1 | Halaman
3. Hipotesa Waisya
Menurut teori ini, kaum Hindu dari kasta Waisya adalah yang paling berjasa dalam
penyebaran agama Hindu di Indonesia. Kaum Waisya adalah mereka yang berasal dari
kalangan pekerja ekonomi seperti pedagang dan saudagar. Para pedagang yang berasal
dari India atau pusat-pusat Hindu lain di Asia ini banyak melakukan hubungan dagang
dengan masyarakat atau penguasa pribumi. Hali inilah yang membuka peluang bagi
masuknya agama Hindu di Indonesia. Teori Waisya ini diprakarsai oleh Dr. N. J. Krom.
4. Hipotesa Sudra
Orang-orang yang tergolong dalam Kasta Sudra adalah mereka yang dianggap
sebagai orang buangan. Kaum Sudra ini diduga datang ke Indonesia bersama kaum Waisya
atau Ksatria. Karena datang dalam jumlah yang sangat besar, kaum Sudra inilah yang telah
memberikan andil paling besar terkait masuknya agama Hindu ke Indonesia.
Meskipun disampaikan oleh para ahli, keempat teori diatas tetap mempunyai
kelemahannya masing-masing. Hal tersebutkarena kitab Weda yang merupakan kitab suci
agama Hindu ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan Pallawa yang notabene hanya
dikuasai oleh kaum Brahmana. Kaum Ksatria, Waisya, dan Sudra tentu saja akan sangat
kesulitan menyebarkan agama Hindu di Indonesia karena mereka tidak memahami Bahasa
Sansekerta yang merupakan bahasa dalam kitab Weda. Namun demikian, menurut
kepercayaan India kuno, kaum Brahmana tidak boleh menyeberangi lautan sehingga hampir
mustahil untuk kaum Brahmana menyebarkan Hindu di Indonesia Secara langsung.
Karena keempat teori yang saya sampaikan diatas memiliki banyak kelemahan,
maka muncullah teori lain yaitu teori arus balik. Teori ini dicetuskan oleh F.D.K Bosch,
menurutnya Agama Hindu masuk ke Indonesia karena dibawa oleh orang Indonesia sendiri.
Orang-orang Indonesia yang membawa Agama Hindu ke Indonesia ini berasal dari golongan
pemuda yang memang sengaja dikirim oleh para penguasa pribumi untuk mempelajari
agama Hindu dan Budha di India. Setelah selesai belajar di India, mereka kemudian pulang
ke Nusantara lalu mulai menyebarkan agama Hindu atau Budha
B. AGAMA ISLAM
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M, kepemimpinan Islam
dipegang oleh para khalifah. Dibawah kepemimpinan para khalifah, agama Islam mulai
disebarkan lebih luas lagi. Sampai abad ke-8 saja, pengaruh Islam telah menyebar ke
seluruh Timur Tengah, Afrika Utara, dan Spanyol. Kemudian pada masa dinasti Ummayah,
pengaruh Islam mulai berkembang hingga Nusantara.
Sejarah mencatat, kepulauan-kepulauan Nusantara merupakan daerah yang terkenal
sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Hal tersebut membuat banyak
pedagang dari berbagai penjuru dunia datang ke Nusantara untuk membeli rempah-rempah
yang akan dijual kembali ke daerah asal mereka. Termasuk para pedagang dari Arab, Persia,
dan Gujarat. Selain berdagang, para pedagang muslim tersebut juga berdakwah untuk
mengenalkan agama Islam kepada penduduk lokal.
Menurut beberapa sejarawan, agama Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-
13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang muslim. Meskipun begitu, belum diketahui
2 | Halaman
secara pasti sejak kapan Islam masuk ke Indonesia karena para ahli masih berbeda
pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya ada tiga teori yang mencoba menjelaskan
tentang proses masuknya Islam ke Indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori
Persia.
1. Teori Gujarat, Teori yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje ini menyatakan bahwa
agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh
para pedagang dari Kambay (Gujarat), India.
