Anda di halaman 1dari 22

Korban Longsor Jalur Riau - Sumbar Bertambah 1 Orang

05 Mar 2017, 11:34 WIB

Sebelumnya, empat orang warga yang sedang melintasi jalur Riau - Sumbar meninggal dunia
akibat longsor. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Banjir dan longsor di Kecamatan Pangkalan, Kabupaten 50 Kota,


Sumatera Barat yang juga memutus jalur lintas Riau-Sumbar, mengakibatkan lima nyawa
melayang. Korban tertimpa material longsor saat melintas memakai mobil di jalur lintas tersebut.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo
Purwo Nugroho mengungkap identitas para korban adalah Doni Fernandes (31), Teja (19), Yogi
Saputra (23), Muklis alias Ujang (45) dan Karudin (25).

"Kemudian ada korban luka berat, yaitu Syamsul Bahri dan Candra (42)," kata Sutopo melalui
rilisnya, Sabtu, 4 Maret 2017.

Atas musibah tersebut, Bupati setempat telah menetapkan status tanggap darurat banjir dan
longsor selama tujuh hari di Kabupaten 50 Kota, yaitu dari 3 sampai 9 Maret 2017.

"Percepatan penanganan longsor dan banjir berlangsung sejak 3 Maret 2017. Kondisinya
sekarang hujan masih terjadi dan menyebabkan Sungai Sumpur meluap, serta menyebabkan
longsor di tebing dan perbukitan," kata Sutopo.
Hingga Sabtu malam, ada delapan kecamatan dan 13 nagari terdampak langsung dari banjir dan
longsor, yang meliputi Kecamatan Pangkalan, Kapur IX, Mungka, Hurau, Payakumbuh, Lareh
Sago Halaban, Sulikik dan Empat Barisan.

Ratusan rumah terendam banjir seperti 150 di Jorong Ranah Pasar, 50 rumah di Jorong Ranah
Baru dan 50 rumah di Jorong Abai. Hingga kini,Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) setempat masih mendata para korban.

"Bencana ini juga mengakibatkan lima dusun terisolir. Jalan nasional penghubung Sumbar-Riau
putus," kata Sutopo.

Sutopo menjelaskan, tim reaksi cepat BNPB tiba di lokasi bencana. Di samping itu, personel
TNI, Polri dan sejumlah dinas yang kesulitan menuju Kecamatan Pangkalan, sudah tiba di lokasi
dan mengevakuasi korban yang tertimpa longsor.

"Mobil yang tertimpa longsor itu ada di KM 17 Koto Alam, Kecamatan Pangkalan. Kondisi
mobil dalam kondisi rusak berat," kata Sutopo.

Sejauh ini, BPBD 50 kota sudah berkoordinasi dengan BPBD Kabupaten Kampar, Riau, untuk
menangani banjir di Kecamatan Pangkalan. Di samping itu, posko utama banjir dan longsor
sudah didirikan di kantor bupati lama.

Meski telah menyalurkan bantuan logistik, petugas di lapangan saat ini masih membutuhkan alat
berat untuk membersihkan material longsor, mobil rescue, perahu karet, tenda, permakanan,
obat-obatan, selimut, air minum dan lainnya.

"Masyarakat dihimbau untuk selalu waspada dan ancaman banjir, longsor dan puting beling
mengingat hujan masih terus terjadi dalam satu pekan ke depan," kata dia.

Sementara itu, BPBD Provinsi Riau menyebut telah mengirimkan bantuan logistik berupa
makanan, tenda, pelampung, hingga perahu karet ke korban bencana banjir dan longsor ke
Kabupten 50 Kota.

Kepala BPBD Riau Edwar Sanger menyebut bantuan dikirimkan mulai kemarin pagi dan
diharapkan bisa meringankan korban banjir dan longsor di provinsi tetangga tersebut.

"Bantuan yang dikirimkan berupa 20 baju pelampung, lima unit matras, lima paket 'family kit',
10 unit tenda gulung, dua perahu karet berikut dua mesin tempel," kata dia.

