat begitu orang
memasuki goa.
Dan sekarang, balai batu yang biasanya digunakan oleh suhunya untuk bersemedi itu
ternyata sudah kosong.
Pemuda itu dengan perasaan tegang lantas lompat masuk kedalam kamar lain.
Mendadak bau darah yang amis telah menusuk hidungnya dan pemandangan yan
dihadapannya, saat ittu membikin dirinya berdiri terpaku, matanya berkunang-kunang,
hampir saja ia tidak mampu mempertahankan dirinya berdiri.
Apa yang terbentang didepan matanya adalah suatu pemandangan yang sangat
mengerikan! Dilantai dalam kamar batu itu sudah berwarna merah karena darah yang sudah
membeku itu ada menggeletak tiga sosok tubuh sebagai bangkai yang tidak utuh sekujur
badannya.
Buntelah yang dibawah ditangan pemuda itu telah terjatuh dari cekalannya dengan tidak
terasa. Isinya ternyata beras, garam, daging dan keperluan sehari-hari telah berantakan
dilantai.
Paras si pemuda cakap saat itu telah berubah aneh sekali, matanya mendelong seperti
seorang linglung. Ia berdiri terpaku sambil mengucurkan air mata.
Keadaan dalam ruanga itu yang biasanya tenang tentram, kini telah berubah menjadi seram
keganasan.
Lama sekali pemuda itu seperti kehilangan semangat, kemudian ketika tersadar ia menjerit
lalu menubruk salah satu mayat yang rambutnya sudah putih seluruhnya. Dengan suara
terputus-putus ia memanggil:
“Suhu! Suhu! ….. Kau dengan kedua paman telah binasa ditangan siapa? Muridmu akan
menuntut balas untukmu, Suhu, jawablah!”
Pemuda itu sembari memanggil, tangannya menggoyang-goyang badannya seorang tua.
Tanganya orang tua ternyata Cuma tinggal satu. Luka dibadannya ada sebelas tempat lebih
dan masih mengucurkan darah.
Ubuh orang tua itu mendadak bergerak-gerak, sehingga membikin anak muda cakap itu
terkejut. Apakah suhu masih belum binasa? Demikian anak muda itu berpikir.
Ia lalu meraba-raba dada suhunya, benar saja masih hangat. Pemuda itu kelihatannya
sangat girang, tetapi hanya sekejap saja, ia lantas tertegun lagi. Ia tidak mengetahui
bagaimana ia harus berbuat. Dengan kekuatan tenaga Iweekangnya yang masih belum
sempurna ia tidak biasa berbuat apa-apa.
Seandainya pada saat itu ada seorang yang sudah sempurna betul ilmu Iweekang, dengan
kekuatan tenaga dalamnya yang disaluran kedalam dirinya sang suhu mungkin masih bisa
menolong jiwa suhunya itu.
Tetapi di dalam goa itu kecuali ia sendiri dengan dua jenazah pamannya, tidak ada orang
lain lagi yang bisa dimintakan tenaganya untuk menolong suhunya.
Pemuda itu sangat gelisah. Ia berjalan menghampiri jenazah kedua pamannya. Kedua
orang itu juga merupakan orang-orang yang sudah lanjut usianya, satu binasa dalam
keadaan terkutung kedua tangannya dan yang lainnya binasa dalam keadaan terkutung
kedua pahanya.
Ketika badanya diperiksa, ternyata sudah dingin kaku, terang mereka sudah lama binasa.
Kedua orang itu memang adalah orang-orang yang tadinya sudah bercacad, sekarang
sekujur badanya penuh dengan tanda senjata tajam. Dari sini dapatlah diduga bahwa orang
turun tangan terhadap mereka itu sangat ganas dan telengas.
Sungguh tidak diduga, ketika ia meninggalkan goa tersebut untuk mencari bahan makanan,
hanya dalam waktu setengah hari saja sudah ada kejadian yang demikian hebatnya. Dalam
keadaan gemas ia hanya bisa membanting-banting kaki dan meremas-remas kepalanya
sendiri.
Kenangan dimasa lampau telah terbayang lagi didalam otaknya.
Sebetulnya ia adalah seorang anak piatu yang tidak ketahuan asal-susulnya, tidak berayah,
tidak beribu, juga tidak mempunyai nama.
Sejak kecil, ia hidup diantara kawanan pengemis. Sedari ia bisa mengingat, hanya
diketahuinya bahwa ia adalah satu pengemis kecil saja.
Selama masa kanak-kanaknya, ia pernha menjadi gembala, pernah menjadi kacung
pesuruh; rupa-rupa penderitaan hidup telah dialami, rupa-rupa penghinaan telah diterima.
Ia sering menanya kepada diri sendiri : “Aku ini sebetulnya anak siapa?”
Orang lain mempunyai ayah dan ibu, mempunyai rumah tangga yang hangat;
setidak-tidaknya mempunyai anam. Tetapi ia, semuanya tidak punya, didalam dunia ini
seolah-olah merupakan satu mahluk yang kelebihan.
Ia belum pernah memcicipi apa artinya cinta dan kasih sayang, ia juga tidak mengerti apa
artinya cinta itu. Oleh karena sejak masih kecil selau hidup dalam hinaan dan cacian orang,
maka apa yang mengeram dalam hatinya ialah : KEBENCIAN.
Lima tahun berselang, sama keadaannya seperti hari ini, juga diwaktu hujan salju sangat
lebatnya. Ia telah dipukuli oleh sekaanan manusia biadab, sehingga jatuh menggeletak
diatas salju dalam keadaan babak belur.
Seorang tua yang lengannya Cuma tinggal sebelah telah menolong dirinya, dan kemudian
membawahnya kedalam goa serta dipungut menjadi muridnya, Orang tua berlengan satu itu
adalah orang tua rambut putih yang kini rebah dalam gumpalan darah.
Oleh karena ia sendiri tidak tahu asal-usulnya, tidak tahu anak siapa dan tidak mempunyai
SHE dan nama, maka ia ikut SHE suhunya she YO. Suhunya memberikan nama padanya
Tjie Tjong.
Maksud perkataan Tjie Tjong ialah : supaya ia selamanya ingat dan tidak lupa mencari tahu
asal-usul dirinya sendiri.
Didalam goa itu bersama dengan suhunya juga tinggal juga dua orang tua , satu tidak
mempunyai tangan, sedangkan yang lainnya tidak mempunyai kaki. Ia biasa
membahasakan mereka paman.
Tiga laki-laki tua san satu anak muda, hidup dalam goa yang aman tentram itu sekeluarga.
Selama lima tahun, dibawah dibawah didikan dan bimbingan suhunya yang dibantu oleh
kedua pamannya serta bakat yang ada pada dirinya sendiri, telah membuat ia menejadi
seorang gagah yang sudah dapat dimasukan golongan kelas satu dalam dunia Kang-Ouw.
Apa yang masih kurang ialah kekuatan tenaga dalamnya, yang masih belum sempurna.
Ketiga orang tua itu membuat ia mengerti apa artinya cinta, ia mersakan bahwa didalam
dunia ini ternyata masih ada kasih sayang dan tidak sekejam seperti apa yang dibayangkan.
Dan sekarang, pemandangan ngeri yang terbentang dihadapan matanya, telah membuat
perasaan cinta yang baru tumbuh belum lama, sudah terbang lagi tanpa bekas.
Rasa benci kembali timbul dalam perasaan hatinya.
Ia benci terhadap manusia yang kejam dan ganas. Ia benci terhadap dunia Kang-Ouw yang
licik sifatnya. Karena manusia-manusia kejam itu telah merampas jiwanya ketiga orang tua
yang sudah merupakan keluarganya……… suhu dan kedua pamanya.

Tiba-tiba suara rintihan telah mengejutkan ia dari lamunannya.


Sang suhu yang hampir binasa ternyata hidup kembali. Ia membuka sepasang matanya
yang layu, mengawasi padanya tanpa berkesiap.
Dengan hati pilu ia memanggil, “Suhu!” dan kemudian menubruk padanya.
Sepasang matanya orang tua itu perlahan-lahan tampak bersinar terang.
“Suhu! Kau….. Kau………”
“Tjong Djie….. dengarkan aku………” orang tua itu membuka mulutnya, suaranya perlahan,
agaknya susah sekali untuk mengeluarkannya.
“Suhu! Nanti Tjong Djie bawa kau keatas balai-balai!”
Orang tua itu menggelengkan kepalanya, matanya dibuka semakain lebar. Dadanya
bergoncang semakin keras, napasnya memburu, wajahnya nampak makin pucat.
“Suhu, kau inghin apa?”
Orang tua gelengkan kepalanya lagi, sejenak kemudian, baru membuka mulutnya:
“Tjong Djie, kau…… sudah pulang. Suhumu…….. sedang………. Menantikan …….
kau……!”
“Suhu, kau sekarang jangan bicara apa-apa dulu, kau tenangkan dirimu dulu …….”
“Diwajahnya orang tua itu mengunjukan ketawa getir, setelah hening sejenak, ia lalu berkata
pula :
“Tjong Djie.…… kau…… jangan …… memotong…… suhumu…… dalam waktu……
sesingkat …… ini…… hendak …… memberi…… tahukan…… padamu…… sesuatu……
hal…… .
“Suhu, kau jangan menggunakan banyak tenaga dulu, nanti kalau sudah sembuh baru
dibicarakan lagi!”
Matanya orang tua itu nampak gusar, sehingga pemuda itu tidak berani memandang.
Saat itu, orang tua itu keadaannya kelihatan agak baikan, pembicaraannya agak jelas.
“Tjong Djie, suhumu…… sudah tidak berguna…… lagi sekalipub ada thabib sakti…… juga
tidak berdaya…… mengobati lukaku. Tuhan masih adil, pada saat ini aku masih bisa hidup
kembali…… sehingga bisa meninggalkan …… pesanan…… kepada mu. Sekarang kau
dengar, jangan potong bicaraku!”
Tjie Tjong anggukan kepalanya dengan peraaan pilu.
“Tjong Djie, bakatmu dan tulang-tulangmu, semua…… merupakan bahanluar biasa bagi
seorang rimba persilatan…… Suhumu sebetulnya…… menaruh harapan besar…… atas
dirimu, suhumu ingin menciptakan…… kau sebagai seorang gagah luar biasa…… didalam
dunia……, apa mau Tuhan tidak…… menghendaki suhumu…… mewujudkan
cita-citanya…… sehingga harus binasa…… ditangannya…… orang jahat……”
“Suhu! kau……”
“Dengar, tentang dirimu……suhumu sudah……berusaha untuk mencari…… tahu……
tapi…… ternyata…… tidak berhasil…… menukan asal…… usulmu…… Hal ini…… terpaksa
mengandalkan…… kau sendiri…… yang harus mencari tahu……!”
Mendengar sang suhu menyebut tentang asal-usul dirinya, Tjie Tjong wajahnya berubah
guram.
“Batu giok yang ada pada dirimu dinamakan ‘LIONG KUAT’. Batu giok itu sebetulnya ada
dua muka, kalau dirangkap bernama ‘LIONG-HONG SIANG-KUAT’. Benda itu sebetulnya
ada satu benda pusaka dalam dunia Kang-Ouw. Kalau kedua benda itu dirangkap, dapat
menyembuhkan segala penyakit dan segala racun…… Kau mempunyai…… 'Liong
Kuat'…… maka kau harus …… hati-hati mencari …… dimana…… itu sepotong batu giok
yang…… dinamakan 'Hong Kuat'.Batu itu…… ada sangkut…… pautnya dengan asal……
usul dirimu!”
“Yah! Suhu!”
“Tjong Djie, kau tahukah siapa suhumu ini?”
“Suhu seorang she YO…… “
“Benar, suhumu ini pada 20 tahun berselang adalah Pancu dari Perkumpulan Kam-lo-pang
yang bernama Yo Tjin Hoan. Kedua pamanmu itu…… satu adalah Pelindung Hukum
Perkumpulan Kam-lo-pang, Tjiu Lip To, ia terkenal dengan kekuatan tenaga telapak
tangannya. Satu lagi adalah Tongcu Bagian Penjara Tjek Kun, ia mempunyai ilmu
mengentengkan yang luar biasa. Mereka berdua…… ‘
Orang tua itu ketika menuturkan sapai disini, mendadak menangis.
Yo Tjie Tjong yang mendengar penuturan itu lantas menjadi terkesima, Selama 5 tahun, ia
Cuma tahu bahwa suhunya itu seorang she Yo, yang lainnya tidak tahu semua, ia juga tidak
berani bertanya banyak-banyak.
Yo Tjin Hoan setelah menangis, semangatnya tiba-tiba meluap-luap, tidak seperti seorang
yang sedang terluka parah.
“Lima tahun lamanya,” begitu ia melanjutkan penuturannya, “Pelajaran ilmu silatmu sudah
cukup sempurna, hanya kekuatan tenaga dalamu, masih jauh dari sempurna. Hal ini
tergantung kepada kau sendiri, bagaimana sepaya berhasil mencapai ketingkatan yang
sempurna.”
Yo Tjie Tjong anggukan kepalanya. Namun dalam hatinya diam-diam berpikir, bukankah
suhu ini kini nampaknya sudah segar, mengapa mengucapkan perkataan yang bersipat
pesan terakhir?
Yo Tjin Hoan berkata pula:
“Tjong Djie, ambil benda yang berada didalam lubang keempat diatas dinding itu.”
Yo Tjie Tjong menurut, ia lalu berbangkit dan mengambil benda yang dikamsud yang
ternyata adalah sebuah kotak kulit.
“Buka!” demikian sang suhu memerintahkan.
Ketika kotak kulit itu dibuka, didalamnya hanya terdapat sepotong kayu hitam sebesar
telapak tanga. Yo Tjie Tjong merasa heran. “Sepotong Kayu Hitam saja mengapa disimpan
begitu rapinya?”
Pada saat itu mata Yo Tjin Hoan kelihatan membelalak, ia berkata pula dengan suara
gemetaran :
“Tjong Djie, Sepotong Kayu Hitam itu telah menumpas semua kekayaannya Kam-lo-pang
dan jiwanya lebih dari 200 anak muridnya…….”
Yo Tjie Tjong dengan perasaan terharu mengawasi suhunya.
“Dua puluh tahun berselang,” demikian Yo Tjin Hoan melanjutkan penuturannya, “tempat
asal berdirinya Kam-lo-pang itu ialah dibukit Bong-In-Hong mendadak telah gugur. Dengan
secara kebetulan suhumu telah mendapatkan dua potong kayu hitam yang ternyata adalah
benda pusaka yang dinamakan ‘Ouw-Bok-Po-Lok’. Diatas potongan kayu hitam itu termuat
kepadandaian ilmu silat tangan kosong luar biasa tingginya yang hanya terdiri dari lima jurus
saja. Yang sepotong memuat prakteknya, sedangkan yang sepotong lagi memuat
keterangannya. Kalau berhasil mempelajari ilmu serangan itu, sudah pasti kau bisa menjadi
seorang kuat nomor satu dalam dunia. Ilmu silat yang tertulis dalam potongan kayu ini
adalah ciptaan seorang orang luar biasa dari kalangan rimba persilatan yang bernama Tjo
Kang yang hidup pada 500 tahun berselang. Ia telah mengumpulkan semua ilmu serangan
dari berbagai partai yang akhirnya kesemuanya itu dijadikan satu sehingga terciptalah ilmu
silat yang luar biasa yang ada dalam kayu hitam ini.”
Yo Tjie Tjong yang juga sudah belajar ilmu surat, ketika itu lantas memeriksa potongan kayu
hitam itu memang benar, doatas potongan kayu itu samar-samar ada kelihatan beberapa
tulisan yang kecil sekali, tetapi saat itu ia tidak mempunyai kesempatan membaca isinya,
sedangkan Yo Tjin Hoan saat itu sudah berkata pula :
“Soal benda pusaka itu entah bagaimana bisa tersiar di kalangan Kang-ouw, sehingga
menimbulkan perasaan iri hati terhadap suhumu. Mereka telah mengumpulkan 50 lebih
orang-orang kuat dari golongan hitam dan putih bersama-sama datang menyantroni
suhumu. Malam yang menyeramkan, ketika Kam-lo-pang diserbu secara tiba-tiba, semua
nak murid Kam-lo-pang telah melakukan perlawanan secara gagah, tetapi karena pihak
musuh waktu itu benar-benar merupakan jago-jago pilihan dari dunia Kang-Ouw, maka
setelah bertempur sampai pagi hari meskipun kedua belah pihak banyak jatuh korbannnya,
tetapi anak murid Kam-lo-pang yang berjumlah 200 orang lebih telah binasa semuanya,
sedangkan suhumu sendiri sekeluarga juga tidak terluput. Suhumu yang sudah terpapas
sebelah lengannya dan luka-luka dibadannya ketika itu sudah tidak ingat orang… Kedua
pamanmu, Tjek-Kun dan Tjiu-Lip-To, malam itu juga masing-masing kehilangan dua
pahanya dan tangannya.”
Yo Tjie Tjong tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri tetapi ketika mendengar
penuturan itu, darah mudanya merasa panas. Suasana dalam kamar itu kelihatannya
semakin menyedihkan.
Orang tua itu melanjutkan pula ceritanya dengan suara yang sedikit parau:
“Setelah pertempuran selesai, ada seorang tabib pandai yang bernama Gouw Tjie Djin yang
telah datang kebukit Bu-leng-san untuk mencari daun obat-obatan maksudnya. Suhu dan
kedua pamanmu tang sudah tidak ingat orang dan terluka telah ditolong olehnya sehingga
sampai saat ini suhumu masih hidup.”
Yo Tjie Tjong merasa sangat kagum atas perbuatannya Gouw Tjie Djin yang sudah
menolong jiwa suhunya, maka diam-diam ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa
dikemudian hari pasti ia akan membalas budi ini.
Pada saat itu ia teringat akan potongan kayu hitam itu, maka lantas menanya:
“Tentang Ouw-Bok-Po-Lok itu……..”
“Ouw-Bok-Po-Lok masih ada sepotong lagi yang memuat tulisan keterangannya. Karena
kebetulan suhumu menyimpan ini dilain kamar, masih untung tidak dapat diketemukan oleh
mereka. Itu adalah yang kau pegang dalam tanganmu sekarang, dan yang sepotong lagi,
yang memuat tulisan prakteknya, suhumu tidak mengetahui barang itu terjatuh ditangan
siapa, maka kemudian hari, kau harus berusaha untuk mencarinya kembali, sebab kedua
potong kayu hitam itu sebetulnya tidak boleh berpisah, ada prakteknya kalau tidak ada
keterangannya tidak akan ada gunanya, begitu puyla sebaliknya.”
Setelah banyak mengucapkan banyak perkataan napas Yo Tjin Hoan kelihatan sudah
hampir habis, maka setelah terbatuk-batuk sebentar, sorot matanya guram lagi.
Yo Tjie Tjong yang tampatnya mendapat pirasat tidak enak, lantas memanggil
berulang-ulang:
“Suhu, suhu.”
Orang tua itu kelihatan sedang bergulat dengan tangan maut yang sedang merenggut
jiwanya, tetapi usahanya itu kelihatan sia-sia belaka.
Yo Tjie Tjong dengan air mata bercucuran menanya pula:
“Suhu, siapakha orang-orang yang hari itu melakukan kejahatan terhadap suhu dan kedua
paman sekalian?”
Orang tua itu menjawab dengan suara terputus-putus:
“Juga….. merupakan….. salah satu….. musuh lama. Suhumu sebetulnya….. hendak turun
tangan sendiri untuk….. menghabiskan semua….. manusia yang berhati binatang itu…..,
tetapi sekarang tampaknya….. cita-cita itu….. tidak akan tercapai.”
“Suhu, Tjong Djie bersumpah akan melaksanakan cita-citamu itu untuk membasmi semua
musuh-musuhmu.”
Diwajah orang tua itu sejenak terkilas senyumnya yang menandakan kepuasan hatinya.
“Suhumu….. kali ini turun gunung….. dalam perjalanan pulang….. telah dapat tahu….. ada
orang….. mengintai, kala itu….. suhumu tidak curiga….. apa-apa….. tidak nyana…..
merupakan malapetaka………”
Memang, selama beberapa bulan ini, suhunya itu pernah 6 kali turun gunung. Meski dalam
hati Yo Tjie Tjong merasa curiga, tapi ia tidak berani membuka mulut untuk menanyakan
suhunya.
“Suhu, siapakah penjahat-penjahatnya? Suhu, siapa?” Yo Tjie Tjong menanya lagi
berulang-ulang.
Tapi orang tua itu sudah tidak mampu menjawab. Ia agaknya hendak bertahan sebisa-bisa,
napasnya memburu semakin hebat, matanya beberapa kali terbuka lebar menunjukan sinar
buas, tapi akhirnya Cuma dapat menjawab:
“Penjahatnya….. nomor satu….. dalam lembar….. pertama……….”
“Apa? Suhu, apa yang kau maksudkan dengan nomor satu?”
Orang tua itu mengangkat tangannya, tapi kemudian diturunkankan lagi, hanya dengan jari
tangannya yang menunjuk ketempat lobang kedua diatas dinding.
“Suhu, apa maksudnya didalam lobang kedua diatas dinding ada…..? tanya Yo Tjie Tjong.
Orang tua itu kedip-kedipkan matany, suatu tanda membenarkan perkataannya.
Tiba-tiba kedengaran suara pekikbya orang tua itu, badannya lantas tidak bisa bergerak,
tapi matanya terbuka lebar.
Yo Tjie Tjong yang menyaksikan keadaan suhunya, sudah lantas mengerti apa sebabnya.
Suhunya sudah mati!
Didalam dunia yang sifatnya kejam ini, ketiga orang yang pernah memberikan padanya cinta
dan kasih sayang berlimpah-limpah, kini telah binasa semua, bahkan binasa ditangannya
musuh yang masih belum diketahui namanya.
Untuk sesaat lamanya, sekujur badanya dirasakan seperti sudah beku, pikirannya kalut, ia
berdiri laksana patung, seolah-olah sukmanya sudah meninggalkan raganya.
Angin dingin meniup kencang masuk kedalam goa, meski hawa dingin seolah-olah menusuk
ketulang-tulang, tapi semua itu tidak dihiraukan oleh Yo Tjie Tjong.
Didalam goa itu, tampak rebah menggeletak tiga mayat orang tua , yang kemarin masih
meberikan petunjuk padanya berlatih ilmu silat.
Entah berapa lama telah berlalu, ia baru bisa menjerit dan menangis. Ia menangis terus
dengan sedihnya, sampai suaranya menjadi serak dan air matany kering.
Setelah pikirannya tenang kembali, ia baru berhenti menangis. Kedukaan dalam hatinya,
telah berubah menjadi perasaan dendam yang berkobar-kobar.
Ia menengok lagi sejenak pada jenazah suhunya, orang tua itu ternyata telah mati dengan
mata melotot.
Yo Tjie Tjong lalu berlutu dihadapannya, mulutnya mendo’a:
“Suhu! Kini Tjong Djie berjanji dan bersumpah dihadapanmu, dengan jiwa raga Tjong Djie
nanti akan menuntut balas sakit hati terhadap msusuh-musuh yang membinasakan 200
lebih anak murid Kam-lo-pang dan keluarga suhu. Semua musuh-musuh itu nanti akan
Tjong Djie bunuh mati satu persatu, untuk membalas budi suhu yang besar ini. Suhu,
meramkanlah matamu!”
Sehabis bersujud, ketika ia buka matanya, si orang tua itu ternyata masih belum meram
matanya.
Tiba-tiba ia ingat bahwa suhunya tadi pernah menunjuk kelobang kedua diatas dinding,
apakah disitu ada apa-apanya, yang membuat ia tidak bisa meram?
Ia lalu berbangkit, dan mencari-cari lobang yang ditunjuk oleh suhunya tadi. Setelah
menemukan lubang tersebut, didalamnya ia dapatkan sebuah buntelan besar yang sangat
berat, ketika ia buka seketika itu lantas berdiri kesima.
Isi buntelan itu ternyata sebuah senjata yang aneh bentuknya, senjata yang mirip golok tapi
disisi bagian atas bentuknya seperti gergaji, sedangkan diawak golok itu ada terdapat tulisan
‘GOLOK MAUT’.
Dengan perasaan sangat heran Yo Tjie Tjong membaca berulang-ulang ukiran yang
terdapat diatas awak golok tersebut.
Dibawahnya golok itu ada sehelai kertas dan sejilid buku kecil.
Ia ambil kertasnya, diatas ada tulisan perkataan:
“Golok Maut yang aneh bentuknya, digunakan untuk menuntut balas dendam!”
“Gerak tipu selalu bergerak mencapai tiga sasaran, dapat menggetarkan nyali iblis dan
setan!”
Dibawah perkataan itu masih terdapat beberapa tulisan dengan hurup kecil-kecil, yang
menjelaskan caranya mainkan gerak tipu ilmu silat yang dimaksud tadi. Ia memang seorang
cerdas. Sebentar saja sudah dapat mempelajari.
Dengan sebetulnya, itu memang merupakan satu gerak tipu yang sangat luar biasa. Meski
Cuma satu jurus, tapi kalau dimainkan, tujuan sasarannya ada sangat berlainan dengan tipu
serangan biasannya. Gerak tipu ini diatas membabat kedua lengan, dibawah memotong
kedua paha dan tengah menikam ulu hati.
Ini sesungguhnya ada suatu gerak tipu yang sangat luar biasa, betapapun tingginya ilmu
silatnya sang lawan, rasanya juga sulit akan menghindarkan serangan tersebut.
“Sekali bergerak mencapai 3 sasaran, apakah ini yang dimaksudkan suhu?” demikian ia
menanya kepada diri sendiri.
Dengan tidak banyak pikir lagi, ia lantas membuka-buka lembaran buku kecil itu.
Kulit buku itu ada tertulis beberapa hurup yang ditulis dengan tinta merah darah:
‘DAFTAR NAMA MUSUH-MUSUHNYA KAM-LO-PANG!’
Lembar pertama ada terdapat nama-namanya 5 orang yang masing-masing diberi nomor
satu sampai kenomor lima. Nomor satu ada tercatat namanya Tjho Ngo Teng dengan nama
gelarnya Iblis Rambut Merah.
Lembar kedua dan lembar selanjutnya ada terdapat nama-namanya orang yang kurang
lebih 20 orang banyaknya. Diantara nama-nama itu, ada namanya 6 orang yang sudah
dicoret dengan guratan kasar berwarna merah. Untuk sesaat lamanya, Yo Tjie Tjong tidak
dapat menduga apa maksudnya. Barang-barang itu ia buntal lagi seperti semula.

Dengan kecerdikannya yang luar biasa, ia coba memecahkan soal itu.


Tidak antara lama, ia mendapat jawabannya. Dalam hati ia berpikir: ‘Suhu menciptakan tipu
pukulan yang aneh ini, tujuannya ialah hendak menuntut balas dendam. Selama beberapa
bulan ini, suhu sudah 6 kali turun gunung. Nama-namanya orang yang dicoret dalam daftar
nama-nama musuhnya suhu itu, pasti sudah binasa dibawah Golok Maut semuanya. Dan
kali ini ketika suhu pulang, rupa-rupanya telah diketahui jejaknya oleh musuh lamanya,
sehingga diinta terus, kemudian terjadilah peristiwa yang mengenaskan ini. Tatkala aku
menanya siapa pembunuhnya paman dan suhu, suhu Cuma mengatakan nomor satu dalam
lembar pertama, kalau begitu tidak salah lagi pasti ada si Iblis Rambut Merah Tjho Ngo
Teng!’
Setelah berpikir demikian, kembali ia berlutut dihadapan jenazah suhunya sembari berkata :
“Suhu, Tjong Djie berjanji tidak akan mengecewakan harapan suhu, Tjong Djie akan melatih
ilmu silat yang lebih sempurna, dengan senjata Golok Maut, Tjong Djie hendak membasmi
habis musuh suhu satu persatu sampai semua terhapus bersih dari dunia. Suhu, kau
sekarang boleh merasa puas!”
Orang tua itu agaknya merasa lega hatinya, sepasang matanya yang tadi terbuka lebar, kini
telah meram.
Yo Tjie Tjong dengan hati pilu, telah menutup goa tersebut, selanjutnya dengan membawa
potongan kayu hitam ‘Ouw-Bok-Po-Lok’, Golok Maut dan daftar nama musuh-musuhnya
Kam-lo-pang turun gunung untuk pergi mengembara.

Bagian Dua
Hari itu, diwaktu tengah hari, dijalan raya telah muncul seorang pemuda gagah dan tampan,
tapi kecut. Oleh karena potongan paras muka dan badan yang lain dari rakyat biasa,
membuat orang-orang yang berjalan dijalan raya itu pada mengawasi dirinya. Tapi, melihat
wajahnya yang asam kecut, setelah melihat sekali, tidak berani memandang untuk yang
kedua kalinya.
Siapa ia itu?
Ia adalah Yo Tjie Tjong yang asal usulnya sangat misterius dan selalu dirundung nasib
malang.
Setelah mengubur jenazah suhu dan kedua pamanya serta menututp goa yang pernah
menjadi tempat tinggalnya selama 5 tahun, dengan penuh hati dendam, ia mulai merantau
di dunia Kang-Ouw.
Saat itu, ia sedang berjalan pelahan-lahan sambil menundukan kepalanya.
Mendadak terdengar suara keliningan kuda, lalu disusul oleh larinya seekor kuda bagus
kearah dirinya. Dengan tanpa menoleh Yo Tjie Tjong minggir kesamping.
Tapi aneh, kuda itu terus ditujukan kedepan dirinya, setelah berbenger sebentar, kuda itu
lantas berhenti dihadapannya kira-kira 3 kaki jauhnya, sehingga debu dijalanan pada
mengotori bajunya.
Perbuatan yang seperti disengaja itu telah membuat ia naik darah.
Ketika ia dongakan kepalanya, ia lihat penunggang kuda yang sembrono itu ternyata ada
satu nona cantik berbaju merah. Nona itu kelihatanya masih muda sekali, mungkin usianya
masih belum dua puluh tahun. Saat itu nona itu sedang mengawasi padanya setengah
ketawa.
Yo Tjie Tjong sebenarnya sudah hendak mendamprat, tetapi ketika melihat bahwa
penunggang kuda itu ada satu nona cantik, niatnya segera diurungkan, karena pada
anggapannya, satu laki-laki tidak pantas ribut-ribut dengan kaum wanita. Maka lantas
ditindasnya kegusaran yang sudah memuncak tadi, dan hendak melanjutkan perjalanan
pula.
Tetapi baru berjalan belum cukup 10 tindak, tiba-tiba kedengaran suara ‘Eh!’ yang lalu
disusul dengan berkelebatnya bayangan merah. Nona baju merah itu kembali sudah
menghadang didepannya dengan wajah cemberut.
Yo Tjie Tjong dalam hati merasa heran. Bagaimana sih maunya si nona? Masing-masing
punya jalanan sendiri, mengapa ia hendak merintangi? Entah apa maksud yang
sebenarnya?
Dengan sorot mata yang penuh rasa jengkel ia terus menatap wajah si nona.
Sebagai seorang yang sejak kanak-kanak sudah mengalami pahit getirnya penghidupan
terhina, maka perbuatan si nona telah menjadi ia membenci segala apa, sekalipun
dihadapannya ada dewi yang turun dari kayangan, juga tidak dapat lagi menggerakan
hatinya.
Nona baju merah yang luar biasa cantinya itu selamanya belum pernah diperlakukan begitu
kecut dingin oleh seorang pria. Kelakukan Yo Tjie Tjong itu adalah untuk pertama kalinya ia
mengalami apa artinya ‘TIDAK DIPANDANG MATA OLEH ORANG’.
Ia benar-benar membuat ia tidak puas. Dalam hati sinona berpikir : ‘Kalau dilihat dari
potongan dan parasnya, sesungguhnya sangat menarik hari. Tetapi kenapa ia kelihatannya
tidak mempunyai perasaan sebagai manusia biasa umumnya?’
Saat itu ia lantas mengunjukan sikapnya yang setengah gusar, tetapi juga setengah
mengejek dan lantas berkata:
“Hey, Kau ini kenal aturan atau tidak?”
Ini benar-benar suatu kejadian yang lucu, ia sendiri yang menghadang perjalanan orang
tanpa salah, sebaliknya menegur orang ‘Kenal aturan atau tidak’, tidak heran kalau saat itu
Yo Tjie Tjong lantas menjadi gusar.
“Nona tanya siapa kenal aturan atau tidak?” ia balas menanya.
Nona baju merah itu lantas ketawa terkekeh-kekeh.
“Ehee, apa disini ada prang yangketiga?”
Yo Tjie Tjong dengan tidak menjawab lagi lantas hendak berlalu, tetapi nona itu kembali
sudah menghadang didepannya.
“Nona, apa artinya ini?” tanyannya.
“Aku hendak bertanya kepadamu,” jawab si nona.
“Tanyalah.”
“Kau hendak kemana?”
Oleh karena Yo Tjie Tjong selamanya belum pernah bergaul dengan kaum wanita, apa mau
begitu turun gunung sudah dipermainkan oleh seorang wanita, maka perasaannya menjadi
serba salah. Tadinya ia mengira bahwa wanita muda itu ada sangat nakal. Masa satu
dengan yang lainnya belum kenal, sudah berani menanyakan jejak orang.
“Hal ini tidak perlu kuberitahukan padamu,” jawab Yo Tjie Tjong.
“Ehmmm, sekalipun kau tidak berkata, aku sudah tahu. Bukankah kau hendak pergi ke
danau Naga di Bukit Kheng-San untuk mengambil bagian dalam perebutan barang pusaka.
Betul tidak?”
Yo Tjie Tjong yang mendengar perkataan itu seperti terbenam dalam kebingungan.
‘Perebutan Pusaka di danau Naga’, sesungguhnya ia tidak mengetahui apa adanya soal
yang dimaksud nona itu. Meskipun adatnya aneh, tetapi otak pemuda itu cerdas melebihi
manusia biasa, ia juga mengetahui si nona menanyakan itu pasti ada sebab-sebabnya.
Mengapa tidak mau menggunakan kesempatan sebaik itu untuk mencari keterangan
sesungguhnya.
“Entah barang pusaka apa yang nona maksudkan?” ia menanya.
Nona baju merah itu berkata pula,
“Aku hendak menanya kau. Kemana jalanan yang menuju ke gunung Kheng-San itu?”
“Aku tidak tahu,” jawab Yo Tjie Tjong.
Jawaban itu memang sebenarnya, sebab ia sendiri memang tidak mengerahui dimana
letaknya gunung Kheng-San itu.
Tetapi rupanya Nona baju merah itu rupa-rupanya tidak mau mengerti.
“Kau benar-benar tidak tahu?”
“Memang sesungguhnya aku tidak tahu.”
“Baik. Aku nanti bikin kau segera tahu sendiri.”
Perkataannya itu lalu dibarengi oleh menyabetnya pecut diatas kepala Yo Tjie Tjong.
Tetatpi Yo Tjie Tjong yang mempunyai kepandaian ilmu mengentengi tubuh yang luar,
sudah tentu ancaman pecut itu tidak merupakan hal apa-apa bagi dirinya. Ketika pecut itu
tinggal lima dim saja didepan matanya, dengan gesit sekali ia sudah mengegoskan
badannya, sehingga pecut itu mengenai tempat kosong.
Nona baju merah itu biasanya menyaksikan laki-laki kaum hidung belang, selalu
memanjakan dirinya, hanya untuk pertama kali ini ia menemukan satu pemuda yang tidak
tergerak melihat kecantikannya.
Kesannnya yang sangat aneh telah timbul terhadap pemuda dihadapannya yang bersipat
aneh itu. Pasangan yang dalam cita-citanya justru adalah laki-laki yang semacam ini.
Pikiran itu Cuma sebentaran saja terlintas dalam otaknya. Sebetulnya ia adalah satu wanita
yang tinggi hati, maka ketika pecutnya mengenai tempat kosong, ia lantas berkata dengan
suara gusar:
“Pantasan kau berani begitu jumawa, kiranya ada mempunyai kepandaian yang lumayan
juga. Cobalah sambuti lagi!”
Ia melancarkn enam jurus serangan pecut beruntun yang dilakukan dengan cepat, ganas
dan tidak mengenal kasian.
Yo Tjie Tjong ketawa dingin, ia berkelit berulang-ulang menghindarkan serangan yang
gencar. Karena mengingat sedang berhadapan dengan seorang wanita, maka ia coba
menanhan sabar sedapat mungkin. Sungguh tidak disangka bahwa nona itu dikasih hati jadi
sangat melunjak.
Si Nona baju merah ketika melihat serangannya yang dianggap paling ampuh itu kembali
tidak berhasil mengenai sasarannya, semakin angot marahnya. Segera ia melancarkan
serangannya lagi.
Sebentar kemudian, bayangan pecut dan suara pecut telah mengurung dirinya Yo Tjie
Tjong.
Semvbari berkelit terus menerus Yo Tjie Tjong lantas berkata dengan suara nyaring:
“Kalau nona tidak mau menghentikan gerakan tangan nona, jangan sesalkan kalau nanti
aku berlaku kurang ajar!”
Tetapi si Nona baju merah seolah-olah tidak mendengar perkataannya Yo Tjie Tjong,
serangannnya dilancarkan malah semakin gencar.
Yo Tjie Tjong melihat si nona sangat bandel, hatinya mendongkol, kedua tangannya lalu
bergerak berbareng mengirim serangan pembalasan.
Nona baju merah itu jadi repot, ia terdesak mundur sampai lima tindak.
Juga disebabkan Yo Tjie Tjong tidak bermaksud melukai dirinya si nona, jika tidak, tidak
mudah bagi si nona itu menghindarkan diri dari serangannya yang hebat tadi.
Serangan Yo Tjie Tjong yang dilancarkan secara berluntun, stelah berhasil mendesak si
nona, lantas serangannya itu dihentikan dan kemudian ia sendiri mundur tiga tindak.
Nona baju merah itu setelah terdesak mundur, hatinya merasa sangat dongkol, ia yang
sudah biasa berbuah sesuka hati, kini dipermainkan orang, seketika itu wajahnya menjadi
pucat, kemudian berkata dengan suara gusar:
“Nonamu ingin mengetahui sampai dimana tinggihnya kepandaianmu.”
“Tarr!” suara pecut itu berbunyi nyaring, pecut yang tadinya sangat lemas, sekarang sudah
berubah menjadi lurus kaku dalam tangannya Nona baju merah itu.
Kiranya ia sudah menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya pada pecutnya.
Kini ia menyerang lawannya dengan pecut kaku beruntun lima kali .
Saat itu Yo Tjie Tjong sebetulnya tidak mau meladeni lagi. Tapi karena melihat serangan si
nona ada begitu gesit dan gencar, maka terpaksa ia harus melayani.Ketika serangan si
nona sudah mulai kendor, tangan kiri Yo Tjie Tjong mengirim serangan yang dinamakan
‘Ngo Theng Gay San’ mengarah kebagian tengah, sedang kelima jari tangan kanannya
dengan kecepatan kilat sudah menyambar pecut.
Nona baju merah itu melihat Yo Tjie Tjong melancarkan serangannya dengan kedua
tangannya berbarengan, ujung pecutnya dengan secara gesit sekali mendadak diputar
berbalik kebawah mengarah jalan darah ‘ Wan Me Hiat’ pada pergelangan tagan Yo Tjie
Tjong.
Si anak muda kalau tidak mau menarik pulang serangannya, tentu si nona akan jadi korban,
tetapi jalan darah si anak muda sendiri sudah pasti akan kena totok.
Siapa sangka, kesudahannya tidak demikian. Yo Tjie Tjong sesudah melancarkan serangan
dengan tangan kirinya, selagi pecut si nona itu diputar, tangan kanannya dengan kecepatan
yang luar biasa sudah sampai lebih dulu dan berhasil menyambar pecutnya si nona.
Si nona mencoba menarik pecutnya dengan sekuat tenaga, tetapi pecut yang tergenggam
dalam tangannya si anak muda itu sedikitpun tidak bergeming.
Si nona bukan main kaget. Seketika matanya menjadi merah, air matanya hampir saja
melompat keluar, menangis karena jengkel.
Pada saat itu, asal Yo Tjie Tjong mau menggetak tangannya saja, pecut itu pasti akan
terlepas dari tangan si nona. Tetapi ia melihat si nona gelisah hatinya lantas menjadi lemas.
Pada saat itu kedua pihak masing-masing memegang ujungnya pecut, badan kedua orang
terpisah tidak cukup tiga kaki jauhnya, maka suara napas si nona kedengaran nyata dalam
telingannya Yo Tjie Tjong. Suatu perasaan yang aneh telah timbul dalam hatinya Yo Tjie
Tjong, tetapi itu hanya sekejapan saja, sebentar kemudian sudah menjadi kecut wajahnya.
Ia mengendorkan cekalannya dan pecut si nona segera terlepas.
Mendadak suara ‘Plaaak!’ terdengar nyaring, pipinya Yo Tjie Tjong sudah terkena tamparan
si nona. Meskipun tamparan itu tidak sakit, tetapi dirasakan panas. Untuk sesaat lamanya ia
berdiri kesima.
Setelah menampar pipi orang, Nona baju merah mendadak merasakan bahwa
perbuatannya itu agak keterlaluan, ia maka pipinya sendiri lantas merah membara, sikapnya
kelihtan sangat aneh.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara nyaring, dua bayangan orang mendadak muncul di
hadapan Yo Tjie Tjong dan nona.
Kedua bayangan itu ternyata adalah dua pemuda dengan baju warna ungu, dipinggang
masing-masing terselip sebuah pedang panjang.
Kedua pemuda baju ungu itu setelah mengawasi mata mendelik, lalu mengawasi si Nona
Baju Merah sambil unjukan ketawa cengar-cengir yang menjemukan.
Satu diantaranya lantas berkata dengan suara dan sikap yang merendahkan:
“Sumoy, kita mencari kau setengah mati. Mengapa begitu cepat kau sudah berada disini?”
Yo Tjie Tjong merasa sebal melihat sikap kedua pemuda itu, maka lantas alihkan
pandangannya kearah lain.
Pemuda baju ungu yang lainnya lantas turut bicara:
“Sumoy, apa tadi kau dihina oleh manusia liar ini? Nanti aku……………”
Mendadak Yo Tjie Tjong berpaling, sepasang matanya yang tajam menatap wajah pemuda
yang tengah bicara itu. Kelihatannya begitu kecut dan menyeramkan, sehingga pemuda itu
yang dipandang demikian rupa sampai tidak berani bicara lagi.
Si Nona Baju Merah dengan sikapnya yang dingin, lantas menjawab:
“Kalian tidak perlu tahu urusanku ini!”
Kedua pemuda itu, mendapatkan jawaban demikian, merasa kepala seperti diguyur air
dingin. Dua pasang mata kejam terus menatap wajahnya Yo Tjie Tjong.
Sementara si Nona Baju Merah lalu keprak kudanya meninggalkan tempat itu.
Kedua pemuda tadi setelah mengawasi Yo Tjie Tjong sejenak, lantas mengikuti jejak si
nona.
Yo Tjie Tjong merasa geli melihat tingkah lakunya kedua pemuda tadi.
Tiba-tiba ia ingat perkataan si nona yang menyebut-nyebut tentang barang pusaka yang
menjadi barang rebutan itu. Ia lantas menduga bahwa si nona dan kedua pemuda tadi ini
pasti sedang lari menuju ke gunung Kheng-San. Ia berpikir hendak pergi kesana juga untuk
melihat apa sebetulnya yang dimaksud ‘ Barang pusaka yang rebutan’ itu, maka ia lantas
bergerak dan lari mengikuti jejak ketiga orang itu.
Sengaja ia membuntuti terus, terpisah Cuma kira-kira seratus tumbak dibelakang mereka.
Waktu senja ia sudah di kota Wan An. Sesudah melalui kota Wan An ini, adalah daerah
gunung Kheng-San.
Betul saja, pada semua rumah-rumah makan dan rumah-rumah penginapan sudah
ditempati oleh orang-orang dari kalangan Kang-Ouw yang ramai membicarakan soal
perebuatan barang pusaka di danau Naga yang akan dibuat rebutan pada besok malam.
Yo Tjie Tjong saat itu juga sudah merasa lapar, maka ia lantas mencari makanan di sebuah
rumah makan yang bernama ‘Ciu Sian Kia’. Ia memilih tempat yang agak tenang, sambil
bersantap telingannya dipasang untuk mendengar-dengar tentang barang pusaka yang
hendak direbutkan nanti malam. Kiranya dibawah puncak gunung Kheng-San ada sebuah
danau yang beberapa bawu luasnya. Kabarnya pada beberapa ratus tahun berselang di
gunung Kheng-San itu telah diketemukan seekor naga yang keluar dari tanah dan terbang
ke angkasa, setelah angin santer yang mendera hebat dan hujan angin yang lebat berhenti,
tanah bekas keluar naga tadi, lantas melesak dan berubah menjadi danau yang sangat
dalam. Danau ini dinamakan ‘Gek Liong Tham’. Dipinggir danau itu terdapat satu liang yang
dalam, yang selamanya belum pernah ada seorang juga yang berani coba mendekatinya.

Beberapa bulan berselang, setiap malaman terang bulan, dipinggir danau itu kedengaran
suara yang sangat aneh.
Ada beberapa orang yang bernyali agak besar dan ketarik oleh perasaan ingin pingin tahu,
telah pergi mencari tahu. Dan apa yang dilihat? Ternyata disitu ada seekor mahluk aneh
berbadan kerbau dan berkepala naga, keluar dari lubang tanah dan berdiri ditepi danau.
Kepalanya menghadap rembulan sambil mengeluarkan dan menyedot sebuah benda
bundar, seperti balon warna merah, itulah mustika.
Berita tentang ditemukannya mahluk aneh itu, begitu tersiar kalangan Kang-Ouw, segera
dikenal sebagai mahluk aneh yang Cuma didapat sesudah ribuan tahun lamanya. Mahluk
demikian dinamakan ‘Gu Liong Kao’, yang lahir dari bapak ular besar yang sudah berusia
ribuan tahun dengan ibu seekor kerbau betina. Sesudah ia dilahirkan lantas berdiam
didalam satu liang dekat danau. Seratus tahun kemudian mahluk itu baru dewasa, lima ratus
tahun kemudian dari dalam perutnya dapat menghasilkan sebuah mustika dan ribuan tahun
kemudian mustika itu berubah warnanya menjadi merah. Setiap malaman terang bulan,
mahluk aneh itu pasti keluar dari goanya untuk mengeluarkan dan menyedot mustika dari
dalam perutnya, kabarnya untuk menyedot hawa dari rembulan. Kalau mahluk aneh itu
sedang berbuat demikian, dari tenggorokannya terdengar suara mangaung yang amat aneh.
Menurut kabar, mustika dalam perut mahluk ‘Gu Liong Kao’, apabila ditelan oleh manusia,
lantas berhenti didalam pusar, harus mencari lagi benda ajaib berupa telur berwarna dari
Burung Rajawali Raksasa untuk dimakan. Kedua barang ajaib itu, setelah tercampur jadi
satu dalam perut lantas menyusup kesemua sum-sum, tulang-tulang, otot-otot dan darah
orang yang makan sehingga menghasilkan suatu kekuatan tenaga dalam yang luar biasa,
kekuatan itu melebihi dari hasil latihan puluhan tahun. Tetapi telur burung Rajawali Raksasa
seperti itu sesungguhnya juga benda yang sukar didapatkan. Cuma satu hal yang
merupakan suatu kemujijatan, ialah mustika itu selama dalam tubuh mannusia, kecuali
tubuh itu dipotong-potong atau dicincang, kalau tidak, biarpun terluka parah juga tidak bisa
binasa.

Berita yang mempunyai daya penarik bagi setiap orang yang mempelajari ilmu silat, sudah
tentu dengan cepat menarik perhatiannya orang-orang gagah di dunia Kang-Ouw, sekalipun
juga jago-jago tua yang sudah mengundurkan diri dari dunia Kang-Ouw, juga pada muncul
lagi untuk dapat memiliki barang mujijat itu.
Esok malam justru ada malaman terang bulan, entah siapa orangnnya yang beruntung
mendapatkan barang aneh itu?
Tapi satu hal yang sudah dapat dipastikan , ialah selama masa perebutan mustika itu, sudah
tentu akan terjadi perkelahian hebat diantara mereka yang menghendakinya.
Yo Tjie Tjong stelah kenyang dahar, juga sudah mendapat keterangan cukup jelas tentang
perebutan benda mujijat itu, maka ia lantas hendak berlalu meninggalkan rumah makan.
Selagi kakinya hendak melangkah keluar pintu, tiba-tiba ada mendatangi seorang tua
berambut putih dengan wajahnya seperti burung. Orang tua itu menggunakan baju panjang,
matanya bersinar, dipinggangnya ada menggemblok sebuah buli-buli arah, rupanya ia ada
seorang yang doyan air kata-kata (Pemabukan).
Para tetamu rumah amakn ketika menampak kedatangannya si orang tua, seketika ia lantas
tidak ada yang berani membuka mulut. Masing-masing pada makan atau minum sambil
tundukan kepala.
“Si ‘Buli-buli Arak Wajah Burung’, Lauw Tjhiang!” demikian ada orang yang mengatakan
dengan suara pelahan sekali.
Yo Tjie Tjong yang mendengar nama itu, hatinya tergeuncang, Lauw Tjhiang, yang
mempunyai gelar Si ‘Buli-buli Arak Wajah Burung’ didalam daftar nama musuh-musuhnya
Kam-lo-pang tercatat dalam urutan nomor 10, itu ia masih ingat benar. Sungguh tidak
dinyana bisa bertemu disini.
Rasa dendam seketika itu lantas bergolak didalam dadanya. Ia telah memikirkan apakah
harus turun tangan melaksanakan penuntutan balas dendam suhunya sekarang juga?
Setelah memikirkan bolak-balik, akhirnya ia mengambil keputusan tetap, ia hendak
menggunakan kesempatan turun tangan dalam perebutan benda mujijat itu.
Maka ia lantas balik kembali ketempat duduknya tadi dan minta pelayan rumah makan
menyediakan arak untuknya.
Ia duduk sambil minum perlahan-lahan, sampai kira-kira jam dua malam. Si ‘Buli-buli Arak
Wajah Burung’ itu baru keluar dari rumah makan dalamkeadaan sinting.
Yo Tjie Tjong diam-diam membuntuti dibelakangnya, dalam hatinya memikirkancara
bagaimana turun tangan.
Orang tua itu masuk ke rumah penginapan ‘Way-Lay-Tjan’ satu-satunya rumah penginapan
terbesar dikota Wan-An itu. Yo Tjie Tjong juga lalu menyewa sebuah kamar disitu, hingga
mereka jadi berdampingan didalam rumah penginapan tersebut.
Orang tua yang berwajah burung itu, memang betul Lauw Tjhiang, yang bergelar Si ‘Buli-buli
Arak Wajah Burung’. Ia datang dari tempat kediamannya yang jayh semata-mata untuk turut
merebut mustika dari mahluk aneh yang dinamakan Gu Liong Kao itu.
Ketika kentongan berbunyi empat kali, keadaan dalam rumah penginapan sudah sunyi
senyap.
Pinu kamar Lauw Tjhiang diketuk orang dari luar.
“Siapa?” tanya dari dalam kamar.
“Sahabat lama.” Jawabnya dari luar, suara seperti orang tua.
Pintu kamar begitu terbuka, sesosok bayangan manusia lompat masuk dengan gesit.
Dibawah penerangan lampu, yang lebih dahulu kelihatan dimata orang tua berwajah burung
itu adalah sebuah golok yang berbentuk aneh bersinar berkialauan.
“Golok Maut.” Orang tua itu berseru tertahan, hatinya merasa bergidik. Ia melihat orang
yang memegang golok tersebut adalah seorang yang berjenggot dan berpakaian putih,
dengan wajah yang kereng dan mata mendelik sedang mengawasi kepadanya.
Sesaat itu ia merasa seperti berhadapan dengan malakait pencabut nyawa, rasa takut telah
membikin terbang semangatnya, karena orang tua itu adalah Pangcu dari Kam-lo-pang
yang sudah binasa pada dua puluh tahun berselang.
Benarkah di dalam dunia ini ada setan? Mengapa orang yang sudah mati bisa hidup kembali
untuk menuntut balas?
Sesaat lamanya orang tua wajah burung itu berdiri kesima seperti patung.
Kiranya Yo Tjie Tjong sebelum diambil murid oleh Yo Tjin Hoan, sudah bercampuran
dengan kawanan pengemis dan dari salah seorang pengemis aneh ia telah mempelajari
ilmu ‘Merubah Wajah’. Ilmu itu sesungguhnya sangat luar biasa. Wajah manusia bisa
dirubah-rubah begitu rupa, sehingga sukar dibedakan mana aslinya dan mana tiruanya.
Kepandaian ilmu yang dipelajarinya itu kini telah digunakan dalam peranannya sebagai
Pangcu dari Kam-Lo-Pang.
Pada saat orang tua ‘Wajah Burung’ itu masih dalam keadaan kaget dan jeri, Golok Maut
yang berkilauan itu sudah beraksi didepan tubuhnya.
Sebentar kemudian lalu terdengar suara jeritan ngeri, kedua lengan orang tua wajah burung
itu sudah terpapas kutung dan dadanya berlubang.
Waktu baru sebelah lengannya yang terpapas kutung, orang tua wajah burung itu barulah
tersadar bahwa orang mati tidak bisa hidup kembali, lebih-lebih ketika ia sudah melihat
orang tua itu lengkap semua anggota badannya,maka ia lantas berseru:
“Kau sebetulnya……”
Sebelum habis pertanyaannya, Golok Maut sudah memapas lagi sebelah lengan lainnya
yang kemudian menikam dadanya. Tatkala ia rubuh, samar-samar ia hanya mendengar:
“Pemilik Golok Maut, Penagih hutang dari Kam-lo-pang.”
Begitulah akhirnya si orang tua wajah burung telah rubuh binasa tanpa mengetahui siapa
pembunuh itu sebenarnya. Orang tua yang membawa Golok Maut itu juga segera
menghilang dari dalam kamar tempat kejadian.
Suara jeritan tadi telah mengejutkan para tamu lainnya dalam rumah penginapan itu, yang
kebanyakan terdiri dari orang-orang gagah dari kalangan Kang-ouw yang hendak turut ambil
bagian dalam perebutan mustika dari mahluk aneh itu pada besok malam.
Semua lampu telah dinyalakan dan kemudian terdengar suara ribut-ribut dari keluarnya
orang-orang yang hendak menyaksikan apa yang telah terjadi. Setelah sampai dikamar
tempat kejadian itu, barulah mereka mengetahui iblis kenamaan Si 'Buli-buli Arak Wajah
Burung' Liauw Tjhiang telah binasa dalam keadaan yang mngerikan. Ia rebah menggeletak
dengan kedua lengannya terpapas kutung, darah segar masih menyembur dari lubang yang
ada didadanya.
Begitu melihat, orang-orang sudah mengetahui bahwa itu adalah hasil perbuatannya si
Pemilik Golok Maut.
Orang-orang yang menyaksikan keadaan yang mengerikan itu pada bergidik semuanya.
Golok Maut telah muncul untuk ketujuh kalinya dan kali ini yang menjadi mangsanya asalah
si 'Buli-buli Arak Wajah Burung', Liauw Tjhiang, satu iblis kenamaan.
Pintu kamar disebelah kamar orang tua wajah burung itu juga terbuka, darimana keluar
seorang pemuda cakap dengan sikapnya yang dingin kecut juga menimbrung diantara
orang banyak yang menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu.
Seorang wanita muda berbaju merah juga muncul dari kamarnya, mulutnya mendumel :
“Golok Maut………………….”
Pada saat itu, dalam hati setiap orang timbul hampir serupa pikiran: ‘Jika dalam benda
mujijat besok malam Pemilik Golok Maut juga turut ambil bagian, dengan kepandaiannya
yang sangat luar biasa tingginya itu, rasanya benda itu bisa terjatuh dalam tangannya. Kalau
benda itu benar-benar jatuh dalam tangannya akan berarti bertambah hebatlah
kekuatannya, berarti pula rimba persilatan sudah sampai pada hari kiamatnya.
Si Nona baju merah ketika melihat pemuda yang dingin kecut itu juga berada disitu, lantas
unjukan ketawanya yang manis. Pemuda itu wajahnya merah seketika, cepat-cepat ia
masuk kekamarnya kembali.
Peristiwa yang mengerikan itu sudah tentu dilakukan oleh Yo Tjie Tjong.
Perbuatan yang nekad ini yang pertama kalinya dilakukan, telah berhasil gilang gemilang,
tetapi tidak urung hatinya merasa kebat-kebit tidak karuan.
Jika ditinjau dari kekuatan tenaga, sudah tentu Yo Tjie Tjong bukanlah tandingannya Liauw
Tjhiang, tetapi dengan kecerdikan yang luar biasa, untuk pertama kalinya itu Yo Tjie Tjong
berhasil menyingkirkan satu musuh kuat dari Kam-lo-pang.
Akal yang digunakan itu ialah, mula-mula ia membikin sang mangsa kaget dan jeri dulu oleh
Golok Maut-nya, kemudian setelah sang korban kaget dan jeri ia menunjukan diri sebagai
Pangcu dari Kam-Lo-Pang , supaya sang mangsa tambah jeri.
Yo Tjie Tjong tahu benar bahwa kesempatan macam ini cepat akan lenyapnya, maka
kesempatan selagi sang mangsa masih merasa kaget, jeri dan kesima itu, telah
dipergunakan dengan sebaik-baiknya supaya sang korban tidak keburu melawan, sebab ia
tahu benar bahwa ia sendiri sebenarnya tidak mampu menghadapi iblis tua itu.

Bagian Tiga
GUNUNG KHENG-SAN……………
Danau Naga yang terdapat di gunung Kheng-San itu telah mendapat kunjungan banyak
orang-orang gagah rimba persilatan yang berjumlah dari 300 orang.
Tetapi diantara sekian banyak orang-orang gagah itu, juga ada orang yang masih rendah
kepandaiannya yang hanya karena merasa ketarik oleh adanya benda mujijat itu.
Kedatangan orang-orang yang tersebut belakangan ini rupa-rupanya tidak menghiraukan
usahanya dalam perebutan benda itu, tetapi tidak demikian halnya dengan orang-orang
yang kepandaiannya agak tinggi, mereka dengan sengaja datang untuk mendapatkan
benda tersebut.
Sekian banyak orang-orang kuat dari rimba persilatan telah berkumpul disuatu tempat, ini
juga merupakan suatu pertemuan yang paling besar dalam rimba persilatan selama hampir
sepuluh tahun terakhir.
Malam itu justru malam terang bulan.
Mahluk aneh termaksud pasti akan muncul dan bakal main mustikannya dibawah terangnya
sinar rembulan.
Rombongan orang-orang dari rimba persilatan yang datang semuanya menyembunyikan
diri, dibawah pohon-pohon besar yang banyak terdapat disekitar danau tersebut.
Sebentar mereka menengok keatas, sebentar pula mereka menengok kearah liang
ditepinya danau itu yang merupakan tempat kediaman mahluk aneh itu.
Oleh karena Golok Maut sudah muncul di kota Wan An, maka orang banyak menduga-duga
apakah Pemilik Golok Maut juga akan muncul dalam perebutan nanti?
Disampingnya merasa ngeri, mereka juga mengharapkan supaya si Pemilik Golok Maut itu
muncul disitu agar mereka dapat menyaksikan bagaimana macamnya wajah asli si Pemilik
Golok Maut, apakah dia ada satu manusia yang menyeramkan?
Yo Tjie Tjong juga terdapat dalam rombongan orang banyak itu, sikapnya masih tetap dingin
kecut. Ia tidak mempunyai maksud hendak turut ambil bagian dalam perebutan benda
mujijat itu, ia hanya datang sebagai penonton saja.
Dari dalam rimba sebelah kiri danau tersebut, perlahan-lahan muncul keluar dua orang tua
dan seorang wanita muda berbaju putih.
Seorang gadis baju merah menyambut dan jalan berdampingan dengan wanita baju putih
itu, dua pemuda baju ungu mengikuti dibelakang si wanita baju merah. Dibelakang pemuda
itu ada lagi tujuh orang tua dan lima orang laki-laki usia pertengahan.
Kedua orang tua yang jalan lebih dulu, usianya kira-kira sudah 50 tahun keatas, tetapi
kelihatannya masih gagah keren, satu berpakaian baju panjang warna ungu, satunya lagi
berdandan sebagai ‘Wan-gwee’ (orang hartawan).
Wanita muda baju outih itu tidak kalah cantiknya dengan kecantikan wanita baju merah yang
berada disampingnya, bentuk dan potongan badannya malah lebih menarik, sehingga
merupakan suatu kecantikan yang jarang mendapat tandingan bagi seorang wanita. Hanya
sayang yang harus dibuat sayang adalah matanya sangat genit, suatu tanda bahwa wanita
itu bukan dari golongan orang baik.
Dalam rombongan itu telah terjadi sedikit kegemparan.
Bagi Yo Tjie Tjong, kecuali bagi si Nona baju merah dan kedua pemuda baju ungu yang
sudah dikenalnya, yang lainnya semua masih asing baginya. Ia hanya bisa menduga-duga
dalam hatinya bahwa rombongan orang yang datang itu tentunya bukan dari golongan orang
sembarangan. Rombongan orang tua terdiri dari 18 orang itu setelah muncul dari dalam
rimba, berjalan kira-kira e tumbak, lantas pada berhenti. Gadis baju merah ketika melihat Yo
Tjie Tjong juga ada dalam rombongan orang banyak, lantas ketawa mesem. Dari sikapnya
yang dingin kecut, Yo Tjie Tjong mendadak merasa jengah, dengan tidak terasa dibalasnya
dengan ketawa hambar.
Kedua pemuda baju ungu tadi ketika menyaksikan si gadis baju merah itu ketawa mesem
kehadapan orang banyak, dalam hati lantas timbul rasa curiga. Ketika mereka memasan
mata, segera dapat melihat bahwa pemuda sombong dan bersikap dingin kecut yang
kemarin mereka ketemukan dijalan raya juga sedang unjukan ketawa hambarnya, maka
seketika itu lantas timbul rasa cemburunya.
Antara rombongan wanita baju putih itu dengan rombongan orang banyak, terpisah hanya
sejarak kira-kira sepuluh tumbak jauhnya.
Dua pemuda baju ungu tadi satu sama lain saling memberi isyarat, lalu berjalan
menghampiri kearah Yo Tjie Tjong dengan wajah bengis, mereka berhenti sejarak kira-kira
tiga tumbak didepan Yo Tjie Tjong.
Satu diantaranya yang bermuka tirus lantas berkata sambil menuding Yo Tjie Tjong:
“Bocah, kau keluar. Tuan mudamu hendak memberi hajaran padamu.”
Seorang lagi yang matanya seperti burung elang dan bibirnya tipis juga turut bicara :
“Anjing kecil, dengan orang semacam kau ini juga ingin makan daging angsa, sungguh tidak
tahu diri!”
Yo Tjie Tjong mendadak mendusin bahwa kedua pemuda itu cemburu gara-gara wanita baju
merah itu, maka ketika mendengar perkataan kedua pemuda itu, sikapnya kelihatan makin
kaku ketus, dengan tidak banyak bicara lagi ia berjalan menghampiri.
Para jago disekitar tempat tersebut semua pada tujukan matanya pada ketiga orang
pemuda itu.
Hampir bersamaan pada saat itu juga si gadis baju merah itu sudah lompat melesat dan
turun disamping ketiga pemuda tersebut. Dengan sorot mata menghina ia mengawasi kedua
pemuda baju ungu itu.
Yo Tjie Tjong setelah berhadapan dengan kedua pemuda itu lalu menegir dengan suara
dingin :
“Kalian berdua hendak berbuat apa?”
Kedua pemuda itu lantas menjawab dengan sikapnya yang galak.
“Hendak memberi pelajaran padamu, satu bocah yang tidak punya mata.”
“Hanya mengandalkan kekuatan orang-orang yang semacam kalian berdua ini?” tanya Yo
Tjie Tjong mengejek.
Pertanyaan itu telah membikin geli si gadis baju merah.
Kedua pemuda baju ungu itu semakin mendongkol, keduanya lantas menggeram dan turun
tangan berbareng, keduanya mengeluarkan serangan yang serupa.
Yo Tjie Tjong dengan gesit sekali egoskan dirinya, sekejap saja, seolah-olah bayangan
setan ia sudah berada dibelakang dirinya kedua pemuda itu. Dengan tangan kanan dan kiri
masing-masing mengirim satu pukulan dari belakang dua pemuda itu.
Kedua pemuda itu ketika mengeluarkan serangannya dan mendadak lantas kehilangan
sasaranya, hati mereka merasa kaget. Mendadak dibelakangnya dirasakan ada sambaran
angin, maka lantas lompat melesat kekanan dan kekiri untuk menghindarkan serangan Yo
Tjie Tjong, kemudian dengan gesit sekali mereka memutar tubuh dan melancarkan
serangan berbareng lagi.
Kali ini Yo Tjie Tjong tidak berkelit dan tidak juga menyingkirkan diri, dengan ketawa dingin
ia buka lebar-lebar sepuluh jari tangannya dan dengan kecepatan bagaikan kilat sudah
mengcengkeram pergelangan tangan kedua orang lawannya.
Gerakan itu bukan saja cepatnya luar biasa, bahkan tampaknya sangat aneh, maka begitu
bergerak lantas dapat mencengkeram pergelangan tangan lawan-lawannya dengan tepat.
Ia benci sejali pada kedua pemuda yang adatnya sombong dan tidak sopan itu, maka
sengaja ia hendak memberi hajaran pada mereka berdua. Dengan menggunakan kekuatan
tenaga dalamnya ia mencengkeram pergelangan tangan kedua pemuda itu, sehingga kedua
pemuda itu berteriak-teriak kesakitan. Oleh karena disampingnya ada gadis baju merah itu,
maka mereka hendak berontak sebisa-bisanya, tetapi tidak berhasil melepaskan diri.
“Tahan!” Suara itu datangnya secara tiba-tiba yang kemudian disusul oleh satu serangan
yang hebat kearah Yo Tjie Tjong.
Yo Tjie Tjong orangnya cerdik, ketika mengetahui dirinya diserang orang dari belakang,
kedua tangannya lantas bergerak berbareng mengentak dirinya kedua pemuda dalam
cengkeramannya tadi digunakan menyambuti serangan dari belakang.
“Bleduk!” suara itu kedengaran hebat, disisi tempat Yo Tjie Tjong berdiri telah terbuka satu
lubang yang dalam. Ternyata lubang itu hasil dari serangannya si orang tua baju ungu yang
sudah menyerang Yo Tjie Tjong tadi.
Oleh karena orang tua itu tadi ketika menyerang mendadak dapat melihat Yo Tjie Tjong
hendak menggunakan tubuhnya kedua pemuda baju ungu untuk memapaki serangannya,
maka setelah mengetahui bahwa ia tidak keburu menarik kembali serangannya, terpaksa
serangannya dimiringkan sedikit, maka sudah mengenai tanah kosong disamping tempat Yo
Tjie Tjong tadi berdiri.
Pada saat seorang tua lainnya yang berdandan seperti Wangwee dan wanita cantik berbaju
putih itu sudah pula pada datang ketempat mereka berkelahi.
Orang tua baju ungu itu dengan perasaan gusar bercampur curiga telah menegur pada Yo
Tjie Tjong :
“Bocah, Yo Tjin Hoan itu masih pernah apa dengan kau?”
Yo Tjie Tjong terperanjat mendengar pertanyaan itu. Ia orangnya sangat cerdik, maka
segera mengetahui bahwa gerak tipu serangannya tadi ketika menyambar tangan kedua
pemuda baju ungu itu, pasti telah dikenali oleh orang tua itu.
Karena gerak tipu yang dinamakan ’Meraup Awan dan Mengambil Rembulan’ itu adalah
satu-satunya tipu silat dari Yo Tjin Hoan.
Dalam keadaan demikian, Yo Tjie Tjong lantas bisa mengambil keputusan cepat, untuk
sekarang ini ia masih belum boleh memperkenalkan asal-usul dirinya, maka ia segan
menjawab dengan sikapnya yang masih dingin.
“Maaf, aku tidak dapat memberikan keterangan!” Setalah itu ia lantas melepaskan
cekalannya dan kedua pemuda itu telah mundur kesamping dalam keadaan menggenaskan.
Gadis baju merah itu lantas anggukan kepala kepada Yo Tjie Tjong.
Sementara itu, si orang tua yang berdandan sebagai Wangwee jugga turut menanya:
“Bocah, kau dari golongan mana?”
“Hal ini tidak perlu kalian mengetahui.” Jawabnya ketus.
“Hai! Sungguh tajam lidahmu!”
Pada saat itu rembulan yang bulat sudah kelihatan muncul diujung langit. Sinarnya yang
terang benderang sudah menyinari air danau Naga.
Semua orang juga datang berkkerumun disitu pada mengawasi orang-orang yang berkelahi
tadi dengan perasaan heran.
Kedua orang tadi setelah saling pandang sejenak dengan si wanita baju putih, mata orang
tua yang memakai baju ungu lantas mendadak kelihatan bersorot buas. Dengan suara
bengis ia berkata kepada Yo Tjie Tjong:
“Bocah, kau mau menjawab terus terang atau tidak?”
“Bagaimana kalau tidak?”
Orang tua baju ungu itu lalu mengulurkan tangannya mengirim serangan yang hebat.
Yo Tjie Tjong yang diserang secara hebat dengan tiba-tiba itu, dengan cepat sudah lompat
kesamping sejauh lima kaki menghindarkan diri. Tetapi belum sampai berdiri, serangan
kedua sudah menyusul.
Dalam keadaan terdesak sedemikian rupa, tiba-tiba ia ingat pelajaran pamannya, Tjek Kun,
yang terkenal dengan ilmu mengentengkan tubuhnya, maka dengan ilmu silat warisannya itu
ia melayang sambil mengikuti serangan lawan sampai sejauh setumbak lebih.
Gerakan menghindarkan serangan dengan mengikuti arahnya serangan lawan itu telah
mendapat sambutan riuh rendah dari delapan penjuru angin.
Kedua orang tua dan wanita baju putih itu, berbareng pada mengeluarkan seruan kaget.
Secepat kilat mereka berbareng maju menerjang dan mengurung dirinya Yo Tjie Tjong,
kemudian masing-masing pada melancarkan satu serangan.
Serangan segitiga ini sebetulnya sangat sulit dielakannya. Maksud semula dari ketiga orang
itu ialah sudah tentu hendak membinasakan Yo Tjie Tjong dengan pukulan sekaligus.
Apa sebabnya mereka bertindak dengan begitu ganas dan kejam?
Tidak lain adalah karena mereka mencurigai dirinya anak muda itu mempunyai hubungan
rapat dengan Kam-lo-pang.
Kalau berhasil menyingkirkan dirinya pemuda itu, bukan saja berarti menyingkirkan satu
ancaman bahaya, tetapi juga dari perbuatannya itu mungkin mereka akan dapat memancing
keluar si Pemilik Golok Maut.
Pengakuan dari Pangcu Kam-lo-pang ketika dengan Golok Mautnya mengambil korban di
Kampung Hui Liong Tjung, bagi mereka dianggap sebagai ancaman yang paling besar,
sehingga membuat mereka tidak enak makan dan tidak enak tidur, seolah-olah ada duri
yang malang ditenggorokan mereka.
Ketika ketiga orang tadi melancarkan serangan berbarengan, lantas terdengar suara
jeritannya si gadis baju merah yang berdiri disamping.
Diantara suara jeritan gadis baju merah tadi, terdengar pula suara seruan tertahan yang lalu
didalam gumpalan debu yang mengepul keatas kelihatan semburan darah, sedangkan
tubuhnya Yo Tjie Tjong telah terpental tinggi terputar seperti gasing setinggi setumbak lebih
yang kemudian turun kembali ketanah.
Orang-orang dri rimba persilatan disekitar tempat itu yang menyaksikan perbuatan tersebut,
pada menjadi pucat dan terheran-heran. Mengapa ketiga orang itu turun tangan berbareng
terhadap satu bocah yang tidak diketahui asal-usunya?
Setelah melayang turun kembali ketanah, Yo Tjie Tjong memaksa mengerahkan tenaganya
yang masih ada, dengan badan semboyongan ia mencoba berdiri tegak. Dengan wajah
bengis dan buas serta suaranya yang serak ia bertanya:
“Aku Yo Tjie Tjong, kalau tidak sampai binasa, aku akan perhitungkan rekening ini sepuluh
kali lipat!” Sehabis berkata mulutnya kembali mengeluarkan darah da tubuhnya jatuh lagi
ditanah.
Orang tua baju ungu tadi kelihatan ketawa nyengir, lalu berjalan maju dua tindak kedepanya
Yo Tjie Tjong dan mengangkat tanganya hendak memukul dirinya Yo Tjie Tjong.
Si gadis baju merah yang menyaksikan keadaan demikian lantas menjerit, tetapi selagi
hendak maju menubruk, tangannya sudah ditarik oleh si wanita baju putih.
Jiwa Yo Tjie Tjong kelihatan terancam bahaya……………………..
Pada saat segenting itu, sesosok bayangan orang dengan kecepatan kilat telah meluncur
keaah orang tua baju ungu tadi sembari mengirimkan satu serangan yang sangat hebat.
Orang tua baju ungu itu terkejut, ia terpaksa menarik kembali tangannya dan dengan cepat
mundur lima tindak.
“Hehhhh! Ketua dari Dua Golongan dan Satu Perkumpulan, sungguh tidak malu
menghadapi satubocah kemarin sore. Apa kalian tidak takut ditertawakan oleh orang-orang
dunia Kang-Ouw?” demikian terdengar satu suara yang nyaring dan lantas disusul oleh
munculnya seorang wanita cantik pertengah umur.
Yo Tjie Tjong yang masih dalam keadaan setengah pingsan ketika mendengar perkataan
‘Ketua dari Dua Golongan dan Satu Perkumpulan’, suatu kekuatan tenaga yang tidak terlihat
mendadak memimpin ia bangun tersadar.
Dalam hatinya lalu berpikir: “Dua Golongan dan Satu Perkumpulan, apa itu bukannya
golongan Tjie-In-Pang, Ban-Siu-Pang, dan Pek-Hap-Hwee? Tidak kusdangka disini aku
mendapatkan banyak musuh-musuh Kam-lo-pang!”
Dua orang tua itu dan si wanita baju putih bertiga ketika melihat munculnya si wanita cantik
pertengah umur tadi seketika itu wajah mereka lantas berubah.