2. Teori Persia, Teori ini dipelopori oleh P.A Husein Hidayat. Teori Persia ini menyatakan
bahwa agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Persia (sekarang Iran) karena
adanya beberapa kesamaan antara kebudayaan masyarakat Islam Indonesia dengan
Persia.
3. Teori Mekkah, Teori ini adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa
Islam baru sampai di Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujarat.
Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekkah (arab)
sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari
Cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah
perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
Sebuah batu nisan berhuruf Arab milik seorang wanita muslim bernama Fatimah Binti
Maemun yang ditemukan di Sumatera Utara dan diperkirakan berasal dari abad ke-11 juga
menjadi bukti bahwa agama Islam sudah masuk ke Indonesia jauh sebelum abad ke-13.
3 | Halaman
gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang gadis akan menjadi
muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara para saudagar muslim dengan
penguasa lokal ini semakin memperlancar penyebaran Islam di Nusantara.
3. Melalui Pendidikan
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk.
Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama,
ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan
akan mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.
4. Melalui Kesenian
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk
lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang mementaskan wayang untuk
mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya dipetik dari kisah
Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai Islam.
4 | Halaman
Contoh lain tradisi lokal:
Di Tapanuli, kepercayaan lokal dikenal dengan nama parmalim atau agama si Raja
Batak. Di Kepulauwan Mentawai disebut Sabulungan, di Dayak disebut Kaharingan, di Toraja
disebut Aluk to dolo. Di Sulawesi Tengah di sebut Parandangan, di Sumbawa disebut
Baramarapu, di Nias disebut Ono niha. Di Sika (Maumere) disebut Ratu bita bantara.
Kepercayaan lokal tersebut memang berbeda di setiap daerah, hal itu menunjukkan
keragaman budaya yang ada di Indonesia.
Kemudian tadi dijelaskan mengenai kebudayaan megalithikum yang belum
disebutkan adalah ada juga arca-arca (ini mungkin melambangkan nenek moyang mereka
dan menjadi pemujaan), kubur batu (peti mayat dari batu yang keempat sisinya
berdindingkan papan-papan batu, alas dan bidang atasnya juga dari papan batu). Punden
berundap-undap (yaitu bangunan pemujaan yang tersusun berttingkat-tingkat). Pada
umumnya kebudayaan megalithikum ini terdapat di seluruh Indonesia seperti di Sumatera,
Bali, Jawa, dan Sulawesi. Di samping itu masyarakat Jawa telah mengenal cerita wayang
dan ini adalah merupakan asli budaya Jawa.
Indonesia sejak zaman neolithikum atau zaman batu muda di mana alat yang dibuat
sudah diasah sehingga menjadi halus dan indah. Dikatakan bahwa sejak zaman Neolithikum
bangsa Indonesia telah mengenal:
1. Cara pertanian padi
2. Mengenal alat pemotong padi
3. Teknik pembuatan batik
4. Peternakan
5. Teknik pembuatan periuk belanga
6. Membuat alat-alat dari logam
7. Pembuatan rumah panggung
8. Mendirikan monument (bangunan pemujaan)
9. Sudah mengenal organisasi pemerintahan secara teratur yang dikepalai Kepala Desa
dan menurut Adat
10. Membuat/menggunakan mata uang.
5 | Halaman
Sebagai contoh, dalam upacara keagamaan atau pemujaan terhadap para dewa di
candi, terlihat pula adanya unsur pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dalam
bangunan candi terdapat pripih yang di dalamnya terdapat benda-benda lambang
jasmaniah raja yang membangun candi. Sehingga candi berfungsi sebagai makam.
Di atas pripih terdapat arca dewa yang merupakan perwujudan raja dan pada puncak
candi terdapat lambang para dewa (biasanya berupa gambar teratai pada batu
persegi empat). Jadi, upacara keagamaan atau pemujaan terhadap dewa yang ada
pada candi tersebut pada hakekatnya juga merupakan pemujaan terhadap roh nenek
moyang, dan di situlah letak akulturasinya. Dengan nama yang lain tetapi esensinya
adalah pemujaan terhadap roh nenek moyang.
