“HIPERBILIRUBIN”
KELAS 2.3
DIII KEPERAWATAN
OLEH :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesikan makalah Keperawatan
Anak yang membahas mengenai “Hiperbilirubin” ini dengan tepat pada
waktunya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mulkosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen
empedu di dalam darah dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
menimbulkan kern-ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik.
Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang
patologik. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat
lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur
kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan dan penatalaksanaan.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada
sebagian neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam
kehidupannya. Di kemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60 %
bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama bilaikterus di temukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu
minggu serta bilirubin direk lebih dari1 mg/dl juga keadaan yang menunjukan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan
harus di lakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat di hindarkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari konsep dasar penyakit Hiperbilirubin ?
2. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan
penyakit Hiperbilirubin?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit Hiperbilirubin
2. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada bayi/
anak dengan penyakit Hiperbilirubin
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi
retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam
serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin
dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh
pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam
memproses bilirubin.
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin
Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV.
3. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta) , diol (steroid).
4
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin
Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
4. Tanda dan Gejala
a. Kulit berwarna kuning sampai jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.
5
Tabel 1. Rumus Kramer
5. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak.
Kelainanyang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusa tersebutmungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak
6
apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia
dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
6. Pathway
Secara skematis, patofisiologi hiperbilirubin dapat digambarkan pada
pathway sebagai berikut :
7
Hemoglobin
Globin Hema
Bilivirdin Feco
Indikasi Fototerapi
8
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody
Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi
( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas
ABO.
Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl
dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada
berat badan.
Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia,
penurunan (< 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .
9
Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12
mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari
14mg/dl tidak fisiologis
Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada
penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati
atau hepatoma.
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
8. Penatalaksanaan
Tindakan umum meliputi :
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
10
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi,
Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan
cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama
feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan
dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang
dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5
mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi
dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Tranfusi Pengganti / Tukar
11
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-
faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4) Tes Coombs Positif.
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
9. Komplikasi
a. Retardasi mental : kerusakan neurologist
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
12
c. Kematian.
d. Kernikterus.
10. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan
masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin,
oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi
13
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang
tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi
yang ikterus.
c. Pola Fungsional
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Secara umum pada pengkajian pola ini, perawat akan
mengetahui bagaimana pasien memandang dirinya sendiri saat
sebelum maupun setelah sakit, kemampuan dirinya, perasaan
pasien, tanggapan terhadap sakit yang diderita, sejauh mana pasien
mengetahui tentang penyakitnya
Pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kaji pasien
mengenai:
a) Pandangan pasien mengenai sehat dan sakit
b) Apakah pasien memahami keadaan kesehatan dirinya?
c) Apakah jika sakit pasien segera berobat ke dokter, ataukah
menggunakan obat tradisional?
d) Apakah pasien sudah memeriksakan dirinya sebelum ke rumah
sakit?
2) Pola nutrisi
Pada pola nutrisi kaji pasien mengenai:
a) Pola makan
a. Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?
14
b. Berapakah porsi makan pasien per sekali makan?
b) Pola Minum
a. Berapakah frekuensi minum pasien selama sakit?
3) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi kaji pasien mengenai:
1. Buang air besar
a. Berapakah frekuensi setiap kali buang air besar?
b. Bagaimanakah konsistensi pasien dalam buang air besar?
2. Buang air kecil
a. Berapakah frekuensi serta jumlah urine pasien setiap buang
air kecil?
4) Aktivitas dan Latihan
Pada pola aktivitas dan latihan pasien mengenai:
S M R S M R S
Aktivitas
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
M a n d i
Berpakaian/berdandan
Eliminasi/toileting
Mobilitas di tempat tidur
B e r p i n d a h
B e r j a l a n
N a i k t a n g g a
B e r b e l a n j a
Pemeliharaan rumah
Tabel 1.
Skor
15
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain & alat
4 = tergantung/tidakmampu
2. Kebersihan diri
a. Berapakah frekuensi pasien mandi dan menggosok gigi per 1
hari saat sakit?
b. Berapakah frekuensi pasin memotong kuku dan keramas
selama seminggu saat sakit?
3. Aktivitas sehari-hari
a. Apakah pasien bisa mengikuti aktivitas shari-hari selama sakit?
4. Rekreasi
a. Apakah pasien selama sakit melakukan rekreasi?
5. Olah raga
a. Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olah raga?
5) Tidur dan Istirahat
Pada pola tidur dan istirahat kaji pasien mengenai:
1. Pola tidur
Bagaimanakah polatidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan pukul berapa pasien mulai tidur dan sampai pukul berapa
pasien tidur saat malam hari?