Bagian Empat
Wanita baju putih itu sesungguhnya genit sekali. Meskipun dihadapannya orang wanita juga,
ia masih menunjukan kegenitannya. Setelah mengerling kearah wanita yang baru datang itu,
lantas ia berkata sambil tersenyum :
“Yo! Aku kira siapa, tidak tahunya Thian-San Liong-Lie yang datang. Kalau begitu, aku
menyambutnya sudah agak terlambat.”
Wanita cantik pertengah umur itu tidak ambil perduli atas sikap yang ditunjukan oleh si
wanita baju putih. Ia maju dua tindak untuk memeriksa keadaannya Yo Tjie Tjong yang
terluka parah. Tiba-tiba ia membuka lebar-lebar kedua matanya.
Hatinya berdebaran. Diam-diam berkata kepada dirinya sendiri: “Bocah ini mengapa mirip
dengan dia?
Dengan menahan air matanya yang mau keluar, ia menanya kepada Yo Tjie Tjong dengan
suaranya yang lemah lebut dan penuh rasa welas asih.
“Anak, siapa namamu?”
Yo Tjie Tjong yang saat itu sudah panas hatinya, atas perbuatan orang-orang yang tidak
patut terhadap dirinya, sebenarnya tidak ingin menjawab, tetapi ketika melihat kedua
matanya yang penuh kasih sayang dari wanita setengah umur itu, ia lalu menjawab :
“Aku bernama Yo Tjie Tjong.”
“Yo Tjie Tjong?” mengulang wanita setengah umur, agaknya merasa kecewa.
“Ya, Yo Tjie Tjong.” Jawab Yo Tjie Tjong lagi dengan suara lemah.
Wanita cantik pertengah umur itu menghela nafas, lalu mengambir tiga butir obat yang
sehera dimasukan kealam mulutnya Yo Tjie Tjong. Kembali ia mengawasi anak muda itu
sekian lamanya, kemudian berkata pula:
“anak, ini adalah obat untuk menyembuhkan luka dalam yang sangat mujarab. Asalkan
tekanan jantung dan nadi masih belum putus, kau tidak bisa binasa.”
Pada matanya Yo Tjie Tjong, saat itu dengan tegas terlihat perasaan terima kasihnya, ia lalu
menjawab dengan suara perlahan:
“”Aku akan membalas budimu ini!”
Wanita cantik pertengah umur itu kembali berpaling dan berkata kepaa orang tua baju ungu
bertiga:
“Harap Samwie suka memandang mukaku, jangan turunkan tangan jahat lagi terhadap
bocah ini”
Ketiga orang tua itu selagi hendak menjawab, tiba-tiba tanah bekas mereka berdiri telah
bergoncang yang kemudian disusul oleh suara seperti kerbau yang sangat aneh
kedengarannya. Suara itu kedengarannya seperti dari jarak jauh, tetapi kalau diperhatikan
benar-benar, barulah bisa diketahui bahwa suara itu datangnya dari bawah tanah.
Saat itu rembulan sudah naik tinggi, suatu tanda bahwa mahluk aneh Gu Liong Kao sudah
muncul.
Tempat bekas orang tua baju ungu dan lain-lainnya berdiri tadi, ternyata Cuma terpisah
kira-kira lima tumbak jauhnya dari lubang tanah itu.
Semua orang lantas menyingkir sejauh dua puluh tumbak.
Pada saat itu, ada tiga ratus pasang mata lebih yang semuanya ditujukan kearah lubang
tanah ditepi danau itu. Suatu pemandangan anehn yang hanya dapat dilihat dalam beberapa
ratus tahun sekali akan segera muncul didepan mata.
Semua orang-orang gagah yang berada disekitar tempat itu pada merasakan tegtang
perasaannya. Diantara mereka, ada beberapa orang yang berkepandaian tinggu yang
datang dengan maksud hendak merebut benda pusaka mujijat itu, sudah siap sedia
menghadapi segala kemungkinan.
Sebagian lagi yang tidak ingin turun ambil bagian dalam perebuan itu dalam hati mereka
hanya menduga-duga, siapa nanti yang bernasib baik dapat memperoleh benda mujijat itu.
Suara mahluk aneh itu semakin lama kedengarannya semakin keras, sampai-sampai tanah
disekitarnya pada bergetar. Dari situ dapat diduga, sampai dimana hebatnya mahluk aneh
itu.
Terpisah kira-kira lima tumbak diatas tanah dekat lubang itu menggeletak dirinya seseorang.
Ia mungkin sudah binasa, tetapi mungkin juga masih hidup. Namun tidak ada seorang pun
yang memperhatikannya.
Orang itu adalah Yo Tjie Tjong yang sedang terluka parah karena kena serangan dari tiga
orang tua gagah tadi. Saat itu, meskipun sudah diberiikan obat oleh wanita cantik pertengah
umur tadi, sehingga kekuatannya perlahan-lahan sudah pulih sebagian, tapi dalam hatinya
mengerti, bahwa keadaan pada saat itu sesungguhnya sangat berbahaya. Jika mahluk aneh
itu nanti muncul, mungkin dia merupakan orang pertama yang menjadi santapannya. Tetapi
oleh karena bergerak sajapun sudah susah, maka ia tidak berdaya meninggalkan tempat
yang sangat berbahaya itu.
Betulkah tidak ada seorangpun yang mengambil perhatian terhadap pemuda yang berada
dalam keadaan yang sangat berbahaya itu?
Ada!!!
Gadis baju merah hatinya merasa gelisah, tetapi karena tangannya dipegang erat-erat oleh
si wanita baju putih, ia tidak berdaya menolong anak muda itu.
Ia sendiri juga tidak mengerti mengapa ia telah perhatikan dirinya anak muda itu demikian
rupa.
Wanita cantik pertengah umur, Thian-San Liong-Lie, mendadak ingat bahwa diatas tanah
dekat lubang itu masih ada seorang pemuda yang terluka parah yang wajahnya mirip benar
dengan si ‘DIA’. Ia merasa bahwa ia harus menolong si pemuda dari tempat berbahaya itu.
Saat mana ditepi danau Naga, tiga ratus lebih orang-orang gagah dari rimba persilatan
semua pada terdiam sambil menahan nafas. Tidak ada seorangpun yang berani membuka
mulut, karena mereka takut kalau-kalau nanti mengejutkan mahluk aneh itu.
Suasananya meskipun sangat sunyi, tetapi perasaan tegang makin memuncak.
Dapatkah kiranya menundukan mahluk aneh itu untuk mengambil mustikanya? Siapapun
tidak ada yang berani memastikan.
Tetapi mustika yang mempunyai daya tarik yang demikian hebatnya sudah telah membuat
banyak orang pada berani pertaruhkan jiwa mereka untuk bisa mendapatkan benda mujijat
tersebut.
Sudah barang tentu, dalam usaha memperebutkan mustika itu pasti akan disusul oleh
pertempuran hebat antara orang-orang gagah disitu.
Thian-San Liong-Lie setelah berpikir sejurus lamanya akhirnya mengambil keputusan bahwa
ia harus menolong Yo Tjie Tjong dari tempat yang berbahaya itu.
Tetapi selagi ia hendak turun tangan, suara gemuruh hebat mendadak telah terdengar pula
yang kemudian disusul oleh bau amis yang menusuk hidung.
Mahluk aneh itu ternyata sudah muncul dari dalam tanah.
Hati jago rimba persilatan saat itu hampir lompat keluar dari tempat lubang
persembunyiannya, lantas melesat keatas setinggi sepuluh tumbak lebih yang kemudian
turun lagi ketanah dengan perlahan.
Kejadian itu telah disaksikan oleh jago-jago dari rimba persilatan itu dengan hati berdebaran.
Makluk itu mempunyai bentuk badan kuda berkepala naga. Seluruh badannya hitam
berkilat. Kaki dan tangannya berwarna putih. Ekornya seperti ekor ular. Panjangnya dari
kepala sampai ekor kira-kira dua tumbak.
Setelah berada ditanah kembali, kepalanya lantas menghadap kearah rembulan, dari
mulutnya mengeluarkan sebutir mustika yang merah warnanya. Mustika merah itu dikelaur
masukan melalui mulutnya seolah-olah seorang akrobat yang tengah memainkan gumpalan
api dalam mulutnya.
Mustika ‘Gu Liong Kao’ itu telah membuat para jago persilatan pada berseru dalam hatinya,
sedangkan mata mereka terus ditujukan kearah benda mujijat itu.
Karena siapa saja yang bisa mendapatkan benda mujijat itu, berarti sekaligus mendapat
tambahan kekuatan tenaga yang sama dengan kekuatan dari latihan puluhan tahun. Bagi
orang-orang dari rimba persilatan, ini merupakan satu-satunya kesempatan yang paling baik
untuk menjadi seorang orang kuat yang tidak ada tandingannya,maka tidak ada seorangpun
yang tidak ingin mendapatkan benda itu, sekalipun harus mempertaruhkan jiwanya.
Tetapi setelah menyaksikan keadaannya mahluk aneh itu, sekalipun bagi orang yang
mempunyai kepandaian sangat tinggi juga merasa jeri. Mereka rata-rata segan turun tangan
lebih dulu.
Mahluk aneh itu, paling lama setengah jam sudah akan masuk kembali kealam tempat
persembunyiannya.
Keadaan menjadi sunyi tapi serba tegang. Dari tempat bekas orang tua baju ungu dan
kawan-kawannya tadi berdiri, tiba-tiba melesat lima bayangan orang sambil mengeluarkan
serangannya dengan lima benda putih berkilauan kearah mahluk aneh itu.
Orang-orang disekitar danau saat itu tampak semakin tegang.
Bersamaan dengan serangannya kelima orang tadi, dari berbagai penjuru lantas meluncur
berbagai senjata rahasia serta meunculnya bayangan orang yang tidak kurang dari tiga
puluh orang banyaknya.
Mahluk aneh Gu Liong Kao itu yang hidup sejak ribuan tahun berselang, luar biasa
cerdiknya. Setelah dirinya dihujani oleh rupa=rupa senjata rahasia dari berbagai penjuru,
mutikanya lalu disedot kembali dan dia sendiri lantas berdiam diri menantikan kejadian
selanjutnya, sedangkan kedua biji matanya memancarkan sinar hijau yang berkilauan.
Ketika banyak bayangan orang itu mendekati dirinya, mahluk aneh itu kembali keluarkan
geramannya yang hebat. Badannya yang besar mendadak melesat tinggi, sehingga
bayangan orang banyak itu terpaksa harus mundur, tetapi kemudian disusul oleh suara
jeritan dari bayangan orang banyak tersebut.
Sebentar kemudian, tampak darah dan gading manusia pada berhamburan diudara,
sedikitnya ada sepuluh orang yang telah binasa, maka orang yang bergerak belakangan
terpaksa harus mundur secara teratur.
Mahluk aneh itu setelah membinasakan jiwanya orang-orang yang mendekati dirinya,
kembali duduk melingkar ditanah.
Sebentar kemudian, jumlah orang yang maju tampaknya semakin banyak saja, pedang,
golok dan berbagai senjata rahasia pada meluncur kearah badan mahluk aneh itu seperti
hujan, tapi semua senjata itu Cuma bisa perdengarkan suaranya yang ramai seperti
membentur banda keras yang kemudian terpental balik. Ada lagi yang melesat tinggi,
sedangkan mahluk aneh itu sedikitpun tidak terluka badannya.
Semua senjata tajam dan senjata rahasia itu telah dilancarkan oleh banyak tangan
orang-orang dari dunia Kang-Ouw dengan sekuat tenaganya. Dapatlah diduga betapa
hebatnya serangan-serangan tersebut.
Meskipun kulit mahluk aneh itu sangat kebal, tetapi tidak urung merasa kesakitan juga.
Dengan demikian, mahluk aneh itu tapaknya semakin buas. Suara menggeramnya
terdengar berkali-kali. Tanpa menunggu orang banyak datang menyerang, badannya lantas
sudah bergerak dan melesat tinggi. Begitu melihat bayangan orang, lantas diserangnya
secara hebat, sehingga suara jeritan terdengar disana-sini dan bangkai manusia
bergelimpangan ditanah.
Orang-orang yang hanya hanya ingin menonton keajaiaban alam saja, tampaknya saat itu
tidak berani berkutik. Mereka takut kalau tempat mereka sembunyian mereka diketahui oleh
mahluk aneh itu dan mendapat serangannya secara tiba-tiba.
Setelah menumbar amarahnya dengan puas,mahluk aneh itu kembali duduk melingkar
ditempatnya semula.
Pada saat itu, tiba-tiba tampak melayang satu bayangan putih. Bayanan putih itu ternyata
adalah bayangan Ketua Pek Leng Hwee yang dengan kedua tangan memegang sepasang
pedang terbang melayang kearah mahluk aneh itu. Sepasang pedangnya yang berkilauan
dengan kecepatan kilat telah menusuk kedua matanya mahluk aneh itu.
Dua bayangan manusia lagi telah muncul dan meluncur kearah mahluk aneh itu juga.
Mahluk aneh kembali mengeluarkan geramannya yang hebat dan lantas menerjang kearah
tiga orang yang baru datang.
Tetapi ketiga orang itu mempunyai kepandaian yang luar biasa tingginya,mereka bisa
bergerak leluasa ditengah udara, gerakannya begitu gesit dan lincahnya, dan senjata
mereka hanya ditujukan kearah mata si mahluk aneh.
Pertempuran yang terjadi antara manusia dengan mahluk aneh tersebut, selewat beberapa
jurus kedua pihak tampak ripuh.
Tepat pada saat itu, dari dalam rimba melesat tinggi satu bayangan orang, yang kemudian
dengan tiga kali bergerak ditengah udara, orang itu sudah berada diatas mahluk aneh itu.
Terpisah kira-kira tiga tumbak diatas si mahluk aneh, dari dari dalam tangannya tiba-tiba
keluar sebuah benda dan mulutnya lantas berseru:
“Lie Pangcu, Tjin Hwetio, kalian lekas mundur!”
Tiga bayangan orang yang pertama, ketika mendengar seruan itu lantas pada mundurkan
diri semua.
Apa yang sangat mengherankan ialah benda yang dilontarkan dari tangan orang yang baru
muncul tadi ternyata bau yang harum sekali. Dengan sempokan angin malam saat itu, bau
harum itu tersebar jauh sekali.
Mahluk aneh Gu Liong Kao lantas membuka lebar-lebar mulutnya dan menelan benda
tersebut.
Orang tadi setelah melemparkan benda aneh yang berbau harum itu, badannya dengan
cepat sudah lompat kembali.
Belum lagi balik kembali ketempat asalnya, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang hebat,
badan mahluk aneh telah hancur berkeping-keping.
Orang tadi setelah mendengar suara ledakan itu, lantas melesat balik. Diantara tumbukan
daging Gu Liong Kao yang sudah hancur berkeping-keping, ia coba mencari-cari mustika
yang berwarna merah itu, lalu diambil dari perutnya si mahluk aneh, kemudian ia ketawa
bergelak-gelak dengan sangat bangganya.
Mahluk aneh itu telah binasa!
Semua orang yang bersembunyi disekitar tempat itu kini berani pada unjukan diri.
Orang yang berhasil mendapatkab mustika merah dari badannya mahluk aneh tadi, ternyata
adalah satu laki-laki bercambang dan wajahnya yang menakutkan dengan gigi yang
bercaling seperti babi hutan.
Orang itu ternyata adalah satu iblis yang namanya sudah menggetarkan dunia rimba
persilatan dengan julukan ‘Iblis Muka Singa’.
Orang ini bukan saja sangat buas dan kejam sifatnya, bahkan mempunyai kebiasaan dan
kegemaran makan nyali manusia. Entah berapa banyak orang-orang gagah dari golongan
hitam, maupun dari golongan Putih yang sudah terbinasa dalam tangannya.
Mustika merah yang ajaib dari Gu Liong Kao telah didapatkanoleh iblis yang buas dan kejam
ini. Semua orang gagah yang berada disitu rata-rata pada merasa jeri, sebab dengan
adanya mustika itu berarti akan menambah kekuatannya, dengan sendirinya juga kalau
sudah kuat lantas kekejamannya menjadi-jadi. Karena jika iblis itu bertambah kekuatannya
sedemikian tinggi, tidak seorangpun diantara orang-orang gagah dari rimba persilatan yang
mampu menundukan padanya. Bukankah itu akan berarti pula bahwa ia akan dapat berbuat
sesuka hatinya sehingga tentunya menjadi ancaman bencana besar bagi orang-orang dunia
Kang-Ouw pada umumnya.
Tepat pada saat si Iblis Muka Singa tadi mendapatkan mustika tersebut, dari antara
rombongan banyak orang itu tiba-tiba muncul melesat keluar tiga bayangan orang, yang
sebentar saja sudah berada didepannya si Iblis Muka Singa. Ketiga orang itu ternyata
adalah orang-orang tua yang berbadan pendek katai.
Si Iblis Muka Singa lantas berkata sambil memperdengarkan suara ketawanya yang aneh:
“Eeee, Tiga Cebol dari Kiong-Lay! Apakah kalian tiga bersaudara juga ingin mendapatan
bagian? Kalian sesungguhnya tidak mengukur diri sendiri. Menurut pikiranku, sebaiknya
kalian kembali saja ke gunung Kiong-Lay-San, agar bangkai kalian nanti tidak menggeletak
ditempat yang asing bagi kalian ini?”
Perkataan ini sesungguhnya sangat sombong, seolah-olah tidak memandang mata pada
kekuatanya tiga orang pendek tadi.
Satu diantara ketiga orang pendek itu lantas berkata:
“Harta benda dari langit dan pusaka dari tanah, siapa yang melihat ada mempunyai bagian.”
Iblis Muka Singa itu dengan mata beringas lalu masukan mustika merahnya kedalam
sakunya.
“Aku sudah lama tidak makan nyali manusia!” katanya bengis. “Apakah kalian sengaja
hendak mengantarkan? He, he……! Tidak pantas rasanya kalau tawaran ini kutolak.”

Tiga Cebol dari Kiong-Lay itu dalam kalangan Kang-ouw namanya sudah cukup terkenal.
Ketika mendengar perkataan si Iblis Muka Singa, lantas pada ketawa bergelak-gelak. Satu
diantara mereka ialah yang tertua lantas berkata :
“Nyali kami bertiga saudara ada sangat keras dan pedas, barangkali kau tidak bisa makan!”
Iblis Muka Singa itu kembali memperdengarkan suara ketawa yang aneh, belum lagi
berhenti suara ketawanya, lima jari tangan kirinya sudah bergerak mencakar mukanya tiga
orang pendek tadi, sedangkan tangan kanannya melakukan berbareng, begitu pula kakinya.
Dengan sekaligus ia dapat melakukan berbareng, begitu pula kakinya. Tidak kecewa iblis itu
mendapatkan nama besarnya beberapa puluh tahun lamanya.
Tiga orang pendek dari Kiong-Lay itu ternyata juga buka orang sembarangan. Yang paling
tua ketika mukanya hendak dicakar, dengan cepat miringkan sedikit tubuhnya, tangannya
berbalik menyambar pergelangan tangan musuhnya.
Kedua saudaranya juga lantas bergerak dengan berbareng, kemudian maju merangsak,
dengan secepat kilat mereka bertiga menyambar pinggang si iblis.
Dua orang pendek yang ditendang oleh kaki si iblis tadi, badanya melesat keatas
menghindarkan serangan lawannya, kemudian dari tengah udara mereka balas menyerang
dengan tangan dan kakinya.
Iblis Wajah Singa itu benar-benar tidak akan menduga bahwa Tiga orang pendek dari
Kiong-Lay begitu lihaynya, maka ia lantas merubah cara bertempurnya, dengan caranya
yang luar biasa. Kedua tangannya melancarkan serangannya yang sangat hebat. Satu
digunakan untuk menyerang si pendek yang tertua, satu lagi untuk menyerang kedua
saudaranya yang lebih muda.
Setelah terdengar dua kali suara ‘Buk, buk!’ yang amat nyaring, si pendek yang tertua
badannya terpental mundur setumbak lebih, dua saudara lainnya tampak jungkir balik, tetapi
si iblis itu sendiri badannya juga sempoyongan.
Sesaat selagi badan si Iblis Wajah Singa dalam keadaan sempoyongan, kakinya yang
digunakan untuk menendang tadi telah mengenai ketiak kirinya si pendek, sementara itu
salah satu orang pendek sepuluh jari tangannya juga sudah berhasil menyambar
pinggannya si Iblis Wajah Singa.
Badan si pendek yang termuda telah terjatuh kesuatu tempat sejauh setumbak lebih,
tubuhnya menyemburkan darah segar.
Tetapi ikat pinggangnya si Iblis Wajah Singa juga terrputus dan mustika itu juga
menggelinding jatuh ditanah.
Orang-orang gagah disekitar ramai berseru kaget. Beberapa puluh bayangan orang secepat
kilat sudah menyerbu kearah jatuhnya mustika merah tadi.
Sementara itu, si Iblis Wajah Singa ketika pinggangnya merasa kendur, segera mengetahui
gelagat tidak baik. Dengan cepat ia menyambar mustika merah yang jatuh itu dengan
tangannya, tetapi sudah tidak berhasil dan mustika itu sudah menggeliding sejauh setumbak
lebih.
Ia berteriak-teriak dengan sangat kalapnya, matanya Cuma dapat menyaksikan beberapa
puluh bayangan yang sedang menerjang kearah benda pusaka tersebut. Dalam keadaan
cemas, si iblis mengeluarkan serangannya dengan sepenuh tenaganya.
Serangan itu sangat hhebat sekali, mungkin dapat menggempur batu beasr sampai pecah
berkeping-keping. Setelah mengenai sasarnnya, lantas terdengar suara jeritan mengerikan.
Sepuluh orang yang mengerumun tadi sebagian rubuh ditanah dan sisanya terpental
mundur.
Oleh karena terdampar oleh serangan yang dahsyat tadi, mustika merah tadi juga turut
beterbangan ditengah udara bersama-sama batu-batu kecil dan debu. Ketika si Iblis Wajah
Singa itu melayang menyambar benda pusaka tersebut, mendadak kelihatan muncul satu
bayangan putih. Secepat kilat sudah pindah tangan kedalam tangan bayangan putih tadi.
Semua orang-orang gagah disekitr tempat itu kembali perdengarkan suaranya yang
gemuruh.
Bayanga putih tadi ternyata adalah Ketua dari Pek-Leng-Hwee Tjin Bie Nio.
Dengan mata beringas dan rambut berdiri dengan gusarnya, si Iblis Wajah Singa itu
membentak Tjin Bie Nio:
“Lekas bawa kemari!”
Tjin Bie Nio dengan tingkah lakunya yang centil lantas menjawab sambil ketawa
terkekeh-kekeh:
“Apa yang harus aku serahkan padamu?”
Sepasang matanya si Iblis Wajah Singa kelihatan mendelik.
“Mengingat persehabatan dengan suamimu almarhum, mustika itu kau serahkan saja
kepada secara baik-baik, tidak nanti akan menyusahkan dirimu. Kalau tidak, heh, heh…….”

Jilid 2
Orang tua baju ungu dan itu orang tua berpakaian seperti Wan-Gwee, kedua-duanya lantas
maju berbareng, berdiri dikedua sisinya Tjin Bie Nio. Selain dari pada itu, Nona Baju Merah
dan beberapa pembantuanya Tjin Bie Nio yang terhitung kuat-kuat juga pada maju dan
berdiri dibelakangnya Tjin Bie Nio.
Iblis Wajah Singa itu saking gusarnya lantas tertawa sambil bergelak-gelak:
“Heh, Heh! Pangcu dari Tjie-In-Pang Lie Bun Hao dan Pangcu dari Ban-Siu-Pang Thio
Phan! Kalian berdua sudah tidak ingat tali persahabatan kita pada dua puluh tahun
berselang. Berani membantu wanita genit ini bermusuhan dengan Lohu? Bagus, Bagus!
Lohu kepingin tahu sampai dimana kepandaiannya kedua Pangcu dan Hweetio ini!”
Lie Bun Hao dan Thio Phan ketika mendengar si iblis menyebutkan tali persahabatan dua
puluh tahun berselang, wajah lantas pada berubah seketika. Selagi hendak menjawab……..
Tjin Bie Nio sudah menjawab dengan suaranya yang dingin….
“Kau si Iblis Wajah Singa ada mempunyai apa yang berarti?”
“Rase genit, kamu mau kembalikan atau tidak?”
“Kalau tidak bagaimana?!”
Si Iblis Wajah Singa, yang dalam Golongan Hitam terkenal sebagai orang paling kejam dan
ganas, bagaimana mau mengerti diperlakukan sedemikian rupa oleh Tjin Bie Nio? Maka ia
lantas menggeram hebat, dengan kecepatan kilat ia sudah melancarkan serangan secara
bertubi-tubi.
Tjin Bie Nio juga bukan sebangsa orang lemah, meski diserang secara tiba-tiba namun
masih berhasil menyingkirkan diri, tapi biar bagaimana kepandaiannya masih kalah
setingkat dengan si Iblis Wajah Singa itu, maka tangannya sudah terkena serangannya si
iblis, dan mustika yang tergenggam dalam tangannya lantas melesat keluar.
Selagi si iblis hendak menyambar mustika itu, kedua Pangcu sudah mengeluarkan serangan
dengan berbareng.
Iblis Wajah Singa yang terdampar oleh anginnya serangan tersebut, lantas mundur tiga
tindak.
Pada saat itu, dirinya Yo Tjie Tjong yang menggeletak ditanah dan sudah hampir dilupakan
oleh semua orang, oleh karena sudah minum obat mujarabnya Thian-San Liong-Lie, setelah
mengasoh sekian lamanya, perlahan-lahan sudah siuman kembali, seolah-olah orang yang
baru bangun dari tidurnya, ia coba merayap bangun dengan badan masih sempoyongan.
Baru saja ia merayap bangun, sebuah benda merah sudah menyambar didepan mukanya!
Dalam keadaan habis terluka parah dan seluruh kekuatan dan semangatnya masih belum
pulih kembali, sudah tentu ia tidak mampu berkelit untuk menghindarkan meluncurnya
benda merah itu, maka ia lantas membuka mulutnya hendak berseru……
Dan selagi ia pentang mulutnya, mustika itu dengan tepat telah masuk kedalam mulutnya
dan terus masuk kedalam perutnya melalui tenggorokan.
Ia lantas berdiri melongo!
Suara seruan kaget terdengar riuh dari empat penjuru! Banyak orang lari menuju kearah
dirinya.
Yo Tjie Tjong merasa agak kuatir, karena saat itu keadaannya masih sangat payah, angkat
kaki saja masih dirasakan sangat berat. Jika para jago itu hendak mengambil tindakan
kepada dirinya, ia cuma bisa mandah digebuk tanpa melawan.
Coba saja pikir, para jago itu memerlukan datang ketempat itu, maksudnya ialah hendak
merebut benda pusaka alam yang merupakan benda mujijat bagi orang-orang dari dunia
persilatan dan sekarang benda itu telah masuk kedalam perutnya seorang pemuda yang
bersikap dingin serta belum terkenal namanya itu, bagaimana mereka mau mengerti apa
lagi ketika dalam pertempuran merebut benda pusaka dari badannya mahluk aneh Gu Liong
Kao tadi, sudah banyak jiwa telah melayang.
Para jago dari dunia persilatan itu, lantas mengurung rapat dirinya Yo Tjie Tjong. Hampir
setiap orang memperlihatkan wajahnya yang gusar, ada juga yang merasa mengiri terhadap
anak muda yang tidak dikenal itu.
Tapi semua rupanya sudah menjadi takdir tuhan, Yo Tjie Tjong yang datang hanya tertarik
oleh perasaan kepingin tahu, sedikitpun tidak bermaksud untuk turut ambil bagian dalam
perebutan benda pusaka itu, namun benda pusaka dari alam itu sudah ditakdirkan siapa
yang harus memiliki, maka dengan tanpa diminta, benda itu telah meluncur sendiri kedalam
mulutnya.

Bagian Lima
Dengan sikapnya yang kaku dingin, Yo Tjie Tjong mengawasi orang-orang itu dengan
perasaan kaget dan terheran-heran. Kalau kedua Pangcu dan Ketua dari Pek-Leng-Hwee
tadi tangan terhadap dirinya, itu karena disebabkan soal mengenai asal-usul dirinya. Tapi
kelakuan orang-orang yang terdiri dari jago-jago dari rimba persilatan, sesungguhnya sangat
mengherankan mereka yang menyaksikan.
Ternyata Yo Tjie Tjong masih belum tahu bahwa mustika yang masuk kedalam mulutnya
tadi adalah benda pusaka alam yang dibuat perebutan oleh orang-orang gagah itu dengan
pertaruhkan jiwanya.
Tadi jiwanya hampir saja melayang, karena dirinya dicurigai sebagai muridnya Yo Tjie Hoan,
Pangcu dari Kam-Lo-Pang yang terkenal pada dua puluh tahun berselang, untung
perbuatannya ketiga orang jahat tadi keburu dicegah oleh Thian-San Liong-Lie, sehingga
dirinya terhindar dari kematian.
Tetapi sekarang, benda pusaka yang dibuat rebutan itu telah masuk kedalam perutnya, ini
sangat runyam jadinya.
Kalau benar seperti apa yang diduga oleh Tjin Bie Nio dan kedua Pangcu itu, bahwa anak
muda ini ada hubungannya dengan Golok Maut, jika dibiarkan dirinya mendapat kekuatan
tenaga demikian hebatnya, akibatnya tentu ada bencana bagi dunia rimba persilatan.
Maka pada saat itu, diantara orang-orang yang mengurung dirinya Yo Tjie Tjong, adalah Lie
Bun Hao Pangcu Tjie-In-Pang, Thio Phan Pangcu dari Ban-Siu-Pang dan Tjin Bie Nio Ketua
dari Pek-Leng-Hwee, yang nampak paling gelisah.
Pada saat itu seorang tua berewokan dengan gigi bercaling telah menerobos keluar dari
antara orang-orang banyak, mulutnya memperdengarkan suara ketawanya yang mirip
dengan suara iblis. Orang tua itu telah mengawasi orang banyak itu sejenak, lalu berkata :
“Bocah ini akan kubawa. Siapa yang mengenal gelagat, lekas minggir!”
Semua orang terkejut mendengar perkataan itu, ternyata orang yang mengeluarkan
perkataan tersebut adalah si Iblis Wajah Singa yang sangat buas itu.
Mustika dari Gu Liong Kao sudah masuk kedalam perutnya si pemuda yang bersikap dingin
itu. Entah apa maksudnya orang tua itu hendak membawa anak muda tersebut.
Sementara Yo Tjie Tjong yang mendengar perkataan si iblis, kedua matanya lantas merah
beringas, ia berkta sambil kertak gigi :
“Dengan hak apa kau hendak membawa aku pergi?”
“Bocah, aku si orang tua telah menaksir kau ada mempunyai bakat yang luar biasa untuk
menjadi seorang gagah yang terkuat didalam rimba persilatan, maka aku mempunyai
maksud hendak menjadikan kau muridku. Ini sebetulnya ada keberuntunganmu. Apakah
kau tidak suka?” kata si Iblis Wajah Singa sambil perdengarkan suara ketawanya yang
aneh.
“Maksud baikmu aku ucapkan terima kasih, sayang aku tidak mempunyai peruntungan
untuk menjadi muridmu,” demikian Yo Tjie Tjong menjawa sambil ketawa dingin.
Orang-orang yang ada disitu, mendengar tanya jawab kedua orang itu, ramai kasak-kusuk.
Pada umumnya mereka berpendapat bahwa iblis tua itu karena sudah tidak mempunyai
harapan mendapatkan mustika dari Gu Liong Kao, maka latas timbul pikirannya hendak
mengambil pemuda itu sebagai muridnya.
“Bocah, kau boleh pikir biar mateng dulu. Aku si orang tua sebenarnya belum pernah
menerima murid, tetapi hari ini buat kau aku kecualikan. Maka ini adalah peruntunganmu
yang bagus!”
“Tadi sudah kukatakan, bahwa maksud baikmu itu hanya aku bisa mengucapkan terima
kasih, maka kecuali itu sebetulnya tidak perlu lagi.”
“Bocah, perkataanku ada merupakan hukum. Kau tidak suka juga harus suka.”
“Memaksa orang jadi murid, sesungguhnya merupakan suatu hal yang langka dalam rimba
persilatan.”
“Bocah, kau berani menentang maksudku? Sesungguhnya kau tidak tahu tingginya langit
dan tebalnya bumi, he, he!”
“Habis kau mau apa?” tanya Yo Tjie Tjong jengkel, ia merasa tidak puas dengan caranya si
Iblis Wajah Singa memaksa orang menjadi muridnya.
“Setan cilik, kau mau atau tidak?”
“Tidak!!!!”
Iblis itu lantas perdengarkan suaranya yang menyeramkan.
“Setan cilik! Kalau kau tidak mau ikut aku, sekalipun kau mempunyai jiwa yang hidup
seratus kali, juga akan binasa ditepi danau ini. Tahukah kau, sudah berapa banyak orang
yang menginginkan dirimu?”
Yo Tjie Tjong terkejut, lalu berpaling dan dengan mata gemas ia mengawasi si Wanita Baju
Putih dan dua orang tua yang tadi telah turun tangan keji terhadap dirinya. Ketika matanya
berbentrokan dengan matanya si Gadis Baju Merah yang berdirinya disampingnya Tjin Bie
Nio, hatinya merasa berdebar, tetapi dengan cepat ia lantas mengalihkan pandangannya
kearah si iblis kemudian berkata padanya :
“Hidup atau mati adalah urusanku sendiri, tidak perlu kau turut capaikan hati.”
“Setan cilik, tetapi sekarang kau tidak dapat berbuat menurut kehendakmu sendiri.”
Saat itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dingin.
Si Iblis Wajah Singa itu lalu berpaling dan mencari orangnya yang ketawa tadi, orang itu
ternyata adalah Tjin Bie Nio, Ketua dari Pek-Leng-Hwee.
Si iblis lantas menegur dengan suara bengis:
“Tjin Bie Nio, kau jangan berbuat dengan tidak melihat gelagat.”
Wanita centil itu tertawa terkekeh-kekeh dan kemudian maju tiga tindak kearah si Iblis
Wajah Singa, matanya yang genit mengerling dan mulutnya masih memperdengarkan
ketawanya yang dingin.
“Yo, apa artinya tidak kenal gelagat?” jawabnya. “Aku juga ada mempunyai maksud hendak
membawa bocah ini ke perkumpulanku. Kau pikir bagaimana?” sehabis berkata kembali ia
memperdengarkan ketawanya yang nyaring.
“Rase genit, setan cilik ini sikapnya dingin. Hatinyapun dingin. Dia merupakan barang yang
enak dilihat, tetapi tidak enak dimakan.”
Perkataan si Iblis Wajah Singa sesungguhnya ada sangat tajam dan mengandung ejekan
terhadap dirinya wanita centil itu.
Tetapi Tjin Bie Nio tidak menunjukan perubahan sikap apa-apa, malah ia menyahut dengan
suaranya yang merdu.
“Hal ini tidak perlu kau turut campur. Kami sebagai Ketua dari suatu perkumpulan, juga
harus melaksanakan setiap perkataan yang keluar dari mulut kami. Hari ini, biar bagaima
bocah ini pasti akan kami bawa. Siapa yang mau coba-coba merintangi kami ingin melihat
sampai dimana tingginya kepandaian orang itu!”
“Hmmm, aku si orang tua terhadap kesukaan dalam hal makan nyali manusia, tidak perduli
nyalinya laki-laki atau wanita, aku anggap serupa saja.”
Wajah Tjin Bie Nio lantas berubah. Ia lantas berkata :
“Dengan memandang persahabatan dengan suamiku almarhum, aku sebetulnya masih
hendak mengindahkan dirimu. Tetapi nyatanya kau adalah seorang yang tidak kenal budi.
AKU Tjin Bie Nio nyalinya ada panas laksana bara. Tetapi kerasnya seperti baja. Barangkali
tidak biasa masuk kerongkonganmu.”
Yo Tjie Tjong yang mendengarkan pembicaraan mereka berdua telah memperebutkan
dirinya, dalam hati merasa sangat gemas tetapi apa daya? Karena badannya yang bekas
terluka parah, sedikitpun ia tidak mempunyai kemampuan.

Terutama terhadap wanita yang centil genit itu, bencinya semakin menjadi-jadi.
Ia juga mengetahui bahwa keadaan dirinya sendiri saat itu sebetulnya sungguh berbahaya,
maka ia tidak dapat memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tetapi hatinya yang keras seperti baja dan sifatnya yang tinggi hati telah membuat ia dapat
menghadapi segala kejadian dengan ketabahan, sedikitpun tidak mempunyai rasa takut.
Si Iblis Wajah Singa itu yang biasanya memang bersifat buas bagaimana dapat membikin
sudah saja tantangan Tjin Bie Nio? Maka saat itu juga ia lantas menggeram serta maju dua
langkah, dengan matanya yang buas ia membentak :
“Rase genit! Apa benar-benar kau hendak mencari kematian?”
Ucapan si Iblis Wajah Singa itu yang selalu mengatakan Tjin Bie Nio sebagai ‘Rase genit’,
apalagi hadapannya begitu banyak orang, betapapun tebalnya muka Tjin Bie Nio, juga tidak
biasa tinggal diam begitu saja, maka sikapnya lantas berubah, dengan suara ketus ia
menjawab:
“”Iblis tua, kau jangan sombong, bole coba-coba saja!”
Suasana ditepi danau itu kembali menegang.
Si Iblis Wajah Singa kelihatan berjingkrat-jingkrat bahna gusarnya, tetapi selagi hendak
bergerak, tujuh orang tua dan tiga laki-laki kuat serta dua orang muda dengan satu Gadis
Baju Merah dengan cepat sudah bergerak maju berada disampingnya Tjin Bie Nio.
Dua diantara ketujuh orang tua itu adalah Pangcu dari Tjie-In-Pang dan Ban-Siu-Pang.
Barisan yang demikian kuatnya itu mau tidak mau membuat
................................................................... to be

Bagian Ke Lima
Juga oleh karena pernyataan Tjien Bie Nio itu, telah membuat beberapa kawanan iblis yang
ada didalam rombongan orang banyak itu, masih mengandung harapan terhadap mustika
“Gu liong kao” yang sangat mujijat itu.
Beberapa pasang mata yang kejam, kini mulai ditujukan kepada dirinya Yo Tjie Tjong.
Maksud biadab dan nafsu serakah yang melebihi binatang buas itu, sesungguhnya sangat
menakutkan.
Tjin Bie Nio dan kedua pangcu yang semula bermaksud hendak membinasakan dirinya Yo
Tjie Tjong, karena mencurigai anak muda itu sebagai keturunannya Yo Tjin Hoan, mengapa
sekarang tidak membiarkan si iblis berwajah singa turun tangan terhadap anak muda itu ?
Ini bukannya merupakan suatu teka – teki.
Keserakahan hati manusia memang tidak ada batasnya. Disuatu fihak hendak
membinasakan jiwanya, tadi dilain fihak menginginkan mustika diperutnya.
Tjien Bie Nio dapat menebak maksudnya yang keji dari si iblis tua wajah singa, ada suatu
bukti, ia sendiri juga memang mempunyai maksud yang serupa.
Yo Tjie Tjong kini telah dijadikan sasaran.
Suatu usaha pembunuhan yang keji dan menakutkan akan terulang lagi.
Kawanan manusia yang berhati iblis itu akan memperlakukan Yo Tjie Tjong seperti halnya
mereka memperlakukan mahluk ajaib Gu – Liong – kao tadi. Mereka akan berusaha dengan
segala daya upayanya untuk mencapai maksuknya mendapatkan barang ajaib itu.
Diantara orang banyak itu ada juga yang masih mempunyai prikemanusiaan, orang – orang
itu kini perlahan lahan bubarab meninggalkan tempat yang seperti neraka itu, meskipun
diantara mereka ada juga yang mengandung maksud hendak mendapatkan benda mujijat
itu, tapi masih merasa segan untuk membelek perut manusia hanya sekedar untuk
memenuhi keserakahannya hati sendiri.
Orang – orang yang saat itu masih berada ditempat tersebut, sudah tentu ada serombongan
kawanan iblis yang masih menginginkan benda tersebut.
Satu kecualian hanya terhadap dirinya Thian-San liong-lie.saat itu ia masih nampak bingung,
ia tidak mau meninggalkan tempat tersebut, entah kekuatan apa yang membuat ia tidak
tega meninggalkan dirinya si pemuda bersikap dingin yang keadaannya sudah sangat payah
itu.
Tjin Bie Nio dan dua pangcu serta para pembantunya, yang sudah sekian lama berhadapan
dengan si iblis berwajah singa, akhirnya Tjin Bie Nio-lah yang membuka kesunyian dari
suasana tegang itu.
Setelah perdengarkan suara ketawanya yang genit, matanya memandang kedua pangcu
yang berdiri dikedua sisinya sejenak,kemudian perintahkan kepada para pembantunya :
,,kalian boleh mundur dulu !’’
Gadis baju merah yang dipanggil kiauw-djie itu menggerendeng sendirian, nampaknya
merasa kurang senang, dengan sikapnya ogah – ogahan ia terpaksa undurkan diri, yang
lantas di ikuti oleh kedua pemuda baju ungu.
Saat itu Yo Tjie Tjong masih rebah menggeletak ditanah, darah yang mengalir dari mulut
dan hidungnya sudah membeku. Entah masih hidup atau sudah binasa, tapi yang terang
ialah sedikitpun tidak kelihatan ia bergerak. Setelah mengundurkan orang – orang, Tjin Bie
Nio lalu berkata pula kepada si iblis berwajah singa :
,,apakah kau bersedia menerima suatu usulku ?’’
Iblis berwajah singa itu tahu bahwa diantara orang banyak yang kini berada ditempat itu,
hanya wanita ini yang paling sulit dilayani. Selain centil genit dan kejam buas, ia juga
mempunyai banyak akal. Dan sekarang entah akal muslihat apalagi yang hendak diajukan.
Maka seketika itu ia lantas menjawab dengan suara dingin :
,, Usul apa ? coba sebutkan !’’
,, Kau kau sudah bertekad bulat hendak mendapatkan benda mujijat ?’’
,, Benar !’’
,, Apa kau sudah berkeputusan dan tetap hendak membelek perutnya setan cilik ini, untuk
mengambil mustikanya ?’’
,, Ng !’’
,, Jikalau kami tidak turut campur tangan……..?’’
,, Itu ada kecerdikan kalian !’’ si iblis memotong.
Tjin Bie Nio bersenyum simpul, ia berkata pula sambil menunjuk orang – orang sekitarnya :
,, Sudahlah kau memikirkan, bahwa kecuali aku dan kedua pangcu, masih ada banyak
sahabat dari dunia Kang – ouw yang datang untuk turut merebut benda gaib itu ? Dan
apakah mereka membiarkan anak muda itu begitu saja ?’’
Ucapan ini benar – benar sangat lihai ! sampai si iblis yang ditanya demikian lantas melongo
seketika lamanya tidak mampu menjawab.
Andai kata bertempur satu – persatu, kawanan iblis yang berada disitu, mungkin semua
bukan tandingan si iblis berwajah singa, tapi jika main keroyok, ini lain soalnya.
Pada saat itu, matanya semua kawanan iblis yang ada disitu dari dirinya Yo Tjie Tjong telah
dialihkan kearah si iblis berwajah singa dan Tjie Bie Nio. Cuma dua orang yang sikapnya
terhadap To Tjie Tjong harus dikecualikan.
Satu adalah sigadis baju merah, sikapnya nampak sangat gelisah. Barangkali, pemuda
dengan wajah dingin kecut itu, sudah mendobrak pintu hatinya.
Yang lain adalah Thian – san Liong – lie, ia sangat bingung. Seolah-olah ada pengaruh gaib
yang mendorong padanya : kau harus menolong anak itu, kau tidak boleh membiarkan dia
dibelek perutnya oleh kawanan iblis !
Tapi saat itu kawanan iblis sudah pada bersiap untuk turun tangan, disamping itu masih ada
lagi Tjin Bie Nio dan kedua pangcu, yang juga ada mengandung maksud hendak
membinasakan dirinya pemuda itu, taruh kata kepandaiannya Thian – san Liong – lie sangat
luar biasa, tapi kalau mau merebut jiwanya pemuda dibawah ancamannya begitu banyak
musuh, sesungguhnya bukan soal mudah.
Si iblis berwajah singa sesungguhnya ada manusia yang sangat kejam ganas dan buas,
setelah mendengar keterangan Tjin Bie Nio, hanya nampak terkejut sebentar, kemudian
matanya menyapu para kawanan iblis lainnya, lantas pendengarkan suara ketawanya yang
menyeramkan.
,, Tadi kata tidak akan campur tangan ?’’ demikian tanyanya kepada Tjin Bir Nio.
,, Jah !’’ jawabnya Tjin Bir Nio singkat.
,, Apa kau dapat menguasai kedua pangcu ?’’
,, Kau rupanya terlalu memandang rendah kepada Tjin Bie Nio !’’
,, Ng ! kau dan kedua pangcu tanpa sebab akan melepaskan kesempatan yang sukar
diketemukan ini ?’’
,, Tidak kecewa kau menjadi jago untuk satu masa, dugaanmu sedikitpun tidak keliru !’’
,, Apa syaratnya ?’’
,, Kau harus melakukan pembedahan anak itu dan mengambil mustikanya dihadapan aku
dan kesua pangcu !’’
Si iblis itu setelah berpikir sejenak, lalu menjawab sambil ketawa :
,, Kau anggap aku situa bangka sebagai anak-anak umur 3 tahun saja !’’
,, Apa artinya ?’’
,, Kau hendak menggunakan tenagaku, mengundurkan semua orang kuat yang berada
disini, kemudian kau akan menggunakan ketika selagi aku kehabisan tenaga, lantas turun
tangan bersama kedua pangcu itu, betul tidak ?’’
,, Kau telah mengukur jiwa orang dengan jiwanya orang rendah. Kita sebagai ketua dan
pangcu dari perkumpulan besar, didalam kalangan Kang – ouw bukan orang – orang yang
tidak ada nama. Rasanya belum sampai berbuat begitu rendah seperti apa yang kau
ucapkan !’’
,, Kalau begitu mengapa kau suruh aku melakukan perbuatan itu didepan kalian ?’’
,, Setan cilik itu dengan aku kadua pangcu seolah- olah air dengan api. Maksudnya supaya
kau melakukan pembedahan perutnya anak itu dihadapan kita, hanya mengharap bisa
menyaksikan dengan mata kepala sendiri kematiannya setan cilik itu !’’
,, Benar ?’’
,, Hm ! apa…’’
Para kawanan iblis yang lainnya saat itu agaknya sudah tidak sabar lagi.
Pertama- tama adalah si 3 cebol dari Kiong – lay yang bertindak lebih dulu, dengan
kecepatan bagai kilat ia menyerbu dirinya Yo Tjie Tjong.
Selanjutnya sepasang penjahat dari Lam-bong, 4 setan dari Pak-bin, si garuda kepala botak
dari bukit Kow-nia bertuju juga pada bergerak mengikuti jejak si 3 cebol.
Pertempuran sengit lantas dimulai.
3 cebol dari Kiong-lay itu belum sampai kakinya menginjak tanah, sudah disambut oleh
Thian-san Liong-lie dengan serangannya yang amat dasyat !
3 cebol itu tidak menduga kalau Thian-san Liong-lie bisa turun tangan secara demikian
mendadak, selagi badan mereka masih berada ditengah udara, angina kuat sudah kuat
menyambar dirinya, maka lantas buru-buru jumpalitan ditengah udara dan melayang turun
setombak lebih jauhnya.
Si iblis berwajah singa mengeluarkan geramnya yang sangat hebat, ia maju beberapa
langkah, kemudian melancarkan serangannya tangan yang tepat menghalangi majunya 7
iblis dibelakangnya 3 cebol.
7 iblis itu terpaksa harus menarik diri masing-masing secara mendadak.
Kesua fihak sekarang saling berhadapan.
Hanya Tjin Bie Nio dan kedua pangcu itu yang berdiri sebagai penontonsambil bersenyum
puas.

Bagian ke 6

PANGCU dari Tjie-in-pang Lie bun hao, pancu dari Ban-siu-pang Thio Phan dan ketua
Pek-leng-hwee Tjin Bie Nio bertiga selain berdiri sebagai penonoton, bahkan
kadang-kadang memberi anjuran kepada kedua fihak yang bertempur.
Akal muslihatnya Tjin Bie Nio ini sesungguhnya sangat jahat.
Ia menganjurkan si iblis berwajah singa supaya bertempur mati-matian dengan para iblis
lainnya, tidak peduli fihak mana saja yang menang, ia bersama kedua pangcu yang akan
memungut hasilnya.
Thian-san Liong-lie namanya sangat terkenal didunia Kang-ouw sebagai satu pendekar
wanita yang tinggi sekali kepandaiannya ilmu silatnya, terutama ilmu pedangnya. Dan ia
sekarang telah turun tangan membela Yo Tjie Tjong, Tjin Bie Nio dan kedua pangcu tidak
usah berhadapan sebagai musuh dengan pendekar wanita itu.
Tjin Bie Nio sudah berhasil dalam usahanya hendak menyingkirkan dirinya bocah yang
dicurigai itu dengan menggunakan tenaganya para iblis itu.
Karena golok maut sudah muncul didekat situ, yang mengambil jiwanya si buli-buli arak
berwajah burung, siapa berani pastikan kalau pemilik golok maut itu tidak berada dibukit
Keng-san ini maka Pek-leng-hwee, Tjie-in-pang dan Ban-siu-pang harus menyimpan tenaga
untuk menghadapi segala kemungkinan.
Dengan berdasarkan perhitungan kepentingan sendiri, maka tercapailah suatu perjanjian
antara fihak Tjin Bie Nio dan kawannya dengan fihak si iblis berwajah singa,. Sementara itu,
apakah perjanjian itu dapat dipertahankan terus atau tidak ? itu ada lain soal.
Mari sekarang kita balik lagi kepada 3 si cebol dari Kiong-lay yang ditahan serangannya,
oleh Thian-san Liong-lie.
Yang tertua dari 3 cebol itu ialah Wie Bu Liang, saat itu matanya yang sipit lantas didelikan,
dengan suaranya yang keras is berkata :
,, Thian-san Liong-lie yang menganggap dirinya sebagai pendekar budiman, apakah juga
kepingin mendapat bagian ?’’
,, Aku Tho Hui Hong Cuma tahu berbuat apa yang aku harus buat. Aku minta supaya kalian
bertiga suka kembali kepada kebenaran, perbuatan yang melanggar prikemanusiaan ini,
tidak dapat diizinkan oleh tuhan dan manusia !’’ jawab Thian-san Liong-lie.
Si cebol kedua Tjong liat lantas menyahut sambil ketawa dingin :
,, Kita bertiga Cuma tahu ambil apa yang harus kita ambil tidak mengerti peraturan
kebuddahan. Kau Thian-san Liong-lie jauh-jauh datang kemari, apa perlunya masih
berpura-pura berlaku sebagai orang budiman ?’’
,, Dibawah sepasang mataku seorang she tho, tidak mengizinkan manusia kawanan buas
melakukan perbuatan buas !’’
,, Kau thian-san Liong-lie sesungguhnya terlalu tidak memandang mata kepada lain orang.
Kita bertiga sodara bukannya orang yang mudah diperhina, kalau kau tahu diri, lekas kau
mundur untuk menjaga nama baik dan mukamu dikemudian hari !’’ kata Wie Bu Liang
sambil kedip-kedipkan matanya yang sipit.
,, Benda ajaib yang muncul dari bumi atau langit, sudah tahu sendiri siapa yang berhak
memilikinya, hanya orang yang berjodo yang bisa memiliki benda tersebut. Merebut dengan
akal atau atau dengan kekerasan, akan merupakan bencana sebaliknya membawa bahagia.
Apalagi membedah perut orang itu ada perbuatan yang melanggar undang-undang
ketuhanan !’’
Si cebol yang ketiga Wan Hong Hong lantas menyahut sambil ketwa aneh :
,, Thian-san Liong-lie memang baik hati, Cuma sayang kau sudah salah liat orang !’’
,, Apa kalian bertiga pasti hendak turun tangan terhadap pemuda itu ?’’
,, Memang begitu !’’
,, Boleh coba !’’
,, Baik !’’ sahutnya berbareng.
Tiga orang cebol itu lantas turun tangan berbareng menyerang Thian-san Liong-lie
Kekuatan dari tiga orang cebol itu sesungguhnya tidak boleh dipandang ringan,
serangannya seolah-olah gelombang laut yang datang menggulung.
Tapi Thian-san Liong-lie Cuma ganda ketawa, lalu ulur tangannya satu tenaga lunak
meluncur keluar, hingga kekuatan tenaga keras yang dilontarkan oleh ketiga orang cebol itu
lantas lenyap tanpa bekas.
Tiga manusia cebol itu berubah wajahnya semua. Setelah saling memandang sejenak, Wie
Bu Liang mundur setindak, lalu melancarkan serangan dengan kedua tangan, angin kuat
telah menyambar kearah Thian-san Liong-lie.
Berbareng pada saat itu, si lodjie atau si cebol kedua Tjiong Liat mendadak merabu dari
bawah ia mengunakan kaki dan tangannya, menyerang kaki bagian Thian-san Liong-lie.
Serangannya itu dilakukan secara ganas sekali.
Losam atau cebol yang ketiga Wan Hong Hong badannya melesat tinggi, kemudian dengan
menggunakan kedua tangannya menyambar muka lawannya.
Thian-san Liong-lie badannya melesat miring untuk mentingkirkan serangan Tjiong Liat Jang
ditujukan kepada kakinya tangan kirinya melanjutkan satu serangan untuk menyambuti
serangannya Wie Bu Liang, sedang tangan tangannya balik menyambar tangannya Wan
Hong Hong.
Setelah mendengar suara ‘bruk !‘, Wie Bu Liang terpental tubuhnya, dan Wan Hong Hong
yang menampak tangannya hendak disambar, lantas buru-buru narik kembali tangannya,
sedang Tjiong Liat Jang serangannya mengenakan tempat kosong juga lantas melayang
turun ketanah.
Sitiga cebol itu dengan kekuatannya tiga orang masih tidak berdaya menghadapi Thian-san
Liong-lie, dalam gusarnya lantas menyerbu berbareng.
Dilain fihak si iblis berwajah singa sudah mulai menggebrak dengan Empat Setan dari
pak-bin ( Pak-bin Si-kui ).

Empat orang yang mendapat julukan 4 setan itu dengan gerak ilmunya seperti setan gesit
dan lincahnya, ternyata bisa bekerja sama dengan rapat dan baik sekali, hingga si iblis
wajah singa hampir tidak berdaya sama sekali.
Masih ada 10 orang-orang kuat dari golongan hitam yang berdiri sebagai penonton, ketika
menampak dalam medan pertempuran itu telah berlangsung pertempuran dasyat dari dua
rombongan, telah menganggap kedua itu ada kesempatan yang paling baik bagi mereka,
maka dengan berbareng lkantas menyerbu Yo Tjie Tjiong.
Tapi dua penjahat dari Lam-bong dan si Garuda kepala botak yang berdiri menonton si iblis
wajah singa bertarung, ketika menampak perbuatan pengecut itu lantas melesat berbareng,
untuk merintangi majunya orang-orang tersebut.
Suara jeritan ngeri lantas terdengar dari sana-sini, ditanah lalu terkapar bangkainya 6 orang
yang menjadi korban serangan lawannya.
Sisanya buru-buru mundur secara teratur.
Kedua penjahat dari Lam-bong dan garuda kepala botak yang begitu turun tangan lantas
minta korban 6 jiwa dan mengusir mundur sisa yang lainnya, dengan berbareng telah
melayang turun tidak jauh dari Yo Tjie Tjong menggeletak.
Pada saat itu, apabila kedua penjahat dari Lam-bong itu turun tangan, sudah tentu akan
dihalangi oleh garuda kepala botak dari bukit Kow-nia. Sebaliknya apabila si garuda kepala
botak turun tangan , juga akan dirintangi oleh dua penjahat dari Lam-bong.
Dalam keadaan demikian, tiga iblis itu jadi berdiri saling memandang dan memikirkan cara
bagaiman turn tangan.
Thian-san Liong-lie yang menyaksikan keadaan demikian, diam-diam merasa gelisah,
dengan cepat ia lantas menghunus pandangnya, dengan sgerakan yang sangat hebat ia
berhasil mendesak mundur 3 orang cebol yang melakukan serangan secara kalap.
Kemudian jago betina dari Thian-san itu melesat kesampingnya Yo Tjie Tjong.
Dua penjahat dari Lam-bong dan si garuda kepala botak bertiga menjadi terjengang.
Iblis wajah singa yang mengawatirkan mangsanya didahului oleh orang lain,lantas timbul
pikiran buasnya. Dengan kekuatan tenaga penuh yang demikiannya ,ia lantas mengirim
serangannya yang paling ganas kepada lawannya.
Salah satu dari ‘Empat Setan’ yaitu yang paling tua adalah orang yang pertama-tama
menjadi korbannya.
Setan sial itu setelah keluarkan jeritan ngeri,badanya terpertal sejauh tiga tumbak lebih dan
tidak bisa bangun lagi.
Tiga orang kawannya yang menyaksikan keadaan demikian lantas pada berdiri terpaku
dengan kertak gigi,
Iblis wajah singa masih belum merasa puas hatinya, dengan kecepatan bagaikan kilat
kembali ia menyerang setan ketiga yang berdiri diujung kanan. Setan itu sudah kena
tersambar badannya, kedua setan yang lainnya dengan mata beringas menterang
berbareng dari kanan dan kiri.
Iblis wajah singa sambil menggeram hebat dengan menggunakan tubuhnya setan ketiga
yang sudah berhasil ditangkap olehnya untuk memapaki serangan setan kedua dan
kemudian memutar balik tubuhnya menyambuti serangan setan keempat.
Sebentar lalu terdengar suara jeritan ngeri, kepalanya setan ketiga telah hancur remuk
karena digunakan untuk memakai serangan kawannya sendiri.
Berbareng pada saat itu, serangan setan keempat telah beradu dengan kekuatan dari si iblis
wajah singa yang dipakai untuk menjabuti serangan tersebut.
Kesudahnya, setan keempat itu rubuh terduduk ditanah, sedangkan si ivlis berwajah singa
juga terpental mundur lima tumbak.
Setan kedua yang tidak menduga-duga bahwa lawannya ini akan menggunakan tubuhnya
setan ketiga menjabuti serangannya tadi, maka ia sudah tidak sempat menarik serangannya
kembali, sehingga sang kawan itu harus menjadi korban dari tangannya sendiri. Dalam
gusar dan sakit hatinya, ia lantas maju menyerang lagi secara nekad……..
Maka ketika si iblis wajah singa baru saja bisa tancap kaki, serangan setan kedua sudah
sampai.
Iblis wajah singa itu pendengarkan suara ketawanya yang aneh tangan kanannya
melancarkan satu serangan yang hebat sambil menggeser maju badannya.
Sementara itu, lima jari tangan kirinya yang runcing tajam menghantam badannya setan
kedua.
Setan kedua itu badannya telah terpental mundur beberapa tindak karena serangannya si
iblis wajah singa tadi, siapa punya jari tangan terus membayangi menghantam serangan
total, serangan luar biasa dasyat.
Si iblis wajah singa tidak keburu mengegos maka setelah keluarkan seruan tertahan,
mulutnya lantas menyemburkan darah, tubuhnya mundur terhujung-hujung.
Tetapi berbareng tubuhnya si setan kedua dan ditarik sehingga badannya terbelah menjadi
dua bagian dan isiu perutnya berhamburan ditanah.
Semua orang pada bergidik menyaksikan perbuatan si iblis wajah singa itu.
Sehabis membereskan setan kedua, iblis itu menghampiri si setan keempat yang masih
duduk ditanah.
Si setan keempat mendadak lompat bangun, setelah mengawasi mayat ketiga saudaranya,
lantas berseru dengan suara memilukan hati :
,, Iblis tua, kembalikan ketiga nyawa saudaraku !’’
Kegusarannya meluap dari takeran, mukanya berubah buas.’
Ia lalu mengerahkan ilmu simpanannya yang paling ampuh untuk menyerang musuh.
Tangan kanannya mendadak melebar menjadi besar, kemudian berubah menjadi hitam.
Ditengah-tengah telapakan tangannya itu ada timbul satu bundaran seperti bola sebesar
mangkok.
Si iblis wajah singa adalah seorang yang sudah mempunyai banyak pengalaman. Begitu
melihat, segera juga ia mengerti bahwa setan keempat ini bermaksud hendak mengadu jiwa
dengannya dan telah mengerahkan serangan simpanannya yang dinamakan Tok tijang
Kui-tjian’.
Tipu ‘Tok-tjiang Kui-tjian’iniadalah tipu yang menggunakan seluruh kekuatan dan darah yang
dipusatkan ketelapak tangan, kemudian membikin pecah kulitnya sendiri, sehingga dari
kulitnya itu menyemburkan darah laksana anak panah yang terlepas dari busurnya.
Semburan itu dapat mencapai jarak satu tumbak lebih sekalipun badannya berbadan seperti
besi juga jika terkena serangan darah itu bisa tembus.
Tetapi bagi sipenyerang sendiri, juga akan binasa karena kehabisan tenaga dan darahnya,
maka ilmu ini merupakan ilmu serangan yang paling kejam.
Setan keempat itu karena melihat ketiga orang saudaranya sudah binasa semua
ditangannya si iblis wajah singa dan hanya ketinggalan dia seorang diri yang masih hidup,
maka ia telah memilih jalan yang terhir ini.
Si iblid wajah singa yang mengetahui maksud lawannya itu hatinya diam-diam juga terkejut,
maka telah urungkan gerakannya menyerbu lagi.
Telapakan tangan si setan keempat yang melambung seperti bola tadi, tiba-tiba telah pecah
dan menyemburkan darah menyerang kearah si iblis wajah singa.
Betapapun ganas dan buasnya si iblis wajah singa, juga tidak akan berani pertaruhkan
jiwanya sendiri untuk menjabuti serangan yang nekad itu. Dalam kagetnya ia lantas
melompat nyamping kekanan apa mau sekalipun ia sudah bergerak sangat gesit, sehingga
bagian anggota badan terpenting dapat dihindarkan dari serangan tersebut, tetapi tidak
urung daun telinga kirinya sudah terkena semburan darah itu dapat copot jatuh, sedangkan
pundak kirinya juga berlubang mengeluarkan darah segar.
Berbareng dengan itu tubuhnya si setan keempat juga lantas rubuh untuk tidak bangun
kembali.
Iblis wajah singa itu lolos dari bahaya matanya kelihatan lebih buas ia lalu menghampiri
mayat setan ke empat, dengan tangan kirinya ia merobek baju setan ke empat tangan
tangannya lalu di tancapkan kedadanya sebentar kemudian nyalinya si setan ke empat
sudah berada di tangannya.Nyali yang masih bertetesan darah itu lantas di masukan
kemulutnya.
Perbuatan iblis wajah singa talah mengejutkan semua orang yang memyaksikan dan berdiri
bulu roma.
Si iblis wajah singa telah menghilangkan nyali setan ke empat lantas melompat kearah
Tian-san Liong-lie.
Hampir bersamaan pada saat itu tiga orang pendekar dari Kiong-lay juga menyusul.
Pada saat itu keadaan kembali meneggang.
Tian-san Liong-lie tampaknya sedang berpikir keras.Karna pada saat itu Yo Tjie Tjong
masih dalam keadaan pingsan,jika ia tidak berhasil melindungi tentu saja sangat berbahaya.
Dengan kekuatanya sendiri untuk menghadapi kawanan iblis mungkin tidak menjadi soal
tetapi hendak menolong dirinya Yo Tjie Tjong yang sudah hampir mati itu keluar dari tempat
yang berbahaya itu benar-banar merupakan satu persoalan yang sangat sulit
Si iblis wajah singa yang saat itu mulut dan badannya penuh dengan darah manusia dengan
suara bengis lantas membentak :
,,siapa yang tahu gelagat,lekas mundur !”
Dua penjahat dari Lam-bong,tiga pendekar dari Kiong-lay dan si garuda keapala botak dari
bukit Kow-nia,meskipun mreka merasa jeri terhasap keganasan iblis tua itu,tetapi tidak ada
seorangpun yang mau mundur.
Sedangkan Thian-san Liong-lie sambil memegang erat-erat pedang.Mengawasi kawanan
iblis itu tanpa berkedip.
Disamping itu di luar sejarak kira-kira lima tombak jauhnya orang-orang dari
pek-leng,Tjie-in-pang dan Ban-siu-pang dengan sikap yang tenang menyaksikan semua
kejadian yang terjadi di tempat itu seolah-olah kejadian itu tidak ada hubungannya dengan
mereka sendiri.
Selain daripada itu, ditempat sejauh kira-kira sepuluh tumbak masih ada banyak
orang-orang kuat dari golongan hitam dan putih yang hendak menghentikan berahirnya
peristiwa yang mengenaskan demikian.
Diantaraanya, adajuga yang bermaksud hendak mencari untung dalam kekeruhan itu.
Yo Tjie Tjong yang lama pingsan perlahan-lahan telah terlihat membuka matanya, ketika
kedua matanya berbentrokan dengan berapa pasang mata kawanan iblis yang buas-buas
itu, diam-diam merasa bergidik sendirinya, ia insyaf dirinya ada dalam bahaya.
Ketika melihat Thian-san Liong-lie ada disitu, siapa pernah memberikan obat padanya waktu
ia terkena serangan orang-orang ganas, sedang berdiri disampingnya dengan pedang
terhunus, dalam hatinya diam-diam merasa bersyukur. Ia berpikir, siapakah wanita
pertengahan umur itu ? mengapa ters-terusan memperhatikan diriku yang sangat asing dan
sebagai anak piatu yang tidak mempunyai sanak keluarga ? apakah ia mampu menghadapi
kawana iblis itu semua ? jika aku Yo Tjie Tjong tidak binasa, aku nanti akan membalas
budinya yang besar ini.
Karena kesannya yang sangat baik itu, maka ia lantas mengawasi Thian-san Liong-lie
sambil tersenyum.
Justru senyuman itu telah membikin goncang hatinya thian-san Liong-lie. Tekadnya
bertambah bulat untuk menolong dirinya anak muda itu. Ia merasa bahwa dari dirinya anak
muda ini ia akan mendapat sedikit hiburan untuk hatinya yang terluka.
Si iblis wajah singa ketika melihat gertakannya tidak ada seorangpun yang menggubrisnya,
timbul pula hati ganasnya. Setelah berpikir sejenak, tiba-tiba ia memutar kedua tangannya
dan menyerang kearah dua orang penjahat dari lam-bong.
Iblis tua wajah singa ini meskipun adatnya kejam dan buas, tetapi ia bisa bertindak sangat
hati-hati. Ia telah memperhitungkan masa-masa dari kekuatan lawan-lawannya, maka lantas
mengambil keputusan hendak merubuhkan satu demi satu.
Dengan adanya Thian-san Liong- lie disitu,beberapa orang itu tentunya tidak
berdayamendapatkan dirinya Yo Tie Tjong.
Maka ia mau membereskan lawannya yang kuat satu-persatu dulu, setelah itu baru
menghadapi Thian-san Liong-lie.
Tetapi dua penjahat dari Lam-bong itu juga bukannya orang-orang sembarangan, bahkan
kekuatan mereka berdua masih berada diatasnya kekuatan ‘ Empat Setan dari Pak-bin’.
Ketika mereka dijadikan sasaran pertama oleh siiblis wajah singa, sambil keluarkan ketawa
dingin, kedua-duanya lantas mengeluarkan tangan mereka untuk menjabuti serangan si iblis
tua wajah singa itu.
Karena masing-masing pada mendendam maksud untuk mrmbinasakan lawannya. Maka
setiap serangan telah dilancarkan dengan sepenuh tenaga dan ganas.
Sementara itu, dipihaknya tiga orang pendek dari Kiong-lay, ketika menyaksikan kejadianitu
mereka bertiga lantas menganggap bahwa itu merupakan suatu kesempatan baik yang
harus digunakan. Maka setelah satu sama lain memberikan isyarat. Wang Hong-hong
tiba-tiba melesat tinggi, dengan gerakan burung elang menerkam tajam, lantas menyerbu
dirinya garuda kepala botak.
Bersamaan saat itu juga, Wie Bu Liang dengan sepenuh tenaga menerjang Thian-san
Liong-lie, sedangkan Tjiong-Liat juga secepat kilat menyambar dirinya Yo Tjie Tjong dan
melompat keliar kalangan.
Gerakan mereka itu sebenarnya diluar dugaan semua orang. Thian-san Liong-lie wajahnya
berubah seketika, rupanya ia sudah gusar benar-benar. Sambil keluarkan bentakan hebat
pedang di tangannya bergerak seperti bianglala, dengan kecepatan luar biasa sebentar saja
sudah mengeluarkan serangannya secara bertubi-tubi dengan demikian. Maka serangannya
Wie Bu Liang lantas kandas ditengah jalan.
Thian-san Liong-lie merangsek, sehingga Wie Bu Liang seluruh badannya lantas terkurung
oleh sinar pedangnya.
Mendadak terdengar suaranya Thian-san Liong-lie yang berseri kena !’ yang selanjutnya
terdengar suara dijeritnya Wie Bu Liang, ternyata kanan orang she Wie itu sudah terpapas
kutung darah tampak berhamburan ditanah, dan orangnya bergulingan.
Dengan tidak mendongak lagi Thian-san liong-lie lantas mengejar si cebol kedua, Tjiong-liat.
Sementara itu, si garuda kepala botak yang diserbu oleh Wan Hong-hong secara
mendadak,ternyata tidak berkelit atau tidak menyingkirkan diri dari serangan lawannya,
bahkan dengan kedua tangannya ia memapaki serbuannya lawannya itu.
Sementara itu, si garuda kepala botak yang diserbu oleh Wan Hong-hong lantas terpental,
dan setelah jumpalitan ditengah udara baru jatuh ketanah, sedangkan sigarusa kepala botak
sendiri badannya juga terhujung-hujung.
Si garuda kepala botak yang dalam golongan hitam paling terkenal dengan kepandaian
mengentengi tubuhnya, setelah kakinya berdiri lagi, lalu meledat tinggi keatas mengejar
Wan Hong-hong.
Si iblis wajah singa dan kedua orang penjahat dari dari Lam-bong, ternyata merupakan
lawan yang berimbang. Meskipun kedua pihak sudah berdaya sedapat-dapatnya untuk
menjatuhkan lawannya, tetapi untuk sementara tidak ada yang berhasil melepaskan diri dari
lawannya, keadaannya ternyata sudah berubah.
Tjing-liat, si pendek yang kedua, ternyata sudah binasa dalam keadaan terkutung
kepalanya, sedangkan pemuda baju kuning, Yo Tjie Tjong, sudah dikuasai oleh
orang-orangnya Pek-leng-hwee, dan Ban-siu-pang.
Thian-san liong-lie dan lain-lainnya pada berdiri sejarak dua tumbak lebih.
Si iblis wajah singa dengan mata beringas lantas hendak menerjang maju…..
Tetapi sesaat itu mendadak terlihat berkelebatnya satu bayangan putih, Tjien Bie Nio
dengan sepasang pedang dikedua tangannya menghadang didepannya Yo Tjie Tjong, ia
masih tetap dengan gusar lantas ia berkata kepada Tjien Bie Nio :
,, Tjien Bie Nio, perkataanmua tadi masih berlaku atau tidak ?’’
,, Perkataan apa ?’’
,, Setan cilik ini sksn kubelek perutnya.’’
Meskipun dirinya Yo Tjie Tjong sudah dikuasai orang, tetapi pikirannya masih terang. Ketika
mendengar perkataan si iblis wajah singa itu, bukan kepalang rasa gusarnya, ia segera
mengerti bahwa maksudnya kawanan iblis itu ialah hendak mengambil mustika dari dalam
perutnya.
Atas ucapan si iblis wajah singa tadi, Tjien Bie Nio lalu menyahut sambil ketawa :
,, Setiap perkataan yang keluar dari mulut kami selalu berharga.’’
Si iblis tampaknya kegirangan, ia berkata pula dengan suara cemas :

,, Apa sekarang juga kau hendak memberikan setan cilik itu kepadaku,’’
,, Ini sangat mudah sekali, Cuma sahabat-sahabat dunia Kang-ouw yang berada disekitar
tempat ini apakah……..’’ jawab Tjien Bie Nio mengerling kearah dua penjahat dari
Lam-bong, garuda kepala botak dan lain-lainnya.
Belum sampai si iblis wajah singa menjawab mendadak Wie Bu Liang si pendek yang tertua
menjelak dengan suara gusar.
,, Kembalikan jiwa saudaraku !’’ lalu ia bersama saudaranya yang ketiga lantas menyerang
berbareng pada Tjien Bie Nio.
Ternyata si pendek yang kedua Tjing-liat, tadi ketika berhasil merebut dirinya Yo Tjie Tjong
dan hendak dibawa kabur telah binasa ditangannya Tjien Bie Nio, dengan demikian Yo Tjie
Tjong juga telah direbut oleh Tjien Bie Nio.
Ketika melihat kedua orang cebol itu menerjang, Tjien Bie Nio tertawa terpingkal-pingkal,
lantas memutar kedua pedangnya, sehingga pedang itu merupakan tembok yang
melindungi dirinya.
Kedua orang pendek tadi terpaksa harus melancarkan serangan menggunakan tenaganya
dengan sepenuh tenaga.
Serangan dari kedua orang pendek itu ternyata sangat hebat sebab mereka sudah berhasil
membuyarkan tembok pedangnya Tjie Tjong juga direbut oleh Tjien Bie Nio, tetapi
keduanya juga terpental jauh.
Dipihak si iblis wajah singa, setelah permintaannya diterima baik oleh Tjien Bie Nio, pikirnya
asal tidak ada orang ketiga yang turut campur tangan, dirinya Yo Tjie Tjong segera akan
terjatuh dalam tangannya, maka seketika itu ia lantas turun tangan membantu Tjien Bie Nio.
Tiga orang pendek dari Kiong-lay yang sekarang Cuma tinggal dua orang lagi, rupa-rupanya
mengerti bahwa jika pertempuran dilakukan terus, tidak akan menguntungkan fihaknya
sendiri, ketambahan lagi si pendek yang tertua saat itu tangannya Cuma tinggal sebelah,
maka pengharapan mereka jadi semakin tipis untuk merebut kemenangan.
Setelah menyaksikan si iblis wajah singa membantu Tjin Bie Nio, kedua-duanya lalu lompat
melesat sejauh setumbak lebih menghindari serangan si iblis wajah singa itu dan lantas
hilang kedalam rimba.
Si iblis wajah singa tertawa bergelak-gelak, lalu berpaling dan berkata kepada dua penjahat
dari Lam-bong.
,, Apakah kalian masih belum mau lepas tangan ?’’
Dua penjahat dari Lam-bong itu mengawasi Tjin Bie Nio dan Thian-san liong-lie sejenak,
kedua-duanya lantas mundur sejauh sepuluh tumbah.
Sementara itu, si garuda kepala botak juga meninggalkan tempat tersebut.
Disitu hanya tertinggal Tjin Bie Nio, kedua pangcu, si iblis wajah singa dan Thian-san
liong-lie.
Yo Tjie Tjong dengan wajah pucat pasi, kedua tangannya dipegangi oleh orang-orangnya
Pek-leng-hwee, saat itu berdiri ditempat sejauh lima tumbak, dengan matanya juga beringas
ia mengawasi kawanan iblis itu.
Si gadis baju merah yang dipanggil ‘Kiauw Djie’ terus menggerak-gerakan pecut lemas
ditangannya, sebentar mengawasi Yo Tjie Tjong yang berada disampingnya, sebentar lagi
mengawasi kedalam kalangan. Tampak tegas sekali betapa tegang perasaan hatinya,
sedangkan pemuda baju ungu itu kelihayan berdiri sebagai penonton dengan perasaan
puas.
Thian-san liong-lie dengan sangat memperhatikan mengawasi Yo Tjie Tjong sejenak,
kemudian telah mengambil suatu keputusan tetap. Dengan keadaan tidak bersuara ia lantas
melajang kea rah Yo Tjie Tjong.
Orang-orangnya Pek-leng-hwee yang saat itu menguasai dirinya Yo Tjie Tjong, kecuali dua
orang kuat yang memegang tangannya Yo Tjie Tjong, masih ada lagi lima orang tua.
Kala itu, ketika melihat melesatnya bayangan manusia, lima orang tua itu lantas maju
berbareng, masing-masing mengeluarkan serangan tangannya.
Thian-san liong-lie, sebelum lawan sampai sudah melanjutkan serangan tangannya, maka
serangan kelima orang tadi lantas berbentrokan dengan serangan tangannya Thian-san
liong-lie, dan kelima orang tua itu lantas terpental mundur semuanya.
Sebentar kemudian, pedangnya Thian-san liong-lie dengan kecepatan kilat sudah menikam
kearah laki-laki yang sedang memegang dirinya Yo Tjie Tjong.
Mendadak suara ‘ terang terdengar nyaring, pedang Thian-san liong-lie telah terpental
miring.
Ketika ia melihat siapa orangnya yang mengkis serangannya tadi, ternyata orang itu adalah
Tjin Bie Nio yang dengan sepasang pedangnnya sudah berdiri didepannya kedua laki-laki
tua tadi denga wajah merah padam.
Terang bahwa ia tadi sudah menggunakan tenaga sepenuhnya untuk mengkis serangan
Thian-san liong-lie.
Yo Tjie Tjong yang masih terluka parah, saat itu dirinya dipegangi oleh dua orang laki-laki
kuat, tampaknya terus menggigil, sedangkan jidatnya sudah penuh keringat dingin. Ia hanya
kuatkan hatinya saja sehingga tidak merintih.
Saat itu, ketika menyaksikan Thian-san liong-lie telah menolong dirinya lagi, bahkan dengan
tidak menghiraukan jiwanya sendiri, hatinya merasa tergerak.
Kedua matanya yang sayu telah memancarkan sinar berterima kasih mengawasi Thian-san
liong-lie, sedangkan dalam hatinya berpikir : Wanita pertengahan umur ini kalau dilihat dari
wajahnya, seharusnya aku panggil kwok-kwok ( bibi ) padanya. Jika hari ini aku akan binasa
ditangannya kawanan iblis, busi ini rasanya hanya dapat kubahas dilain penitisan.
Tjin Bie Nio kecuali cabul dan centilnya yang sudah sangat terkenal, juga merupakan
seorang cerdik juga banyak akalnya. Ketika melihat Thian-san liong-lie berkali-kali turun
tangan melindungi dirinya Yo Tjie Tjong, dengan tidak menghiraukan segala bahaya, ia
sudah mengetahui bahwa disitu pasti ada sebab-sebabnya maka ia lantas berkata sambil
ketawa :
,, Tho Lihiap perlu apa campur tangan dalam urusan ini ?’’
,, Campur tangan ? apa dosanya anak ini ? mengapa kalian akan membelek perutnya dan
mengambil mustikanya ? perbuatan jahat yang melanggar hukum dan perikemanusiaan ini,
aku Tho Hui Hong tidak boleh tidak harus turut campur tangan’ jawab Thian-san liong-lie
tegas.
Jawabnya itu telah membuat Tjin Bie Nio wajahnya berubah seketika.
Pangcu dari Tjie-in-pang, Lie Bun Hao, tiba celetuk :
,, Tho Lihiap, barangkali tidak bermaksud dengan kami berdua pang dan Pek-leng-hwee.’’
,, Dua pang Pek-leng-hwee tidak dapat menggertak orang.’’jawab Thian-san liong-lie sambil
ketawa dingin.
Pangcu dari Ban-siu-pang. Tio Phan, lantas berkata sambil ketawa bergelak-gelak :
,, Sombongnya perkataan Tho Lihiap.’’
,, Kalau benar, kau mau apa ?’’ jawab Thian-san liong-lie ketus.
Tiba-tiba Tjin Bie Nio mengeser kakinya tiga tindak, tangannya menekan jalan darah
Beng-hun-hiat dibelakang gegernya Yo Tjie Tjong. Dengan wajah masih ramai dengan
senyuman ia berkata kepada Thian-san liong-lie :
,, Tho Lihiap barangkali tidak suka melihat bocah cakap ini melayang jiwanya disini ?’’
Thian-san liong-lie melongo.
Yo Tjie Tjong lantas membentak dengan suara yang serak :
,, Iblis perempuan, aku Yo Tjie Tjong menyesal sekali tidak bisa membeset kulitmu dan
makan dagingmu !’’
Thian-san liong-lie hampir saja meledak dadanya, wajahnya nampak merah padam, dengan
suara gusar ia berkata :
,, Pek-leng-hwee dan Tjie-in-pang serta Ban-siu-pang ternyata Cuma bisa mengeluarkan
perbuatan yang begitu rendah, turun tangan selagi orang tidak berdaya. Apa masih ada
muka untuk mengaku sebagai ketua dari partai-partai terbesab dalam dunia Kang-ouw ?’’
Tjin Bie Nio lepaskan tangannya, ia maju 3 tindak dan kata dengan tenang :
,, Menurut pikiran Tho Lihiap, urusan ini bagaimana harus kita bereskan ?’’
,, Anak ini dengan perkumpulan kalian sebetulnya ada masalah apa ? mengapa kalian harus
membinasakan jiwanya ? jika memang benar anak ini memang cukup alasannya patut
dibinasakan, maka aku Tho Hui Hong akan terlalu tanpa ambil perduli lagi !’’ jawab
Thian-san liong-lie, mendengar perkataan itu, merah mukanya Tjin Bie Nio.
Memang sebetulnya mereka tidak punya alasan untuk mengambil jiwa Yo Tjie Tjong,
mereka hanya mencurigakan dirinya pemuda itu ada hubungan dengan golok maut.
Tapi karena hal itu ada menyangkut urusan atau peristiwa yang terjadi pada 20 tahun
berselang, biar bagaiman tentu mereka tidak dapat menjelaskan.
Tjin Bie Nio dengan kecantikannya, kegenitan dan akal muslihatnya yang banyak, telah
merupakan kepala dalam rombongan dari orang-orang Pek-leng-hwee, Tjie-in-pang dan
Ban-siu-pang-siu-pang. Saat itu setelah berdiam sejenak, lalu menjawab dengan sangat
misterius :
,, Urusan ini ada menyangkut urusan pribadi dalam perkumpulan kami, maaf tidak dapat
kami beritahukan kepadamu !’’
,, Segala permusuhan dan dendaman dalam dunia Kang-ouw, boleh saja diumumkan
secara terus terang, dalam urusanmu ini mungkin ada urusan yang tidak patut diketahui
oleh orang lain ?’’ Tanya Thian-san liong-lie.
Sebetulnya Yo Tjie Tjong sendiri juga mengerti, tapi ia tidak mau buka mulut, karena jika ia
menerangkan dirinya bukan Cuma Pek-leng-hwee, Tjie-in-pang dan Ban-siu-pang saja akan
membinasakan dirinya, tapi masih ada banyak lagi manusia iblis yang menakutkan tentunya
juga tidak akan melepaskan dirinya.
Tjin Bie Nio rupanya merasa jengah, sikapnya yang genit lantas musnah seketika. ,, Tho Hui
Hong, kami ketua dari Pek-leng-hwee ada menjungjung tinggi kau seorang pendekar wanita
kenamaan, maka selalu bersikap mengalah. Jangan ka uterus mendesak demikian rupa.
Aku sekarang Tanya hendak kau, hari ini kau hendak berbuat apa ?’’ demikian Tanya gusar.
,, Harap kau suka lepaskan anak yang tidak berdosa ini dengan sekuat tenaga yang ada
padaku !’’
Suasana kembali menjadi tegang.
,, Dengan memandang mukamu Thian-san liong-lie, bukan tidak bisa kita lepaskan anak ini,
tapi……’’ jawabnya Tjin Bie Nio dingin.
,, Tapi bagaimana ?’’
,, Orang lain mau mengerti atau tidak ? kami tidak tahu !’’ sahutnya Tjin Bie Nio sambil
melirik pada si iblis wajah singa.
,, Kalau begitu kau lepaskan dulu orangnya, tentang orang lain mau mengerti atau tidak, ada
urusanku Tho Hui Hong !’’ Thian-san liong-lie mendesak.
Dengan tanpa ragu-ragu Tjin Bie Nio lantas memberi tanda kepada kedua laki-laki yang
memegangi tangan Yo Tjie Tjong, kedua laki-laki itu lantas lepaskan cekalannya. Dan selagi
kedua pangcu itu hendak membuka mulut, tapi sudah dicegah oleh Tjin Bie Nio dengan
lirikan matanya yang tajam.
Sepasang alisnya Kiauw-djie yang dikerutkan sejak tadi, kini baru kelihatan terang.
Yo Tjie Tjong dengan badan sepoyongan menghampiri Thian-san liong-lie, kemudian
berkata padanya dengan suara sangat terharu :
,, Bibi Tho, izinkan aku demikian memanggil dirimu. Terhadap budimu yang begitu besar
yang kau lepaskan kepada diriku, aku tidak berani mengucapkan bisa membalas. Tapi aku
Yo Tjie Tjong selama masih hidup, pasti akan ingat terus budimu ini dalam hatiku.
Sehabis mengucapkan perkataannya itu, sikap dan wajahnya kembali nampak sangat dingin
dan kecut, sedang matanya memancarkan sinar kebencian.
Sebutan Bibi Tho itu ternyata sangat menggirangkan hati Thian-san liong-lie, sehingga
sepasang matanya yang agak layu memancarkan sinar yang menandakan tergoncangnya
sang hati. Ia terus mengawasi wajahnya Yo Tjie Tjong, agaknya sedang mencari-cari
barangnya prang yang sudah menghilang dari depan matanya, tapi agaknya juga seperti
mengenangkan kepada masa yang sudah lampau. Akhirnya ia berkata sendiri dengan suara
perlahan : “…Betapa miripnya anak ini dengan dia..”
Wajahnya mendadak berubah sedih, air mata tampak mengembang ditelakupan matanya.
Kemudian mengetes turun kedadanya.
Yo Tjie Tjong memandang dengan perasaan heran, entah siapa yang dimaksudkan denga
si `Dia` ?
Saat itu mandadak terdengar suara ketawa aneh, si iblis wajah singa sudah lompat maju ke
depan Thian-san liong-lie, dengan matanya yang beringas ia berkata dengan sengit :
…Thian-san liong-lie, kau berani bermusuhan dengan aku si orang tua ?”
Thian-san liong-lie angkat perlahan-lahan mukanya, baru menjawab dengan suara dingin :
…Kau hendak berbuat apa ?”
…Kalau kau kenal gelagat, lekas serahkan dirinya bocah ini !”
Yo Tjie Tjong lekas nyeletuk dengan mata beringas :
…iblis tua, aku Yo Tjie Tjong kalau tidak mati, pasti akan bikin remuk tulang-tulangmu !”
….setan cilik, kau pasti tidak bisa hidup lagi, tunggu sampai lain penitisan kau baru bisa
membuat perhitungan hutang ini !” kata si iblis wajah singa.
Thian-san liong-lie nampaknya sudah gusar benar-benar ia bertanya dengan suara bengis :
…iblis tua, kau benar-benar hendak melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan
prikemanusiaan !”
…Kau berani ganggu selembar rambut saja anak ini, pembalasan segera berada didepan
mata !”
…He…he…he! Orang semacam kau masih belum pantas untuk mengucapkan demikian “
…Kalau begitu kau boleh coba saja !”
Rambut dan jenggot si iblis wajah singa nampak pada berdiri mulutnya mengangah hingga
kelihatan calingnya yang tajam. Sikapnya itu sungguh menakutkan, seolah-olah siluman
wajah singa berbadan manusia.
Setelah pendengaran geramnya yang seram, ia lantas menyerang dengan beruntun sampai
8 kali kepada Thian-san liong-lie.
Iblis ini sudah napsu benar-benar hendak mendapatkan mustika dari dalam perutnya Yo Tjie
Tjong. Dan Thian-san liong-lie, wanita setengah umur yang sangat cantik ini, merupakan
musuh kuatnya yang terakhir. Maka ia harus menghadapi dengan dengan sepenuh
tenaganya.
Serangan 8 kali itu dilanjutkan sekaligus, setiap gerakan mengandung kekuatan tenaga
dalam yang hebat.
Thian-san liong-lie mundur 3 tindak, baru berhasil menghindarkan serangan yang sangat
hebat itu.
Ketika serangan lawanya agak kendor, ia lantas balas menyerang dengan pedang
panjangnya.
Ia melanjutkan serangan berantai sampai 9 kali.
Iblis wajah singa itu nampak sangat ripuh. Setelah berkelit kesana-kemari, baru berhasil
meloloskan diri dari ancaman ujung pedangnya Thian-san liong-lie. Tapi dengan demikian
justru telah membangkitkan kebuasannya.
Dengan mendadak ia tarik mundur dirinya sampai 5 kali. Lalu mendorong kedua tangannya
dengan kekuatan tenaga sepenuhnya. Seketika itu lantas terbit angin hebat yang
ditimbulkan oleh serangan si iblis wajah singa tua itu. Serangan itu benar-benar sangat
dahsyat. Thian-san liong-lie meski ada satu ahli pedang kenamaan tetapi kekuatan tenaga
dalamnya masih kalah setengah tingkat dari pada si iblis wajah singa, maka pedangnya
lantas tidak dapat digunakan.
Ketika menapak serangan lawannya ada begitu hebat, ia tidak berani menyambuti dengan
kekuatan tangan kanannya dan terpaksa berkelit kesamping sampai 8 kali jauhnya.
Si iblis wajah singa tidak mau memberi hati, dengan cepat susulkan serangan berikutnya.
Karena dirinya sedang terluka parah, bergerak saja masih menjadi pertanyaan, mana ada
kemampuan untuk melawan para iblis tua ?
Thian-san Liong Lie meski membela dirinya secara mati-matian meski untuk menghadapi si
Iblis Wajah singa rasanya masih tidak menjadi soal, tapi jika Tin Bie Nio Dn kedua pancu itu
turut turun tangan, sudah tentu ia tidak dapat melawan. Disamping itu masih banyak lagi
kawanan iblis yang mengincar diam-diam ? Masih belum diketahui.
Pikir bolak-balik, semuanya merupakan jalan buntu, satu-satunya jalan ialah kematian.
Dalam keadaan demikian, ia telah inggat dirinya yang tidak ketahuan asal-usulnya. Ia ingat
dendam sakit hati gurunya.
Denangan tidak terasa, air matanya lantas mengalir turun.
Ia tidak takut mati, tapi ia merasa bahwa pada saat itu ia tidak boleh mati.
Banyak urusan masih masih menantikan padanya, yang ia harus dapat melaksanakan
sebaik-baiknya.