Filsafat (maknanya secara sederhana alam pikiran, berpikir secara mendalam).
Wujud akulturasi Indonesia dan Hindu—Budha di bidang filsafat dapat ditemukan
dalam cerita wayang. Isi cerita tersebut mengandung nilai filosofis, yaitu bahwa
kebenaran dan kejujuran akan berakhir dengan kebahagiaan dan kemenangan.
Sebaliknya, keserakahan dan kecurangan akan berakhir dengan kehancuran.
Seni wayang yang sudah popular dalam kehidupan masyarakat Indonesia
(khususnya masyarakat Jawa) bersumber dari cerita Ramayana dan mahabrata yang
berasal dari India. Namun, penampilan wujud tokoh dalam wayang tersebut adalah
budaya Indonesia yang antara daerah satu dan lainnya berbeda. Baik dalam agama
Hindu maupun Budha, keduanya mempercayai adanya hukum karma dan
reinkarnasi. Kedua hukum tersebut mengandung makna filosofis, yaitu bahwa
manusia harus berbuat kebaikan, kebenaran, dan kejujuran agar lepas dari samsara
atau penderitaan. Sedangkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu
telah berkembang suatu konsep berupa petuah-petuah, nasehat atau pesan yang
mengandung makna filosofis tentang kebenaran, kejujuran dan kebaikan.
Pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha, pemerintahan di
Indonesia berlangsung secara demokratis, yaitu untuk menentukan seorang
pemimpin (kepala suku) dilakukan melalui pemilihan. Setelah masuknya budaya
Hindu-Budha dikenal sistem pemerintahan kerajaan yang tidak lagi dipilih secara
demokratis, tetapi secara turun temurun. Namun, dalam perkembangannya sifat
pemerintahan demokratis tetap menampakkan kembali ciri khasnya. Pemerintah
kerajaan tetap menerapkan musyawarah dalam mengambil keputusan. Kekuasaan
raja tidak bersifat mutlak seperti di India. Dalam pergantian raja tidak selalu dilakukan
secara turun-temurun. Unsur musyawarah sangat menentukan, terutama bila raja
tidak mempunyai putra mahkota.
Seni Bangunan. Masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia membawa pengaruh
terhadap seni bangunan, terutama bangunan candi. Jika dilihat dari bentuknya,
bangunan candi selalu bertingkat-tingkat yang terdiri atas kaki candi, tubuh candi,
dan puncak candi. Pada candi Hindu ditemukan pripih yang berisikan lambang
jasmaniah raja (yang membuat candi), kemudian di atasnya terdapat patung dewa
dan pada puncaknya terdapat lambang para dewa. Dengan demikian, jika dilihat dari
bentuk bangunannya candi akan mengingatkan kita pada bangunan punden
6 | Halaman
berundak. Oleh karena itu, pada candi ditemukan unsur Indonesia dan unsur Hindu-
Budha.
Fungsi candi di India adalah sebagai tempat untuk memuja dewa. Di Indonesia, candi
berfungsi sebagai makam dan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Hal itu dapat
dilihat dengan lambang jasmaniah raja di dalam pripih, sedangkan arca di atasnya
adalah perwujudan raja yang telah meninggal tersebut.
Seni Rupa. Masuknya kebudayan Hindu-Budha berpengaruh terhadap
perkembangan seni rupa di Indonseia. Contoh, seni hias yang berupa relief pada
dinding candi di Indonesia menunjukkan adanya akulturasi antara budaya Indonesia
dan Hindu-Budha. Hiasan relief pada candi biasanya merupakan suatu cerita yang
berhubungan dengan agama.
Relief pada dinding Candi Borobudur seharusnya adalah cerita tentang riwayat Sang
Budha Gautama. Namun, yang digambarkan adalah suasana kehidupan masyarakat
Indonesia karena ditemukannya hiasan gambar perahu bercadik, rumah panggung,
dan burung merpati. Pada Candi Jago di Jawa Timur dijumpai tokoh Punakawan,
yaitu orang yang menjadi pengawal seorang ksatria. Cerita itu hanya ditemukan di
Indonesia.