Juga dikirimkan 200 kilogram beras, enam kardus biskuit, tujuh kardus mie instan, lima kardus
susu, dua kardus sarden dan minya goreng serta 18 paket tambahan gizi. Seluruh bantuan
dikirimkan menggunakan jalur darat.

Untuk mengantisipasi sejumlah titik longsor yang terjadi di perbatasan Riau-Sumatera Barat
yang berpotensi menghambat pengiriman bantuan, pihaknya berusaha menembus ke titik
bencana menggunakan jalur sungai menggunakan perahu karet.
1.Isu Peristiwa Alam : Longsor

2.Dampak : Mengakibatkan korban nyawa dan kerugian materi

3.Penyebab : Sungai Sumpur meluap

4.Penyebab utama : Hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut.

5.Solusi alternatif : Membersikan jalan.

6.Solusi Prioritas : Memperbaiki jalan agar bisa dimanfaatkan kembali oleh


masyarakat.

7.Rencana tindak : Mengadakan kegiatan penanaman pohon di sekitar lokasi


kejadian.

8.Kesimpulan : Banjir dan longsor di Kecamatan Pangkalan, Kabupaten 50 Kota,


Sumatera Barat yang juga memutus jalur lintas Riau-Sumbar, mengakibatkan lima nyawa
melayang. Korban tertimpa material longsor saat melintas memakai mobil di jalur lintas tersebut.

9.Rekomendasi/saran : Sebaiknya pemerintah sesegera mungkin ambil tindakan untuk


mengatasi masalah tersebut.

10.Sumber Acuan : Liputan6.com

1.Isu Peristiwa Alam : Longsor

2.Dampak : kerugian materi dan lumpuhnya aktivitas masyarakat

3.Penyebab : penebangan hutan serampangan


4.Penyebab utama : hujan deras yang mengguyur kawasan tersebut

5.Solusi alternatif : melakukan penanaman kembali terhadap hutan yang gundul


untuk mengantisipasi bencana tersebut kembali terjadi.

6.Solusi Prioritas : mengevakuasi para korban serta mengganti kerugian yang


dialami masyarakat khususnya bagi mereka yang kehilangan rumah.

7.Rencana tindak : memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar bersedia


menanam pohon disekitar lokasi kejadian dan di kawasan gundul.

8.Kesimpulan : Bencana tanah longsor terus mengintai warga Bogor. Bencana


ini membuat puluhan Kepala Keluarga (KK) di Desa Nanggung di Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor meminta direlokasi atau dipindahkan ke lokasi yang lebih aman.Warga
mengaku dibayangi kekhawatiran ancaman longsor. Terutama saat diguyur hujan deras membuat
warga resah.

9.Rekomendasi/saran : sebaiknya pemerintah segera merelokasi warga ke tempat yang


lebih aman

10.Sumber Acuan : Liputan6.com


Bikin Ratusan Orang Mengungsi, Banjir Pelalawan Juga Telan Korban

02 Mar 2017, 22:04 WIB

Hujan deras dalam beberapa hari terakhir terus mengguyur Kabupaten Pelalawan
menyebabkan banjir.

Liputan6.com, Riau - Hujan deras yang terus menerus mengguyur Kabupaten Pelalawan
menyebabkan Sungai Nilo di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Riau dan
membuat pemukiman warga diterjang banjir. AKibatnya, ratusan orang dari 50 kepala keluarga
terpaksa mengungsi.

Tak cuma bikin ratusan orang mengungsi, banjir juga menyebabkan satu orang tewas. Menurut
Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Jim Gafur,
korban meninggal itu bernama Fernando. Pria 20 tahun itu ditemukan dalam keadaan tersangkut
di pohon.

"Jasad korban ditemukan tidak jauh dari lokasi hilang. Dia terseret derasnya banjir," ujar Jim,
Rabu malam, 1 Maret 2017.

Kepala BPBD Pelalawan, Hadi Penandio dihubungi dari Pekanbaru menjelaskan, banjir yang
menyebabkan warga mengungsi itu mencapai 1,5 meter. Hal itu tak lepas dari luapan Sungai
Nilo karena hujan yang terus menerus.
Dia menyebut, luapan Sungai Nilo terjadi sejak Selasa, 28 Februari 2017 lalu. Sampai Rabu
malam, belum ada tanda-tanda sungai tersebut surut. Pasalnya, hujan masih terus mengguyur
lokasi tersebut.

