Role play
! Para peserta akan diberikan peran skenario untuk dimainkan.
! Saat memainkan peran, diharapkan para peserta menghayati perannya dan dapat
berperan sebaik-baiknya.
! Peserta yang tidak mendapatkan peran, juga aktif memberikan masukan kepada
peserta yang mendapatkan peran
1
BAHAN DISKUSI
Bahan Bacaan :
Basic of Bioethics (Robert Mc Veatch)
Clinical Ethics (Jonsenn & Siegler)
2
KAIDAH DASAR BIOETHIC II NONMALEFICENCE;
Basic of Bioethics (Robert Mc Veatch) bab II hal 37 - 51
Tidak
Kriteria Ada
Ada
1. Menolong pasien emergency
2. Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini adalah :
! pasien dalam keadaan amat berbahaya (darurat)
beresiko hilangnya sesuatu yang penting (gawat)
! dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan
tersebut
! tindakan kedokteran tersebut terbukti efektif
! manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya
mengalami resiko minimal)
3. Mengobati pasien yang luka
4. Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
5. Tidak menghina / mencaci maki / memanfaatkan pasien
6. Tidak memandang pasien sebagai hanya obyek
7. Mengobati secara proporsional
8. Mencegah pasien dari bahaya
9. Menghindari misrepresentasi dari pasien
10. Tidak membahayakan kehidupan pasien karena
kelalaian
11. Memberikan semangat hidup
12. Melindungi pasien dari serangan
13. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang
kesehatan / kerumah sakitan yang merugikan pihak
pasien / keluarganya
3
KAIDAH DASAR BIOETHIC III AUTONOMY ;
Basic of Bioethics (Robert Mc Veatch) bab IV hal 65 - 74
Tidak
Kriteria Ada
Ada
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai
martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien, dalam membuat
keputusan (pada kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil
keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomy
pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam
membuat keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien
pada kasus non emergensi
12. Tidak berbohong pada pasien meskipun demi kebaikan
pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
4
KAIDAH DASAR BIOETHIC IV JUSTICE;
Basic of Bioethics (Robert Mc Veatch) bab VII hal 125 - 138
Tidak
Kriteria Ada
Ada
1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang
telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi
dalam porsi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien (affordability, equility,
accesability, availability, quality)
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan (yang paling dirugikan)
8. Tidak melakukan penyalah gunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan
kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai dengan
kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian
(biaya, beban, sanksi) secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang
tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa
alasan sah / tepat
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan
penyakit / gangguan kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA,
status sosial dll
5
PENDALAMAN KAIDAH DASAR BIOETIKA MELALUI
KASUS HIPOTETIK BERPENDEKATAN PRAKTIK
PERORANGAN
DOKTER TENAR
Dokter Tenar yang praktik di Jalan Ramai sejak 2 tahun yang lalu adalah seorang
dokter umum yang memiliki pasien cukup banyak, terutama pada hari Sabtu dan
Minggu.
Dengan ruangan praktik yang cukup luas dokter Tenar menempatkan 2 bed
dalam kamar praktiknya yang dibatasi dengan gorden sehingga dokter Tenar dapat
leluasa memeriksa pasiennya dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun di sisi lain
terdapat kesulitan bila ada pasien yang datang dengan kelainan kulit dimana ia harus
memeriksa pasien dalam keadaan setengah telanjang.
Pada hari Sabtu minggu lalu, sudah ada 10 antrean pasien pada saat beliau.
Dengan tujuan memasyarakatkan budaya antre, dokter Tenar memeriksa pasien sesuai
dengan nomor urut pendaftaran. Sesuai dengan dugaan, pasien pertama, kedua dan
ketiga datang dengan keluhan batuk pilek. Maka dokter Tenar pun memberikan puyer
batuk pilek pada ketiganya serta nasehat untuk istirahat cukup, banyak minum air
putih serta mengkonsumsi buah-buahan.
Pasien keempat sore itu adalah seorang ibu berusia 60 tahun diantar oleh anak
laki-lakinya datang dengan keluhan nyeri uluhati yang menjalar ke punggung. Merasa
tidak yakin dengan kemungkinan sakit maag yang diderita ibu ini, maka dokter Tenar
melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram) karena kecurigaan terjadi
penyempitan pembuluh darah jantung. Hasil yang diperoleh tidak ada kelainan.
Melihat usia, kondisi fisik ibu yang cukup gemuk serta tekanan darah 140 / 90 mmHg,
maka dokter Tenar memberikan surat rujukan beberpa pemeriksaan laboratorium.
Dokter Tenar merujuk ibu tersebut ke LAB KLINIK “Titrasi Cepat”, langganannya
yang tidak begitu jauh dari tempat praktiknya. Dari Lab Klinik ini dokter Tenar
mendapatkan bingkisan kue dan sejumlah uang yang dia amati ternyata jumlahnya
sejajar dengan pasien yang dia kirim kesitu. Pernah dua bulan yang lalu, dengan dua
puluh pasien yang dia kirim, ia memperoleh voucher belanja Rp. 300.000,- di
supermarket terkenal di kotanya.