Seni Sastra. Pengaruh seni sastra India juga turut memberi corak dalam seni sastra
Indonesia. Bahasa Sansekerta besar pengaruhnya terhadab sastra Indonesia.
Prasasti di Indonesia, seperti Kutai, Tarumanegara, dan prasasti di Jawa tengah pada
umumnya ditulis dalam bahasa sansekerta dan huruf pallawa. Dalam perkembangan
bahasa Indonesia dewasa ini, pengaruh bahasa sansekerta cukup dominan,
terutama dalam istilah pemerintahan. Seperti kata-kata patih lebet (sebuah jabatan
yang mengkordinasi pemerintahan dalam istana). Pada masa Sultan Agung Titayasa
di Banten, patih lebet dijabat oleh Adipati Mandaraka.
Sistem Kalender. Sistem penanggalan (kalender) Hindu-Budha turut berpengaruh
dalam kebudayaan Indonesia, yaitu digunakannya kalender Saka di Indonesia, juga
ditemukan candrasangkala dalam usaha memperingati suatu peristiwa dengan tahun
atau kalender Saka. Tahun Saka dimulai tahun 78 M. Kalender Saka merupakan
kalender dari India yang digunakan di Indonesia. Penggunaan kalender Saka
ditemukan dalam prasasti Talang Tuo (adalah prasasti yang menjelaskan mengenai
keberadaan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra) yang berangka tahun 606 Saka (686 M).
Prasasti tersebut menggunakan huruf pallawa dan bahasa melayu kuno. Dua contoh
prasasti tersebut merupakan wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan Hindu-
Budha.
Candrasangkala adalah angka huruf yang berupa susunan kalimat atau gambar.
Setiap kata dalam kalimat tersebut dapat diartikan dengan angka, kemudian dibaca
dari belakang maka akan terbaca tahun Saka. Beberapa gambar harus dapat
diartikan ke dalam kalimat.
Contoh tahun candrasangkala adalah sirna ilang kertaning bumi yang artinya:
Sirna : berarti angka 0
Ilang : berarti angka 0
7 | Halaman
Kertaning : berarti 4
Bumi : berarti 1
Jadi, sirna ilang kertaning bumi dalam tahun Saka adalah 1400 dan sama dengan tahun
1478 M.
8 | Halaman
Islam dengan budaya setempat. Perpaduan budaya pada bangunan masjid terlihat
pada;
Bentuk Bangunan. Bentuk masjid di Indonesia, terutama di pulau Jawa, bentuknya
seperti pendopo (balai atau ruang besar tempat rapat) dengan komposisi ruang yang
berbentuk persegi dan beratap tumpang. Cirri khusus bangunan masjid di Timur Tengah
biasanya bagian atapnya berbentuk kubah, tetapi di Jawa diganti dengan atap tumpang
dengan jumlah susunan bertingkat dua, tiga, dan lima.
Menara. Menara merupakan bangunan kelengkapan masjid yang dibangun
menjulang tinggi dan berfungsi sebagai tempat menyerukan azan, yaitu tanda datangnya
waktu shalat. Di Jawa terdapat bentuk menara yang dibuat seperti candi dengan susunan
bata merah dan beratap tumpang, seperti menara masjid Kudus (Jawa Tengah).
Letak Bangunan. Dalam ajaran Islam, letak bangunanmasjid tidak diatur secara
khusus. Namun, di Indonesia, penempatan masjid khususnya masjid agung, diatur
sedemikian rupa sesuai dengan komposisi mocopat (yaitu masjid ditempatkan di sebelah
barat alun-alun), dan dekat dengan istana (keraton) yang merupakan symbol tempat
bersatunya rakyat dengan raja di bawah pimpinan imam. Selain itu, adanya kentongan atau
bedug yang dibunyikan di masjid Indonesia sebagai pertanda masuknya waktu shalat. Hal itu
juga menunjukkan adanya unsur Indonesia asli. Bedug atau kentongan tidak ditemukan
pada masjid di Timur Tengah.
Seni Rupa. Wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan islam pada seni rupa dapat
dilihat pada ukiran bangunan makam. Hiasan pada jirat (batu kubur) yang berupa
susunan bingkai meniru bingkai candi. Pada dinding rumah, makam dan gapura
terdapat corak dan hiasan yang mirip dengan corak dan hiasan yang terdapat pada
Pura Ulu Watu dan Pura Sakenan Duwur di Tuban (Jawa Timur). Salah satu cabang
seni rupa yang berkembang pada awal penyebaran agama Islam di Indonesia adalah
seni kaligrafi. Kaligrafi tersebut biasanya digunakan untuk menghias bangunan
makam atau masjid.
Aksara. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam dalam hal aksara diwujudkan
dengan berkembangnya tulisan Arab Melayu di Indonesia, yaitu tulisan Arab yang
dipakai untuk menulis dalam bahasa Melayu. Tulisan Arab Melayu tidak
menggunakan tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Tulisan Arab Melayu disebut
dengan istilah Arab gundul.
Seni Sastra. Kesusastraan pada zaman Islam banyak berkembang di daerah sekitar
selat Malaka (daerah Melayu) dan Jawa. Pengaruh yang kuat dalam karya sastra
pada zaman Islam berasal dari Persia. Misalnya, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat
Bayan Budiman, dn Cerita 1001 Malam. Di samping itu, pengaruh budaya Hindu-
Budha juga terlihat dalam karya sastra Indonesia. Misalnya, Hikayat Pandawa Lima,
Hikayat Sri Rama, Hikayat Kuda Semirang, dan Syair Panji Semirang.
Cara penulisan karya sastra pada zaman Islam dilakukan dalam bentuk gancaran
dan tembang. Di Jawa, tembang merupakan suatu bentuk yang lazim, tetapi di daerah
Melayu, tembang dan gancaran ada semua. Cerita yang ditulis dalam bentuk gancaran
disebut hikayat, sedangkan cerita yang ditulis dalam bentuk tembang disebut syair. Di
9 | Halaman
daerah Melayu, karya sastra itu ditulis dengan menggunakan huruf Arab, sedangkan di
Jawa, naskah itu ditulis dengan menggunakan huruf Jawa dan Arab (terutama yang
membahas soal keagamaan).
Sistem Pemerintahan. Pengaruh agama Islam di Indonesia juga terjadi dalam bidang
pemerintahan sehingga terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudyaan
pra-Islam. Sebelum masuknya agama Islam, di Indonesia telah berkembang sistem
pemerintahan dalam bentuk kerajaan. Raja mempunyai kekuasaan besar dan
bersifat turun-temurun. Masuknya pengaruh Islam mengakibatkan perubahan struktur
pemerintahan dalam penyebutan raja. Raja tidak lagi dipanggil maharaja, tetapi
diganti dengan julukan sultan atau sunan (susuhunan), panembahan, dan maulana.
Pada umumnya nama raja pun disesuaikan dengan nama Islam (Arab).
Akulturasi dalam penyebutan nama raja di Jawa lebih kelihatan karena raja tetap
memakai nama Jawa dibelakang gelar sultan, sunan, atau panembahan, seperti Sultan
Trenggono. Di samping itu, juga muncul tradisi baru di Jawa, yaitu pemakaian gelar raja
secara turun-temurun, sedangkan untuk membedakan raja yang satu dengan yang lainnya
ditentukan dengan menambah angka urutan di belakang gelar, seperti Hamengkubuwono I,
II, III, dan seterusnya.
Begitu pula, dengan sistem pengangkatan raja pada masa berdirinya kerajaan Islam
di Nusantara tetap tidak mengabaikan cara-cara pengangkatan raja pada masa sebelumnya.
Di Kerajaan Aceh, tata cara pengangkatan raja diatur dalam permufakatan hukum adat.
10 | Halaman