"Intensitas hujan masih tinggi dan sudah terjadi sepekan ini. Hingga malam banjir masih belum
surut," kata Hadi.

Hadi menjelaskan, warga secara swadaya mengungsi ke rumah kerabat yang tidak terendam
banjir. Untuk membantu pengungsi ini, BPBD bersama personil TNI, Polri, Dinas Sosial, dan
Dinas Kesehatan telah turun ke lokasi untuk memberi bantuan.

Pihaknya juga sudah menyiapkan dua tendan dan dapur umum untuk memenuhi kebutuhan
pangan korban banjir. "Logistik berupa makanan dan pakaian juga telah kita kerahkan," ucap dia.

Hadi mengatakan Desa Lubuk Kembang Bunga merupakan daerah yang kerap dilanda banjir.
Terutama apabila hujan deras dengan durasi waktu yang cukup lama.
1.Isu Peristiwa Alam : Banjir

2.Dampak : Kerugian materi dan terganggunya aktivitas warga

3.Penyebab : Kurangnya lahan terbuka hijau dan sungai yang tergenang


sampah

4.Penyebab utama : Hujan deras

5.Solusi alternatif : Membangun lahan terbuka hijau yang maksimal untuk


mengantisipasi datangnya banjir

6.Solusi Prioritas : Pemerintah harus Membangun posko pengungsian bagi para


korban bencana dan memberikan bantuan berupa kebutuhan pokok para korban.

7.Rencana tindak : Pemerintah harus ambil tindakan bekerjasama dengan masyrakat


membersikan sisa-sisa sampah agar tidak menimbulkan berbagai macam penyakit.

8.Kesimpulan : Hujan deras yang terus menerus mengguyur Kabupaten Pelalawan


menyebabkan Sungai Nilo di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Riau dan
membuat pemukiman warga diterjang banjir. AKibatnya, ratusan orang dari 50 kepala keluarga
terpaksa mengungsi.

9.Rekomendasi/saran : Sebaiknya pemerintah melakukan normalisasi sungai dan


menanam pohon di kawasan hijau.

10.Sumber Acuan : Liputan6.com


KLIPING ISU PERISTIWA ALAM

Disusun oleh :

ABRAO DE JESUS VAZ 14410024

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG


FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2014
Polusi Udara China Capai Level Kondisi Terburuk

09 Nov 2015, 16:02 WIB

Polusi Udara China Capai Level Kondisi Terburuk (AFP)

Liputan6.com, Shenyang - Penduduk timur Laut China harus memakai masker dan terpaksa
tinggal dalam rumah seharian pada akhir pekan lalu. Hal itu diakibatkan memburuknya kualitas
udara di daerah tersebut.

Polusi udara akibat banyaknya rumah-rumah di Provinsi Liaoning mulai membakar batu bara
untuk menghangatkan rumah-rumah menjelang musim dingin. Tingkat polusi di negara itu
mencapai tingkat terburuk yang bisa menyebabkan kanker dan jantung.

Di ibu kota Liaoning, Shenyang, tingkat jarak pandang hanya 100 meter. Hal itu diungkapkan
oleh media TV China, CCTV. Kantor berita resmi Xinhua, bahkan merilis foto-foto 'neraka'
polusi udara dengan headline, 'Negeri Dongeng atau Hari Kiamat?'.
Polusi Udara China Capai Level Kondisi Terburuk (Xinhua)

Di beberapa daerah di Shenyang, partikel debu membahayakan di udara mencapai 56 kali dari
batas aman yang ditentukan WHO.

"Udara juga bau dan membuat mata serta tenggorokanku sakit ketika berada di luar ruangan,"
ujar salah satu perempuan yang sedang mengantre membeli masker, seperti dilansir The
Guardian, Senin (9/11/2015).

Menjelang Senin sore, ada sedikit perbaikan, kendati level polusi masih dalam tahap 'berbahaya.'
Shengyang adalah kota industri yang ditinggali 8 juta penduduk.