Pasien pulang dengan membawa obat maag, penenang dan surat permintaan
laboratorium serta minta datang kembali setelah memperoleh hasil laboratorium.
Setelah menyelesaikan administrasi ibu tersebut masuk kembali ke kamar periksa
karena ada yang kurang yaitu belum disuntik seperti yang biasa ia dapatkan bila
berobat ke dokter. Pada saat masuk, tanpa sengaja ibu tadi melihat pasien laki-laki
muda bertato di perut bawah sedang menutup kembali celana dalamnya. Anak muda
tadi “tidak mengikuti nomor antrian” karena mengaku teman SMP dokter Tenar,
sehingga suster memasukkan lebih dahulu ke ruang sekat kiri, ruang tempat pasien
yang memerlukan perlakuan khusus. Ia sempat sepintas melihat celana dalam tadi
bervlek-vlek putih kekuningan. Anak muda tadi memelototi si ibu, yang kemudian
dokter Tenar meminta sang ibu keluar sebentar menunggu giliran sehabis anak muda
ini. Ibu yang agak cerewet tadi minta maaf, namun tanpa dosa ia nyrocos menanyakan
6
apa penyakit anak muda tadi. Dokter Tenar agak terpana untuk menjawab pertanyaan
awam si ibu ini. “Ah, Cuma panas dalam di perut”, jawab dokter Tenar kalem. “Saya
suntiknya sambil berdiri saja dok, kalau tiduran takut ketularan penyakit kelaminnya
anak tadi”, cerocos sang pasien.
Pasien kelima dan keenam adalah seorang wanita muda dan setengah baya. Sebut
saja Mba Modis dan Ibu Menor. Mba Modis mengeluh beberapa hari ini badannya
panas dingin, mual dan beberapa kali muntah. Sedang Ibu Menor mengeluh kepala
pusing yang hilang timbul. Dia sudah beberapa kali datang ke dokter yang berbeda-
beda dan dikatakan tidak ada apa-apa, hanya pusing biasa. Dokter terakhir yang dia
kunjungi menyarankan CT Scan kepala. Kemudian ia datang ke dokter Tenar dengan
membawa hasil CT scan. Surat keterangan yang terdapat di dalam amplop CT scan
tersebut menyatakan kecurigaan adanya SOL (space occupying lesion). Tanpa
penjelasan mengenai isi di dalam surat keterangan tersebut dokter Tenar memberikan
surat rujukan ke Rumah Sakit bagian Saraf. Sementara Mba Modis, tak sempat
dilakukan pengukuran tekanan darahnya, langsung diberikan resep sakit kencing yang
sudah langganan dia derita 5 tahun ini. Dokter Tenar hanya memeriksa sekilas dan
menyalin resep dari catatan medis yang disodorkan suster.
Suster telah mengingatkan dua pasien berikutnya adalah Tn Garputala, 46 tahun
dengan muntah berak belasan kali dan satu lagi seorang pelajar putri, 15 tahun sebut
saja Nn Rana Omnivora yang ia kenal sebagai anak pertama OKB (orang kaya baru)
tetangganya, yang anggota DPRD salah satu parpol besar, serta baru saja menerima
telepon ada pasien langganannya yang gawat mau datang.
Garputala adalah hansip setempat yang merasa tak afdol kalau belum “dipegang”
dokter Tenar. Ia melongok sebentar pasien tadi, memegang nadinya yang terasa kecil
dan lemah, mencubit kulit perutnya yang ternyata sudah mengendur. “Sus carikan
bajaj!” instruksinya ke Suster setelah meyakinkan sang hansip agar cepat dirawat. Tak
lupa ia menitipkan amplop berisi Rp. 25.000,- bagi sang hansip. “Untuk transportnya,
ya Pak Tala. Cepat sembuh deh” sambil memberi sebungkus oralit dan lalu
mengirimkannya ke RSU setempat.
Saat mempersilakan Nn Rana masuk ke ruang sekat kanan, dokter Tenar terkaget
karena serombongan orang menyela masuk sambil menggendong anak laki-laki 9
tahun, si Malthus bin Darwin yang tadi pagi ia khitan, ternyata datang kembali karena
perdarahan. Ia menolong Malthus dulu selama 45 menit, sementara Rana terpana
sendirian karena Suster juga sibuk membantu dokter Tenar mengatasi perdarahan si
Malthus di ruang sekat kiri. Dokter Tenar tak sempat bicara ke Nn Rana. Para
pengantar Malthus justru yang meminta Rana sabar. Tentu sambil mencuri pandang,
walaupun bukan bernama menor, Rana memang menor malam itu.
Sambil bersimpuh peluh, dokter Tenar akhirnya mendengarkan keluhan Rana. Ia
stress karena baru saja mengambil uang ayahnya tanpa ijin demi menolong
sahabatnya seumuran untuk aborsi di klinik Antah Brantah. Dokter Tenar
menawarkan untuk menjadi mediator menyampaikan apa adanya kepada bapak Rana.