Namun dalam keadaan demikian, pengharapannya hidup rasanya sedikit sekali !


Dengan tanpa terasa ia lantas berpaling dan berkata kepada Thian-san Liong-Lie.
..Bibi Tho, pergilah ! Budi kebaikanmu, sampai matipun aku tidak bisa melupakan. Buat
sekarang ini aku susah menandingi mereka, jikalau aku terjadi apa-apa atas dirimu karena
hendak menolong diriku …….” Perkataannya kandas sampai disini. Thian-san Liong-Lie
dengan sorot matanya yang penuh welas asih, yagn memandang wajah Yo Tjie Tjong,
kemudian menjawab dengan suaranya yang lemah lembut :
….Anak, bibi Tho sejak berkelana di dunia Kang-ouw, belum pernah tunduk kepada
pengaruh kejahatan !”
Jawaban itu telah menggerakan hatinya Yo Tjie Tjong, wajahnya yang putih lantas berubah
merah.
Dari mulutnya seorang wanita, telah keluar perkataan yang demikian gagah. Benar-benar
sangat menggerakan hati Yo Tjie Tjong dan sesungguhnya juga memalukan kaum laki-laki
yang menganggap diri ada seorang gagah.
Si Iblis wajah singa karena daging gemuk yang sudah berada dalam mulutnya telah hilang
lagi, lantas menjadi kalap, dengan mata mendelik dan mulut berkaok-kaok ia berkata
kepada Thian-san Liong-Lie :
…Thian-san Liong-Lie, apa kau benar-benar tidak kenal dengan gelagat ? . Tidak peduli kau
ada mengandalkan dirinya siapa yang bagaimana lihainya, aku si Orang Tua akan turun
tangan terhadap dirimu juga !”
Oleh karena itu Iblis Tua menyebut orang yang diandalkan oleh Thian-san Liong-Lie,
membuat Tjin Bie Nio dan kedua pancu saat itu pada terkejut. Kalau sejak tadi mereka
mereka masih berlaku hormat kepada Thian-san Liong-Lie, membuat Tjin Bie Nio dan kedua
pancu saat itu pada terkejut.
Kalau sejak tadi mereka masih berlaku horamt kepada Thian-san Liong-Lie sebabnya ialah
dibelakangnya Thian-san Liong-Lie masih ada seorang yang kepandaiannya luar biasa
tingginya.
Suhunya Thian-san Liong-Lie “ To-thian Le-siu usianya sudah lebih seratus tahun, tinggi
kepandaiannya tidak bisa di jajaki, tabeatnya juga luar biasa. Di dalam rimba persilatan tidak
ada yang berani main-main padanya.
Di mulutnya si Iblis wajah Singa itu meski mengatakan demikian , tapi dalam hatinya
sebetulnya merasa kebat-kebit, biar bagaimana ia tidak berani turun tangan jahat terhadap
muridnya orang gagah itu.
Apa lagi kekuatanya sendiri ada seimbang dengan kekuatannya Thian-san Liong-Lie kalau
bertempur benar-benar. Belum tau siapa yang akan menang dan siapa yang kalah.
Thian-san Liong-Lie ketika mendengar si Iblis wajah siapa nyebut-nyebut orang yang
diandalkan. Sudah tentu yang dimaksudkan adalah suhunya, maka lantas berkata sambil
ketawa dingin :
…Aku Tho Hui Hong sejak berkelana didunia Kang-ouw belum pernah membawa-bawa
namanya suhu !”
Si Iblis wajah Singa itu sedang mengimpikan cita-citanya menjadi orang kuat nomor satu di
dunia , sudah tentu menjadi gelap pikirannya.
Dengan sorot mata buas, ia memandang dirinya. Yo Tjie Tjong.
Tapi satu-satunya rintangan terberat adalah Thian-san Liong-Lie maka ia harus merubuhkan
dirinya wanita itu, maka seketika ia lantas berkata :
…Bagus sekali !Biarlah aku yang menyingkirkan kau !”
Baru saja menutup mulutnya tangannya, tangannya melancarkan 5 serangan dengan
beruntun.
Thian-san Liong-Lie pada saat itu masih berdiri dihadapan Yo Tjie Tjong kira-kira 5 kaki
jauhnya, kalau ia berkelit, pasti dirinya Yo Tjie Tjong yang menjadi sasaran serangannya
Iblis tua itu.
Sang waktu tidak memberikan kesempatan untuk ia banyak berfikir, terpaksa sambil gertak
gigi ia menymbuti serangannya si Iblis wajah singa itu. Setelah kedua kekuatan beradu,
Thian-san Liong-Lie terpental mundur beberapa tindak, dadanya dirasakan sesak.
Sejenak ia memulihkan jalan pernapasannya. Kemudian ia putar pedangnya melanjutkan
serangan membalas dengan hebatnya.
Tipu-tipu serangan pedang yang membingungkan musuh yang diperlihatkan secara indah
dan bersahaja. Sehingga membuat kelabakan si Iblis. Ia terpaksa mundur sampai satu
tombak jauhnya, mulutnya berkaok-kaok tidak berhentinya.
Ia menantikan sampai serangan Thian-san Liong-Lie agak kendor, lalu buka serangannya
pula. Kedua pihak nampaknya tidak ada yang mau mengalah.
Setelah pertempuran berjalan seratus jurus lebih, kedua pihak sudah kelihatan lelah, gerak
serangannya mulai kendor, meski demikian, tapi setiap serangan cukup untuk mengambil
jiwa lawannya.
Mendadak Thian-san Liong-Lie melanjutkan tipu serangan simpanan yang paling lihay yang
dinamakan `Seng-Lo-kie-po`. Tipu serangn ini setiap dikeluarkan, pasti meminta korban.
Selama hidupnya Thian-san Liong-Lie baru menggunakan dua kali saja tipu serangan
demikian.
Si Iblis Wajah Singa ketika nampak Thian-san Liong-Lie mengeluarkan tipu serangannya
yang aneh itu. Ia jadi kebingungan untuk menjaga dirinya, maka seketika itu timbul pikiranya
untuk mengadu jiwa.
Ia tidak mundur, sebaliknya merangsak maju. Ia putar kedua tangannya dengan cepat ia
hendak menggunakan kekuatan tenaga dalamnya untuk merintangi serangannya pedang.
Disamping itu ia lantas gigit lidahnya sendiri sehingga dalam mulutnya penuh darah.
Dibarengi dengan tenaga dalamnya, darah dari dalam mulutnya disemburkan kewajahnya
Thian-san Liong-Lie.
Perbuatan itu juga merupakan tindakan terakhir bagi si iblis tua itu.
Ia mengunakan tipu serangan itu harus menghamburkan kekuatan tenaga dalam yang tidak
sedikit, tapi si iblis wajah singa yang berada dalam keadaan kepepet, ia sudah tidak pikirkan
lagi bahwa tindakannya itu akan membuat hilang kekuatannya yang ia latih beberapa puluh
tahun lamanya.
Sebentar kemudian, kelihatan kedua-duanya pada mundur.
Si Iblis wajah singa tangannya terpapang kutung, darah darah menyembur keluar seperti air
mancur.
Thian-san Liong-Lie pipi kanannya terkena semburan darahnya si iblis, sehingga terdpat tiga
lubang sebesar kacang kedele, wajahnya yang cantik manis, kini telah menjadi cacat.
Selain dari pada itu, sebutir darah lagi mengenakan dengan tepat pada jalan darah
`Sim-hiong-hiat`sehingga ia lantas jatuh duduk ditanah.
Si Iblis wajah singa menggunakan jarinya menotok jalan darah lengan kanannya untuk
mencegah mengalirnya darah lebih banyak kemudian badannya bergerak menubruk dirinya
Yo Tjie Tjong yang masihj berdiri kesima.
…tunggu dulu !” demikian mendengar suara bentakan nyaring.
Badannya si iblis tiba-tiba terpental mundur oleh kekuatan angin yang menyerang padanya,
ia ketika pentang matanya. Ternyata adalah Tjin Bie Nio yang berdiri dihadapannya.
Sebentar saja, pasir dan batu berhamburan. Suatu gemuruh terdengar saling menyusul.
Thian-san liong-lie dengan mengandal gerak badannya yang lincah dan gesit. Berhasil
menghindarkan dari serangannya si iblis wajah tua itu.
Tapi Yo Tjie Tjong masih terluka parah, lantas kehilangan pelindungnya.
Si iblis wajah tidak mau sia-siakan kesempatan yang baik itu selagi Thian-san liong-lie ripuh
menghindarkan diri serangannya. Dengan kecepatan bagikan kilat ia menyambar dirinya Yo
Tjie Tjong.
Thian-san liong-lie yang sudah tidak keburu menolong dirinya Yo Tjie Tjong dalam keadaan
kepepet tiba-tiba telah melontarkan pedangnya ke arah iblis.
Lontaran itu dilakukan dengan separuh tenaga, apalagi jarak antara ia dengan si iblis Cuma
2 tumbak saja jauhnya, dapat dibayangkan betapa hebatnya serangan tersebut.
Si iblis wajah singa yang baru saja merasa girang karena usahanya sudah berhasil tidak
menduga kalau Thian-san liong-lie melontarkan pedangnya.
Kalau ia teruskan tindakannya, meski dirinya Yo Tjie Tjong bisa didapatkan, tapi tapi
pedangnya Thian-san liong-lie pasti akan menembus badannya.
Dalam keadaan demikian sudah tentu melindungi jiwanya dulu yang paling penting.
Ia lalu ayun tangan kanannya untuk menyampok badan pedang. Sedang badannya sediri
lantas melesat mundur 5 kaki.
Sedang Thian-san liong-lie berbaring pada saat melontarkan pedangnya, dirinya sudah
melompat melesat kedepannta Yo Tjie Tjong. Maka ketika pedangnya kesampok oleh
tangannya si iblis wajah singa ia lantas sambar kembali dengan tangannya.
Tindakan yang sangat berani dan bagus sekali itu membuat kesima semua orang yang
menyaksikannya.
Hanya Thian-san liong-lie yang sikapnya nampak berlainan dengan orang banyak.
Semula ia nampak girang melihat tindakannya si iblis wajah singa akan berhasil tetapi ketika
melihat Thian-san liong-lie dapat mencegah maksud musuhnya dengan caranya yang
sangat hebat itu alisnya lantas dikerutkan.
Iblis wanita yang ganas dan genit itu apa yang sebetulnya yang di pikir dalam hatinya ?
siapapun tidak ada yang tahu ! benarkah ia dapat membiarkan si iblis wajah singa berhasil
mendapatkan dirinya Yo Tjie Tjong ?Rasanya masih belum tentu!
Sekalipun pancu dari Tjie Tjong-in-pang dan Ban-siu-pang yang merupakan `orang dekat`
juga masih tidak bisa menebak maksud maksudnya si wanita genit itu.
Keadaanya Yo Tjie Tjong itu waktu sesungguhnya sukar di lukiskan dengan pena. Dengan
secara kebetulan ia telah menelan mustika yang sangat mukjijat bagi orang rimba persilatan
tapi kini dirinya mendadak menjadi rebutan kawanan iblis. Dan semua iblis itu tujuannya
ialah serupa : hendak membelek perutya !
Bab Sesudah: Bagian Ke Tujuh

Bagian Ke Tujuh

PANGCU dari Tjie-in-pang Lie Bun Hoo dan pangcu dari Bang-sio-pang Thio Pan, juga ikut
nyerbu dalam kalangan, mereka berdiri berdampingan dengan Tjin Bie Nio.
…Tjin Bie Nio saat itu wajahnya sudah tidak semanis seperti tadi, dengan suaranya yang
dingin ketus ia balas menanya :
…Pungkir apa ?”
..Lohu sudah menepati janji memukul mundur semua orang yang ingin turut ambil bagian
dalam urusan ini. Tadi kau kata sendiri, setelah lohu memukul mundur mereka bocah ini
hendak kau serahkan kepada lohu untuk di belek perutnya dan diambil mustikanya, apa kau
tidak mengakui janjimu sendiri.
…benar, memang aku tadi kata begitu “
…kalau brgitu mengapa kau merintangi tindakanku ?”
…Tapi sekarang keadaannya ada lain, aku tidak ingin bocah ini biasa !”
…Benarkah kau hendak mengingkari janjimu sediri ?”
…kau jangan lupa bocah ini tadi jatuh ditangan siapa?
Dia selain kita lepaskan sesudah terjatuh dalam tangan orang-orang Pek-leng-hwee,
Tjie-in-pang Lie Bun Hoo, maka perjanjian tadi harus kita batalkan “
Si iblis wajah singa yang mendengar itu, hatinya sangat mendelu. Bukan kepalang
gusarnya.
Sampai-sampai urat jidatnya kelihatan menonjol. Matanya mendelik seperti seperti mau mau
meloncat keluar. Tetapi mulutnya tidak bisa mengatakan apa-apa.
Pada saat itu matahari sudah kelihatan mendoyong ke Barat. Angin malam meniup
sepoy-sepoy. Puncak gunung sekitar danau Liong-than sudah diliputi oleh suasana malam.
Yo Tjie Tjong dengan susah payah berjalan menghampiri Thian-san Liong-Lie.
Ia melihat wajahnya Thian-san Liong-Lie yang cantik bercacad oleh serangan yang ganas
dari si iblis wajah singa semata-mata karena hendak menolong dirinya.ia merasa tidak enak
terhadap wanita cantik yang berbudi luhur itu, maka lalu berkata padanya dengan dengan
suara agak bergetar :
…Bibi Tho, kau……….”
….Anak, tidak apa. Aku hanya menyesal tidak mempunyai tjukup kekuatan untuk menolong
kau dari tangannya kawanan iblis ini….”
Thian-san Liong-Lie tidak sanggup melanjutkan perkataanya, dalam hati berdo`a supaya
pemuda yang cakap ganteng ini tidak mengalami nasibnya yg mengerikan.
Yo Tjie Tjong pada saat itu juga seperti mendapat firasat bahwa tangan maut sedang
melambai-lambai hendak menyembutnya ia seperti merasa bahwa ajalnya sudah hampir
sampai, dengan tidak terasa air matanya mengalir keluar.
Kematian ada merupakan berakhirnya penghidupan manusia. Setiap manusia tidak akan
terhindar daripada kematian.
Yo Tjie Tjong bukan karena takut mati, tetapi kematian yang mengenaskan, apa lagi mati
ditangan musuhnya, kematian itu baginya merupakan penderitaan bathin yang sangat
hebat.
Dengan perasaan putus asa ia menghelap napas panjang kembali ia berkata kepada
Thian-san Liong-Lie.
….Bibi Tho, budi kebaikanmu terpaksa hanya bisa kubalas pada lain penitisannya .”
….Anak, siapa suruh kita saling jumpa ? ini yang dinamakan jodoh yang sudah diatur oleh
yang maha kuasa. Kau masih sangat muda, barangkali tidak akan memahami perkataanku
ini”.
…Bibi Tho, kau …..”
Yo Tjie Tjong menatap wajah cantik pertengahan umur itu yang berusaha sedapat mungkin
untuk menolong jiwanya tanpa menghiraukan keselamatan jiwanya sendiri. Tiba-tiba ia
merasa sedih dalam hati.
Sehingga air-mata mengalir bercucuran tanpa terasa.
Dengan tindakan berat ia berlalu meningalkan bibinya yang baik hati itu. Dalam hatinya
diam-diam mendoakan :Bibi Tho,selamat tinggal.biarlah kau selalu dalam keadaan sehat
dan bahagia.
Ia berlalu karena ia tidak ingin orang yang memperhatikan dirinya begitu sangat, akan
binasa ditangan musuhnya karena hendak membela dirinya.
Kira2 dua tumbak jauhnya disebelah sana, si Iblis wajah singa yang amarahnya sudah
memuncak,telah mendengarkan suara ketawanya yang benar2 seperti iblis.
Selagi ia masih ketawa itu tanggan kirinya mendadak mengeluarkan sebuah benda hitam
sebesar kepalan tangan.Benda hitam itu mengeluarkan bau harum yang sangat luar
biasa.Tjin Bie Nio dan kedusa pangtjuketika menyaksikan benda itu.
Karena mereka ingat bahwa benda aneh itu adalah senjata ampuhnya si iblis wajah singa
yang pernah digunakan untuk membunuh binatang Gu-liong-kao yang aneh itu.
Jika si iblis wajah singa nanti melempar benda yang aneh itu maka semua orang yan ada di
dekatnya kan mati seketika.
Perbuatan iblis tua itu sesungguhnya di luar dugaan semua orang banyak yang
menyaksikan bagaimana hebatnya benda itu,siapapun tidak mau menghantarkan nyawanya
dengan percuma.
Sekalipun Tjin Bie Nio sendiri yang terkenal cerdik dan banyak akalnya saat itu juga tidak
berdaya sama sekali kelihatannya.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri ialah membiarkan si iblis itu mencapai
maksudnya membelek perut Yo Tjie Tjong.
Tetapi Tjin Bio Nio wanita yang genit cabul, saat itu dengan mendadak timbul hati sukanya
terhadap Yo Tjie Tjong yang masih muda dan tampan itu. Kalau bukan karena dibawah
mata orang banyak barangkali ia sudah berbuat apa yang ia suka terhadap dirinya Yo Tjie
Tjong.
Sebetulnya ia ingin pemuda tampan itu binasa ditangannya si iblis wajah singa. Tetapi
kenyataan ada ada begitu rupa jadinya, ia harus dengan segera memilih satu jalan antara
dua dan tidak mungkin dibikin sempurna kedua-duanya.
Oleh karena itu iblis wajah singa mempunyai senjata yang sangat ampuh, maka itu berarti
pula bahwa ia itu sudah menguasai jiwanya semua orang. Dengan sangat jumawa dan
bangga sekali si iblis berkata kepada Tjin Bio Nio dan kedua Pancu :
….Sekarang kalian bertiga lekas mundur ketempat sepuluh tumbak jauhnya dari tempat
kalian !”
Perkataan ini merupakan suatu perintah. Anehnya tiga orange aneh itu yang biasanya
mengangap diri jempolan sebagai pemimpin dari perkumpulan besar tidak ada seorangpun
yang berani melanggar perintah itu.
Ketiga orang itu mundur seperti apa yang diperintahkan oleh si iblis wajah singa.
Setelah mereka mundur, si iblis wajah singa lalu berpaling dan berkata kepada Thian-san
Liong-lie :
…perempuan hina ! sakit hati lantaran kau bikin putus tanganku, sebentar lagi laho akan
bikin perhitungan dengan kau “
Setelah berkata demikian, benda hitam itu dikempinya di ketiak kanannya supaya jika perlu
bias digunakan lagi, kemudian baru ia menghampiri Yo Tjie Tjong.

Pemuda itu sudah mengetahui bahwa dirinya menghadapi bahaya maut, tetapi ia sudah
tidak mempunyai daya memberi perlawanan.
Thian-san Liong-lie yang tadi hamper saja jatuh pingsan karena terkena serangan darah
dari si iblis, kini memaksakan diri untuk melompat bangun lagi.
Karena ia sangat simpatik terhadap Yo Tjie Tjong, maka ia rela mengorbankan dirinya
dibawah ancaman senjata si iblis wajah singa demi keselamatan Yo Tjie Tjong, jangan
sampai terbelek perutnya…….
Pada saat itu tiba-tiba kedengaran suara melengking dan sosok bayangan merah lantas
meluncur turun ke dalam kalangan.
Bayangan merah itu ternyata adalah si gadis baju merah yang oleh Tjin Bio Nio dipanggil
Kiauw-djie.
Oleh karena itu hatinya Kiauw-djie yang masih suci murni adalah jatuh cinta pada Yo Tjie
Tjong, maka karana pengaruhnya asmara itulah membuat Kiauw-djie tidak memperdulikan
bahaya, ia lantas bergerak melindungi dirinya orang yang dicintainya.
….. Kiauw-djie, apa kau sudah gila ? lekas kembali !” demikian terdengar suara Tjin Bio Nio
yang cemas.
Tetapi Kiauw-djie saat itu sudah berlaku nekad, bagaimana ia mau mendengar perkataan
orang ?”
Baru saja gadis itu sampai dikalangan pertama-tama ia tersenyum kerpada Yo Tjie Tjong
kemudian memutar tubuhnya dengan senjata pecut lemasnya ia hendak menghajar si iblis
wajah singa.
Dengan kepandaian ytang dimiliki oleh si gadis. Sebetulnya masih berselisih sangat jauh
dengan kepandaian si iblis, maka perbuatannya itu sebetulnya sangat gegabah dan tidak
mengukur dirinya sendiri. Tetapi pengaruhnya cinta ada lebih kuat daripada segala apapun
juga. Sekalipun seekor kambing juga berani melawan seekor singa.
Si iblis wajah singa yang lengan kanannya sudah dibikin kutung oleh Thian-san Liong-lie
maka kekuatnya pada saat itu agak berkurang. Apa yang diandalkan sebetulnya sekarang
hanyalah benda yang dapat meledak itu saja.
Yo Tjie Tjong terhadap gadis baju merah itu sebetulnya tidak mempunyai kesan yang
mendalam, ditambah lagi setelah ia mengetahui bahwa si gadis ternyata ada orang dari
golongan Pek-leng-hwee dan kedua pang, maka ia sudah mengangap gadis itu sebagai
musuhnya.
Tetapi saat itu melihat kelakuannya si gadis baju merah perasaan Yo Tjie Tjong yang
tadinya menganggap gadis itu sebagai musuhnya, telah banyak berkurang.
Pada saat itu, Thian-san Liong-lie juga sudah berdiri disampingnya Yo Tjie Tjong.
Si iblis wajah singa sesungguhnya tidak menyangka kalau masih ada orang yang tidak takut
mati seperti gadis itu, maka saat itu ia sendiri juga menjadi kesima.
Jika ia menggunakan senjatanya itu mungkinsemua akan musnah, sedangkan ia sendiri
juga tidak bisa mendapatkan apa-apa tetapi jika ia tidak mau menggunakan senjatanya
yang paling ampuh itu sudah tentu ia tidak akan mampu melawan kedua wanita itu. Karena
tangannya Cuma tinggal sebelah lagi.
Sebentar kemudian benda hitam juga berada dibawah ketiak lengan kanannya kembali
tenggelam dalam tangan kirinya. Dengan mata buas ia memandang kedua wanita itu.
Agaknya ia tengah menimbang-nimbang, apakah senjata itu harus dilemparkan atau tidak.
Jika benda hitam itu dilemparkan, maka empat orang yang berada disitu termasuk ia sendiri
sekejapan saja akan hancur lebur, jangn harap bisa lolos dari situ.
Suasana yang tampaknya sunyi itu sebetulnya sangat tegang.
Kiauw-djie sampai saat itu masih belum mengetahui nama dan asal-usulnya Yo Tjie Tjong
tetapi ia sudah berani korbankan diri untuk membela diri pemuda itu.
Pengaruhnya asmara besar sekali.
Yo Tjie Tjong meskipun wajahnya tampan cakap tetapi yang menarik hatinya si gadis baju
merah itu adalah sikapnya yang dingin dan angkuh dari si pemuda.
Perasaan cinta itu memang bisa timbul dari beberapa sudut ini kadang-kadang memang
suatu keanehan. Dan begitulah perbuatan si gadis baju merah, juga merupakan satu
keanehan dari begitu banyak keanehan.
Thian-san Liong-lie dengan perasaan heran mengawasi Kiauw-djie sesaat itu hatinya agak
tergoncang. Ia sudah mengetahui dari sebab apa gadis itu unjuk perbuatanya yang nekad
hendak melindungi Yo Tjie Tjong.
Suasana kembali menjadi sunyi, setiap saat menjadi suatu pembunuhan yang mengenaskan
kalau si iblis itu bergerak melemparkan benda ditangannya.
Si iblis wajah singa meskipun sifatnya sangat kejam dan ganas, tetapi saat ia juga ragu-ragu
atas dirinya sendiri. Karena jarak antara kedua pihak sudah dekat sekal, maka sudah tentu
senjatanya itu bisa membinasakan lawannya tetapi ia sendiri juga tidak akan terluput dari
kematian.
Namun ia juga tidak berdaya menghadapi kedua wanita itu terutama Thian-san Liong-lie
sebelum lengannya dibikin kutung saja, barang kali masih belum mampu menandingi,
apalagi sekarang tangannya Cuma tinggal satu.
Apakah ia harus tinggalkan begitu saja ? bagaiman ia mau mengerti ?
Pikirnya iblis wajah singa itu masih terus berkekuatan diantara dilemparkan atau tidak
senjatanya itu.
Pada saat itu, timbul pula keanehan. Didalam kalangan mendadak kelihatan menancap 3
buah bendera kecil segi tiga.
Benderaitu dasarnya putih, pinggirnya warna emas, ditenga-tengahnya ada terlukis seekor
burung laut warna merah dadu.
Orang-oranga yang berada disitu baik dari golongan hitam maupun dari golongan putih,
ketika menyaksikan bendera kecil itu semua lantas pada berubah wajahnya, hanya merasa
ngeri.
Bendera burung laut itu seolah-olah mewakili pendekar aneh yang sangat misterius.
Bendera burung laut ini muncul didalam rimba persilatan didaerah tionggoan, hanya baru
setahun sajatapi ternyata sudah menggetarkan orang-orang golongan hitam dan putih,
pemilik bendera aneh itu kabarnya ada seorang yang memakai kedok kain warna merah,
kepandaiannya ilmu silat tinggi sekali, hingga sukar di jajaki. Ia ada mempunyai kurang lebih
12orang pengikut, yang biasanya disebut ‘ utusan burung laut’ orang-orangnya itu juga
merupakan orang-orang kuat dalam rimba persilatan.
Dimana bendera burung laut itu muncul, berarti pendekar aneh berkedok kain merah itu juga
segera akan tiba, dan dimana pendekar aneh itu unjukan diri, sudah tentu merupakan
kejadian yang bukan biasa lagi.
Mengapa pendekar kedok itu bisa muncul secara tiba-tiba tidak ada seorangpun yang
mampu menjawab.
Orang banyak yang tadinya hendak menonton keramaian itu, kini dengan sendirinya telah
bubardengan diam-diam, sehingga hanya ketinggalan mereka, orang-orang yang
mempertengkarkan dirinya Yo Tjie Tjong.
Pada saat itu, hanya satu orang saja yang seperti acuh tak acuh orang itu ialah Yo Tjie
Tjong yang sedang terluka parah dan tengah menantikan nasibnyayang hendak disembelih
oleh iblis berwajah singa.
Disatu fihak, karena ia baru saja muncul didunia Kang-ouw dan dilain fihak, ia sekarang
bagai seekor kambing yang tengah menantikan nasibnya hendak dijadikan korban, hingga
sudah tidak kenal lagi apa artinya takut.
Orang-orang yang ada disitu dengan perasaan heran dan takut mengawasi pada bendera
kecil segi tiga itu, coba menebak-nebak akan maksud kedatangan sipendekar aneh
berkedok.
selagi semua orang masih belum hilang rasa takutnya, dua bayangan orang secara tiba-tiba
sudah muncul ditengah-tengah lapangan kedatangannya kedua orang itu bukan saja secara
mendadak juga tidak kedengaran suaranya. Dengan kepandaiannya mengentengi tubuh itu
saja, sudah cukup mengejutkan orang yang mengerti silat.
Semua orang itu semuanya memakai kedok kain hitam tersulam bergambar seekor burung
laut warna putih. Ditengah-tengah sulaman burung laut itu ada terdapat angka ‘1’ dan
seorang lagi berangka ‘7’.
Itu mungkin satu tanda untuk membedakan diri mereka, tapi tidak seorangpun yang tahu
maksud yang sebenarnya.
Orang yang berkedok angka ‘1’ itu tiba-tiba membuka mulutnya :
,, Atas perintah majikan burung laut, siapa saja dilarang membikin celaka dirinya bocah ini !’’
Semua orang ketika mendengar perkataan itu pada terkejut
,,Harap semua pada meninggalkan tempat ini’’ kata pula arang berkedok itu.
Perkataan itu seolah-olah satu perintah, orang-orang disitu semuanya merupakan
orang-orang Kang-ouw kenamaan, sudah tentu tidak mau menurut begitu saja.
,, Djiwie siapa ?’ si iblis wajah singa majukan pertanyaanya, ini mungkin merupakan
ucapannya si iblis yang paling sopan untuk menghadapi orang yang belum dikenalnya.
,, Utusan burung laut !’’ demikian dijawabnya.
Jawaban itu membuat kaget semua orang.
Thian-san Liong-lie meski sudah pernah dengar namanya pendekar berkedok kain merah
yang aneh dan sangat misterius sepakterjangnya itu, tapi karena saat itu sedang
memikirkan keselamatannya Yo Tjie Tjong maka tidak mau meninggalkan tempat tersebut
secara gegabah.
Sebab jika orang berkedok yang mengaku dirinya utusan burung laut itu ada mengandung
maksud jahat seperti si iblis wajah singa, bukankah akan mengantarkan jiwanya anak muda
itu secara Cuma-Cuma.?
Kiauw-djie, gadis baju merah, memang ada satu gadis berandalan yang tidak takut segala
apa, sudah tentu tidak gubris perintahnya utusan tersebut. Dan bagaiman dengan si iblis
wajah singa sendiri ?
Ia merupakan orang satu-satunya yang hendak mengangkangi mustika sudah barang tentu
tidak mau meninggalkan begitu saja.
Utusan burung laut itu agaknya dapat memahami semua maksud yang terkadang dalam hati
orang-orang itu, maka dengan mendadak ia lantas mendekati Thian-san Liong-lie dan
kiauw-djie serta berkata kepada mereka.
‘’Tho liehiap’’ nona siang-koan, kalian berdua harap jangan khwatir, majikan kita tidak ada
mengandung maksud jahat terhadap sahabat kecil ini, mungkin malah ada faedahnya bagi
dia !’’
Thian-san Liong-lie dan sigadis baju merah pada merasa heran, mengapa utusan ini
mengetahui nama mereka, bahkan tahu maksud mereka ini benar-benar sangat aneh.
Yo Tjie Tjong saat itu mendengar dari mulutnya utusan burung laut, lantas mengetahui
bahwa sigadis baju merah itu ada seorang she Siang-koan, namanya sudah tentu adalah
siang- koan kiauw. Sebab tjin Bie Nio panggil padanya Kiauw-djie ( anak kiauw ).
Siang-koan kiauw yang biasanya membawa adatnya sendiri, lantas menanya kepada si
utusan :
,, Bagaiman jika aku tidak mau berlalu ?’’
Utusan angka ‘1’ ketawa ringan.
,, Barangkali tidak mungkin kau bisa bawa caramu sendiri !’’ jawabnya.
Baru saj habis ucapannya, sang utusan itu nampak gerakan tangannya, suatu kekuatan
tenaga dalam yang tidak kelihatan, sudah meluncur kearah Siang-koan kiauw, seranganitu
nampaknya sedikitpun tidak ada yang luar biasa.
Siang-koan kiauw dengan seenaknya saja lantas angkat tangannya untuk menyabuti.
Siapa serangan yang kelihatan biasa saja itu, begitu menyentuh badan orang, segera
menimbulkan semacam kekuatan yang luar biasa hebatnya, sehingga dirinya Siang-koan
Kiauw terpental sampai 3 tumbak jauhnya.
Untuk sesaat lamanya, ia berdiri seperti patung.
Satu utusan saja sudah demikian hebat kekuatannya, apalagi majikannya, pikirnya.
Thian-san Liong-lie dengan berpendirian menantikan perkembangan lebih jauh, lalu
melanjang sejauh 5 tumbak, namun sepasang mata terus ditunjukan kedalam kalangan
tanpa berkesip.
Utusan burung laut angka ‘1’ itu lantas maju dua tindak dan berkata kepada si iblis wajah
singa :
,, Bagaiman dengan saudara ?’’
Si iblis wajah singa yang dengan senjatanya yang istimewa telah berhasil membinasakan
Gu-liong-kauw, sebetulnya mustikanya sudah berada dalam tangannya, siapa Tanya
kemudian menjadi barang rebutan kawanan iblis, sehingga secara kebetulan masuk
kedalam perutnya Yo Tjie Tjong.
Dan setelah bertempur mati-matian sampai ia kehilangan sebelah lengannya, kini muncul
dua orang yang mengaku sebagai utusan burung laut, biar bagaiman ia tentu tidak mau
mengerti, apalagi dalam tanganya masih ada mempunyai senjatanya yang paling ampuh,
sudah tentu tidak mau mandah begitu saja.
Maka setelah mendengar pertanyaan sang utusan itu, lantas menjawab sambil
perdengarkan suara ketawanyayang aneh :
,, Lohu tidak akan berlalu dari sini, saudara mau apa ?’’
,, Didalam dunia Kang-ouw belum pernah ada orang yang berani menatang terang-terangan
perintahnya pemilik bendera burung laut !’’berkata utusan angka ‘1’ itu.
,, Lohu justru tidak mau percaya segala omong kosong demikian, bocah ini pasti lohu
hendak bawa !’’ jawab si iblis dengan mata beringas.
,, Dimana bendera burung laut sampai, siapa yang menentang berarti binasa !’’
Bicaranya sang utusan itu diucapkan sepatah demi sepatah, dan perkataan yang paling
terahir itu ia sengaja tandaskan demikian rupa.
Si iblis wajahnya berubah seketika, sambil kertak gigi ia berkata dengan suara bengis :
,, Lohu ingin sekali belajar kenal dengan kepandaiannya partai burung laut, ada apanya
yang patut dibanggakan, sampai begitu berani tidak memandang mata segala orang heh,
heh……’’
,, Kau masih belum berhak untuk belajar kenal !’’ bentak si angka ‘1’.
Si iblis wajah singa yang sudah meluap kegusaranya, lantas
Angkat tangan kirinya. Benda kecil hitam dalam gengamanya sudah akan dilemparkan.
Jika hal demikian terjadi, maka 4 orang yang berada di situ akan binasa semuanya.
Dua orang utusan burung laut itu lantas mundur 2 tindak.
Pada saat itu Yo Tjie Tjong perlahan-lahan sudah pulih kekuatanya. Wajahnya yang pucat
pasi, perlahan-lahan berubah merah, mungkin itu ada pengaruhnya mustika Gu-Liong-Kauw
yang masuk dalam perutnya.
Tapi ia tau bahwa bahaya maut masih belum berlalu dari depan matanya.
Nama pemikik bendera burung laut itu ia belum pernah dengar tapi sekarang tiba-tiba
datang utusanya yang hendak membawa ia pergi, ini sesungguhnya sangat aneh.
Dengan sorot mata yang dingin ia mengawasi wajah orang-orang yang ada disitu, hatinya
merasa mendelu.
Malam sudah mulai tiba, keadaan seputar situ sudah agak gelap, keadaan itu nampaknya
bertsmbsh menyeramkan.
Utusan burung laut itu meski mempunyai kepandayan tinggi, tapi menghadapi keadaan
demikian, agaknya juga merasa sulit, tidak bisa mengambil keputusans.
Karena setiap kali bendera burung laut itu muncul, segala sesuatu bisa dibnereskan dengan
segera. Maka kalau hari ini tidak bisa menghadapi persoalan yang agak sulit ini, bendera
kecil ini selanjutnya akan tidak berharga lagi.
Dipihak Si Iblis Raja Singa, sudah berkeputusan hendak menghancurkan semua orang yang
ingin mendapatkan dirinya Yo Tjie Tjong, sekalipun ia sendiri harus binasa.
Ia tidak senang barang yang ia ingin dapatkan terjatuh kepada orang lain.
Orang yang ia paling benci adalah
Tjin Bie Nio, itu wanita yang setengah tua yang genit dan jahat. Jikalau ia tidak ada Tjin Bie
Nio yang selalu menghalang-halangi, mustika Gu-Liong-Kauw itu siang-siang sudah menjadi
kepunyaanya.
Maka ia merasa gemas sekali terhadap Tjin Bie Nio, ia ingin bisa membesat kulitnya dan
kemudian memakan ginjalnya.
Pikiran jahat lalu timbul dalam hatinya : “Jika aku bisa berusaha membinasakan perempuan
tua yang genit dan jahat bisa binasa lebih dulu, sekalipun aku sendiri binasa aku puas”.
Maka ia lantas berkata kepada kedua utusan itu:….Lohu ingin melepas bocah ini, juga tidak
akan menggunakan senjata lohu yang ampuh itu, tapi ada syaratnya. Kalian harus
melakukan sesuatu untuk Lohu”.
Kedua utusan itu saling memandang sejenak, untuk sementara tidak bisa menjawab.
Merasa merasa heran, mengapa iblis itu bisa mengatakan demikian? Dan apa syarat yang
hendak diajukan? Kiranya syarat itu tidak mudah tentunya.

Karena kedua utusan itu wajahnya tertutup oleh kedok kain hitam, maka tidak bisa dilihat
bagaimana sikapnya pada saat itu.
Thian –san Liong Tie dan Siang Koan Kiaw yang berdiri ditempat sejauh 5 tumbak, ketika
menyaksikan orang yang mereka sangat perhatikan keselamatanya berada dalam keadaan
bahaya, hati mereka sangat gelisah.
Mereka ingin menggempur iblis wajah singa itu,tapi kuatir membuat gusar iblis itu dan
betul-betul melemparkan senjatanya yang bisa meledak itu, sehingga Yo Tjie Cong juga
turut binasa.
Sebentar kemudian.
Utusan burung laut angka “I” mendadak berkata:
..syarat apa yang saudara hendak ajukan ? coba sebutkan!” Si iblis wajah singa itu dengan
matanya yang buas mengawasi Chin Bie Nio juga berdiri jauh-jauh, kemudian berkata
sambil kertak gigi:
…..perlu Lohu jelaskan dulu, apa bila syarat ini tidak trpenuhi, maka lohu akan bawa bocah
ini pergi. Sipa yang berani menghalangi, kita akan bisa bersama-sama dibawah senjata
peledak ini.
Perkataan yang kejam dan tidak tau malu ini, membuat kedua utusan itu tercengang.
..sahabat boleh sebutkan dulu !”
..Lohu dengan wanita baju putih itu, mempunyai permusuhan yang sangat dalam. Kalian
berdua coba pergi tangkap padanya setelah lohu pergi dengan tangan sendiri coba
membereskan musuh ini, lantas berlalu dengan tangan kosong. Bagaimana?
Maksud dan tujuan si iblis itu, kendak menggunakan tenaganya dua utusan itu untuk
menangkap diti Tjien Bie Nio, kemudian mati bersama-sama.
..yang sahabat maksud apakah bukan ketua perkumpulan Pek-Leng-Hwee ?.”
Benar, dengan kepandaian kalian berdua, rasanya tidak sulit menangkap dia !.”
.. kita berdua hanya mendapat perintah dari majikan bocah ini, tidak mencampuri urusan
lainya. Tentang maksudmu ini maaf kami tidak terima !.”
..kalian tidak pikirkan akibatnya?”
..syarat ini kami tidak terima!.”
..jangan sesalkan kalo Lohu berlaku kejam, kita terpaksa harus binasa bersama-sama!” si
iblis itu kembali mengancam dengan senjatanya yang ampuh.
Ketegangan makin memuncak, peristiwa yang sangat mengenaskan rasanya tidak dapat
dielakan lagi.
Tian-san Liong-lie dan siang koan Kiaw wajahnya berubah pucat, mereka tidak bisa
membayangkan bagaimana kesudahanya. Apabila siiblis itu benar-benar buktikan
ancamanya.
Dua utusan burung laut itu telah mendapat perintah dari atasanya, tapi tidak berhasil
melaksanakan tugasnya, sekalipun dirinya akan dirinya bakal hancur lebur, juga tidak akan
mundur setengah jalan sebab ini menyangkut nama baik partai burung laut.
Pertama saja kedua utusan itu sudah nenpunyai kepandayan yang sangat tinggi karena
pada saat itu mereka tidak berdaya sama sekali.
Sebentar saja suasana nampak semakin gawat .
Mendadak suara nyaring terdengar menggema diudara.
..utusan angka 1 dan 7 lekas mundur, biarlah punleng yang menyelesaikan persoalan ini
sendiri.
Kedua utusan itu tanpa banyak bicara lantas melesat sejauh lima tumbak lebih., sekali
bergerak lagi. Sudah lenyap dalam kegelapan kegesitanya itu sungguh mengagumkan.
Hati orang-orang pada berdebaran, karena manusia yang sangat misterius itu akan segera
muncul. Entah dengan cara bagaimana ia dapat membereskan masalah ini.
Didalam hatinya siiblis wajah singa, tiba-tiba timbul kekejamanya
Dengan kecepatan luar biasa ia pindahkan senjata ampuhnya, kebawah ketiak kanan,
tangan kirinya sudah siap sedia mencegah segala kemungkinan, ia lantas menengok ke
dalam liang yang dalam dan gelap gulita. Bekas tempat persembunyian Gu-Liong-Kauw.
Bagaimana keadaanya didalam liang itu, tidak seorang pun yang tau.
Si Iblis wajah singa dengan mendadak menubruk dirinya Yo Tjie Tjong, kemudian lemparkan
matanya, kedalam liang yang dalam itu. Supaya simustika yang direbut itu tidak jatuh pada
siapapun juga.
Kekejaman iblis tua itu, sesungguhnya sukar dicari keduanya.
Serangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga itu, sudah
Tentu ada yang sanggat hebat.
Yo Tjie Tjong yang kekuatan tenaganya baru pulih dua bagian terang tidak mampu
menyingkir.perbuatan si iblis tua ini benar –benar dugaan semua orang suara jeritan
terdengar.mulut Yo Tjie Yong menyemburkan darah segar,badan nya terpental tinggi seolah
–olah jangan putus talinya tubuhnya meluncur hendak masuk kedalam liang.suara jeritan
dua wanita terdengar,disusul oleh melesatnya dua bayangan orang laksana anak panah
cemburu pada Yo Tjie Tjong.
Hampir bersamaan pada saat itu juga,kembali satu bayangan melesat kearah jatuhnya Yo
Jjie Tjong.
Ketika dua bayanggan yang disebut duluan hampir tiba di dekat liang, tubuhnya Yo TJie
Tjong sudah disambar oleh bayangan orang yang melesat belakangan tadi.
Dua bayangan orang yang bergerak duluan tadi adalah Thian-san Liong-lie dan Siang-koan
kiauw.setelah menjerit kaget mereka enjot badannya melesat untuk menolong Yo Tjie Tjong
Pada saat itu,orang yang bergerak berhasil menyambar dirinya Yo Tjie - Tjong,dengan
sangat hati-hati meletakan tubuhnya Yo Tjie Tjong ditanah.ia mencoba memeriksa jalan
pernapasan,lantas geleng-gelengkan kepalanya sambil menghela napas kemudian
menghampiri si iblis wajah singa.
Orang itu badanya tinggi langsing,wajah nya di tutupi oleh kedok warna merah mengenakan
pakaian baju panjang.Gerakannya gesit luar biasa.
Thian-san Liong-lie dan Siang-koan Kiaw tidak mau memperhatikan orang yang baru datang
itu,ia merasa ngeri terhadap orang aneh itu yang jalan menghampiri padanya.
Sebentar kemudian orang itu sudah berdiri dihadapannya kira2 dua kaki jauhnya.
Orang itu pertama-tama mengambil bendera kecil yang menancap ditanah,kemudian
dimasukan kedalam sakunya.
Si iblis wajah singa sudah dapat menduga siapa adanya orang itu,hatinya agak
bimbang.tetapi ia masih mau mengandalkan senjata peledak didalam tangan nya yang
dianggap dengan senjata itu mampu melindungi dirinya.
Saat itu ia coba berlaku tenang sebisanya,dengan suara bengis ia menanya:
..kau siapa ?”
..pemilik bendera burung laut !”jawab orang berkedok itu dengan dingin.
Jawaban yang sangat ringkas itu telah membuat orang2 Pek-Leng-Hwee dan kedua berdiri
jauh2 pada terperanjat dan gemetaran.
Karena manusia aneh yang sangat misterius itu benar2 telah muncul.
Sipemilik golok maut yang telah di kuatirkan oleh ketua Pek-Leng-hwee dan kedua pangcu
ternyata sehingga saat itu masih belum menunjukan dirinya dan sebagai gantinya telah
muncul si pendekar aneh ini sesungguhnya ada diluar dugaan mereka.
Kalau begitu,pemuda yang bersikap dingin kecil itu mungkin benar tidak ada hubungannya
dengan pemilik golok maut.tetapi kepandaian ilmu silatnya yang pernah
diperlihatkatnya,merupakan kepandaian yang hanya dimiliki oleh Pangtju dari Kam-Lo-
Pang.dan orang yang mengganas dengan Golok maut itu pernah menyebut dirinya sebaggai
Pangtju dari Kam-lo-Pang.
Sudah tentu mereka tidak mengetahui bahwa pemilik golok maut yang asli yang selama
waktu empat bulan pernah menggerakan dunia rimba persilatan,sudah kepergok jejakanya
oleh musuh lama yang merupapakan musuh nomor satu.ia dikuntit dan kemudian di
binasakan.
Sedangkan orang yang melakukan pembunuhan terhadap dirinya Si-buli2wajah burung
sebetulnya adalah pengganti pemilik Golok maut,bukannya Golok Maut yang asli.
Dan penggantinya itu adalah Yo Tjie Tjong yang saat itu masih belum diketahui nasibnya.
Baiklah kita tinggalkan dulu tentang pikiranyakedua pantju dan ketua dari Pek-Leng-Hwee
itu.
Sekarang kita balik lagi kepada si iblis wajah singa yang saat itu menjadi gelap
pikirany,maka ia lantas menanya pula kepada orang di depannya :
,,mengapa sahabat mencampuri urusan ini ?”
,,hal ini tidak perlu kau menanyakan.”
,,bagaimana maksudmu ?”
,,menurut kebiasaan,siapa yang berani menentang perintah burung laut berarti mati !”
,,Huhh,huhh! dengan satu jiwa aku tukar dengan jiwamu,hitung2masih tidak rugi!”kata si iblis
sambil mengacungkan senjata peledak di tangannya.
,,sebutir peluru kecil ini dapat digunakan untuk menggertak orang2 biasa,tetapi bagiku tidak
ku pandang sama sekali .”
,,kallau begitu kau boleh coba merasakan peluru kecil ini.”
,,bagus!”
Orang berkedok kain merah itu mengucapkan “bagus!badanya bergerak laksana kilat.
Si iblis wajah singa itu belum sempat memikirkan apa yang terjadi,didepan matanya
mendadak berkelebat bayangan kemudian tanggannya menjadi ringan benda kecil hitam
yang dianggap mempunyai pengaruh melindungi dirinya tahu2 sudah berada ditangan orang
lain.
Semangatnya lantas terbang seketika. Wajahnya pucat seperti mayat.
Perbuatab yang dilakukan oleh orang berkedok itu tadi seolah-olah bukan perbuatan
manusia.
Orang berkedok itu tiba-tiba pendengaran suaranya yang nyaring.
Sambil ketwa orang berkedok itu mengagkat takan kananya.. 5 jari tanganya kelihatan
menunjuk pada si Iblis wajah singa. Jari-jari itu mengeluarkan amgin tajam yang luar biasa
hebatnya.
Suara jeritan si Iblis lantas terdengar, Iblis raja singa yang terkenal kejam dan ganas itu
telah tamat riwayatnya.
Orang berkedok sehabis membereskan Iblis raja singa itu lalu memutar tubuhnya, dengan
perlahan menghampiri Yo Tjie Tjong.

Bagian Ke Delapan

DIRINYA Yo Tjie Tjong yang dibuat terpental oleh serangan si Iblis wajah singa, kalau tidak
keburu disambar oleh orang berkedok itu, sudah tentu tamat riwayatnya. Dan orang
berkedok itu karena anggap ditanganya sio Iblis wajah singa masih mempunyai senjata
peledak yang sangat ampuh, maka lantas mengambil keputusan. Untuk membereskan si
Iblis wajash singa itu.dulu.
Yo Tjie Tjong yang menggeletak ditanah, dari mulut, hidung dan telinganya mengeluarkan
darah matanya tertutup rapat, keadaanya sangat mengenaskan.
Thian-san Liong-lie dan siang-koan Kiauw yang sudah berada didampinginya, lantas
memreiksa pernafasanya, yang ternyata sudah tidak ada, sedang jantungnya juga sudah
berhenti, sekujur badannya sudah mulai kaku dingin. Maka seketika itu mereka jadi
tertegun.
Siang-koan Kiauw sudah melupakan keadaan dirinya sebagai seorang gadis, telah
memeriksa urat-urat penting pemuda itu. Ia kaget dan menangis, dengan suara yang
terisak-isak ia bertanya Thian-san Liong-lie.
…Bibi Tho……! Dia………dia……..
Karena tadi ia dengar Yo Tjie Tjong membahas Tian-san Liong-tie “bibi” dalam keadaan
cemas seperti itu, ia juga turut menggunakan panggilan ‘bibi” itu.
Tapi pertanyaany tidak dilanjutkan, karena suara tangisan sudah tidak dapat dicegah lagi.
Ia aganya sudah mendapat firasat yang tidak baik, tapi ia masih bertanya juga, dengan
perngharapan dari mulutnya orang lain. Tidak membenarkan dugaanya sendiri yang sngat
menakutkan.
Sepasang mata Thian-san Liong-lie sudah basah dengan air mata parasnya pucat pasi.
Dengan perlahan ia angkat kepalanay, sambil menghela nafas panjang ia menatap wajah
siang-koan Kiauw-djie, kemudian dengan suara sediah ia menjawab :
,, Nona siang-koan Kiauw ! dia……dia……..
,, Dia bagaimana ? apa masih ada harapan untuk ditolong ?’’
..Dia sudah mati,”jawab Tian Liong-lie. Sambil gelengkan kepala.…Mati….Dia sudah
mati…?
Parasnya siang-koan Kiauw berubah menjadi pucat. Mulutnya mendumal sendiri, seperti
sedang mengigo. Air matanya mengalir deras dari sela-sela matanya.Hati seorang gadis
putih bersih telah hancur luluh.
…Bibi Tho ! apakah ……….ini benar ? demikian ia bertanya.
Nona siang-koan Kiauw dai bukan apa-apaku, aku hanya merasa bahwa dengan bocah ini
aku seperti merasa cocok. Selain dari pada itu, sebagai manusia yang mempunyai
perasaan, peri kemanusiaan, aku tidak bisa tinggal peluk tangan!, “jawab Thian-san
Liong-lie ”.yang kemudian balas menanya;
…nona Siang-koan Kiauw kau mencintai dia ?”
Pertanyaanya secara terus terang ituy telah membuat jengah Siang-koan Kiauw. Setelah
menyusut air matanya, yang mengalir di kedua pipinya, nona itu menjawab sambung
menghela nafas:
“yah dia sudah binasa !”
Angin malam meniup kencang, kesunyian meliputi jagat, kedukaan dan kesedihan dilubuk
hatinya kedua wanita itu.
…bibi Tho siapanamanya ?”
…eh !, “ pertanyaan itu sesungguhnya membuat heran Thian-san Liong-lie dan siang liang
koan. Yang sudah berada disampingnya.lantas memeriksa pernapasannya,yang ternyata
sudah tidak ada,sedang jantungnya juga sudah berhenti berdenyut,sekujur badannya juga
sudah mulai kaku dingin.maka seketika itu mereka tertegun.
Siang-koan kiauw saat itu telah sudah melupakan keadaannya sendiri sebagai seorang
gadis,telah memeriksa urat2 penting dari pemuda itu.Ia kaget dan menangis,dengan suara
tersiak2 ia bertanya pada Thian-san Liong-lie
,,Bibi Tho…! dia…dia…”
Karma ia tadi dengar Yo Jie Tjong membahaskan Thian-san Liong-lie’Bibi,dalam keadan
cemas seperti itu,ia pun turut menggunakan panggilan itu.
Tapi pertanyaannya tidak dapat dilanjutkan,karena suara tangisan sudah tidak dapat di
cegah lagi.
Ia agaknya mendapat pirasat tidak baik,tetapi ia masih menya juga,dengan pengharapan
dari mulut orang lain.tidak membenarkan dugaannya sendiri yang menakutkan.
Sepasang matanya Ia agaknya mendapat pirasat tidak baik,tetapi ia masih menya juga
Thian-san Liong-lie sudah basah dengan air mata parasnya pucat pasi.dengan perlahan ia
angkat kepalanya, sambil menghela napas panjang ia mengawasi wajahnya.
...Nona Siang-koan ! dia…..dia….
…Dia bagaimana ? apa masih ada harapan untuk ditolong ?”
…Dia sudah mati.” Jawabnya Thian-san Liong-Lie sambil gelengkan kepala.
…Mati ? dia sudah mati ?”
Parasnya Siang-koan Kiauw berubah menjdi pucat, mulutnya mendumel sendiri. Seperti
sedang mengigo. Air matanya mengalir deras dari sela-sela matanya, hati seorang gadis
yang masih putih kini telah hancur luluh !”
…Bibi Tho !apakah ……..ini ada benar ?” demikian ia bertanya seperti orang linglung.
...Nona Siang-koan Kiauw. Itu adalah benar….sudah tidak tertolong lagi!”
…Bibi Tho ! ijinkanlah aku menyebut demikian kepada dirimu : dia ….dia pernah apa
dengan kau ?”
Thian-san Liong-Lie tergoncang hatinya ketika mendengar pernyataan seperti itu. Sudah
tentu ia tidak bisa menjawab. Yo Tjie Tjong ada sangat mirip dengan kekasihnya yang
sepuluh tahun lebih lamanya ia piker dan cari-cari. Dia merupakan sebuah jawaban kedua.
Kalau ia tadi sampai tidak menghiraukan jiwanya sendiri hendak menolong jiwanya Yo Tjie
Tjong sebab pemuda ini sikap dan wajahnya ada sangat mirip dengan kekasihnya pada
sepuluh tahun berselang hingga dianggapnya seperti penjelmaan sang kekasih yang sudah
lama tidak kedengaran kabar ceritanya itu.
Seandainya jarum lonceng mundur 10 tahun ia bisa anggap pemuda itu kekasihnya.
…Nona Siang-koan Kiauw. Dia bukan apa-apa ku, aku hanya merasa bahwa dengan bocah
ini kau merasa cocok. Selain dari pada itu sebagai manusia yang mempunyai perasaan
prikemanusiaan, aku tidak bisa tinggal peluk tangan !” jawab Thian-san Liong-Lie yang
kemudian balas menanya :
…Nona Siang-koan Kiauw kau mencintai dia ?”
Pertanyaaan secara terus terang itu telah membuat jengah Siang-koan Kiauw. Setelah
memesut air matanya yang memgalir di kedua pipinya, nona itu menjawab sambil menghela
napas :
…yah dia sudah binasa !”
Angin malam meniup kencang, kesunyian menyelimuti jagat kedukaan dan kesedihan
menindik lubuk hatinya kedua wanita itu.
…Bibi Tho Hui Hong, dia siapa namanya ?”
…Eh !”
Pertanyaan itu sesungguhnya membuat heran Thian-san Liong-Lie. Cinta itu benar-benar
buta. Nona ini yang masih belum mengenal nama orang yang di cintainya. Dan toh sudah
berani mempertaruhkan jiwanya untuk membela !”

…Dia bersama Yo Tjie Tjong !”


…Yo Tjie Tjong !” Siang-koan Kiauw menyebut nama itu sampai berulang-ulang.
Hening……….
Kedua wanit itu masing-masing mengandung perasaan sendiri-sendiri……
Nona baju merah Siang-koan Kiauw sejak dilahirkan di dalam dunia untuk pertama kalianya
telah jatuh cinta kepada seorang laki-laki. Hatinya seorang gadis yang masih putih bersih
telah di doberak oleh Yo Tjie Tjong tapi sekarang orang yang dicintainya itu sudah tidak
bernyawa ….
Mungkin cintanya itu hanya sepihak saja sebab pemuda itu cinta padanya atau tidak. Masih
merupakan sebuah pertanyaan tapi ia tidak berpikir demikian cinta adalah cinta biar walau
bagaimana cinta ia timbul dari hatinya yang suci murni.
Pada saat itu hatinya sedang diliputi oleh kedukaan putus asa dan kehilangn pegangan.
Lain pula sifatnya rasa cinta Thian-san Liong-Lie yang di curahkan kepada Yo Tjie Tjong
cintanya bukan cinta birahi, bukan karena pemuda itu mempunyai wajah yang cakap
tampan. Tapi semata-mata ia ada mirip dengan wajahnya seorang yang pernah `menempati
` hatinya pada sepuluh tahun lebih berselang.
Namun ia juga merasa seperti kehilangan hingga hanxur luluh hatinya.
…Aih !”
Suara elahan napas berat telah memecahkan kesunyian dn mengejutkan kedua wanita itu,
hingga kedua-duanya lantas menoleh dengan serentak.
Seorang dengan kedok kain merah entah sejak kapan sudah berdiri di belakan g mereka.
Kedua wanita itu seolah-olah sufah tidak tahu kalau orang berkedok kain merah itu tadi
sudah membinasakan si iblis wajah singa. Karena hati mereka sedang diliputi oleh perasaan
duka yang terlalu hebat.
..Aih ! Tuhan sudah menjelmakan dia di dunia mengapa tidak diberikan umur panjang ?
Bakat dan tulang-tulangnya anak inii dalam beberapa ratus tahun lamanya susah ditemukan
keduanya. Apalagi dengan secara kebetulan sudah menelan mustika Gu-lion Kauw tidak
susah membuat dia jadi seorang kuat nomor satu dalam rimba persilatan : Apamau
sekarang telah direnggut jiwanya oleh orang jahat ah ! Tuhan sesungguhnya tidak adil !
demikian orang berkedok itu berkata seolah-olah kepada dirinya tapi juga seperti ditunjukan
kepada kedua wanita itu.
Thian-san Liong-Lie seperti pernah dengar suaranya orang berkedok itu , begitu pula dedak
dan sikapnya tapi pada saat itu sudah tidak ingat lagi. Mak ia lantas bertanya :
,,Bolehkah tuan memberitahukan kepada kami nama tuan yang mulia ?”
Orang yang berkedok itu agaknya dibikin kaget oleh pertanyaan itu. Badannya agak
gemetar, ia mundur satu tindak lama baru menjawab dengan perasaan dingin :
…Pemilik bendera burung laut !”
….yang kutanyakan adalah nama tuan yang mulia ?” Thian-san Liong-Lie tegaskan.
Orang berkedok itu tiba-tiba perdengarkan suara ketawanya yang panjang. Badannya
nampak semakin gemetar.
….Aku tidak mempunyai she dan nama aku hanya seekor burung laut yang tidak ada artinya
di dunia ini!” jawabnya dengan suara parau.
Sehabis berkata, seakan-akan tidak suka ditanya lagi oleh wanita itu maka lantas
menghampiri dirinya Yo Tjie Tjong pula. Sekali lagi ia juga memeriksa urat nadinya, lalu
berkatasambil gelengkan kepala.”
…benar-benar ia sudah binasa !”
Siang-koan Kiauw mengalir lagi air matanya. Ia dongakan kepala mengawasi langit yang
gelap. Pikirannya menjadi linglung seolah-olah sudah tidak menyadari apa yang terjadi
disekitarnya.
Apa yanga ada dalam alam pikiranyan pada saat itu ialah satu-satunya orang yang dicintai
kini benar-benar sudah binasa dia meninggalkan padanya untuk selama-lamanya.
Thian-san liong-lie melihat orang berkedok itu tidak mau memberi tahukan namanya ia juga
tidak baik,maka wajahnya lantas berubah.
,,memangnya kenapa ?”ia bertanya, dengan suara tidak senang.
,,harus di jaga supaya janggan sampai ada orang jahat yang tidak ada yang menggali
kuburannya dan membelek matanya.”
Thian-san Liong-lie terperanjat.
,,Hal itu memang terjadi.”
,,Menurut pikiranmu bagaimana ?”
,,Harus dikubur ditempat tersembunyi supaya tidak diketahui orang lain.”
Thian-san Liong-lie mengagukkan kepalanya,suatu tanda ia menyetujui pikiran si orang
berkedok.
Pada saat itu orang-orang Pek-leng-Hwee,Tjie-in-pang dan ban-siu-pang diam-diam berlalu
semuanya,karena mereka takut berhadapan dengan orang berkedok itu.
Tetapi masih ada orang yang menyembunyikan diri sambil terus memperhatikan gerak-gerik
semua orang yang ada disitu.
Siapa orangnya itu ?
Orang itu tidak lain adalah Tjien Bie Nio,ketua Pek-Leng-Hwee yang terkenal genit dan
banyak akal nya.
Mengapa ia masih belum maumeninggalkan tempat itu ? apakah karma di sebabkan
Siang-koan Kiauw masih berada di situ ? oleh karna ia ibu tirinya Siang-koan Kiauw-djie,ibu
yang memperhatikan anaknya.
Tetapi wanita genit dan jahat tidak mau mengaku sama sekali.sebetulnya ia tidak
meninggalkan tempat itu karena menggandung suatu maksud tertentu.
Saat itu satu pikiran jahat memalukan telah timbul di dalam otaknya.
Orang berkedok itu tiba-tiba menghela napas.
Entah karena bersedih atas kematiannya Yo Tjie Tjong atau karena di sebabkan soal lain
lagi.
,,Thio Lihiap, aku permisi pergi dulu.”ia berkata pada Thian-san Liong-lie.
Atas bantuanmu yang berharga, aku si orang she Tho mengucapkan terima kasih !”
Kedua mata orang berkedok itu, tiba-tiba memancarkan sinar yang aneh, ia mengawasi
Thian-san Liong-lie sejenak, kemudian berlalu.
Seperginya orang berkedok itu, keadan di situ kembali menjadi sunyi senyap.
Thian-san Liong-lie mengawasi berlalunya orang berkedok itu, dalam hatinya timbul
perasaan aneh.
Orang berkedok itu seandainya mengetahui siapa adanya Yo Tjie Tjong yang saat itu sudah
binasa,tidak nanti ia gampang-gampang meninggalkannya begitu saja.
Tetapi ia sama sekali tak menduga kalau pemuda itu ada hubungannya dengan dirinya.
Thian-san Liong-lie pada depuluh tahun silam menjadi kenangan bagi dirinya yang
menyedihkan, setelah meninggalkan gunung Thian-san Liong-lie,terus berkelana dalam
dunia Kang-Ouw dengan maksud hendak mencari seseorang, yaitu kekasihnya yang
seumur hidupnya tidak dapat dilupakan.
Orang itu wajahnya mirip sekali dengan Yo Tjie Tjong hanya umurnya saja berbeda.
Siang-koan Kiauw saat itu agaknya sudah menduga dari semula. Ia tidak berani
melihat,tetapi dengan tidak sengaja matanya di tunjukan pula kearah jenajah Yo Tjie Tjong.
Rasa perih dan sedih kembali menusuk hatinya.
Tiba-tiba memeluk Thian-san Liong-lie dan menangis mengngerung-ngerung seperti anak
kecil.
Suara tangisannya itu menyayat hati, apa lagi dalam keadaan malam yang sunyi malam itu.
Thian-san Liong-lie turut merasa sedih air matanya turun seperti hujan.
,,nona Siang-koan Kiauw-djie,kau harus pulang.”
,,bibi Tho,bagaimana denagan dia ?”
,,aku kan mencari ke suatu tempat yang sangat sembunyi untuk mengubur jenajahnya.”
…..kenapa ?”
…oleh karena dalam perutnya masih ada mustika Gu-liong-kao. Jika kuburanya diketahui
oleh orang lain, kuburannya bisa dibongkar dan perutnya bisa dibelek.”
…Aku mau ikut. Aku harus mengetahui kuburanya. Supaya aku bisa sering-sering tengoki
dia.”
Thian-san Liong-lie tergerak hatinya terhadap kecintaan hati nona itu pada dirinya Yo Tjie
Tjong lantas ia berkata dengan suara lemah lembut :
….Nona Siang-koan ……….”
….Aku bernama Kiauw-djie. Bibi Tho panggil saja aku Kiauw-djie. “
…Baiklah Kiauw-djie mari kita jalan .”
Thian-san Liong-lie lalu menggotong jenajahnya Yo Tjie Tjong.
Dua bayangan orang dengan cepat berjalan menuju kesebuah bukit yang paling tinggi.
Pada saat itu satu bayangan orang lain telah muncul keluar dari tempat persembunyiannya.
Dengan jalan sembunyi-sembunyi ia mengikuti jejak kedua orang yang jalan lebih dulu tadi.
Setelah orang-orang berlalu semuanya. Keadaan ditepi danau itu kembali menjadi sepi
sunyi.seperti keadaan semula.
Malam telah makin larut tidak lama lagi akan menjelang pagi hari. Pada suatu tempat yang
jauh dari keramaian manusia. Di dalam lembah yang sangat tersembunyi yang berumput
subur dan berbunga-bunga beraneka warna. Dibawah sebuah pohon cemara yang besar
kelihatan segundukan tanah yang baru penuh dengan bunga-bunga beraneka warna.
Gundukan tanah itu adalah sebuah kuburan baru yang tidak ada batu nisannya juga tidak
ada namanya.
Di depan kuburan itu ada berdiri seorang wanita cantik setengah tua dan gadis berpakaian
baju merah.
Mereka itu adalah Thian-san Liong-lie dan Sian-koan kiauw.
Dua orang yang rebah dalam kuburan itu adalah Yo Tjie Tjong pemuda yang tampan
cakap.yang bersiakp adem kecut.
Thian-san Liong-lie dengan perlahan tangannya menarik tangannya Siang-koan Kiauw yang
kelihatannya sudah terbang semangatnya.
……Kiauw-djie mari kita pulang.”
…..Bibi Tho apakah kita akan membiarkan dia rebahan di dalam lembah yang sesunyi ini ?”
…Anak tolol, jangan mengucapkan perkataan yang setolol ini mari kita pulang.
Kembali Siang-koan Kiauw mengamati gundukan tanah didekatnya, mulutnya kemak-kemik
dengan air mata berlinang-linang.
…..Engko Tjong kami akan meninggalkan kau tetapi aku akan kembali menengoki kau lagi
si nona berkata dalam kemak-kemiknya.
Thian-san Liong-lie menghela napas sambil menggendong tangannya Siang-koan Kiauw
berjalan keluar lembah, tetapi sebentar-sebentar masih menoleh kea rah kuburan Yo Tjie
Tjong. Tidak lama setelah kedua orang itu berlalu kelihatan satu bayangan putih muncul
disitu.
Bayangan putih itu adalah Tjin Bio Nio ketua Pek-leng-hwee yang sejak semalam terus
mengikuti jejak Thian-san Liong-lie dan Siang-koan Kiauw-djie.;
Saat itu wajahnya kelihatan perasaan bangga. Ia mengetahui bahwa Yo Tjie Tjong tidsk bisa
mati selama biji mukjijat itu masih berada di dalam badannya.
Setelah berfikir sejenak,Tjin Bio Nio mulai bertindak dengan sangat mudah ia sudah
menggali kuburan itu, dan sebentar kemudian jenajah Yo Tjie Tjong sudah terbentang
dihadapan matanya.
Ia membiarkan jenajah itu rebah terlentang dia sendiri mengawasi jenajah itu sambil
tersenyum. Tapi dimatanya terpancar sinar yang menakutkan.
….Dia tidak bisa mati. Setelah terkena sinar matahari Cuma setengah jam saja ia bisa hidup
kembali. Hanya setengah jam saja. “ demikian ia berkata kepada dirinya kemudian
menghunus pedang panjangnya. Wanita cantik genit dan jahat itu sudah akan membelek
perut orang dan mengambil mustikanya. Sambil memperlihatkan senyumnya yang
kejam.ujung pedangnya sudah akan di tancapkan di pusarnya Yo Tjie Tjong. Asal ia
mengerakan tangannya sedikit saja ia sudah dapat mustika yang tidak ada duanya di dunia
ini. Tidak ada yang seorangpun yang mengetahui dan menghalang-halangi. Perbuatnnya
yang sangat keji itu.
Apa mau ketika matanya melihat wajahnya Yo Tjie Tjong yang cakap dan tampan
mendadak ia jadi ragu-ragu, matanya terus menatap pemuda yang tampan itu.
Meskipun sudah banyak laki-laki yang dikenalnya tapi tidak ada seorangpun yang dapat
mnandingi kecakapannya pemuda ini.
Maka pada saat itu hatinya mulai tergoncang.
Napsu jahatnya yang tadinya hendak mengambil jiwanya pemuda itu perlahan-lahan lenyap
dengan sendirinya dan napsu keji itu kini telah berganti dengan napsu birahi.
Dimatanya yang hitam jeli terlihat berkobar napsu birahinya,sehingga tangannya lantas
bergetar.
Pemuda itu kalau di binasakan sangat sayang.sebab seorang yang tampan seperti
ini,mungkin sukar di cari tandingannya.
Jenazahnya Yo Tjie Tjong lalu di pindahkan kesebuah tempat yang mendapat cahaya
matahari ! dengan sabar ia menantikan perubahan yang akan sebantar lagi.
Kiranya mustika Gu-liong-kao itu harus bertemu dengan cahaya matahari baru kelihatan
kasiatnya.betapun berat luka orang yang mengandung mustika di perutnya, asal tubuhnya
tidak di cingcang.orang itu tidak bisa mati.
Khasiatnya yang mukjijatnya ini, sampai orang-orang yang sudah pengalaman seperti
oramg berkedok dan Thian-san liong-lie sekalipun tidak bisa mengetauinya.
Mereka menganggap bahwa Yo Tjie Tjong sudah matisehingga hampir saja jiwanya hampir
celaka.
Tetapi entah bagai mana Jhin Bie Nio bisa mengetahui rahasia itu tidak ada seorangpun
mengetahuinya.
Maksud Tjin Bie Nio sebetulnya hendak membelek perutnya Yo Tjie Tjong lalu mengambil
mustikanya, tetapi sekarang pikiranya berubah.sebab ke tampanannya itu menimbulkan
perasaan birahinya.
Setengah jam berlalu dengan pesat ………
Keajaiban telah muncul.
Yo Tjie Tjong yang sudah mati hampir satu malam, tangan dan kakimya perlahan2 kelihatan
bergerak wajahnya sudah mulai memerah badannya mulai bergerak2 dan mulai bernapas.
Dalam hatin Tjin Bie Nio saat itu timbul pertanyaan, bagaimana ia bisa membuat pemuda
yang tampan ini mau tunduk padanya untuk selama-lamanya.setengah jam telah berlalu.
Yo Tjie Tjong kelihatan membuka matanya. Ia seperti bangun dari tidurnya yang nyenyak,
matanya di tujukan keatas.memandang ke angkasa.otaknya perlahan-lahan mulai
mengingat-ngingat apayang telah terjadi atas dirinya.
Perlahan-lahan ingatannya kembali normal,ia mengingat apa yang telah terjadi semalam di
tepi danau.
Ia di buat terpental oleh pukulan yang dasyat dan menganggap dirinya pasti binasa.
Tetapi apa yang di anggap paling aneh ialah, pada saat itu rasa sakit di badannya tlah
lenyap semuanya, dan di ganti perasan segar.
Mendadak satu pikiran yang menakutkan timnul dalam otaknya.
“Apakah aku benar-bener sudah mati? “
Ia mencoba menggigit jarinya sendiri,ternyata masih dirasakan sakit, suatu bukti bahwa
sebetulnya ia belum mati.
Ia lantas bangun berdiri,matanya cellingukan memandang keadaan di sekitar tempat itu.
Di bawah pohon cemara kira-kira dua tombak jauhnya dari dia berdiri, kelihatan berdiri
seorang wanita muda berbaju putih. Ketika ia memandang siapa adanya wanita itu, wajah
nya berubah seketika.
Tjin Bie Nio dengan sikapnya yang manis berjalan menghampirinya.
Yo Tjie Tjong mengawasi padanya dengan alis berdiri, kemudian berkata dengan suara
dingin.
,,Tjin Bie Nio, hari ini aku akan suruh kau mengucurkan di gunung ini.”
Tjin Bie Nio terkejut,tetapi ia menjawab dengan wajah yang tidak menunjukan apa-apa.
,,Dengan kepandaianmu yang sekarang ini,kau masih belum mampu melakukan itu.”
Sehabis berkata demikian ia menghampiri semakin dekat kearahYo Tjie Tjong.
Dari sikap dan tingkah lakunya saat itu, terang si genit tidak bisa mengendalikan gelora
asmaranya, tapi sedapat mungkin dia secepatnya menundukan sikapnya yang bisa memikat
hati Yo Tjie Tjong .
Benar saja, Yo Tjie Tjong saat itu hatinya agk tergoyang tepai kemuida cepa-cepat ia
menguatkan hatinya dan berkata padanya dengan suara keras:
,,klau kau berani maju lagi satu langkah, aku terpaksa akan turun tangan!’’
Tjin Bio Nio benar saja lantas menghentikan tindakan kakinya, matanya bergeling dan
mulunya memperlihatkan ketawanya yang manis menggiurkan.
Didalam lembah yang sunyi itu, dimana hanya ada mereka berdua, sudah tentu gampang
menimbulkan perasaan yang buka-bukan.
,,joj, kau hendak apakan diriku?” Tjin Bio Nio menanya dengan suara merdu.
,,aku mau bunuh kau!”
,,hah?sebabnya kenapa sih?
Yo Tjie Tjong kemekmek. Didalam namanya musuh-musuh kam-lo-pang ada terdapat
antaranya nama Tjin Bio Nio bersama kedua pengikut lainya. Tetapi pada saat itu ia tidak
berani mengataka terus terang, sebab ia mengetahui sendiri bahwa kepandaian ilmu silat
maupun kekuatanya masih belum cukup di gunakan untuk menuntut balas, maka ia lantas
balas menanya.