Menurut salah satu kantor berita asing, asap di provinsi itu adalah episode terparah yang pernah
dicatat oleh pemerintah China semenjak Beijing mengeluarkan data kualitas udara pada 2013.

Di beberapa sosial media, para pengguna menuliskan tagar 'airpocalypse' untuk polusi udara kali
ini.

"Pemerintah tahu bagaimana parahnya masalah asap ini, lalu kenapa mereka belum berbuat apa
pun?" tulis salah satu kritik di Twitter ala China, Weibo.

"Apa gunanya Departemen Perlindungan Lingkungan Hidup? Jelas pemimpin kami ini adalah
orang-orang berpendidikan. Tak bisakan mereka memahami ini?" tutur salah satu pengguna yang
lain.
Shenyang adalah salah satu pusat industri semenjak pemerintahan Mao Zedong. Pemerintah
setempat sedang berusaha membersihkan daerah itu dengan merelokasi pabrik serta mulai
menggunakan gas daripada batu bara.

Namun, Senin ini, salah seorang dokter dari Liaoning Jinqiu Hospital mengatakan jumlah pasien
yang menderita penyakit pernapasan dalam kurun waktu dua hari membludak.

"Kamar di departemen pernapasan sampai penuh dengan pasien," kata seorang dokter kepada
Xinhua. (Rie/Tnt)*
1.Isu Peristiwa Alam : Polusi udara

2.Dampak : lumpuhnya aktivitas warga ,timbulnya banyak penyakit, kanker


dan jantung

3.Penyebab : Banyaknya kabut asap yang berasal dari rumah-rumah di Provinsi


Liaoning mulai membakar batu bara untuk menghangatkan rumah-rumah menjelang musim
dingin.

4.Penyebab utama : Kabut asap akibat banyaknya rumah-rumah di Provinsi Liaoning


mulai membakar batu bara, "Udara juga bau dan membuat mata serta tenggorokanku sakit
ketika berada di luar ruangan.

5.Solusi alternatif : Memindahkan warga ke tempat yang lebih aman dan terhindar
dari polusi udara agar kesehatan mereka bisa tetap terjaga.

6.Solusi Prioritas : Memberikan bantuan berupa kebutuhan mendesak para korban


berupa masker, makanan dan obat-obatan.

7.Rencana tindak : Membangun posko pengungsian bagi para korban agar


mendapatkan tempat tinggal layak walaupun untuk sementara hingga polusi udara menghilang.

8.Kesimpulan : Penduduk timur Laut China harus memakai masker dan terpaksa
tinggal dalam rumah seharian pada akhir pekan lalu. Hal itu diakibatkan memburuknya kualitas
udara di daerah tersebut.

Polusi udara akibat banyaknya rumah-rumah di Provinsi Liaoning mulai membakar batu bara
untuk menghangatkan rumah-rumah menjelang musim dingin. Tingkat polusi di negara itu
mencapai tingkat terburuk yang bisa menyebabkan kanker dan jantung.

9.Rekomendasi/saran : Sebaiknya pemerintah harus menganti penghangatan ruang,


untuk mengurangi polusi di Provinsi Liaoning

10.Sumber Acuan : Liputan6.com


Kebakaran Hebat Melanda, Chile Minta Bantuan Internasional

23 Jan 2017, 19:00 WIB

Sejumlah sukarelawan berusaha memadamkan kebakaran hutan di Pumanque, 140 km dari


Santiago pada 21 Januari 2017 (AFP)

Liputan6.com, Santiago - Sejumlah kebakaran terburuk dalam sejarah Chile telah


menghancurkan lebih dari 100.000 hektar hutan. Hal tersebut memaksa pemerintah untuk
mencari bantuan internasional.

Menteri Pertanian, Carlos Furches, mengatakan bahwa Spanyol, Peru, dan Meksiko tengah
mengirimkan bantuan untuk memadamkan kebakaran yang diperparah dengan musim kemarau
berkepanjangan. Akibat peristiwa tersebut, suhu tertinggi di Chile sempat mencapai 40 derajat
Celsius.