2. Frekuensi tidur
Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan
dengan berapa lama pasien tidur malam?
3. Intensitas tidur
a. Apakah pasien mengalami pola tidur NREM (Non-Rapid Eye
Movement)? Ataukah pasien mengalami pola tidur REM (Rapid
Eye Movement)?
6) Sensori, Presepsi dan Kognitif
Pada pola sensori, persepsi, dan kognitif, kaji pasien mengenai:
16
1. Bagaimana cara pembawaan pasien saat bicara? Apakah normal,
gagap, atau berbicara tak jelas?
2. Bagaimanakah tingkat ansietas pada pasien?
3. Apakah pasien mengalami nyeri ?
Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:
17
Self esteem/harga diri
a. Apakah pasien menunda tugas selama sakit?
b. Apakah pasien menyalahgunakan zat?
Self ideals/ideal diri
a. Apakkah pasien tidak ingin berusaha selama sakit?
18
kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna
merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap
kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas
ABO.
2) Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL
kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24
jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15
mg/dL pada bayi pratern.
3) Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.
4) Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1) Ketidak seimbangan volume cairan berhubungan dengan pemajanan
sinar (panas) yang lama sekunder foto terapi, belum matangnya
sistem pencernaan bayi karena bayi lahir berat rendah.
2) Gangguan thermogulasi( Peningkatan suhu badan) berhubungan
dengan pemajanan panas yang lama sekunder foto terapi
3) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan denga peningkatan
bilirubin dikulit dan efek foto terapi
19
3. Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NO RASIONAL
& DATA TUJUAN &
INTERVENSI
PENUNJANG KRITERIA HASIL
20
suhu tubuh ( Thermogulasi Monitor suhu mengetahui
Peningkatan suhu Setelah dilakukan sesering apakah ada
badan) tindakan keperawatan mungkin penigkatan
berhubungan selama 2 x 24 jam Monitor suhu tubuh
dengan pemajanan peningkatan suhu tubuh warna kulit pada bayi
panas yang lama dapat diatasi dengan Tanda-tanda Untuk
sekunder foto terapi kriteria hasil : vital mengetahui
Suhu 36 – 37C Monitor perubahan
Nadi dan RR penurunan warna kulit
dalam rentang tingkat Untuk
normal kesadaran mengetahui
Monitor tingkat
Turgor Kulit kesadaran
Monitor bayi
Gerak bayi Untuk
mengetahui
keatifan bayi
3. Resiko kerusakan NOC NIC - Agar kulit
integritas kulit Tissue - Jaga kulit bayi tidak
berhubungan denga integrity : skin agar tetap iritasi dan
peningkatan and mucous bersih dan menimbulkan
bilirubin dikulit dan membranes kering luka
efek foto terapi Setelah dilakukan - Monitor kulit - Untuk
asuhan keperawatan akan adanya mengetahui
selama 2 x 24 jam kemerahan warna kulit
risiko kerusakan - Kaji - Agar tidak ada
integritas kulit dapat lingkungan alat/benda
diminimalkan dengan dan peralatan yang di pakai
kriteria hasil : yang bayi
Tidak ada luka menyebabkan menimbulkan
dan lesi pada tekanan iritasi pada
kulit kulit
21
Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
Menunjukan
terjadinya
proses
penyembuhan
luka
4. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi
1. Evaluasi formatif : merefleksikan observasi perawat dan analis terhadap
klien terhadap respon langsung dan intervensi keperawatan
2. Evaluasi sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi
dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu
22
BAB III
KASUS FIKTIF
A. PENGKAJIAN
Nama : By. UY
No. RM : 293968
Data Subyektif :
a. Riwayat Prenatal
Anak ke : Tiga
Umur Kehamilan : Aterm
Riwayat Penyakit Ibu : Tidak Ada
b. Riwayat Intranatal
Placenta : Klasifikasi
23
Mayor : Tidak ada
Minor : Tidak ada
d. Kebutuhan Biologis
Nutrisi : ASI
Eliminasi : BAB dan BAK tidak ada keluhan
Data Obyektif
a. Keadaan Umum
Kondisi saat lahir : Segera Menangis
APGAR score : 8-9-10
HR : 138 x/menit
RR : 40 x/menit
Tangis : Kuat
Suhu : 36,6 0 C
Warna Kulit : Kuning
b. Ukuran Antropometri
BB : 2850 gram
PB : 50 cm
LK : 34 cm
LD : 31 cm
c. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Simetris
UUB :Datar
Mata : Ikterus
THT : Normal
Mulut : Normal
Thorax : Normal
Abdomen : Normal
Tali Pusat : Segar
Punggung : Normal
Genetalia : Laki-laki
Anus : Ada
24
Ekstremitas : Simetris
Kulit : Ikterus
d. Hasil Labolaturium
Pemeriksaan faal hati tanggal 20 April 2018
Bilirubin Total : 14,9 mg/dl
Bilirubin direk : 0,6 mg/dl
Bilirubin indirek : 14,30 mg/dl
25
ANALISA DATA
DO : Kulit By. UY
tampak kuning, sclera Biliverdin
kuning, mukosa
kuning, hasil kimia
darah : bilirubin total Peningkatan distruksi eritrosit
:14,9 mg/dl
Bilirubin indirek :
14,30 mg/dl Hepar tidak bisa melakukan
konjugasi
Hyperbilirubinemia
Ikterus neonates
26
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterus neonates
INTERVENSI
Hari Rencana
/Tanggal Keperawatan
Dx
27
IMPLEMENTASI
Manajemen
pengaturan suhu tubuh.