,,akudengan kau ada permusuhan apa? Mengapa kau dengan kedua pengikut itu telah
turun tangankeji sehinggga jiwaku hamper melayang? Sakit hati ini tidak boleh tidak aku
harus perhitungkan dengan kau.”
,,Ooooo,itu hanya salah paham saja.” Jawab Tjin Bio Nio ketawa.
,,hemmm! Salah paham?”
,,kau tidak percaya?”
,,tidak!”
,,tahukah kau, siapa yang menolong dirimu sehingga kau bisa bangun kembali dari lobang
kubur?”
,,Yo Tjie Tjong terkejut. Ia memang tadi juga merasa heran, karena ia masih ingat betul
bahwa dirinya sudagh di serang begitu hebat oleh si iblis wajah sings, mengapa tidak bisa
binasa dan skarang bagaimna bisa ada disini?
Yang lebih mengherankan ialah: lukanya tadi malam sudah seperti sembuh semua dan
kekuatanya juga sudah pulih kembali.
,,tetapi dengan wajah yang masih tetap ketus dingin ia menjawab:
,,apakah kau bisa menolong diriku?”
,,hehh,benar. Justru akulah yang menolongmu.
Jawaban itu seolah-olah bunyi geleg di tengah hari bolong.
Jika benar ditolong oleh perempuan genit dan jahat ini, maka selanjutnya ia takan bisa turun
tangan kepadanya. Tetapi wanita ini justru merupakan salah satu musuh-musuh lamanya.
Bukankan itu merupakan suatu soal yang sangat sulit bagi dirinya?”
Setelah berpikir sejenak,Yo Tjie Tjong lantas menanya:
,,mengapa kau menolong dirinya?”
,,ehhh! Kau ini bagai mana sih. Apa menolong kau itu ada salah?”
Sehabis berkata begitu, ia maju lagi dua langkah.

Bagian Ke Sembilan

OLEH karena itu, maka jarak antara kedua orang itu, kira-kira. Tiga tindak lagi saja.
Bentuk tubuhnya Tjin Bio Nio yang sangat menarik hati, ditambah lagi dengan pakainya
yang serba tipis, serta sepasang matanyayang genit menantang, benar-benar membuat
runtuh hati laki-laki yang memandangnya.
Yo Tjie Tjong yang usianya belum cukup delapan belas tahun belum pernah menghadapi
perempuan yang begini cantik menarik, maka hatinya tiba-tiba berontak.
Derngan tidak di sengaja ialantas bergerak mundur dua tindak.
Suatu perasaan yang belum pernah di rasakan waktu sebelumnya, kini telah membuat
hatinya tergoncang keras.
Tjin Bio Nio Yang centil genit,saat itu menghadapi seorang anak muda yang jauh lebih muda
dari dirinya, matanya menatap wajah Yo Tjie Tjong yang tampan.
Kedua pipinya merah membara, hatinya berdebar keras badannya kelihatan menggigil,ia
sudah lantas memeluk Yo Tjie Tjong untuk melampiaskan perasaannya yang sedang
berkobar.
,,Joj !aku lihat kau ketakutan memangnya aku menelan dirimu bulat-bulat ?jawablah !apa
aku menolong dirimu suatu perbuatan yang salah ?”
Sehabisberkata kembali ia menggeser lagi dua tindak.
Yo Tjie Tjong bimbang hatinya. Di jawabnya dengan ketus saat itu mukanya memerah justru
dengan demikian wajahnya yang tampan jadi menarik.
Tjin Bie Nio makin lama memandang, makin merasa tidak dapat lagi mengendalikan hawa
napsunya.
Dengan mata menggering dan napas memburu ia berkata :
,,engko kecil siapa namamu ?”Yo Tjie Tjong sebetulnya tidak ingin menjawab, tetapi
seolah-olah ada kekuatan gaib yang membuat ia sukar menolak, maka akhirnya ia
menjawab juga:
,,aku bernama Yo Tjie Tjong .”
,,Yo Tjie Tjong ?”
,,Ngng.”
,,YoTjien Hoan, ketu dari kam-lo-pang itu masuh pernah apa dengan kau ?”
Wanita genit itu meski di bawah pengaruhnya napsu birahi begitu hebat, tapim masih
berlaku hati-hati. Ini salah satu keistimewaan Tjien Bio Nio kalau tidak begitu bagaimana
biasa mengendalikan orang-orang Pek-leng-hwee ?
Yo Tjie Tjong ketika mendengar Tjien Bio NIo menyebut nama suhunya hatinya terperanjat
perasaannya telah lenyap seketika, diganti oleh perasaan gemas dan gusar berkobar dalam
hatinya.
Untung pikiran warasnya mengikisi agar tak terpengaruh oleh rayuannya kalau tidak besar
sekali bahayanya jika pada saat itu ia tidak bisa menahan sabar, maka itu berarti
menggagalkan rencana besarnya. Karena dengan kepandaian dan kekuatannya pada saat
itu, untuk menghadapi musuh-musuhnya yang kuat seperti mengadu telur dengan batu.
Tjin Bio Nio dan kedua pangju itu, diantara diantara musuh-musuhnya masih belum
terhitung seberapa kuatnya meski demikian ia masih belum mampu menghadapinya aplagi
musuh yang lainnya maka ia membalas dengan ketus :
,,apa perlunya kau menayakan hal seperti itu ?’
Kau tak usah tanya apa perlunya jawab saja pertanyaan ku itu saja sudah cukup !”
,,aku tak dapat menjawab !”
Tjien Bie Nio otaknya lantas berkerja : pangju dari Kam-lo-pang itu pada 20 tahun berselang
sudah binas bersama keluarganya, tidak mungkin ia mempunyai keturunan seperti pemuda
ini. Memiliki golok maut yang baru-baru menggemparkan dunia Kang-ouw,meski menyebut
dirinya sebagai pangju dari Kam-lo-pang tapi benar atau tidaknya masih menjadi suatu
pertanyaan, pemuda di depan matanya ada sangkutpautnya dengan pemilik Golok Maut,
mengapa selagi pemuda ini menghadapi bahaya menghadapi kematiannya si pemilik Golok
Maut itu tidak menunjukan dirinya ?mungkin ini ada satu kesalahan, tapi ilmu silat yang di
mainkan oleh si pemuda, yang ilmunya diwarisi Yo Tjin Hoan dari siapa ia belajar ?
,,engko kecil boleh kau beritau dari mana kau belajar ilmu silat ?”
,,aku tidak dapat memberitahukan padamu !”Tjie Bie Nio tidak gusar sikap ketus sebaliknya
tertawa terkekeh-kekeh.
,,engko kecil berapa usiamu tahun ini ?”
,,tidak tahu !”
Ia memang jawab sebenarnya, sebab Yo Tjie Tjong yang sejak kecil hidup gelandangan
dengan kaum gembel, bagaimana bisa tau usianya sendiri ?
,,kau tak mau bilang ya sudah, tapi aku perlu memperingatkankau sekarang ini kau sudah
menjelma lagi di dunia. Oleh karena itu aku menolongmu hamper saja aku sendiri yang
binasa !”
Yo Tjie Tjong bercekat hatinya.
Tjin Bio Nio nampak bahwa pandangannya menggerak-gerakan hatinya Yo Tjie Tjong, maka
lantas berkata pula.
,,kau sebetulnya sudah binasa serangan si iblis wajah singa, oleh Thian-san Liong-lie
jenajahmu dibawa dan dikubur disini. Aku mendadak ingat aku masih mempunyai sebutir pil
mustajab yang sudah kusimpan 20 tahun lamanya pil itu namanya Kiu-Tjoan-Hoan-Hun-tan.
Dengan maksud mencoba khasiatnya pil tersebut aku telah gali dirimu dalam kubur dan
masukan pil kedalam mulutmu. Kemudian aku Bantu dengan kekuatan tenaga dalamku higa
kau bisa hidup kembali. Kalau kau tidak percaya kau boleh liat liang kubur itu !”
Pembohong besar itu karena kau begitu pandainya mengatur perkataannya, membuat Yo
Tjie Tjong mau tidak mau percaya juga pada obrolannya.
Tjin Bio Nio mengira bahwa usaha kali ini akan berhasil tapi tidak taunya dibelakang ada
seoarang yang sedang mengintai yang saat itu sangat dongkol. Tapi orang itu tidak berani
bertindak kalau belum terpaksa.
Yo Tjie Tjong meski tampaknya dingin ketus tapi ia seorang pemuda yang tegas. Setelah
mendengarkan obrolan Tjin Bio Nio dalam hatinya merasa tergerak, sikap hatinya yang
dingindan kaku juga lantas lenyap tapi ia benar-benar tak sanggup manghadapi pandangan
mata si iblis wanita itu terutama potongan badan dan buah dadanya yang menggairakan
maka ia lantas tunduk kepalanya tidak berani mengawasi.
Sebagai wanita yang sudah banyak pengalaman sudah tentu Tjin Bio Nio segera
mengetahui sikapnya Yo Tjie Tjong itu.
Dengan menindas hawa napsunya yang sudah berkobar keras ia berkata pula dengan
lemah-lembut :
,,ketika kau masih belum muncul 8 kawanan iblis yang dating mencari kau hendak
membelah dirimu untuk mengambil mustika itu. Setelah bertempur mati-matian mereka baru
kabur tapi aku hampir saja binasa ditangan mereka.
Yo Tjie Tjong pada saat itu perasaannya sangat menderita wanita genit ini adalah musuh
suhunya, tapi sebaliknya ia juga merupakan seorang yang sudah melepas budi menolong
jiwanya diantara budi dan sakit hati itu bagaimana ia harus bertindak selanjutnya ?
Sudah tau ia tidak tau keadaan yang sebenarnya, ia hanya percaya obrolan Tjin Bio Nio
setlah mendengar keterangannya itu ia lantas berkata dengan suara sungguh-sungguh :
,,Aku Yo Tjie Tjong bersedia membalas budi kepada setip orang yang melepas budi kepada
diriku !pasti suatu hari aku kan membalas budimu yang sangat besar ini !
Sebetulnya ia masih ingin menambahi tetapi dendam sakit hati suhu masih perlu di
perhitungkan. Maka setelah membalas budi ini baru perhitungkan dendam suhu.
Namun perkatan itu tidak sempat dikeluarkan dari mulutnya.
,,Joh aku aku tidak ingin menerima pembalasan darimu aku Cuma mempunyai sedikit
permintaan !”
,,permintaan apa ?”
,,panggil aku enci !”
Yo Tjie Tjong tercengang ia tidak tau iblis wanita ini hendak berbuat apalagi ? maka dalam
hatinya lantas berpikir meski kau sudah melepas budi dari diriku, tapi kau tetap musuh
suhuku. Aku Yo Tjie Tjong laki-laki sejati bagaimana aku harus membahaskan kau, satu
wanita genit dan berhati kejam sebagi enci ?
Saat itu wajahnya lantas berubah merah, mulutnya bungkam.
Tjin Bio Nio mengira pemuda itu sudah terima baik permitaannya maka badannya lantas
maju dua tindak sehingga hampir saja mereka berdiri satu sama lain.
,,adik tahukah kau bagaimana encimu mencintaimu.
Yo Tjie Tjong yang ssampai begitu besar belum pernah menghadapi racun cinta hatinya
lantas berdebar d3engan cepat ia mundur dua tindak.
Tjin Bio Nio saat itu rupa-rupanya sudah tidak mampu mengendalikan hawa napsunya maka
lantas pantang kedua tangannya ia menubruk dirinya Yo Tjie Tjong seolah –olah macan
kelaparan menubruk mangsanya.
Karena jarak mereka terlalu dekat, Yo Tjie Tjong sudah tidak keburu mundur lagi maka
sebentar saja sudah beada di pelukannya.ia masih coba berontak tapi tidak berhasil hingga
keduanya rubuh bergulingan di tanah.
Tjin Bio Nio sperti sudah kalap ia memeluk erat-erat dirinya Yo Tjie Tjong dan menciumi pipi
dan bibir pemuda itu.
Sekujur badan Yo Tjie Tjong saat itu seperti kena setrum listrik perasaan aneh timbul dalam
hatinya seketika.
Sebagai manusia biasa apalagi dalam usianya masih muda remaja Yo Tjie Tjong belum
mempunyai keteguhan hati untuk menahan godaan setan.akal budinya telah runtuh ia
merasakan adanya suatu kebutuhan.
Dengan wajah merah dan pandangan yang aneh ia mengawasi perempuan yang menciumi
diririnya.
Sambil pejamkan mata Tjin Bio Nio terus memanggil-manggil.
,,adik, adik Encimu …encimu … aku …”
Yo Tjie Tjong yang juga agaknya sudah melupakan dirinya tanggannya lantas merobek baju
Tjin Bio Nio ……”
Justru pada saat itu tiba-tiba dari dalam rimba tidak jauh dari tempat telah terdengar suara
elahan napas perlahan.
Suara itu meski perlahan tapi didalam telinga Yo Tjie Tjong terdengar solah-olah suara
lonceng gereja ketika mendengar itu,ia lantas tersadar dari mimpinya.
Keringat dingin lantas mengucur keluar.
Ia sesalkan dirinya sendiri : ,,Ah, Yo Tjie Tjong ! kauhampir saja melakuka perbuatan yang
akan menyesal seumur hidupmu, bagaimana kau ada muka untuk menemui suhumu
diakhirat nanti ? bagaimana kau ada muka untuk tancap kaki didunia Kang-ouw sebagai
sutu enghiong…….?”
Pikiran warasnya telah timbul. Ia tahu bahwa ia masih belum mampu menandingi Tjin Bio
Nio tapi ia sekarang ia bisa turun tangan.
Pikiran itu dengan cepat lantas dilaksanakan jarinya menotok jalan darah ‘Kie-bun-hiat-nya
Tjin Bio Nio …….,
Tjin Bio Nio yang dalam saat itu juga telah membuka matanya. Ketika melihat perubahan
mukanya Yo Tjie Tjong napsu birahinya hilang seketika dengan cepat ia hendak lompat
bangun.
Tapi oleh karena ia bergerak,maka bagian darah Ma-hiat-nya telah kena totok, sehingga
seketik itu pula ia tidak bisa bergerak ia Cuma bisa mengawasi Yo Tjie Tjong dengan mata
mendelik, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Ia sesungguhnya tidak mendugga bahwa dirinya akan berbuat demikiansebagai salkah satu
wanita yang ulung kiniternnyata dengan mudah tergelincir didalam tangan seorang anak
muda yang baru muncul dapat di bayangkan bagaimana perasaan si wanita genit pada saat
itu !
Yo Tjie Tjong sehabis menotok Tjin Bio Nio ia merassa hutang budi kepada orang yang
brusan menghela napas.
Karena kalau bukan helaan napas yang menggagetkan padanya ia sudah melakukan
perbuatan yang akan membuat noda namanya untuk seumur hidup.
Sekarang Yo Tjie Tjong kembali pada sikapnya yang dingin dan ketus.
,,Tjin Bio Nio.” Katanya dengan suara dingin . ,,perbuatanmu yang menolong diriku tadi tidak
peduli benar atau bohong tapi di tepi danau kau dcengan kedua pangju pernah
menyerangku hingga terluka parah, sekarang aku ampuni dirimu maka diantara diantara kita
sudah tidak adalagi hutang budi. Lain kali bila aku bertemu dengan dirimu lagi maka akukan
menghabisi nyawamu !”
Seandainya ia mengetahui keadaan yang sebenarnya, ia pasti tidak akan melepaskan
begitu saja wanita yang genit dan jahat itu.
Tjin Bio Nio, “sekarang menyesal bukan main mengapa ia tidak bunuh mati saja Yo Tjie
Tjong hingga mustika Gu-Liong-Kauw itu dapat di kuasai olehnya ? tapi, sekarang menyesal
juga sudah terlambat.
Karena jalan darahnya sudah tertotok, ia sekarang sudah tidak berdaya ssama sekali.
Yo Tjie Tjong setelah mengawasi padanya sejenak, lalu berjalan menuju kedalam rimba.
Ia, hendak mencari siapa orangnya yang tadi menghela napas perlahan ?
Ilmunya membentengi tubuh Yo Tjie Tjong dapat warisan dari suhunya dijaman Tjek-kun
yang di jamannya Kam-lo-pang sangat terkenal kenal dengan kepandaiannya. Maka sekejap
saja ia sudah menghilang kedalam rimba.
Ia mencari kesana-sini tapi di situ ternyata sunyi senyap, tidak terdapat bayangan
seorangpun juga.
Keluar dari rimba didepan matanya terbentang, sebuah bukit yang terdiri batu cadas disitu
hanya terdapat beberapa batang pohon cemara yang kelihatannya sebagi penghias saja.
Yo Tjie Tjong bersandar di sebuah batu besar yang bentuknya seperti kursi, matanya
memandangi awan yang beterbangan diatas langit, agaknya sedang memikirkan sesuatu
yang telah terjadi atas dirinya selama beberapa hari ini.
Ia teringat suhu dan kedua pamannya yang mengenaskan, kalau tidak ada mala petaka
yang menimpa dirinya ketiga oaring tau itu, pasti ia terus akan mendapat didikan mereka
bertiga. Ia lalu mengingat pesan suhunya, ketikla hendak menutup mata, ia harus mencari
kayu pusaka Ouw-bok po-lok yang sebelah lagi,baru melanjutkan pelajaran ilmu silatnya. Di
samping itu,ia masih harus menuntut balas terhadap musuh-musuhnya Kam-lo-pang yang
terdapat dalam daftar buku yang di tinggalkan oleh suhunya.
Selain dari pada itu, ia harus mencari tahu asal usul dirinya sendiri juga.
Dengan tidak terasa ia merambah-rambah batu giok Liong-Kwan yang berada di lehernya
lalu berkata kepada dirinya sendiri : “aku ini siapa ? apa sih dan namaku yang sebanarnya ?
dan siapa saja ayah dan bundaku ?....
Ia teringat pula akan keajaiban yang dialami selama duahari ini, meskipun suadah binasa
ditangannya si iblis wajah singa tetapi akhirnya ia bisa hidup kembali.
Ia juga teringat kepada mustika Gu-liong-kauw yang masuk kedalam perutnya secara
kebetulan. Asal bisa mendapatkan telur berwarna dari burung Rajawali raksasa maka
kekutannya akan bertambah dan berlimpah-limpah. Tapi kemana ia harus mencari telur
yang aneh itu ?
Jika ia berhasil mensari yang seporong lagi kayu pusaka Ouw-bok pol-lok, ia tentu tidak
berjasa musuh Kam-lo-pang karena musuh-musuh Kam-lo-pang hampir semuanya
merupakan otrang-orang kuat dalam rimba persilatan pada dewsa itu.
Dan apa yang tidak bisa dilupakan ialah budi Bibinya Tho atau Thian-san liong-lie yang
membela dirinya tiba-tiba dibelakang dirinya tanpa menghiraukan keselamatan dirinya
sendiri.

Budi yang besar dari bibi itu, entah kapan dapat dibalasnya.
Selagi ia tenggelam dalam lamunannya tiba-tiba terdengar pula elahan napas.
Dengan cepat ia membalikamn dirinya ….
Ditempat sejauh kira-kira dua tumbak, tampak berdiri seorang nona berbaju merah yang
tengah mengawasi pandangnya yang tajam.
Ia terperanjat, dalam hatinya lalu berpikir, bolehnya dia ?
Tiba-tiba ia ingat bahwa nona baju merah itu pernah menolomg dirinya bersama-sama
Thian-san liong-lie meski terhadap dirimya nona itu Yo Tjie Tjong tidak mempunyai kesan
baik, tapi tidak urung maju mang hampiri seraya berkata :
…Nona Siang-koan Kiauw kau pernah menolong diriku aku pasti akan membalas budimu ini
!”
Siang-koan Kiauw tidak menjawab, hanya kembali mengelah napas perlahan.
napas perlahan.
Yo Tjie Tjong terkejut mendengar elahan suara napas itu
,, Hei, barusan kau yang mengelah napas dilembah sempit tadi ?’’ ia menanya.
,, Ng !
Ingat akan perbuatannya yang tidak sopan telah dilihat oleh si nona, maka wajahnya lantas
berubah merah karena merasa jengah. Ia lalu alihkan pembicaraannya kelain soal.
,, Dimana bibi Tho sekarang ?’’ ia menanya.
,, Kita berdua setelah mengubur kau, lantas berpisahan.’’
,, Mengubur aku ?’’
,, Lah !’’
Mengapa kau belum berlalu?’’
,, Sebab ……….aku…….aku…….’’
Dijiwanya sinona, sekeyika itu juga lantas berubah merah Yo Tjie Tjong merasa ketarik oleh
jawaban si nona, maka ia lantas berkata :
,, Bolehkah nona menceritakan padaku, apa yang telah terjadi atas diri pemuda itu,
sehingga ia dikubur dilembah yang sunyi itu.
Yo Tjie Tjong tertegun. Ia berkata kepada dirinya sendiri kalau begitu, pemilik bendera
burung laut itu juga merupakan salah seorang yang melepas budi terhadap diriku !’’
Setelah hening sejenak, ia berkata pula :
,, Kalau begitu, apa yang diucapkan oleh perempuan hina Tjin Bio Nio tadi semuanya
bohong.’’
Si nona wajahnya berubah menjadi merah seketika itu juga.,, Aku tidak dapat
memberitahukan padamu.’’
,, Kenapa ?’’
,, Sebab ia adalah ibuku.’’
,, Apa ? Dia ibumu ?’’
,, Bukan ibu benar, tetapi ibu tiri’’
,, Aku tadi sudah berkata kepadanya, bahwa antara aku dan dia sudah tidak mempunyai
ganjalan sakit hati atau hutang budi untuk sekarang ini tidak akan bisa berbuat ap-apa
terhadap dirinya ceritakan saja. Kau tidak usah khwatir.Aku harus mengetahui persoalan
ini.’’
,,meskipin ia ada maksud lain, tetapi ia sudah menggali keluar dirimu dari liang kubur
sehingga kau hidup kembali, itu memang sebenarnya. Tetapi sekarang urusan sudah lain
biarlah jangan mengungkitnya lagi urusan ini.’’
,, Dengan cara apa ia membuat kau hidup kembali ?’’
,, Tidak tahu. Ia hanya meletakan dirimu dibawah sinar matahari, setengah jam kemudian
kau mendadak mendusin. Hal itu juga membuat aku merasa heran.’’
,, Kiranya, orang yang menelan mustika Gu-Liong-Kauw sekalipun sudah terluka para, juga
tidak akan bisa mati.’’
,, Tetapi wakti itu kau memang benar sudah mati.’’
Sudah tentu mereka samasekali tidak mengetahui kasiat benda mujijat itu yang baru
kelihatan mujijatnya apabila ketemu sinar matahari, sehingga orang yang sudah mati bisa
hidup kembali.
Siang-koan Kiauw pada saat itu nampaknya tidak begitu berarti dalam seperti waktu
pertama kali bertemu dengan Yo Tjie Tjong nona itu sikapnya kelihatan semakin menarik.
Dengan matanya yang jeli dan bening ia terus mengawasi wajahnya Yo Tjie Tjong.
,, Dikalau bibi Tho tahu kau bisa hidup kembali, entah bagaimana rasa girangnya.’’ Si nona
berkata.
,, Apa ? kau juga bahasakan dia bibi Tho ?’’
Siang-koan Kiauw sebetulnya hendak menjawab bahwa panggilan itu karena mengikuti si
pemuda, tetapi berat perkataan itu dikeluarkan dari mulutnya, maka ia hanya menjawab
dengan singkat Ng’ saja.
Mendadak Yo Tjie Tjong mengingat suatu hal.
,, Tjin Bio Nio itu apakah ibu tiri nona ?’’ tiba-tiba ia menanya.
,, bukan tadi sudah kukatakan ?’’
,, Kalau begitu ayahmu tentunya………’’
,, Siang-koan Kiauw yang mempunyai gelar Tui-hong-kiam ( pedang pengejar angin ).’
Demikian jawabnya.
Yo Tjie Tjong terperanjat, dalam matanya tiba-tiba terlintas sinar kebencianny. Tetapi itu
hanya terjadi sekejapan saja, lantas lenyap kembali. Sehiangga Siang-koan Kiauw tidak
dapat melihat perubahan itu.
,, dimana ayahmu sekarang berada ? apa ia bukan menjabat ketua Pek-leng-hwee ……’’
,,Ayah sudah meninggal dunia pada lima tahun berselang jabatan ketua Pek-leng-hwee,itu
sekarang dipegang ibu tiri.
Sudah meninggal dunia ?
,,kenapa ?
Apakau kenal ayahku almarhum ?
Yo Tjie Tjong geleng-geleng kepalanya, tetapi dalam hatinya berpikir : Siang-koan Kiauw
juga merupakan salah satu musuhnya suhu yang dulu turut ambil bagian dalam
pembasmian Kam-lo-pang.
Karena ia sudah lama binasa dan orang yang sudah mati tak dapat diajak berhitungan,
maka hutang darah itu ia akan tagih pada dirinya, tetapi ia adalah anak perempuan salah
satu musuh suhunya. Lebih baik ia meninggalkan padanya saja.
Oleh karena berpikiran demikian, maka sikapnya berubah kembali.
,,nona Siang-koan, budimu terhadap diriku akan ku ingat untuk selama-lamanya. Sekarang
aku hendak pergi dulu, katanya dengan suara tawar.
Sehabis berkata, ia lantas hendak berlalu.
,, Kau ……,kembali dulu !’’ Siang-koan Kiauw memohon.
Yang tinggi hati dan suka berbuat menuruti perasaannya sendiri sekarang menghadapi
sikapnya Yo Tjie Tjong yang begitu dingin terhadap dirinya perasaanya merasa tersinggung.
Yo Tjie Tjong yang baru saja bertindak, terpaksa berhenti menanya dengan heran
,, Nona masih ada perkataan apa ?’’
Siang-koan Kiauw membisu matanya lantas menjadi merah. Karena biar bagaimana ia
adalah satu gadis yang masih suci, tidak bisa membeber kelakuan Yo Tjie Tjong yang tidak
berbudi.
ia pernah menempuh bahaya dan bersedia korbankan jiwanya untuk menolong diri pemuda
ini. Ia pernah bersedih hati karena kematian pemuda ini tetapi ia sekarang setelah hidup
kembali sikapnya malah begitu dingin terhadap dirinya. Kenapa ?
Yo Tjie Tjong sebetulnya juga bukan tidak tergerak hatinya oleh perlakuan dan sikap si nona
ini sebab sebagai manusia umumnya sudah tentu tidak akan terhindar dari lingkungan
perasaan manusia. Tetapi ia tidak akan menyatakan perasaanya sebab nona itu adalah
anak perempuannya musuh suhu itu.
Oleh karena itu pulalah, maka kecantikannya si nona baju merah itu tidak dapat
meruntuhkan hati si pemuda yang sikapnya dingin itu.
Setelah agak lama bediri sepasang matanya si Nona kelihatan guram tidak bersinar dengan
suara sedih pilu ia berkata.
,,pergilah.”
,,Bukankah nona tadi suruh aku kembali ?”
,,tidak salah, memang suruh kau kembali.”
,,Ada urusan apa ?”
,,Tidak ada. Sekarang aku minta kau tinggalkan aku.”
Yo Tjie Tjong merasa bingung, ia bertanya sambil kerutkan alisnya :
,,Nona apa artinya ini ?”
,,Tidak apa-apa aku hanya ingin untuk selamanya kita tidak akan bertemulagi dengan kau,”
Jika perkatan itu keluar dari mulut orang lain, Yo Tjie Tjong pasti sudah lantas berlalu begitu
saja tetapi terhadap si Nona yang melepas budi terhadapnya iaterpaksa harus menahan
sabar.
Terutama tadi ketika ia berada dalam cengkramannya napsu setan dari Tjin Bio Nio jika
bukan karna nona ini yang mengeluarkan napas, sehingga kembalilah pada pikiran yang
waras barang kali ia telah melakukan perbuatan terkutuk dengan Tjin Bio Nio.
Hal ini lebih-lebih ia merasa berhutang budi terhadap nona ini.
,,Apakah dari diriku ada hal-hal yang dapat disalahkan terhadap dirimu ?”
Demikian halnya Yo Tjie Tjong menaya
Siang-koan Kiauw tidak dapat menekankan perasaan sedih hatinya
Air matanya lantas keluar.
Yo Tjie Tjong baru saja muncul dari dunia Kang-Ouw tetapi ia adalah seorang pemuda yang
sangat cerdik pada saat itu ia juga sudah agak menduga perasaan hati si nona maka untuk
saat lamanya perasaan tergoncang keras ia merasa tidak enak terhadap Siang-koan Kiauw
dalam hatinya lantas berpikir : nona manis yang patut dikasihi. Apa aku ada harganya utuk
mendapat cintamu ? sesungguhnya aku tak bisa mencintai kau jika satu hari nanti kau
mengetahui siapa adanya aku ini kau tentu akan menyesal !”
Siang-koan Kiauw adalah untuk pertamakali timbul perasaan cintanya terhadap seorang
pemuda. Tetapi pemuda ini bersikap dingin terhadapnya sudah tentu ini merupakan satu
pukulan yang hebat bagi seorang gadis suci murni.
,,pergilah selamanya aku tidak menemui kau lagi ia mengulangi perkataannya itu pula dan
perkataan demikian tidak beda dengan seorang wanita yang sedang terhadap kekasihnya.
,,Nona, aku…”kata Yo Tjie Tjong sambil ketawa geli
Kau satu-satunya laki-laki tidak berbudi
Siang-koan Kiauw menekap wajahnya seniri dan lantas berlalu dengan cepat.
Untuk saat lamanya Yo Tjie Tjong merasa serba salah ragu-ragu baiknya mengejar atau
berpisah begitu saja ?
Selagi masih dalam keragu-raguan, nona itu sudah menghiklang dari depan matanya.
Setelah si Nona pergi ia merasa hatinya merasa kosong melompong
dengan lakunya seperti orang linglung ia menongak mengawasi langit membiarkan dirinya
tertiup oleh angin pagi yang sangat dingin.
Siang-koan Kiauw sebetulnya tidak terjauh masih menantikan pangilanya Yo Tjie Tjong .
Tetapi ia terlau lama menantikan akhirnya ia merasa putus harapan hatinya seorang gadis
telah hancur luluh ia berkata kepada dirinya sendiri sambil kertak gigi :
“Yo Tjie Tjong, ada satu pasti aku akan bunuh dirimu
Sehabis berkata demikian ia segera berlalu dan kali ini benar-benar berlalu.
Yo Tjie Tjong sebetulnya tidak benar-benar tidak besikap dingin terhadap dirinya tetapi
terpengaruh oleh dirinya sendiri ia tidak berani menerima cintanya Siang-koan Kiauw ia tidak
ingin menyakiti hati hati siNona .
Setelah sekian lama berdiri akhirnya ia juga berlalu.
Belum lama ia berlalu dilambah yang sunyi itu kembali muncul orangorang pandai dari
golongan hitam.
Orang-orang itu juga merupakan sebagian dari orang-orang yang turut ambil bagian dalam
rebutan mustika Gu-Liong-Kauw.
Oleh karena itu munculnya pemilik bendera burung laut maka mereka pada ketekutan dan
kabur.
Tetapi terdorong oleh perasan serakah mereka tidak berlalu terlau jauhmereka hendak
melihat perkembangan selanjutnya kemana akhirnya mustika itu jatuhnyamereka telah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagai mana si orang berkedok kain putih
mengaku sebagai pemilik bendera burung laut, dengan kepandaian yang sangat luar biasa
tingginya, dalam sekejap saja sudah merebut senjata peledak yang hebat dari tangannya si
iblis wajah singa bahkan si iblis dapat dibinasakan dengan mudah.
Kemudian melihat orang berkedok itu berlalu, tetapi masih mondar-mandir kira-kira lima
puluh tumbak jauhnya dari tempat persembunyian mereka, agaknya masih tidak mau
meninggalkan tempat itu begitu saja.
Dengan demikian, maka orang-orang itu masih belum berani menunjukan diri, sehingga
merekapun menyaksikan kejadian ketika jenajahnya Yo Tjie Tjong dibawa pergi oleh
Thian-san Liong-lie dan Siang-koan Kiauw.
Setelah oragn berkedok itu sudah benar-benar berlalu, orang-orang itu baru berani unjukan
diri lagi. Mereka mencari ubek-ubekan ditempat sekitar lima lie dari danau tersebut.
Tidak perlulah disangsikan bahwa tujuan mereka itu masih tetap pada mustika yang
merupakan benda mukjijat bagi orang-orang rimba persilatan itu.
Mereka masih tetap mencari jenajahnya Yo Tjie Tjong dan ingin membelek perut jenajah itu
serta mengambil mustikanya.
Satu malam telah berlalu, tetapi mereka tidak dapat menemukan apa yang mereka cari.
Ketika mereka tiba dilembah yang sempit sunyi, disitu mereka dapat menemukan dirinya si
wanita genit baju putih yang bukan lain dari pada ketua Pek-leng-hwee. Tjin Bio Nio.
Maka mereka lantas pada menghampiri Tjin Bio Nio.

Bagian Ke Sepuluh

BERADANYA permpuan itu disitu, pasti bukan tidak ada sebabnya. Kiranya Tjin Bio Nio
yang dalam keadaan yang tidak menduga-duga telah tertotok jalan darahnya oleh Yo Tjie
Tjong dengan mengandal kekuatan tenaga dalam yang sudah tinggi perlahan-lahan ia
sudah berhasil membebaskan totokan itu.
Selagi masih merasa gemas dan gusar serta mendongkol serta beberapa bayangan orang
mendadak menghampiri dirinya.
Ketika ia melirik kearah mereka ia segera mengerti apa maksud kedatangan orang-orang
itu.
Diantara orang-orang yang sedang mendatangi itu. Terenyata ada dua penjahat dari
Lam-bong serta si garuda kepala botak.
Sudah tidak perlu disangsikan lagi bahwa kedatangan orang itu maksudnya tentu hendak
mencari mustika Gu-Liong-Kauw dalam perutnya Yo Tjie Tjong.
Kawanan iblis itu ketika menyaksikan lubang kubur yang sudah kosong melompong dan
pakaiannya Tjin Bio Nio yang sudah terkoyak-koyak agaknya sudah mengerti sebagian
sehingga mata mereka semua ditunjukan kearah wanita itu. Agaknya ingin menembusi apa
yang tersimpan didalam tubuh wanita genit cantik itu.
Orang-orang itu setelah berdiri dekat pada Tjin Bio Nio, pertama-tama adalah si Garuda
Kepala Botak yang membuka suara sambil menggaruk-garuk kepanya yang kelimis.
….Tjin Hweetio, mengapa kau berada disini seorang diri saja ?
…Ehee, apa dalam hal ini juga ingin mengetahuinya ?
…Untuk seorang yang suka berterus terang, tidak perlu sembunyi-sembunyi. Barangkali kau
tahu dimana adanya bangkainya pemuda itu ?
…Tidak tahu !
…Ahh, huh huh …..Rejeki Hweetio sangat besar.
…Apa artinya perkataan ini ?
…Mustika Go-liong-kauw tidak mudah dilihat dalam ribuan tahun sekali. Kini senjata kau
dapatkan secara mudah bukan berarti besar sekali rejekimu ?”
Orang yang mndengar perkataan si Garuda Kepala Botak wajahnya masing-masing
menunjukan perasaan mengiri dan heran. Sehingga semua mata kembali ditunjukan kearah
dirinya. Tjin Bio Nio.
…Telah kudapatkan ?” Tjin Bio Nio balas menanya.
…Tjin Hweetio, perluapa maisih berlaga pilon ?”demikian salah satu dari penjahat dari
lam-bong lantas celetuk.
,,apa artinya berlaga pilon ?
Bangkainya bocah itu mungkin sudah menjadi korban pedangnya TJin hweetio,” kata si
garuda kepala botak smbikl miringkan kepalanya.
,,kata yang menyemblih pemuda itu dan mengambil mustikanya.
,,kau Tjin Hweetio,rasanya mungkin tidak tega turun tangan terhadap anak itu,”
,,Ha, ha, ha,…..”Tjin Bio Nio perdengarkan ketawanya yang nyaring.
Begitu seram terdengar suara ketawanya itu, apalagi terdengar didalam kedalaman lembah
yang sunyi itu sehingga membuat wajah-wajah orang-orang jahat itu berubah.
Ketawanya Tjin Bio Nio seakan–akan hendak melampiaskan benci dan jengkel karna ia
dituduh sebagai pencuri.
Ia yang biasa mempermainkan laki-laki sunguh tidak menyangka sekarang bisa terjungkal
ditangan satu bocah. Ia tidak mendapat keuntungan apa-apa.sebaliknya sudah di tuduh
sebagai orang yang mengambil Mustika dari perut Yo Tjie Tjong .
Bagai mana ia tidak jadi gusar dan dongkol ?
Tetapi tawa itu sungguh tak enak didengarkanya bagi kawanan penjaha itu.
Setelah puas ketawa, Tjin Bio Nio lantas berkata dengan suara yang bengis :
,,kalau benar, bagaimana ? apakah kalian hendak membelek perutku dan mengambil
mustika itu. ?”
Orang-orang jahat itu pada terkejut, salah seorang dari dua penjahat dari Lam-Bong lalu
menjawab sambil tertawa :
,,Ooo , tidak berani. Kita Cuma ingin mengetahui saja dimana sebetulnya mustika itu kini
berada. Ternyata Tjin Hweetio ternyata rejekinya yang paling besar. Rasanya perlu aku
mengucapkan selamat padamu”.
Tjin Bio Nio sebagai orang yang banyak akalnya ia bisa menghitung untung rugi.utntuk
menghadapi kawan penjahat kini ia tidak takut dan mereka tidak berani berlaku terlalu kejam
terhadap dirinya.
Tetapi kalau hal itu disiarkan kedalam dunia Kang-Ouw, itu berarti bahwa ia juga yang akan
tertimpa bencana.
Oleh karen itu maka ia lantas berkata :
,,juga tuian-tuan juga tidak salah !Aku mempunyai pikiran serupa itu. Cuma sayang…..
kawanan penjahat itu yang menengarkan perkataan Tjin Bio Nio ada isinya,semangat lantas
terbangun Si Garuda Kepala Botak kepala botak adalah seorang yang banyak akalnya,
tetapi dihadapan Tjin Bio Nio ia masih belum nampak seujung kukunya.ia tidak mengetahui
si wanita genit itu sedang memainkan peranan, maka lantas mendesak dengan mendesak
perkataanya :
,,sayang apanya ?”
,,sayang keadaan ku sama dengan tua-tuan yang tidak mempunya itureji untuk
mendapatkan mustika itu.
Kawanan pejahat itu agak bikin bingung oleh jawaban perempuan genit cerdik itu. Si Garuda
Kepala Botak kepala itu agaknya masih mau percaya maka ia terus mendesak :
,,aku ingin penjelasanmu.”Tjin Bio Nio …. Mendadak berkata dengan berkata
sunguh-sungguh.
,,tuan-tuan kiranya tahu sendiri bahwa orang yang menelan benda mukjijat itu,
Sekalipun terluka parah juga tidak akan bisa binasa.”kawana penjahat itu aggukan kepada.
,,dari mana Hweetio bisa mengetahui ini.”
,,dengan terus terang, akan juga mempunyai maksud untuk mendapatkan mustika itu. Aku
mengikuti sampai disini dan ketika aku menggali liang kubur itu, ternyata sudah kosong”
,,kalau begitu, bocah itu tentu sudah kabur.
,,siapa kata tidak ?” Si Garuda Kepala Botak lantas berkata sambil ketawa dingin :
,,Tjin Bio Nio Hweetio tadi rupa-rupanya pernah berkelahi dengan seporang.”
Siapa tahu, pertanyaan yang tidak,pertanyan yang tidak di sengaja ini seolah-olah sebatang
anak panah yang tajam menacap keulu hatinya Tjin Bio Nio. Bukan berarti berkelahi saja
bahkan ia sudah menjadi pecundang anak muda itu.
Tetapi si wanita genit yang banyak akalnya, meskipun dalam hati ada persamaan yang
mendongkol diluarnya tidak menunjukan perubahan apa-apa maka ia masih bisa menjawab
dengan sejenak saja :
,,memang benar !”
,,dengan siapa ?
,,Thian-san Liong-lie.”meskipun jawaban Tjin Bio Nio itu sejenak saja, tetapi tidak ada
seorangpun yang tidak percaya.
,,Thian-san Liong-lie ?” Tanya mereka heran.
,,benar ? Thian-san Liong-lie memang satu jalan dengan bocah itu maksudnya dengan
membuat kuburan palsu ini tidak lain hanya hendak mengelabui mata orang-orang dunia
Kang-Ouw saja.
Ia sendiri masih belum berlalu dari sini. Ketika aku menggali liang kubur, karena
dianggapnya membuka rahasianya, maka dalam gusarnya ia lantas mengejar aku.’
Kawan pejahat itu, setelah mendengar keterangan tersebu, hati mereka merasa maksgul si
garuda kepala botak memberi pertanyaan sambil tertawa Ha,ha, hi, hi :
,,keterangan Tjin Hweetio bertanya apa tidak berbohong ?”
Tjin Bio Nio sangat mendongkol terhadap kepala botak ini, tetapi diluar masih tidak
menunjukan perubahan apa-apa dan atas pertanyaan itu ia menjawasb dengan
sungguh-sungguh :
,,Tuan-tuan rupanya terlalu menganggap rendah diriku biar bagaimana kertas toch tidak
dapat dipakai untuk membungkus api didalam kalangan Kang ouw, tauan masih banyak
kesempatan bertemu dengan bocah itu. Bagai mana aku bisa bohong ?”
Si garuda kepala botak bungkam seribu bahasa. Tapi hanya sejenak sebab kemudian ia
berakta pula sambil ketawa cengar-cengir.
,,Tjin Hweetio, maafkan aku yang salah omong sampai ketemu dilain waktu.”
Setelah berkata demikian, Si Garuda Kepala Botak kepala botak lalu lantas berlalu lebih
dulu.
Kawanan penjahat itu setelah saling pandang sejenak, juga lantas sumuanya bubar.
***
Peristiwa yang menyangkut dirinya Yo Tjie Tjong yang secara kebutulan telah menelan
mustika Gu-Liong-Kauw, dan kemudian telah binasa bisa hidup kembali dalam waktu
beberapa hari sudah tersiar luas kalangan Kang Ouw oleh karena itu, Yo Tjie Tjong kini
telah merupakan’barang yang di buat incacaran oleh kawanan iblis, yang bermaksud
hendak mendapatkan mendapatkan barang mustika itu.
Ini sesungguhnya merupakan suatu hal yang menakutkan.
Kemungkinan penyemblihan atas dirinya untuk mengeluarkan mustika itu dari perutnya,
setiap saat bisa saja terjadi sebab mustika Gu-Liong-Kauw itu harus ada telurnya burung
raksasa baru bisa lumer dan berguna bagi dirinya pemilik, kalau tidak, selamanya akan tetap
tinggal utuh dalam perutnya maka kawanan manusia yang mengandung hati seraka dan
kejam lantassudah pada bergerak mencari adanya pemuda dengan mustika Gu-Liong-Kauw
itu. Yo Tjie Tjong hari itu, setelah lolos dari bahaya kematian dari bahaya kematian dan
meninggalkan lembah yang sempit sunyi yang pernah mnjadi tempat kuburannya sementara
ia mlakukan perjalanan menuju keutara. Tujuannya yang pernah ia tuju mencari pusaka
kayu Ouw-boks Po-Lok, supaya ia dapat mempelajari ilmu silatnya yang lebih dalam dan
bisa digunakan untuk menuntut balas sakit hati Suhunya.
Ouw-boks Po-loks Cuma merupakan dua kayu hitam apayang ada ditangannya Yo Tjie
Tjong saat itu hanya yang memuat keterangannya, sedangkan sepotong lagi yang belum di
temukannya, termuat dihapalannya.
Dalam sepotong kayu yang kecil itu dibuat pukulan tangan yang hanya terdiri dari lima jurus
saja, tapi kalau itu dapat di muat pukulan tangan jang hanya terdiri dari djurus sadja, tetapi
kalau tidak mendapatkan keterangannya dari sepotong kayu yang berada di tangannya Yo
Tjie Tjong saat itu, tentu tidak akan dapat dipahamkan ilmu serangan termaksud.
Untuk mencari benda yang sudah hilang pada dua puluh tahun berselang itu, sebetulnya
merupakan suatu pekerjaan yang maha sulit.
tetapi Yo Tjie Tjong sudah bertekad bulat, sebab benda itu bukan saja merupakan benda
pusaka perguruannya, teapi juga merupakan benda penting yang harus didapatkan untuk
dapat melaksanakan pesanan suhunya.
Terhadap mustika yang berada dalam perutnya,malahan ia tidak taruh perhatian sama
sekali, sebab benda mustika itu harus dibantu dengan telur burung berwarna dari burung
rajawali raksasa baru ada gunanya.
Tetapi barang yang tersebut terakhir ini juga merupakan barang yang tidak mudah untuk
didapatkan, maka sama artinya dengan barang yang tidak berguna di dalam perutnya.
Disepanjang jalan ia terus mengingat-ingat nama musuh kam-lo-pang.
Nama-nama itu yang teratas adalah namanya lima iblis dengan huruf singkatan IM YANG
SIU ROAY PO.
Lima huruf ini masing-masing mewakili namanya seorang iblis yang sudah tentu
berkepandaian sangat tinggi.
Tetapi dengan tekadnya yang bulat dan keyakinannya yang ia henak melaksanakan tugas
yang berat itu.
Sementara itu, namanya duapuluh orang yang terdapat dalam lembar kedua dan ketiga,
kecuali enam nama yang sudah dicoret oleh suhunya,ditambah lagi dengan namanya si
Buli-buli arak wajah burung serta nama Sian-koan Kin sudah binasa pada lima penuh, ia
hendak melaksanakan tugas yang berat itu.
Meskipun orang-orang itu merupakan orang-orang yang namanya sangat terkenal dalam
golongan hitam maupun golongan putih tetapi kalau dibandingkan dengan golongan lima
iblis yang tersebut duluan masih belum berarti apa-apa.
Satu persatu ia menyebutkan nama musuh-musuh suhunya itu, mau mengukir nama-nama
itu di dalam hatinya supaya selamanya tidak dapat dilupakan.
Kemudian ada satu hari ia akan dapat mencoret nama-nama itu satu per-satu dari daftar
nama yang berada padanya.
Selagi dalam keadaan melamun, terbawa oleh siliran angin yang meniup sepoi-sepoi,
telinganya lapat-lapat menangkap suara beradunya senjata dan bentakan orang.ia berhenti
melamun dan pasang telinganya dengan seksama mendengarkan suara itu, ternyata
datangnya dari rimba sebelah kiri jalanan.
Terdorong oleh perasan heran, ia lantas menggerakan badannya dan melesat kedalam
rimba tersebut.
Suara pertempuran kedengarannya semakin nyata, diantara suara beradunya senjata,
diseling oleh bentakan orang perempuan.
Yo Tjie Tjong masuk lebih jauh kedalam rimba.
Di rimba dalam terdapat satu tanah pekuburan yang luasnya kira kira saru bau lebih, dikitari
oleh pohon-pohon Cemara.
Mula-mula ia menyembunyikan di belakang di rinya di sebuah pohon,tetapi ketika matanya
menyaksikan apa yang terjadi hampir saja ia menjerit kaget.
Di suatu tanah di lapang kuburan tersebut terlihat tiga orang laki-laki jahat yang sedang
mengepung dirinya satu nona yang memakai baju hitam yang usianya masih muda sekali
mungkin masih berumur belum cukup delapan belas tahun.
Kedua pihak menggunakan pedang,pertempuran berjalan dengan sengit sekali.
Di atas kuburan tersebut terdapat beberapa bangkai manusia yang tergeletak dalam
keadaan tidak utuh. Ada yang terkutung tangan atau kakinya bahkan ada pula yang
terkutung kepalanya.
Darah merah membanjiri rumput yang hijau suatu pemandangan yang sangat
mengenaskan.
Di sekitar lapang itu, masih ada beberapa orangtua dan anak muda yang jumlahnya tidak
kurang dari tigapuluh orang.
Mereka itu tampaknya seperti orang-orang yang berkepadaian ilmu tinggi.
Nona baju hitam itu kelihatan gusar. Bilah pedangnya bergerak lincah. Meskipun dengan
seorang diri ia harus melawan tiga orang musuhnya, tetapi ia tampaknya tak merasa keder.
Bahkan ia telah berhasil mendesak musuh-musuhnya sehingga kelabakan.
Yo Tjie Tjong terpesona menyaksikan pertempuran tersebut ia telah kagum oleh keahlian
gadis berbaju hitam dengan ilmunya sangat tinggi, ia bermaksud untuk menonton saja dulu
kalau perlu baru ia turun tangan membantunya. Maka itulah ia menyembunyikan dalam
pohon yang lebat.
Tiba-tiba ia mendengar suara jeritan ngeri, salah satu katiga laki-laki yang mengepung
sigadis berbaju hitam rubuh dalam keadaan terkatung lengannya.
Kedua laki-laki yang lainnya menyaksikan satu kawannya yang tewas, nampaknya semakin
napsu dengan tanpa menghiraukan nyawanya sendiri dengan terus menyerang sigadis
berbaju hitam.
Dengan cepat dalam waktu singkat si nona sudah melancarkan 9 serangan, sehingga dua
kaki itu menjadi gugup. Mereka terus mundur dengan smpai kira-kira lima sampai enam
langkah tidak, baru terhindar dari bahaya.
Gadis berbaju hitam itu agaknya sudah gemas betul-betul, setelah melancarkan serangan
bertubi-tubi tadi, lalu rubah gerakaknnya dan kembali melancarkan serangan beruntun tiga
kali dengan ilmu padanya yang aneh luar biasa, hingga ke dua laki-laki itu kembali terancam
jiwanya.
,,kamu berdua mundur”!
Suara bentakan seperti geledeg tiba-tiba terdengar rombongan orang banyak lantas muncul
seorang tua yang bertubuh pendek kecil. Baru saja orangnya bergerak,
Tangan sudah mengeluarkan sambaran angina demikian hebat, menggulung si gadis baju
hitam oaring tua pendek itu mempunyai kekuatan yang begitu hebat, sesungguhnya ada di
luar duggan semua orang.
Gadis baju hitam itu apa bila tidak menarik serangannya, dua laki-laki tadi akan binasa di
bawah pedangnya, tetapi ia sendiri juga akan terluka oleh sambaran angin si orang tua
pendek kecil. Itu menghindari serangan hebat ini, terpaksa ia harus melompat menyingkir
delapan kaki jauh nya.
Dua orang laki-laki yang terlebih dahulu telah menggunakan kesempatan itu untuk
mengundurkan diri. Orang tua pendek kecil tadi, sehabis melancarkan serangannya, lalu
berkata sambil mendengarkan suara ketawanya yang aneh :
,,Budak hina lebih baik kau keluar saja dengan baik.”
,,setan cebol, kau belum pantas mengeluarkan perkatan begitu,”jawab si gadis baju hitam.
Bukan kepalang gusarnya orang tua pendek kecil itu.
,,budak hina apa kau mencari mampus ?” bentak bengis, setelah berkata, badannya yang
pendek kecil telah melesat seperti gangsing mencari si gadis baju hitam. Dalam waktu yang
singkat saja ia melanjutkan serangan bertubi-tubi badannya sinona melesat tinggi, ditengah
udara ia membuat satu lingkaran, kemudian turun melesat seperti burung wallet, tanganya
berbarang melancarkan tiga kali serangan.

Yo Tjie Tjong yang menyaksikan serangan pertempuran itu dari tempat per sembunyiannya,
diam-diam merasa kaget juga. Pikirannya gadis baju hitam betul-betul hebat, Kepadanya
tampaknya gadis itu mengerti adanya benda mustika,yang membuat kawanan penjahat
belum lenyap pikiran itu, dalam medan pertempuran sudah terjadi perubahan. Orang tua
cebol itu dengan kedua tangannya yang kurus terusterusan melancarkan serangan secara
hebat. Diantara serangan gadis baju hitam, tangan orang tua masih dapat bergerak dengan
berani, kadang-kadang juga menyelusup diantara sinar pedang hendak menyambar diri si
nona.
Gadis baju hitam itu, sedikitnya merasa nyeri bahkan serangan dilakukan semakin gencar.
Bertepatan pada saat itu muncul tiga orang tua yang kira-kira usianya lima puluh tahunan
yang turut ambil bagian dan mengurung sigadis berbaju hitam.
Dengan muncul mereka, keadaan lantas berubah gadis baju hitam itu keliatan di bawa angin
Yo Tjie Tjong pernah mengalami dirinya dikepung oleh kawaan orang-orang jahat, timbul
perasan didalam hatinya kepada si nona berbaju hitam yang terkurung, selagi ia hendak
bergerak, mendadak terdengar suara seperti menggeramnya binatang buas. Orang-orang
jahat yang saat itu masih belum turun tangan dan masih berdiri dipinggir jalan sebagai
penonton ketika mendengar suara geraman itu wajah mereka berubah agaknya mereka
sangat ketakutan.
Empat orang tua yang sedang mengepung sigadis baju hitam lantas lompat mundur.
Yo Tjie Tjong merasa sangat heran. Ia tidak mengetahui kawan iblis macam apa yang
mendatangi sehingga membuat orang-orang ketakutan sedemikian rupa ?
Si gais berbaju hitampun terkejut, matanya mengawsi kearah rimba.
Untuk sesaat lamanya keadaan menjadi sunyi senyap tetapi suasana menjadi tegang dan
menyeramkan.
Suara menggeram seperti binatang buas itu makin lama makin dekat kedengaranya makin
masuk telinga.
Baru saja suara geraman berhenti banyak orang lantas jadi kesima karana menghadapi
pemandangan yang luar biasa.
Pada saat itu didalam kalangan bertambah seseoarang yang aneh bentuknya seperti
bangkai hidup, badannya tinggi kurus, wajahnya pucatpasi, sedikit pun tidak terlihat
tanda-tanda seperti manusia hidup,matanya memancarkan sinar biru hidungnya pesek dan
lebar tangan dan jari-jarinya yang terbungkus oleh kulit yang putih keriput diatas jari-jarinya
yang kurus tumbuh kuku yang panjang. Bentuk manusia aneh yang menakutkan cukup
menciutkan nyali-nyali yang kecil.
Semua orang yang berada ditempat itu merasa seram melihatnya sangat ngeri datangnya
orang itu.
Yo Tjie Tjong sendiri merasakan bulukuduknya berdiri.
Orang aneh itu dengan matanya yang tajam menyapa sejenak kearah semua orang lantas
berkata ke semua orang dengan suaranya yang menyeramkan.
,,kalian semua enyah dari sini !”
Perintah itu dibarengi oleh gerak tangan yang kurus kering dan satu diantara orang-orang
tua yang berdiri di hadapan si gadislanta lantas rubuh binasa ,dar iluban gibung, mata dan
mulutnya mengalirkan darah hitam.
Entah ilmu apakah yang digunakan oleh manusia aneh itu? Tidak ada seorangpun juga
yang mengetahuinya.
Semua kawanan penjahat yang berada itempat pada terbang semangatnya lantas dari
tunggang-langgang, sebentar saja keadaan sudah menjadi sepi kembali.
Gadis baju hitam itu melintangkan pedang didepan dadanya, tetapi tangan yang memegang
pedang tampaknya agak gemetaran.
Manusia aneh seperti bangkai hidup itu dengan matanya yang biru mengawasi si gadis,
setelah itu lalu berkata sembari mengeluarkan suara ketawanya yang menyeramkan :
,,Bocah, siapa namamu ? dank kau anak siapa ? coba kau ceritakan pada Lohu barang kali
saja lohu kenal. Kalau tidak …. Huhh, huhh….
Si gadis sepasang alisnya berdiri, ia menjawab dengan suara gusar :
,,Hal ini tidak perlu kau tahu.”
,,Ha, ha, ha…. Satu bocah yang tidak tahu diri ! sekarang serahkan saja benda didirimu itu
dengan secara baik-baik, lohu akan memberikan kau kematian dalam keadaan utuh, kalau
tidak, ini adalah contohnya !” demikian kata si manusuia aneh itu sambil menunjuk mayat
orang tua yang menggeletak di tanah.
Ketika si gadis menengengok ke arah mayat yang di tunjuk oleh orang aneh itu, mayat itu
sudah berubah menjadi cair, hanya rambutnya yang ketinggalan,airnya menyiarkan amis.
Yo Tjie Tjong yang turut menyaksikan di belakang pohon,hatinya juga merasa berdebaran.
Entah benda mustika apa yang ada di badannya gadis baju hitam itu sehingga menimbulkan
banyak perahatian para kawanan penjahat dan pada datang merebutnya, sampaipun
terkenal orang paling ganasjuga merasa tertarik, dan turut ambil bagian merebut benda
termaksud.
Si gadis wajahnya berubah seketika, dalam kagetnya ia telah keluarkan jeritan tertahan.
,,Kau adakah si Tengkorak Hidup Lui-bok-thong ?”
,,Huh , huh, huh…… kau masih terhitung seorang yang mempunyai banyak pengalaman
sehingga mengenal nama dan julukan Lohu. Oleh karena itu aku akan bertindak, aku akan
mengampuni jiwamu asal barang itu kau serahkan kepadaku berikan kepadaku.
,,Oh tidak begitu gampang.”
,,Apa perlu Lohu turun tangan sendiri ?”
Yo Tjie Tjong mendengar gadis baju hitam itu menyebutkan nama dan gelar orang aneh itu,
Bukan kepalang aneh dan kagetnya.
Ia tidak menyangka bahwa disitu telah mengenal wajah asli si muka iblis tua ini, karma
dalam daftar musuh-musuhnya Kam-lo-pang nama iblis ini tercantum dalam daftarnya.
Siluman tengkorak Lui-bok-thong termasuk orang yang keempat dari lima orang lihay
musuh-musuh Kam-lo-pang, Yo Tjie Tjong yang dirasakan seketika bergolak darahnya
bergolak dan beringas.
Tetapi ia tahu bahwa umpannya saat itu menunjukan diri, berarti akan menagantarkan
jiwanya secara Cuma-Cuma karena pada saat itu ia belum dapat menandingi si iblis tua itu,
namun hatinya sangat gusar tapi ia harus menahan sabar sedikit.
Siluman tengkorak hidup Lui bok thong dengan memandang matanya yang biru mendadak
mengawasi ketempat persembunyian Yo Tjie Tjong setelah mendengarkan ketawanya yang
aneh, kembali menatap kearah si gadis berbaju hitam.
Pada saat itu si gadis berbaju hitam menggertak dengan suaranya yang bengis.
,,iblis tua, kalau aku mati ditangan mu tetapi kalau kau inginkan aku menyerahkan benda ini
kepadamu jangan harap kecuali ada matahari terbit di sebelah barat.
Si gadis rupanya tidak merasa jerim, maka ia berani berlaku garang terhadap satu iblis yang
sudah terkenal keganasanya, terhadap keberanian si gadis itu. Yo Tjie Tjong merasa
kagum.
Siluman tengkorak itu tidak menyangka bahwa gadis kecil itu telah menantangnya dengan
berani, maka wajahnya yang putih seperti kertas bergerak-gerak…..
,,Hi...hi..hi…….barang kali kau masih belum tahu”
Baru saja mengucapkan perkataan itu, badanya yang kurus dengan cepat melesat kearah
berdirinya kearah si gadis berbaju hitam kedua tangan yang seperti cakar burung dengan
gerakannya yang sangat aneh sudah menyambar pinggangnya si gadis.
Gadis berbaju hitam itu langsung menggertak dengan pedang di tangannya lantas terayun
membabat tagan si iblis tua.
Diantara suara tawa yang aneh, iblis tua itu lolos dari serangan pedang si gadis berbaju
hitam tanpa luka sedikitpun, ia mundur lima kaki tangannya ternyata sudah memegang
sebuah benda yang terbungkus kain putih.
Gerakan yang cepat dan gesit sungguh sangat mengejutkan.
Gadis baju hitam terkejut melihat benda di badannya pindah ke tangannya, lantas berubah
wajahnya dedngan gemas ia membentak :
,,aku akan mengahabisi nyawamu”
Ucapannya itu dibarengi dengan serangan pedang yang sangat hebat.
Siluman itu terpaksa mundur dengan beberapa langkah.
Yo Tjie Tjong yang menyaksikan semua kejadian denagn perasaan yang terheran-heran
diam-diam berpikir” gadis berbaju hitam ini kepandaianya jauh lebih tinggi dari pada aku.
Entah dari golongan mana ? kepandainya mungkin berimbang dari bibi Tho
Siluman tengkorak lalu memasukan benda rampasannya kedalam saku, kemudian
tangannya bergerak menyerang serangan si gadis.
Si nona telah melancarkan serangannya berkali-kali dengan napsu dan penasaran
serangannya agak mirip serangan dilakukan secara kalap ia tidak memperdulikan jiwanya
lagi.
Serangan si siluman tengkorak ternyata hebat sekali sampai pedang di tangannya hampir
terlepas oleh karena sambaran angina.
Saat itu si gadis berbaju hitam merasa terdesak oleh kekuatan yang sangat hebat sehingga
rasanya sukar untuk bernapas, maka ia terpaksa harus mundur sampai delapan kaki
jauhnya.
,,siluman tengkorak berhasil mundur si gadis baju hitam, lantas menoleh dan berkata ke
arah rimba yang sejauh delapan kaki :
,,siapa yang sembunyi dalam rimba itu, lekas tunjukan dirimu !”
Bukan kepalang kagetnya Yo Tjie Tjong ia sunguh tak percaya, terpaksa ia lompat keluar
dari tempat persembunyiannya.
Si gadis baju hitam heran, dalam keadaan demikian masih ada orang yang bersembunyi
kalau bukan orang yang berilmu tinggi pasti bernyali besar….
Dan ketika melihat siapa orangnya hatinya lantas terguncang hebat.