Presiden Chile, Michelle Bachelet mengatakan, dirinya telah meminta bantuan dari sejumlah
negara yang telah berpengalaman dalam menangani kebakaran hutan.
"Para pemadam kebakaran telah melakukan seluruh hal yang mungkin dilakukan," ujar Bachelet
seperti dikutip dari The Telegraph, Senin (23/1/2017).

Sejumlah petugas pemadam kebakaran berusaha memadamkan kebakaran hutan di Pumanque,


140 km dari Santiago pada 21 Januari 2017 (AFP)

O'Higgins adalah wilayah yang paling parah mengalami kebakaran. Di sana kebakaran telah
menghancurkan sejumlah rumah, padang rumput, dan ternak. Para peternak terpaksa melepaskan
hewan mereka untuk menghindari api yang mendekat.

Atas kejadian itu, pemerintah telah mengumumkan keadaan darurat di daerah tersebut.

Asap akibat kebakaran telah menyelimuti sejumlah kota, termasuk ibu kota Chile, Santiago.

Badan Kehutanan Nasional Chile mengatakan, terdapat 129 kebakaran di seluruh Chile pada
Sabtu, 21 Januari 2017. Jumlah tersebut turun sedikit menjadi 108 kebakaran pada keesokan
harinya.
1.Isu Peristiwa Alam : Kebakaran hutan

2.Dampak : Ekosistim hutan jadi rusak

3.Penyebab : kekeringan, buka ladang baru,bakar hutan sembarangan

4.Penyebab utama : musim kemarau yang berkepanjangan

5.Solusi alternatif : menindak tegas terhadap masyarakat yang suka membakar hutan
sembarangan, untuk membuka ladang baru.

6.Solusi Prioritas : memadamkan api kebakaran yang sudah terjadi sesegera


mungkin agar kebakaran tidak meluas

7.Rencana tindak : mengajak masyarakat untuk bersama-sama untuk memadamkan


api

8.Kesimpulan : Kebakaran hutan disebabkan oleh factor alam dan ulah manusia.
Sejumlah kebakaran terburuk dalam sejarah Chile telah menghancurkan lebih dari 100.000
hektar hutan. Hal tersebut memaksa pemerintah untuk mencari bantuan internasional.

O'Higgins adalah wilayah yang paling parah mengalami kebakaran. Di sana kebakaran telah
menghancurkan sejumlah rumah, padang rumput, dan ternak. Para peternak terpaksa melepaskan
hewan mereka untuk menghindari api yang mendekat.

Atas kejadian itu, pemerintah telah mengumumkan keadaan darurat di daerah tersebut.

9.Rekomendasi/saran : Sebaiknya pemerintah Chile lebih waspada menjaga hutan, dan


juga melakukan sosialisasi tentang kebakaran hutan agar masyarakat punya kesadaran dan menci

10.Sumber Acuan : Liputan6.com


Tumpahan Minyak di Laut Timor

Kamis, 26 November 2009 11:43

ISU meluasnya pencemaran di perairan Laut Timor akibat gagalnya upaya penyumbatan
kebocoran minyak dari sumur West Atlas di ladang gas Montana yang meledak beberapa waktu
lalu telah menjadi topik berita di berbagai media lokal, nasional maupun internasional.

Bahkan sejumlah pemerhati lingkungan di Australia telah memuat iklan layanan masyarakat di
media cetak Australia untuk menggugah Pemerintah Australia dan operator ladang gas Montana
agar dapat berusaha memulihkan lingkungan di Laut Timor guna melindungi kehidupan ikan,
satwa laut dan biota laut.

Satu lagi kasus tumpahan minyak di laut sempat menghebohkan di tengah hebohnya pemberitaan
di ibu kota seputar 'Kriminalisasi KPK' yang panjang dan melelahkan. Kini, pemberitaan
tumpahan minyak di Laut Timor mulai menurun setelah api berhasil dipadamkan, namun siapa
yang dapat menerka dampak negatif yang ditimbulkan terhadap kehidupan di laut berikut
kerusakan mata rantai makanan (food chain) akibat terganggunya ekosistem kelautan?