Toh menurutnya dan menurut Rana, sang anggota DPRD ini cukup mampu menolong
sahabat Rana. “Biar uang saku saya dipotong deh dok asal papi tak nyap-nyap ama
saya”, kata si manis Rana.
Begitulah keseharian dokter Tenar dalam membantu menyelesaikan masalah
pasien-pasiennya sampai ia rela pulang larut malam.
7
Pemecahan kasus dilema etik berdasarkan kaidah
dasar bioetika beserta proses penyelesaiannya
Kembar Siam Pinguina Pinguini
1
Spesialis Bedah Anak
2
Spesialis Bedah Saraf
3
Spesialis Bedah Thorax
4
Spesialis Bedah Plastik
5
Spesialis Bedah Mulut
6
Spesialis Gizi Medik
8
yang lain masih belum jelas terpisah antara Pinguina dan Pinguini. Ditemukan pula
sebagian lobus paru yang melekat antara paru Pinguina dan paru Pinguini.
Dr. Camar, dengan didampingi para ketua bidang TOP Pa Pi, amat waspada
dengan hal ini dan telah menyampaikan secara jelas kepada orang tua bayi kembar itu
bahwa kemungkinan terburuk adalah keduanya tak tertolong. Kemungkinan terburuk
kedua adalah salah satu bayi akan “dikorbankan” bila paru dan bronkus yang melekat
tadi tak bisa dipisahkan. Saat menerima penjelasan tersebut, kedua orang tua Pinguina
dan Pinguini mengangguk-angguk saja, demikian pula dengan kedua balon Kades
Minuta yang mendampingi mereka. Dalam wawancara pers dengan media massa
dalam dan luar negeri, dr Camar mengatakan operasi akan berjalan 9 jam dan pada
kesempatan tersebut ia “mohon doa restu” masyarakat. Di depan wartawan pula,
kedua balon Kades juga mengatakan akan sama-sama membantu finansial warganya.
Skenario II
Ketika operasi tengah berlangsung lebih kurang 3 jam, saat perlekatan salah satu
bronkus sudah 80 % dilepaskan, tiba-tiba terjadi komplikasi. Jaringan distal bronkus
dan paru yang “menyatu” tadi begitu rapuh. Tim bedah kemudian berkonsultasi
dengan Tim Medik dan ICU di meja operasi, disimpulkan bahwa mereka harus
memilih salah satu bayi, sedangkan yang lain “akan dikorbankan”. Camar dan tim lain
yang tak ikut di meja operasi harus menjelaskan kepada orang tua untuk memilih
mana bayinya yang diprioritaskan. Kedua orang tua bingung, bahkan menangis, tak
kuasa menyampaikan keputusan. Ayah si bayi didampingi oleh si Polan balon Kades
sedusun, sementara ibu si bayi didampingi oleh si Fulan, balon Kades yang satunya
lagi.
Merespons perkembangan, Polan beradu pendapat dengan Fulan, sebagai “wakil
orang tua”, di depan TOP Pa Pi, namun tidak menyelesaikan masalah dengan segera.
Nyaris terjadi baku hantam antara dua balon Kades tersebut. Camar dkk sempat
bingung memilih siapa yang berhak. Keributan tadi terdengar oleh semua anggota
TOP Pa Pi yang di dalam kamar operasi. Keributan pun menjalar ke dalam ruang
operasi. Cucakrowo “ribut” dengan Gagak karena Cucak lebih memilih Pinguina
untuk diselamatkan atas dasar prognosis dari sudut bedah lebih baik (dengan melihat
posisi anatomis fisiologis), sementara Gagak memilih Pinguini karena dari sudut
medik ia lebih baik (mencegah status imuno-kompromais).
Akhirnya, atas usul Camar, tim sepakat menunda pembedahan di atas meja
operasi selama maksimal 15 menit untuk menetapkan skala prioritas. Akhirnya
diputuskan untuk lebih memilih Pinguini karena menurut spesialis bedah plastik
secara kosmetik lebih manusiawi bila Pinguini yang hidup.
Camar kemudian memberitahu pihak keluarga bahwa Pinguini yang diutamakan.
Skenario III
Setelah operasi berlangsung selama 7 jam, baru didapatkan hasil pemeriksaan
laboratorium yang menyatakan bahwa Pinguini imuno-kompromais juga menderita
HIV.
Dr. Camar bingun ketika ingin memberitahukan hasil pemeriksaan ini kepada
orang tua apalagi saat itu tim bedah sudah akan menutup operasi dengan operasi
bedah plastik bagi masing-masing bayi. Camar juga bingung ketika akan
memberitahukan kedua balon Kades.
9
Balon Kades yang mendukung Pinguini menarik dukungannya ketika
mengetahui hasil pemeriksaan HIV Pinguini yang positif. Balon Kades yang
mendukung Pinguina tetap mendukung karena ia tidak diberitahu kalau Pinguna akan
mati dalam beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. Keluarga menuntut
Rumah Sakit.
10