Bagian Ke Sebelas

ORANG yang baru muncul itu adalah seorang pemuda yang tampan tetapi kelihatannya
sangat dingin.
Siluman tengkorak itu tersentak melihat munculnya seorang anak muda yang tampan lantas
tertawa bergelak-gelak.
,,bocah apa kau sudah bosan hidup ?”
Yo Tjie Tjong ternyata menghadapi musuh besar suhunya hatinya sudah terguncang hebat
sepasang matanya tampak beringas dengan tidak menunjukan rasa takut sedikitpun dia
menjawab dengan suara kaku.
,,kau mau berbuat apa ? silahkan !”
,,kalau kau sudah bosan hidup Lohu bersedia mengiringi kehendakmu.
Yo Tjie Tjong sudah mengetahui bahwa siluman tengkorak ini sangat ganas dan telenges
sifatnya ia berbuat apa yang ia ucapkan. Dengan kekuatan Yo Tjie Tjong hendak
menggempur padanya, sama saja mengantarkan kematiannya sendri.
Meskipun Yo Tjie Tjong mengetahui semua itu masih bisa menjawab dengan berani :
,,siluman tua ! hari ini jika kau tidak membunuh aku maka aku yang suatu hari yang akan
membunuh Mu !”
Si gadis berbaju hitam yang berdiri disampingnya ketika mendengar jawaban Yo Tjie Tjong
diam-diam berpikir : pemuda ini sungguh berani dan sombong sekali, ia berani
mengucapkan perkataan jumawa di hadapan si iblis ini, bukankah mencari jalan kematian
sendiri ?
Tiba-tiba suatu pikiran timbul dalam otaknya, ia merasa simpatik tertarik terhadap
keberanian dan ketampanannya Yo Tjie Tjong , sebentar jika si iblis itu turun tangan
terhadap dirinya anak muda itu, ia akan memberi bantuannya dengan sekuat tenaga.
Si siluman tengkorak Lui Bok Thong selama sedang melintang didunia Kang-ouw, namanya
saja sudah Lisa membuat takut orang-orang golongan hitam ataupun golongan putih,
sehingga tak ada seorangpun yang berani omong besar, dihadapannya. Tetapi sekarang
ternyata masih ada orang yang berani menyatakan terang terangan dihadapannya hendak
membunuh dirinya, bahkan pekataan dari keluarganya dari mulut seorang pemuda yang
usianya baru kira kira delapan belas tahunan saja, mka terhadap keberaniannya pemuda itu
tidak marah, malah sebaliknya merasa terheran-heran ia mula-mula menyangka hanya
pendengarannya saja yang salah, maka ia menaya pula :
,,Bocah, apa kau katakana tadi ?”
,,Aku kata, kalau hari ini kau tidak berhasil membunuh mati aku, pada suatu hari aku yang
akan membunuh mu.
,,Hu ,hu ,hu….. perkataamu yang takabur ini, aku Lui bok Thong yang takakan melepaskan
dirimu.
Yo Tjie Tjong massih dengan wajah ketus dingin menjawab :
,,Tetapi kau jangan menyesal !”
,,Lohu selamanya belum pernah menyesal kau boleh mencari suhu yang lebih pandai
melatih dirimu baik-baik baru nanti mencari aku lagi.
Yo Tjie Tjong Cuma terdiam ia tak menjawab.
Si siluman tengkorak itu mendadak berpaling dan berkata kepada si gadis berbaju hitam. :
,,Lohu berkata hendak memberikan kau mati secara utuh.
Baru saja ia mengucapkan nya itu, tangannya dengan cepat melancarkan serangan yang di
barengi dengan sambaran angin yang sangat hebat.
Si gadis hitam tidak menyangka bahwa si iblis tua itu bisa turun tangan secara tiba-tiba,
dalam gugupnya ia mencoba menagkis serangan dengan sekuat-kuatnya pedangnya juga
terlempar untk menangkis serangan si iblis.
,,Duk, duk !’ demikian terdengar duakali suara benturan yang nyaring, beradunya kekuatan
dari kedua pihak telah menimbulkan angin hebat, sehingga membuat batu beterbangan.
Sebentar kemudian lalu terdengar suara jeritanm gadis baju hitam itu dengan mulut
menyemburkan darah segar, badanya terpental sejauh dua tumbak lebih yang kemudian
jatuh bergelimpangan ditanah.
Serangan Yo Tjie Tjong meski dapat mengurangi kekuatan si iblis tua sedikit, tetapi ia
sendiri juga sudah terpental mundur sepuluh tindak lebih oleh karena serangan itu.
Untuk sesaat ia berdiri melongo, tidak bisa berkata apapun.
Kekuatan tenaga si iblis tua benar-benar luar biasa hebatnya.
Suara mengaung yang sangat aneh kedengarannya kembali terdengar. Siluman tengkorak
itu badannya lantas melesat ke udara kira-kira lima tumbak tingginya, kemudian dengan
secara mendadak ia berbalik dan lantas menghilang ketempat gelap.
Yo Tjie Tjong sembari mengawasi kearah menghilangnya si iblis itu, dengan tidak terasa
sedah mengeluarakan elahan napas panjang. Selagi ia hendak meninggalkan tempat
tersebut. Mendadak ia ingat dirinya si gadis baju hitam yang saat itu entah bagaimana
keaadaannya, maka ia lantas urungkan maksudnya.
Ketika matanya memandang ke arah si gadis, dilihatnya si nona masih rebah dengan tidak
bergerak. Suatu pikiran lantas timbul dalam otaknya : apakah dia sudah biansa ?”
Sebetulnya ia hendak meninggalkan tempat tersebut dan tidak ingin mencampuri urusan si
gadis itu, tetapi sesuatu kekuatan yang tersembunyi telah memimpin dirinya untuk
menghampiri dirinya si nona.
Si gadis baju hitam itu parasnya cantik seperti bidadari. Meskipun dalam keadaan
menggeletak tidak sadarkan diri seperti orang yang sudah mati, tetapi tampaknya masih
menarik hati. Mata dan mulutnya tertutup rapat, seolah-olah sedang tidur nyenyak.
Agak lama Yo Tjie Tjong berada dalam kesangsian, tetapi akhirnya ia bejongkok juga,
dengan tangannya ia mencoba meraba mulut dan hidungnya si gadis, ia merasa bahwa
napas si gadis itu sudah lemah sekali.
Tampaknya jika mendapat pertolongan pada waktunya, mungkin jiwa si nona itu dapat
tertolong. Tetapi kalau terlampau lama barangkali tidak ada harapan lagi.
Jika diingat dari kekuatan tenaga dalamnya sendiri pada saat itu, kalau mau digunakan
untuk menolong orang lain yang sedang terluka parah, rasanya masih belum cukup. Maka
satu-satunya jalan ia harus tempuh ialah berdaya sebisa-bisanya supaya si nona bisa
mendusin. Jalan itu adalah mengunakan tangannya mengurut jalan darahnya pada seluruh
badannya si gadis.
Tetapi persoalan lain kini telah timbul diotaknya. Jika ia mau menggunakan cara demikian,
sudah tentu ia harus meraba-raba sekujur badannya si korban. Justru orang yang terluka
parah itu adalah seorang gadis remaja. Sekalipun dalam keadaan terpaksa juga rasanya
masih kurang pantas kalau melakukan cara itu.
Maka ia lantas berdiri melongo sekian lamanya.
Sebentar kemudian pikiran warasnya mendorong : “kalau aku masih bersangsi terus,
mungkin jiwanya tidak akan tertolong lagi. Apa boleh buat menolong jiwa orang lain lebih
penting”.
Setelah mengambil keputusan tetap, ia lantas mengeluarkan kedua jari tangannya menotok
seluruh jalan darah di badannya si gadis baju hitam itu.
Ketika jarinya menyentuh badan si nona, timbulah semacam perasaan yang belum pernah
ada sebelumnya. Ditambah lagi kini menghadapi badan yang lebih halus dan wajah yang
lebih cantik. Maka pikiran yang bukan-bukan lantas timbul dalam hatinya.
Dengan cepat ia menguatkan hatinya, sambil memejamkan kedua matanya tangannya terus
digerakan.
Tetapi bau harum yang keluar dari dirinya si gadis telah menusuk hidungnya. Bau harum itu
kembali mengguncangkan hati nuraninya. Setelah menotok semua jalan darah disekujur
badan si nona. Yo Tjie Tjong lalu mengunakan pula cara yang terdapat dalam perguruanya
untuk mengurut sekujur badan si nona.
Napas si gadis baju hitam perlahan-lahan kelihatan mulai teratur, agaknya sudah mulai
mendusin.
Ini adalah saat yang paling penting. Ia sekarang tambah berlaku sangat hati-hati.
Ketika ia mengurut-ngurut badan si nona itu, sekujur badanna juga sudah memandikan
keringat, hatinya berdebaran keras bukan disebabkan karena ia menggunakan tenga terlalu
banyak tetapi disebabkan karena menahan gejolaknya perasaan.
Gadis baju hitam itu sudah perdengarkan suara elahan napas, sebentar kemudian orang
nya juga akan mendusin. Ia merasa seperti badannya diraba-raba oleh tangan orang, ketika
ia membuka matanya wajahnya berubah merah seketika dan tangannya lantas diayun.
Suara `Plak` terdengar amat nyaring, tangan yang halus dari si gadis baju hitam lantas
bersarang di pipinya Yo Tjie Tjong. Tamparan itu dirasakan panas sekali oleh Yo Tjie Tjong.
Untung saja si gadis baru sembuh dari luka dalamnya, sehingga kekuatan tangannya pun
jauh berkurang. Kalau tidak, mungkin Yo Tjie Tjong sudah dibikin rontok semua giginya.
Tetapi, walaupun demikian, tamparan itu sudah cukup membuat Yo Tjie Tjong
termangu-mangu.
Ketika ia baru turun gunung, diatas jalan raya ia sudah pernah ditampar oleh Siang-koan
Kiauw, si gadis baju merah, dan sekarang harus kembali menerima tamparan dari sigadis
baju hitam ini. Maka dalam hatinya lantas timbul pikiran : “Apakah semua perempuan
didunia ini begini tidak tahu diri ?”
Gadis baju hitam itu setelah memberikan tamparan kepada Yo Tjie Tjong, ketika melihat
keadaanya Yo Tjie Tjong yang agak kelabakan. Segera ia ingat bahwa pemuda itu
sebetulnya sedang mengobati dirinya.
Maka ia merasa jengah sendiri, dalam hatinya merasa sangat menyesal.
Dengan hati penuh penyesalan ia mengawasi Yo Tjie Tjong sejenak, kemudian lantas
berkata :
…siaohiap, maafkan perbuatanku yang ceroboh. Tadi karena aku belum tahu persoalannya
sehingga kesalahan tangan menampar pipimu. Aku sungguh menyesal…Apa kau merasa
sakit ?”
Sehabis berkata, tangannya lantas mengusap-usap pipinya Yo Tjie Tjong.
…Tidak apa, tidak apa.” Yo Tjie Tjong berkata sambil miringkan kepalanya.
Gadis baju hitam ituyg terdorong oleh rasa menyesal dengan tangannya ia telah mengusap
pipi si pemuda yang bekas ditampar. Setelah mendengar perkataan Yo Tjie Tjong ia baru
merasa jengah sendirinya, cepat-cepat tangannya ditarik kembali, dengan wajah merah ia
tundukan kepalanya.
Yo Tjie Tjong setelah mengetahui bahwa gadis itu telah sadar, lantas berdiri dan berkata
dengan suara dingin :
…Nona, aku hendak pergi. Sampai bertemu kembali.”
Si gadis ketika mendengar perkataan Yo Tjie Tjong, tampak sepasang matanya terbuka
lebar-lebar. Ia coba hendak bangun bediri, tetapi baru saja bergerak tulang-tulangnya
tiba-tiba dirasakan sakit sehingga rubuh lagi sambil keluarkan jeritan `Ajoo`.
Suaranya itu telah membuat Yo Tjie Tjong tidak jadi pergi.
…Apakah nona membutuhkan pertolonganku ?”
…Aku Yo Tjie Tjong.”
…Oooo, apakah kau ini Yo Siaohiap yang dikabarkan telah menelan mustika Gu-liong-kauw
dan hidup lagi sesudah mati ?”
…Kalau begitu, aku mengucapkan terima kasih atas bantuan Yo Siaohiau yang sudah
mengobati lukaku. Aku bernama Tio Lee Tin. Orang dunia Kang-ouw memberi gelaran
padaku Burung Hong Hitam.”
Yo Tjie Tjong wajahnya berubah merah, tetapi sebentar kemudian sudah menjadi kecut
dingin. Ia lalu berkata :
…Aku yang rendah masih cetek kepandaiannya. Barusan cuma menggunakan cara yang
tidak berarti apa-apa suapya nona bisa mendusin saja. Sementara, mengenai luka nona,
aku yang rendah sesungguhnya tidak berdaya, maka aku tidak berani menerima ucapan
terima kasih nona ini.”
Tio Lee Tin setelah melihat wajahnya Yo Tjie Tjong untuk pertama kalinya, hatinya sudah
terguncang. Kemudian ketika menyaksikan keberaniannya anak muda ini dalam
menghadapi si Siluman tengkorak, maka kesannya terhadap si pemuda itu sangat dalam
sekali. Ia sekarang telah menolong dirinya dengan jalan mengurut sekujur badannya.
Meskipun ia hendak menolong jiwanya, tetapi sebagai satu gadis, bagaimana badanna
dapat diraba oleh sembarang orang ? ia bingung bagaimana harus bertindak ?
Sekarang ia merasakan bahwa luka badannya itu tidak ringan. Urat beberapa bagian jalan
darahnya sudah tertutup sehingga buat jalan saja masih merupakan pertanyaan. Apalagi
harus memerlukan pengobatan yang sesama.
Maka saat itu Tio Lee Tin dalam hatinya lantas mengambil suatu keputusan.
…Yo Siaohiap, aku ada suatu pertanyaan yang tidak patut.” Demikian ia lantas berkata.
Permintaan apa?”
…Tolong kau kawani aku untuk mencari suhu. Lukaku ini didalam tangannya tidak
merupakan soal.”
…Dimana suhumu kini berada ?”
…Kabarnya pernah muncul di gunung Heng-san. Barangkali masih belum berlalu terlalu
jauh dari gunung itu.”
…Siapakah suhumu itu ?”
…Orang berkedok kain merah.”
Yo Tjie Tjong terperanjat, sungguh tidak disangka bahwa suhunya nona itu adalah si pemilik
bendera burung laut, itu orang berkedok kain merah yang tindak-tanduknya sangat
misterius. Pantas nona ini ada mempunyai kekuatan begitu begitu hebat.
Sebetulnya ia ingin menanyakan lagi benda apa yang disebut si Siluman Tengkorak tadi,
oleh karena pertanyaan demikian agak mirip dengan orang yang ingin tahu segala urusan
orang lain, maka segera niatnya itu diurungkan.
Sebetunya benda Tio Lee Tin yang terjatuh ditangannya si Siluman Tengkorak hidup tadi
ada mempunyai hubungan erat dengan dirinya Tio Lee Tin sendiri juga masih ada sangkut
pautnya dengan dia.
Oleh karena itu ia urungkan niatnya untuk menanyakan tentang apa yang dipikirkannya tadi,
maka telah menimbulkan kejadian yang berbelit-belit dikemudian hari.
Setelah berfikir sejenak, ia lalu menanya dengan suara hambar :
…Apakah nona sekarang bisa berjalan ?”
…Barangkali tidak bisa.”
…Dan …?”
…Disini letaknya tidak berjauhan dengan kota. Tolong Siaohiap carikan sebuah kereta.”
…Baik harap nona suka tunggu disini sebentar.”
Sehabis berkata ia lantas berlalu meninggalkan rimba tersebut dan setelah melalui jalan
raya ia terus menuju ke kota.
Tidak sampai setengah jam ia berjalan, sebuah kereta yang cukup besar sudah berada di
depan matanya.
Mendadak pada saat itu satu bayangan orang melesat dan melayang turun dihadapannya.
Ketika Yo Tjie Tjong membuka matanya lebar-lebar, seketika itu darahnya lantas mendidih.
Orang itu ternyata adalah si Garuda Kepala Bota, slah satu kawanan penjahat yang turut
ambil bagian dalam perbutan mustika Gu-liong-kao ditepi danau Naga.
…He..He…..Bocah, selamat bertemu kembali.”
…Kau mau apa ?”
Mata si Garuda Botak itu nampak berputaran, kemudian berkata dengan kata menyeramkan
:
…Aku ingin pinjam sesuatu barang dari kau.”
…mustka Gu-liong-kao yang berada dalam perutmu !”
Yo Tjie Tjong lantas naik darah. Sambil keluarkan geraman hebat ia maju dan melancarkan
serangan yang aneh. Setiap serangannya itu ditunjukan kearah bagian penting dibadannya
sang lawan.
Kekuatan tenaga dalamnya meskipun masih terbatas oleh karena usianya, tetapi ilmu
silatnya dibawah pimpinan tiga orang kuat dari Kam-lo-pang. Sesungguhnya bukan orang
sembarangan, maka serangan yang dilancarkan demikain gencarnya sesubngguhnya tidak
boleh dipandang ringan.
Si Garuda kepala Botak yang semuanya menganggap ringan dirinya pemuda itu, hampir
saja tergelincir dibawah tangannya.
…Setan cilik, kau mempunyai kepandaian yang berarti juga, heh !” berkata si Garuda kepala
Botak, sambil melancarkan serangan pembalasan.
Sebentar saja mereka telah bertarung seruh.
Si Garuda kepala botak dengan kekuatan tenaga dalamnya yang hebat telah melancarkan
serangannya dengan telapakan jari tangannya.
Sedangkan Yo Tjie Tjong dengan mengandalkan gerak tipu silatnya yang aneh, ternyata
bisa mengimbangi kekuatannya si garuda kepala botak.
Si kepala botak tidak mengira bahwa Yo Tjie Tjong yang dipandang bocah ternyata
mempunyai kepandaian begitu hebat, tetapi setelah 50 jurus kemudian ia lantas dapat lihat
bahwa bocah ini kekuatan tenaga dalamnya masih kalah jauh dengan dirinya.
Oleh karena itu, lantas rubah ilmu silatnya, setiap serangannya dibarengi dengan
serangannya yang menggunakan kekuatan tenaga dalam. Dengan demikian keadaanya
lantas berubah Yo Tjie Tjong mulai terdesak mundur.
…Setan cilik, aku kalau membiarkan kau bertahan sampai 10 jurus lagi, selanjutnya akan
meningalkan dunia Kang-ouw !”
…Setan kepala botak, kau tak usah takabur !”
…Tidak percaya kau boleh lihat !”
Si garuda kepala botak itu tiba-tiba badannya melesat tinggi keatas, setelah perputaran
ditengah udara, dengan kepala dibawah dan kaki diatas, seolah-olah burung garuda, ia
pentang 10 jari kedua tangannya, dengan kecepatan bagaikan kilat menyambar dirinya Yo
Tjie Tjong.
Tapi gerakan ini telah mmengingatkan Yo Tjie Tjong caranya untuk menandingi lawannya.
Karena ia ada mahir sekali dalam hal ilmu menggentengi tubuh, 5 tahun lamanya ia sudah
mendapat didikan dari Kam-lo-pang.
Dengan cepat ia juga melesat tinggi keatas, tepat sekali menghindarkan sambarannya si
garuda kepala botak. Kemudian di tengah udara ia memutar balik tubuhnya untuk balas
menyerbu lawannya.
Satu serangan hebat telah dilancarkan dari atas.
Si Garuda kepala Botak yang tidak berhasil menyambar dirinya Yo Tjie Tjong badannya
sudah mendekati tanah. Selagi hendak naik ke atas lagi, serangan tangan Yo Tjie Tjong
telah tiba.
Ia tidak menduga bahwa bocah itu ada mempunyai kepandaian begitu hebat, seketika itu ia
jadi sangat gugup.
Si Garuda kepala botak yang juga merupakan salah satu jago yang mempunyai kemahiran
dalam hal ilmu menggentengi tubuh serta sudah mempunyai latihan beberapa puluh tahun
lamanya. Kalau sampai terjungkal ditangannya Yo Tjie Tjong bukan merupakan suatu hal
yang sangat ganjil ?
Seketika itu ia lantas mengelinding di tanah, kemudian ia melesat lagi keatas dan balas
menyerang dua kali.
Yo Tjie Tjong juga tidak berhasil dengan serangannya, lantas melayang sejauh satu tumbak
lebih, untuk menghindarkan serangan lawanya yang sangat hebat.
Si kepala botak mengejar, sebaliknya lantas melayang turun ke tanah. Diwajahnya
menunjukan sangat gusar, dengan mata mendelik ia mengawasi Yo Tjie Tjong.
Anak muda itu merasa heran, entah apa maksudnya si garuda itu…..
Mendadak ada satu tangan yang halus telah diletakan diatas pundaknya.
Bukan kepalang kagetnya Yo Tjie Tjong, selagi hendak balikan badannya….
…Jangan begerak !” demikian ia dengar satu suara halus tapi bengis sedang tangan yang
diletakan diatas pundak kini telah mencengkram dengan keras.
Suara yang halus bengis itu rasanya sudah tidak asing lagi bagi Yo Tjie Tjong. Suara itu
adalah suara satu wanita.
Dalam keadaan kejepit Yo Tjie Tjong mendadak timbul akalnya, dengan kedua sikutnya ia
menumbuk ke belakang.
Gerakannya itu sangat bagus sekali, tapi juga agak keterlaluan.
Sikut itu agaknya menyentuh benda yang lunak dan membal, kemudian disusul oleh suara
bentakan, tapi Yo Tjie Tjong sudah mengunakan kesempatan itu melesat sejauh 5 kali,
dengan cepat balikan tubuhnya. Orang yang mencekal pundaknya tadi adalah Tjin Bie Nio.
Wanita centil genit itu tangannya sedang mendekap dadanya, wajahnya nampak pucat, tapi
matanya beringas.
Kiranya sikut Yo Tjie Tjong tadi dengan cepat telah mengenakan kedua buah dadanya.
Yo Tjie Tjong sangat benci sekali terhadap wanita kejam dan genit itu, maka lantas
menanyasambil gertak gigi :
…Tjin Bie Nio, kau mau apa ?”
…Aku hendak bunuh maati kau !”
Si garuda kepala botak yang berdiri disamping lantas berkata dengan suara mendongkol.
…Tjin hweetio, bocah ini adalah yang menemukan lohu lebih dulu !”
…Kalau kau yang menemukan mau apa ?”
…Aku hendak bawa ia pergi !”
…Bawa pergi ? Haha, kau boleh coba bawa !”
Si garuda kepala botak gusar sekali, dengan kecepatan kilat ia menyerang Yo Tjie Tjong
dengan tenaga penuh.
Mendengar pembicaraan meraka, Yo Tjie Tjong dadanya hampir meledak. Dengan gesit
sekali ia mengelakan serangan dan tahu-tahu sudah berada disamping dirinya si Garuda
kepala botak. Dengan gemas sekali ia melontarkan satu serangan.
Si Garuda kepala botak ada seorang yang sangat licin, ia menyingkir maka sambil
perdengarkan suara ketawanya yang seram. Serangannya dimiringkan ke samping.
Dengan demikian, dengan cepat ia menyambuti serangannya Yo Tjie Tjong.
Tidak ampun lagi, kekuatan dari kedua pihak lantas saling beradu, Yo Tjie Tjong terpental
mundur sampai tiga tindak.
Untung serangannya si Garuda kepala botak sendiri karena adanya perubahan gerakannya
tadi, kekuatnnya juga sudah kurang banyak. Kalau tidak, Yo Tjie Tjong pasti akan terluka
parah.
Sesaat selagi kedua lawan itu memisahkan diri………..
Serangannya tangan Tjin Bie Nio dengan diam-diam tapi cepat dan ganas sekali sudah
menghajar si garuda kepala botak dari belakang.
Si Garuda kepala botak ketika merasakan dibelakang dirinya ada sambaran angin,
badannya lantas melesat kedepan, kemudian tangannya membalik menyambuti serangan
Tjin Bie Nio. Tidak tahu kalau Tjin Bie Nio sudah menduga akan gerakan si Garuda kepala
botak itu, maka serangannya tadi dilontarkan seperti mengacip. Maka serangan tangan si
Garuda kepala botak tadi lantas mengenakan tempat kosong, sedang serangannya yang
bergaya mengacip dari Tjin Bie Nio dengan tepat telah mengenakan dirinya.
Tidak ampun tubuhnya si Garuda kepala botak itu lantas terpental sejauh satu tumbak lebih.
Si Garuda kepala botak dengan menahan darahnya yang mengolak, ia lompat bangun dan
menegur Tjin Bie Nio dengan suara bengis :
…Tjin Bie Nio, perbuatanmu yang membokong tadi, apa patut dilalukan oleh seorang gagah
seperti kau ?”
…Hihihi ! dengan seorang semacam kau, perlu apa bicara tentang aturan ?”
Pada saat itu, 10 orangnya Tjin Bie Nio sudah berada didepannya.
Mereka merupakan 5 orang laki-laki pertengahan umur dan 5 perempuan yang amat cantik.
Yo Tjie Tjong hatinya berkecat, nampaknya 5 laki-laki dan 5 perempuan muda itu tentunya
ada anak buahnya Tjin Bie Nio, orang-orang dari Pek-leng-hwee.
10 laki-laki dan wanita itu setelah berada didepannya Tjin Bie Nio, mereka lantas pada
membungkukan badan untuk memberi hormat.
Tjin Bie Nio anggukan kepala, kemudian mengeluarkan perintahnya :
…Sepuluh anak buahku dengar !”
…Kami bersedia menerima perintah hweetio !” jawab mereka berbarengan.
…Tangkap Setan kepala botak ini dan bawa pulang kepusat kalau perlu bunuh mati saja !”
…Baik !”
Si Garuda kepala botak ketika mendengar perkataan Tjin Bie Nio, bukan kepalang
gusarnya. Ia sendiri juga merupakan salah seorang jago terkenal dikalangan
Kang-ouw-ouw, bagaimana mandah dipermainkan oleh seorang wanita ?
…Tjin Bie Nio, kau perempuan hina, aku siorang tua tidak mau sudah dengan kau !”
demikan bentaknya si garuda kepala botak.

Tapi sehabis membentak, dirinya sudah dikepung oleh 10 orang-orangnya Tjin Bie Nio.
Tjin Bie Nio ada seorang wanita yang sangat jahat dan kejam. Ia bermaksud hendak
membunuh mati si garuda kepala botak, sepaya rahasianya tidak di bocorkan.
Sebab terhadap dirinya Yo Tjie Tjong, wanita jahat kejam dan genit itu ada mengandung
maksud `istimewa`. Tapi Yo Tjie Tjong yang dengan secara kebetulan sudah menelan
mustika Gu-liong-kao, kini sudah menjadi perhatian orang banyak didunia Kang-ouw, Hari
itu ia sudah bertekad bulat hendak membereskan dirinya Yo Tjie Tjong, apalagi hal ini tersiar
dikalangan Kang-ouw maka ia mendatangkan bencana besar bagi Pek-leng-hwee di
kemudian hari. Oleh karena itu, ia harus bunuh mati si garuda kepala botak ini, agar
rahasianya tertutup selama-lamanya.
Tjin Bie Nio melirik kepada si Garuda kepala botak yang dikurung oleh 10 orang buahnya,
kemudian berpaling, dengan sepasang matanya yang genit ia menatap wajahnya Yo Tjie
Tjong.
Anak muda itu mengerti bahwa pada saat itu sudah tidak mungkin untuk melepaskan diri
dari tangan musuh-musuhnya itu. Maka ia lantas berlaku nekad. Dengan maju beberapa
tindak ia lantas berkata sambil menuding Tjin Bie Nio :
…Perempuan hina yang tidak tahu malu, kau hendak berbuat apa ?”
Tjin Bie Nio ada satu ketua dari satu perkumpulan besar, meskipun sifatnya genit, tapi
belum perah dimaki dan dituding demikian rupa. Maka dalam gusarnya ia lantas tertawa
bergelak-gelak kemudian menjawab :
…Bocah, kau nanti akan tahu sendiri !”
Ucapan itu diberengi dengan serangan tangannya yang sangat hebat.
Dilain pihak, si Garuda kepala botak yang dikerubuti oleh 10 anak buahnya Tjin Bie Nio
dengan cepat sudah mulai keteter. Tapi ia masih berdaya hendak melepaskan diri dari
kepungan.
10 anak buahnya Tjin Bie Nio itu ada orang-orang yang pernah didik sendiri oleh ketua
Pek-leng-hwee yang lama. Kekuatan tenaganya dan kepandaiannya cukup kuat, apalagi
dengan bekerja sama 10 orang mereka satu sama lain nampaknya sudah saling mengerti,
meski si Garuda kepala botak ada seorang berkepandaian tinggi, tapi juga tidak berdaya
melepaskan diri dari kepungan 10 orang itu.
Yo Tjie Tjong dengan hati gemas, telah keluarkan semua kepandaiannya untuk menghadapi
Tjin Bie Nio. Dengan secara nekad ia berikan perlawananya, hingga untuk sementara Tjin
Bie Nio juga tidak berdaya.
Tidak lama kemudian, si Garuda kepala botak sudah ditangkap hidup-hidup oleh 10 orang
anak buahnya Tjin Bie Nio.
Dipihaknya Tjin Bie Nio, setelah melancarkan serangannya sampai 10 kali, ia baru berhasil
memukul mundur Yo Tjie Tjong, kemudian ia berkata kepada 10 anak buahnya :
…Kalian pulang dulu, hati-hati dengan tawananmu itu !”
10 anak buahnya, Tjin Bie Nio setelah mendapatkan perintah dari ketuanya, lantas berlalu
sambil membawa dirinya si Garuda kepala botak.
Tjin Bie Nio setelah perintah anak buahnya pulang lantas berpaling menghadapi Yo Tjie
Tjong. sambil ketawa terkekeh-kekeh dan kerlingkan mata ia berkata :
…Bocah, hari ini kalau kau bisa lolos dari tanganku, percuma saja aku menjadi ketua
Pek-leng-hwee !
Sehabis berkata, lengan bajunya yang panjang lantas dikebutkan didepan wajahnya si anak
muda.
Yo Tjie Tjong matanya mendelik, selagi hendak turun tangan mendadak bau harum
menusuk hidungnya, ia lantas merasa gelagat tidak baik, tetapi sudah terlambat. Saat itu ia
rasakan puyeng kepalanya, matanya berkunang-kunang, kaki dan tangannya pada lemas
dan lantas jatuh rubuh ditanah.
Tjin Bie Nio maju menghampiri, dengan tangannya yang putih balus ia mengelus-elus wajah
Yo Tjie Tjong, matanya memancarkan sinar aneh yang menakutkan.
Yo Tjie Tjong ingatannya masih sadar matanya masih bisa melihat, saying badannya tidak
bisa bergerak, mulutnya tidak bisa dibuka.
Hampir saja ia pingsan karena gusarnya.
Tjin Bie Nio dari dalam sakunya mengeluarkan sebuah botol kecil, dari botol itu
mengeluarkan sebuah obat pil warna merah dadu. Dengan paksa ia dijejalkan masuk pil itu
kedalam mulut orang, hingga tanpa diingin pil itu kena ditelan Yo Tjie Tjong. Setelah mana,
si genit tertawa cekikikan, katanya :
,, Engko kecil yang manis, pil tadi dinamakan pil sorga dunia untuk satu malaman, setelah
kau makan, kutanggung kau akan mendapat kesenangan dan kepuasan. Tapi itu hanya
sekali saja setelah itu, kau akan menjadi orang yang bercacat selama-lamanya. Aku Tjin Bie
Nio tidak suka kau orang yang begini cakap menjadi rebutan orang banyak, maka aku harus
menyingkirkan kau dari dunia. Mustika Gu-liong-kao dalam perutmu itu hitung-hitung
sebagai gantinya untuk kesenangan dan kepuasanmu.’’
Sehabis berkata, kembali ia tertawa terkekeh-kekeh.
Yo Tjie Tjong buka lebar-lebar sepasang matanya, tampak tegas sekali berapa gusar
hatinya saat itu, matanya membara seperti mengandung api.
Tjin Bie Nio dengan wajah ramai senyuman membukukan badan kemudian kempit
badannya Yo Tjie Tjong dibawah ketiaknya, dengan cepat ia sudah berlari menuju ketempat
belukar.
Tidak antara lama tibalah, disuatu tempat sepi sunyi, disitu ada terdapat sebuah kelenteng
tua yang sudah rusak keadaanya.
Ia letakan dirinya Yo Tjie Tjong mengerti bahwa sebentar lagi dirinya akan menjadi
bulan-bulanan wanita setengah tua yang centil genit itu, entah apa yang ia akan perbuat
terhadap dirinya itu.
Tjin Bie Nio setelah meletakan dirinya Yo Tjie Tjong ditanah, ia duduk didampinginya
menantikan perubahan selanjutnya.
Tidak antara lama kemudian ……..
Dalam perutnya Yo Tjie Tjong timbul hawa panas itu kenudian mengeluarkan hawa nafsu
birahi yang makin lama hebat hingga tidak dapat dikuasai lagi.
Sebentar saja, mulutnya dirasakan kering, srkujur tubuhnya seperti dibakar, perlahan-lahan
budi pekertinya telah lenyap sama sekali ia Cuma merasakan sesuatu kebutuhan untuk
melampiaskan hawa napsunya.
Didalam matanya Yo Tjie Tjong pada saat itu, Tjin Bie Nio kelihatannya seperti bidadari yang
baru turun dari khayangan, ia sudah tidak merasa benci dan gemas lagi, ia merasa saat itu
ia sangat membutuhkan dirinya.
Keadaanya Tjin Bie Nio saat itu juga serupa dengan Yo Tjie Tjong.
Dari sorot matanya Yo Tjie Tjong ia sudah tahu kalau pemuda itu sudah hampir tidak bisa
kuasai dirinya lagi, hingga ia mengerti bahwa saat bekerjanya obat itu telah tiba. Maka
dengan cepat ia sudah membuka totokan Yo Tjie Tjong, siapa telah mendapat kembali
kebebasanny, seolah-olah macan kelaparan ia lantas menubruk dirinya Tjin Bie Nio.
Mulutnya tidak hentinya mengucapkan perkataan : ,, Bie Nio …..Bie Nio……!’’

Bagian Ke Dua Belas

DENGAN demikian, Yo Tjie Tjong dan Tjin Bie Nio lantas bergulingan ditanah.
Yo Tjie Tjong yang sudah kehilangan akal budinya, dibawah pengaruhnya obat Tjin Bie Nio,
pikirannya sudah menjadi gelap sekali.
Suatu perbuatan terkutuk hampir saja terjadi didalam bekas rumah sunyi itu.
Andai kata hal itu benar-benar terjadi, meski Yo Tjie Tjong dapat kepuasannya ia dapat
menjadi orang bercacat untuk seumur hidupnya bahkan lebih mengenaskan lagi bagi
nasibnya Yo Tjie Tjong, karena wanita genit centil itu, setelah merasa puas ia hendak
membelek perutnya Yo Tjie Tjong dan mengambil mustikanya.
Peristiwa yang menyedihkan itu agaknya sudah sukar untuk dilakukan ………..
Untung dalam saat yang sangat kritis itu, mendadak terdengar suara seperti keluar dari
mulunya seorang yan gsudah lanjut usianya :
,, diwaktu tengah hari bolong, kau rase genit ini ternyata berani terang-terangan melakukan
perbuatan terkutuk !’’
Suara itu meski tidak keras, tapi cukup jelas kedengarannya Tjin Bie Nio yang sudah kelelap
dalam napsu birahinya, ketika mendadak dengar suara itu, bukan kepalang kagetnya hingga
napsunya lenyap buyar seketika.
Yo Tjie Tjong yang sudah seperti orang kerasokan setan karena pengaruhnya obat,
sekalipun dunia kiamat juga tidak peduli ia tetap memeluki dirinya Tjin Bie Nio, mulutnya
mengeluarkan perkataan seperti orang mengigo.
Terdengar pula seorang tua itu :
,, Suhunya begitu, muridnya sudah tentu begitu juga. Rase tua itu hampir setengah tua
umurnya mencelakakan dunia Kang-ouw dan sekarang si rase cilik mjuga kelihatannya
hendak melanjutkan kelakuan suhumu ? rupanya peristiwa berdarah yang bersipat romantis
akan terulang pula.’’
Tjin Bie Nio sudah tidak bisa tahan sabar lagi, kegusarannya lantas memuncak sebab orang
tua itu setiap perkataanya seolah-olah ditunjukan kepada dirinya.
Dengan cepat ia lantas mendorong dirinya Yo Tjie Tjong, kemudian lompat bangun. Selagi
hendak keluar dari dalam kelenteng, Yo Tjie Tjong menghadang dan mulutnya mengoceh:
,, Enci, kau ……sungguh kejam ………..’’
Tetapi Yo Tjie Tjong yang hendak memeluk, kembali didorong oleh Tjin Bie Nio sehingga
trepental sejauh setombak lebih.
Tjin Bie Nio lalu membereskan pakaiannya dan rambutnya yang riap-riapan, kemudian
dengan cepat lompat keluar dari dalam kelenteng. Kecuali angin yang meniup pakaianya, ia
tidak dapat menemukan apapun juga.
Didalam kelenteng tua yang sudah hampir rubuh itu, yang tampaknya sudah mengetahui
dengan jelas asal usul tentang dirinya, sudah tentu orang itu bukan orang sembarangan.
Belum lenyap pikirannya itu, Yo Tjie Tjong sudah menyerbu lagi seperti orang yang sudah
kalap.
Tetapi Tjin Bie Nio saat itu sudah lenyap segala napsu birahinya. Ia hendak dulu mengetahui
siapa orangnya yang usilan tadi, mak ketika Yo Tjie Tjong menubruk padanya, dengan
cepat sekali ia mengulur tangannya dan menotok jalan darah si anak muda.
,, Eh! Kau rase cilik ini apa bermaksud hendak mengambil jiwanya si bocah ?’’ kembali
terdengar suara seorang itu seperti dekat telinga Tjin Bie Nio, tetapi ia tidak dapat menebak
suara itu datangnya dari mana.
Sekarang Tjin Bie Nio insap bahwa ia sudah berjumpa dengan seorang yang mempunyai
kepandaian yan gsudah tidak ada taranya.
,, Kalau kau ada manusia, lekas unjukan dirimu!’ demikian ia akhirnya berkata cemas.
Tetapi ia heran perkataanya itu tidak mendapatkan jawaban.
Tidak lama kemudian, siara yang sangat aneh itu kembali terdengar :
,, Bocah ini mempunyai tulang-tulang dan bakat yang luar biasa nagusnya. Apalagi ia telah
menemukan kejadian gaib yang menguntungkan dirinya. Dia tidak boleh mati begitu saja.’’
,, Orang pandai dari mana ? mengapa harus main sembunyi-sembunyian ?’’ demikian Tjin
Bie Nio berseru, yang pada sebelumnya mengeluarkan perkataanya itu sudah memasang
telinganya untuk mendapat tahu dari mana asal datangnya suara itu, Tjin Bie Nio bingung
tidak berhasil menemukannya,karena suara itu kalau mau dikatakan dari jauh, tetapi
kedengarannya dekat sekali dan kalau mau dikatakan dari tempat yang dekat, tetapi tidak
bisa dilihat orangnya.
Kini terdengar pula suaranya orang itu yang seperti ditujukan kepada dirinya sendiri :,, Hati
wanita sesungguhnya sangat kejam, saying bocah ini kepandaiannya telah musnah. Tapi
masih ada harapan, dimulai dari permulaan lagi. Oh ! takdir, takdir !’’
Tjin Bie Nio yang mendengar perkataan itu, perasaan takut dan nyerinya tidak dapat
disingkirkan lagi. Kiranya, pil ‘sorga dunia’ itu adalah semacam obat racun yang sangat
jahat. Tiga puluh tahun berselang orang-orang yang berkepandaian tinggi, baik dari
golongan hitam dan maupun dari golongan putih banyak yang menjadi korbannya obat
tersebit, jumblahnya tidak kurang dari dua ratus orang banyaknya. Ini merupakan salah satu
bencana hebat dalam rimba persilatan.
Orang-orang yang setelah makan obat itu dan sesudahnya melampiaskan hawa nafsunya,
seluruh kekuatan badan dan semuanya, orang itu akan menjadi orang bercacat seumur
hidupnya,. Ada kemungkinan juga satu jam setelah melampiaskan hawa nafsunya, sesudah
musnah kekuatannya, pembuluh darah orang bermaksud pecah dan lantas binasa.
Dan orang tua yang bicara taei agaknya sudah kenal baik semua kasiatnya obat tersebut.
Tjin Bie Nio yang baru pertama kali ini hendak melakukannya, lantaas sudah terbuka
rahasianya bagaimana ia tidak terkrjut’
Saat itu ia tidak masih tebalkan mukanya dan membentak :
,, jika kau masih tidak mau unjukan diri, jangan salahkan jika aku maki kau dengan
perkataan kotor.
Tjin Bie Nio sesungguhnya seorang yang sangat licin. Ia telah dapat menduga pasti bahwa
orang yang berbicara tetapi tidak mau ujudkan dirinya itu, tentunya dari golongan tua yang
namanya sudah kesohor dan orang tua semacam itu adalah pantang sekali kalau
dimaki-maki oleh kaum wanita.
Dugaan itu sedikitpun tidak meleset.
,, Rase kecil, apa benar kau mau minta aku ujudkan diri ?’’demikian terdengar suara itu
pula.
,, Apakah kau tidak mau diketahui orang luar ?’’
,, Ha,ha,ha,……..Memnag benar! Agak kurang baik kalau diketahui orang,.’’
,, Kalau begitu, kau jangan sesalkan aku ……….’’
,,Ooo Tidak ! Tidak ! dulu ketika suhumu, sirase tua melihat aku, lantas lari terbiri-biri .Perlu
kuberitahukan dulu padamu, aku sebetulnya tidak bagus kalau dilihat. Aku tanggung kau
nanti mersa jemu,’’
Dan setelah mengatakan perkataanya itu, berulang-ulang ia lantas mengucapkan ‘O mie to
hud;nya.
Mandadak Tjin Bie Nio dapat mengingat dirinya satu orang dan semangatnya lantas terbang
seketika. Sesungguhnya ia tidak akan mengira bahwa orang aneh itu ternyata masih belum
binasa dan sekarang muncul lagi disitu.
Karena mengingat dirinya orang yang lihay itu, maka Tjin Bie Nio lantas tidak perdulikan
dirinya Yo Tjie Tjong lagi dan sudah lantas kabur terbiri-biri.
,, Ha, ha,ha…………’’
Suara yang seperti genta itu lama mengema didalam kelenteng tua itu, sehingga kelenteng
tua yang sudah lapu itu pada rontok jatuh.
Tidak lama setelah Tjin Bie Nio kabur, dari atas penglari telah melayang turun satu
bayangan orang, yang lantas menghampiri dirinya Yo Tjie Tjong.
Yo Tjie Tjong saat itu mendadak seperti tergugah semangatnya oleh suara seperti genta
tadi, keadaanya seperti orang yang baru terbangun dari tidurnya yang nyenyak dan matanya
terpentang lebar-lebar.
Ia melihat seorang tua yang rambut dan jenggotnya sudah tidak bertenaga lagi. Semua
tulang-tulangnya seperti sudah rontok, sedangkan untuk mengangkat kepalanya saja
dirasakan sukar sekali, maka terpaksa ia mengurungkan maksudnya.
Pada saat itu, ia hanya dapat mengingat sebagian secara lapat-lapt saj apa yang terjadi atas
dirinya pada satu jam dimuka, dengansorot mata kaget dan terheran-heran ia mengawasi
orang aneh yang sedang menghampiri dirinya itu.
Apakah dia ini seorang hwesio? Kalau benar hweshio, bagaiman di kepalanya ada tumbuh
rambut yang sudah putih semuanya?
Dan bukan kalau hweshio mengapa badanya mengenakan juba dan kakinya mengenakan
sepatu hweshio ?
Terutama bentuk wajahnya orang tua itu, asal orang sudah melihat satu kali, tidak mungkin
dapat dilupakan untuk selama-lamanya. Ia padri bukan padri, imam bukan imam, sedangkan
usianya kelihatan sudah lanjut sekali.
Tetapi keadaan Yo Tjie Tjong saat itu sudah lemah sekali, ia tidak dapat memikir banyak
lagi apa maksud kedatangan orang aneh itu, entah baik atau jahat maksudnya.
Ia seperti barusan habis mengimpi, setelah juga seperti terumbang-ambing dalam lamunan.
Akhirnya orang aneh itu berdiri dihadapannya.
Yo Tjie Tjong dengan matanya yang sayu terus menatap wajah orang itu tanpa berkedip.
Orang aneh itu kedip-kedipkan matanya yang sipit, lama ia mengawasi Yo Tjie Tjong baru
berkata sambil menggeleng-geloengkan kepala :

,, Budha berkata, bahwa sesuatu hal itu memang ada jodonya kalau tidak ketemi aku,
bukankah bocah ini yang merupakan bibit luar biasa sirimba persilatan ini rusak ditangannya
itu perempuan hina?’’
Sehabis berkata ia lantas membuka lebar-lebar sepasang matanya itu memancarkan sinar
aneh dan tajam.
Yo Tjie Tjong yang dipandang demikian, dian-diam mengakui tingginya kekuatan tenaga
dalam orang aneh itu.
Orang aneh itu kembali berkata kepada dirinya sendiri :’’ bocahini dialis matanya ada diliputi
oleh hawa pembunuhan yang hebat. Kalau digunakan pada jalan yang benar, kawanan
manusia jahat dan segala iblis dari rimba persilatan tentu akan dibikin musnah olehnya,
sehingga merupakan suatu keuntungan bagi rimba persilatan tetapi jika digunakan pada
jalan yang tidak benar, maka rimba persilatan akan mengalami bencana besar yang hebat
jahat senuaitu sudah digariskan oleh tuhan. Takdir tidak boleh dilawan……
Orang aneh itu lalu gibaskan lengan jubahnya yang mesum kearah dirinya Yo Tjie Tjong.
Totokan pada jalan darahnya pemuda itu sekejap mata juga sudah terbuka oleh karenanya.
Ilmu membebaskan jalan darah dengan menggunakan lengan baju semacam ini, dulu Yo
Tjie Tjong hanya pernah mendengar dari mulut suhunya, itu hanya ilmu kepandaian yang
sudah lama hilang didunia, sebab sukar sekali dipelajari orang, sungguh tidak disangka,
orang yang bentuknya luar biasa itu bisa menggunakan kepandaian yang sudah menghilang
itu.
Kalau begitu, orang ini tentunya bukan sembarangan orang mungkin orang ini merupakan
seorang berkepandaian tinggi sekali dari golongan tua.
Yo Tjie Tjong setelah merasa jalan darahnya terbuka, lantas berkata :
,, Boanpwee ucapkan banyak terima kasih atas pertolongan Lotjianpwee ini,’’
,, bocah, budha mengatakan ada sebab ada akibatnya pertemuan kita ini disebabkan oleh
Karena adanya jodoh. Maka tidak perlu kaui mengudapkan terima kasih.’’
,, Adakah Lotjianpwee ini merupakan orang dari kalangan budha yang beribadah tinggi?’’
,, Ha,ha ………Orang beribadah ? separuh saja, bahkan ada sedikit perbuatan nyeleweng..’
Yo Tjie Tjong terjengang’ mengapa ada orang yang beribadah separuh saja ? maka ia
menanya dengan perasaan terheran-heran.?’’
,, Benar, separuh padri,’’
,, Bolehkah Lotjianpwee menjelaskan apa artinya separuh padri itu,’’
,, Ha. Ha ……. Orang beribadah seharusnya tidak memikirkan apa-apa, sebab yang ditaati
hanya ajaran budha saja. Badanku meski masih berkelucuran didalam dunia. Bahkan masih
doyan arak dan makanan daging yang dipantang. Bukankah ini hanya bisa dihitung separuh
saja ?’’
,, Boanpwee anggap bahwa orang yang beribadah itu pada pikiran dan kelakuannya.
Tentang makanan dan minuman, itu hanya diluarnya saja, perlu apa juga harus rojoki hal itu
? maksud tujuannya budha yang utama tidak lain adalah supaya menolong orang berada
dalam kesukaran, hud-tjow pernah mengatakan, kalau aku tidak masuk neraka, siapa yang
akan masuk neraka ? dari perkataan ini dapat ditimbang bahwa Lotjianpwee inilah penganut
budha yang benar-benar yang bukan nganut diluarnya saja, entah bagaiman pikiran
Lotjianpwee tentang pendapat Boanpwee yang cetek ini ?’’
Orang aneh itu lantas membuka mulutnya dan memperdengarkan ketawanya yang panjang
dan nyaring memekakan telinga Yo Tjie Tjong. Sehabis ketawa, ia lantas perdengarkan
suaranya yang seperti genta.
,, Bocah, kau benar-benar ada seorang cerdik, apa yang kau udapkan itu, cocok sekali
dengan pikitanku, si hweshio gila.’’
,, numpang Tanya, apa gelaran Lotjianpwee ?’’
,, Semua ini merupakan embel-embel saja yang sudah lam kulupakan maka tidak usah kau
tancapkan hal itu,’’
Diam-diam Yo Tjie Tjong merasa geli sendirinya, orang orang aneh ini benar-benar
merupakan seorang aneh dalam segala-galanya. Jika tidak karena tadi ia sudah unjukan
kepandaiannya,orang tentunya akan mengira bahwa orang ini adalah hweshio gila benar ?
,, Kalau begitu Boanpwee bagaiman harus menyebut Lotjianpwee ?’’ demikian Yo Tjie Tjong
coba mendesak pula.
,, Ha, hweshio ……….Bocah, terserah padamu sendiri.’’
Jawaban itu sungguh aneh. Bagaiman boleh menyebut orang secara sembarangan saja?
Yo Tjie Tjong merasa serba salah, karena orang aneh itu tidak mau menyebutkan mana dan
gelarnya, maka ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
,, Bocah, tidak usah kita bicarakan urusan yang bukan-bukan. Sekarang kita bicarakan saja
urusan yang benar-benar.
Ketika mendengar perkataan urusan benar-benar itu, Yo Tjie Tjong kini baru ingat bahwa
murid perempuannya orang berkedok kain merah itu masih menantikan ia yang disuruh
mencari kereta. Dengan badannya yang terluka parah, bagaimana kalau nanti terjadi
apa-apa atas dirinya si nona……….?
Karena memikirkan dirinya Tio Lee Tin itu, pikirannya lantas tegang sendirinya, maka ia
lantas berkata dengan suara cemas:
Lotjianpwee, Boanpwee masih mempunyai seorang kawan yang terluka sedang
membutuhkan perawatan, maka Boanpwee harus………..
,, Bocah, tahukah kau, masih berapa lama lagi kau bisa hidup?’’
Perkataan itu keluar dari mulutnya orang neh itu, mau tidak mau Yo Tjie Tjong harus
percaya juga, maka ia lantas menanya :
,, Aku ………’’
,, Kalau kau siapa lagi ?’’
,, Boanpwee sungguh tidak habis mengerti apa maksud perkataan Lotjianpwee ini.
,, Dengan cara bagaimana kau bisa berada disini ?’’
,, Boanpwee telah dibikin tidak ingat orang oleh obat bius Tjin Bie Nio serta dipaksa makan
obat pil dan kemudian dibawa kemari. Apa yang terjadi selanjutnya Boanpwee sudah tidak
tahu lagi,’’ mulutnya berkata, tapi hatinya berdebaran.
,, Boanpwee, kau sudah terkena ilmunya yang sangat keji dari perempuan genit itu,
kemudian kau makan lagi sebutir obat pil yang bisa mengorbankan hawa nafsu sangat
hebat, sesudah itu kau juga tertotok jalan darahmu, maka saat ini kepandaian ilmu silatmu
sudah musnah sama sekali.’’
Yo Tjie Tjong bukan kepalang kagetnya mendengar keterangan itu, ia doba mengatur jalan
pernapasannya, benar saja, kekuaan tenaga dalamnya sudah buyar semuanya, sehingga
keadaanya saat itu sudak tidak ada dengan orang biasa yang tidak pernah melatih ilmu silat.
Kejadian itu merupakan suatu pukulan hebat bagi batinnya Yo Tjie Tjong.
Hasil jerih payahnya selama lima tahun terahir itu, kini telah musnah tanpa meninggalkan
bekas sedikitpun juga.
Ia merasakan seperti seorang hukuman yang dapat vonis hukuman mati, untuk sesaat
lamanya ia berdiri termangu-mangu.
,, Bocah, masid belim habis begitu saja kau masih mempunyai setengah jam lagi, racun itu
akan menyerang jantungmu dank au juga kan lantas binasa!’’ kata orang aneh itu dengan
sangat tenang.
Pada saat itu Yo Tjie Tjong sudah putus asa benar-benar semua rupanya telah musnah.
Sekali lagi jiwannya berada dalam ancaman bahaya maut. Ia tahu, mungkin ia tidak dapat
mengelakan lagi bahaya itu. Meskipun sudah beberapa kali ia terhindar dari bahaya
kematian, tetapi akhirnya ia tidak dapat terluput dari bahaya maut itu.
Kematian baginya tidak begitu menakutkan, hanya ia masih merasa berat bahwa tugas dan
kewajibannya masih belum diselesaikan. Ini merupakan suatu hal penting baginya, maka
sekalipun ia mati, barangkali juga tidak bisa meram, mungkin juga rohnya akan tetap
bergelandangan.
Setelah berdiri melongo seakan lamanya, mendadak ia perdengarkan suara suara ketawa
bergelak-gelak, tetapi suara ketawanya itu sangat menyedihkan, lebih-lebih dari suara
tangisan.
,, Bocah, kau jangan terguncang dulu pikiranmu. Dengarkanlah perkataanku.’’ Demikian
orang aneh itu berkata padanya.
Yo Tjie Tjong menghentikan ketawanya, dengan matanya yang sayu ia menatap wajahnya
orang tua aneh itu, kemudian berkata dengan suara duka :
,, Lotjianpwee masih ingin memberi pelajaran apa ?’’
,, tahukah kau, asal usulnya permpuan genit yang meracuni dirimu tadi ?’’
,, Boanpwee tidak tahu.’’
,, Dia adalah muridnya ‘ Pho Tjit Kow; seorang perempuan cabul dan genit luar biasa yang
bergelar ‘ Giok – bin Giam – po’ ( malaikat wajah kumala ) yangt pada tiga puluh tahun
berselang telah menimbulkan bencana hebat, sehingga dua ratus jiwa lebih banyaknya dari
orang-orang rimba persilatan telah binasa ditangannya,’’
,, Giok-bin Giam-po phoa tjit kow?’’ demikian Yo Tjie Tjong berseru, wajahnya juga berbah
seketika.
Sebab nama itu ternyata merupakan salah satu musuh Kam-lo-pang yang didalam daptar
musuh-musuhnya Kam-lo-pang tercatat dibaris kelima dalam lembaran pertama.
,, Bocah, apa kau kenal dengan rase tua itu ?’’
Sudah tentu Yo Tjie Tjong tidak dapat menjawab, maka ia hanya menjawab dengan
sekenanya saja.’’
Tetapi pada saat itu dalam hatinya berpikir :’ jiwa hanya tinggal satu jam saja. Perlu apa aku
harus memikirkan nama musuhku itu ? biar bagaimana sekarang aku tuh tidak mampu lagi
menuntut balas sakit hatinya suhu .’’
,, Bocah, aku sekarang Cuma mempunyai satu cara untuk menolong kau supaya terhinadar
dari kematian. Tetapi berhasil atau tidak, itu tergantung dari musuhmu sendiri.
Sementaraitu, untuk memulihkan kepandaian ilmu silatmu, untuk sementara ini tidak ada
harapan lagi.’’ Demikian orang aneh itu berkata.
Yo Tjie Tjong ketika mendengar bahwa orang tua aneh itu masih mempunyai daya upaya
hendak menolong dirinya dari bahaya kematian, semangatnya lantas terbangun kembali,
sebab jika jiwanya masih ada dengan perlahan-lahan masih ada harapan untuknya melatih
imlu silatnya lagi, maka ia lantas berkata dengan suara terharu.
,, Dengan cara bagaiman Lotjianpwee dapat menolong supaya Boanpwee tidak binasa ?’’
,, Aku akan menggunakan ilmu Kan-thian Sin-kang untuk mendesak racun yang mengeram
dalam badanmu disuatu sudut, kenudian menutup beberapa bagian jalan darahmu, dengan
jalan ini kau masih dapat hidup lagi untuk tiga puluh hari lamanya.’’
Harapan hidup tadi yang telah timbul dalam hatinya, kini telah lenyap kembali.
Hidup Cuma dalam tiga puluh hari, dengan badan yang sudah hilang sama sekali kekuatan
dan kepandaian ilmu silatnya bisa digunakan untuk apa ? dan sesudah tuga puluh hari ia
masih harus mati. Dari pada masih merasakan penderitaan lagi tiga puluh hari lamanya,
bukankah lebih baik mati sekarang ? maka ia lantas menjawab sambil ketawa getir:
,, Budi kebaikan Lotjianpwee meskipun Boanpwee mati juga tidak bisa dilupakan, tetapi
Boanpwee pikir lebih baik mati sekarang saja dari pada nanti.’’
,, Eh bocah, kau ini bagaimana sih, mengapa kau inginkan mati sekarang ?’’
,, Lotjianpwee Cuma membuat Boanpwee hidup lagi hanya untuk tiga puluh hari lagi dengan
mati sekarang ?’’
,, Apa sudah tahu pasti kalau pada tiga puluh hari kemudian kau akan binasa?’’
Yo Tjie Tjong sekarang dibikin penasaran oleh karena pertanyaannya ini.
,, Bukankah tadi Lotjianpwee mengatakan sendiri ?’
,, Hi , hi ………Bocah, kau jangan kesusu dulu. Perkataanku masih belum habis.’’
,, Harap maafkan kalau Boanpwee berlaku kurang ajar.’’
,, Kau jangan bodoh. Aku si hweshio gilatuh bukannya anak kecil? Jika aku tidak
mempunyai resep untuk menghidupkan jiwamu lagi, perlu apa aku harus kau hidup tiga
puluh hari lagi. Sudah tentu aku masih mempunyai daya upaya yang lain,’’
,, Boanpwee ingin mendengar bagaimana hendak Lotjianpwee
,, Racun semacam ini, dikolong langit ini tidak ada orang yang dapat mengobati, kecuali
orang yang menciptakan racun itu sendiri, hanya seorang tua yang tabitnya aneh luar biasa
yang kini hidup mengasingkan diri dipulau batu hitam di Lam-hay yang dapat menolong kau.
Dia ada mempunyai piliharaan kura-kura yang umurnya sudah ribuan tahun, dengan
beberapa tetes darah kura-kura itu saja sudah cukup untuk memunahkan racun yang
mengeram dalam tubuhmu, tetapi orang tua itu tabitnya luar biasa anehnya. Ia tidak suka
orang lai mengganggu ketenteramannya. Bagi orang biasa, jangan harap biasa menemukan
padanya. Maka untuk mendapatkan obat itu, itu juga tergantung dari keberuntunganmu
sendiri.’’
Yo Tjie Tjong kembali timbul harapan dalam hatinya, meskipun harapan itu kecil sekali,
tetapi ini juga sudah memberi dorongan untuk ia hidup terus.
,, Boanpwee akan mencoba dan berusaha.’’ Demikian ia akhirnya menjawab.
Orang tua aneh itu lantas mengeluarkan tangannya mengambil sebuah buli-buli kecil
kira-kira panjangnya dan berwarna merah, lalu diserahkan kepada Yo Tjie Tjong seraya
berkata.
,, Bocah, ini adalah benda kepercayaan bagi diriku si Hweshio gila. Dengan membawa
barang ini, kau boleh pergi keorang tua yang tabitnya aneh itu, mungkin ia mau melindungu
dirimu,’’
Yo Tjie Tjong dengan sangat hirmatnya menerima barang itu, lalu disimpan disakunya.
,, Bocah’ kalau orang tua itu menanyakan padamu tentang jejakku, kau jawab saj begini,
tidak ada sesuatu yang dapat mengekangku denganb baju rombeng dan sepatu bututku
hendak melunaskan tugasku.’’demikianlah orang aneh itu memberikan pesan pada Yo Tjie
Tjong.
Apa artinya perkataan itu sudah tentu tak dapat dimengerti oleh Yo Tjie Tjong, ia hanya
mencatat saja perkataan itu dalam hatinya, sedangkan mulunya mengucapkan perkataan ‘
baik’ berulang-ulang.
,, Bocah, nafsumu sungguh luar biasa. Jika kau bisa menemukan lagi telurnya burung
rajawali raksasa berwarna, kau akanmenjadi seorang seorang luar biasa dalam rimba
persilatan, harap saja supaya kua bisa menjaga baik-baik dirimu.’’
Yo Tjie Tjong merasa sangat heran, bagaiman Hweshio yang seperti orang gila ini bisa
mengetahui kalau didalam dirinya ada mustika Gu-liong-kao ?
,, Boanpwee akan ingat baik-baik pesanan Lotjianpwee .’’
,, Pertemuan antara kau dan aku dinamakan jodoh, karena kita ada jodoh, tidak boleh tidak
aku bisa memberikan sedikit bingkisan untukmu, demikian kata orang aneh itu yang lantas
berfikir sejenak, kemudian berkata pula :
,, Baiklah, aku akan memberikan padamu dua macam pelajaran tipu silat yang dinamakan
Liu-in Hud-hiat’ ( menotok jalan darah secara awan terbang ) dan Hui-sio Kay –Hiut’ (
membuka totokan jalan darah dengan kebisan lengaqn baju ).
Yo Tjie Tjong sangat girang sekali mendengar ini, sebab pelajaran ilmu silat yang sudah
lama dikatakan hilang dari rimba persilatan yang sangat di idam-idamkan oleh stiap orang
gagah, kini telah didapatkan seacara tidak terduga-duga. Tetapi jika melihat bahwa
kekuatan dan ilmu silatnya sendiri kini sudah lenyap seluruhnya, sekalipun ia bisa
mempelajari kedua ilmu tersebut, juga tidak bisa digunakan.
,, Bocah, kedua ilmu itu sekarang hendak kuberitahukan semua hafalannya kepadamu, kau
harus ingat-ingat dan simpan baik-baik dalam hatimu, dikemudian hari, apabila kekuatan
dan ilmu silatmu sudah pulih kejmbali, tentu dapat kau pergunakan.’’
,, Tidak usah, ini adalah aku si hweshio gila yang ingin menghadiahkan sendiri padamu. Jika
tidak begitu, sekalipun kau mau juga tidak bisa didapatkan begitu saja, mari aku gunakan
ilmu Kan-thian sin-kang dulu untuk mendesak racun dalam tubuhmu hingga jiwamu dapat
hidup lagi 30 hari.’’
Yo Tjie Tjong kasihkan dirinya dipale orang tua aneh itu yang selalu menyebutkan dirinya
sendiri sebagai Hweshioo gila setelah merasakan hidup menggunakan ilmunya, orang tua
itu bersnyum kepada Yo Tjie Tjong yang merasakn dirinya kini banyak lebih segar.
,, Baiklah. Sekarang dengarkanlah baik-baik pelajaran yang akan kuberikan padamu ini. Aku
akan mengucapkan sekali saja hafalan itu, kau bisa ingat atau tidak, semua adalah urusan
sendiri, kau tidak boleh banyak menanya,’’ Demikian kata orang aneh itu.

,,Boanpwee mengerti.’’ Jawab Yo Tjie Tjong.


Orang tua yang mengatakan dirinya sendiri sebagai Hweshio gila itu lantas mengatakan dua
hafalan yang disebutkannya tadi.
Yo Tjie Tjong yang mendapat karunia kecerdasan otak yang luar biasa, sekali diberikan
pelajaran, sidah dapat diingat semuanya dengan baiok untuk selamanya.
,, Sekarang, pergilah kau. Aku juga akan pergi.’’
,, Lotjianpwee, kapan Boanpwee bisa ketemulagi dengan Tjian-pwee?’’
Yo Tjie Tjong sudah kagum benar-benar terhadap Hweshio yang menyebut dirinya gila ini,
dari nama gila Hweshio itu, tidak dirasakan aneh, sebaiknya ia merasa sangat
menyenangkan. Pertemuan dalam waktu yang sangat singkat itu membuat ia merasa berat
untuk nerpisahan lagi dengannya.
Orang tua itu lantas menjawab sambil ketawa bergelak-gelak,?’’
,, Bocah, asal ada jodoh dimana saja kita bisa bertemu tetapi ada satu hal yang perlu aku
beritahukan padamu, jika jika dikemudian hari kau nati melakukan perbuatan yang tidak
patut, sehingga membuat bencana bagi dunia rimba persilatan, aku si hweshio gila
barangkali bisa berubah menjadi orang yang menagih jiwamu,;;
Ketika mendengar perkataan itu, dalam hati Yo Tjie Tjong timbul perasaan bergidiknya,
selagi ia masih bercakat orang tua iotu sudah menghilang dari depan matanya, hanya
terdengar suara tinjakan sepatunyasaja yang perlahan-lahan menghilang, ia tidak tahu
bagaimana cara sijalannya si hweshio gila itu.
Setelah sendiri menjublek, sekian lamanya Yo Tjie Tjong sudah lenyap lama sekali. Maka
gerak jalannya juga tidak bedanyaseperti orang biasa saja. Berjalan hampir satu hari
lamanya, barulah ia sampai kota kecil, dengan cepat ia mencari sebuah kereta dan lantas
menuju keluar kota dengab kereta itu.
Ia tidak beani membayangkan nagaimana keadaannya Tio Lee Tin pada saat itu,. Entah
bagaimana kegelisahan perasaan hati si nona yang menantikan kedatangannya.
Setelah kereta itu dilarikan sekencang-kencangnya, tibalah ia ditempat Tio Lee Tin
menunggu.
Ketika Yo Tjie Tjong melompat turun dari keretanya, apa yang terbentang dimatanya telah
membuat ia berdiri menjublek.
Di depan matanya ada rebah menggeletek tubuhnya lima bangkai manusia, darahnya masih
keliuatan berhamburan tampaknya matinya belum lama.
Tetapi Tio Lee Tin sendiri saat itu tidak dapat terliahat bayangannya.
Tampaknya ditempat tersebut tadi sudah terjadi peristiwa hebat lagi.
Tio Lee Tin yang sedang menderita luka, mungkin sudah menemukan bahaya, pikirnya.
Yo Tjie Tjong ketika mengingat hal itu badannya diraakan menggigil. Jika benar terjadi
apa-apa atas dirinya Tio Lee Tin, bukankah ia juga harus turut menanggung jawab?sebab
jika tadi ia tidak menyuruh sinona itu siang-siang sudah meninggalkan tempat tersebut.?
Tukang kereta yang dibawanya serta, setelah menyaksikan keadaan tempat itu yang begitu
mengerikan terlihatnya, sudah lantas memutar keretanya dan tanpa menunggu jawaban
melarikan kudanya,
Yo Tjie Tjong yang saat itu sedang terbenam dalam pikirannya sendiri, perbuatannya si
tukang kereta tidak diketahuinya sama sekali. Ia merasa sungguh tidak enak begininya
terhadap dirinya Tio Lee Tin, sebab Tio Lee Tin yang sedang menderita luka-lukanya, entah
bagaimana nasib sekarang ini.
Tetapi ia sendiri sudah tidak mempunyai kepandaian sama sekali, sudah dengan sendirinya
pula ia tidak dapat mencari dimana adanya nona itu sekarang.
Apa yang harus dilakukan saat itu ialah, pergi kepulau batu hitam secepat mungkin untuk
menemui orang tua yang aneh tabitnya itu.
Jika tidak berbuat begitu, tentu ia akan binasa pada tiga puluh hari kemudian.
Orang tua aneh itu mau memberikan darah kura-kuranya untuk mengobati racun yang
mengeram dalam dirinya atau tidak itu masih dalam pertanyaan, sungguh tidak disangka
bahwa Tjin Bie Nio ternyata adala muridnya Phoa Tjit Kiow, salah satu musuh Kam-lo-pang,
maka ia lantas menggerendeng seorang diri: mereka harus dibunuh semua …
Dengan tidak sadarkan diri, ia lantas merabah senjata golok maut yang disimpannya
didalam bajunya, agaknya ia sudah membayangkan bagaiman musuh-muduhnya yang jahat
itu satu-persatu akan dibinasakan, dibawah tangannya.
Dalam hatinya saat itu teringat kembali pelajaran ilmu silat yang kusus digunakan dengan
golok maut membinasakan musuh-musuhnya.
Meskipun hanya satu jurus saja, gerak tipu itu anehnya luar biasa, sehingga tidak ada
seorangpunn yang mampu menghindar dari serangan satu jurus itu.
Sepasang matanya yang sayu dari sigadis baju merah Siang-koan kiaw serta gerak-gerik
yang agak berandalan saat itu terbayang kembali didalam otaknya. Ia tidak tahu, bagaimana
ia harus menghadapi nona baju merah itu, sebab ayahnya juga merupakan salah satu
musuh dari suhunya, tetapi ayahnya itu sudah binasa apakah ia harus membrnci
turunannya?’’
Ia juga ingat wajahnya bibi Tho Hui Hongnya, itu pendekar wanita yang wajahnya penuh
welas asih, ia percaya bahwa selama hidupnya ia takan melupakan perbuatan sang bibi
yang telah membela dirinya tanpa menghiraukan jiwa sendiri.
Akhirnya bayangan Tio Lee Tin yang cantik dan gagah berkelebat didalam
otaknya………….’’
Untuk sesaat lamanya rupa-rupa pikiran telah timbul saling susul dalam otaknya,,,,,,,,….’’
,, Aih ……..’’ demikian ia akhirnya mengelah napas dan menggerendeng sendiri.
,, Ah, peduli apa, sekarang kepandaianku sudah musnah, bahkan jiwaku sendiri juga tidak
tahu masih bisa hidup terus atau akan binasa, perlu apa aku harus memikirkan semua itu.’’
Setelah itu lantas menggerakan kakinya meninggalkan tempat tersebut.
Tujuannya masih tetap ke pulau Batu Hitam di Lam-hay.
Untul mengejar waktu ia membeli seekor kuda, kudanya dilarikan siang dan malam, ia
mengharap supaya dalam tiga puluh hari bisa sampai di tempat yang dituju.
Hari itu, pada waktu senja Yo Tjie Tjong yang melarikan kudanya berhari-hari lamanya,
bukan ia saja yang merasa lelah, kudanya juga merasa payah.
Ketika terpisah tidak cukup sepuluh lie dengan kota Liong hoa-in, kudanya dijalankan
dengan sangat perlahan karena maksudnya malam itu hendak menginap di tempat
termaksud.
Diatas jalan raya saat itu sunyi sepi. Angina utara menghembus kencang.
Yo Tjie Tjong yang tadinya berjalan melarikan kudanya tampaknya tidak merasakan semua
itu. Tetapi ketika kudanya dijalankan perlahan-lahan dirasakan angin itu dingin sekali.
Tidaklah mengherankan karena saat itu sudah hampir habis tahun bagi rakyat biasa atau
pedagang. Kebanyakan semua sudah menyediakan apa untuk menyabut tahun baru. Tetapi
Yo Tjie Tjong yang hidup sebatang kara tidak mempunyai rumah dan sanak saudara,
diwaktu menjelang tahun baru ia terus melakukan perjalanan jauh.
Sebab ia masih hendak hidup terus, maka dalam waktu tiga puluh hari itu tidak boleh tidak ia
harus sampai ke Pulau Batu Hitam, untuk mendapatkan darahnya kura-kura yang usianya
ribuan tahun. Perbuatannya itu seolah-olah berjudi aja layaknya, jiaka menang ia akan dapat
melanjutkan tugas dan kewajibannya tetapi kalau sampai kalah ia akan binasa.
Untuk sesaat lamanya rupa-rupa pikiran kembali mengaduk-aduk dalam pikirannya.
Tiba-tiba suara kaki kuda telah memecahkan suasana kesunyian alam pada waktu senja itu.
Suara kuda itu sebentar saja sudah berada dibelakang dirinya.
Yo Tjie Tjong mengetahui bahwa saat itu ia menjadi seorang yang tidak mempunyai
kekuatan sama sekali. Maka ia tidak berani mencari setori. Sedapat mungkin ia hendak
berlaku mengalah, sekalipun harus menerima hinaan. Maka ketika itu mendengar suara
derap kaki kuda dibelakang dirinya. Dengan cepat ia meminggirkan kudanya untuk memberi
jalan bagi penunggang kuda dibelakangnya.
Tetapi sungguh aneh sekali penunggang kuda dibelakangnya tidak mau jalan melewati
dirinya, tampaknya seperti dikendurkan tali kekangnya, sehingga seperti terus menguntit
dibelakannya dirinya Yo Tjie Tjong.
Cara demikian itu berlangsung agak lama juga kemudian Yo Tjie Tjong merasa heran, maka
kudanya lantas dihentikan dan kepalanya berpaling kebelakang.
Penunggang kuda dibelakang dirinya itu agaknya tidak menduga sama sekali yang akan
menghentikan kudanya secara mendadak, maka dengan cepat ia menarik mundur kudanya,
dengan demikian maka kedua kuda sekarang jadi berdiri berendeng.
Yo Tjie Tjong terperanjat sekali ketika mengetahui siapa orang yang mengikuti jejak
kudanya itu.
…Kiranya ada nona Siang-koan “ demikian ia berseru.
Siang-koan Kiauw pendengarkan suaranya dihidung.
….ia, kau mau apa ? dijawabnya dengan suara ketus.
Yo Tjie Tjong mendengar jawaban itu agaknya mendapat rasa tidak baik tetapi ia terus
mencoba hendak berlaku sesabar mungkin.
…Nona Siang-koan hendak kemana ?”
…Cari kau !”
…Cari aku !
…Benar ! aku hendak mencari kau, manusia yang tidak berbudi itu.”
Yo Tjie Tjong memangnya seorang yang mempunyai adat tinggi, maka ketika mendengar
jawaban yang singkat dan ketus itu. Darah mudanya lantas mendidih. Ia menarik mundur
kudanya.
…Apa perlunya nona mencari mencari aku ? katanya dengan nada dingin.
…Hendak membunuh kau !”
Jawabannya itu membuat Yo Tjie Tjong sangat terkejut setelah lam dalam keadaan
terkesiama mendadak ia seperti ingat apa-apa maka segara ia berkata :
…Apa Nona hendak membunuh kau atas perintah ibu tirimu ?”
…Urusannya dia tidak ada hubungannya dengan aku “
…kalau begitu apa sebabnya ?”
…Sebaba kau adalah orang yang tidak mengenal bakti “
..Tidak berbudi ?” Yo Tjie Tjong menegasi sambil ketawa getir
…Memang benar, ketika di tepi naga nona pernah melepas budi terhadap diriku. Tetapi
merupakan satu hutang seandannya aku Yo Tjie Tjong tidak binasa aku pasti akan
membayar hutang ini.
Ketika menyebut kejadian di tepi danau naga itu hatinya Siang-koan Kiauw merasa sangat
berduka, sebab oleh karena dirinya si pemuda sampai Siang-koan Kiauw berani menempuh
bahaya hendak menghadapi senjata yang bisa meledak dari si iblis wajah singa. Oleh
karena pemuda itu pula, Siang-koan kiauw tidak segan-segan memutuskan hubungannya
dengan ibu tirinya. Oleh karena Yo Tjie Tjong hidup kembali, nona itu lantas terbangun pula
semangtnya. Tetapi sekarang pemuda itu sangat dingin sikapnya terhadap dirinya, sehingga
membuat hancur luluh hatinya si nona. Sebab begitu besar rasa cintanya si nona terhadap
dirinya Yo Tjie Tjong, tapi cinta yang begitu dalam telah mendapatkan penyambutan yang
tidak selayaknya, akhirnya telah menimbulkan perasaan benci dalam sanubarinya.

Bagian Ke Tiga Belas

DENGAN wajah merah padam, Siang-koan Kiauw berkata dengan suara bengis :
…Yo Tjie Tjong, oleh karena kau aku merasa sangat malu !”
…Aku merasa tidak pernah membuat malu terhadap orang ini “
…Hm! Aku cinta kau, mengapa kau tidak bisa pegang terhadap dirinya satu nona ?”
…Apa artinya perkataan ini ?”
…Si Burung Hong Hitam Tio Lee Tin, kau toh tidak bisa bilang kenal padanya ?”
Yo Tjie Tjong terperanjat. Diam-diam berfikir bagaimana ia bisa kenal perempuan itu ?”
…Benar kau kenal padanya !”
…Hm! Kesulitannya sebagai satu gadis hampir saja ternoda gara-garamu !”
…Aku tidak mengerti maksud perkataanmu ini !”
…Aku Tanya mengapa kau tinggalkan sendirian seorang wanita yang sedang terluka parah
didalam hutan belukar ? sehingga hampir saja dirinya ternoda didalam kawannya
kawan-kawan kurcaci ?”
…Sekarang dimana adanya dia ?”
…Hal ini tidak perlu kau tahu “
Yo Tjie Tjong teringatkan dirinya sendiri yang hampir saja celaka ditangan Tjin Bie Nio,
karena gurunya ia lantas ketawa bergelak-gelak.
Mengapa kau ketawa? Hari ini aku akan membunuh kau !”
Adatnya Yo Tjie Tjong yang angkuh membuat ia tidak mau memberi penjelasan. Setelah
berhenti ketawa ia lantas menjawab dengan suara tenang :
…Silakan kau boleh turun tangan !”
…Apakah kau kira aku tidak berani ?” bentaknya Siang-koan Kiauw pecut ditangannya
langsung bergerak.
Yo Tjie Tjong tidak menyingkir atau berkelit, sebetulnya dalam keadaan seperti itu, ia yang
sudah hilang semua kepandaiannya sudah tidak mampu berkelit. Apalagi serangan pecut si
nona dilakukan dengan cepatnya….
…Tar “ suara pecut terdengar nyaring ujung pecut dengan tepat mengenakan dengan
badannya, sehingga dirasakan sakit sekali.
Dalam hatinya Siang-koan kiauw sebetulnya mencintai dirinya pemuda itu cuam karena
pemuda itu nampaknya bersikap dingin, maka ia berbalik membenci. Namun serangannya
itu juga menggunakan Tenaga 2-3 bagian saja, kalau tidak pasti Yo Tjie Tjong tidak
sanggup menerima.
Siang-koan kiauw hanya berbut menuruti hawa napsunya, sebetulnya dalam hatinya tidal
ingin melukai dirinya pemuda itu.
Ia sungguh tidak menyangka kalau Yo Tjie Tjong tidak berkelit atau coba mrnghindarkan
serangannya. Maka seketika itu hatinya dirasakan perih, sudah tentu ia tidak mau tau kalau
pada saat itu Yo Tjie Tjong sudah hilang kepandaiannya. Bahkan semua itu ada perbuatan
ibu tirinya Siang-koan kiauw sendiri.
…Mengapa kau tidak melawan ?” menanya Siang-koan kiauw dengan gusar, tapi suarannya
agak gemetar.
…Bukankah kau kata tadi hendak membunuh aku ? aku Yo Tjie Tjong bersedia menerima
nasib untuk menerima nasib untuk memenuhi keinginanmu !”
…Kau kira aku benar-benar tidak heran ?”
Tar..Tar..Tar! kembali suara pecut nyaring sampai 3 kali.
Tidak ampun lagi, badannya Yo Tjie Tjong lantas terjungkal dari atas kudanya !
Tapi, Yo Tjie Tjong yang beradat keras dan tinggi hati, begitu jatuh lantas jatuh lagi,
matanya merah membara.
Siang-koan kiauw lantas melompat turun dari tunggannya, ia berdiri tidak cukup satu tumbak
di dapat Yo Tjie Tjong, entah bagaimana persaan hatinya pada saat itu berdiri terpaku.
Ia merasa bahwa keadaanya. Yo Tjie Tjong agak aneh, tapi pada saat itu juga tidak
mengerti apa sebabnya.
Yo Tjie Tjong dengan sikapnya yang masih dingin, berkata dengan suaranya yang ketus :
…Nona Siang-koan, kau hendak membunuh aka, lekas turun tangan !”
Kalau tadi Siang-koan Kiauw mengatakan hendak membunuh dirinya Yo Tjie Tjong, itu
hanya disebabkan karena terdorong oleh perasaan gemasnya. Ia tidak nyata Yo Tjie Tjong
anggap itu benar-benar hingga membuat ia tidak bisa tarik kembali perkatannya.
Kalau pada saat itu Yo Tjie Tjong berkata agak lunak saja sesudahnya mungkin ada
berlainan. Tapi adat dan tabeatnya Yo Tjie Tjong yang tinggi ia lebih suka binasa dari pada
berkata dengan suara manis.
Siang-koan Kiauw agaknya merasa bahwa Yo Tjie Tjong sangat tersinggung perasaannya.
Hatinya sangat merasa sangat berduka, maka dengan tanpa di sadari lantas menangis.
Dengan demikian Yo Tjie Tjong bertambah bingung. Ia tidak mengerti apa maunya nona
yang berandalan ini, sebentar hendak membunuh mati dirinya, sebentar lagi menangis
dengan sangat sedihnya !
…Apa nona Siang-koan Kiauw tidak tega turun tangan terhadap diriku ?” Tanya Yo Tjie
Tjong.
Justru pertanyaan ini membuat Siang-koan Kiauw menangis semakin sedih !
Si nona berduka karena ia sesungguhnya tidak menduga bahwa si pemuda ada begitu
tawar perlakuan dirinya, sedikitpun tidak mempunyai perasaan kasian atau cinta
terhadapnya sehingga percuma saja cintanya yang dicurahkan kepadanya. Semakin
memikirkan ini semakin sedih.
Yo Tjie Tjong memang ada seorang pemuda cerdas, ketika menampak keadaan nona
Siang-koan Kiauw itu, ia nampak sudah dapat menduga sebagian perasaan hatinya si nona
ia tahu bahwa si nona itu menaruh hati pada dirinya. Ia sendiripun demikian pula. Cuma
suatu anggapan atau pendiriannya mengenai diri si nona ini telah menindas perasaanya
sendiri.
Maka saat itu ia lantas berkata dengan suara duka :
…Nona Siang-koan Kiauw dengan terus terang aku beritahukan padamu umurku Cuma
tinggal 10 hari lagi. Maka kebaikanmu yang telah kau curahkan kepada diriku kupaksa dilain
penitisan aku akan membalas !”
Perkataan Yo Tjie Tjong itu telah membuat Siang-koan Kiauw terkejut seperti terkena patuk
ular. Otomatis ia hentikan tangisannya. Melihat Yo Tjie Tjong begitu berduka mau tidak mau
ia percaya juga perkataan si pemuda.
…Hei, kau barusan kata apa ?” tanyanya agak gemetar.
…Kataku, jiwaku Cuma tinggal 10 hari saja !”
…Sekarang bukankah kau ada baik saja ?”
…Itu memang benar, aku sekarang kelihatan baik-baik saja, tapi kekuatan dan kepandaian
ilmu silatku sudah hilang semua !”
Jawaban Yo Tjie Tjong ini membuat kaget gemetaran Siang-koan Kiauw, pantasan tadi
ketika diserang dengan pecut. Ia tidak mau menyingkir atau berkelit, bahkan serangan yang
cuma menggunakan 2 atau 3 bagian saja sudah cukup membikin ia terjungkal dari atas
kudanya.
Ia pentang lebar kedua matanya mengawasi Yo Tjie Tjong. Sekarang ia sudah dapat
kenyataan bahwa matanya pemuda itu sudah tidak kelihatan cahayanya, keadaanya sama
seperti orang biasa maka hatinya lantas merasa pilu.
…Siapakah yang membuat kau menjadi begini ?” Tanya si nona.
…Siapa? Haha! Lebih baik kau jangan coba mencari tahu !”
…Tidak kau harus memberitahukan padaku, aku tidak akan membiarkan ia begitu saja !”
Sehabis berkata, si nona geser tubuhnya mendekati Yo Tjie Tjong wajahnya menunjukan
perasaan gusar.
Yo Tjie Tjong diam-diam merasa geli, barusan ia berkata hendak membunuh mati dirinya,
tetapi sekarang berbalik sangat memperhatikan bahkan mau turun tangan hendak membela
keadilan.
…Nona, lebih baik kau jangan coba turut campur dalam urusanku ini “
…Tidak ! biar bagamanapun aku harus nau tahu !”
…kalau begitu aku terpaksa beritahukan padamu orang itu adalah ibu tirimu sendiri !”
Mendengar jawaban itu, wajah si nona berubah seketika.
…Dia ?”
…Ng ! kalau tidak ada seorang Lotjianpwee yang datang memberi pertolongan, niscaya
jiwaku siang-siang sudah melayang !”
…Ow ! Lantaran itu maka kau melalaikan kewajibanmu untuk mencarikan kereta bagi entji
Tio Lee Tin “
…Benar !”
…Kalau begitu aku yang keliru menduga terhadap dirimu “
Setelah itu badannya digeser semakin rapat kemudian berkat pula dengan lemah-lembut :
…Apa kau merasa sakit bekas pecutan tadi. Ah ! mengapa kau tidak mengatakan sedari
siang-siang kepadaku ? kau sungguh keterlaluan.
…Apa artinya sedikit `luka ini`. Kalau tidak ada urusan apa lagi aku hendak pergi ?”
…Kenapa ?”
…Sebab dalam waktu 10 hari aku harus mencapai suatu tempat untuk minta obat buat
menyembuhkan penyakitku. Kalau tidak 10 hari kemudian aku pasti mati !”
…Kau…kau …kau …! Aku harus berjalan sama-sama dengan kau !
…Apa perlunya ?”
…Kepandaiannmu sudah hilang semua, jiak ada terjadi apa-apa bukankah….”
…Obat itu bisa kudapatkan atau tidak masih merupakan suatu pertanyaan. Tentan gmati
atau hidupku aku pandang sangat tawar!”
Siang-koan Kiauw tundukan kepala untuk memikir sejenak kemudian mendongak, sorot
matanya keliatan aneh, dengan wajah memerah-merah dia menanya :
…Jawablah pertnyaanku !”
…Pertanyaan apa ?”
…Kau …Kau …apa kau membenci aku “
…Tidak !” jawabnya Yo Tjie Tjong tegas sambil gelengkan kepala.
…Kalau begitu apa kau suka padaku ?”
Pertanyaan ini menunjukan kecerdikannya Siang-koan kiauw.
Yo Tjie Tjong tercengang, ia mengerti maksud yang terkandung dalam pertanyaan si nona
ini, tapi merasa berat untuk memberi jawaban. Ia akui bahwa ia juga cinta pada Siang-koan
kiauw tapi ia tidak boleh mencinta.
Secara berani dan tanpa tedeng aling-aling, Siang-koan Kiauw mengajukan pertanyaan
demikian, ini juga merupakan suatu pertanyaan yang terus terang tentang isi hatinya
terhadap Yo Tjie Tjong. Ketika nampak pemuda itu agak bersangsi memberi jawabannya
hanya seperti diguyur air dingin, maka ia lantas berkata pula dengan suara duka :
…Aku tahu bahwa kau tidak bisa menyukai diriku. Hah, pergilah !”
Tapi Yo Tjie Tjong lantas berkata :
…Aku sebetulnya juga suka padamu !”
…Benar ?”
…Ng !”
…Boleh aku panggil kau Tjong ?”
…Aku juga boleh panggil kau adik kiauw ?”
Semua itu membuat hatinya Siang-koan Kiauw merasa lega dan sangat girang.
…Engko Tjong. Sekarang kau boleh beritahukan padaku kemana kau hendak pergi ?”
…Pulau batu Hitam di Lam-hay, aku hendak menemui seorang Lo-tjianpwee, mau minta
sedikit darahnya binatang kura-kura yang usianya sudah ribuan tahun, untuk
menyembuhkan penyakitku !”
Selanjutnya Yo Tjie Tjong lantas menceritakan apa yang telah terjadi atas dirinya sehinga
kemudian dapat ditolong oleh hwa shio gila itu.
Siang-koan kiauw yang mendengarkan penuturan itu wajahnya sebentar merah sebentar
pucat. Ia dulu hanya curiga terhadap ibu tirinya, tapi sekarang sudah menjadi kenyataan
bahwa ibu tirinya itu ternyata seorang permpuan cabul yang sangat berbahaya.
Ia mendadak ingat kematian ayahnya yang tidak jelas apa sebabnya pada 5 tahun
berselang. Maka ia lantas berkata dengan tiba-tiba.
…Engko Tjong, aku selalu merasa curiga atas kematian ayahku apakah itu ada
hubungannya dengan ibu tiriku yang jahat itu? Aku kira kemungkinan itu memang ada !”
…Jika itu benar ada hubungannya, sehingga membuat kematian ayah, aku Siang-koan pasti
akan mencincang ibu tiriku itu.
…Adik Kiauw, bagaimana dengan nona Tio Lee Tin ?”
…Sudah dibawa pergi oleh kawan seperguruannya `utusan burung laut`!”
Yo Tjie Tjong anggukan kepala dalam hatinya befikir nona Tio telah mengaku sebagai
muridnya pemilik bendera burung laut si orang berkedok merah. Kalau sudah dibawa pergi
oleh mereka tentunya tidak ada halangan apa-apa lagi.
Tiba-tiba ia berkata Siang-koan kiauw :
…Adik kiauw, seandainya aku beruntung bisa mendapatkan obat, apa kita masih
mempunyai kesempatan bertemu lagi ?”
…Tidak, aku hendak ikut kau pergi !”
…Kepergianku ini masih belum diketahui bagaimana kesudahannya, apabila nanti terjadi
apa-apa….?”
…Tidak, aku tidak izinkan kau mengucapkan perkataan demikian !”
Sebabnya berkata, dengan tanganya yang halus mungil itu membekap mulutnya Yo Tjie
Tjong, badannya juga lantas dijatuhkan dalam pelukan si pemuda.
Kedua-duanya saling berpelukan, tapi masing-masing tidak berkata apa-apa.
Malam mulai tiba, angin meniup sepoy-sepoy. Bintang di langit mulai nampak betebaran.
Agaknya turut merasa girang atas kebahagiaan kedua merpati itu.
Siang-koan kiauw ketika mengingat nasib yang dialami oleh kekasihnya, hatinya merasa
seperti diiris-iris. Apabila dalam 10 hari tidak mendapat tempat tujuannya atau tidak
mendapatkan obat yang di perlukan.
Ia tidak berani memikirkannya lagi……..
Sekarang, ia berada dalam pelukan si pemuda yang pertama kali mendobrak hatinya ia
hedak menikmati kemesraan cintanya dalam waktu yang sangat singkat.
Lama mereka terlelap dalam larut arus asmaranya mereka sudah tahu berapa lama
dilewatakan secara demikian.
Tiba-tiba Siang-koan Kiauw memecahkan kesunyian, seolah-oalh sedang mengimpi ia
menannya kepada Yo Tjie Tjong.
,,Engko Tjong, katakana bahwa kau cinta padaku !”
,,adik Kiaw, aku cinta kau !”
,,Biar dunia kiamat, cintaku terhadap mu tak akan berubah !”
,,Adik Kiaw, aku akan ingat selamanya mudah-mudahan kembang tetap segar dan rembulan
tetap tetap bundar ?”
,,Engko Tjong bisa mendapat penyataan perasaan hatimu aku sudah merasa puas.
,,Adik Kiaw hawa mulai dingin kita harus berpisah lain kali kita akan bertemu kembali !”
,,Apa kau tetap tidak mau ikut pergi bersama-sama !”
,,Bukan aku tidak sudi, tapi perjalan itu begitu jauh….
,,Aku tidak peduli sampai diujung langit jangan banyak rewel mari jalan !”
Sehabis berkata ia mendahului lompat keastas kudanya.
Yo Tjie Tjong terpaksa mengikuti jejaknya
Dua ekor kuda jalan berendengan, suara derap kaki kuda memecahkan kesunyian malam
itu.
**
Suatu pagi pada hari ke 25 di suatu perkampungan nelayan di tepi Lam hay telah datang
dua pengunjung, sepasang muda-mudi yang masih belia mereka hendak menyewa sebuah
perahu katanya hendak pergi ka pulau batu hitam yang terpencil.
Si pemuda yang berwajah tampan, badannya tegap Cuma kelihatannya agak dingin
sikapnya.
Sedang wanita yang parasnya cantik menarik dengan si pemuda itu merupakan pasangan
yang setimpal.
Kedatangan mereka telah datang banyak perhatian orang banyak mereka mengira bahwa
mereka itulah dewa-dewi yang baru turun dari kayangan.
Siapa mereka ?
Itu adalah Yo Tjie Tjong dan Siang-koan Kiauw-djie.
Mereka titpkan kudanya disuatu penginapan perjalana mereka dilanjutkan dengan perahu
dan si pemilik perahu yang usianya lebih dari setengah abad, sudah tentunya ia sudah
matang dalam perjalan air.
Setelah membawa persedian yang cukup semuanya telah di persiapkan Yo Tjie Tjong dan
Siang-koan Kiauw mereka lantas menuju pulau batu hitam.menurut keterangan Sipemilik
perahu, jika tidak ada halangan satu hari satu malam bisa sampai di tempat yang di tuju.
Tapi, pulau batu hitam ada sayu pulau yang jarang didatangi oleh manusia di sekitarnya
terdapat batu karang jika tidak hati-hti perahunya bisa terbalik, jika tidak karena memandang
uang.tidak ada satu perahu yang berani yang menuju kesana.