Apalagi, jika dihitung sejak September lalu, ledakan sumur West Atlas di ladang gas Montana
telah menyemburkan 500.000 liter minyak mentah per hari, maka sudah berapa puluh juta liter
minyak mentah tumpah di perairan Laut Timor dan jumlah itu tentu akan terus bertambah
500.000 liter per hari jika upaya untuk menghentikannya belum juga maksimal.

Berbagai tumpahan
Jauh sebelum Konferensi Lingkungan Hidup I diselenggarakan di Stockholm, Swedia pada tahun
1972, kemurnian laut telah dimonitor secara teratur oleh The International Oceanografic
Commission dan International Maritime Consultative Organization. Sementara ketika Konferensi
Stockholm berlangsung, muncul kekhawatiran meluasnya pencemaran laut akibat pecahnya
kapal tanker Torrey Canyon milik Inggris Raya pada tahun 1966 dan menumpahkan 550.000
barel minyak mentah.

Karena itu, Konferensi Stockholm menganjurkan kepada semua negara peserta yang hadir saat
itu untuk menghadiri Konferensi PBB tentang Hukum Kelautan yang diselenggarakan tahun
1973. Konferensi Stockholm juga mencatat selama 1970-1978 telah terjadi 46 kasus tumpahan
minyak yang jumlahnya mencapai 8 juta barrel.

Isu pencemaran kembali mencemaskan menyusul meledaknya kapal tanker Santa Barbara di
California tahun 1979 dan menumpahkan 77.000 barel minyak mentah. Bahkan peristiwa paling
buruk terjadi ketika tanker Amoco Cadiz milik Perancis mengalami kecelakaan dan
menumpahkan 1,5 juta barel minyak mentah. Kasus ini membinasakan 30% ikan dan kerang
serta 5% biota laut sehingga perusahaan budidaya kerang di situ hampir bangkrut. Tak kalah
sengitnya, tabrakan tanker di Laut Karibia tahun 1979 menumpahkan 2 juta barel minyak
mentah, menyusul meledaknya Isotox I milik Meksiko yang menumpahkan 2 juta barel. Tahun
1980, ribuan nelayan Nigeria kehilangan mata pencaharian ketika perusahaan pengeboran
minyak lepas pantai Texaco meledak dan menyemburkan minyak mentah sejauh 100 km ke
daratan.

Semakin besar tanker yang melayari laut lepas, semakin tinggi risiko eliminasi yang tak
disengaja. Sementara kemajuan industri dan perdagangan telah memicu perubahan daya angkut
tanker. Jika tahun 1954, bobot mati tanker minyak 30.000 ton, maka sejak tahun 70-an, daya
angkut tanker meningkat 500.000 ton. Menurut para ahli lingkungan, biaya yang diperlukan
untuk membersihkan tumbahan minyak dari tanker dengan daya angkut seperti itu mencapai 100
juta dolar atau sekitar 3.200 dolar per barel.

Tumpahan minyak, telah mendorong Konferensi Stockholm menghasilkan banyak rekomendasi


tentang polusi lautan, termasuk eliminasi dari polusi yang disengaja. Konferensi juga menyetujui
kriteria hukum untuk menghentikan semua polusi lautan, terutama laut tertutup dan setengah
tertutup karena memiliki risiko polusi lebih besar. Antara lain Laut Tengah (1975), Laut Merah
(1976), Laut Karibia (1981), Lautan Asia Timur (1981), Lautan Pasifik Tenggara (1981), Lautan
Pasifik Barat Daya (1982), Lautan Afrika Timur (1982) dan Lautan Atlantik Barat Daya (1982).

Ganti rugi
Kebijakan pemerintah menempatkan Departemen Kelautan & Perikanan sejak Kabinet Gotong
Royong telah membuat laut dan isinya bukan hanya sekadar supremasi ekologis melainkan
sumber penghidupan yang perlu dikembangkan bagi kemakmuran bangsa. Di NTT, sejak
Gubernur Piet A Tallo meluncurkan Program Gemala, kehidupan nelayan dan pesisir mulai
bergairah.