Manajemen kebutuhan
cairan (memberikan
minum)
Manajemen DO : pasiem
10.00 1 keselamatan pasien minum ASI 15 ml
(menempatkan bayi lewat dot,susu
pada tempat foto habis muntah tidak
therapy) Gerak aktif.
Manajemen kebutuhan
nutrisi :
nausea,anoreksia.
Manajemen kebutuhan
cairan (memberikan
minum)
DO : pasien
Manajemen mobilitas
28
12.00 1 :kelelahan, aktivitas, minum ASI 15 ml
(merubah posisi lewat dot, susu
pasien) habis tidak muntah
Manajemen kebutuhan
cairan (memberikan
minum)
Manajemen mobilitas
:kelelahan, aktivitas,
(merubah posisi DO : pasien
13.30 1 pasien) minum ASI 15 ml
lewat dot, susu
Manajemen habis tidak muntah
pengaturan suhu tubuh.
Gerak aktif
Manajemen kebutuhan
29
cairan (memberikan
minum)
Manajemen
10.00 1 keselamatan pasien DO : pasiem
(menempatkan bayi minum ASI 15 ml
pada tempat foto lewat dot,susu
therapy) habis muntah tidak
Manajemen kebutuhan
cairan (memberikan
minum)
Manajemen mobilitas
12.00 1 DO : pasien
:kelelahan, aktivitas,
minum ASI 15 ml
(merubah posisi
lewat dot, susu
pasien)
habis tidak muntah
Manajemen
Gerak aktif.
pengaturan suhu tubuh.
Manajemen kebutuhan
cairan (memberikan
minum)
Manajemen mobilitas
:kelelahan, aktivitas,
(merubah posisi
DO : pasien
13.30 1 pasien)
minum ASI 15 ml
Manajemen lewat dot, susu
pengaturan suhu tubuh. habis tidak muntah
Gerak aktif
30
Suhu tubuh : 36,80
C
DO : pasiem minum
ASI 15 ml lewat
10.00 1
Manajemen kebutuhan dot,susu habis
cairan (memberikan muntah tidak
minum) Gerak aktif.
Manajemen keselamatan
pasien (menempatkan
bayi pada tempat foto
therapy)
Manajemen kebutuhan
nutrisi :
nausea,anoreksia.
DO : pasien minum
ASI 15 ml lewat dot,
12.00 1 susu habis tidak
Manajemen kebutuhan muntah
cairan (memberikan
minum) Gerak aktif.
31
Manajemen mobilitas
:kelelahan, aktivitas,
(merubah posisi pasien)
Manajemen pengaturan
suhu tubuh.
DO : pasien minum
Manajemen pengaturan
suhu tubuh.
BEVALUASI
32
janundice
P :
- Observasi KU + TTV
- Observasi CMCK,
Balance Cairan
- Beri minum ASI setiap 2
jam
33
BAB IV
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin
dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus.
(Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh. (Adi Smith, G, 1988)
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Ikterus prehepatik
b. Ikterus hepatik
c. Ikterus kolestatik
d. Ikterus neonatus fisiologi
e. Kern Ikterus
Tanda dan Gejala
a. Kulit berwarna kuning sampai jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
34
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada
hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice
fisiologi.
Komplikasi
1. Retardasi mental : kerusakan neurologist
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian.
4. Kernikterus.
Pencegahan
1. Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
2. Pengawasan antenatal yang baik
3. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
4. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
35
DAFTAR PUSTAKA
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta :
Salemba Medika.
Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR/POGI dan Yayasan Bina Pustaka.
36