Bagian Ke Empat Belas

Beberapa saat kemudian, perkampungan nelayan itu sudah hilang dari pandangan.
Langit nan biru seperti mangkok bundar menutupi lautan sedang air laut dengan ombaknya
seperti ayunan yang tidak berhehti-henti bergoyang.
Lautan hari itu nampak tenang berlayar dalam keadaan tenang, sungguh sangat menarik
hati.
Yo Tjie Tjong dan Siang-koan Kiauw duduk berendeng ditepi perahu mereka tampak mesra
dari satu sama lain. Hingga sementara melupakan rasa gelisa diantara keduanya dan
melupakan yang telah terjadi atas mereka.
Sepasang pemuda pemudi yang dibesarkan diatas tanah datar telah kesemsem oleh
pemandangan dilautan yang indah permai itu.
Kedua pemuda-mudi itu menikmati pemandangan alam, pemilik perahu itu mendadak
ketakutan ia memandang kearah timur sambil berkata :
,,Siang-koan Kiauw, nona tampaknya akan timbul badai!”
,,Hawa begini kelihatan sejuk masa akan timbul badai.?”jawab Siang-koan Kiauw sambil
ketawa.
,,Apakah kau tidak melihat segumpal awan hitam ?”
,,Aku tidak percaya, apakah awan segumpal itu bisa membawa badai.?
,,Lopek apakah dengan dirimu tidak salah ?” Yo Tjie Tjong pun turut menanya.
Apakah aku kira aku bcara main –main ? selambat-lambatnya akan datang angin puyuh
sedangkan disini tidak ada tempat untuk berlindung. Lantas kita harus berbuat apa, Ah,
mudah-mudahan tuhan melindungi kita !” jawab si pemilik perahu sambil mengawasi
gumpalan awan yang makin lama makin namopak besar dan nyata.
,,Apabila angin meniup kencang bukankah perahunya juga akan semakin cepat ? mungkin
kita cepat sampi kepulau Batu Hitam itu, Engko Tjong kau pikir betul tidak? Demikian
berkata Siang-koan Kiauw dengan enaknya.
Yo Tjie Tjong yang sejak kecil banyak bercampur dengan orang-orang dengan segala
lapisan, pengalamannya juga lebih banyak dari pada si nona. Ketika si nona nampaknya
seperti anak-anak ia berkata dengan suara sungguh-sungguh.
,,Adik Kiaw itu bukan angin biasa ,! Tetapi angin puyuh atau badai yang sangat menakutkan
!”
,,Kau sudah pernah melihat ?”
Meski aku belum pernah mengalami, tatapi aku sudah pernah dengar !”
,,Hm ! kau membohongi aku saja !”
Si pemilik itu membakar hio dan kertas dan meminta lindungan kepada dewa laut.
Gumpalan awan itu nampak dekat nampaknya, sehingga menutupi separuh langit. Angin
laut makin meniup kencang, ombak laut makin besar, hingga perahu yang di tumpangi
bertiga kini sudah tergunang hebat.
Siang-koan Kiauw baru merasa bahwa keadaan ini sungguh diluar dugaan.
Si pemilik perahu dengan wajah pucat pasi dan sikap cemas ia berkata kepada kedua
penumpangnya.
Siang-koan Kiauw dan nona lekas masuk kedalam ,badai akan datang ini tidak boleh dibuat
main-main. !”
Belum habis ucapannya si pemilik perahu awan gelap itu sudah menjadi ombak yang lantas
menggulungnya perahu air hujan datang turun turun seperti dituang.
Yo Tjie Tjong menarik diri Siang-koan Kiauw di sebelah dalam perahu.
Badai mengamuk semakin hebat saja, ombak laut menggulung-gulung hingga perahu kecil
itu terguncang ke atas ke bawah.
Siang-koan Kiauw mulai merasakan mabuk, hatinya mulai ketakutan dan memeluk erat
tubuh Yo Tjie Tjong.
,,Enko Tjong skarang bagaimana .?”
,,Adik Kiaw terserah pada nasib saja, aih. Biar bagaimana juga didalam diriku sudah
tertanam racun jahat jiwaku juga takkan pernah tahu hidup dan matinya. Sebetulnya aku
tidak membiarkanmu kau ikut, aku takut terjadi apa-apa. Ah !”
,,Engko Tjong jangan mengucapkan begitu, hidup dan matinya seseorang ada ditangan
tuhan. Baik kita mati sama-sama hidup juga sama-sama.
,, Pada saat itu rasanya perahu sudah terbalik air laut masuk kedalam kemudian di susul
dengan suara benturan yang hebat awak perahu seperti patah.
,,Adik Kiaw mungkin perahu sudah patah .”
,,Engko Tjong.”
,,Belum habis ucapannya air laut sudah masuk kedalam mulut perahu.”
,,Ketika mereka keluar, air laut sudah menimpa keras sehingga perahu terbalik.”
Siang-koan Kiauw menjerit, ia memegang tiang perahu erat-erat Yo Tjie Tjong pun berusaha
dengan sekuat tenaga ia memegang kayu perahu yang tinggal sepotong.
Pemilik perahu pun tak nampak terlihat entah sejak kapan ia di telan laut ombak laut yang
dasyat.
Badai mengamuk terus, ombak laut bergulung-gulung seperti gunung tingginya, air hujan
turun seperti di tumpahkan dari langit di barengi suara guntur dan sinar kilat yang
menyambar-nyambar membuat keadaan di tempat seolah-olah,sudah sampi hari kiamat.
Dalam keadaan yang menyeramkan demikian. Perahu kecil yang seolah-olah sebuah titik
hitam dilautan yang luas ternyata sudah pecah berantakan.
Entah sejak berapa lama waktu berlalu secara demikian….
Angin sudah sirap, ombak mulai reda laut kembali tenang seperti semula, seolah2 tak terjadi
apa2.
Yo Tjie Tjong sesaat perahunya terdampar hancur, masih berpegang erat pada potongan
kayu dengan mendadak badannya terdampar tinggi kemudian tidak ingat lagi apa yang
terjadi atas dirinya.
Ketika ia siuman kembali, badannya merasakan panas seperti terbakar. Ketika matanya
terbuka ternyata panas itu disebabkan karena panas matahari yang menyinari dirinya yang
kini terdampar di sisi pantai.
Dengan susah payah ia baru bisa duduk, dia baru sadar bahwa dirinya ternyata masih
belum binasa tertelan ombak.
Tiba-tiba teringat akan diri Siang-koan Kiauw-djie, sudah terang kalau nona Siang-koan
Kiauw mungkin sudah tertelan ombak karena terjadi badai hebat maka seketika itu hatinya
dirasakan pedih. Air matanya mengalir tak terasa dengan perasaan sedih ia mengawasi laut
yang tak terlihat ujung pangkalnya itu.
Ia teringat pada sumpah dan janji pada diri Siang-koan Kiauw sungguh tidak disangka nasib
nona yang baru bersamanya dan menikmati sebagian kecil kesenangan hidupnya, sudah
terpisah lagi dengannya.
Seandainya nona Siang-koan Kiauw tidak ikut bersamanya pasti ia tidak akan tertelan
ombak, setelah ia berpikir ia merasa berdosa terhadap diri nona itu maka ia segera berdoa
kepada tuhan :’Adik Kiauw-djie kulah yang menyelakakanmu jika arwahmu tahu tunggulah
aku dialam baka. Setelah urusanku selesai aku akan menyusulmu bersama-sama dengan
dirimu dialam baka.
Yo Tjie Tjong padasaat itu sedang terbenam dengan kedukaannya di wajahnya selalu
terbayang gerak-gerik nona Siang-koan Kiauw-djie.
Ia tak menghiraukan rasa letih dan rasa lapar dahaga yang menyerangnya ia terus-menerus
memandangi lautan yang luas hingga tak berkedip.
Matahari mulai terbenam, bintang-bintang mulai bertebaran di langit ombak laut yang
tadinya surut kini pasang kembali.
Ketika Yo Tjie Tjong tersadar dari lamunanya ternyata hari sudah pagi.
Terlitas dalam otaknya . saat itu mungkin jiwanya tinggal dua hari lagi. Jika dalam dua hari
ini tidak berhasil mendapatkan darah kura-kura yang dimaksud maka racun yang tersarang
dalam tubuhnya sudah lantas akan menyerang jantungnya dengan sendirinya orang itu akan
binasa .
Tetapi sekarang dirinya pun tak tahu ada di mana, dan di mana pula letak pulau Batu Hitam
yang dicarinya sama sekali tidak di ketahuinya.
Sejenak pikirannya melayang,apa yang ia alami permusuhan yang ada sangkut paut dengan
perguruannya membuat semangatnya terbangun pula……
Sekarang ini aku harus belum boleh mati, aku harus hidup masih banyak tugas yang belum
aku selesaikan.”demikian Yo Tjie Tjong berkata kepada dirinya dan lantas ia bangkit.
Pertama kali yang diperiksa adalah barang-barang bawaanya yang ada pada dirinya, Golok
maut buku daftar nama-nama musuhnya Kam-lo-pang potongan kayu pusaka Ouw-bok
po-lok dan buki-buli tanda kepercayannya si Hwee shio gila semua lengkap masih ada pada
tubuhnya.
Perlahan-lahan ia menuju tepi pantai, tetapi ketika berjalan terus dalam hatinya lantas
mengeluh.”celaka….
Ternyata tempat itu adalah sebuah pulau kecil yang tidak di tumbuhi sedikitpun tanaman
dan tidak ada manusia yang tinggal disitu. Luasnya pulau itu kira-kira Cuma satu Lie persegi
di sekitarnya terkurung oleh lautan jangan kata manusia burung saja tak terlihat.
Sesaat itu hatinya kembali merasa putus asa diam-diam ia berpikir tampaknya semuanya
adalah nasib, aku tidak mau mati didalam pulau ini “taruh tidak mati kelaparan tapi karma
dalam diriku tertanam racun yang cuma tahan dalam dua hari saja, kecuali ada pengaruh
gaib. Kalau tidak pasti aku kan binasa maka maksud baiknya Hweesiogila itu barangkali
akan tersia-sia saja.”
Keadaan Yo Tjie Tjong pada saat itu tidak ubahnya seperti sedang menghadapi suatu
keadaan yang lebih kejam dan menakutkan dari pada binasa seketika itu.
Tapi biar bagaimana, seorang yang masih ada jiwanya, sebelum tiba pada hari akhirnya,
sedikit banyak masih mempunyai harapan untuk terus hidup………
Saat itu perutnya dirasakan lapar sekali, matanya bekunang-kunang kepalanya dirasakan
pusing. Kaki dan tangnnya dirasakan lemas tidak bertenga. Yo Tjie Tjong barulah mengingat
bahwa dua hari lamanya tidak ada sebutir nasipun yang masuk kedalam perutnya. Maka ia
lalu berkata kepada dirinya : “andaikata akau mesti mati, jangan sampai aku menjadi setan
kepalaran.”
Oleh karena befikir demikian, timbulah hasratnya hendak mencari barang makanan untuk
mengganjal perutnya.
Tetapi usahanya itu hanya sia-sia saja, sebab kecuali tanah dan pasir yang terdapat
disekeliling pulau itu, sudah tidak ada apa-apa lagi yag bisa dimakan.
Dengan perasaan kecewa ia kembali ditanah, rasa lapar semakin menghebat. Dalam
keadaan demikian, sebuah barang menarik perhatiannya.
Barang itu adalah sebuah barang aneh yang berbentuk bundar relur, besarnya kira-kira dua
kaki, warnanya bukan kepalang, dibawahnya sinar matahari kelihatan indah.
Tertarik oleh perasaan heran, Yo Tjie Tjong lantas berjalan menghampiri benda aneh itu.
Ketika ia meraba benda itu dengan tangannya, benda itu ternyata keras, maka dianggapnya
benda itu adalah sebuah batu aneh, ia coba mendorong batu aneh yang berwarna indah itu.
Didekat tempat batu aneh itu terdapat suatu tempat yang agak miring. Oleh Karena
didorong oleh Yo Tjie Tjong, batu aneh tadi menggelundung kebawah.
Apa lacur satu bagian dari batu aneh itu sudah membentuk sebuah batu lain yang juga ada
di pantai laut itu.
Barang cair seperti putih susu mengalir dari batu yang menggelundung tadi.
Ooo, kalau begitu itu bukannya batu !” demikian Yo Tjie Tjong berseru sendiri, yang lantas
lari menghampiri. Dan ketika ia mengadakan pemeriksaan lebih cermat, seketika itu lantas
berdiri melongo. Ternyata barang itu adalah sebutir telur raksasa yang saat itu sudah pecah
sebagian, dari lubang yang pecah itu mengalir barang cair. Didalam telur itu masih terlihat
kuning telurnya sebesar mangkuk.
Bukan kepalang rasa girangnya Yo Tjie Tjong dalam keadaan lapar seperti itu, ia sudah
tidak memperdulikan lagi telur Itu bisa dimakan atau tidak, dengan cepat ia sudah
menghabiskan seluruh isi telur itu.
Apa yang mengherankan, telur itu ternyata tidak bau amis, bahkan enak sekali dan segar
rasanya.
Sehabis kenyang makan, badannya dirasakan segar kembali, rasa letihnya hilang semua.
Dengan perasaan terheran-heran ia mengawasi kulit telur raksasa itu.
Sejak ia di jelmakan menjadi manusia didunia, ia belum pernah mendengar orang
mengatakan bahwa didalam dunia ini ada telur yang begitu besar. Ia seperti berada dalam
impian tetapi dibawah teriknya, apa yang terjadi ternyata bukanlah impina belaka.
Ia tidak mengetahui, telur aneh itu sebenarnya ada telurnya binatang apa ?
Setelah perutnya dirasakan kenyang, lain soal timbul pula dalam pikirannya.
Jiwanya hanya tinggal dua hari saja. Diatas pulau terpencil dan sepi ini, sesungguhnya tidak
mudah untuk mencari dimana letaknya pulau batu hitam yang sedang ditujunya.
Tampaknya tidak akan luput juga ia dari kematian.
Selagi masih terbenam dalam pikirannya sendiri, ia telah dikejutkan oleh suara aneh yang
begitu hebat kedengarannya.
Yo Tjie Tjong terperanjat, katika ia dongakan kepalanya, awan hitam kelihatan menutupi
matahari. Tetapi ketika ia memperhatikan dengan lebih seksama, seketika itu nyalinya
seperti hendak melompat keluar, karena ada yang dilihatnya diatas angkasa itu bukannya
awan, tetapi adalah burung raksasa yang sedang pentang lebar kedua sayapnya. Saat itu
burung itu kelihatan beterbangan di angkasa dan hendak menukik turun. Suara aneh yang
sangat hebat, tadi tentunya adalah suara dari burung raksasa ini.
Dengan tidak terasa, keringat dingin membasahi tubuhnya Yo Tjie Tjong, dalam hatinya
lantas berfikir, telur raksasa berwarna tadi apakah terlurnya burung raksasa ini ? jika benar
telurnya, burung raksasa ini setalah melihat telurnya sudah pecah dan kumakan habis
bagaimana binatang itu bisa mengarti? Ah sungguh tidak kusangka, didalam begini aku
harus menghadapi lain bahaya lagi…”
Belum lagi lenyap semua pikiran itu, burung raksasa tadi sudah menukik turun sangat cepat
Yo Tjie Tjong yang sudah tidak berdaya lantas menyembunyikan dirinya didalam pecahan
telur.
Kembali terdengar suara burung aneh itu. Dirasakannya badannya terguncang hebat,
kiranya telur itu sudah dibawa terbang oleh burung raksasa tersebut.
Yo Tjie Tjong coba menengok, pulau tempat dia tadi terdampar, hanya kelihatan sebagai
sebuah titik hitam sedangkan disekitar dirinya dilihatnya segumpal awan yang seperti asap
saja layaknya.
Yo Tjie Tjong tahu bahwa dirinya sekarang sudah diterbangkan keatas angkasa, perasaan
takutnya hampir membuat ia melompat keluar.
Jika cengkraman burung itu tidak kencang bukankah ia akan jatuh dengan badan hancur
lebur dari atas udara ? Ia juga tidak mengetahui kemana dirinya hendak dibawa oleh burung
raksasa itu ?
Pada saat itu hawa panas tiba-tiba dirasakan dalam perutnya, hawa panas itu makin lama
makin hebat bekerjanya sehingga hampir saja ia tidak dapat menahan lagi.
Kemudian dari dalam perutnya kemudian timbul hawa dingin yang membuat dirinya
dirasakan sampai mengigil.
Sebentar kemudian, dua rupa hawa yang berlawanan itu telah tergabung menjadi Satu,
hawa itu dirasakan seperti telah menyusuri sekujur tubuhnya. Pada suatu saat hawa itu,
seperti mandek di suatu sudut dalam dirinya. Rasa sakit membuat Yo Tjie Tjong hampir
keluar menggelinding dari dalam kulit telur itu. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi atas
dirinya.
Oleh karena rasa sakit yang tidak tertahankan itu, Yo Tjie Tjong telah melupakan dirinya kini
sedang berada didalam kulit telur yang sedang diterbangkan oleh burung raksasa itu, ia
menggerak-gerakan kaki dan tangannya sambil menjerit-jerit.
Mendadak kulit telur itu terlepas dari cengkramannya kaki burung raksasa itu.
Telur raksasa it uterus meluncur turun kebawah, Yo Tjie Tjong yang berada didalamnya
sambil memejamkan rapat-rapat kedua matanya ia berseru : “habislah jiwaku”.
Tetapi kira-kira sepuluh tumbak tingginya terpisah diatas sebuah pulau, badannya dirasakan
sperti mumbul lagi keatas dan kemudian lompat keluar, rasa sakit membuat ia pingsan
seketika itu.
Tidak lama kemudian setelah ia siuman kembali, apa yang mengherankan ialah : saat itu
rasa sakit disekujur badannya telah lenyap tiada berbekas, bahkan kekuatan tenaga
dalamnya dirasakan tambah berlipat ganda.
Ia lalu bangun berdiri, ia mendapat kenyataan bahwa dirinya sekarang sudah berada disuatu
tempat yang banyak batu-batunya yang semuanya berwarna hitam.
Saat itu ia berada ditengah-tengah antara dua batu besar.
Burung raksasa dan kulit telur yang besar itu sudah terlihat lagi.
Kiranya burung raksasa itu ketika telurnya terlepas dari cengkramannya karena
getaran-getaran Yo Tjie Tjong tadi. Dengan cepat sudah lantas menukik turun lagi
menyambar telur yang meluncur turun. Disuatu tempat kira-kira sepuluh tumbak dari tanah
burung itu menyambar lagi telurnya, tetapi badanya Yo Tjie Tjong terlempar keluar dari
dalam kulit telur.
Kejadian secara kebetulan ini bukan saja Yo Tjie Tjong tidak binasa, bahkan karena getaran
dari badannya yang kebentur dibawah, hawa panas dan dingin yang mandeg di suatu sudut
dalam tubuhnya tadi ternyata telah membuka jalan darah pada kedua urat nadinya.
Kesemuanya itu tentunya tidak diketahui oleh Yo Tjie Tjong sendiri.
Yo Tjie Tjong memandang kesima keadaan tempat sekitarnya, karena ia mendapat
kenyataan, dirinya sekarang kembali ada diatas pulau lagi. Jika ia ingat apa yang terjadi
atas dirinya tadi, diam-diam keadaanya dirasakan menggigil.
Mendadak ia merasa seperti ada semacam kekuatan dari angin yang dilancarkan oleh orang
kuat menyambar kearah dirinya.
Dengan sendirinya Yo Tjie Tjong sudah mengayunkan tangannya menangkis sambaran tadi.
Diluar dugaannjan, semacam kekuatan hebat telah meluncur keluar dari dalam tangannya
itu.
Saat itu lantas terdengar suara benturan keras, batu besar yang berada di depannya telah
pecah berhamburan, disusul oleh suara orang berseru :
…Eh !”
Kejadian yang tidak terduga-duga ini sebaliknya membuat Yo Tjie Tjong termangu-mangu.
Ia masih ingat betul bahwa kepandaian ilmu silat dan kekuatannya sudah lenyap semua.
Tindakannya barusan hanya merupakan suatu gerakan sewajarnya saja dari seorang yang
mengerti ilmu silat jika sedang menghadapi serangan gelap. Tetapi mengandung tenaga
kekuatan yang sangat hebat.
Ia adalah merupakan suatu yang tidak habis dimengerti.
Tiba-tiba ia ingat suara orang kaget tadi, ia juga merasa bahwa sambaran angin yang
menyerang dirinya tadi datangnya secara tidak terduga-duga.
“Diatas pulau ini pasti ada orang, bahkan orang dari rimba persilatan pula” demikian Yo Tjie
Tjong mengambil kesimpulan setelah berfikir sejenak.
Oleh karena pikirannya itu, maka ia lantas berjalan mencari suara datangnya suara orang
tadi, tetapi ia sudah berputaran kesana-kemari, disekitarnya cuma terlihat
gundukan-gundukan batu hitam yang hampir tersebar di seluruh pulau itu.
Entah sudah berapa lama waktu telah berlalu. Bukan saja ia tidak menemukan orang yang
sedang di cari-cari, malah dirinya sendiri saat itu seperti berada didalam rimba batu. Dan ia
sudah tidak berdaya keluar dari gundukan batu itu.
Batu-batu yang warnanya hitam itu agaknya tidak kelihatan ujung pangkalnya, sehingga
dalam hatinya mersa cemas. Ia segera melepaskan niatnya hendak keluar dari tumpukan
batu itu. Ia lantas duduk untuk memikirkan dari mana datangnya kekuatan yang keluar dari
serangan tadi.
Ia mulai mengingat-ingat dari ditekukannya telur raksasa berwarna dan burung raksasa itu
serta dirinya sendiri ketika berada didalam telur raksasa. Mengapa didalam dirinya dirasakan
mengalir hawa panas dan dingin bergantian yang kemudian bergabung ke dua hawa itu.
Dimulutnya lalu mengoceh sendiri. “telur berwarna burung raksasa…”
Seperti teringat pada sesuatu, ia lantas berkata pula pada dirinya sendiri : “Telur burung
rajawali raksasa, ooo..ya! pasti telur itu adanya !
Mendadak ia lompat bangun, saat itu kembali Ia merasa kaget dan terheran-heran.
Karena gerakan melompat yang sedemikian sederhana saja ternyata sudah mencapai jarak
lima tumbak tingginya. Dirinya dirasakan ringan sekali.
…Ehh !”
Kembali suara demikian terulang terdengar dari belakang dirinya.
Kali ini Yo Tjie Tjong tidak bersangsi lagi. Dengan cepat ia lantas melompat keatas batu
setinggi sepuluh tumbak lebih.

Bagian Ke Lima Belas

BERADA setinggi itu, Yo Tjie Tjong baru dapat melihat bahwa batu-batu hitam itu ternyata
ada beberapa lie luasnya. Disebelah kejauhan kelihatan sebuah rimba, tetapi ditempat itu
berdiri ternyata adalah tepi laut.
Gerakan Yo Tjie Tjong tadi sudah cepat luar biasa, tetapi ia masih belum berhasil
menemukan orang yang mengeluarkan kaget tadi, sehingga diam-diam merasa kagum atas
kepandaian orang itu. Sekarang kembali ia teringat pada dirinya sendiri. Jika apa yang
dikabarkan itu tidak salah, oleh karena makan telur berwarna itu, kekuatn yang ada pada
dirinya sekarang ini sama dengan seorang kuat yang sefah mempunyai latihan beberapa
puluh tahun.
Memang benar. Karena mustika Gu-liong-kao yang secara kebetulan masuk dalam perutnya
Yo Tjie Tjong dengan secara kebetulan Yo Tjie Tjong bisa memakan telur burung Rajawali
raksasa,biji mustika itu lantas lumer dan kekuatannya sudah tidak ada taranya didalam diri
Yo Tjie Tjong .
Lantas ia teringat pada semua pelajaran ilmu silatnya yang di dapat dari suhunya dan ke
dua pamannya. Ada beberapa gerak yang harus yang saat itu harus dibatasi oleh kekuatan
tenaga dalam sehingga ia tidak bisa memaikannya secara leluasa.
Tetapi sekarang setelah mampunyai kekuatan tenaga dalam yang sangat hebat karena
pengaruh dua benda mukjijat, maka segala gerak tipu yang dia mainkan secara mudah.
Ia teringat pula bahwa kepandainya tentu dapat tugas yang di bebankan atas pundak
suhunya. Dengan ‘Golok Maut’, itu secara istimewa ia mencari satu persatu musuhnya
Kam-lo-pang pada dua puluhtahun bersilang.
Semangatnya lantas bergolak, dengan lantas pula ia mengeluarkan siulan panjang.
Tetapi mendadak ia ingat bahwa jiwanya hanya satu hari lagi maka ia lantas menghentikan
siulannya itu.
Besok adalah hari yang terakhir baginya jika tidak berhasil menemukan pulau Batu Hitam
dan oaring tua aneh itu untuk meminta darah kura-kura masih akan tetap binasa juga.
Maka apa gunanya mempunyai kekuatan hebat ?
Kesedihan meliputi hatinya, rasa murung menguasai dirinya pula.
Jikalau karena bukan karena gara-gara Tjin Bie Nio, perempuan yang cabul dan genit yang
memberikan pil surga padanya tidak mungkin ia sampai menjadi seorang sedemikian !
Dan suhunya Tjin Bie Nio,Giok-bin Giam-po Phoa Tjit kow ia juga merupakan juga
musuhnya Kam-lo-pang maka ia juga lantas mengambil keputusan. ‘jika aku dapat hidup
terus,Tjin Bie Nio dan suhunya maka ia orang pertama yang akan kubunuh terlebih dahulu.
Yo Tjie Tjong setelah berpikir lama ia masih belum juga memecahkan persoalan lalu
melayang turun meninggalkan tempat itu, ia kenbali kepantai laut.
Dan ketika ia melihat air laut, pikiranya lantas kembali teringat Siang-koan hatinya merasa
pilu sekali.
Ia mendoakan Siang-koan agar tidak binasa. Ia mengharapkan supaya Siang-koan seperti
dirinya terlepas dari bahaya. Tetapi rasanya semua itu hanya pengharapan saja.
Ia merasa berdosa terhadap dirinya Siang-koan Kiauw pukulan bathin yang sangat hebat ini
tidak nudah terhapus untuk selama-lamanya. Taruh kata Yo Tjie Tjong bisa hidup terus
batinnya juga akan menderita.
Dalam keadaan serupa itu suara Siang-koan Kiauw yang lemah lembut dan merayu hati
seperti terus berkumandang didalam telinganya.
Suara itu seperti masih terdengar nyata didalam telinganya, tetapi orangnya sudah tidak
ada. Penderitaan batin yang hebat it terus merupakan godaan hatinya…..
Seperti orang linglung saja layaknya. Yo Tjie Tjong berjalan kepantai laut tanpa tujuan.
Andai kata disitu ada orang, mungkin juga tidak bisa membantu dirinya.
Selagi ia masih berjalan, dari jauh ia sudah dapat melihat seorang tua barambut putih
sedang duduk bersila diatas sebuah batu besar dipantai laut. Orang tua itu rupanya sedang
mengkail ikan.
Melihat adanya orang tua itu, semangat Yo Tjie Tjong terbangun seketika. Dalam hati ia
lantas berfikir “Aku hendak menanyakan dan mencari keterangan dulu dimana sekarang aku
berada”.
Setelah berfikir demikian dengan secara gesit sekali ia sudah lompat melesat kesampingnya
orang tua itu.
Orang tua berambut putih itu agaknya tidak melihat kedatangan Yo Tjie Tjong, ia masih ia
masih tetap mengail dengan asiknya. Ketika Yo Tjie Tjong mengawasi dengan seksama,
perasaan heran timbul dalam hatinya.
Sebab orang tua yang rambut dan alisnya sudah putih semuanya itu tampaknya sedang
berduduk dengan tenang sambil memejamkan mata. Dan apa yang mengherankan bagi Yo
Tjie Tjong ialah kail ditangan orang tua itu ternyata hanya merupakan sebatang bambu kecil
yang tidak ada talinya. Juga tidak ada kailnya, ujung bamboo terpisah kira-kira tiga dim
diatas permukaan laut.
Menyaksikan kejadian ganjil itu, Yo Tjie Tjong lantas berdiri melongo.
Karena didalam dunia ini tidak pernah dilihatnya orang yang mengail ikan secara demikian
anehnya, baru untuk pertama kali inilah dilihatnya.
Mungkinkah orang ini bukannya sedang mengail ikan ? tetapi hanya suatu perbuatan untuk
menghilangkan waktu terluang saja ?
Sebaliknya, orang tua itu tampaknya sangat sungguh-sungguh sikapnya dengan kail
ditangannya itu.
Perasaan heran lalu timbul dalam hatinya Yo Tjie Tjong. ia berfikir ‘Aku ingin mengetahui
bagaimana cara mengailmu itu. Sesungguhnya aku tidak percaya bahwa dengan caramu itu
kau akan berhasil mendapatkan ikan’.
Tetapi belum lagi pikirannya lenyap dari otaknya, bambu ditangannya orang tua itu
mendadak kelihatan bergetar, seekor ikan besar tiba-tiba muncul diatas permukaan air, ikan
itu masih tergoyang-goyang.
Kepala ikan itu seolah-olah terpancang oleh ujungnya bamboo ditangannya orang tua itu
dengan suatu kekuatan yang tidak dapat dilihat.
Ia lantas mendengar orang tua itu berkata seorang diri :
…Bagus binatang kecil, kau jangan kira bahwa kau pandai berenang. Tidak mungkin kau
terlolos di kailnya aku, seorang tua.”
Yo Tjie Tjong terperanjat sekali, terang orang tua ini telah menggunakan kekuatan tenaga
dalam yang sudah tidak ada taranya, yang disalurkan keujung bamboo untuk menangkap
ikan. Kekuatan semacam ini sesungguhnya sangatlah mengagumkan.
Kalau dugaannya tidak salah, orang tua itu pasti adalah orang rimba persilatan luar biasa
yang mengasingkan diri disitu.
Pada saat itu ia kembali mendengar oraang tua itu berkat pula :
…Mengingat aku tidak tau apa-apa, sekarang aku kembalikan dari mana asalmu datang.”
‘Plung…….’ Ikan besar itu kembali diceburkan kedalam laut.
Setelah orang tua mengail seperti biasa lagi.
Yo Tjie Tjong setelah mendapat tahu bahwa orang tua dihadapannya itu bukannya orang
sembarangan, ia tidak berani berlaku gegabah. Ia coba batuk-batuk sebentar untuk menarik
perhatiannya orang tua itu, kemudian memberi hormat dan berkata dengan suara latang :
…Lo-tjianpwee, maafkan kalau aku menggangu kesenangan Lo-tjianpwee. Boanpwee, Yo
Tjie Tjong ingin minta sedikit keterangan “
Siapa tahu meski sudah berulang-ulang Yo Tjie Tjong berkata demikian, orang tua itu masih
terus memejamkan mata, tidak bergerak sama sekali.
Yo Tjie Tjong berfikir dalam hati : ‘Apakah orang tua ini seorang tuli yang tidak mendengar
perkataannya.
Suara itu seperti genta nyaringnya. Jangan kata baru orang tuli, meskipun orang sudah mati
barang kali juga akan dibikin bangun kembali oleh karenanya. Ada lagi orang tua itu terang
ada mempunyai kepandaiaan yang tinggi sekali.
Siapa nyana, kenyataan tidak seperti apa yang diharapkan oleh Yo Tjie Tjong. orang tua itu
masih tetap seperti tidak mau dengar apa-apa.
Kali ini Yo Tjie Tjong mulai tidak sabar, maka ia lantas maju menghampirinya. Dengan
berada dekat sekali dipinggirnya telinga orangtua itu ia bartanya pula :
…Apakah Lo-tjianpwee tidak sudi menjawab pertanyaan Boanpwwee ?”
Pada saat itu, orang tua itu baru terlihat membuka kedua matanya, dengan matanya yang
satu ia mengawasi Yo Tjie Tjong sejenak, lalu berkata dengan tenang seperti tidak pernah
ada kejadian apa-apa.
…Engko cilik, kau sedang berbuat apa ?”
Dari sorot matanya orang tua yang tidak bersahaja itu serta dari sikapnya loyo ; terang kalau
orang tua itu adalah seorang tua tidak mengerti ilmu silat. Keadan itu kembali telah
membuat Yo Tjie Tjong merasa heran lagi.
…Lo-tjianpwee, Boanpwwee ingin menayakan sedikit keterangan. “
…Ow ! Apa kau kata barusan ?”
…Boanpwwee ingin menanyakan sedikit keterangan. “
…Apa ? aku tidak dengar jelas.”
Yo Tjie Tjong merasa serba salah. Ia lalu berkata dengan suara nyaring.
…Numpang Tanya, disini tempat apa ?”
…Ow ! Apa engko cilik bukan penduduk pulau ini ?”
Yo Tjie Tjong benar-benar merasa jengkel. Bukankah itu merupakan pertayaan yang aneh,
sebab kalau ia adalah penduduk pulau itu, perlu apa minta keterangn padanya.
…Bukan.” Demikian ia menjawab secara singkat.
…Bukan begitu, bagaimana kau bisa datang kemari ?” menanya orang tua itu dengan sikap
seperti orang linglung.
…Boanpwee belajar dengan perahu, tetapi kemudian terdampar oleh badai sehingga
sekarang tiba ditempat itu.”
…Aih ! Engko cilik, angin laut ada sangat berbahaya mengapa kau tidak baik-baik berdiam
dirumah saja ?”
…Aku mua tanya kepada Lo-tjianpwee, pulau ini apa namanya ?”
Pada saat itu bambu kail di tangannya orang tua kembali kelihatan bergetar, dan lagi-lagi
seekor ikan besar kena sedot ujungnya bamboo. Ikan itu kelihatan bergerak-gerak hendak
melepaskan diri.
Yo Tjie Tjong tiba-tiba mendapatkan satu akal, ia lalu berkata kepada dirinya sendiri :
…Aku kepingin lihat kau sebetulnya tuli benar-benar atau berlaga. Jika tidak, kau
sesungguhnya terlalu tidak memandang muka orang.”
Setelah berfikir demikian, ia lantas memasukan kekuatan tenaga dalamnya pada tangan
kanannya. Kemudian dengan sikap acuh tak acuh tangannya disodorkan. Dan suatu
kekuatan tenaga yang tidak dapat terlihat lantas meluncur keluar dari dalam tangan
kanannya menuju ke ikan itu.
Oleh karena kekuatan Yo Tjie Tjong pada saat itu sudah begitu hebat, maka meskipun
dilancarkan hanya dengan seenaknya saja, tetapi hebat sekali pengaruhnya.
Tiba-tiba orang tua itu ketawa dingin, ia lantas berkata seperti tidak sengaja :
…Bagus. Aku ada maksud untuk melepskan kau hidup, sebaliknya kau mendekati kail. Kali
ini kau jangan sesalkan aku si orang tua : Aku tidak akan memberu jalan hudup lagi bagimu.
Ini toh ada kemauanmu sendiri.”
Sehabis berkata, ia lantas menggertak bambunya, sehingga ikan besar itu melejit keatas
dan melayang kedalam tangannya siorang tua.
Dengan demikian, maka serangan Yo Tjie Tjong tadi ternyata sudah mengenai tempat
kosong.
Orang tua itu masih tetap tidak menengok untuk melihat padanya.
Wajahnya Yo Tjie Tjong merah seketika, sifatnya yang tinggi hati lantas timbul seketika,
maka ia lantas membentuk dengan suara keras :
...Hai ! Aku Tanya kau. Pulau ini apa namanya ?”
Orang tua itu perlahan menengok. Alisnya yang putih kelihatan bergerak-gerak, kemudian
baru menanya :
…Bocah, kau bicara dengan siapa ?”
…Dengan kau !”
…Aku ? Aih orang yang sudah lanjut usianya matanya lamur, telinganya tuli. Cobalah
katakan sekali lagi !”
Yo Tjie Tjong dalam hatinya diam-diam lantas memaki :
…Bagus, sungguh pintar kau berlaga, tetapi aku Yo Tjie Tjong bukan seorang buta.”
Walaupun berfikir demikian, ia juga menanya lagi dengan suara lebih keras.
…Aku Tanya kau, pulau ini apa namanya ?”
Pertanyaan itu dikeluarkan oleh Yo Tjie Tjong dengan mengunakan kekuatan tenaga
dalamnya. Bagi orang biasa tentu tidak akan sanggup menerimanya dan kemungkinan
telinganya aka pecah, tetapi orang tua itu kelihatannya tenang-tenang saja.

…Bocah, aku si orang Tua aku ada tuli dari pembawaan. Kalau kau tadi bicara demikian
nyaringnya, bukannya sudah beres ? kau tanya ini apa perluya ? ini ada satu pulau.”
…Aku tahu ini ada satu pulau, tetapi apa namanya ?”
…Ooo, tentang ini si orang tua sendiri juga tidak tahu. Ini adalah satu pulau yang sunyi
sepi.”
Yo Tjie Tjong hampir saja dadanya meledak. Ia menanya hampir setengah harian, ternyata
masih tidak mendapatkan keterangan apa-apa. Ia tahu bahwa orang tua ini sedang main
sandiwara mempermainkan padanya, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, sebab ia
menduga pasti orang yang menyerang dirinya dan mengeluarkan suara kaget tadi tentunya
orang ini juga.
Pada saat itu mendadak ia dapatkan suatu akal, hatinya lalu memikir; ‘kalau kau tidak mau
menjawab ya sudah. Sekarang aku hendak mencoba menyantroni suaramu. Aku ingin kau
tahu nanti mau bicara atau tidak.
Dengan berkata apa-apa Yo Tjie Tjong lantas memutar tubuh dan hendak berlalu.
…Bocah, kau balik ! demikian ia mendengar orang tua itu memanggilnya.
Terpaksa Yo Tjie Tjong balik kembali.
…Bocah dengan cara bagaimana kau bisa tiba di pulai ini ?” Tanya si orang tua pula.
…Aku berlayar dengan sebuah perahu.”
…Bukankah dibawa oleh seekor burung besar ?”
Yo Tjie Tjong terperanjat. Kiranya dirinya yang dibawa oleh seekor burung raksasa tadi
sudah diketahui dengan jelas oleh orang tua ini. Dari sini jelaslah sudah bahwa orang tua ini
sesungguhnya dengan sengaja menguji dirinya, maka ia lantas menjawab :
…Benar. Dibawa oleh burung raksasa.”
…Aku lihat kau bukan seorang nelayan, juga bukan seorang pedagang yang sering
melakukan perjalanan jauh. Tetapi kau telah menempuh bahaya mengarungi lautan luas
datang ke Lam-hay ini, apa maksudmu yang sebenarnya ?”
…Mencari orang.”
…Siapa orangnya yang kau cari itu ?”
…Seorang Lo-tjianpwee yang aneh tabeatnya di pulau batu hitam. Lo-tjianpwee mempunyai
gelar ‘Pengail linglung’.”
Orang tua itu kelihatan bergetar badannya, alisnya juga bergerak.
Yo Tjie Tjong ada seorang yang cerdik. Ketika menyaksikan perubahan sikap orang tua itu,
hatinya lalu bergerak, seketika itu ia baru ingat bahwa semua batu yang dilihatnya diatas
pulau itu ternyata berwarna hitam.
Ketika tadi ia sampai di pulau ini, jangan kata orang sedangkan asap saja tidak kelihatan,
maka pulau itu tentunya tidak ada orang yang mendiami kecuali orang tua itu, maka
seketika itu seolah-olah baru tersadar dari mimpinya ia lantas berkata kepada dirinya sendiri
: “Mengapa aku begitu bodoh, seharusnya siang-siang aku harus sudah dapat menduga
bahwa orang itu yang mengail dilaut ini dengan sikapnya seperti orang linglung, bukankah
itu orang tua yang yang sedang kucari ?”
Oleh karena itu pula maka sekali lagi ia lantas memberi hormat seraya berkata :
…Boanpwee dengan brutal berani menemui Lo-tjianpwee, sebetulnya ingin minta sesuatu
pertolongan dari Lo-tjianpwee”
…Apa ? Bocah, kau mencari aku ?”
…Benar.”
…Ha..ha..ha…kau bocah kau mencari aku si orang tua hendak belajar mengail ikan atau
mau beli ikan ?”
…Lo-tjianpwee,………”
…Apa ? kau panggil aku Lo-tjianpwee ?”
…Lo-tjianpwee tidak usah berlaga lagi. Lo-tjianpwee adalah itu orang tua yang bergelar
Pengail linglung.”
…Apa yang kau ucapkan aku sedikitpun tidak mengerti lekas pergilah.”
…Lo-tjianpwee, dari jauh Boanpwee perlukan datang ke Lam hay ini, perlunya hanya
menjumpai Lo-tjianpwee yang ingin meminta suatu pertolongan. Mengapa Lo-tjianpwee
menolak demikian getas.”
Orang Tua itu dengan perlahan berdiri dari tempat duduknya, dengan gerakannya yang
seperti tidak bertenaga sama sekali ia berjalan turun dari atas batu. Ia taruh bambunya
diatas pundaknya, lalu berjalan lagi tanpa melihat Yo Tjie Tjong lagi.
Anak muda itu mengingat jiwanya hanya tinggal sehari saja dan kini orang yang dapat
menolongnya berada didepan mata, sudah tentu tidak mau melepaskannya begitu saja,
maka dengan cepat ia sudah bergerak menghadang didepanya si orang tua.
... Lo-tjianpwee, tahan dulu.”
…Ech. Bocah kau mau apa ?”
…Hendak minta pertolongan.”
…Aku adalah seorang tua yang tuli dan bodoh. Apa yang bisa ku Bantu untukmu ?”
Yo Tjie Tjong melihat orang tua itu masih tetap berlaga linglung sudah lantas merasa gusar,
dengan alis berdiri dan mata terbelalak ia berkata dengan sengit :
…Apa Lo-tjianpwee benar ? nama dan gelarnya sudah tidak mau akui lagi ?”
Perkataan itu betul-betul memakan, sebab orang-orang dalam rimba persilatan dalam
urusan-urusan lain dapat mengangap main-main tapi nama dan gelar harus di jungjung
tinggi, maka tidak seorang pun dalam rimba persilatan yang tidak menghargai nama dan
gelarnya sendiri.
Orang tua itu nampak bergerak rambut dan jenggotnya, matanya yang sayu saat itu tiba-tiba
memancarakan cahaya yang tajam. Sikapnya yang lonyo mendadak hilang sama sekali,
dengan suaranya yang berat ia berkata :
…Bocah, aku seorang tua memang benar ada itu orang tua yang di juluki si Pengail
linglung, tapi di pulauku batu hitam ini selamanya tidak diijinkan orang luar menginjak. Kalau
kau kenal gelagat, sebaiknya lekas pergi dari sini !”
Yo Tjie Tjong menyaksikan caranya orang tua aneh itu memperlakukan dirinya ada demikian
kasar, meski ia sudah diperingati oleh sihwesio gila tentang adatnya yang aneh dari orang
tua itu. Namun tidak urung merasa mendongkol juga. Maka ia lantas berkata dengan suara
dingin :
…Perkataan Lo-tjianpwee ini agaknya ada sedikit keterlaluan !”
…Apa artinya keterlaluan ?”
…Adakah pulau Batu Hitam ini kepaunyaan Lo-tjianpwee seorang ?”
…Hal ini Boanpwee tidak berani, cuma saja Boanpwee yang datang dari tempat jauh
dengan maksud minta bertemu secara sopan mengapa Lo-tjianpwee menolak, begitu getas
? ini bukannkah agak keterlaluan ……….?
…Bocah, kau mau pergi atau tidak ?”
…Kedatangan Boanpwee dengan sungguh hati maka hanya tahu maju tidak kenal mundur !”
Orang tua itu perdengarkan suara ketawanya yang dingin.
…Bocah, usiamu masih muda sekali, ternyata adatmu sombong sekali !”
Yo Tjie Tjong lalu berfikir biar bagamana jiwaku toh cuma tinggal satu hari. Dengan adatnya
yang aneh seperti orang tua ini, nampaknya tidak bisa diminta secara halus terpaksa aku
harus menggunakan kekerasaan. Aku harus sebisa mungkin untuk mendapatkan darahnya
binatang kura-kura itu untuk menolong jiwaku, sekalipun aku harus melanggar pesannya si
hweehio gila itu, juga apa boleh buat.
Sebetulnya pada saat itu apabila Yo Tjie Tjong mengunjukan barang bukti yang berupa
buli-buli kecil warna merah yang diberikan oleh hwesio gila itu, barangkali orang tua itu tidak
bersikap batu lagi. Tapi Yo Tjie Tjong adatnya juga tinggi, makin diperlakukan kasar, ia
makin tidak mau menunjukan barang bukti itu.
Seketika itu lantas berkata dengan lantang :
…Dalam badan Boanpwee ada kemasukan racun yang sangat jahat hanya darahnya
binatang kura-kura peliharaan Lo-tjianpwee yang sudah ribuan tahun usianya yang bisa
menyembuhkan. Keesokan hari racun itu sudah akan menjalar keseluruh badan. Jika
Lo-tjianpwee sudi memberi sedikit saja darahnya binatang kura-kura itu Boanpwee segera
meninggalkan pulau ini !”
Perkataan Yo Tjie Tjong ini kurang dipikiar, pulau batu hitam ini seolah-olah berada ditengah
lautan jika tidak ada perahu bagaimana ia bisa berlalu ?
Pengail Linglung ketika mendengar perkataan Yo Tjie Tjong agaknya merasa heran,
mengapa bocah ini tahu kalau dirinya ada memelihara kura-kura aneh itu ?
…Bocah, kau siapa namamu ?” demikian ia menanya dengan suara bengis :
…Boanpwee adalah Yo Tjie Tjong !”
…Siapa suhumu ?”
…Harap Lo-tjianpwee suka maafkan, dalam hal ini Boanpwee mempunyai kesukaan yang
Boanpwee tidak bisa dijelaskan maka Boanpwee tidak dapat memberi tahukan nama suhu !”
…Siapa yang memberi tahukan padamu, kalau aku seorang tua disini ada mempunyai
peliharaan binatang kura-kura yang sudah ribuan tahun usianya ?”
Yo Tjie Tjong sebetulnya hendak memberitahukan nama si hwetio gila itu, tapi kemudian
berfikir lain, ia lantas berkata dengan sikap agak keras :
…Boanpwee dengar dari salah satu orang aneh dari dalam dunia Kang-ouw !”
…Hm ! Orang aneh, enyahlah kau dari sini !”
…Boanpwee tadi sudah bilang, sebelum mencapai maksud Boanpwee, tidak mau
meninggalkan tempat ini !”
Orang tua itu tertawa tergelak-gelak.
…Bocah, kau tidak dapat membawa caramu sendiri !” katanya
…Belum tentu !”
…Kau boleh coba !”
Setelah mengucapkan demikian, orang itu lantas melancarkan satu serangan dari kekuatan
tenaga dalam yang amat hebat kearah si anak muda.
Yo Tjie Tjong meski sangat mendongkol terhadap sikapnya Pengail Linglung, tapi ia masih
bisa kira-kira. Terhadap serangan hebat itu, ia tidak mau balas menyerang untuk mencegah
supaya urusan tidak sampai menjadi runyam.
Disini menunjukan kecerdikannya Yo Tjie Tjong.
Dengan menggunakan ilmunya menggentengi tubuh yang luar biasa. Badannya melayang
mengikuti arahnya serangan angin, sehingga kelihatannya enteng sekali. Ia terus melayang
sampai kekuatan serangan berkurang, baru balik ke tempat asalnya.
Gerakannya itu mengejutkan hatinya Pengail Lingkung.
Selanjutnya ia lantas mengirim lagi dua kali serangannya yang lebih hebat dari pada
serangan yang pertama lalu barkata :
…Lo-tjianpwee, Boanpwee sudah mengalah sampai tiga kali “
Orang tua itu tabeatnya sangat aneh sudah lama terkenal didalam rimba persilatan.
Meskipun saat itu ia merasa heran terhadap kepandaiannya si anak muda, tetapi ia tidak
mau behenti begitu saja. Atas ucapannya Yo Tjie Tjong tidak mau ambil pusing, sebaliknya
malah mengirim lagi serangannya yang lebih hebat.
Yo Tjie Tjong terpaksa coba-coba menyambuti serangan.
Suara beradunya tenaga kekuatan lantas terdengar nyaring, badannya Pengail Linglung
kelihatan terhujung-hujung sebentar tetapi badanya Yo Tjie Tjong telah terpental mundur
tiga tindak, darahnya dirasakan bergolak.
Yo Tjie Tjong meskipun sudah mempunyai latihan puluhan tahun yaitu karena bekerjanya
gabungan dua rupa benda ajaib, tetapi saat itu masih belum dapat digunakan secara
leluasa.
Apalagi ia tidak mengunakan tenaga sepenuhnya, maka akhirnya Ia terpental juga sejauh
tiga tindak. Tetapi bagi pihaknya Pengail Linglung, sekarang benar-benar merasa sangat
heran. Sungguh tidak habis dipikirnya, pemuda yang usianya yang begitu muda ternyata
sudah mampu menyambuti serangannya yang dilancarkan dengan menggunakan delapan
dari seluruh kekuatannya.
Ini benar-benar merupakan suatu kejadian gaib, maka saat itu ia berdiri melongo seperti
terpaku.
Yo Tjie Tjong maju dua tindak lalu berkata dengan sikapnya yang sungguh-sungguh.
…Lo-tjianpwee, sekali lagi Boanpwee minta dengan hormat atas kemurahan hati.
Lo-Tjianpwee supaya sudi memberi beberapa tetes darahnya kura-kura Lo-tjianpwee yang
sudah ribuan tahun usianya. Budi Lo-tjianpwee ini tidak akan Boanpwee lupakan untuk
selama-lamanya.” Sehabis berkata Yo Tjie Tjong lantas membungkukan diri dalam-dalam
memberi hormatnya.
Tetapi Pengail Linglung masih tetap kukuh dengan pendirinanya sendiri.
…Tidak bisa !” jawabnya ketus
…Lo-tjianpwee adalah seorang golongan tua dari rimba persilatan, apakiranya tega melihat
Boanpwee mati terkena racun yang jahat itu ?”
…Hmmm, iatu adalah urusanmu sendiri.”
Kali ini Yo Tjie Tjong benar-benar menjadi gusar, ia lantas berakta sambil pelototkan
matanya :
…Kalau begitu, karena hendak mempertahankan jiwa, Boanpwee terpaksa harus berlaku
kurang ajar.”
…Bocah, apa kau kira ada harganya hendak bertengkar dengan Lohu?” sehabisnya berkata
demikian ia menggunakan bambu kailnya dengan luar biasa cepat melancarkan serangan
sampai tiga kali.
Yo Tjie Tjong kedesak menghadapi serangan tersebut, terpaksa mundur berulang-ulang.
…Bocah, kau coba lagi sambuti beberapa jurus, si orang tau aneh itu berkata sambil terus
memutar bambunya dan menyerang bertubi-tubi.
Bambu sebagai alat pengail yang kecil itu sebenarnya merupakan senjata satu-satunya
yang paling ampuh dari Pengail Linglung yang telah mengangkat namanya dan yang
menjadikan ia seorang terkenal dalam rimba persilatan. Senjata yang kelihatanya dari luar
sangat sederhana itu sebetulnya bukanlah senjata sembarangan dan didalam rimba
persilatan, orang yang mampu menyambuti serangan Pengail Linglung mungkin tidak
seberapa jumlahnya.
Maka betapapun tingginya ilmu sialt Yo Tjie Tjong, biar bagaimana juga ia hanya baru
mendapatkan didikan lima tahun saja. Meskipun saat itu kekeuatan tangannya sudah
bertambah berlipat ganda karena pengaruhnya dua benda ajaib yang bergabung, tetapi
untuk menghadapi serangan si jago tua yang aneh itu, ia hanya mampu berkelit saja tanpa
membalas.
Setelah lima jurus berlalu, Yo Tjie Tjong tiba-tiba ingat gerak tipu aneh yang pernah
diajarkan oleh suhunya ketika hendak menutup mata, maka timbulah pikirannya hendak
mencoba-coba tipu pukulan yang aneh itu.
Dengan cepat ia lalu maju mendekati si orang tua, tangan kanannya digunakan sebagai
golok, untuk menyerang lawan.
Dengan telapak tangan dipakai sebagai pengganti golok, jurus serangannya yang
mempunyai tiga rupa gerakan itu dilancarkan cepat bagaikan kilat. Secara berbareng pula ia
membabat kedua lengan kanan lawannya, kemudian menotok kebagian dada. Gerak
tipunya ini adalah gerak tipu ciptaan Yo Tjie Hoan Pribadi yang sudah diyakinkan selama
dua puluh tahun, yang tadinya hendak digunakan untuk menuntut balas kepada
musuh-musuhnya.
Sebetulnya gerak tipu silat semacam ini kusus digunakan dengan menggunakan
senjatanyam Golok Maut.
Dengan kekuatan dan kepandaiannya seorang jago tua seperti Pengail Linglung ini.
Ternyata masih tidak berdaya menghindarkan serangan yang demikian aneh itu, sehingga
orang tua itu kelihatannya sudah akan menjadi sasaran dari serangannya Yo Tjie Tjong.
Mendadak pada saat itu terdengar suara bentakan nyaring, suatu sambaran angin hebat
mengancam diri Yo Tjie Tjong.

Bagian Ke Enam Belas

OLEH KARENA Yo Tjie Tjong tidak mempunyai maksud hendak melukai lawannya maka
ketika serangannya hendak melukai seorang cepat-cepat ditariknya kembali badannya juga
melompat mundur. Maka dengan demikian, ia malah menghindar dari serangan si orang tua
jika tidak demikian sungguh hebat sekali akibatnya.
Pengail Linglung sudah terkenal namanya sebagai orang yang hebat dan kuat sejak
bepuluh-puluh tahun lamanya. Betapa hebat kekuatannya sudah tentu tidak ada
tandinganya dengan kekuatan yang ia punya jika serangan Yo Tjie Tjong sungguh-singguh
dengan menggunakan tenaga, maka pastilah ia akan dibikin terpental dan terluka oleh
kekuatan dan tenaga yang tidak terlihat dari orang tua itu. Kekuatan semacam itu
dinamakan Kan-goan tjin-tjao.
Kekuatan tidak berwujud yang dinamakan Kan-goan tjin-tjao ini merupakan ilmu yang paling
ampuh dari Pengail Linglung yang sudah diyakini beberapa puluh tahun lamanya ilmu
kekuatan ini tidak berwujud hampir serupa dengan ilmu kekuatan untuk melindungi diri
seperti yang terdapat dalam rimba persilatan hanya bedanya ialah ilmu Kang-goan tjin-tjao
bukan hanya dapat melindungi diri tetapi juga dapat digunakan untuk membalas menyerang
kearah musuhnya dengan kekuatan tenaga yang luar biasa hebatnya.
Ketika Yo Tjie Tjong melompat mundur, ia berdiri melongok seperti terpaku.
Karena pada saat itu, dihadapannya sudah berdiri seorang gadis cantik jelita yang
kecantikannya melebihi Siang-koan kiauw dan Tio Lee Tin.
Gadis jelita itu matanya menatap Yo Tjie Tjong, kelihatannya juga terkejut, agak terpesona
ketampanan pemuda itu sehinga kedua pipinya lantas menjadi merah.
Tetapi ketika mengingat apa yang dilakukan oleh anak muda itu wajahnya lantas berubah
pedang ditangannya lantas dikibaskan sepasang matanya menatap wajah Yo Tjie Tjong
kemudian ia membentak dengan suara yang halus :
…Nyalimu sungguh besar, kau berani berlaku sembarangan di pulau Batu Hitam ini ?”
Suara itu meskipun bentakan tetapi kedengarannya begitu merdu, menyenangkan dan tidak
menyakiti hati yang mendengarkannya. Yo Tjie Tjong yang terpesona oleh kecantikan si
gadis itu hatinya tampak juga begerak taoi ia belim dapat memikirkan hal yang lainya ia
hanya heran dan terpesona atas kecantikan nona itu.
Berhubung Siang-koan Kiauw telah terkubur didasar laut hilangnya gadis itu telah membawa
pergi semua perasaan yang ada pada dirinya.
Apa yang dipikirkannya saat itu, darah kura-kura peliharaan yang sudah berusia ribuan
tahun yang akan menyelamatkan dirinya jiwanya tinggal satu hari lagi, jika ia tidak berhasil
mendapatkan darah kura-kura mukjizat itu besok jiwanya itu akan melayang.
Maka atas teguran gadis jelita tadi ia hanya menjawab dengan sikap yang dingin dan
angkuh.
…Aku yang rendah tadi telah datang dengan cara sopan, bagaimana nona katakan aku
kurang ajar ?”
…Kau berani turun tangan terhadap yayaku, bukankah itu berarti berlaku kurang ajar ?”
…Aku yang rendah berani turun tangan karena terpaska !”
…Bohong ! Yayaku kalau benar-benar menghendaki jiwamu, apakau kira bisa hidup sampai
saat ini ?”
…Belum tentu !”
Belum tentu, kau boleh coba saja , kau bisa menjalani beberapa jurus dibawah pedang
nonamu?’’
Pedang ditanganya sinona yang bersinar biru ungu,dengan cepat dan gerakan yang sangat
aneh sudah menyerang sampai 5 kali dangan beruntun.
Karena Yo Tjie Tjong bukan hendak mencari setori, maka ia tidak mau membalas . Dengan
berkelit kesana-kemari ia menghindarkan serangan sinona yang luar biasa hebatnya .
Pengail Linglung saat itu sudah kembali dalam keadaanya seperti seorang tolol dan linglung.
Ia berdiri tanpa berkata apa-apa .
Sigadis cantik melihat seranganya mengenakan tempat kosong , hatinya merasa sangat
mendongkol. Ia lalu putar pedangnya semakin kencang, hinga dirinya Yo Tjie Tjong
seolah-olah berkurung oleh sinar pedang berwarna ungu.
Yo Tjie Tjong menampak pihaknya sinona melancarkan seranganya semakin gencar,
ditambah lagi dengan pedangnya yang merupakan pedang pusaka , jika ia tidak membalas
mungkin akan terluka dibawah pedangnya sinona.
Oleh karena itu , maka ia lantas melancarkan serangan membalas.
Meski ia cuma menggunakan tenaganya 6 bagian saja, tapi karena pengaruh hasiatnya
benda mustika , kekuatanya itu sangat mengejutkan hebatnya !
Setelah terdengar suara ‘Buk!’ yang amat nyaring , pedangnya si nona lantas terpental
miring.
Nona itu terkejut, ia lantas tarik kembali pedangnya dan lompat mundur..Dengan sikap
terheran-heran ia mengawasi ia mengawasi Yo Tjie Tjong .
Kekuatan tenaga dalam si anak muda yang luar biasa , aganya sudah mengejutkan hatinya
sinona.
Yo Tjie Tjong sendiri juga sangat kagum menyaksikan kepandaian sinona
,,Kheng-djie mundur , kau masih bukan tandinganya dia!” berkata Pengail Linglung kepada
cucunya.
Justru perkataan sikakek itu rupa-rupanya telah membangkitkan napsu sinona untuk
mendapat kemenangan , maka ia lantas menjawab sambil monyongkan mulunya .
,,Yaya , kau Cuma membuat dia bertambah bertingkah saja!”
Sehabis berkata ,ia lantas masukan pedangnya kedalam serangkanya, kemudian berdiri
tegak sambil lonjorkan kedua tanganya. Setelah itu ia lantas menyedot napasnya
dalam-dalam .
Yo Tjie Tjong yang menyaksikan keadaan sinona , dalam hatinya merasa bercekat, ia lantas
menjaga-jaga segala kemungkinannya .
Kedua tangan sinona mendadak bergerak dengan cepat ,suatu kekuatan yang tidak
kelihatan , lantas menyembar keluar dari tanganya.
,,Kheng-djie jangan!” Pangail linglung coba merintangi , tapi sudah terlambat .
Yo Tjie Tjong dalam keadan kaget , buru-buru mengeluarkan tenaganya,untuk
menyambutinya.
,Kedua kekuatanyang tidak dkelihatan lantas saling beradu , hanya terdengar suaranya
yang sangat nyaring .Yo Tjie Tjong mendadak merasakan dadanya nyesak, badanya
mundur 3 tindak.
Badanya sijelita terhuyung-huyung, wajahnya berubah mundur satu tindak , baru bisa berdiri
tegak , dalam hatinya juga merasa terheran-heran sebab serangannya dengan ilmunya
‘Kan-goan tjin tjao’ yang ia lancarkan dengan tenaga penuh, ternyata tidak mampu melukai
dirinya si anak muda .
Pengail Linglung meski adatnya sangat kukoay , tapi ia masih terhitung orang dari golongan
baik . maka ketika nampak cucunya menggunakan ilmunya ‘Kan-goan Tjin-tjao, ia kuatir
anak muda itu tidak sanggup melawan dan terluka, lantas coba marintangi, sungguh tidak
nyana kalau kekuatan tenaga anak muda itu ada begitu hebat, dengan tabah berani
menyambuti serangan yang sangat hebat itu . Dalam hatinya merasa tidak habis mengerti .
Meskipun ia sudah dapat melihat bahwa Yo Tjie Tjong bukan pemuda nakal atau dari
golongan jahat, tapi dalam hati masih merasa curiga . Sebab ia dengan cucu perempuannya
yang mengasingkan diri dalam pulau sunyi itu, sebetulnya karena terpaksa, kecuali
beberapa kenalannya yang dekat, tidak ada orang yang tau jejaknya . Dan Yo Tjie Tjong
yang datang katanya mau minta darah binatang kura-kura peliharaannya, tapi tidak mau
menyebutkan nama suhunya, sudah tentu tambah membikin ia merrasa curiga.
Cucu perempuannya yang dipanggil Kheng-djie ( anak Kheng ) tadi, mendadak mendapat
kesan baik terhadap pemuda yang wajahnya tampan tapi sikapnya dingin kecut itu . bagi
satu gadis dewasa seperti Kheng-djie yang hidup terasing dalam alam sunyi , kalau ia
merasa terpikat oleh ketampanannya wajah Yo Tjie Tjong , memang merupakan satu soal
wajar.
Tapi pikiran mau menang sendiri, memang merupakan suatu penyakit bagi orang-orang
yang belajar ilmu silat, terutama bagi orang-orang dari golongan muda, pikiran demikian
nampaknyaada lebih kuat. Begitu juga bagi sijelita itu. Ketika serangannya tidak berhasil
merubuhkan lawannya, ia lantas mendongkol, maka lalu membentak pula :
,,Aku kepingin tahu sampai dimana kepandaianmu !”
Sehabis berkata sinona lantas menggeser maju kakinya, kedua tangannya melancarkan
serangan bertubi-tubi, setiap serangan seolah-olah mengandung kekuatan yang dapat
menghancurkan batu keras.
Kiranya, nona itu sudah menyalurkan kekuatan Kan-goan Tjintjao kedalamkedua telapak
tangannya.
Yo Tjie Tjong lantas berkelit sambil berseru :
,,Bolehkah nona dengar sedikit keterangnku dulu ?”
,,Kau harus sambuti seranganku dulu, nanti baru kita bicara lagi.”
,,Apa nona hendak memaksa aku turun tangan?”
,,Kalau ia bagaimana?”
,,Nanti kalau aku keterlepasan tangan mungkin mengakibatkan ……..”
Nona itu lantas ketawa cekikikan.
,,Perkataanmu sungguh membawa,” katanya.
Jawaban itu sesungguhnya tidak enak di dengar oleh Yo Tjie Tjong, maka ia lantas
menjawab dengan suara dingin :
,,Aku bukan bangsa orang penakut.”
,,Kalau begitu, bagus sekali. Sambutlah lagi beberapa jurus seranganku.”
Gadis itu lalu menggeser dirinya kesamping kira-kira lima kaki dijauhnya, ia mengirim
serangannya dari arah samping. Serangannya itu kelihatannya lebih hebat daripada
serangannya yang pertama.
Diperlukan secara demikian rupa, Yo Tjie Tjong hatinya mulai panas. Dalam hatinya berpikir
: “perempuan ini sangat keterlaluan. Hari ini kelihatanya ia tidak mau mengerti kalau aku
belum turun tangan.”
Setelah berpikir demikian, badannya juga agak dimiringkan, tanga kanannya lantas
mengebut keudara.
,,Tahan!” demikian terdengar suara seseorang yang membentak dengan dibarengi oleh
sambaran sesuatu kekuatan yang maha hebat.
Yo Tjie Tjong dan si jelita sama-sama terpental lima tumbak dijauhnya.
Pengail linglung dengan sorot matanya yang aneh, berdiri ditengah-tengah mereka berdua
,,Yaya, kau ……..?” demikian si nona berseru.
,,Kau mundur dulu,” jawab si orang tua.
Gadis itu monyongkan mulutnya yang kecil mungil. Setelah mengawasi Yayanya sejenak,
matanya lalu menatap wajahnya Yo Tjie Tjong, kemudian tunjukan ketawanya yang manis,
Panggil Linglung lalu menanya kepada Yo Tjie Tjong :
,,Bocah, barusan gerak tipu silatmu, ‘Liu-in Hut-hiat’ kaudapat belajar dari siapa?”
Kiranya, Yo Tjie Tjong ketika mengeluarkan serangannya tadi, kalau tidak dicegah oleh si
orang tua ini, si jelita pasti akan terluka dibawah tangannya.
Yo Tjie Tjong setelah mengetahui bahwa orang tua itu telah mengenali asal-usul tipu
serangannya yang digunakan tadi, maka dalam hatinya lantas berpikir : ’Oleh karena
kedatanganku ini adalah atas atas petunjuk si Hweshio gila, maka apa salahnya kalau aku
menerangkannya secara sejujurnya?’
,Tipu silat tadi, kudapat dari ajaran seorang Engkong Hweshio.’Demikian Yo Tjie Tjong
menjawab atas pertanyaan pengail Linglung.
,,Bagaimana ada hweshio disebut engkong ?” celetuk si jelita sambil ketawa geli.
,,Bagai mana macamnya hweshio itu ?” Tanya Pengail Linglung.
,,Separuh hweshio separuh imam, kelakuannya seperti orang gila !”
,,Yaya, hweshio yang dia disebutkan tentunya ada itu kakek hweshio gila yang pernah
datang kemari pada lima tahun berselang !” celetuk pula si gadis.
Yo Tjie Tjong diam-diam juga merasa geli, barusan ia menyebut hweshio gila itu sebagai
engkong, telah ditertawakan oleh gsdis itu, dan dia sendiri menyebutnya kakek padanya.
Si Pengail Limglung mengawasi tujuannya sejenak, lalu berkata pada Yo Tjie Tjong :
,,Bocah, apa kau ada muridnya ‘Pak-hong Phoa-ngo Hweshio’?”
Yo Tjie Tjong terperanjat. Kiranya hweshio yang kelakuannya seperti orang sinting itu
ternyata ada ‘Pak-hong Phoa-ngo Hweshio’, seorang luar biasa didalam dunia Kang-ouw
yang namanya menakutkan orang-orang golongan hitam atau putih dari rimba persilatan.
Tentang hwesio anah itu sudah lama ia dapat dari suhunya, sungguh tidak nyata kalau
hweshio tua itu masih hidup, bahkan sudah menurunkan kepandaiannya kepadanya.
Saat itu ia lalu balas menanya:
,,Benar. Namaku adalah Oet-tio Giok Tjiang ! Bocah, kau masih belum menjawab
pertanyanku tadi.”
Yo Tjie Tjong sungguh tidak menyangka bahwa itu hweshio sinting yang pernah ditemuinya
dan orang yang ada dihadapannya kini, ternyata adalah dua orang tua luar biasa yang
kabarnya sudah menghilang itu yang biasanya disebut Pak-kong dan Lam-tie (Si Gila Dari
Utara dan si linglung dari Selatan ), maka ia lalu ia sesalkan perbuatannya yang telah
gegabah tadi.”
Setelah itu, ia lalu memberi homat pula seraya berkata.
,,boanpwee bukan muridnya Phoa-ngo Lotjianpwee. Sedangkan nama gelarnya Lotjianpwee
itu saja juga baru sekarang Boanpwee tahu dari keterangan Lotjianpwee tadi.
,,Apa ? kalu begitu, tipu silatmu Liu-in Hut-hiat tadi kau dapatkan dari man ? kau harus
bicara terus terang.”
Yo Tjie Tjong segera menceritakan hal ikhwalnya, setelah dibikin celaka oleh Tjin Bio Nio
dan kemudian ditolong oleh Hweshio itu didalam kelenteng tua, kemudian hal tentang
diberikannya pelajaran berupa dua macam ilmu silat Liu-in Hut-hiat dan Hui-siu Kay-hiat,
selain daripada itu, ia menunjukan jalan padanya supaya datang ke Batu Hitam untuk minta
beberapa tetes darahnya kura-kura peliharan yang sudah ribuan tahun usianya, sehabis itu
ia memberikan benda kepercayaan dari Phoa-ngo Hweshio yang berupa buli-buli kecil
berwarna merah.
Pengail tua itu. Setelah menyambuti buli-buli tersebut dan diperiksanya lalu diberikan
kembali kepada Yo Tjie Tjong ia ketawa ber gelak-gelak kemudian berkata :
,,kalau begitu, karena gara-garanya si Hweshio gila itu. Sebab sejak aku berdiam disini
selama limabelas tahun sampai sekarang kecuali si Hweshio gila itu, kaulah orangnya yang
merupakan satu-satunya orang luar yang datang mengunjungi pulau ini bocah siapa gurumu
? dari mana kepandaiana itu kau dapat ?”
Mengenai suhu boanpwee, buat dewasa ini masih ada kesulitan-kesulitan yang di dapat
Boan pwee jelaskan. Maaf saja, untuk sementara Boanpwee masih belum berani
menyebutkan nama suhu……’’
,,Ha, ha, ..….. Kalau begitu, sudahlah. Aku ada melihat kau telah jatuh dari cengkraman kaki
burung rajawali raksasa. Bagaimanakah sebetulnya ?”
Yo Tjie Tjong lantas menceritakan semua pengalaman yang dialaminya.
Pengail Linglung ketika mendengar penuturannya Yo Tjie Tjong yang menarik hatinya,
merasa heran sekali, maka ia lalu berkata sambil mengurut-urut Jenggotnya :
,,Bocah, bakat dan tulang-tulangmu sukar didapat selama seatus tahun ini dan sekarang
kembali kau mendapat pengalaman-pengalaman gaib itu. Hal ini akan merupakan suatu
kegaiban didalam rimba persilatan selama tahun-tahun mendatang. Mungkin itu semua ada
takdir. Aih !’’
Yo Tjie Tjong yang mendengar itu. Diam-diam juga merasa bersyukur atas pengalamannya
sendiri.
,,Bocah, Hweshio gila itu sejak berkelana didunia Kang-ouw, selamanya belum menerima
murid. Tetapi dia menurunkan ilmu silatnya yang luar biasa dan dipandangnya sebagai
jiwanya sendiri itu kepadamu, suata bukti bahwa kau telah menarik perhatiannya, maka
sekarang lohu juga akan menghadiahkan apa-apa kepadamu, ‘’ demikian kata pengail tua
itu pula !
,,Hadiah ?’’
,,Ja. Aku hendak menurunkan ilmuku Kan-goan Tjin-tjao kepadamu.’’
Yo Tjie Tjong terperanjat, hampir-hampir ia tidak percaya pada pendengarannya sendiri.
Sesungguhnya ia tidak menyangka kalau orang tua itu mau menurunkan kepandaiannya
yang tunggal dan luar biasa itu padanya.
Tetapi setelah memikirkan keadaan dirinya, ia lantas Menjawab :
,,Atas budi kecintaan Lotjianpwee,Boanpwee merasa sangat bersyukur dan disini Boanpwee
ucapkan banyak-banyak terima kasih.
Tetapi Boanpwee sudah merasa puas jika Loatjianpwee sudi memberikan beberapa tetes
darahnya kura-kura yang sudah berusia ribuan tahun itu untuk mengobati racun didalam
badan Boanpwee. Ini saja Boanpwee sudah merasa cukup dan hal-hal lainnya Boanpwee
tidak berani mengharapkan.’’

,,Apa ? Kau tidak sudi belajar Ilmuku ?’’