Namun, kegembiraan para nelayan kadang terganggu dengan antara lain pencurian ikan dan
tertangkapnya nelayan NTT oleh polisi Australia karena dianggap melanggar batas zona. Kini,
Laut Timor penuh dengan minyak mentah akibat sumur West Atlas di ladang gas Montana
meledak. Menjadi pertanyaan, ke manakah gerangan nelayan NTT mencari nafkah jika lokasi
pemancingan tercemar minyak mentah?

Masih hangat dalam ingatan, ketika tanker King Fisher menabrak karang di Pantai Cilacap dan
menumpahkan minyak mentah beberapa tahun lalu sehingga nelayan setempat tak dapat melaut.
Biaya pembersihan 50.000 barel minyak mentah yang tumpah karena tangki kilang Misushima
pecah dekat Kepulauan Seto, Jepang tahun 1974 mencapai 160 juta dolar AS. Sebaliknya,
minyak mentah yang tumpah di Cilacap dibersihkan sendiri oleh nelayan dengan upah Rp
30.000/orang/hari. Menjadi pertanyaan, bagaimana biaya pembersihan minyak yang tumpah di
Laut Timor?

Peristiwa tumpahan minyak di Indonesia sebetulnya bukan hanya kasus tanker King Fisher yang
menumpahkan minyak di pantai Cilacap, Jawa Tengah maupun meledaknya pipa kilang minyak
di Indramayu, Jawa Barat satu dekade lalu. Kapal tanker Showa Maru, yang membawa minyak
mentah dari Teluk Persia menuju Jepang, kandas dan menumpahkan minyak di Selat Malaka
pada Januari 1975 masih menyisahkan peristiwa hukum dalam kenangan. Kapal tanker berbobot
mati 237.698 DWT itu menumpahkan minyak mentah sebanyak 7.300 ton menyebabkan
pemerintah Indonesia membentuk 3 Satuan Tugas (Task Force) di bawah koordinasi tiga
menteri, yaitu Menteri Perhubungan menangani segi teknis operasional, Menristek menangani
urusan penelitian dan Menteri Kehakiman mempersiapkan perangkat hukum dan ganti ruginya.

Namun dari segi hukum, masalah Showa Maru saat itu justru menempatkan Indonesia pada
posisi sangat lemah dan sulit dalam penyelesaian hukum dan tuntutan ganti rugi. Karena selain
belum ada UU Nasional tentang Pencemaran Laut, juga karena konvensi-konvensi internasional
yang ada seperti Konvensi Brussel tahun 1969 belum diratifikasi.

Untuk mengatasinya, delegasi Indonesia berkonsultasi ke Malaysia, Singapura, Thailand dan


Philipina. Namun upaya delegasi tidak berhasil karena penanggulangan hukum pencemaran laut
di negara-negara tersebut juga masih pada tahap awal, kecuali Singapura karena sistem
hukumnya menggunakan pola Konvensi London tahun 1954.

Sementara pakar hukum Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, SH, mengatakan saat itu bahwa
kerusakan ekologi laut di Indonesia sangat sedikit dituntut ganti rugi, karena kerusakan akibat
penemaran oleh tumpahan minyak berada di luar jangkauan asuransi.

Peristiwa Showa Maru yang melemahkan posisi Indonesia, menurut Komar karena kriteria
kerusakan, metode survai dan dasar hukum nasional maupun internasional kurang jelas. Maka
klaim Indonesia atas kerusakan ekologi laut dalam jangka panjang tidak dapat diterima. Dalam
hal ini, klaim tersebut berkaitan kerusakan mata rantai makanan (food chain) akibat
terganggunya ekosistem kelautan oleh tumpahan minyak.
Di sisi lain, peristiwa Showa Maru menurut ahli Hukum Pencemaran Prof. St. Munadjat
Danusaputro SH, terjadi ketika para ahli hukum Indonesia sedang menginventarisasi Hukum
Lingkungan, baik hukum tidak tertulis (hukum adat) maupun hukum tertulis yang berlaku
sebelum 1972, dalam rangka menindaklanjuti Konferensi Stockholm. Tahun di mana para
Menteri Lingkungan Sedunia menghasilkan Deklarasi Stockholm 1972, yang menempatkan
polusi lautan sejajar dengan isu penangkapan ikan paus dan krisis energi. Rekomendasi
Stockholm tentang polusi lautan (Rekomendasi 86 - 94) meliputi eskalasi penelitian perundang-
undangan internasional untuk mengakhiri polusi di lautan.