,,Bukannya tidak suka, hanya ………...’’
,,Huh, huh …….. Bocah , kalau aku mau menurunkan pelajaranku ini, sebabnya ialah
karena suatu soal janji untuk mengadu kepandaian.’’
,,Janji mengadu kepandaian?’’
,,Benar, perjanjian telah ditetapkan pada lima belas tahun berselang.’’
,,Bagaimana sipatnya perjanjian Itu ? Dengan Boanpwee ……..’’
,,Soalnya ini untuk sementara jangan kita bicarakan dulu. Kheng-djie, mari sini.’’ Si jelita lalu
menghampiri engkongnya.
Pengail Linglung lantas berkata pula kepada Yo Tjie Tjong sambil menunjuk pada si gadis :
,,Ini adalah cucu perempuanku. Namanya Oet-tie Kheng.’’
Yo Tjie Tjong lalu menjura pada sigadis, seraya berkata :
,,Aku yang rendah adalah Yo Tjie Tjong.’’
Oet-tie Kheng saat itu mendadak berubah wajahnya kemalu-maluan, ia membalas
hormatnya Yo Tjie Tjong.
,, Semua nanti kita bicarakan lagi di tempat kediaman kita,’’ kata Pengail Linglung yang
lantas bergerak lebih dulu meninggalkan tempat itu, kemudian diikuti oleh Oet-tie Kheng dan
Yo Tjie Tjong .
Tidak antara lama, mereka bertiga sudah sampai didepan gubuk sederhana , yang lalu
masuk kedalamnya .
Rumah gubuk itu dibangun di pantai laut . Meskipun bentuknya sederhana , begitu pula
perabot rumah tangganya , tetapi semuanya sangat bersih.
Setibanya dirumah dengan tidak diperintah lagi Oet-tie Kheng lantas masuk kedalam
menyediakan barang santapan.
Pengail tua itu menyuruh Yo Tjie Tjong menantikan diruangan sejenak , ia lalu keluar dan
tidak lama kemudian sudah balik lagi sambil membawa cawan kecil yang diberikan kepada
Yo Tjie Tjong seraya berkata :
,,Bocah, ini adalah darahnya kura-kura yang berusia ribuan tahun yang kau maksudkan,
minumlah.’’
Yo Tjie Tjong menyambuti cawan itu dengan kedua tangannya . Lantas berkata dengan
suara terharu :
,,Lotjianpwee , budi kebaikan Lotjianpwee selamanya tidak akan Boanpwee lupakan .’’
,,Bocah, tidak usah kau begitu merendahkan diri, minumlah ! Yo Tjie Tjong menurut.
Kira-kira setengah jam sesudah minum darahnya kura-kura itu, Yo Tjie Tjong merasa seperti
ada hawa panas menusuri sekujur badannya. Ternyata itu adalah khasiatnya dari darah
kura-kura yabg sudah berusia ribuan tahun tersebut.
Oada saat itu Oet-tie Kheng sudah siap dengan hidangannya, sehingga ketiga orang itu
lantas mulai bersantap.
Yo Tjie Tjong yang sudah sembuh dari penyakitnya, sudah tentu dalam hati merasa sangat
girang.
Sehabis dahar, Penagail Linglung itu lantas berkata kepada Yo Tjie Tjong :
,,Bocah, kau ikutlah aku kebelakang rumah, sekarang aku hendak menurunkan ilmu
Kan-goan tjin-tjao kepadamu.”
,,sekarang ?”
,,Kau tidak usah Tanya apa sebabnya aku ter-buru buru menurunkan pelajaran kepadamu,
karena pelajaran itu kepadamu bukannya secara Cuma Cuma.
,,Apakah Lotjianpwee hendak menggunakan diri Boanpwee ?”
,,Aku tadi sudah katakan, kau tidak usah banyak bertanya belajarlah dulu.”
,,Jika Lotjianpwee mempunyai keperluan apa apa, perintahkan sajalah. Buat apa harus
menurunkan pelajaran sebagai hadiah. Hal ini sebaliknya …..
,,Bocah, tidak usah banyak rewel. Marilah !”
Oet-tie Kheng yang menyaksikan dari samping hanya ketawa saja sambil menekap
mulutnya.
Yo Tjie Tjong terpaksa mengikuti orang tua itu kehalaman belakang.
Dibelakang rumah gubuk itu tanah lapang yang luasnya kira kira lima tumbak persegi yang
seputarnya dikitari oleh tanaman pohon bambu.
Pengail Linglung sesampainya di tempat tersebut lanats mulai memberi petunjuk-petunjuk
serta memberitahukan dengan tanda tanda gerakan tangan tentang bagaimana caranya
melatih ilmu Kan-goan tjin-tjao itu.
Yo Tjie Tjong memang seorang cerdik dan terang otaknya, maka sebentar saja ia sudah
dapat memahaminya.
Kemudian orang tua itu lantas menyuruh Yo Tjie Tjong melatih, latihan pertama itu waktu
duabelas jam sudah cukup untuk Yo Tjie Tjong mendapatkan hasil yang diharapkan .
Setelah itu tua itu lantas meninggalkan Yo Tjie Tjong seorang ditanah lapangan tersebut.
Yo Tjie Tjong mengawasi berlalunya orang tua aneh itu ia merasa heran atas kelakuan
penagail linglung uyang hendak menurunkan ilmu silatnya tetapi tak memberikan
kesempatan padanya menanya apa sebabnya.
Saat itu matahari mulai condong ke barat tidak akan lama lagi sang siang akan di ganti sang
malam.
Yo Tjie Tjong dengan ketekunanya yang kuat mulai melatih ilmu barunya, Kang-goan Tjin
tjao.
Ketika malam sudah gelap, keadaan sudah menjadi sunyi sosok bayangan hitam dengan
perlahan menghampiri diri Yo Tjie Tjong yang sedasng melatih ilmu.
Yo Tjie Tjong tidak merasa adanya orang itu sebab seluruh perhatiannya sedang di
pusatkan pada ilmunya yang luar biasa.
Setelah Yo Tjie Tjong menjalnkan latihan ilmunya cukup matan, tiba-tiba kedua tangannya di
sodorkan kedepan dengan perlahan dan setelah menyedot tangan napas dalam-dalam
lantas mengeluarkan hawa dari kekuatan tenaga dalamnya.
Suara nyaring lalu terdengar, suatu kekuatan yang maha dasyat telah keluar dari tangan
yang.
Saat itu tiba-tiba terdengar orang menjerit.
Yo Tjie Tjong terperanjat sebab ia tidak menyangka bahwa pada saat itu masih ada orang
yang berada dekatnya. Ketika ia menyodorkan kedua tangannya sambil memeramkan
matanya kini membuka matanya di tempat kira-kira dua langkah jauhnya kelihatan
tergeletak tubuh nya seseorang.
Cepat ia menghampiri ketika diperiksa dengan seksama prang itu ternyata adalah Oet-tie
Kheng sendiri.
Pada saat itu sepasang mata si jelita sudah di pejamkan dan kelihatan sudah bergerak
sama sekali.
Sesaat lamanya Yo Tjie Tjong merasa bingung sendiri.
Ketika ia mengatakan pemeriksaan lebih lanjut, di tanah terlihat satu bakul kecil Berisikan
piring dan mangkok nasi dengan laukpauk yang saat itu sudah jatuh berhamburan jatuh
ketanah.
Saat itu ia baru sadar dan mengerti kalau nona itu telah datang untuk menghantarkan
hidangan kepadanya.
Dengan demikian, ia merasa semakin tidak enak hatinya.
,,Bocah, tidak apa. Kau boleh melatih terus.’’ Demikian ia mendengar suara orang tua
berkata.
,,Lotjianpwee, Boanpwee sungguh tidak menyangka dan, ……. Dan sekarang ternyata
sudah kesalahan tangan ………’’
,,Bocah, ini bukan salahmu. Kau tidak usah pikirkan. Dari tangnmu tadi aku sudah dapatkan
kenyataan bahwa kemajuan yang kau dapatkan ternyata ada demilian pesatnya. Ini
sesungguhnya ada diluar dugaanku semula. Benar-benar merupakan suatu keajaiban dalam
dunia rimba persilatan.’’
Orang tua itu sebetulnya sudah lama mengintai perbuatannya Yo Tjie Tjong yang sedang
melatih ilmunya itu.
Ketika cucu perempuannya datang hendak menghantarkan barang makanan, orang tua itu
juga sudah melihatnya dengan jelas, ia hanya tidak menduga kalau Yo Tjie Tjong tiba-tiba
mencoba ilmunya yang baru saja dipelajari, sehingga terjadilah insiden tersebut.
Orang tua itu lalu memondong tubuhnya Oet-tie Kheng yang terus dibawa masuk kedalam
rumah untuk diobati. Disepanjang jalan ia masih menggerendeng seorang diri , Hweshio gila
itu matanya sungguh tajam. Pilihanya kali ini sedikitpun tidak keliru .
Suara itu yang terbawa oleh angin dan masuk ditelinganya Yo Tjie Tjong , telah membuah
anak muda itu terdiam termangu-mangu, ia tidak mengerti apa maksud ucapan orang tua itu
, dalam hati diam-diam lalu berpikir : ‘Apakah Pak-hong Phoa-ngo Hweshio itu menolong
diriku dan memberikan ilmunya kepadaku serta kemudian menunjukan aku datang kepulau
Batu Hitam ini semuanya sudah yang merupakan suatu hal yang sudah direncanakan
terlebih dahulu ? Sebab jika tidak begitu, bagaimana Pengail tua ini bisa mengucapkan
perkataan demikian ? Tetapi biar bagaimana juga, kedua orang tua itu adalah merupakan
orang-orang luar biasa dalam rimba persilatan . Tentunya tidak nanti mereka mempunyai
maksud jahat terhadap diriku.

Bagian ke Tujuh Belas s.d. Bagian Ke Dua Puluh

XVII
OLEH KARENA kejadian tersebut, telah membikin Yo Tjie Tjong tidak bisa tenteram lagi
hatinya.
Dia merasa tidak enak terhadap dirinya Oet-tie Kheng , sebab nona itu dengan baik hati
hendak mengantarkan makanan untuknya, tidak tahunya dengan tidak di sengaja ia telah
membikin dirinya terluka, entah bagaimana keadaan lukanya sekarang ?
Setelah kira-kira satu jam berlalu, barulah ia mampu menindas semua perasaan tidak enak
hatinya dan melanjutkan ilmunya lagi.
Setelah melakukan latihannya dengan tekun, sehingga berhasil sangat memuaskan, Yo Tjie
Tjong merasa girang dan terheran-heran.
Ketika ia membuka matanya, dipermukaan air laut ternyata sudah diliputi oleh embun pagi.
Ia sekarang baru tahu bahwa hari sudah menjadi pagi, pada hari kedua.
Dihadapannya kelihatan berdiri seorang tua, yaitu Pengail Linglung yang sedang mengawasi
dirinya dengan mata tidak berkesip, sedangkan Oet-tie Kheng juga kelihatan berdiri disisinya
sang Yaya sambil bersenyum.
Yo Tjie Tjong dengan cepat menghampiri, lebih dulu ia memberi hormat kepada Pengail
Linglung, kemudian mengawasi Oet-tie Kheng dan sambil menjuta berkata :
...Tadi malam aku telah kesalahan tangan sehingga melukai nona. Aku merasa sangat
menyesal dan sesungguhnya tidak enak sekali. Entah ………’’
Oet-tie Kheng memotong sambil bersenyum :
...Tidak menjadi soal. Kau lihat sendiri. Bukankah aku sekarang berdiri dihadapanmu dalam
keadaan sugar bugar ?’’
Pengail Linglung tertawa melihat kelakuan dua anak muda itu.
Di hari-hari yang akan datang masih banyak tempo untuk kalian berdua nanti akan terbiasa
terjun diantara Kham-Lopang tidak usah kau bahaskan tentang dirimu begitu merendah.
Kalian boleh membahasakan sebagai Engko dan adik saja.
Otie-kang merasa cengah, wajahnya merah seketiaka sambil melirik Yo Tjie Tjong si nona
menundukan kepalanya. Entah apa yang dipirkirkan saat itu ?
Wajah Yo Tjie Tjong masih terlihat dingin sama sekali tidak menunjukan perubahan apa-apa
dengan sikap menghormat ia menjawab :
...Boanpwee menurut saja .”
...Bocah sekarang kau boleh coba letihanmu selama satu malam itu. Bagaimana hasilnya.”
Demikian si pengail linglung bekata.
Yo Tjie Tjong setelah menjawab ‘baik’ lalu berjalan menuju ketempat yang jauh yang
kira-kira tiga tumbak dari orang tua itu, setelah melakukan sebentar tiba-tiba tangan
keduanya terayun suatu kekuatan yang maha hebat dan di barengi oleh sambaran angin
keras mendadak keluar dari tangannya itu.
Gerakannya itu sungguh sangat mengejutkan si pengail linglung tetapi keajaiban tidak
hanya di situ saja setelah terdengar suara hebat,batu-batu hitam yang terdapat di sekitar
tempat sejauh tiga tumbak,begitu pula tanaman bambu berterbangan di udara.
Pengail linglung menyaksikan sendiri sampai menjadi terkesima di buatnya ia lalu berkata
dengan suara agak gemetaran :
…Bocah sudah cukup ! Aku sendiri yang menyaksikan selama lima puluh tahun ternyata
telah dapat kau yakini dengan waktu semalam saja, ini adalah satu keajaiban.Aku sungguh
tak dapat berkata apa-apa …..”
Yo Tjie Tjong seorang yang cerdik, ia mendengarkan perkataan orang tua itu, segera ia
menangkap maksudnya itu maka ia menjawab dengan sikap yang sangat menghormat .
...Boanpwee sudah mempunyai suhu maka tidak bisa meninggalkan suhu yang lama untuk
mencari suhu yang lain. Tetepi budi Lotjianpwee yang memberikan pelajaran ini tidak aklan
Boanpwee lupakan untuk selama-lamanya.jika Lotjianpwee memberikan perintah sekalipun
harus terjun kedalam lautan api tidak akan Boanpwee tolak.”
...Bocah Hweshio gila, pernah mengatakan apa kepadamu.?
Pho ngo Lotjianpwee hanya memberikan sedikit pesan yaitu beberapa kata kepada
Boanpwee : Tidak ada suatu perbuatan yang mengekang diriku. Dengan baju dan sepatu
butut itu ia mengakhiri persoalan yang lalu.
Pengail linglung kemudian menokan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Setelah merasa puas tertawa ia berkata seakan di tunjukan padanya sendiri : Baik-baik
Hweshio kalau sudah terjun kedalam dunia Kang-ouw lagi, aku si pengail linglung terpaksa
juga akan turun dan muncul lagi.
Perkataannya itu sudah tentu tak dapat di mengerti apa maksud nya oleh Yo Tjie Tjong .
Pengail linglung itu setelah agak tenang kembali melanjutkan ucapannya kali ini terhadap Yo
Tjie Tjong :
Bocah sekarang mari ikut Lohu pulang.Ada sedikit perkataan yang hendak aku bicarakan
dengan kau. Hari ini kau boleh tingglakan pulau ini. Lohu nanti suruh Kheng-djie mendayung
perahu untuk mengantarkan kau.”
…Baik.”
Mereka bertiga kembali masuk kedalam gubuknya, tetapi tidak lama Oet-tie Kheng keluar
lagi untuk menyediakan sebuah perahu, sedangkan si Pengail Linglung sendiri lantas duduk
beromong-omong dengan Yo Tjie Tjong.
Mendadak Yo Tjie Tjong ingat sesuatu, maka ia lantas ajukan pertanyaan :
…Lo-tjianpwee kemarin katakan bahwa Lo-tjianpwee menurunkan kepandaian ilmu silat
kepada Boanpwee ialah karena soal janji pertaruhan…..”
…Ha, ha…..Sekalipun kau tidak tanya lohu juga akan beritahukan kapadamu.”
Yo Tjie Tjong mengawasi orang tua itu dengan penuh pertanyaan.
Pengail Linglung itu lantas berkata dengan sikapnya yang sungguh-sungguh :
…Bocah urusan ini terjadi pada lima belas tahun berselang. Apakah kau pernah dengar
namanya orang aneh didalam rimba persilatan ?”
…Boanpwee dulu pernah aku dengar suhu berkata, katanya didalam rimba persilatan
memang ada tiga orang yang sangat aneh kelakuannya. Ketiga orang aneh itu disebut
sepasang manusia aneh dan seorang gaib.”
…Hm….Sepasang manusia aneh dan seorang gaib itu siapa orangnya ? Tahukah kau ?”
…Sepasang manusia aneh yang dimaksudkan adalah Lo-tjianpwee sendiri dengan Pho-ngo
Lo-tjianpwee. Sedang yang dimaksudkan dengan sebutan orang gaib itu adalah itu
pemimpin dari see-gak yang brenama Leng Djie Hong yang menyebut dirinya sebagai
seorang kuat nomor satu dalam dunia.”
…Tepat, pengetahuanmu ternyata cukup luas.”
…Kabarnya Leng Djie Hong Lo-tjianpwee itu mempunyai kepandaian ilmu silat yang
memang…..”
…Kau dengarkan cerita lohu,” memotong Pengail Linglung.
…Pada limabelas tahun berselang, dua manusia aneh dan satu manusia gaib telah
mengadakan pertemuan dipuncak gunung Busan yang dinamakan Sun-lie-hong untuk
mengadu kepandaian. Tiga hari tiga malam lamanya bertarung, lohu dan Pho-ngo, dua
orang telah jatuh ditangannya……"
…Aaaa !” Yo Tjie Tjong bersru kaget.
…Jago see gak Leng Djie Hong itu lantas menganggap dirinya sebagai seorang kuat nomor
satu didalam dunia.”
…Dan kemudian ?”
…Lohu berdua setelah kalah, jago see-gak pernah sesumbar katanya, wlaupun sampai dua
puluh tahun lagi lohu dan Pho-ngo masih belum mampu melindungi dirinya. Maka kita lantas
mengadakan perjanjian untuk bertemu lagi diatas puncak gunung Sin-lie-hong itu.”
…Sekarang batas waktu itu apa betul tinggal lima tahun lagi ?” Tanya Yo Tjie Tjong.
…Benar setelah Lohu dan Pho-ngo turun gunung, lantas kita berpisah masing-masing
mencari tempat sendiri-sendiri untuk melatih ilmunya lebih dalam. Lohu berdiam dipulau
Batu Hitam ini dan si hwetio gila itu tinggal dipuncak gunung Tjeng-keng-hong.”
…Apakah ilmu Kan-goan Tjin Bie Nio ciptaan Lo-tjianpwee itu masih belum mampu
menandingi kepandaiannya si jago See-gak itu ?”
…Ilmu yang lohu latih pada sepuluh tahun berselang baru selesai kuyakinkan. Tetapi saat
itu hanya kira-kira lima persen saja daripada yang kuhasilkan sekarang ini, sedangkan ilmu
Hut-hiat kang yang diyakinkan ileh Hweshio gila itu, juga baru sepuluh tahun kemarin saja
kelihatan hasilnya.

…Lima tahun kemudian, apakah jiewie Lo-tjianpwee hendak menepati janji dengan Leng
Djie Hong untuk mengadakan pertandingan lagi dipuncak gunung Sin-lie-hong ?”
…Aa ha ….Bocah, pertaruhan atau perjanjian itu sebetulnya hanya untuk melampiaskan
kemendongkolan hati kita saja saat itu. Siapa yang sudah bertanding untuk memperebutkan
nama kosong. Apalagi soal ini belum diketahui oleh orang-orang dunia Kang-ouw.”
…Tapi sekarang Lo-tjianpwee sudah memberitahukan kepada Boanpwee.”
…Dalam hal ini sudah tentu ada sebabnya.”
…Boanpwee sungguh ingin sangat mengetahuinya.”
…Tiga tahun berselang. Hweshio gila itu tiba-tiba datang berkunjung kemari, katanya ia
dapat surat dari See-gak Leng Dje hong yang mengabarkan karena kurang hati-hati
mempelajari ilmu tubuhnya telah rusak menyayat…….
...Kalau begitu bukankah pertandingannya dengan sendirinya telah batal.
...Kalau sudah batal perlu apa Hweshio gila itu mencari aku ?”
...See-gak setelah bernyayat itu apakah masih menepati janjinya ?”
...Ia akan menyuruh murid satu-satunya untuk melaksanakan perjanjianya tersebut.”
...Siapa muridnya itu ?”
...Pada dewasa ini masih belum di ketahui. Dia hanya mengatakan bahwa lima tahun
kemudian muridnya itu akan menantikan di gunung Hoa-san.”
...Apakah djiwie Lotjianpwee hendak pergi menepati janjinya itu?”
...Lohu dan Phoa-ngo Hweshio semuanya sudah merupakan orang-orang tua yang usianya
audah sembilan puluh tahun lebih. Bagagaimana kita bisa berebutan nama dan kedudukan
dengan seorang dari golongan muda ? bukankah hal itu akan menjadi buah tertawaan
orang-orang muda dunia persilatan ?’’
...Lohu dan Phoa-ngo Hweshio sama-sama tidak mempunyai murid. Tetapi kedua pihak
telah berjanji hendak orang yang berbakat tinggi dan masing-masing menurunkan ilmunya
sendiri-sendirinya.Dan dengan darah kura-kura yang usianya sudah ribuan tahun untuk
menambah kekuatannya. Orang itu akan memakili lohu berdua untuk melaksanakan janji
itu.’’
Yo Tjie Tjong setelah mendengar perkataan itu , telah mengerti sebagian , lantas ia
menanya:
...Apa disini maksud Lotjianpwee meberikan pelajaraan ilmu itu kepada Boanpwee ?’’
...Benar, bocah, dua kali kau telah menemukan kejadian gaib.Sudah tidak perlu lagi Lohu
mengorbankan darahnya kura-kura yang usianya sudah ribuan tahun untuk membantu
kekuatan dirimu.Meskipun hal ini adanya mengandalkan kekuatan gaib dan apa yang telah
terjadi atas dirimu, tetapi antara kita dengan jago sejak itu tidak mempunyai permusuhan
apa-apa. Maksudnya adalah hendak menguji kepandaian saja.’’
Yo Tjie Tjong mendadak terbangun semangatnya.Ia merasa bersyukur atas kesempatan
yang diberikan kekuatannya dengan muridnya satu jago yang merupakan jago terkuat
nomor satu dalam dunia.
Orang tua itu lantas berkata pula:
...Hweshio gila itu seumur hidupnya hanya hidup bergelandangan saja.Habiatnya juga lucu
dan suka main-main. Kalau dia mau berdiam dipuncaknya gunung Tjeng-kong-hong yang
sepi sunyi itu selama lima belas tahun lamanya, ini sebetulnya merupakan suatu tekanan
hebat bagi jiwanya yang suka kebebasan itu.Tetapi Hweshio itu juga licik sipatnya. Dia
sendiri tidak mau menjelaskan persoalannya kepadamu, sebaliknya ia malah menyuruh kau
mencari aku.’’
Yo Tjie Tjong ketawa hambar,tba-tiba ia berkata dengan sungguh-sungguh :
...Boanpwee merasa sangat bersyukur sudah mendapatkan hadiah berupa darahnya
binatang Lotjianpwee yang usianya sudah ribuan tahun itu, yang telah menolong Boanpwee
dari racun yang mengeram didiri Boanpwee. Budi ini tidak ada bedanya dengan memberi
jiwa baru bagi Boanpwee. Dan sekarang kembali Lotjianpwee itu, disini Boanpwee hendak
bersumpah akan menggunakan segala kepandaian yang Boanpwee dapatkan untuk
membasmi semua kejahatan didalam dunia.Hanya dengan jalan ini saja Boanpwee hendak
membalas jiwa Lotjianpwee. Sementara mengenai pelaksana perjanjian dengan muridnya
jago See-gak itu, disegala tempat dan sembarang waktu akan Boanpwee tunggu panggilan
Lotjianpwee .’’
...Tetapi, bocah, kalau kau nanti menggunakan kepandaianmu untuk melakukan kejahatan
didunia Kang-ouw, biar bagaimana lohu tidak akan melepaskan kau begitu saja.’’
...Boanpwee mengerti.’’
...Kalau begitu, sekarang kita boleh mengadakan suatu ketetapan. Pada waktunya, lohu
akan muncul lagi didunia Kang-ouw ……….’’
Pada saat itu Oet-tie Kheng mendatangi dari luar gubuk, ia lantas berkata dengan suaranya
yang nyaring :
...Yaya, perahu sudah siap.’’
...Baik. Kheng-djie,antarkan dia meninggalkan pulau ini.’’
Yo Tjie Tjong lantas berbangkit, ia memberi hormat kepada orang tua itu mengambil
selamat berpisah.
...Lotjianpwee , Boanpwee meskipun akan berkelana didunia Kang-ouw, tetapi sembarang
waktu bersedia memenuhi panggilan Lotjianpwee.’’
Yo Tjie Tjong pada saat itu agaknya merasa berat meninggalkan Pengail Linglung, sebab
orang tua itu bukan saja sudah menghadiahkan darahnya binatang kura-kura mujijad
sehingga dapat menyembuhkan penyakitnya, tetapi juga telah menurunkan kepandaiannya
yang tinggi.
Kedua muda-mudi itu setelah keluar dari dalam gubuk sebentar saja sudah sampai di pantai
laut. Disana sudah menantikan sebuah perahu kecil.
Setelah sudah ada diperahu, Yo Tjie Tjong lalu berkata kepada Oet-tie Kheng dengan suara
perlahan :
...Aku telah merepotkan adik Kheng yang sudah menghantarkan aku.’’
...Huhhh. Tidak perlu kau ucapkan kata-kata yang begitu merendah. Duduk dengan baik.
Aku sekarang hendak mendayung perahu ini.’’
Sehabisnya berkata, dengan gerakannya yang lincah dan cekatan sekali ia mendayung
perahunya yang kecil, sebentar saja perahu itu sudah nyelonong ketengah laut.
Karena bentuk perahu itu kecil dan ringan, maka mereka bisa berlayar dengan laju.
Caranya sinona mendayung perahunya yang agak luar biasa, membuat Yo Tjie Tjong yang
menyaksikan menjadi terheran-heran.
Setelah berada di tengah lautan yang luasitu, banyak perasaan mengganggu otaknya Yo
Tjie Tjong .
Ia teringat akan nasib Siang-koan Kiauw yang telah pergi kemudian di telan ombak
sekarang dia sudah berhasil mendapatkan apa yang dicari tetapi sudah sebaliknya
Siang-koan Kiauw sudah terbenam di lautan yang luas.
Oet-tie Kheng yang menyaksikan sikapnya Yo Tjie Tjong itu dalam hati merasa agak heran,
maka ia lantas menanya.
...Engko Tjong kau sedang memikirkan apa ?”
Seseorang yang lagi terbenam dalam kedukaan, jika tidak terganggu mungkin masih tetap
tinggal dalam lamunannya tetapi apabila ia tertegur maka ia sadar pula.
Begitu pula keadaan Yo Tjie Tjong setelah mendapat teguran dari Oet-tie Kheng matanya
mendadak menjadi basah air mata hampir turun, setelah sekian lama membisu barulah ia
menjawab dengan suara sedih.
...Aku sedang memikirkan diri seseorang.”
...Siapa ?”
...Seseorang yang bersama-sama belajar dengan aku.”
...Lelaki atau perempuan.”
...Sama dengan kau.”
Jiwa Oet-tie Kheng mendadak terlintas suatu perasaan.
...Apa dia cantik.”
...Ya.”
...Dimana dia sekarang berada ?”
...Di telan oleh ombak laut.”
...Apa.”
...Mungkin dia sudah didasar lautan atau didalam perut ikan.”
...Benar.”
...Ketika datang bersama-sama tetapi pulangnya hanya sendiri .”
...Engko Tjong maaf kan aku telah mengajukan pertanyan yang membuat kau berduka.”
Nona itu lalu tundukan kepalanya tangannya lalu di gerakan makin cepat sehingga perahu
itu berjalan semakin laju.
Yo Tjie Tjong geleng-gelengkan kepala tak bisa menjawab sebab dalam pikirannya
terbenam rasa sedih yang sangat memilukan.
Dua jam kemudian, perahu kecil itu mendarat dipantai yang dituju.
Yo Tjie Tjong lantas lompat kedarat, kemudian berpaling dan berkata kepada Oet-tie
Kheng-tie Keng :
...Adik Keng, sampai ketemu dilaun hari.”
Hati Oet-tie Kheng-tie Keng saat itu merasa sangat risau. Perpisahan itu membuat
perasaannya sangat berat. Dengan air mata mengembang ia berkata kepada Yo Tjie Tjong
dengan suara tidak lampias.
…Engko Tjong, harap dijaga baik-baik dirimu.”
Banyak kata-kata yang hendak diucapkan, tetapi saat itu tidak bisa diucapkan dari mulutnya.
Mereka sejak bertemu hingga sekarang perpisahan, sebetulnya hanya dalam dua hari saja,
tetapi bayangan Yo Tjie Tjong sudah menggores dalam hatinya si nona. Ia sebetulnya ingin
mengatakan perasaan hatinya itu. Tetapi bagaimana ia bisa keluarkan dari mulutnya sendiri.
Meskipun dalam hatinya sendiri ada pikiran demikian, tetapi ia tidak mampu mengatakan
pikirannya itu dihadapan sinona. Sambil ulapkan tangannya ia lantas berkata …Adik Keng,
silakan kau pulang. Tolonglah sampaikan pernyataan terima kasihku kepada Oet-tie
Lo-tjianpwee.”
Diwajahnya Oet-tie Kheng-djie yang merah segar itu diliputi oleh kesedihan. Dengan suara
gemetaran ia menjawab :
…Engko Tjong, ada satu hari aku nanti pasti akan datang mencari kau.”
Setelah mengucapkan perkataan itu dia lantas menekap wajahnya dengan tangannya, satu
tangan digunakan untuk mendayung perahu. Sebentar saja perahu itu sudah meluncur ke
tengah lautan.
Yo Tjie Tjong mengawasi perahu kecil itu yang dengan perlahan-lahan menghilang
seolah-olah ditelan laut, kemudian sambil menghela napas ia berlalu meninggalkan tempat
tersebut.
Sejak dengan tidak disengaja ia telah dapatkan dan makan telurnya burung rajawali
raksasa, mustika Gu-liong-kao yang semula mengeram dalam perutnya dalam keadaan
utuh itu kini telah lumer dan menyelusup menyusuri semua jalan darah dan ototnya
sehingga dengan demikian ia telah menjadi seorang kuat yang sudah mempunyai latihan
dari setengah abad.
Dengan kekuatan yang ada pada saat itu, Yo Tjie Tjong ketika mengerahkan ilmu
membentengi tubuhnya, benar-benar seperti sudah terbang saja. Jika dibandingkan
keadaannya pada satu bulan berselang, seperti dua orang saja layaknya.
Dua hari kemudian, ia sudah tiba dikota Kui lim.
Dikota tersebut ia menginap disebuah rumah penginapan.Waktu malam hari, ketika
keadaan diluar sudah sunyi senyap, ia mulai membuka buku yang termuatkan nama-nama
musuh Kam-lo-pang.
Sepasang matanya memancarkan cahaya yang menakutkan. Ternyata anak muda itu
sedang merencanakan suatu rencana yang besar dan hebat ………

...
Kota Kui-lim yang ramai tetapi tenang tenteram itu dengan mendadak telah diliputi suasana
ketakutan yang hebat.
Ada apa ? Oh, Golok Maut ………
Senjata aneh bentuknya yang menakutkan hati setiap orang itu, kini telah muncul kembali
dikota Kui-lim.
Golok keramat yang belum lama berselang menggegerkan dunia Kang-ouw dan sudah
sekian waktu tidak terdengar lagi kabar ceritanya, kini muncul kembali untuk kedelapan
kalinya.
Oleh karena pada setiap kali munculnya Golok Maut itu, pasti ada saja korbannya yang
diminta, maka kali ini tentunya juga tidak ada kecualinya.
Dua orang yang kali inimenerima ancaman Golok Maut itu, ternyata adalah pemimpin dari
delapan belas perusahaan Piauw dikedua propinsi Kang-tang dan Kang-see.
Jago itu bernama Tjoa Tjeng It dan bergelar ‘Lutung sakti lengan besi.’ Kalau Golok Maut itu
berani mengancam jago yang kenaman itu, sesungguhnya ada diluar dugaan semua orang.
Tjoa Tjeng It yang memimpin delapan belas perusahaan Piauw besar, kepandaian ilmu
silatnya sudah termasuk dalam golongan kelas wahid dalam rimba persilatan. Namanya
sudah sangat terkenal dikedua propinsi yang disebut duluan, bahkan orang-orang golongan
hitam dan golongan putih semuanya telah memandang padanya sebagai satu macan.
Piauwsu-piauwsu yang mempunyai kepandaian tinggi yang berada dibawah pimpinannya,
jumlah keseluruhannya lebih dari seratus orang.
Tapi Golok Maut itu toh masih tetap berani mengancam dirinya, ini benar-benar merupakan
suatu peristiwa yang sangat menggemparkan.
Siapakah pemilik Golok Maut itu ? Sampai sekarang masih tetap merupakan suatu teka-taki
besar.
Oleh karena munculnya Golok Maut itu dikota Kui-lim ini, maka orang yang berkepandaian
tinggi dari golongan hitam maupun dari golongan putih yang dulu sedang mengejar-ngejar
Golok Maut itu, setelah mendengar kabar itu, kini kembali pada berduyun-duyun menuju
kekota Kui-lim.
Tjoa Tjeng it dulu juga merupakan salah seorang dari orang-orang kuat yang turut ambil
bagian dalam peristiwa pembasmian Kamlo-pang. Ia tidak akan menyangka kalau pada
duapuluh tahun masih ada orang yang datang menagih jiwa padanya.
Mengingat setiap kali munculnya Golok Maut itu selalu ditujukan kepada orang-orang yang
dulu pernah ambil bagian dalam peristiwa pembasmian Kam-lo-pang, maka manusia yang
menakutkan itu, sekalipun bukannya Pangtju dari Kam-lo-pang sendiri, tetapi sedikit-dikitnya
juga pasti adalah seorang yang mempunyai perhubungan erat dengan Kam-lo-pang .
Tjoa Tjeng It setelah menerima ancaman Golok Maut itu, dapatlah diduga kaget dan
takutnya pada waktu itu. Dengan cepatnya ia mengumpulkan lima puluh lebih
orang-orangnya yang terkenal kuat untuk melindungi tempat kediamannya.
Ia sudah bertekad bulat untuk melayani orang yang penuh rahasia dan menakutkan itu.
Tetapi munculnya Golok Maut kali ini agak berbeda sedikit keadaanya dengan beberapa
kejadian yang lalu.
Golok Maut itu disampaikan oleh seorang pemuda berwajah jelek yang mengaku dirinya
sebagai ‘Utusan Golok Maut .‘
Ketika itu Tjoa Tjeng It juga sudah suruh empat orang muridnya yang kuat untuk menguntit
pemuda wajah jelek itu, tetapi pemuda jelek yang mengaku sebagai utusannya Golok Maut
itu kepandaiannya tinggi sekali, dengan mudah ia sudah berhasil meloloskan diri dari
intaiannya empat orang itu. Dipandang dari kepandaiannya utusan itu saja, dapat
dibayangkan berapa tingginya sipemilik Golok Maut itu.
Dari keterangan empat muridnya Tjoa Tjeng It yang menguntit jejaknya Utusan Golok Maut
itu menghilangnya utusan tersebut secara misterius merupakan suatu kepandaian yang
sangat gaib.
Tertarik oleh perasaan keingintahuan, orang-orang rimba persilatan sekitar kota Kui-lim
berduyun-duyun datang dikediamannya Tjoa Tjeng It .
Mereka kepingin bisa menyaksikan bagaimana macamnya itu ( pemilik Golok Maut ) yang
sepak terjangnya seperti malaikat pencabut nyawa.
Kira-kira waktu tengah hari pada hari ketiga, seorang pemuda cakap tapi bersikap adam
kecut juga nampak berkunjung kegedungnya Tjoa Tjeng It .
Siapakah pemuda itu ? Ia adalah Yo Tjie Tjong yang baru kembali dari pulau Batu Hitam di
Lam-hay.
Tjoa Tjeng It yang kedudukannya sebagai pemimpin 18 perusahaan Piauw, mempunyai
banyak kawan dan perhubungannya sangat luas, setiap orang yang berkunjung padanya, ia
harus sambut dengan baik, itu ada kebiasaannya orang yang mengusahakan perusahaan
tersebut.
Digedungnya Tjoa Tjeng It pada hari itu, diadakan perjamuan makan, hingga gedung itu
penuh dengan orang-orang Kang-ouw dari segala macam. Yo Tjie Tjong juga terdapat
diantara mereka.Oleh karena ia masih merupakan pemuda yang tidak banyak orang kenal,
sudah tentu tidak mendapat banyak perhatian. Ia duduk di tempat biasa.
Piauwsu-piauwsu yang diundang oleh Tjoa Tjeng It , pada hari kedua sudah datang di
gedung tersebut , jumlahnya kira-kira 50 orang.
Piauwsu-piauwsu itu semua merupakan orang-orang pilihan yang tergolong paling kuat dari
barisan piauwsu dari perusahaan piauw yang dipimpin oleh Tjoa Tjeng It. Maka setelah
piauwsu itu tiba, gedung Tjoa Tjeng It telah dilindungi begitu kuat, seolah-olah dikurung oleh
tembok besi atau baja.
Dalam perjamuan itu, orang-orang pada ramai membicarakan sepak terjangnya ‘Golok Maut
‘ dimasa yang lalu.

Perjamuan makan telah berlangsung dibawah suasana yang seram dan penuh kekuatiran.
Tjoa Tjeng It usianya sudah 60 tahun lebih, orang masih gagah. Tapi semenjak menerima
ancaman Golok Maut , semangatnya seperti runtuh, ia harus duduk di pertengahan ruangan
dengan hati ketar-ketir.
Hari itu adalah hari ketiga, juga merupakan hari terakhir.
Selama tiga hari itu, ia selalu berada dalam ketakutan dan kekuatiran.
Ia telah berjanji kepada dirinya sendiri, apabila ia beruntung terlolos dari kematian, ia nanti
akan bubarkan perusahaan piauwnya,dan selanjutnya akan mengundurkan diri dari dunia
Kang-ouw .
Meski hari itu orang-orang dari dunia Kang-ouw yang datang berkumpul digedungnya Tjoa
Tjeng It lebih dari 300 orang jumlahnya, tapi belum cukup untuk meredakan suasana, setiap
orang diliputi oleh perasaan tegang.
Yo Tjie Tjong yang sikapnya dingin kecut, tidak jarang matanya berkeliaran memandang
keadaan sekitarnya,juga tidak jarang mengawasi situan rumah Tjoa Tjeng It yang
keadaannya sangat mengesankan.
Diatas penglari diruangan tersebut, ada menancap sebilah golok yang panjangnya kira-kira
satu setengah kaki, golok itu bentuknya sangat aneh, disisi bawah tajam sekali, disisi atas
bentuknya seperti gigi gergaji.
Itulah Golok Maut yang diantarkan oleh utusannya pada dua hari berselang.
Golok yang bentuknya aneh dan memancarkan sinarnya berkilauan itu, menimbulkan rasa
takut dan ngeri bagi siapa yang memandangnya.
Hampir setiap orang yang mengawasi golok tersebut pada merasa gemetar, akhirnya tidak
berani mengawasi lebih lama.
Pada saat yang tegang itu, mendadak dari luar mendatangi seorang gadis berpakaian serba
hitam.
Kecantikan gadis baju hitam itu membuat tergerak hatinya semua orang yang ada disitu.
Tapi diwajahnya gadis baju hitam itu nampaknya sangat kejam, sepasang matanya
kelihatan beringas, hal ini sesungguhnya membuat heran orang-orang banyak itu. Entah apa
maksudnya kedatangan gadis itu ?
Yo Tjie Tjong ketika menampak kedatangannya gadis baju hitam itu juga agak terkejut.
Bukankah ia itu adalah Tio Lee Tin ? Mengapa ia juga muncul disini ? Pertanyaan ini selalu
berputeran didalam otaknya.
Gadis baju hitam itu terus berjalan menuju keruangan dimana ada duduk tuan rumah.
Kedaatangan secara mendadak dan sikapnya yang aneh dari gadis itu, telah menimbulkan
perasaan curiga bagi orang banyak, apakah dia itu pemiliknya Golok Maut? ……….
Tjoa Tjeng It yang pertama-tama berbangkit dengan wajah berubah, kemudian disusul oleh
para tetamu lainnya . Suasana mejadi semakin tegang.
Gadis berbaju hitam itu ketika menampak keadaan demikian, terlebih dulu ia
mengangguk-anggukkan kepalanya dan bersenyum kepada semua orang, kemudian berdiri
dihadapan tuan rumah sambil mengawasi Golok Maut yang menancap diatas penglari.
Setelah itu ia baru berkata kepada Tjoa Tjeng it :
...Siaoli adalah Tio Lee Tin, hari ini dengan secara lancang mengunjungi Tjoa Loatjianpwee ,
harap Lotjianpwee suka memberi maaf banyak-banyak !’’
Tjoa Tjeng It dehem-dehem sejenak, perasaan tegangnya lantas lenyap.
Orang-orang Kang-ouw yang tadi pada berbangkit, lantas pada duduk lagi dengan perasaan
lega, tapi mata mereka masih ditujukan kepada dirinya gadis itu.
Hanya Yo Tjie Tjong yang menyaksikan sambil kerutkan alisnya. Hatinya diam-diam berpikir
: bagaimana ia bisa datang secara mendadak ? Kalau dilihat dari sikapnya, nampaknya juga
ada hubungannya dengan Golok Maut ini.

XVIII

TJOA TJENG IT saat itu lantas menjawab :


...Nona Tio, hari ini lohu ada urusan, jika nona tidak ada urusan yang penting sekali,
bolehkah datang dilain hari saja ? Harap maafkan ………’’
...Kedatanganku ini justru karena Golok Maut ini !’’ demikian berkata pula Tio Lee Tin
dengan sikap sedih.
Keterangan itu telah mengejutkan semua orang, tidak terkecuali Yo Tjie Tjong .
Kedatangan Tio Lee Tin yang katanya berhubung dengan Golok Maut ini, sesungguhnya
diluar dugaannya.
Peristiwa diatas tanah kuburan pada beberapa waktu berselang, kembali terbayang di
otaknya Yo Tjie Tjong .
Tio Lee Tin setelah barang pusakanya dirampas oleh siluman tengkorak Lui Bok Thong ,
orangnya terluka parah. Ia pernah menolong membuka totokannya nona itu, hingga jari
tangannya telah merabah-rabah sekujur badannya sinona.
Sepasang matanya Tio Lee Tin yang bulat jeli, perkataannya yang merdu,masih belum
lenyap dari ingatannya, dan sekarang bertemu pula dalam keadaan demikian ……
Tjoa Tjeng It yang dibikin terheran-heran oleh perkataannya sinona, lantas berkata :
...Kedatangan nona adalah karena Golok Maut ini ?’’
...Benar !’’
...Lohu ingin mendapat keterangan nona lebih jauh !’’
...Ayahku Tio Ek Tjhiu telah binasa dibawah Golok Maut , maka siaoli telah bersumpah
hendak menuntut balas sakit hati ini, biar bagaimana harus berusaha untuk menumpas
kejahatan itu.’’
...Ouw !’’
Orang banyak ketika mendengar Tio Lee Tin itu lantas ramai membicarakannya : kiranya
gadis ini karena mendengar munculnya Golok Maut , telah datang hendak menuntut sakit
hati ayahnya, tapi apakah kepandaiannya mampu menandingi kepandaiannya Golok Maut
…………….?
Hanya Yo Tjie Tjong ketika mendengar itu seolah-loah disambar geledek, ia sungguh tidak
nyana bahwa Tio Lee Tin itu adalah anak perempuannya Tio Ek Tjhiu .
Namanya Tio Ek Tjhiu sudah di hapus dari dalam daftar musuh-musuhnya Kam-lo-pang , ini
menjadi suatu bukti bahwa ayahnya gadis ini sudah binasa dibawah Golok Maut .
...Kalau begitu silahkan nona duduk. Ketika lohu mendengar nona ayah, juga merasa sangat
gemas, siapa nyana iblis tua kini telah mengunjungi Lohu !’’
Demikian berkata pula Tjoa Tjeng It .
...Tjoa Loatjianpwee pikir bagaimana ?’’
...Melayani padanya sekuat tenaga !’’
...Siaoli hari ini menyediakan tenaga, dan bersumpah hendak mengadu jiwa dengan iblis itu.
Sekalipun harus korbankan jiwa juga tidak apa, demi arwah ayah dialam baqa merasa
gembira. Sehabis berkata ia lantas duduk dekat Tjoa Tjeng It .
Tapi baru saja berduduk, matanya yang mengawasi orang banyak lantas dan melihat Yo
Tjie Tjong duduk di suatu sudut.
Nampaknya ia sangat terkejut, tapi ia mendadak , menjadi gusar.
Ia bangkit dari tempat duduknya.
...Nona ada urusan apa ? tanya Tjoa Tjeng it heran.
Tidak apa-apa, hanya urusan sahabat lama, aku akan pergi sebentar jawabnya Tio Lie tin
juga dapat dilihat dan sekarang sedang berjalan menghampiri dengan hati berdebar ia
mendatangi si nona.
Ketika di hadapan Yo Tjie Tjong Tio Lio Tin lantas merandak setelah mengawasi sejenak ia
baru pendengarkan suaranya kemudian berkata agak kaku.
...Yo Tjie Tjong, aku ingin bicara sedikit dengan kau !”
...Nona ingin bicara apa ? silahkan jawab Yo Tjie Tjong dengan dingin.
Saat semua mata telah di tunjukan kepda muda mudi itu entah pembicaraan apa yamh
hedak dilakukan oleh mereka ?
...Mari kita bicara di luar !berkata pula Tio Lee Tin.
...Disini bukan sama saja ?.
...Tidak!”
...baiklah !”
...Yo Tjie Tjong lalu megikuti Tio Lee Tin, tidak lama mereka tiba disebuah rimba di luar
kota.
...Nona ada keperluan apa ?” YO TJIE TJONG membuka suaranya.
...Yo Tjie Tjong aku ingin bertanya sebagai seorang rimba utama di persilatan apakah kau
yang paling pertama.?
...Kepercayaan dan ke bajikan !”
...Kalau begitu kenapa kau meninggalkan aku sendiri ketika terluka parah ?”
...Hari itu aku….”
...Kalau begitu nona baju merah Siang-koan Kiauw yang telah tunjukan tepat pada
waktunya, barang kali aku sudah di perhina oleh kawanan orang-orang rendah….”
...Yo Tjie Tjong sekarang mengerti apa sebabnya Tio Lee Tin begitu gusar padanya
...Tapi begitu ia menyebut namanya Siang-koan Kiauw hatinya lantas merasa perih
bayangan si nona berbaju merah terlintas dalam otaknya yang tidak mudah terhapus di
otaknya dan sinona itu meninggalkan untuk selama-lamanya.
Untuk sesaat lamanya ia terbenam dalam lamunan yang menyedihkan.
Tio Lee tin tiba-tiba alisnya berdiri ia berkata dengan suara bengis.
...Yo Tjie Tjong sekarang kau harus berikan aku satu keadilan !”
...Keadilan ?” Yo Tjie Tjong balas menanya… ucapan nona ini agaknya…..”
...Hari itu aku tidak bisa menepati janji nona sebetulnya dalam keadan terpaksa !”
...Coba kau terangkan !”
Hari itu setelah meninggalkan nona, sebetulnya hari itu ingin lekas kembali dengan
mermbawa kereta tiba-tiba ditengah jalan aku bertemu dengan musuhku, malah hampir saja
jiwaku melayang !”
...Benar’’
...Hari itu sebetulnya terlalu, gegabah aku tidak ingat bahwa diriku sedang di incar musuh
hingga hampir mencelakakan nona!’
Mendengar ini Tio Lee Tin nampak sudah reda kegusarannya.
Ia sebetulnya mulai suka terhadap pemuda dingin ini apalagi setelah menyaksikan
keberanian Yo Tjie Tjong yang membela dirinya yang tidak memikirkan resikonya bertambah
dengan rasa simpati ketika dirinya terluka parah Yo Tjie Tjong telah merambah hampir
seluruh badannya utuk membebaskan dari totokan Lui Bok Thong Bok Thong.
Tubuh gadis yang masih putih bersih telah dirambah oleh tangan seorang leki-laki
Yang baru saja di kenalnya meski hanya untuk menyembuhkan lukanya tapi biar bagai
mana itu merupakan satu kejadian yang tidak biasa maka ia lantas merasa bahwa si
pemuda itu calon pendamping hidupnya sudah tidak ada jalan lain lagi.
Oleh karena itu ia mengakmbil keputusan demikian, maka ketika akhirnya Yo Tjie Tjong
tidak balik lagi. Dalam anggapanya lantas mengira kalau pemuda itu menipu dirinya dan
kegusarannya telah bertambah ketika tadi dapat lihat dirinya Yo Tjie Tjong juga berada
diantara orang banyak itu.
Sebetulnya hendak mengutarakan isi hatinya, tapi bagaimana ia dapat membuka mulut ?
Ia pernah memberitahukan hal itu kepada suhunya, itu orang misterius yang selalau
mengenakan kedok kain merah dan yang mengaku dirinya sebagai pemilik bendera burung
laut. Suhunya pernah berjanji padanya, apabila Yo Tjie Tjong ada seorang laki-laki yang
tidak berbudi, ia juga nanti akan membereskan orang muda itu.
…Kalau nona sudah tidak ada lagi keperluan, aku permisi berlalu !” akhirnya Yo Tjie Tjong
berkata setelah mereka lama membisu. Tio Lee Tin wajahnya berubah, ia merasa bahwa
pemuda ini ternyata telah menyia-nyiakan harapannya. Meski ia merasa cinta terhadap
pemuda itu, tapi Yo Tjie Tjong sikapnya begitu dingin maka ucapannya yang dingin tadi ia
rasakan seolah-olah pisau tajam menusuk ulu hatinya.
…Kau hendak pergi ?” ia bertanya.
Yo Tjie Tjong merasa heran atasa pertanyaan ini, hatinya berfikir : apakah kau akan terus
berada disini ?
Namun demikian, diwajahnya tidak menunjukan perubahan apa-apa, dengan tenang ia
menjawab :
…Yah, aku hendak pergi !”
Sehabis berkata, ia lantas balikan badannya. Tapi baru saja bergerak…….
…Kau balik !” demikian Tio Lee Tin minta ia kembali.
Yo Tjie Tjong dengan perasaan heran hentikan kakinya dan lantas balik kembali.
…Nona masih ada keperluan apa ?” ia menanya.
…Kau ….kau …”
Parasnya Tio Lee Tin saat itu menunjukan peraasaan yang tidak karuan, karena hatinya,
hatinya risau, mulutnya tidak mengatkan apa-apa.
Ia hendak menyatakan isi hatinya. Tapi tidak mempunyai keberanian. Sebaliknya ia juga
tidak ingin pemuda yang sudah mencuri hatinya itu terlalu begitu saja. Maka untuk sesaat
lamanya ia terus berdiri terpaku, tidak bisa berbuat apa-apa.
Kesannya Yo Tjie Tjong terhadap Tio Lee Tin yang bukan saja cantik manis tapi juga
mempunyai kepandaian sangat tinggi, sebetulnya juga tidak buruk. Tertapi hari ini, setelah
mengetahui asal-usulnya diri sinona itu, kesnnya lantas berubah.
Apalagi hatinya saat itu sudah seperti terbang mengikuti sirinya Siang-koan Kiauw yang
sudah binasa didalam lautan. Kalau saat itu ia masih terusa mau hidup, itu disebabkan
semata-mata karena tugas dan kewajiban yang dibebenkan oleh suhunya masih belum
selesai, sehingga perasaan hatinya seolah-olah sudah padam terhadap semua wanita.
Setelah berdiam sekian lamanya, akhirnya Tio Lee Tin membicarakan soal lainnya.
…Adik Siang-koan kiauw pernah mengatakan ia kenal dengan kau.”
…Benar.”
…Apa kau sudah bertemu padanya ?”
Yo Tjie Tjong hanya mengangguk.
...Dan sekarang, kemana perginya dia ?”
Pertanyaan itu telah menimbulkan kedukaanya Yo Tjie Tjong, maka ia lantas menjawab
sambil ketawa getir :
…Dia sudah meninggal dunia.”
…Apa sudah binasa ?”
…Ya.”
…Bagaimana cara ia meninggal ?”
…Dapat kecelakaan ditengah lautan. Dia telah terlekan ombak laut.” Jawab Yo Tjie Tjong
dengan nada suara sedih.
Dari sikap dan pembicaraanya Yo Tjie Tjong yang tampaknya sangat berduka, Tio Lee Tin
dapat menduga bahwa pemuda yang sikapnya kecut dingin ini tentunnya mempunyai
hubungan yang tidak biasa lagi dengang Sian-koan Kiauw.
Tio Lee Tin merasa sangat berduka atas kematiannya Siang-koan kiauw, sebab nona baju
merah itu pernah menolong dirinya ketika ia dfalam keadaan berbahaya sehingga senagai
gadis ia tetap tak terganggu.
Tetapi dilain pihak, suatu pikiran yang boleh dikatakan pikiran seorang yang rendah, telah
menggirangkan hatinya sebab dengan kematian nona baju merah itu ia lantas mendapatkan
pemuda idamannya dan juga kehilangan satu saingan yang berat.
Dengan demikian, sebetulnya sangat bertentangan dengan Liang siang sendiri disini dapat
dilihat bahwa soal asmara sebetulnya terlalu egostis mementingkan satu keuntungan diri
sendiri saja.
Tio Lee Tin setelah berpikirlama, tiba-tiba mengambil suatu keputusan ia mengetahui bahwa
kesempatan sebaiknya tudak dilepaskan begitu saja maka dengan tidak menghiraukan
kedudukannya sebagai seorang gadis suci lantas berkata dengan tidak malu-malu lagi :
...Kau rupanya jemu pada ku “
Yo Tjie Tjong ia segera mengerti perkataan apa yang di maksud dengan pertanyaan si nona
maka ia lantas menjawab dengan suara yang dingin :
Dalam kehidupan manusia, betemu ataupun berpisah seperti juga awan yang menggumpal
sebentar akan buyar. Diantara kita tak ada apa-apa yang dapat dikatakan jemu.”
Jawaban Yo Tjie Tjong membuat hati Tio Lee Tin semakin murung karena dengan tegas
sudah menggambarkan bagaimana perasan hati Yo Tjie Tjong .
Tio Lee Tin merasa terluka hatinya wajahnya mengakat keatas memandang kelangit
perasannya dirasakan kosong melompong.
Tiba-tiba ia teringat maksud kedatangannya kekota Kuil-Lim hendak menjumpai pemilik
Golok Maut dan maksud tujuannya ialah hendak menuntut balas dendam atas kematian
ayahnya. Jika pemilik Golok Maut muncul pada saat itu, bukankah itu berarti telah
kehilangan kesempatan baiknya ? maka setelah memandang Yo Tjie Tjong dengan
perasaan gemas ia berkata :
...Diantara kita, biar bagaimana kain hari kita bikin perhitungan.’’
Sehabis mengucapkan perkataannya itu dengan cepat Tio Lee Tin lantas berlalu.
Yo Tjie Tjong mengawasi berlalunya sinona sambil geleng-gelengkan kepalanya lalu ia
berkata pada dirinya sendiri : “ya antara, kau dan aku harus membuat perhitungan sekali
lagi.
Tetapi perhitungan yang dimaksud Yo Tjie Tjong dan yang di maksud oleh Tio Lee Tin
sangat berlainan sifatnya.
Selanjutnya ia sendiri kembali kegedung Tjoa Tjeng It.
Sekarang kita kembali lagi kepada, Tio Lee Tin oleh karena mengigat kematian ayahnya
yang sangat mengenaskan dengan ilmu larinya yang luar biasa sebentar saja oia sudah
sampai di gedung Tjoa Tjeng It.
Pikiran untuk menuntut balas untuk ayahnya, untuk sementara itu telah membuat tawar
hatinya terhadap Yo Tjie Tjong .

Ketika ia sedang lari, di tengah jalan ia melihat sosok bayangan hitam yang ddengan pesat
lewat di sampingnya dan kemudian ia hilang di pandangannya.
Sebagai seorang yang mempunyai ilmu lari yang sangat tinggi ilmunya Tio Lee Tin
masisangat heran dengan kegesitannya orang itu dapoat di bayangkan betapa tinggi
kepandainnya. Si nona kagum sejak keluar dari perguruannya belum pernah ia menjumpai
orang yang mempunyai ilmu kepandaian lari yang sekarang dilihatnya.
...Apakah bayangan itu sipemilik Golok Maut pertanyaan itu timbul dalam hatinya pada saat
itu, oleh karena berpikir demikian larinya di percepat pula.
Tatkala ia sampai di gedung Tjoa Tjeng It ketegangan meliputi setiap oaring di tempat.
Gedung itu meskipun terang benderang tetapi dirasakan begitu menyeramkan.
Golok maut yang tertancap diatas tiang karena tersorot oleh sinar lillin, kelihatan tambah
berkilau.
Tjoa Tjeng it dengan tidak berhenti-hentinya terus mengawasi limapuluh lebih pioauwsunya
yang melindungi di sekitarnya dan semua orang-orang Kang ouw datang membantu
melindungi tuan rumahnya.
Meski di luarnya dia seolah-olah hendak mengadu jiwa dengan si pemilik Golok Maut tetapi
di dalam hatinya merasa ketakutan.
Suatu perasaan buruk telah menekan perasaannya.
Sebab menurut kabaryang di siarkan orang banyak kepandain yang di miliki Golok Maut
susah di ukur sampai di mana tingginya.
Meskipun didalamnya penuh dengan orang-orang yang gagah berilmu cukup tinggi dari
berbagai golongan tetapi ia sendiri merasa orang terkecil seorang diri, dalam hatinya selalu
berpikir : “mungkin aku takan lolos dari nasib yang mengenaskan yang akan menimpa
diriku……..”
Malaikat maut seperti membayangi dirinya yang membuat tidak enak makan dan enak
duduk penderitaan batin yang sangat hebat yang dialami sekarang sebetulnya lebih celaka
dari pada mati.
Orang-orang dari persilatan itu turut datang berkumpul ia pun merasa cemas sekali,
ketegangan membuat orang susah bernapas.
Dari jauh telah terdengar kentongan lonceng berbunyi dua kali suatu tanda hari sudah pukul
dua tengah malam.
Sebantar lagi sudah sampai pukul tiga tetapi pemilik golok maut belum tampak jua dirinya.
Didalam ruangan dan di luar pekarangan semuanya kelihatan sunyi sepi. Ratusan mata
yang tidak henti-hetinya mengincar dan mencari bagai sinar bintang yang berkelik-kelik tidak
terlihat apa-apa saat di situ.
Pada saat-saat menegangkan terdengar suara tawa yang seram sekali…..
Suara tawa itu seolah –olah sebilah pedang yang tajam yang menikam ulu hati dan
menusuk telinga setiap pendengarnya.
Suara tawa itu telah memecahkan kesunyian malam itu.
Setiap wajah orang-orang yang mengaku dirinya sebagai orang-orang rimba persilatan
tiba-tiba berubah pucat, hati mereka berdebar-debar napas mereka seolah-olah berhenti.
Terutama Tjoa Tjeng it sendiri, saat itu pucat keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya
sedangkan kelima puluh orang piauwsu telah menyiapkan senjata mereka masing-masing
untuk menantikan pemilik Golok maut.
Suara tawa yang dingin itu sebentar terputus . tetapi makin lama kedengarannya semakin
dekat saja.
Suasana tegang makin memuncak. Keseraman meliputi seluruh gedung.
...Tjoa Tjeng it orang yang hendak menagih hutang kini telah dating ! demikian tiba-tiba
terdengar suara seperti orang bicara yang tidak kelihatan orangnya.
Suara itu tidak keras tapi nyaring menusuk telinga sehingga membuat semua orang yang
mendengar berdiri bulu kuduknya.
Selanjutnya disusul oleh munculnya seorang orang tua berambut putih dengan tangan yang
Cuma sebelah, seolah-oalh malikat yang turun dari langit orang tua aneh itu tiba-tiba sudah
ada di atas wuwungan rumah, sedangkan Golok Maut yang menancap kini sudah berada di
tangannya.
...Kau….kau..kau..adalah …” berkata Tjoa Tjong it dengan suara gemetar.
Semua orang-orang Kang ouw yang berada di tempat melongo seperti patung.
Lima puluh orang piauwsu yang diundang oleh Tjoa Tjeng it saat itu tidak tahu harus berbuat
apa dengan mata melotot mengawasi orang aneh yang menyeramkan itu.
...Iblis,aku akan mengabisi nyawamu “saat itu sang nona tak tinggal diam begitu saja.”
Demikian terdengar teriakan nyaring kemudian di susul dengan melesatnya satu bayangan
yang kecil langsing.
Tapi sebelum Nona itu bertindak, di dalam ruangan terdengar suara jeritan ngeri kemudian
satu bayangan melesat berkelebat dari ruangan.
Bayangan kecil langsing lantas menyusul keluar.
Lima puluh piawsu tersadar dari kagetnya di hadapan mereka sudah tak terlihat bayangan si
pemilik Golok Maut diantara suara bentakan riuh merreka lantas keluar loncat untuk
mengejar.
Ketika orang-orang berkerumun masuk kedalam ruangan.Tjoa Tjeng it sudah tergeletak di
tanah dalam keadaan mengerikan.
Orang she Tjoa itu sudah binasa dalam keadaan kutung kedua lengan tangannya dan
depan dadanya terdapat satu lobang besar yang saast itu masih menyemburkan darah
segar kematianya itu sungguh sangat mengenaskan.
Pemimpin delapan belas piaw itu ternyata tidak bisa meloloskan diri dari tangan pemilik
Golok Maut. Ia merupakan orang ke delapan yang binasa oleh golok Maut.
Bagaimana sebetulnya Golok Maut itu mengambil jiwa korbannya ? meski terdapet begitu
banyak, orang-orang Kang ouw yang sudah banyak pengalaman tapi herannya tak seorang
pun dapat terlihat.
Ini sungguh sangat mengherankan tapi merupakan kenyataan suatu bukti yang kuat maka
keanehan tetap tinggal keanehan.
Orang yang mengeluarkan terikan dan kemudian kelihatan bayangannya yang kecil langsing
mengejar bayangan si pemilik Golok Maut adalah Tio Lee Tin karena ia agak terlambat
sedetik, pemilik Golok Maut sudah berhasil mengambil jiwa korbanya.
Tio Lee Tin dengan mata berlinang-linang dan hati panas telah mengejar pemilik Golok Maut
sampai jauh.
Ia adalah murid pemilik bendera burung laut, si orang berkedok berkain merah
kepandaiannya ilmu silat didalam kalangan Kang Ouw sudah merupakan orang yag terkuat.
Tetapi meski demikian nampaknya tidak berhasil menyandang pemilik Golok Maut.
Sebentar saja, kedua bayangan itu sudah menghilang ke luar kota.
Bayangan yang ada di depan terdengar suaranya yang dingin, larinya pun makin cepat
hingga kedua bayangan itu terpisah semakin jauh.
Tio Lee Tin terdengar seantero kepandaiannya, tapi masih tak berhasil membuat jarak
pendek dengan bayangan pemilik Golok Maut bahkan makin lama terpisah makin jauh,
sekejap saja sudah terpisah kira-kira lima puluh tumbak lebih.
Setan iblis kalau kau adalah laki-laki berhenti dulu saambutlah serangan aku ! “Nona itu
berkata dalam dongkolanya ia Cuma bisa berseru dengan suara keras.
Tapi bayangan itu seolah-olah tak dengar Tio Lee Tin sekejap saja sudah menghilang
kedalam rimba.
Tio Lee Tin terpaksa mengejar terus.
Rimba itu tak lama berselang pernah di gunakan sebagai tempat pertemuan dengan Yo Tjie
Tjong .
Tiba-tiba di suatu tempat dapat melihat berdirinya satu bayangan orang.
...Iblis ! Serahkan jiwamu,’’ demikian Tio Lee Tin berseru dan dengan pedang terhunus ia
menerjang kearah bayangan itu.
Bayangan orang itu kelihatan berkelit kesamping dan kemudian membalas dengan
serangan tangan kosong.
‘Bluk !’ demikianlah terdengar suatu suara yang nyaring dan Tio Lee Tin beserta pedangnya
telah dibikin terpental oleh serangan yang dilancarkan oleh bayangan orang tadi.
Tatkala ia lompat bangun lagi dan selagi hendak menyerang orang tersebut, ia lantas
menjadi melongo.
...Ei. Kau ?’’
...Benar, Itu adalah aku. Mengapa nona menyerang aku ?’’
...Kenapa kau belum berlalu dari sini ?”
...Ngng”
Orang itu adalah Yo Tjie Tjong .
Bertepatan pada saat itu, terlihat satu bayangan yang dengan cara mengendap-ngendap
masuk kedalam rimba tanpa mengeluarkan suara.
Tio Lee Tin masih ingant betul kekuatan Yo Tjie Tjong masih jauh dibawah kekuatannya
sendiri. Tetepi mengapa tadi ketika turun tangan ia menyerang dirinya, ada yang
mempunyai kekuatan hebat ?diam-diam ia merasa bingung sendiri.
Ia masih belum mengetahui Yo Tjie Tjong tadi menggunakan beberapa banyak kekuatan
dalam serangannya tetapi ia dapat memastikan muangkin ia tidak mampu menangkis
serangan tersebut.
Untuk sesaat lamanya pikirannya menjadi kalut sendiri. Apakah ia dulu hanya pura-pura
saja, tidak mau menunjukan kekuatan aslinya ? tetapi perlu apa ia menyembunyikan
kekuatannya sendiri ? dengan kekuatan seperti yang sudah di keluarkan tadi, ketika lukaku
parah dengan mudah ia dapat menyembuhkan lukaku dengan kekuatan tenaga dalamnya.
Tetapi menmgapa ia hanya mengurut jalan darah ku saja dan mengaku tak mempuyai
kekuatan untuk menyembuhkan lukaku saja. Mengapa ? pertanyaan-pertanyaan itu terus
berdatangan di otakku. “si Nona itu berkata dalam hatinya.”
Sebentar kemudian ia lantas mendekati Yo Tjie Tjong.
Barusan aku sudah menduga kau sebagai iblis jahat itu, kau lantas turun angan
menyerangmu. Untung kekuatanmu sangat hebat. Jika tidak bukan kah membuat aku
menyesal untuk selama-lamanya ?” demikian Tio Lee Tin berkata.
...Nona tadi aku kira aku ini siapa ?”
...Pemilik Golok Maut.”
...YO TJIE TJONG terperanjat, ia coba menegasi : ...pemilik Golok Maut ?”
...Benar apakah kau barusan melihat ada orang lain masuk kedalam rimba ini ?”
...Tidak”
Ini sengguh heran. Aku tadi sendiri melihat sendiri iblis itu masuk kedalam rimba ini. Apakah
….
...Mengapa nona hendak mengejarnya ?” ……
...Iblis jahat itu mempunyai permusuhan yang sangat dalam dengan aku maka aku takan
melepaskan begitu saja.”
...Permusuhan apa sebetulnya ?”
...Ayahku Tio Ek Tjhiu telah binasa ditangannya.”
...Oooo, tapi mungkin nona masih bukan tandinganmu.”
...Bagaimana kau tahu kalau aku bukan tandingannya ?”
...Menurut berita yang tersiar dikalangan Kang Ouw kepandaian pemilik Golok Maut itu
sangat tinggi dan sukar di jajaki .”
...Hmm ! kalau benda pusaka ku tak dirampas oleh siluman tengkorak, sekalipun sepuluh
pemilik Golok Maut juga pasti akukan binasakan.”
Yo Tjie Tjong hatinya tergerak ia tidak benda pusaka apa yang di ucapkan oleh Tio Lee Tin
yang katanya ada begitu hebat. Benda itu telah menarik perhatianaya si luman tengkorak
yang telah merampas dari tangan si nona, maka dapat di bayangkan betapa pentingnya
benda itu dan merupakan suatu benda pusaka yang tak ternilai harganya.
XIX.
Hari itu ketika Si luan tengkorak Lui bok Thong merampas benda pusaka dari tangan si
Nona Yo Tjie Tjong juga menyaksikan sendiri. Tetapi sesudah kejadian tersebut kala itu ia
masih belum berani menanyakan kepada Tio Lee Tin tentang benda menarik perhatiannya
itu.
Dan sekarang setelah si Nona menyebutkannya lagi benda yang dirampasnya itu perasaan
ingin tahu telah timbul dalam dirinya maka ia lalu menanya :
...Benda apakah yang Nona maksudkan dan banggakan itu ?”
...Aku beritahukan padamu juga taka pa, “jawab Si Nona.
...Benda itu namanya Ouw-bok pok-lok.”
Bukan kepalang kagetnya Yo Tjie Tjong mendengar sebutan Ouw-bok pok-lok. Hampir saja
mulutnya berseru tanpa di sadari.
Sebab benda yang di sebut oleh Tio Lee Tin adalah barang peninggalan suhunya yang telah
hilang juga merupakan peristiwa berdarah Kam-lo pang pada dua puluh tahun berselang.
Pada pesan terakhir suhunya, ia pernah menyuruh Yo Tjie Tjong mencari kembali benda
pusaka yang telama hilang yang kini hanya sepotong saja pada dirinya. Maksudnya ialah
supaya menuntut balas pada musuh-musuhnya.
Sungguh tak disangka bahwa hari ini secara kebetulan ia telah dapat mengetahui dimana
adanya barang yang telah hilang itu ia kini sudah dapat alamatnya kepada siapa ia harus
meminta potongan Ouw-bok pok-lok lainnya, ialah pada Lui Bok Thong seorang iblis yang
merupakan musuh besar suhunya.
Tetapi ia kemudian berpikir pula, Ouw-bok pok-lok itu meskipun betul merupakan suatu
benda yang amat mukjijat, tetapi jika tidak mendapatkan keterangannya, orang lain juga
tidak akan mampu menggunakan inti sari yang termuat dalam potongan kayu itu….
Yo Tjie Tjong terbenam dalam lamunannya. Ia hampir lupa bahwa di sisinya ada Tio Lee Tin
.
...Eij..mangapa kau tak bersuara !”Tio Lee Tin menegur bersenyum manis.
...Aku……..Oh, kau sedang berpikir ….”jawabanya agak gelagapan.”
...Berpikir apa ?”
...Ouw-bok pok-lok itu merupakan benda yang sangat berharga, mangapa Nona bawa-bawa
?”
Sebab di situ tertulis suatu pelajaran ilmu silat yang sangat hebat dan tinggi sekali. Ayah
almarhum telah menggunakan waktu hampir dua puluh tahun lamanya untuk
mempelajarinya tetapi masih belum juga memecahkan apa isinya maka aku pikir hendak
minta suhu untuk mempelajari.
...Suhumu seorang berilmu tinggi mungkin dapat memahami apa isinya.
...Tetapi sayang sekarang benda itu sudah terjatuh dalam genggaman tangan siluman
tengkorak.
...Apa suhumu sudah mengetahui hal tersebut ?”
...Beliau sudah mengirim dua belas orang utusan untuk mencari siluman tengkorak.”
Yo Tjie Tjong terperanjat dalam hatinya diam-diam berpikir : Aku harus cepat untuk mencari
Siluman tengkorak itu lebih dulu. Dan harus bisa kembali mengambil benda pusaka itu lebih
dulu. Dan harus bisa mengambil benda pusaka itu sebelum di dahului orang-orang bendera
burung laut.”
Meskipun dalam hatinya merasa tergoncang keras tetapi di luarnya masih tetap dingin.
Sedikit pun tak berubah apa-apa.
Jikalau pada saat itu Tio Lee Tin mengetahui siapa orsngnys yang si ajak bicara itu, sudah
kali di ajak bertempur mati-matian.
...nona Tio Lee Tio Lee Tin, aku sekarang hendak pergi,” berkata Yo Tjie Tjong .
...kau mau pergi?”
...ya.”
...hmm…! Tida begitu gampang.”
...apa maksud nona?” Tanya Yo Tjie Tjong dengan heran.
...Yo Tjie Tjong, apa kau benar-benar tidak mengerti?”
...aku tidak mengerti.”
...antara kita toh masih ada perhitungan buksn?”
Di jawbnya Yo Tjie Tjong yang dingin terllintas persaan sangsi, ia menanya dengan penuh
heran:
...antara kita masih ada ganjalan apa lagi?”
...kalau kau masih berani berkukuh, aku akan membunuh kau terlebih dahulu.”
Tio Lee Tin kelihatanya sudah benar-benar gusar. Tangana meraba gagang pedangnya,
kelihatanya, jika Yo Tjie Tjong tidak mau menjelaskannya begitu saja, ia benar-benar akn
turun tangan.
Jika hal itu terjadi pada sebulan berselang, sudah tentu Yo Tjie Tjong tidak dapat
menangani sinina. Tetapi keadaan Yo Tjie Tjong sekarang berlainan sekali. Dua kali
keajaiban yang menimpa dirinya yang membikin ia menjasi oaring yang sangat kuat sekali.
Apa lagi ia sudah mendapat pelajaran dari du oaring aneh yang luar biasa, yaitu Hwesio gila
dan poengail linglung.
Jikalau Tio Lee Tin turun tangan benar-benar, sudah pasti akan merugikan dirinya sendiri.
Yo Tjie Tjong ketika mendengar perkataan sinona, hatinya jugamesara mendongkol lantas
ia menjawab sambil berkata singin:
...’Tio Lee Tin, coba kau sebutkan, jikalau aku terbukti aku bersalah, aku Yo Tjie Tjong tidak
mungkin akan mugkir dan tidak perlu kau turun tangan sendiri. Aku bisa habiskan jiwaku di
hadapan matamu. Tetapi jikalau kau mencari cerita…..hmm.”
...bagaimana?”
...kau hendak membunuh aku barang kali tidak mungkin.”
...baik. Sekarang aku Tanya kau. Dengan kekuatan yang kau tunjukan ketika kau tadi
menyerang aku, ternyata kekuatan tenaga dalamu sudah cukup matang . rasanya hal ini toh
kau tidak akan mungkir?”
...sedikit kepandaian yang tidak berarti itu nasih belum boleh di katakana sudah matang.”