Kembali pada kasus tumpahan minyak di Laut Timor, kita belum tahu sejauh mana tim terpadu
yang dibentuk Gubernur Frans Lebu Raya yang melibatkan unsur TNI, Polri dan pejabat
Pemerintah NTT memantau dan mengantisipasi meluasnya pencemaran di Laut Timor. Laut
Timor, bukan seperti Laut Tengah yang tertutup yang menadah polusi dari kapal laut, industri,
kotoran manusia, limbah pertanian. Karena tertutup Laut Tengah dikenal lamban membersihkan
dirinya karena airnya baru diganti setiap 80 hingga 100 tahun. Sementara Laut Timor adalah laut
terbuka dalam zona maritim dan merupakan jalur perjalanan cakalang dan tuna dari Samudra
Pasifik.

Laut Timor atau perairan NTT seturut hasil studi JICA (Japan International Cooperation Agency)
bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan RI merupakan areal penangkapan
(fishing ground) dan budi daya untuk meningkatkan rata-rata pendapatan nelayan. Maka,
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (LH) dan Departemen Kelautan & Perikanan (DKP),
perlu segera bertindak. Pencemaran memang urusan Kementerian Negara LH, tetapi jika nelayan
kecil tidak bisa menangkap ikan karena ikannya mati tercemar minyak mentah, itu adalah
tanggung jawab DKP. Apalagi DKP mempunyai program Pelestarian Ekosistem Laut, Pulau-
pulau Kecil & Pengairan, sementara Kementerian Negara LH mempunyai program Pantai dan
Laut Lestari.

Tumpahan minyak di laut, tidak saja merugikan nelayan dan masyarakat pesisir. Tumpahan
minyak lebih-lebih menghambat peningkatkan etos budaya bahari dan pariwisata. Dan tumpahan
itu tentu masih akan terus terjadi, namun dalam skala yang luas belum dapat dibuktikan sebagai
penyebab serius kematian. Barangkali produk hukum yang dipakai dalam klain asuransi juga
menggunakan 'pasal karet'. *
1.Isu Peristiwa Alam : Pencemaran Air Laut

2.Dampak : Merusak kehidupane ekositem, ikan, satwa laut dan biota laut.

3.Penyebab : Keracunan tumpahan minyak

4.Penyebab utama : Gagalnya upaya penyumbatan kebocoran minyak dari sumur


West Atlas di ladang gas Montana yang meledak beberapa waktu lalu.

5.Solusi alternatif : Memulihkan lingkungan di Laut Timor guna melindungi


kehidupan ikan, satwa laut dan biota laut

6.Solusi Prioritas : . melibatkan unsur TNI, Polri dan pejabat Pemerintah NTT
memantau dan mengantisipasi meluasnya pencemaran di Laut Timor

7.Rencana tindak : Melakukan pemurnian air laut kembali, melokalisasikan


tumpahan minyak.

8.Kesimpulan : meluasnya pencemaran di perairan Laut Timor akibat gagalnya


upaya penyumbatan kebocoran minyak dari sumur West Atlas di ladang gas Montana yang
meledak beberapa waktu lalu telah menjadi topik berita di berbagai media lokal, nasional
maupun internasional.

9.Rekomendasi/saran : Melakukan kriteria hukum untuk menghentikan semua polusi


lautan, terutama laut tertutup dan setengah tertutup karena memiliki risiko polusi lebih besar.
Antara lain Laut Tengah (1975), Laut Merah (1976), Laut Karibia (1981), Lautan Asia Timur
(1981), Lautan Pasifik Tenggara (1981), Lautan Pasifik Barat Daya (1982), Lautan Afrika Timur
(1982) dan Lautan Atlantik Barat Daya (1982).

10.Sumber Acuan : Pos Kupang

Anda mungkin juga menyukai