...jika dengan kekuatan tenaga dalamu itu di pakai untuk menyembuhkan luka orang,
bukankan sudah cukup?”
...rasanya cukup”
...kalau begitu, hari itu, ketika aku terluka parah oleh seranganya siluman tengkorak
mengapa kau tidak mau menggunakan kekuatan tenaga dalamu untuk menyembuhkan
lukaku, sebaliknya menurut jalan darahku sehingga tanganmu meraba-raba sekujur
badanku……………..?”
Yo Tjie Tjong sekarang baru mengerti apa sebabnya nona itu gusar. Dikala itu, memang ia
sendiri tidak mempunya kekuatan untuk menyembuhkan lukanya sinona. Kalau di dapat
kepandaian kekuatanya yang maha hebat itu, hanyalah terjadi pada beberapa hari ini saja.
Tetapi ia tidak bisa membantah.
...benar. Apakah kau berbuat begitu ada salahnya?”
...kau mengandung maksud tidak baik terhadap diriku.”
Yo Tjie Tjong hanpir saja meledak badanya, ia yang baik hati menolong jiwa orang,
sekarang sebaliknya telah didakwa mengandung maksud jahat, maka saat itu ia lantas
berkata dengan suara tidak senang:
... Tio Lee Tin, kau mengerti aturan atau tidak?”
...mengapa aku tidak mengerti aturan?”
...apakah aku menolong dirimu itu ada salahnya?”
...kau tidak mengerti jalan yang dekat, tetapi menempuh jalan yang jauh. Itu sudah
merupakan suatu bukti bahwa kau ada mengandung maksud tidak baik.”
...ha,ha,hah……. Tio Lee Tin, kalau aku Yo Tjie Tjong ada seorang yang semacam kau
maksudakan, ketika kau dalam keadaan pingsan tidak ingat orang, segala apa aku toh bisa
lakukan terhadap dirimu?”
Tio Lee Tin lantas bungkam. Kalau tadi ia terus mendesak Yo Tjie Tjong, maksudanya ialah
supaya Yo Tjie Tjong mengerti kehendaknya, sebab seluruh badannya telah di raba-raba
oleh Yo Tjie Tjong, maka ia sudah bermasud hendak menyerahkan dirinya pada anak muda
itu.
Tetapi, dengan berbuat demikian justru ia mendapatkan yang sebaliknya. Jangan kata Yo
Tjie Tjong saat itu hatinya sudah terbawa pergi oleh Siang-koan Kiauw, sekalipun tidak
begitu ia juga tidak bisa mencintakan oaring secara demikian.
Meskipun Tio Lee Tin mempunya kecantikan seperti bidadari, tetapi masih juga tidak
mampu menggertakan hatinya Yo Tjie Tjong.
Sebab Yo Tjie Tjong sudah mengetahui saipa adnya nona itu. Maka ia juga tidak dapat
mencintai dirinya.
Kedua oaring itu dengan pikiranya sendiri-sendiri pada berdiri mencublek berhadapan
didalam rimba yang gelap itu.
Tio Lee Tin hatinya seperti di iris-iris radanya. Ia tidak menduga kalau pemuda itu tidak
mempunya perasaan terhadap pemuda itu.
Barang apa saja di dunia ini,’cinta’ adalah yang paling makan hati, semakin susah di
dapatnya. Semakin bernafsu mendapatkan. Seolah-olah barang yang mudah didapat itu,
adalah barang yangb paling indah, paling berharga. Yang sukar dimiliki.
Itulah sifatnya manusia, begitu pula keadaanya Tio Lee Tin pada saat itu.
Buat oaring lemah, kalau ia tidak dapatkan barang yang di inginio, ia bisa merusak dirinya
sendiri tapi buat oaring yang berhati keras, berkemauan keras, jika tida dapatkan barang
yang di ingini, ia juga tidak suka barang itu di dapatkan oleh orang lain, ia bisa merusak
barang tersebut.
Tio Lee Tin ada seorang mempunyai sifat seperti orang tersebut belakangan.
...nona Tio, aku hendak memberi sedikit nasihat padamu, aku harap kau dalam segala hal,
harus piker dulu masak-masak.
Aku berani bersumpah bahwa aku ada berhati jjujur terhadap diri nona, sedikitpun tidak
mempunyai pikiran jahat seperti apa yang di katakana nona kiara, “ berkata pula Yo Tjie
Tjong.
...sebetunya hal ini Tio Lee Tin juga sudah tahu, Cuma karna ia terlalu cinta padanya, maka
ia terus-menerus mendesaknya, tapi pemuda itu seolah-olah mengabaikan cintanya.
...Yo Tjie Tjong, aku tidak Tanya kau tentang maksud hatimu, aku Cuma kau bagaimana
hendak membereskan perhitungan ini?”
...Diantara kita toh tidak ada apa-apa yang harus di perhitungkan!”
...Apa kira aku boleh kau buat sembarangan?”
Perkataan yang meluncur itu, membuat Yo Tjie Tjong tidak bisa menahan kesabaranya lagi,
maka ia berkata dengan suara dingin:
...Kau hendak berbuat apa?”
...Aku hendak bunuh mati kau!”
...Dengan kepandaianmu seperti sekarang ini masih belum bisa kau lakukan!”
...Coba saja.”
...Sehabis berkata, dengan cepat Tio Lee Tin menghunus pedangnya, sekejapan saja sudah
melancarkan serangannya sampai delapan kali.
Dengan gerak badannya yang sangat lincah. Yo Tjie Tjong terus berkelit untuk menghindari
serangan si Nona.
...Kau benar-benar hendak turun tangan ?”
...Memang aku main-main ”
Tio Lee Tin menjawab tangan tak berhenti berberak, kembali melancarkan serangan.
Yo Tjie Tjong tidak senang ia lantas meluncurkan tenaganya, hingga meluncur keluar
tenaga dalamnya meski itu menggunakan lima bagian saja tapi sudah cukup hebat.
Tio Lee Tin kenal baik hingga memancing tenaga dalam Yo Tjie Tjong pedangdi tangannya
lantas di ayunkan untuk memudahkan kekuatan tenaga yamng di lancarkan oleh anak muda
itu.
Yo Tjie Tjong agak terkejut, tahu-tahu sinar pedang siNona sudah mengurung dirinyda lagi.
Kali ini ia benar-benar gusar, maka lantas mengirim serangannya lagi.
Serangannya kali ini dibarengi dengan kekuatnnya Kan-goan Tjian-tjao, hingga pedang Tio
Lee Tin lantas tersampok oleh sambaran angin serangannya.
Dalam kagetnya, Tio Lee Tin buru-buru tarik kembali serangannya dan lantas mundur
teratur, sekarang ia merasa heran akan kekuatan dan kepandaian anak muda ini. Yang
keliatnnya tidak dibawahnya Lui Bok tong. Itu siluman tengkorak yang merupakan lawan
paling kuat sejak ia muncul didunia Kang-ouw.
Justru karena demikian, sukunya Tio Lee Tin kepada Yo Tjie Tjong semakin tebal, tapi
disamping itu rasa gemasnya juga semakin bertambah.
Perasaan cinta dan gemas yang tumbuh berbarengan ini. Sesungguhnya susah dimengerti.
Yo Tjie Tjong berhasil menyerang mundur lawannya, tidak mendesak lebih lanjut karena ia
cuma merasa mendongkol atas sikapnya si nona yang dianggapnya setori tampa sebab.
Dengan gerak badannya badannya yang sangat lincah, Yo Tjie Tjong terus berkelit untuk
menghindarkan serangannya si nona.
…Kau benar-benar hendak turun tangan ?”
…Memang aku main-main ?”
Tio Lee Tin mulutnya menjawab, tangannya tidak berhenti bergerak. Kembali sudah
melancarkan beberapa kali serangannya.
Yo Tjie Tjong tidak senang ia lantas ayun tangannya meluncur keluar kekuatan tenaga
dalamnya meskipun itu cuma menggunakan 5 bagian saja, tapi sudah cukup hebat.
Tio Lee Tin kenal baik sampai dimana hebatnya tenaga dalam Yo Tjie Tjong, pedang
ditangannya lantas diputar, untuk menangkis kekuatan tenaga yang dilancarkan oleh anak
muda itu.
Yo Tjie Tjong agak terkejut tahu-tahu sinar pedang si nona sudah mengurung dirinya lagi.
Kali ini ia sudah benar-benar gusar maka ia lantas mengirim mengirim serangannya lagi.
Dalam kagetnya, Tio Lee Tin buru-buru tarik kembali serangannya dan lantas mundur
teratur. Sekarang ia merasa heran atas kekuatan dan kepandaian anak muda ini, yang
kelihatannya tidak dibawah Lui bok Thong, itu siluman tengkorak yang merupakan lawan
paling kuat sejak ia muncul ke dunia Kang-ouw.
Justru karena demikian, sukanya Tio Lee Tin kepada Yo Tjie Tjong semakin tebal, tapi
disamping itu rasa gemasnya juga semakin bertambah.
Perasaan cinta dan gemasnya yang sudah tumbuh secara berbareng ini, sesungguhnya
sudah dimengerti.
Yo Tjie Tjong setelah berrhasil menyerang mendur lawannya, tidak mendesak lebih lanjut.
Karena ia Cuma mendengkol atas sikapnya sinona yang dianggapnya mencari setori tanpa
sebab.
Maka ia tidak bermaksud hendak melukai dirinya.
Oleh karena merasa gusar dan malu, Tio Lee Tin lantas berubah wajahnya, dengan suara
gemetar ia membentak :
...Yo Tjie Tjong , aku akan adu jiwa dengan kau !”
Perkataannya itu lantas disusul dengan serangannya yang makin hebat.
Untuk sesaat, Yo Tjie Tjong terdesak oleh serangan yang dilakukan secara kalap itu
sehingga mundur sampai 3 tindak. Anak muda itu diam-diam lantas berpikir : jika tidak diberi
sedikit rasa, tentunya kau tidak mau mengerti.
Setelah berpikir demikian, tangan kanannya lantas melancarkan serangan hebat, hingga Tio
Lee Tin ,terpaksa mundur lagi,Yo Tjie Tjong geser maju kakinya, tangan kirinya
mengeluarkan serangan kearah udara.
Serangan itu adalah ilmu Liu-in Hut-hiat yang didapat dari Phoa-ngo Hweshio .
Betapapun tinggi kepandaiannya Tio Lee Tin, juga tidak berdaya menghadapi serangan
tersebut.
Jika serangan itu mengenakan sasarannya, Tio Lee Tin pasti akan jatuh rubuh tanpa ampun
lagi.
Dalam saat yang sangat berbahaya itu, mendadak terdengar suara yang muncul dibelakang
dirinya Yo Tjie Tjong .
...Bocah tahan !”
Yo Tjie Tjong segera tarik kembali serangannya, kemuian lompat ke samping.
Tatkala ia menengok, disuatu tampat terpisah kira-kira satu tumbak jauhnya, ada kelihatan
berdiri satu orang.
Bukan kepalang kagetnya Yo Tjie Tjong, karena orang itu berada dibelakangnya dalam
jarak cuma satu tumbak saja, ia masih tidak berasa sama sekali, maka kepandaiannya
orang itu sesungguhnya sangat luar biasa.
Ketika ia mengawasi dengan seksama, orang itu ternyata ada si orang berkedok kain merah
!
Selagi Yo Tjie Tjong hendak menghampiri, mendadak terdengar suara…….
...Suhu !”
Dengan cepat Tio Lee Tin sudah lompat maju dan berlutut dihadapannya orang berkedok
itu.
...Tin-djie, bangun !” demikian orang berkedok itu berkata.
Yo Tjie Tjong dengan cepat maju menghampiri, lalu memberi hormat sambil berkata :
...Boanpwee Yo Tjie Tjong disini menghadap kepada Lotjianpwee ditepi danau Naga,
sehingga Boanpwee terhindar dari kematian, disini Boanpwee mengucapkan banyak-banyak
terimakasih !”
...Eh ! bocah, kiranya adalah kau ? Ha ha ! kau bisa terluput dari bencana kematian.
Dikemudian hari pasti besar sekali rejekimu !”
Tio Lee Tin lantas berbangkit, dengan mata masih merah, ia lantas berkata dengan
lagaknya yang sangt aleman :
...Suhu, dia…..dia menghina muridmu !”
Orang berkedok lalu menjawab dengan perlahan-lahan :
...Tin-djie , suhumu ada mempunyai pendirian sendiri. Dalam soal asmara, kedua pihak
harus mendapat kecocokan, sedikitpun tidak boleh di paksa. Kau ada seorang pintar, sudah
tentu mengerti apa maksud perkataan suhumu ini.”
Yo Tjie Tjong dalam hati diam-diam memuji orang berkedok itu sebab uraiannya itu memang
tepat.
Sebaliknya bagi Tio Lee Tin, nona itu merasa seolah-olah tidak di gubris pengaduannya,
maka hatinya merasa sedih , sambil menekap mukanya, ia lantas menangis.
Ia juga tahu bahwa asmara itu tidak boleh dipaksa, namun ia tidak tahan dengan godaan
hatinya.
Orang berkedok itu menyaksikan keadan muridnya, dengan pelahan mengelah napas.
Suasana saat itu sangat mengharukan
Sejenak kenudian, orang berkedok itu tiba-tiba berkata :
...Bocah, kau bernama Yo Tjie Tjong ?”
...Yah, Boanpwee bernama Yo Tjie Tjong !”
...Siapa suhumu ?”
...Untuk sementara Boanpwee merasa keberatan untuk memberitahu, harap Lotjianpwee
suka maafkan !”
...Ng !”
Namun dalam hatinya orang berkedok itu diam-diam berpikir : heran, gerak tipu dan
kepandaiannya ilmu silat bocah ini, meski pengalamanku sudah luas, ternyata masih belum
dapat tahu ilmu silatnya itu dari golongan mana. Lagi pula bocah ini pada bulan berselang
kepandaiannya biasa saja, mengapa sekarangsengan mendadak sudah berubah demikian
hebat ?
Sepasang matanya yang tajam, melalui dua lubang kecil di matanya orang it uterus menatap
wajah Yo Tjie Tjong.
Yo Tjie Tjong yang siawasi secara demikian diam-diam merasa tidak enak.
...Bocah sejak kau menelan mustika Gu-lion Kauw ditepi danau Naga, apa kau mengalami
kejadian gaib lagi ? Tapi jika kau anggap mempunyai kesulitan kau boleh tak usah
menjawab pertanyaan ini !” Tanya orang berkedok itu.
Yo Tjie Tjong dengan tanpa ragu-ragu lantas menjadwab,
...Yah, Boanpwee pernah menemukan dan secara tidak terduga-duga sudah memakan telur
burung Rajawali raksasa !”
...Bocah, kau benar-benar seorang yang mempunyai keberuntungan yang sangat besar aku
berharap kau baik-baik menjaga dirimu !”
...Terima kasih Lojianpwee !”
Tio Lee Tin keyika mendengar pembicaraan mereka, lantas pesut air matanya kemudian
berpaling kepada suhunya. Dalam hatinyav berpikir : suhu agaknya ia kenal satu sama.
Ketika lama bercengkrama dengan Yo Tjie Tjong manusia berkedok itu lantas dialikan
kelangit yang gelap, lama tidak berkata apa-apa entah, apa yang ia pikirkan !”
Diantara Tio Lee Tin dengan Yo Tjie Tjong karena sudah retak hubungan maka satu sama
lainya sudah tak angkat bicara .
Di malam yang sunyi itu suaranya nampak mengharukan .
Setelah hening sekian lama, manusia berkedok itu lantas berkata kepada Tio Lee Tin :
...Tin-djie kau sudah bertemu dengan pemilik Golok Maut atau belum ?
...Muridmu sudah bersumpah dengan dia, ternyata dia adalah orang tua berambut dan
berjenggot putih sedang lengannya tinggal sebelah.karena kepandaian muridmu yang
terbatas, aku tak bisa berbuat apa-apa bagi dirinya !”
...Ng !”
Yo Tjie Tjong diam-diam hatinya berguncang hebat.
Skuhu apakah pernah berhadapan dengan pemilik Golok Maut itu apakah benar pangcu
paertai Kam-lo pang ?” Tanya Tio Lee Tin.
...Dewasa ini masih belum dipastikan. Menurut kabar yang tersiar dari Kang Ouw,Yo Tjin
Hoan sendiri ia sudah binasa berasama-sama dengan runtuhnya partai Kam Lo Pang pada
dua puluh tahun berselang !”
Tapi ketiaka Ayahmu di binasakan olehnya, pernah dengar orang yang membinasakan
Ayahmu itu menyebutkan dirinya seorang pangcu dari Kam Lo pang….,apakah dalam hal
ini….
...Orang dalam dunia Kang Ouw banyak sekali akalnya sebelum keadaan yang sebenarnya
menjadi terang, susah di pastikan !” memotong pembicaran suhu.
Dalam hatinya Yo Tjie Tjong, saat itu berkobar pula dendam sakit hatinya tapi dalam hatinya
yang dingin dan kecut, masih yak mengejutkan perubahan apa-apa.
...Suhu ! tidak perduli pemilik Golok Maut itu siapa orangnya sekalipun Tin djie harus
kobarbankan jiwa, kaukan turun tangan untuk membinasakannya dan untuk menuntut balas
atas kematian Ayah !”
...Tin djie, akan menuntut balas kematian orang tua, memang sudah seharusnya.Cuma
kepandaian Mu yang belum menandingi Si pamilik Golok Maut itu !”
...Tapi aku muridmu tak akan berhenti mengejar dan diriku tak akan tenang sebelum
membinasakannya !”
Yo Tjie Tjong yang diam-diam mendengarkannya marasa ...Bergidik !
...Tin djie, sekarang yang penting adalah mencari bendamu yang hilang itu !”
...Apakah sudah berhasil menemukan jejak siluman tengkorak itu ?”
...Belum ada yang pulang mamberi laporan !”
Yo Tjie Tjong setelah berpikir sejenak, lalu berkata kepada orang berkedok :
...Lotjianpwee, Boanpwee masih ada sedikit urusan yang hendak di bereskan sekarang
boanpwee permisi berlalu !”
Sebelum orang berkedok itu membuka mulut, tiba-tiba sudah didahului oleh Tio Lee Tin :
...Suhu, kau ada kata untuk membereskan persoalanku !”
...Tin djie, mengapa kau begini kukuh ?”
...Tapi diri muridmu yang masih suci, sudah di……”
...Haha, Tin djie dia toh tak menghina dirimu !”
...Suhu, akukan seorang gadis bagaimana badannya seorang gadis dirabah oleh seorang
pria yang sembarangan ?” berkata Tio Lee Tin sambil menangis trseguk-seguk.
...Anak tolol masa kau sebagai perempuan Kang ouw mempunyai pendirian begitu cupat ?
Dia toh bermaksud baik, bukan ?”
...Bermaksud baik ? aku lihat dia mengandung maksud jahat !”
...Yo Tjie Tjong yang urungkan maksudnya hendak pergi, ketika mendengar perkataan
siNona hatinya sangat dongkol. Ddengan mata beringas mengawasi dirinya.
Manusia berkedok itu tiba-tiba berkata dengan beringas :
...Thin-djie mengapa kau tak mau mendengarkan kata ? Diam ada orang dating !”
Yo Tjie Tjong lalu pasang telinga, benar dari tempat yang tidak jauh terdengar suara yang
sangat perlahhan. Jikalau bukan mausia berkedok itu yang berkata ia sendiri benar-benar
tidak mengetahui.
Terhadap kepandaian yang di punyai manusia berkedok itu diam-daim ia merasa kagum.
Tidak lama maanusia berkedok itu berkata di tempat itu muncul Empat orang. Namapaknya
mereka semua itu orang-orang yang berkepandaian sangat tinggi.
Empat orang tersebut lau mengawasi ketiga orang yang ada disit. Tiba-tiba mereka berseru
:
...Eh !” lalu ia mundur setengah langkah, dengan sorot mata yang tajam mereka mengawasi
manusia berkedok.
Empat orang yang baru tiba tadi senua merupakan orang-orangtua yang usianya sudah
Limapuluh tahunnan.
Satu diantara mereka yang bentuk badannya tinggi, lantas berkata sambil memberi hormat :
Kami tidak tahu kalau pemimpin burung laut ada disini harap maaf atas kelancangan semua
ini. Kami berEmpat adalah orang-orang perkumpulan Im-mo-ko’ ,yang mendapat perintah
mencari jejaknya pemilik Golok Maut !”
Yo Tjie Tjong terperanjat rasanya ia belum mendengar dalam dunia Kang ouw ada
perkumpumpulan yang bernama ‘Im-mo-kao’
Tapi dilihat dari 4 orang tua yang mengaku sebagai orang-orangnya saja, kepandaiannya
sudah demikian tingginya, apalagi pemimpinnya, barangkali merupakan satu iblis yang luar
biasa :
Tio Lee Tin yang selalu ingat musuh ayahnya, ktika mendengar 4 orang tua itu katanya
hendak mencari jejaknya penilik Golok Maut mendadak lantas nyeletuk :
...Apakah tuan-tuan ber-empat sudah dapat menemukan jejaknya iblis itu ?”
...Apa nona juga hendak mencari menusia yang misterius itu ?” orang tua berbadan tinggi itu
balas menanya sambil ketawa aneh.
...Benar !”
Orang tua tinggi itu setelah mengawasi 3 kawanan sejenak, lalu menyahut ;
...Ada suatu hal yang kami ingin memberitahukan kepada nona’pemilik Golok Maut
bukannya pangcu dari Kam-lo-pang sendiri melainkan orang lain yang memegang peranan
itu !”
Yo Tjie Tjong terkejut sekali ketika mendengar perkataan orang tua itu, diwajahnya yang
cakap, saat itu lantas timbul napsunya hendak melakukan pembunuhan, tapi syukur
sebentar saja sedah lenyap lagi. Orang-orang yang ada disitu semua tidak satupun yang
dapat melihat perubahan sekapnya itu.

XX

IA tidak merasa heran akan keterangan orang tua itu, yang membuat ia gegetun mengapa
orang tua itu dapat mengetahui begitu jelas.
Didalam daftar nama-namanya musuh Kam-lo-pang tidak terdapat namanya Im-mo-kao,
tetapi heran ke-empat orang tua ini telah mengaku diperintahkan mencari jejaknya pemilik
Golok Maut. Dalam hal ini ada terselip maksud apa sebetulnya.
...Aku harus mencari tahu sampai ke dasar-dasarnya mengenai dirinya orang-orang ini.”
demikianlah akhirnya Yo Tjie Tjong mengambil keputusan.
Sementara itu, Tio Lee Tin yang sangat memperhatikan tentang pemilik Golok Maut, lantas
menanya dengan suara cemas :
Mengapa tuan dapat memastikan bahwa pemilik Golok Maut itu buakna pangcu Kam-lo
pang sendiri ?”
Orang tua berbadan tinggi itu menjawab sambil tersenyum :
Dalam hal ini Noan tak perlu cemas. Percayalah padaku bahwa aku tak berkata
sembarangan.
Tetapi Tio Lee Tin masih tetap bersangsi.
Pada malam itu ketika Ayahku Tio ek Tjhiu di binasakan olehnya aku teklah mendengar
sendiri bahwa orang yang melakukan pembunuhan itu adalah orang-orang dari Kam-lo
pang. Apakah itu bohong ?”
Itu mungkin benar, tetapi tadi malam yang datang ke kotaku Kui-lim melakukan
pembunuhan itu bukankah pemilik Golok Maut ya ng beberapa berselang ini semua tak
salah.
...Tio Lee Tin menjadi bingung sendiri, apakah iblis itu ada dua orang ?
Mengenai soal itu, Yo Tjie Tjong sendiri yang mengerti sedangkan ke Emapt orang tua dari
Im-mo-kao itu sebetulnya hanya mengetahui sebagaian saja .
Orang berkedok berbaju merah itu hanya mendengarkan pembicaraan mereka sama sekali
tak turut mengutarakan apa-apa.
Orang tua berbadan tinggi besar itu lalu berkata kepada manusia berkedok berbju merah.
...Maaf atas kedatangan kami menggerecoki ketengan tuan.”
...Setelah berkata demikian kemudian ia mengajak ketiga orangnya berlalu meninggalkan
tempat itu. Sebentar saja mereka sudah hilang dari pandangan di depan mata.
...Tio Lee Tin tiba-tiba menanyakan pada suhunya :
...Suhu, menurut pikiranmu apa yang mereka katakan tadi benar atau tidak ?”
...Ini susah dibilang.”
Im-mo-kao, sebetulnya perkumpulan apasih ?mengapa aku baru mendengar namanya ?”
Im-mo-kao muncul dikalangan Kang-ouw adalah baru-baru ini saja mengenai perkumpulan
tersebut aku sendiri tak mengetahui dengan jelas. Belum lama berselang kematian dua
puluh lima orang kuat dari golongan hitam maupun putih yang terdapat di jalan raya antara
Su-tjwan dengan San-see adalah perbuatan Im-mo-kao. Tampaknya perkumpulan Iblis ini
akan membawa malapetaka bagi dunia persilatan.
...Mengapa Im-mo-kao hendak mencario jejak pemilik Golok Maut ?”
...Hal ini aku sendiri juga tidak tahu.”
Yo Tjie Tjong yang masih hendak membereskan persoalannya tidak mau membuang tempo
lama-lama, maka ia lantas pamitan pada orang berkedok berkain merah itu dan berlalu.
Tio Lee Tin yang henadak mencegah kepergian Yo Tjie Tjong tetapi sudah di cegah oleh
suhunya.
Sebentar kemudian ia sudah lenyap ditelan kegelapan.
Tio Lee Tin dengan perasaan mendongkol mengawasi berlalunya Yo Tjie Tjong.dalam
hatinya pada saat itu timbul suatu perasaan yang sukar di lukiskan dengan kata-kata. Entah
benci entah cinta ?
Sebagai gadis remaja yang baru pertama kalinya jatuh cinta kepada laki-laki dan laki-laki itu
tak membalas cintanya, dapat di bayangkan betapa berat perasaan Tio Lee Tin.
Akhirnya ia dapat mendumel sendiri : Yo Tjie Tjong kau mempunyai kepandaian apa ? Awas
kau suatu hari kau kan ku bunuh.
Air mata kelihatan berlinag-linang di pipinya.
Manusia berkedok itu mengawasi murid ke sayanganya itu sambil geleng-gelengkan kepala,
kemudian ia berkata dengan suara yang lemah lembut.
...Thin dji, bukankah kau selalu mendarakan perkataan Ku.”
Tio Lee Tin berpaling dan menganggukan kepalanya
...Dan sekarang dengarkan perkataan ku ini.”
...Dan dengarkan.”
Dalam segala hal kita harus mengikuti aliran apa yang dinamakan jodoh atau takdir, kita
tidak boleh mengikuti perasaan hati sendiri.
Kembali Tio Lee Tin anggukan kepala, tetapi sebetulnya ia ingin mengatakan sesuatu : toh
suhu sendiri yang ingin membereskan soal ini !” tetapi perkataan itu tidak berani di keluarkan
dan di karnakan pikiran yang keliru ini akhirnya di kmudian hari membawa ekor yang
mencelakakan dirinya sendiri.
Orang berkedok kain merah itu dengan sepasang matanya yang tajam memandangi wajah
muridnya seolah-olah hendak menembusi pikiran muridnya itu kemudian terdengar ia
mengelah napas dan perlahan berkata pula :
...Thin-djie mari kita pulang.”
...Baiklah.”
Dua bayangan itu melesat seolah-olah laksana bintang jatuh dari langit, sebentar saja
menghilang dari kegelapan.
SEKARANG MARI KITA BALIK KEMBALI PADA DIRI YO TJIE TJONG.
Setelah meninggalkan rimba tersebut dengan cepat ia lari menuju kearah larinya ke Empat
orang tua dari Im-mo-kao tadi.
Perkumpulan Im-mo-kao telah mengutus orang-orangnya untuk mencari jejak pemilik Golok
Maut bahkan mengatakan orang yang memegang peranan sebagai pemilik Golok Maut itu
bukan pangcu dari Kam-lo pang sendiri. Hal ini perlu cari tahu oleh Yo Tjie Tjong, sebab
besar sekali sangkut pautnya dengan dirinya.
Apa yang membuat ia tidak habis mengerti ialah perkumpulan yang muncul di dunia Kang
ouw belum lama ini mengapa bisa mengetahui rahasia Golok Maut ?
Setelah berjalan kira-kira empat puluh li jauhnya diatas jalan raya Yo Tjie Tjong melihat
Empat bayangan orang yang sedang berlarian dengan perlahan, maka ia lantas kendorkan
gerakannya.
Yo Tjie Tjong terus mengikuti ke Empat orang dari Im-mo-kao itu sedangkan keEmopat
orang tua itu tak merasa kalau mereka ada yang mengikuti, bahkan mereka enak-enakan
mengobrol.
Terdengar salah seorang itu menanya
Dari mana saudara Gouw tahu bahwa pemilik Golok Maut bukan pancu dari Kang Lo pang
sendiri ?
Yo Tjie Tjong ia memasang telinganya baik-baik
Orang tua yang bertubuh besar itu lantas menjawab :
Ha..ha.. Kauwtju setelah mendapat tahu Golok Maut itu muncul di kota Kui-Lim terus
mengadakan rapat kilat antara para Thia-tju dan Thong-tju. Aku mendapat dengar itu secara
tidak di sengaja.
Mengapa saudara Gouw beritahukan hal ini kepada Nona berbaju hitam tadi ?
Jikalau hal ini di ketahui oleh saudara-saudara yang lain yang di perintah kan oleh Thong-tju
bagian penyelidik bukankah itu merupakan di tuduh membocorkan rahasia perkumpulan ?
hukumannya sangat berat .”
Orang tua si Gouw hanya menyaut ‘ Hmmm ‘ dan lantas tak berkata apa-apa. Barang kali ia
di buat takut oleh temannya tadi sebab dalam peraturan Im-mo-kao itu keras sekali.
Setelah hening sekian lamanya, seorang tua yang lainnya berkata.
Sayang kita terlambat bertindak saja sehingga kita tidak bisa melihat sendiri wajahnya
pemilik Golok Maut ini jika kita bisa melihatnya maka mudahlah kita mencari jejaknya Iblis
itu.
Orang tua she Gouw lantas brkata :
Menurut kata-kata orang Kang ouw yang menyaksikan pembunuhan atas dirinya Tjoa Tjeng
it pemilik Golok Maut itu adalah seorang tua yang berambut dan berjenggot putih sedangkan
tangannya yang tinggal sebelah itu. Tetapi kepandaian ilmunya susah di jejaki, biar
bagaimana puan kita di perintahkan untuk mencari jejaknya saja perduli apa tentang dirinya.
Di sebrang jalan sana kini terlihat sebuah rimba yang amat lebat.
Yo Tjie Tjong diam-diam ketawa geli ia lau menggerakan badannya dengan jalan
menyimpang ia melewati orang keEmapat dan menghilang kedalam rimba.
Ke Empat orang tua itu yang sepanjang jalan enak-enak ngobrol kala itu sudah sampai di
depan rimba.
Mendadak mereka melihat satu bayangan muncul dari rimba . dengan tidak berkata apa-apa
bayangan itu sudah menghadang prjalanan keEmpat orang tua tersebut.
Mereka lalu menghentikan langkah kakinya, ketika mereka mengawasi siapa yang
menghadang semangat mereka dirasakan terbang.
Sebab orang yang menghadang jalannya itu ternyata rambut dan jenggotnya sudah putih
semuanya sedang lengan tangannya tinggal sebelah. Sepasang matanya pada malam gelap
gulita itu kelihatan mencorong seperti dua bintang.
Bentuk orang tua ini mirip sekali dengan apa yang di namakan pemilik Golok Maut.
( bersambung )

GOLOK MAUT

Jilid ke VI
-0-
Dalam perkumpulan Im-mo-kao, empat orang tua itu juga terhitung orang kuat nomor satu.
Setelah merasa terkejut. Masing-masing lalu bersiap sedia untuk menghadapi segala
kemungkinan dan orang tua she Gouw lantas berkata :
…Apa maksudnya tuan menghadang perjalanan kami ?”
…Eh, bukankah kalian sedang mencari aku ? agar supaya tidak mencari jauh-jauh, aku
sekarang menemui kalian sendiri”. Demikian jawaban orang tua berambut putih berlengan
satu itu sambil ketawa dingin. Suaranya itu begitu seramnya sehingga menimbulkan
perasaan tidak enak bagi yang mendengarnya. Keempat orang itu kelihatan pada
gemeteran, dalam hati mereka masing-masing berfikir : “Heran, mengapa dia bisa
mengeluarkan perkataan demikian ? apakah benar dia adalah…
Orang tua berambut putih berlengan satu itu lalu berkata pula :
…Eh, tuan-tuan berempat bukankah hendak mencari aku si orang tua ?”
Si orang she Gouw dengan hati berdebar lalu menyahut :
…Dari mana tuan dapat tahu tentang ini ?”
…Bukankah kau sendiri yang mengatakan ? kau kira aku si orang tua ini siapa ?
Bukan main kagetnya si orang she Gouw, ia mundur satu tindak dan berkata pula dengan
suara gemetaran :
…Coba sebutkan nama tuan yang mulia”.
…Aku si orang tua adalah “orangnya” yang hendak kalian cari !”
…Adalah tuan pemilik Golok Maut ?”

…Tidak salah”.
Keempat orang tua itu badannya menggigil seperti yang kedinginan.
Orang tua she Gouw itu merupakan kepala rombongan dari keempat orang tersebut. Kala
itu dalam hatinya lantas timbul pikiran : …kita empat orang hanya merupakan salah satu
rombongan yang mendapat tugas mencari jejaknya pemilik Golok Maut ini. Rombongan lain
sekarang in masih belum keliatan. Sedangkan kita berempat sudah tentu tidak mampu
menandingi si iblis tua ini. Salah-salah kita berempat bisa mati konyol. Lebih baik kita laguin
saja dia, kemudian kita berusaha menghubungi rombongan lainya”.
Setelah berfikir demikian, ia lantas tertawa dan maju dua tindak serta berkata sembari
memberi hormat :
Tidak njana Tjianpwee adalah pemilik Golok Maut yang namanya sangat terkenal itu. kita
berempat oleh karena tidak tahu, maka telah berlaku kurang hormat, harap Tjianpwee
memberi maaf”.
Tiga orang tua yang lainya sudah mengerti maksud pimpinannya itu, maka semuanya lantas
memberi hormat dengan serentak. orang tua berambut putih berlengan sebelah yang
mengaku pemilik Golok Maut itu lalu berkata :
…Kalian tidak usah takut. Aku si orang tua belum perlu mengambil jiwa kalian. Tetapi kalian
harus dengan sejujurnya menjawab setiap pertanyaanku, baru aku nanti akan membiarakan
kalian melanjutkan perjalaan kalian. Jikalau tidak …..hm….”
Matanya yang tanjam mengawasi si orang she Gouw yang menjadi pemimipin tiga orang itu.
…Tjianpwee ingin menanyakan apa ? Tanya orang tua itu. sambil tundukan kepala. Asal
aku yang rendah tau sudah tentu aku akan menjawab dengan sejujurnya”.
…Hmmm, kau sungguh jujur. Soal ini mudah sekali, justru adalah kau sendiri yang
mengatakan”.
…Aku sendiri yang mengatakan ?”

…Benar. Kalian berempat, siapa yang memerintahkan mencari jejak diriku ? dan apa
maksudnya ? berdasarkan apakah kau dapat memastikan kalau aku si orang tua bukan
pangtju dari Kam-lo-pang sendiri ?”
Orang tua she Gouw itu kaget bukan main. Dia tidak menyangka karena ingin
membanggakan diri telah mengucapkan perkataan yang sombong dan akhirnya karena
perkataanya itu pula membuat dirinya terlibat dalam kesukaran hebat.
Rupanya orang tua yang menakutkan yang berdiri dihadapannya ini, mungkin sudah sejak
tadi mengintai dibelakangnya, sebab jika tidak begitu, bagaimana ia bisa mengetahui
dengan jelas ? empat orang tua itu yang mendapat perintah untuk mencari orang,
sebaliknya sudah diketahui segala tindak-tanduknya oleh orang yang sedang dicarinya itu,
ini benar-benar membuat meraka tidak enak sekali.
Untuk sesaat lamanya orang tua she Gouw itu diam-diam membisu. Tidak mampu
menjawab, sebab pemilik Golok Maut itu sudah mengatakan dengan jelas, maka jika ia ingin
memungkirinya, sudah tentu tidak bisa lagi.
Pemilik Golok Maut itu kelihatan badannya bergerak, lalu berkata pula dengan suara yang
menyeramkan :
…Malam ini, jikalau kau tidak menjelaskan persoalanya kepadaku kalian berempat jangan
pikir bisa berlalu dari sini dalam keadaan masih bernyawa. Huhh, huhh….sungguh tidak
kusangka perkumpulan Im-mo-kao yang namanya begitu terkenal ternyata mempunyai
orang-orang yang seperti gentong nasi”.
Ucapan itu mengandung ejekan yang sangat tajam.
Keempat orang tua itu seketika itu pada berubah wajahnya, tetapi karena merasa takut oleh
pengaruhnya Golok Maut, terpaksa mereka menahan perasaan gusarnya.
…Kau sebetulnya mau menjawab pertanyaanku atau tidak?” Tanya pula pemilik Golok Maut.
Soal ini ada diluar batas kemampuan kami, maka sangat menyesal kami tidak dapat
menjawab.” Demikian jawab si orang tua she Gouw.
…Hhhh, hhh, …..kau tidak mau menjawab pertanyaanku ? jangan sesalkan kalau aku
siorang tua turun tangan terlalu kejam. Sekarang aku hendak menghitung angka dari satu
sampai sepuluh, kalau belum mendapat jawaban kalian, terpaksa aku nanti kirimkan kalian
berempat menghadap Giam-lo-ong”
Orang tua yang mengaku dirinya sebagai pemilik Golok Maut itu lantas mulai menghitung.
…satu…”
Empat orang tua dari Im-mo-kao itu biasanya pada menganggap dirinya sendiri sebagai
orang-orang kuat dan sekarang telah dipermainkan oleh orang tua yang mengaku dirinya
sebagai pemilik golik mau itu, sudah dengan sendirinya tidak enak sekali perasaan mereka.
Untuk sekian lamanya mereka berdiri saling pandang, tidak tau apa yang harus dilakukan.
…dua !”
…Tiga !” terdengar suaranya pemilik Golok Maut. Suasana semakin menegang.
…empat !”
Setiap kali menyebutkan angka-angkanya, seolah-olah palu besar yang mengetuk hatinya
keempat orang tua itu.
Jikalau angka-angka itu dihitung sampai sepuluh dan masih belum mendapat jawaban,
dengan tidak ragu-ragu lagi pemilik Golok Maut itu akan mengambil jiwa empat orang
utusan Im-mo-kao itu.
…Lima.
Bilangan lima ini baru keluar dari mulutnya pemilik Golok Maut, si orang tua she Gouw
agaknya terpaksa mengambil keputusan hebat dengan tidak disangka-sangka ia lalu turun
tangan menerjang pemilik Golok Maut.
Tiga orang tua yang lainya juga lantas bergerak dengan serentak, masing-masing
melancarkan serangannya yang hebat.

Keemapat orang tua itu mempunyai kepandaian cukup tinggi. Hanya karena pengaruhnya
Golok Maut, maka sejak tadi mereka mengunjukan sikap penakut. Tetapi kali ini karena
sudah berlaku nekad, maka serangan yang dilancarkan oleh keempat orang itu yang hampir
berbareng sesungguhnyaq sangat dahsyat !
…Kalian mencari mampus !” pemilik Golok Maut membentak, lalu memutar tangannya yang
tinggal sebelah itu darimana meluncurkan suatu kekuatan tenaga yang maha hebat
menyambuti serangan keempat orang tua tersebut.
Setelah kekuatan tenaga dari kedua belah pihak saling beradu, tanah dan pasir saling
beterbangan. Kekuatan tenaga itu menimbulkan gumpalan aingin yang hebat.
Pemilik Golok Maut masih tetap berdiri dengan tegak, tetapi keempat orang tua itu sudah
dibikin terpental terhujung-hujung dan mundur sampai lima tindak jauhnya.
…Enam !”
Pemilik Golok Maut itu melanjutkan hitungannya, seolah-olah tidak pernah ada kejadian
apa-apa.
Orang tua she Gouw lalu memberi isyarat dengan matanya kepada tiga kawannya.
Tiga orang tua itu lalu maju bebarengan dan terus menerjang pemilik Golok Maut dengan
caranya yang seperti orang kalap.

XXI

PEMILIK Golok Maut itu kakinya tidak bergeming sedikitpun juga hanya badannya yang
keliahatan bergerak-gerak. Dengan caranya yang indah sekali ia dapat mengelakan setiap
serangan yang dilancarkan oleh orang tua tadi, kemudian dari tangannya yang hanya tinggal
sebelah lagi itu saja, keluarlah angin serangan dengan mengguanakan tujuh bagian dari
selutuh kekeuatannya secara tiba-tiba.
Suara jeritan terdengar salin susul memecahkan suasana
Kesunyian malam ditempat yang gelap gulita itu dan dari mulutnya ketiga dari orang tua tadi
menyemburkan darah segar, badan mereka juga terpental sejauh tiga tumbak lebih dan
lantas tidak bisa bangun lagi untuk selamanya.
Bertepatan saat rubuhnya tiga orang, diangkasa yang gelap terlihat meluncurnya sinar
merah yang agaknya menembusi langit.
Ternyata selagi tiga orang kawannya bertempur melayani pemilik Golok Maut itu, orang tua
she Gouw itu menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya. Ia telah meluncurkan api
pertandaan dari perkumpulan Im-mo-kao yang dilepasnya karena dalam keadaan sangat
berbahaya.
Pertandaan Im-mo-kao yang berupa panah api itu ada tiga macam, yang masing-masing
berwarna biru, putih dan merah.
Warna biru sebagai tanda minta bantuan biasa, warna putih sebagai tanda berkumpul
secara kilat dan yang merah warnanya sebagai tanda minta bantuan yang sangat
mendesak.
Api pertandaan itu jikalau tidak menjumpai kejadian penting atau jika tidak menemukan
bencana besar sekali tidak boleh dilepaskan, sebab dengan dilepaskannya api warna merah
itu, seperti juga Kauwtju (kepala agama) sendiri yang sedang mengeluarkan perintah.
Orang Im-mo-kaoyg dapat melihat api pertandaan itu disekitar tempat dilepasnya api
pertandaan itu, tidak peduli sedang melakukan apapun juga, pekerjaan itu harus
ditinggalkan dan orannya harus segera menuju ketempat tersebut untuk memberikan
bantuannya.
Pemilik Golok Maut dengan acuh tak acuh mengawasi api permintaan bantuan itu mulutnya
sudah mencapkan angka sembilan.
Si orang tua she Gouw setelah mengetahui bahwa dirinya sendiri akan terhindar dari
kematian, dengan tidak menantikan sampai angka ‘sepuluh’ keluar dari mulutna pemilik
Golok Maut,
Badannya sudah melesat tinggi keatas, dengan suara gusar ia lantas membentak :
…Meskipun aku binasa dalam tanganmu, tetapi malam ini kau juga tidak akan bisa
meninggalkan tempat ini !” setelah mengucapkan perkataan itu, orangnya lantas menerjang
pada pemilik Golok Maut.
Pemilik Golok Maut yang mulutnya sudah mengucapkan angka ‘sepuluh’ dari tangannya
yang Cuma sebelah itu lantas keluar serangan yang maha hebat.
Dengan demikian, sebelum orang tua itu mengeluarkan serangannya, angin serangannya
yang keluar dari tangannya pemilik Golok Maut dirasakan sudah menindih dadanya sangat
hebat.
Baru saja ia hendak berseru ‘celaka’ sekujur badannya sudah dirasakan seperti tersambar
geledek.
Suara jeritan Cuma keluar separuh saja dari mulutnya, darah segar sudah menyembur
keluar dan isi perutnya hancur sehingga nyawanya melayang seketika itu juga.
…Tuan sungguh kejam !” demikian satu suara terdengar keluar dari tempat sejauh kira-kira
tiga tumbak dari tempat berdirinya pemilik Golok Maut .
Pemilik Golok Maut terkejut. Ia menoleh kearah datangnya suara tadi, disana terlihat
sesosok tubuh orang orang dengan tenang.
Kejadian serupa itu sesungguhnya merupakan keajadian yang jangal. Pemilik Golok Maut
yang mempunyai kepandaian yang susah dijajaki tingginya ternyata masih belum
mengetahui kalau didekatnya, bahkan hanya tiga tumbak saja dari tempat berdirinya, ada
orang yang menyaksikan segala sepak terjangnya dengan leluasa.
Orang itu dengan tenang berjalan menghampiri pemilik Golok Maut samapai kira-kira satu
tumbak, sehingga kedua orang itu hanya terpisah kira-kira dua tumbak lagi saja.
Pemilik Golok Maut itu setelah dapat dengan melihat dengan tegas wajahnya orang yang
datang menghampiri adalah orang berkedok

kain merah, yang ditakuti oleh setiap orang rimba persilatan, bukan alang kepalang
kagetnya, badannya kelihatan agak gemetar.
Pada saat itu dari sana-sini mendadak terdengar suara gaduh yang ramai.
Suara itu ada yang bernada rendah dan ada pula yang bernada tinggi nyaring.
Dari riuhnya suara-suara itu dapatlah dibayangkan berapa banyaknya orang-orang yang
datang ketempat itu yang tentunya tidak sedikit, bahkan juga dapat diduga datannya
orang-orang itu ternyata dari pelbagai penjuru.
Setelah mengawasi wajahnya si pemilik Golok Maut sejenak orang berkedok merah itu
tiba-tiba berkata :
…Tuan harus berhati-hati dalam menghadapi mereka. Selamat berpisah dan sampai
bertemu kembali.”
Sehabis berkata begitu. Sekali bergerak orangnya telah menghilang.
Perkataan orang yang berkedok kain merah itu entah sebagai tanda perhatiannya terhadap
dirinya pemilik Golok Maut ataukah masih mengandung maksud lain yang tersembunyi
sekarang masih belum dapat dipastikan.
Pemilik Golok Maut itu merasa terheran-heran. Lama ia berdiri membisu.
Bertepatan pada saat menghilangnya orang berkedok kain merah itu, tiga sosok bayangan
seolah-olah meluncurnya bintang dari langit terus turun ketempat didekat berdirinya pemilik
Golok Maut.
Tiga sosok bayangan yang baru muncul itu ternyata adalah dua orang tua dan satu anak
muda yang menggunakan pakaian anak sekolahan.
Sesampainya mereka ditempat itu, ketiganya lantas mengeluarkan suara terheran-heran.
Kedua orang tua itu usianya sudah limapuluh tahun lebih. Wajahnya tirus hidungnya
bengkung. Kalau bukan karena badan

mereka yang seorang tinggi dan yang lainnya pendek. Tentunya sukar bagi orang lain
membedakan wajah yang mirip satu dengan lainnya seperti pinang dibelah dua.
Yang seorang lagi, seorang anak muda yang menggunakan pakaian seperti anak
sekolahan, usianya baru kira tiga puluh tahun. Bajunya panjang, kepalanya memakai kopiah
yang sering di pakai oleh anak-anak sekolah pada umumnya. Dipinggang sebelah agak
kebelakang terlihat sebutir mutiara berwarna merah sebesar mata naga, perhiasan macam
itu tampak mencolok mata.
Ketiga orang itu setelah mengawasi empat bangkai manusia yang mengeletak di tanah
sekitarnya, matanya lalu dialihkan ke wajah pemilik Golok Maut.
Setelah mengawasi dengann seksama, wajah mereka tampak berubah seketika.
Pemilik Golok Maut masih tetap membisu dan tidak bergerak. Dengan sorot matanya yang
tajam dingin ia mengawasi tiga orang itu bergantian.
Pada saat-saat lain dengan beruntun ditempat itu kembali muncul sepuluh lebih bayangan
orang.
Mereka semuanya merupakan orang-orang lelaki, badannya tegap-tegap dandanan mereka
semua ringkas seragam.
Setelah mereka berdiri tegak, semuanya lantas membungkukan badan memberi hormat
pada tiga orang yang muncul lebih dulu disitu, kemudian memencarkan diri pula dan berdiri
dibelakang ketiga orang tersebut.
Laki-laki yang berdandan sebagai anak sekolahan tadi maju tiga tindak sambil kerutkan
alisnya dan sambil menunjuk kearah bangkai manusi ditanah ia menanya kepada pemilik
Golok Maut :
…Apakah ini semua akibat perbuatan tuan ?”
…Ng.”
…Apakah nama tuan yang mulia ?”
…Pemilik Golok Maut.”

Jawaban yang singkat itu telah membuat kaget semua orang yang berdiri di temapt itu.
Si pemuda pelajar setelah merasa kesima sejenak lantas ketawa terbahak-bahak kemudian
berkata :
…Selamat berjumpa, selamat berjumpa. Aku yang rendah adalah Tiantju bagian hukum dari
Im-mo-kao. Namaku Kong Djie Jang yang mendapatkan gelar “Pedang Berdarah” diluaran.”
Setelah memperkenalkan dirinya, ia menunjuk kearah dua orang tua dibelakangnya.
Mula-mula ia menunjuk orang tua yang badannya tinggi : …saudara ini adalah Tongtju
bagian penyelidik namanya Lo Tju Tan jang mempunyai gelar “Garuda Mas Bersayap Besi”
dan saudara itu, ia menunjuk orang tua yang pendek badannya : …Adalah Tjongtju bagian
pelindung. Namanya Kong-sun pa yang bergelar “Iblis Terbang”.
Pemilik Golok Maut hanya hanya keluarkan suara dihidung, sama sekali ia tidak
menunjukan reaksi apa-apa terhadap perkataan orang.
Pemuda pelajar yang menyebut dirinya Kong Djie itu kembali berkata sambil tertawa :
…Kami sekalian telah mendapat perintah dari Kauwtju untuk menyambut kedatangan tuan
keprkumpulan kami.”
…Lohu belum pernah bertemu muka dengan kauwtju kalian. Apa maksudnya perlakuan
semacam ini ?” menanya pemilik Golok Maut dengan suara yang dingin :
…Hanya disebabkan karena tertarik oleh kepandaian tuan yang sangat tinggi, lain tidak.”
…Hmmm ucapanmu kedengarannya sangat muluk. Sayang tindakanmu sangat kasar.”
…Aku yang rendah bicara dari hal sebenarnya. Juga dengan sejujurnya. Tidak mengerti apa
yang tuan maksudkan dengan ‘tindakan kasar’ itu?”
…Bolehkah tuan beritahukan dulu nama besar kauwtjumu itu ?”
…Ng Tentang itu nanti tuan pasti akan mengetahuinya sendiri.”
…Lohu tidak mempunyai kegembiraan semacam itu.”
…Tapi kami ada membawa perintah Kauwtju yang harus mengundang tuan untuk datang
keperkumpulan kami !”
…Dengan hanya mengandalkan kekuatan beberapa segelintir manusia seperti kalian ini.apa
kalian kira bisa memaksa aku si orang tua menurut kehendak kalian ?”
Kong-sun pa jang sejak tadi berdiri disamping tidak turut bicara, lantas nyelatuk sambil
perdengarkan suara ketawanya yang aneh :
…Kong Tiantju kalau terhadap seorang tetamu yang menyaru nama orang lain saja kita
tidak mampu mengundang. Bukankah itu merupakan sebuah lelucon yang besar, yang
membuat tertawaan para saudara didunia Kang-ouw ?”
Pemilik Golok Maut tergerak hatinya, selagi hendak membuka mulut….sudah didahului oleh
Tongtju bagian penyelidik Lo Thu Tan :
…Aku tidak percaya ada keganjilan semacam ini !”
…Tidak percaya boleh coba, 4 orang yang mengeletak ditanah itu contohnya !” kata pemilik
Golok Maut tenang.
Begitu keluar jawaban si pemilik Golok Maut itu sepuluh orang lebih yang berada disitu
dengan serentak perdengarkan suara gempar, agaknya sudah marah besar.
Suasana dengan cepat berubah menjadi tegang.
Tiantju bagian hukum, Kong Djie lantas berkata sambil ketawa dingin :
…sebaiknya tuan pikir masak-masak dulu kalau tidak…..
…kalau tidak bagaimana ?”
…Heh..Heh! barangkali ada sedikit tidak enak akibatnya !”
Pemilik Golok Maut agaknya sudah mulai gusar sepasang matanya memancarkan sinar
aneh. Ia berkata dengan suara keras :
…Lohu sebaiknya tidak takut segala akibatnya !”
Benarkah tuan tidak mau jalan bersama-sama kita ?”
…Jangan kata mau atau tidak mau, lohu memang tidak

suka pergi bagaimana ?”


…Barangkali tuan tidak dapat menuruti kehendak sendiri ?”
…Omong kosong!”
Kalau begitu terpaksa kami sekalian berlaku tidak patut terhadap tuan !”
Baru selesai ucapan mereka, dengan cepat melancarkan serangannya pedang secara
beruntun sampai 3 kali.
Gerakan itu dilakuakan cepat luar biasa. Serangannya juga aneh.
Pemilik Golok Maut agak terkejut dengan gesit egoskan dirinya, menghindarkan 3 serangan
pedang itu. lalu membalas menyerang dengan tangan kosong. Serangan itu gunakan 7
bagian , tapi sudah cukup hebat dan sangat menakutkan.
Si ‘Pedang Berdarah’ Kong Djie miringkan badannya kaki kirinya digeser kebelakang dan
pedang ditangannya diputar secara aneh sekali. Hingga kekuatan serangan si pemilik Golok
Maut yang sangat dahsyat itu tidak dibikin punah. Setelah itu kembali secara cepat luar
biasa ia melancarkan 6 kali serangannya.
Pemilik Golok Maut yang mendapat kenyataan bahwa pemuda pelajar ini ternyata bisa
memusnahkan serangannya yang ia lancarkan dengan menggunakan sampai 7 bagian
diam-diam juga merasa kaget. Sedang pedang panjang lawannya saat itu sudah melakukan
serangan bertubi-tubi, sinar pedangnya seolah-olah meluncur dari pelbagai penjuru dan
mengarah sekitar jalan darah bagian tubuhnya.
Dalam gusarnya, ia putar tangannya yang cuma tinggal sebelah kemudian mendorong
dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam 10 bagian penuh, untuk menyambuti
serangan lawan.
Kong Djie hanya merasakan bahwa kekuatan tenaga dalam lawannya itu ada demikian
hebatnya. Bahkan sambaran anginnya ada begitu aneh merupakan suatu kekuatan yang ia
belum pernah menyaksikan, pedang ditangannya sampai tidak berdaya bergerak dalam
kagetnya ia buru-buru lompat mundur samapi 8 kaki jauhnya.

Untuk ia sangat cerdik dan keburu menyingkir, kalau tidak pasti terluka badannya oleh
karena serangan tersebut.
Berbarengan pada saat Kong Djie lompat menyingkir dan pemilik Golok Maut belum menarik
kembali serangannya, tiba-tiba dua kekuatan yang sangat hebat telah menggempur kepala
pemilik Golok Maut dari arah kanan dan kiri.
Ternyata Lo Tju Tan dan Kong-sun pa telah berlaku licik dan hendak menarik keuntungan
selagi pihak lawannya repot menghadapi kawannya, dengan cepat sudah lompat melesat
tinggi keatas seolah-olah dua ekor burung garuda, mereka menggempur dari kanan dan kiri.
Mereka berdua merupakan ahli-ahli dalam melakukan serangan dari atas, dengan
kepandaiannya serupa itu mereka mendapat nama dikalangan Kang-ouw, sehingga
mendapatkan gelarnya ‘Burung Garuda Bersayap Besi’ dan ‘Iblis Terbang’. Satu saja
diantara mereka sudah cukup untuk menghadapi orang kuat kelas satu dalam dunia
Kang-ouw, apalagi berdua turun tangan bareng. Dapat dibayangkan betapa
hebatnyaserangan tersebut.
Nampaknya pemilik Golok Maut sudah tiada berdaya untuk menyingkirkan serangan
tersebut, mendadak terjadi satu kegaiban….
Tepat pada saat kedua kekuatan hebat itu hendak menggempur kepalanya pemilik Golok
Maut bisa bertindak dengan gesit, seolah-olah sebatang anak panah. Ia melesat tinggi
keangkasa ditengah-tengah antara kedua kekuatan itu.
Sebentar lantas terdengar suara gemuruh akibat serangan kedua orang tadi yang
menggempur tanah.
Sedang pemilik Golok Maut yang melesat tinggi keangkasa kemudian dengan cara
terjungkir balik ditengah udara, ia memutar balik tubuhnya, dengan demikian ia berbalik
berada diatasnya kedua orang tersebut.
Ia lalu ayun tangannya yang Cuma sebelah, kekuatan tenaga dalam yang amat dahsyat
lantas mengurung kepala kedua orang tersebut.

Lo Tju Tan dan Kong-sun Pa jang biasanya menganggap ilmunya mengentengi tubuh sudah
tidak ada tandingannya, sesungguhnya kalau pemilik Golok Maut ini ada jauh lebih hebat
ilmunya mengentengi tubuh dari pada mereka.
Maka ketika serangan mereka tadi mengunakan temapt kosong mereka lantas tahu kalau
gelagat tidak baik. Kedua-duanya lantas melejang turun dengan tergesa-gesa. Yang
dilancarkan oleh pemilik Golok Maut. Namun demikian, tidak urung keringat dingin sudah
membasahi tubuh mereka.
Tubuhnya pemilik Golok Maut juga sudah melayang turun ketanah.
Orang-orangnya Im-mo-kaoyg menyaksikan pertempuran itu semua pada kesima.
Tepat pada saat tubuhnya pemilik Golok Maut tiba ditanah ujung pedangnya Kong Djie
sudah datang menyerang lagi.
Serangannya itu bahkan ada demikian hebatnya, sekejap saja sudah melancarkan 13 kali
serangan.
Matanya pemilik Golok Maut nampak sangat beringas ia ayun tangannya untuk menahan
serangan pedang lawannya, kemudian kemudian balas menyerang 3 kali. Serangan itu
ternyata ada demikian hebat. Hingga badannya Kong Djie sampai terhujung-hujung.
Sebentar kemudian sinar pedang dan samberan angin saling mengempur, sehingga tanah
dan batu disekitar dua tumbak sampai pada beterbangan.
Sembari bertempur, pemilik Golok Maut membentur dengan suara keras :
…Kong Djie, kalau kau masih tidak kenal gelagat, jangan sesalkan kalau aku si orang tua
berlaku kejam dan ganas !”
…Haha ! Tuan tidak usah omong besar. Hari ini kami sekalian telah mendapat perintah
untuk mengundang tuan, biar bagaimana harus mendapat perintah untuk mengundang tuan,
biar bagamana harus membawa tuan datang keperkumpulan kami ! jawab Kong Djie,
serangannya dilakukan semakin gencar.

Pemilik Golok Maut ketawa dingin, matanya makin beringas setelah mendesak mundur
serangan lawannya. Badannya digeser mundur sedikit, tangannya lalu ditarik dan
disodorkan lagi.
Dari gerakannya yang aneh itu telah menimbulkan suatu kekuatan tenaga dalam yang laur
biasa hebatnya. Sambaran angin yang sangat dahsyat mendadak meluncur keluar dari
tangannya.
Kong Djie terkejut dengan kekuatan tenaga sepenuhnya ia berdaya hendak menyingkirkan
serangan lawannya. Siapa njana pedang ditangannya sudah tidak mampu bergerak
diam-diam, ia lantas mengeluh tjelaka !” tapi selagi hendak menarik mundur dirinya ternyata
sudah tidak keburu ….
Suara hebat telah terdengar,dibarengi suara jeritan ngeri….
Pedang Kong Djie sudah terlepas dari tangannya, badannya terpental satu tumbak lebih
jauhnya. Darah segar keluar dari mulutnya.
Kedua Tongtju dan anak buahnya Im-mo-kao lainya yang jumlahnya kurang lebih 10 orang.
Semuanya merasa kaget. Mereka lantas pada menghapus senjata masing-masing dengan
berbareng menyerbu pada pemilik Golok Maut.
Pemilik Golok Maut kembali melancarkan serangan tangannya. Kekuatan hebat
menggulung orang-orang yang menyerbu padanya karena ia sudah timbul napsunya
membunuh. Maka caranya turun tangan juga tidak kepalang tanggung. Serangannya kali ini
ada lebih hebat dari pada yang terdahulu.
Beberapa kali suara djeritan ngeri telah terdengar, 4 orang yang menjadi sasaran pertama,
badannya telah terpental terbang keudara, mulut mereka pada menyemburkan darah hidup,
kemudian badan mereka jatuh ketempat sejauh kira 3 tumbak dan lantas melayang jiwanya.
Yang lainya pada ketakutan setengah mati, maka serangannya dengan sendirinya lantas
menjadi kendor.
Pemilik Golok Maut lalu ulur tangannya dari dalam badjunya ia mengeluarkan senjatanya.
Senjata aneh yang berkilauan sudah berada dalam tangannya.
…Golok Maut !”
Suara seruan kaget telah terdengar riuh, orang-orang itu dengan tanpa sadar pada mundur
dua tindak.
Senjata aneh itu begitu muncul, suatu tanda akan terjadi pembunuhan hebat dan
mengerikan.
Pada saat itu, hawa malam disarankan lebih dingin. Lebih jauh sudah terdengar suara ayam
berkokok. Langit disebelah timur sudah kelihatan sudah memancarkan sinar kuning, hari
sudah akan menjelang pagi.
Tetapi di jalanan raya dekat rimba lebat itu akan terjadi pembunuhan besar-besaran.
Lo Tju Tan dan Kong-sun pa jang sebagai Tongtju dari Im-mo-kao dihadapannya para anak
buah Im-mo-kao sudah tentu tidak boleh menunjukan perasaan takutnya.
Meskipun mereka sudah mengetahui kalau mereka tidak akan mampu menandingi, juga
terpaksa harus bertindak secara nekad apalagi saat itu yang menjadi korban sudah ada
tujuh orang banyaknya. Maka kedua-duanya lantas maju menghampiri pemilik Golok Maut.
Pemilik Golok Maut terus memasang matanya yang bersinar tajam. Menatap wajahnya
kedua orang tersebut. Kemudian ia berkata dengan suara dingin :
…kalian berdua jika masih ingin mundur dalam keadaan utuh jawablah pertanyan Lohu.”
…Coba tuan sebutkan,” jawaban Lo Tju Tan sambil ketawa nyengir.
…Apa sebabnya perkumpulan kalian mengejar aku dan paksa aku mengunjungi
perkumpulan kalian ?”
…Kami hanya berbuat sekedar menurut perintah. Maaf kami tidak dapat memberitahukan
apa sebabnya.”

…Benarkah kalian tidak mau menjawab ?”


Pemilik Golok Maut maju tiga tindak, sehingga kedua pihak terpisahnya semakin dekat.
Lo Tju Tan wajahnya berubah seketika.
Kong-sun pa mendekati dirinya Lo Tju Tan ia telah bersiap sedia jika kedua belah pihak
tidak dapatkan kecocokan, ia lantas mau turun tangan.
Tujuan anak buah Im-mo-kao yang lainya sambil menghunus senjatanya masing-masing
matanya terjutu kepada ketiga orang itu.
Suasana makin tegang.
Sementara itu Kong Djie jang y gtadinya jatuh kini sudah mengambil kembali pedangnya . ia
duduk di suatu tempat tiga tumbak jauhnya untuk mengatur pernapasannya. Kelihatannya ia
telah mendapat luka yang tidak ringan.
Pemilik Golok Maut membuka mulutnya pula :
…Kalian mau menjawab atau tidak ?”
Matanya Lo Tju Tan seolah-olah membara, ia menjawab dengan suara keras :
…Kalau kita tidak menjawab tuan mau apa ?”
…Heh..Heh ! kalian siapapun jangan harap bisa berlalu dari sini dalam keadaan hidup !”
Terdengar riuh suaranya orang yang sedang gusar.
Kong-sun pa dengan tidak banyak bicara lagi lantas mulai melancarkan serangannya.
Serangannya yang dilancarkan itudari sudut yang begitu dekatnya, apa lagi serangannya itu
dilakukan secara tiba-tiba dengan kekuatan tenaga sepenuhnya pula, dapatlah
dibanyangkan sendiri betapa hebatnya.
Pemilik Golok Maut berseru dengan suara gusar :
…Kawanan tikus. Kau berani ?”
Ia tidak menyingkir dari serangan itu, bahkan mendesak maju ia mengganggap sepi
serangan Kong-sun pa yang begitu hebat.
Lo Tju Tan juga menggunakan kesampatan tersebut, ia sudah melancarkan serangannya
yang hebat. Tetapi selagi ia keluarkan tangannya melancarkan serangannya, tiba-tiba
terdengar suara jeritan dan muncratnya darah segar.
Ternyata Kong-sun pa sudah binasa dalam keadaan tidak utuh anggota badannya. Dengan
kepandaian dan kekuatan seperti seorang Kong-sun pa, ternyata juga tidak berdaya lagi
menyingkirkan dirinya lagi dari serangan pemilik Golok Maut, ini sesungguhnya merupakan
suatu kejadian yang sangat mengherankan.
Lo Tju Tan yang sudah berpikir bahwa serangannya itu jika mengenakan dengan jitu pada
sasarannya, lawannya itu sekalipun tidak binasa juga tentunya akan terluka parah, siapa
tahu kenyataanya jauh dari dugaanya. Justru merupakan kebalikannya.
Pemilik Golok Maut setelah membereskan jiwanya Kong-sun Pahanya dengan satu jurus
serangannya. Yang dilancarkan oleh Lo Tju Tan yang demikian hebatnya, seolah-olah tidak
menganggap apa-apa, badannya malah digeser maju menyambuti serangan tersebut.
Setelah terdengar suara benturan sangat hebat, Lo Tju Tan telah terbentur oleh kekuatan
tenaga yang tidak terlihat yang sudah dilancarkan oleh pemilik Golok Maut sehingga
tangannya dirasakan hampir patah : ia mundur terhujung-hujung sampai tiga kali wajahnya
memperlihatkan perasaan takut yang tidak terhingga.

Sedangkan anak buahnya Im-mo-kao yang tadinya pada memperlihatkan sikapnya yang
galak kini telah semunya berdiri gemetaran dengan mulut mereka terbuka lebar.
Kekuatan semacam ini mereka sebetulnya belum pernah mendengarnya.
Pemilik Golok Maut pada saat itu baru perlahan-lahan menggeser tubuhyna dan berpaling
kearah orang-orang itu lalu berkata dengan suara bengis :
…Aku si orang tua selamanya harus bertindak menurut perkataan yang sudah kukeluarkan.
Apakah kalian mau mencari mati sendiri ?”
Setelah mengucapkan perkataannya, badannya bergerak dengan cepat, suara jeritan yang
terkutung tampak beterbangan ditengah udara.

Sekejapan mata saja, jalan raya itu sudah dibanjiri oleh darahnya manusia dan kutungan
angota manusia yang berserakan disana-sini. Semua orang-orangnya Im-mo-kao yang
tadinya datang hendak menolong kawannya telah habis binasa dalam keadaan tidak utuh
dan berlubang dadanya. Keadaan demikian sesungguhnya sangat mengerikan bagi
pemandangan mata.

Didalam rimba dipinggir jalanan raya saat itu kelihatan bersembunyi seseorang. Agaknya
orang itu sudah dibikin bercekat hatinya oleh sepak terjang dan perbuatan pembunuhan
yang sangat kejam itu, sehingga diam-diam ia berkata pada dirinya sendiri. Jikalau
dugaanku tidak salah, malaikat elmaut ini benar adanya. Aku terpaksa harus turun tangan
sebelum tumbuh sayapnya. Jikalau tidak demikian, rimba prsilatan tidak akan aman.
Bertepatan pada saat itu, Kong Djie jang tadinja sedang. berduduk untak memulihknn
kekutannya, sudah berdiri dengan perahan-lahan. Setelah memperlihatkan ketawanya yang
menyeramkan, oranganya lantas bergerak dengan perlahan, menghampiri permilik golok
Maut.
Diantara sepulub orang lebih dart Im-mo-kao, dia merupakan satu-satunya orang yang
belum binasa.
Pemulik Golok Maut sambil menenteng golok mautnua matanya rnasih kelihatan beringas
mengawasi Kong Djie yang perlahan-lahan menghampiri dirinja.
Terpisah kira-kira beberapa kaki jauhnya Kong Djie menghentikan tindakan, kakiinya. Ia
mengawasi bangkai-bangkai kawan-kawannya yang berserakan ditanab dalam keadaan
tidak utuh, kemudian berkata dengan suara bengis :

…Perbuatan tuan sebetulnya terlalu kejam.”

…Heh, heh, kau juga tidak akan terhindar.”

…Ha, ha, ha Tuan sesungguhnya terlalu tidak memandang mata pada aku siorang she
Kong. Hari ini kalau aku tidak bisà mengundang tuan datang keperkumpulan kami, aku yang
rendab terpaksa akan membawa pulang bangkai tuan untuk memenuhi tugasku.”

Pemilik Golok Maut itu tertawa berge1ak-gelak, kemudian berkata:

…Kong Djie, kau sedang mengimpi diwaktu tengah hari. Aku lihat kau agaknya ada sedikit
sinting.”
Si ‘Pedang berdarah’ Kong Djie yang mempunyai kedudukan sebagai Tiantju bagian hukum
dalam perkumpulan Im-mo-kao, sudah barang tentu bukannya sebangsa orang
sembarangan. Barusan ia telah dibikin terluka oleh lawannya itu disebabkan karena agak
sedikit Ialai. Yaitu ia sudah salah menaksir kekuatan pihak lawaunya. Dan sekarang Ia
sudab merencanakan suatu rencana keji dalam hatinya. Sudah tentu pula. lain lagi
keadaanya.maka Ia lantas rnenjawab sambil ketawa dingin :
…Kepandaian tuan ternyata Iebih tinggi daripada kepandaiannya pemilik Golok Maut yang
asli yang menggetarkan rimba persilatan pada beberapa bulan berselang. Tetapi perlu apa
ia menyaru namanya orang melakukan keganasan ini ?”

Pemilik Golok Maut agak terperanjat dibuatnya, dengan tida berasa ia bergerak mundur satu
tindak.
Ucapan siorang she Kong tadi membikin ia terkejut terheran-heran, tetapi setelah pikirannya
tenang kembali, ía lantas berkata dengan suara dingin : …Orang she Kong, tidak perduli
tulen atau palsu, biar bagaimana kau toch sudah ditakdirkan akan binasa dalam tanganku.”

Pemilik Golok Maut itu meskipun mulutnya sedang bicara tetapi dalam kalam hatinya rnasih
belum habis mengerti.

Biar bagaimana juga ía tidak dapat memikirkan apa sebabnya Kauwtju dan Im-mo-kao harus
mengeluarkan perintah untuk mengejar dirinya, bahkän dapat pula memastikan kalau dia
adalah orang yang menyaru sebagai Golok Maut. ini benar-benar merupakan suatu
keanehan. Mendadak Kong Djie berseru dengan suara bengis :
…Hari ini aku mau tahu, siapa sebetulnya yang akan mati dan siapa yang akan hidup.”
Sehabisnya berkata begitu pedang ditangannyn dilonjorkan agak miring, ujung pedang lurus
kedepan. Mutiara merah yang tenghiasi gagangnyn pedang tiba-tiba kelihatan
memancarkan sinar merah yang menyusuri gagangnya pedang. Sebentar aja seluruh awak
pedang sudah berubah mendjadi merah warnanya serta menyiarkan bau aneh.

Pemihik Golok Maut terperanjat. Kelihatannya ini adalah ilmu Kong Djie sehingga ia
mendapatkan gelarnya ‘Pedang berdarah’.

Sewaktu pemilik Golok Maut itu sedang bernapas, bau yang sangat harum dan aneh itu
telah tersedot tidak sedikit. Seketika itu matanya, dirasakan berkunang-kunang dan
kepalanya pusing. Kakinya dan tangannya dirasakan dirasakan lemas dengan mendadak.
Sehingga ia mengetahui gelagat tidak menguntungkan dirinya.

Tetapi belum lagi lenyap pikirannya itu, pedang ditangannja Kong Djie sudah digerakkan
dan tiba-tiba menjadi Iebih pandjang tiga kaki. Bau harum dan agak amis semakin tersiar
luas, maka lantas berkata sambil ketawa cengar-cengir : Pemihik Golok Maut, hari ini aku
suruh kau merasakan Bagaimana rasanya pedang berdarahku ini.”

Belum habis ucapannya dan ujung pedang sudah menyemburkan hawa merah membara
yang sangat hebat kelihatannya, hawa itu terus menyemburkan kearah tubuhnya pemilik
Golok Maut.
Pemijik Golok Maut hatinya terguncang hebat, dengan cepat oangnya bengerak kesamping
sejauh tiga tindak.
Kong Djie lantas memutar pedang ditanganya, sehingga hawa merah kelitan berputaran
sambil menyiarkan bau harum tercampur amis seolah-olah gumpalan jaring merah
rnengurung diri lawannya.

Pada masa-masa yang lain, orang-orang rimba persilatan yang bisa terlolos dari serangan
pedang berdarah ini jumlahnya tidak seberapa.

Pemilik Golok Maut dalam keadaan kagetnya mendadak mengeluarkan serangan Golok
Mautnya yang sangat luar biasa itu. Serangannja itu dilakukan cepat laksana kilat.
Kong Djie orangnya sangat cerdik. Ketika ia melihat bahwa hawa merah yang keluar dari
pedangnya ternyata tidak bisa merubuhkan diri lawannya, diam-diam la sudah siap siaga
untuk naghadapai segala kemungkinan.

Maka ketika melihat badan lawannyaa itu bergerak. Ia tidak menantikan sampai lawan turun
tangan sudah menarik kembali pedangnja dan lompat mundur lima kaki jauhnya sehingga
dapat terhindar dai bahaya maut.

Sebetulnya pada saat itu pemilik Golok Maut sudah di bikin mabuk oleh hawa pedangnya
Kong Djie tadi, cuma karena kekuatan tenaga dalamnya yang sangat hebat in masih bisa
bertahan bahkan masih mampu pula melancarkan serangannya yang maha hebat. Tetapi
kalau serangannya itu dibandingkan dengan keadaan biasanya, sudah dengan sendirinya
jauh berkurang banyak kekuatannya. jikalau tidak demikian, sekalipun Kong Djie sudah
mengetahui dari siang-siang juga tidak akan terhindar dari kematian.
Sebaliknya bagi dirinya pemilik Gobok Maut, setelah Ia melancarkan serangannya, rasa
mabuknya dirasakan semakin hebat sehingga sudah hampir saja orangaya rubuh.
Kong Djie jang melihat keadaan lawannya demikian rupa lantas ketawa bergelak-gelak. Ia
menggeser maju kedua kakinya, pedang merah ditangannya kembali melancarkan
serangannja.
Kali ini serangannya ini ditujukan keatas jalan darah didepan dada lawannya.

Pemilik Golok Maut meskipun sudah berada dalam keadaan setengah mati, tetapi kekuatan
tenaganya masih tidak boleh dianggap remeh. Ia coba menenangkan pikirannya sedapat
mungkin, kembali me1ancarkan seranganya dengan Golok Mautnya.
‘Sreeet! suaranja yang nyring terdengar, kedua lengan bajunya Kong Djie yang lebar telah
terbeset dan terdapat lubang besar dari ujung golok, sehingga Kong Djie merasa kaget dan
ketakutan. ia cepat-cepat menyinkirkan diri.
Tetapi pemilik Golok Maut karena hawa racun dari pedangnya Kong Djie tadi sudah masuk
terlalu banyak, maka ia tidak mampu mempertahankan dirinya lagi dan lantas rubuh
mengeletak ditanah.

Jikalau tidak karena pemilik Golok Maut dalam keadaan setengah mabuk, Kong Djie
sekalipun tidak sampai dibikin binasa, tetapi sedikit-dikitnya juga akan terluka parah, tidak
nanti ia bisa meloloskan diri begitu mudah.

Kong Djie setelah mundur Jauh-jauh, kembali maju menghampiri dirinya pemilik Goiok Maut.
Seteiah memperlihatkan ketawanya yang puas, ia lantas berkata.
…Aku si ‘Pedang berdarah? juga harus bertindak seperti apa yang aku telah katakan.

Sebaiknya aku bawa pulang bangkaimu tentunya lebih aman.”

Sehabis berkata, ia lantas menggerakan ujung pedangnya. kembali hendak menyerang…


Pada saat yang sangat membahayakan jiwanya pemilik Golok Mautt itu, tangan Kong Djie
yang memegang pedang dirasakan seperti terpagut oleh binatang semut yang begitu sakit
dan kekuatannya hilang lenyap sama sekali sehingga pedangaya hampir telepas dari
tangannya.
Ketika ia memeriksa dengan seksama, dipergelangan tangannya telah tertancap sebatang
duri pohon cemara yang menancap didagingnya kira-kira setengah dim. Pada saat itu sudah
terang tanah.

Kong Djie coba melihat keadaan disekitarnya, tetapi ia tidak dapat melihat bayangan
seorangpun juga.

Ia coba memikir-mikir; orang yang menyerang dirinya dengan pohon cemara ini kecuali
sembunjikan dirinja didalam rimba pohon cemara yang Iebat itu, sudah tidak ada tempat
yang lebih baik lagi untuk sembunyikan dirinya. Tetapi rimba tersebut terpisahnya dari
tempat berdirinya sedikitnya ada lima tumbak jauhnya.

Kalau mau dikata kalau dari jarak sekian jauhnya itu orang bisa menggunakan senjata yang
begitu ringan untuk menyeran orang tanpa bersuara, maka kepandaiannya orang Itu
sesungguhnya sangat rnengejutkan hati.

Oleb karenanya, maka ia lantas berseru kearah rimba lebat itu:

…Orang pandai dari mana ? Kau sudah memandang mata kepada aku siorang she Kong,
perlu apa harus main sembunyi-sembunyian ?”

Siapa njana, perkataannya itu tidak ada yang menjawab. Kong Djie menjadi uring-uringan
sendiri, tetapi kemudian ia berpikir pula : “peduli apa, lebih baik bereskan jiwanya orang ini
lebih dulu.
Pedang panjangnya yang sudah berwarna merah dengan cepat sudah terayun kearah
tubuhnya pemulik Golok Maut yang dalam keadaan mabuk.

Malaikat maut yang meuggetarkan dunya rimba persilatan hampir saja jiwanya melayang
diujung pedangnya Kong Djie.

Dalam keadaan yang sangat berbahaya itu, tiba-tiba ada suatu kekuatan hebat yang tidak
kelihatan telah meluncur dari samping.

Kekuatan yang hebat itu telab. membentur pedangnya Kong Djie sehingga miring dan
hampir ter1epas dari tangannya. Kong Djie yang biasanja kejam dan ganas, kali ini juga
merasa terkejut dan rasaa takut terlintas dalam otaknya. Ia merasa pasti bahwa orang yang
tunun tangan secara diam-diam mempunyai kepandaian jauh lebih tinggi daripadanya
sendiri.

Ketika ia memandang keadaan disekitarnya ternyata ia tidak dapatkan gerakan apa-apa. Ia


yang mempunyai kedudukan tinggi dalam perkumpulan Im-mo-kao, ditambah lagi dengan
adatnja yang sombong, sudah tentu tidak mau sudah begitu saja.
selagi hendak mengeluarkan perkataan untuk memancing keluar orang yang menyerang
dua kali kepada dirinya tadi, tiba-tiba didalam rimba itu terdengar suara orang ketawa dingin.
Suara itu mengandung ejekan yang sangat hebat.

Kong Djie lalu menghadap kearah datangnya suara tadi dan berkata dengan suara nyaring :
…Sahabat aku siorang she Kong hari ini bisa menjumpai seorang berkepandaian tinggi,
sudah merasa sangat beruntung.

Tetapi tuan yang tidak mau unjukkan muka, aku yang rendah terpaksa hendak menghampiri
kau sendiri.”

Baru saja perkataan terakhir keluar dari mulutnya, orangnya sudah melesat kedalam rimba.
Tetapi aneh bin ajaib. Dalam rimba itu tampak kosong melompong. Satu bayangan manusia
pun tidak kelihatan.

Kong Djie dengan cepat bergerak memutar kedalam rimba. sejauh seratus tumbak, tetapi
ketika ia keluar dari dalam rimba, seketika lantas berdiri melongo.

Karena dirinya Golok Maut yang tadinya menggeletak ditanah kini sudah menghilang
dengan tidak meninggalkan jejak.

Ini sesungguhnya merupakan suata pengalaman sangat getir bagi Kong Djie. Karena
setelah ribut-ribut sekian lamanya, bukan. saja orangnya, bahkan bayangannya saja belum
mampu melihatnya. dan kini tahu-tahu sudah menghilang lagi dari depan hidungnya.
Setelah dirinya pemlilk Golok Maut. itu dibawa pergi oleh orang yang penuh rahasia itu. tidak
antara lama, disitu kembali muncul serombogan orang-orang rimba persilatan. diantara
mereka kebanyakan adalah orang-orangnya Pek-leng-hwee, Tji-in-pang dan Ban-siu-pang.

tetapi apa yang disaksikan oleh, mereka hanyalah keadaan yang sangat mengerikan.
Potongan anggota badan manusia, bangkai yang berserakan dan darah yang membanjiri
tanah.

Disuatu tempat pegunungan yang terpisah kira-kira lima lie dari tempat terjadinya peristiwa
yang mengerikan itu, saat itu terlihat bayangannya seseorang yang sedang menggendong
dirinya seorang tua berambut putih. Seolah-olah seekor kampret terbang bayangan itu lari
dengan sangat pesatuya.

Sebentar kemudian bayangan orang itu kelihatan berhenti disebuah bukit curam.
Bukit itu keadaannya tinggi sekali. Mungkin kera saja susah mencapai puncaknya. maka
tempat tersebut merupakan tempat yang jarang diinjak oleh kaki manusia.
Bayangan orang itu memakai kedok kain merah, sehingga tida dapat dilihat wajah dan
usianya.

Siapa dia ?

Dia adalah orang penuh rahasia berkedok kain merah yang menyebut sebagai pemilik
bendera burung laut. Dengan kepandaian yang tinggi sudah lidak ada taranya ia telah
menolong dirinya pemilik Golok Maut dan membawanya kesuatu tempat yang sangat
berbahaya itu serta jarang diinjak oleh manusia.

Orang berkedok kain merah itu telah meletakan dirinya orang tua dalam gendongan diatas
sebuah batu cadas. Kemudian ia memeriksa dengan sangat teliti, mendadak lantas ketawa
bergelak-gelak.

Sehabis tertawa bergelak-gelak ia lantas berkata kepada dirinya sendiri :

…Benar seperti apa yang kuduga. Itu adalah dia.”

Dengan tangannya ia lantas mengebut mukanya pemilik Golok Maut. Terlihat suatu kejadian
gaib.

Dengan hanya kebutan itu saja pemilik Golok Maut yang tadinya merupakan seorang tua
berambut putih itu kini telah berubah menjadi seorang muda yang berwajah cakap dan
tampan.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai