Anda di halaman 1dari 42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang

pengaruh struktur modal dan pembelian kembali saham terhadap harga saham.

Metode analisis yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah

analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda sebagai alat bantu dalam

pengambilan kesimpulan.

4.1.1 Analisis Deskriptif

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang melakukan program

pembelian kembali saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 9 periode

laporan keuangan, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015. Sebelum membahas

pengaruh struktur modal dan pembelian kembali saham terhadap harga saham,

terlebih dahulu akan dibahas gambaran data struktur modal, pembelian kembali

saham, dan harga saham pada perusahaan yang melakukan program pembelian

kembali saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2009. Data

digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini berupa data sekunder, karena

merupakan data yang dikumpulkan dan diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dalam

bentuk laporan tahunan perusahaan.

4.1.1.1 Analisis Deskriptif Struktur Modal (DER)

Struktur modal merupakan komposisi modal, yaitu perbandingan antara

hutang dan modal sendiri atau dengan kata lain struktur modal merupakan hasil atau

46
47

akibat dari keputusan pendanaan yang intinya memilih apakah akan menggunakan

hutang atau equitas untuk mendanai operasi perusahaan. Struktur modal dapat

dihitung dengan menggunakan Debt to Equity Ratio (DER). Untuk menghitung

struktur modal (DER), maka digunakan informasi yang terdapat pada laporan posisi

keuangan untuk mengetahui total kewajiban dan total ekuitas.

Total Liabilities
Debt to Equity Ratio =
Total Equity

Sumber: Irham Fahmi (2012:187)

Berikut ini adalah data mengenai struktur modal (DER) beberapa perusahaan

yang melakukan buyback dan terdaftar di bursa efek indonesia.

Tabel 4.1
Struktur Modal (DER) beberapa perusahaan yang melakukan buyback dan
terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2008-2015
DER
Nama Perusahaan Tahun Sebelum Sesudah
Buyback Buyback
PT Tunas Baru Lampung 2008 1.62 1.7
PT Kalbe Farma Tbk 2008 0.09 0.11
PT Aneka Tambang 2008 0.37 0.26
PT Elnusa 2008 0.62 0.57
PT Jasa Marga 2008 1.27 1.18
PT Kimia Farma 2008 0.53 0.53
PT Timah 2008 0.5 0.51
PT Budi Acid Jaya 2008 1.31 1.69
PT Tunas Baru Lampung Tbk 2008 1.62 1.7
PT Bakriland Development 2009 0.69 1.2
PT Adhi Karya Tbk 2009 1.2 1.1
PT London Sumtra Plantation 2009 0.53 0.27
PT Global Mediacom Tbk 2009 0.37 0.35
PT Intiland Development Tbk 2013 0.28 0.29
PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk 2013 0.3 0.4
PT Ace Hardware Indonesia Tbk 2013 0.2 0.3
PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk 2013 1.4 1.1
PT MNC Investama Tbk 2013 0.48 0.89
PT Jaya Real Property Tbk 2013 1.25 1.29
PT Budi Starch & Sweetener Tbk 2013 1.5 1.6
PT Dyandra Media Internasional Tbk 2013 1.56 0.79
PT Nusantara Infra Struktur Tbk 2013 0.89 0.41
PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk 2013 0.07 0.19
PT Surya Semesta Internusa Tbk 2013 1.9 1.3
48

PT Semen Baturaja Tbk 2013 0.26 0.1


PT Panin Insurance Tbk 2013 0.4 0.27
PT Perdana Gapura Prima 2013 0.86 0.66
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk 2015 0.1 0.1
PT Nusa Raya Cipta Tbk 2015 0.9 0.8
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk 2015 1.23 1.28
PT Garuda Indonesia Tbk 2015 1.33 1.43
PT Arwana Citramulia Tbk 2015 0.38 0.6
Sumber: Laporan Tahunan Perusahaan (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dijelaskan struktur modal sebagai berikut

sebagai berikut:

1. Pada tahun 2008 dapat diketahui bahwa rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to

Equity Ratio) PT. Aneka Tambang Tbk mengalami penurunan paling rendah

hal ini terjadi karena Antam mengalami penurunan total kewajiban konsolidasi

seiring dengan penurunan kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar selain

itu Antam mencatat penurunan pada ekuitas, hal ini terutama disebabkan

adanya pembayaran dividen yang dilakukan berdasarkan kinerja perusahaan

tahun 2007. Sedangkan, ditahun 2008 PT. Budi Acid Jaya Tbk (PT. Budi

Starch & Sweetener Tbk) mengalami peningkatan rasio hutang terhadap

ekuitas yang merupakan peningkatan rasio tertinggi pada tahun 2008. Hal ini

disebabkan kewajiban Perseroan adalah meningkat terutama disebabkan oleh

kenaikan hutang bank, kewajiban derivatif, hutang obligasi dan wesel bayar.

2. Pada tahun 2009 dapat diketahui bahwa rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to

Equity Ratio) PT. London Sumatera Indonesia Tbk mengalami penurunan

paling tinggi hal ini terjadi karena jumlah kewajiban turun dibandingkan tahun

2008. Penurunan ini disebabkan pengurangan funded debt, yang turun pada

tahun 2009.
49

Sedangkan pada tahun yang sama, PT. Bakrieland Development Tbk

mengalami peningkatan rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio)

hal ini terjadi karena dampak dari kenaikan kewajiban Perusahaan, Kenaikan

jumlah kewajiban ini terutama disebabkan adanya kenaikan pinjaman dari

perbankan yang memberikan fasilitas pendanaan dalam rangka pembangunan

jalan tol Kanci-Pejagan.

3. Pada tahun 2013 dapat diketahui bahwa rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to

Equity Ratio) PT. Dyandra Media Internasional Tbk mengalami penurunan

paling tinggi yang disebabkan oleh adanya penambahan modal melalui IPO

dan penggunaan sebagian dana IPO secara signifikan yang menambah porsi

ekuitas dan kemampuan Perseroan untuk melunasi kewajiban jangka pendek

meningkat secara drastis. Sedangkan PT. MNC Investama Tbk mengalami

peningkatan nilai DER paling tinggi yang disebabkan oleh total liabilitas

Perseroan meningkat dibandingkan tahun 2012. Kenaikan ini didorong oleh

peningkatan liabilitas jangka panjang, yang di antaranya disebabkan oleh

adanya utang jangka panjang dan obligasi bersifat senior yang diperoleh pada

tahun 2013. Selain itu, total ekuitas mengalami penurunan, penurunan terkait

adanya rugi yang diatribusikan ke pemilik entitas induk pada tahun 2013 dan

penurunan selisih transaksi ekuitas dengan pihak non pengendali.

4. Pada tahun 2015 dapat diketahui bahwa rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to

Equity Ratio) PT. Nusa Raya Cipta Tbk mengalami penurunan karena ekuitas

Perseroan meningkat dibandingkan tahun 2014. Peningkatan ini disebabkan

oleh kenaikan di seluruh komponen Ekuitas. Sedangkan PT. Arwana


50

Citramulia Tbk mengalami peningkatan nilai DER dari yang terjadi karena

Jumlah Ekuitas Perseroan turun, penurunan ini terutama disebabkan oleh

pembagian dividen pada bulan Juni 2015.

Berikut tabel statistik deskriptif rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to

Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham

(Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015.

Tabel 4.2
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DER Sebelum Buyback 32 .07 1.90 .8128 .54168


Valid N (listwise) 32
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DER Sesudah Buyback 32 .10 1.70 .7803 .52749


Valid N (listwise) 32

Sumber : Data yang diolah, 2016

Tabel output di atas menjelaskan statistik deskriptif mengenai rasio hutang

terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program

pembelian kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-

2015. Pada tabel output di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata rasio hutang

terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program

pembelian kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-

2015 adalah sebesar 0.8128 dan 0.7803 dengan simpangan baku sebesar 0.54168

dan 0.52749. Nilai rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada

perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham (Buyback)

tertinggi mencapai 1.90 dan 1.70 dimiliki oleh PT Surya Semesta Internusa Tbk
51

tahun 2012 (sebelum buyback) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk pada tahun 2008

(setelah buyback), sedangkan rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio)

terendah mencapai 0,07 dan 0.1 dimiliki PT Ristia Bintang Mahkota Sejati Tbk

tahun 2013 (sebelum buyback) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk

pada tahun 2015 (setelah buyback).

Untuk mengetahui lebih detail mengenai perkembangan rasio hutang

terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program

pembelian kembali saham (Buyback) pada tahun 2008-2015, dapat dilihat pada

tabel dan gambar grafik di bawah ini :

Tabel 4.3
Rata-Rata Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada
Perusahaan yang melakukan Program Pembelian Kembali Saham (Buyback)
pada tahun 2008-2015
Debt to Equity Ratio 2007 2008 2009 2010 2012 2013 2014 2015
Rata-Rata 0.88 0.91 0.69 0.73 0.81 0.68 0.78 0.84
Perkembangan - 3% - 6% - -16% - 8%
Sumber : Data diolah, 2016

Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (DER)


1
0.88 0.91
0.8 0.81 0.84
0.78
RATA-RATA

0.69 0.73 0.68


0.6
Jumlah DER
0.4
0.2
0
2007 2008 2009 2010 2012 2013 2014 2015

TAHUN

Gambar 4.1
Grafik Perkembangan Rata-Rata Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to
Equity Ratio) pada Perusahaan yang melakukan Program Pembelian
Kembali Saham (Buyback) pada tahun 2008-2015.
52

Berdasarkan pada gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata

rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang

melakukan program pembelian kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2008-2015 memiliki trendline yang menurun pada tiap tahunnya.

Turunnya tingkat rasio hutang terhadap ekuitas (DER) perusahaan dikarenakan

adanya peningkatan total ekuitas dan menurunnya kewajiban atau hutang yang

menyebabkan menurunnya angka rasio hutang terhadap ekuitas. Perusahaan

menginginkan agar rasio hutang terhadap ekuitas tidak lebih dari 100 % atau 1

sehingga dapat investor akan tertarik untuk membeli saham yang akhirnya akan

menaikan harga saham. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Lukas Setia

Atmaja (2010:251).

4.1.1.2 Analisis Deskriptif Pembelian Kembali Saham (Buyback)

Stock repurchase atau pembelian kembali saham atau yang biasa dikenal

dengan buyback stock adalah tindakan yang dilakukan oleh emiten maupun

perusahaan publik untuk membeli kembali saham yang telah ditawarkan kepada

masyarakat baik melalui bursa maupun di luar bursa. Maksud dan tujuan dari

pelaksanaan aksi korporasi ini antara lain adalah untuk meningkatkan likuiditas

saham, memperoleh keuntungan dengan menjual kembali setelah harga mengalami

kenaikan atau sebagai langkah untuk mengurangi modal disetor. Menurut Abdul

Halim (2010:99) indikator yang mempengaruhi pembelian harga saham yaitu

tanggal peristiwa terjadinya pembelian kembali saham.


53

Berikut ini adalah data mengenai harga saham ketika pengumuman

pembelian kembali saham beberapa perusahaan yang melakukan buyback dan

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Tabel 4.4
Harga saham ketika pengumuman pembelian kembali saham beberapa
perusahaan yang melakukan buyback dan terdaftar di bursa efek indonesia
2008-2015.
No Nama Perusahaan Tahun Harga Saham
1 PT Tunas Baru Lampung 2008 529.59
2 PT Kalbe Farma Tbk 2008 96.79
3 PT Aneka Tambang 2008 878.72
4 PT Elnusa 2008 142.88
5 PT Jasa Marga 2008 802.58
6 PT Kimia Farma 2008 76.24
7 PT Timah 2008 585.79
8 PT Budi Acid Jaya 2008 136.56
9 PT Tunas Baru Lampung Tbk 2008 193.34
10 PT Bakriland Development 2009 58.65
11 PT Adhi Karya Tbk 2009 203.45
12 PT London Sumtra Plantation 2009 448.68
13 PT Global Mediacom Tbk 2009 240.88
14 PT Intiland Development Tbk 2013 366.95
15 PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk 2013 901.2
16 PT Ace Hardware Indonesia Tbk 2013 732
17 PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk 2013 154
18 PT MNC Investama Tbk 2013 307.96
19 PT Jaya Real Property Tbk 2013 768.8
20 PT Budi Starch & Sweetener Tbk 2013 98
21 PT Dyandra Media Internasional Tbk 2013 236.31
22 PT Nusantara Infra Struktur Tbk 2013 196
23 PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk 2013 96
24 PT Surya Semesta Internusa Tbk 2013 686.38
25 PT Semen Baturaja Tbk 2013 373.45
26 PT Panin Insurance Tbk 2013 740
27 PT Perdana Gapura Prima 2013 98.71
28 PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk 2015 437.55
29 PT Nusa Raya Cipta Tbk 2015 687.76
30 PT Nippon Indosari Corpindo Tbk 2015 1091.95
31 PT Garuda Indonesia Tbk 2015 333
32 PT Arwana Citramulia Tbk 2015 476.99
Sumber: Yahoo Finance (data diolah)

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dijelaskan harga saham saat

pengumuman buyback sebagai berikut:


54

1. Pada tahun 2008 PT. Kimia Farma Tbk memiliki harga saham terendah

diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan program pembelian kembali

saham, hal ini terjadi karena banyak investor yang melakukan transaksi marjin

dan short selling dan melemahnya posisi rupiah. Berbeda dengan PT Aneka

Tambang Tbk memiliki harga saham tertinggi diantara perusahaan-perusahaan

yang melakukan program pembelian kembali saham di tahun 2008, ini terjadi

karena semakin pulihnya kondisi pasar pada periode buyback.

2. Pada tahun 2009 PT. Bakrieland Development Tbk memiliki harga saham

terendah diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan program pembelian

kembali saham, hal ini terjadi karena harga saham ELTY ada dalam kategori

undervalue. Di tahun yang sama, PT. London Sumatera Indonesia Plantation

memiliki harga saham tertinggi diantara perusahaan-perusahaan yang

melakukan program pembelian kembali saham, karena perusahaan ini

maksimal pembelian saham yang dibeli kembali sehingga harga saham saat

program buyback dilaksanakan meningkat.

3. Pada tahun 2013 PT. Ristia Bintang Mahkota Sejati Tbk memiliki harga saham

terendah diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan program pembelian

kembali saham, hal ini terjadi karena menurunnya permodalan serta

menurunnya laba bersih per saham (earnings per share/EPS) secara

berkelanjutan. Ditahun yang sama PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk memiliki

harga saham tertinggi diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan

program pembelian kembali saham, karena perusahaan memperpanjang waktu

pembelian kembali saham menjadi lebih lama.


55

4. Pada tahun 2015 PT. Garuda Indonesia Tbk memiliki harga saham terendah

diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan program pembelian kembali

saham, hal ini terjadi karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok

sepanjang tahun 2015. Ditahun yang sama PT Nippon Indosari Corpindo Tbk

memiliki harga saham tertinggi diantara perusahaan-perusahaan yang

melakukan program pembelian kembali saham, karena perusahaan melakukan

stock split dan pembelian kembali saham (buyback).

Berikut tabel statistik deskriptif harga saham pada saat pengumuman aksi

pembelian kembali saham pada perusahaan yang melakukan program pembelian

kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015.

Tabel 4.5
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Harga Saham saat Buyback 32 58.65 1091.95 411.7862 293.91665


Valid N (listwise) 32

Sumber : Data yang diolah, 2016

Tabel output di atas menjelaskan statistik deskriptif mengenai harga saham

saat buyback pada perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham

(Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015. Pada tabel output di

atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata harga saham saat buyback pada perusahaan

yang melakukan program pembelian kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun 2008-2015 adalah sebesar 411.78 dengan simpangan baku

sebesar 293.91. Harga saham saat buyback pada perusahaan yang melakukan

program pembelian kembali saham (Buyback) tertinggi mencapai 1091.95 dimiliki

oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk pada tahun 2015, sedangkan harga saham
56

saat buyback terendah mencapai 58.65 dimiliki PT Bakrieland Development Tbk

tahun 2009.

Untuk mengetahui lebih detail mengenai perkembangan harga saham saat

buyback pada perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham

(Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015, dapat dilihat pada

tabel dan gambar grafik di bawah ini :

Tabel 4.6
Rata-Rata Harga Saham saat Buyback pada Perusahaan yang melakukan
Program Pembelian Kembali Saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2008-2015
Harga Saham Saat Buyback 2008 2009 2013 2015
Rata-Rata 382.5 237.9 411 605
Perkembangan - -38% 73% 47%
Sumber : Data diolah, 2016

Harga Saham Saat Buyback


700
600 605
500
RATA-RATA

400 382.5 411


300
237.9
200
100
0
2008 2009 2013 2015

TAHUN
Rataan Harga Saham Saat Buyback

Gambar 4.2
Grafik Perkembangan Rata-Rata Harga Saham Saat Buyback pada
Perusahaan yang melakukan Program Pembelian Kembali Saham (Buyback)
pada tahun 2008-2015.

Berdasarkan pada gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata

harga saham saat buyback pada perusahaan yang melakukan program pembelian
57

kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015

memiliki trendline yang meningkat pada tiap tahunnya kecuali pada tahun 2009.

Naiknya harga saham saat buyback perusahaan dikarenakan adanya pemngumuman

pembelian kembali saham oleh perusahaan yang menarik pada investor untuk

menjual sahamnya pada perusahaan. Perusahaan menginginkan dengan pembelian

kembali saham maka jumlah lembar saham yang beredar berkurang sehingga akan

meningkatkan harga saham. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Abdul

Halim (2010:98).

4.1.1.3 Deskriptif Harga Saham

Harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu

dan harga saham ditentukan oleh pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini

ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Harga

saham dalam penelitian ini dihitung dengan rata-rata harga saham 20 hari sebelum

buyback dan 20 hari setelah buyback.

Tabel 4.7
Rata-rata harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari sesudah
buyback pada perusahaan yang melakukan buyback dan terdaftar di Bursa
Efek Indonesia 2008 – 2015
Harga Saham
Nama Perusahaan Tahun
20 Hari Sebelum 20 Hari Sesudah
PT Tunas Baru Lampung 2008 419.9 607.8
PT Kalbe Farma Tbk 2008 104.3 150.8
PT Aneka Tambang 2008 929.28 950.45
PT Elnusa 2008 181.01 137.72
PT Jasa Marga 2008 893.86 997.32
PT Kimia Farma 2008 101.45 170.66
PT Timah 2008 763.59 595.81
PT Budi Acid Jaya 2008 199.85 142.87
PT Tunas Baru Lampung Tbk 2008 292.95 302.55
PT Bakriland Development 2009 70.23 60.49
PT Adhi Karya Tbk 2009 207.15 191.43
PT London Sumtra Plantation 2009 481.96 497.1
PT Global Mediacom Tbk 2009 207.29 314.96
PT Intiland Development Tbk 2013 303.7 318.91
58

PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk 2013 1073.932 1072.054


PT Ace Hardware Indonesia Tbk 2013 705.16 685.64
PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk 2013 151.55 154
PT MNC Investama Tbk 2013 404.9 352.1
PT Jaya Real Property Tbk 2013 869.8 789.9
PT Budi Starch & Sweetener Tbk 2013 96.3 99.95
PT Dyandra Media Internasional Tbk 2013 250.8 265.1
PT Nusantara Infra Struktur Tbk 2013 212.1 211.1
PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk 2013 98.75 103.75
PT Surya Semesta Internusa Tbk 2013 682.674 715.1
PT Semen Baturaja Tbk 2013 343.671 357.38
PT Panin Insurance Tbk 2013 625.5 704.5
PT Perdana Gapura Prima 2013 99.08 106.96
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk 2015 471.6785 499.76
PT Nusa Raya Cipta Tbk 2015 820.67 903.44
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk 2015 1137.864 1105.103
PT Garuda Indonesia Tbk 2015 403.9 480.8
PT Arwana Citramulia Tbk 2015 513.634 504.26
Sumber: Yahoo Finance (data diolah)

1. Pada tahun 2008 PT. Timah Tbk memiliki penurunan rata-rata harga saham

paling tinggi diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan program

pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena harga saham buyback lebih

rendah dari harga saham wajar perusahaan. Sedangkan PT Tunas Baru

Lampung Tbk memiliki peningkatan rata-rata harga saham paling tinggi

diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan program pembelian kembali

saham, hal ini terjadi karena waktu pembelian kembali saham PT Tunas Baru

Lampung Tbk berlasngsung lebih lama dari perusahaan yang lain.

2. Pada tahun 2009 PT. Adhi Karya Tbk memiliki penurunan rata-rata harga

saham paling tinggi diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan program

pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena realisasi pembelian kembali

saham oleh perusahaan masih sangat minim. Sedangkan PT Global Mediacom

Tbk memiliki peningkatan rata-rata harga saham paling tinggi diantara

perusahaan-perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham,


59

ini terjadi karena buyback dilakukan dalam kondisi pasar yang berfluktuasi

secara signifikan.

3. Pada tahun 2013 PT. Jaya Real Property Tbk memiliki penurunan rata-rata

harga saham paling tinggi diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan

program pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena harga saham belum

jatuh seperti target harga buyback sehingga tak lagi membeli kembali saham.

Sedangkan PT Panin Insurance Tbk memiliki peningkatan rata-rata harga

saham paling tinggi diantara perusahaan-perusahaan yang melakukan program

pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena perusahaan melakukan

pembelian kembali saham dengan intensitas yang bisa dikatakan sering.

4. Pada tahun 2015 PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk memiliki penurunan rata-

rata harga saham paling tinggi diantara perusahaan-perusahaan yang

melakukan program pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena harga

saham perusahaan masih wajar sehingga belum perlu melakukan buyback

saham ditambah kondisi pasar sudah kondusif. Sedangkan PT Nusa Raya Cipta

Tbk memiliki peningkatan rata-rata harga saham paling tinggi diantara

perusahaan-perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham,

ini terjadi karena nilai transaksi dari hasil pembelian kembali saham yang

dikeluarkan perseroan terbilang cukup tinggi yang mengakibatkan naiknya

harga saham.

Berikut tabel statistik deskriptif rata-rata harga saham sebelum dan sesudah

pengumuman aksi pembelian kembali saham pada perusahaan yang melakukan


60

program pembelian kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2008-2015.

Tabel 4.8
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Rata Rata Harga Saham 20


32 60.49 1137.86 444.8238 313.63171
Hari Sebelum Buyback
Valid N (listwise) 32
Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Rata Rata Harga Saham 20


32 60.49 1105.10 454.6802 317.45767
Hari Sesudah Buyback
Valid N (listwise) 32

Sumber : Data yang diolah, 2016

Tabel output di atas menjelaskan statistik deskriptif mengenai rata-rata

harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari sesudah buyback pada

perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham (Buyback)

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015. Pada tabel output di atas, dapat

dilihat bahwa nilai rata-rata harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari

sesudah buyback pada perusahaan yang melakukan program pembelian kembali

saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015 adalah sebesar

444.8238 dan 454.6802 dengan simpangan baku sebesar 313.63171 dan 317.45767.

Nilai rata-rata harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari sesudah buyback

pada perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham (Buyback)

tertinggi mencapai 1137.86 dan 1105.10 dimiliki oleh PT Nippon Indosari

Corpindo Tbk tahun 2015, sedangkan nilai rata-rata harga saham 20 hari sebelum

buyback dan 20 hari sesudah buyback pada perusahaan yang melakukan program
61

pembelian kembali saham (Buyback) terendah mencapai 60.49 dimiliki PT

Bakrieland Development Tbk tahun 2009.

Untuk mengetahui lebih detail mengenai perkembangan rasio hutang

terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program

pembelian kembali saham (Buyback) pada tahun 2008-2015, dapat dilihat pada

tabel dan gambar grafik di bawah ini :

Tabel 4.9
Rata-Rata Harga Saham 20 hari sebelum Buyback dan 20 hari sudah
Buyback pada Perusahaan yang melakukan Program Pembelian Kembali
Saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015
Rata-Rata Harga Saham
2008 2009 2013 2015
(Sebelum & Sesudah Buyback)
Rata-Rata 432 450 241 265 422 424 669 689
Perkembangan - 4% - 10% - 0.5% - 3%
Sumber : Data diolah, 2016

Rata-Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum & 20 Hari


800 Sesudah Buyback
700 669 689
RATA-RATA

600
500
432 459 424
400 422
300
241 265
200
100
0

TAHUN
Rataan Harga Saham 20 Hari sebelum dan 20 hari sesudah Buyback

Gambar 4.3
Grafik Perkembangan Rata-Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum Buyback
dan 20 Hari Sesudah Buyback pada Perusahaan yang melakukan Program
Pembelian Kembali Saham (Buyback) pada tahun 2008-2015.
62

Berdasarkan pada gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata

harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari sesudah buyback saat buyback

pada perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham (Buyback)

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015 memiliki trendline yang

meningkat pada tiap tahunnya. Naiknya harga saham saat buyback perusahaan

dikarenakan adanya pembelian kembali saham oleh perusahaan yang memiliki

jangka waktu pelaksanaan yang cukup panjang dan mulai kondusifnya pasar.

Dengan lamanya waktu yang disediakan untuk pembelian kembali saham akan

berakibat pada naiknya laba per saham yang secara berkelanjutan dapat menaikkan

harga saham. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Hendy M. Fakhruddin

(2011:96).

4.1.2 Analisis Verifikatif

Setelah diuraikan gambaran data variabel penelitian, selanjutnya untuk

mengetahui apakah terdapat pengaruh struktur modal (DER) dan pembelian

kembali saham (Buyback) terhadap harga saham maka dilakukan pengujian

statistik, baik secara simultan maupun secara parsial. Pengujian akan dilakukan

melalui tahapan sebagai berikut: pengujian uji asumsi klasik, analisis regresi linier,

koefisien korelasi parsial, koefisien determinasi, uji beda serta pengujian hipotesis.

Pengujian tersebut dilakukan dengan bantuan program Statistical Product Service

Solutions (SPSS) Versi 23, diperoleh hasil uji sebagai berikut:

1. Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier

berganda, ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi agar kesimpulan dari regresi
63

tersebut tidak bias, diantaranya uji normalitas, uji multikolinieritas, uji

heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Untuk menguatkan hasil regresi yang

diperoleh dilakukan pengujian asumsi klasik regresi, dimana hasil yang diperoleh

adalah sebagai berikut:

a. Hasil Pengujian Normalitas

Asumsi normalitas merupakan persyaratan yang sangat penting pada

pengujian kebermaknaan (signifikansi) koefisien regresi, apabila model regresi

tidak berdistribusi normal maka kesimpulan dari uji F dan uji t masih meragukan,

karena statistik uji F dan uji t pada analisis regresi diturunkan dari distribusi normal.

Pada penelitian ini digunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov untuk menguji

normalitas model regresi.

Tabel 4.10
Hasil Pengujian Asumsi Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 32
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 57.96030040
Most Extreme Differences Absolute .151
Positive .130
Negative -.151
Test Statistic .151
Asymp. Sig. (2-tailed) .061c

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
64

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 32
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 62.53953120
Most Extreme Differences Absolute .123
Positive .123
Negative -.065
Test Statistic .123
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

Pada Tabel 4.10 dapat dilihat nilai probabilitas (Asymp. sig.) yang

diperoleh dari uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,061 dan 0,200. Karena nilai

probabilitas pada uji Kolmogorov-Smirnov masih lebih besar dari tingkat

kekeliruan 5% (0,05), maka disimpulkan bahwa model regresi berdistribusi normal.

Secara visual gambar grafik normal probability plot dapat dilihat pada Gambar 4.4

dan Gambar 4.5 berikut:


65

Gambar 4.4
Grafik Normalitas

Grafik diatas mempertegas bahwa model regresi yang diperoleh

berdistribusi normal, dimana sebaraan data berada disekitar garis diagonal.

b. Hasil Pengujian Multikolinearitas

Multikolinieritas berarti adanya hubungan yang kuat di antara beberapa atau

semua variabel bebas pada model regresi. Jika terdapat Multikolinieritas maka

koefisien regresi menjadi tidak tentu, tingkat kesalahannya menjadi sangat besar

dan biasanya ditandai dengan nilai koefisien determinasi yang sangat besar tetapi

pada pengujian parsial koefisien regresi, tidak ada ataupun kalau ada sangat sedikit

sekali koefisien regresi yang signifikan. Pada penelitian ini digunakan nilai

variance inflation factors (VIF) sebagai indikator ada tidaknya multikolinieritas

diantara variabel bebas.


66

Tabel 4.11
Hasil Pengujian Asumsi Multikolinieritas

Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
1 (Constant)
DER Sebelum Buyback 1.000 1.000
Harga Saham Saat Buyback 1.000 1.000

Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
1 (Constant)
DER Sesudah Buyback .998 1.002
Harga Saham Saat Buyback .998 1.002

Pada tabel output SPSS di atas, dapat dilihat bahwa nilai tolerance yang

diperoleh untuk kedua variabel bebas adalah sebesar 1,000 > 0,1 dan 0,998 > 0,1

dengan nilai VIF sebesar 1,000 < 10 dan 1,002 < 10. Hasil tersebut menunjukan

bahwa variabel bebas dalam model terbebas dari masalah multikolinearitas,

sehingga model telah memenuhi salah satu syarat untuk dilakukan pengujian

regresi.

c. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas

Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu

model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan lain. Model regresi yang baik seharusnya terbebas dari masalah

heteroskedastisitas. Secara visual, heteroskedastisitas dapat dideteksi pada grafik

scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan nilai residualnya

(SRESID). Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik tersebar secara acak di atas

dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, dapat disimpulkan bahwa model regresi

terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Untuk menguji apakah varian dari

residual homogen dilihat dari Grafik Scatterplot.


67

Gambar 4.5
Grafik Scatterplot

Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar

baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi, sehingga model regresi

layak dipakai untuk memprediksi harga saham berdasarkan variabel independen

struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham (Buyback).


68

d. Hasil Pengujian Autokorelasi

Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah

model regresi linier terdapat korelasi antar variabel pengganggu (ɛ) pada data yang

mengandung unsur deret waktu (time series). Model regresi yang baik seharusnya

terbebas dari adanya autokorelasi. Deteksi adanya autokorelasi dapat dilihat dari

nilai Durbin-Watson. Jika nilai dW berada diantara dU dan 4-dU, dapat disimpulkan

bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi. Mengacu pada tabel Durbin-

Watson dengan α sebesar 5%, banyaknya data pengamatan (n) 32 data dan

banyaknya variabel bebas (k) 2, diperoleh nilai dU sebesar 1,573 dan 4-dU sebesar

2,427. Dengan menggunakan program SPSS 23.0, diperoleh hasil uji sebagai

berikut :

Tabel 4.12
Hasil Pengujian Asumsi Autokorelasi
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the

Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .983a .966 .963 59.92561 1.912

a. Predictors: (Constant), Harga Saham saat Buyback, DER Sebelum Buyback

b. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum Buyback

Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the

Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .980a .961 .959 64.66011 2.416

a. Predictors: (Constant), Harga Saham saat Buyback, DER Sesudah Buyback

b. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sesudah Buyback


69

Pada tabel output SPSS di atas, diketahui bahwa nilai Durbin-Watson yang

diperoleh adalah sebesar 1,912 dan 2,416 berada diantara angka dU dan 4-dU

(1,573 < 1,912 < 2,427) dan (1,573 < 2,416 < 2,427). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa model regresi terbebas dari adanya autokorelasi, sehingga

model regresi telah memenuhi salah satu syarat untuk dilakukan pengujian regresi.

2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel

independen yaitu struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham (Buyback)

terhadap harga saham. Model matematis hubungan antara dua variabel tersebut

adalah persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + ε

Sumber: Sugiyono (2012:261)

Hasil perhitungan koefisien regresi linier berganda dengan menggunakan

program Statistical Product Service Solutions (SPSS) Versi 23 yaitu sebagai

berikut:

Tabel 4.7
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
70

Tabel di atas memberikan informasi mengenai hasil estimasi regresi linier

berganda antara Struktur Modal dan Pembelian Kembali Saham terhadap Harga

Saham. Pada tabel di atas, terlihat bahwa nilai konstanta (a) yang diperoleh adalah

sebesar 14,930 dan 0,106 dengan nilai koefisien regresi (βi) sebesar -2,379 dan

23,237 X1; 1.049 dan 1,060 X2. Berdasarkan pada nilai-nilai yang diperoleh, dapat

dibentuk persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 14,930 – 2,379 X1 + 1,049 X2

Y = 0,106 + 23,237 X1 + 1,060 X2

Keterangan : Y = Harga Saham

X1 = Struktur Modal

X2 = Pembelian Kembali Saham

Persamaan regresi linier berganda di atas dapat diinterpretasikan sebagai

berikut :

a. Nilai konstanta sebesar 14,930 dan 0,106, menunjukan besarnya harga

saham pada perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham, jika

perputaran struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham bernilai 0.

b. Koefisien regresi untuk struktur modal (DER) sebesar -2,379 dan 23,237

X1. Bertanda negatif, artinya setiap terjadi peningkatan 1 satuan pada

struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham bernilai konstan,

diprediksikan mampu menurunkan harga saham pada perusahaan yang


71

melakukan pembelian kembali saham sebesar 2,379. Sedangkan koefisien

X1 yang kedua bertanda positif yang artinya setiap terjadi peningkatan 1

satuan pada struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham bernilai

konstan, diprediksikan mampu meningkatkan harga saham pada perusahaan

yang melakukan pembelian kembali saham sebesar 23,237.

c. Koefisien regresi untuk pembelian kembali saham sebesar 1.049 dan 1,060.

Keduannya bertanda positif, artinya setiap terjadi peningkatan 1 satuan pada

struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham bernilai konstan,

diprediksikan mampu meningkatkan harga saham pada perusahaan yang

melakukan pembelian kembali saham sebesar 1.049 dan 1,060.

3. Hasil Analisis Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi merupakan nilai yang menunjukan derajat asosiasi

(keeratan hubungan) yang terjadi antara struktur modal (DER) dan pembelian

kembali saham dengan harga saham.

a. Koefisien Korelasi Simultan antara Struktur Modal (DER) dan

Pembelian Kembali Saham terhadap Harga Saham.

Dengan menggunakan program SPSS 23.0, diperoleh nilai koefisien

korelasi simultan dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.14
Koefisien Korelasi Simultan
Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .983a .966 .963 59.92561 1.912

a. Predictors: (Constant), Harga Saham saat Buyback, DER Sebelum Buyback


b. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum Buyback
72

Model Summaryb

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .980a .961 .959 64.66011 2.416

a. Predictors: (Constant), Harga Saham saat Buyback, DER Sesudah Buyback


b. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sesudah Buyback

Pada tabel output SPSS di atas, terlihat bahwa nilai korelasi simultan (R)

antara struktur modal (DER) dan perputaran total aktiva dengan laba adalah sebesar

0,983 dan 0,980 dan termasuk dalam kategori hubungan yang sangat kuat berada

pada interval korelasi antara “0,80-0,99”. Berdasarkan nilai korelasi yang

diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat hubungan yang sangat

kuat antara struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham dengan harga

saham pada perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham (buyback).

b. Koefisien Korelasi Parsial antara Struktur Modal (DER) terhadap

Harga Saham

Dengan menggunakan program SPSS 23.0, diperoleh hasil korelasi parsial

sebagai berikut :

Tabel 4.15
Koefisien Korelasi Parsial antara Struktur Modal terhadap Harga Saham
73

Pada tabel output SPSS di atas, terlihat bahwa nilai korelasi parsial antara

struktur modal (DER) dengan harga saham adalah sebesar -0,008 (untuk rata-rata

harga saham 20 hari sebelum buyback) dan -0,003 (untuk rata-rata harga saham 20

hari sesudah buyback), itu berarti termasuk dalam kategori hubungan yang sangat

rendah (untuk rata-rata harga saham 20 hari sebelum buyback) berada pada interval

korelasi antara “0,00-0,599”. Nilai korelasi bertanda negatif yang menunjukan

bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah berlawanan, artinya semakin

tinggi struktur modal (DER) , maka semakin rendah harga saham. Berdasarkan nilai

korelasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan

negatif yang sangat rendah antara struktur modal (DER) dengan harga saham (untuk

rata-rata harga saham 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah buyback) pada

perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham.

c. Koefisien Korelasi Parsial antara Pembelian Kembali Saham terhadap

Harga Saham

Dengan menggunakan program SPSS 23.0, diperoleh hasil korelasi parsial

sebagai berikut :
74

Tabel 4.16
Koefisien Korelasi Parsial antara Pembelian Kembali Saham terhadap
Harga Saham
Correlations

Rata Rata
Harga Saham
20 Hari
Harga Saham Sebelum
saat Buyback Buyback

Harga Saham saat Buyback Pearson Correlation 1 .983**

Sig. (2-tailed) .000

N 32 32
Rata Rata Harga Saham 20 Pearson Correlation .983** 1
Hari Sebelum Buyback Sig. (2-tailed) .000

N 32 32

Correlations

Rata Rata
Harga Saham
20 Hari
Harga Saham Sesudah
saat Buyback Buyback

Harga Saham saat Buyback Pearson Correlation 1 .980**

Sig. (2-tailed) .000

N 32 32
Rata Rata Harga Saham 20 Pearson Correlation .980** 1
Hari Sesudah Buyback Sig. (2-tailed) .000

N 32 32

Pada tabel output SPSS di atas, terlihat bahwa nilai korelasi parsial antara

tingkat pembelian kembali saham dengan harga saham adalah sebesar 0,983 dan

0.980 termasuk dalam kategori hubungan yang sangat kuat berada pada interval

korelasi antara “0,80-0,99”. Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukan bahwa

hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah, artinya semakin tinggi

pembelian kembali saham, maka semakin tinggi pula harga saham. Berdasarkan
75

nilai korelasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat

hubungan positif yang cukup kuat antara pembelian kembali saham dengan harga

saham pada perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham (buyback).

4. Hasil Analisis Determinasi

Koefisien determinasi merupakan nilai yang menunjukan besar kontribusi

pengaruh yang diberikan oleh struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham

terhadap harga saham yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Dengan

menggunakan program SPSS 23.0, diperoleh hasil uji koefisien determinasi

simultan sebagai berikut :

Tabel 4.17
Kofisien Determinasi Simultan antara Struktur Modal dan Pembelian
Kembali Saham terhadap Harga Saham
Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .983a .966 .963 59.92561

a. Predictors: (Constant), Harga Saham saat Buyback, DER Sebelum Buyback


b. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum Buyback
Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .980a .961 .959 64.66011

a. Predictors: (Constant), Harga Saham saat Buyback, DER Sesudah Buyback


b. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sesudah Buyback

Pada tabel output SPSS di atas, dapat dilihat nilai R Square yang diperoleh

adalah sebesar 0,966 dan 0,961 atau 96,7% dan 96,1%, artinya secara simultan

struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham memberikan pengaruh sebesar

96,7% dan 96,1% terhadap harga saham pada perusahaan yang melakukan buyback,

sedangkan sebanyak (1-R2) 3,3% dan 3,9% sisanya merupakan pengaruh yang

diberikan oleh faktor lain yang tidak diteliti.


76

Untuk mengetahui besarnya kontribusi pengaruh secara parsial, diperoleh

dari hasil perkalian antara nilai Beta dengan Zero-Order. Beta merupakan nilai

koefisien regresi yang terstandarkan (standardized coefficients), sedangkan Zero-

Order merupakan nilai korelasi parsial antara variabel bebas dengan variabel

terikat. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan bantuan program SPSS 21.0,

diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.18
Koefisien Determinasi Parsial
Coefficientsa

Standardized
Coefficients Correlations

Model Beta Zero-order Partial

1 (Constant)

DER Sebelum Buyback -.004 -.008 -.022

Harga Saham saat Buyback .983 .983 .983

a. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum Buyback


Coefficientsa

Standardized
Coefficients Correlations

Model Beta Zero-order Partial

1 (Constant)

DER Sesudah Buyback .039 -.003 .192

Harga Saham saat Buyback .981 .980 .980

a. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sesudah Buyback

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa besarnya pengaruh struktur

modal (DER) terhadap harga saham sebesar 2,2% dan 19,2%. Sedangkan besarnya

pengaruh pembelian kembali saham terhadap harga saham adalah sebesar 98,3%

dan 98%. Jadi, total keseluruhan pengaruh struktur modal (DER) dan pembelian

kembali saham terhadap harga saham secara bersama-sama adalah sebesar 96,7%
77

dan 96,1% yang mana jumlah tersebut sesuai dengan nilai koefisien

determinasinya.

4.2 Uji Hipotesis

a) Paired Sample T-test (Uji T Sampel Berpasangan/Uji Beda)

T-test dependent atau Paired Sampel T-test digunakan untuk

membandingkan rata-rata dua set data (data sebelum dan sesudah) yang saling

berpasangan. Dalam penelitian ini dua set data adalah struktur modal (DER)

sebelum melakukan buyback dan sesudah melakukan buyback, pada taraf

kepercayaan 95% (α 0,05).

Tabel 4.19
Koefisien Uji Paired T-test antara Struktur Modal (DER) Sebelum
Buyback dan Sesudah Buyback serta Rata-Rata Harga Saham Sebelum
Buyback dan Rata-Rata Harga Saham Sebelum Buyback
78

Berdasarkan tabel 4.21 di atas, pada output pertamaa yaitu Paired Samples

Statistics, dapat dilihat rata-rata struktur modal (DER) sebelum dan sesudah

pembelian kembali saham turun dari 0,8128 menjadi 0,7803, N menunjukkan

banyaknya data yaitu sebelum dan sesudah sebanyak 32, standar deviasi yang

menunjukkan keheterogenan yang terjadi daalam data sebelum dan sesudah

pembelian kembali saham ada 0,54168 dan 0,52749 untuk struktur modal (DER),

316,82 dan 317,45 untuk rata-rata harga saham 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah,

dan standar error of mean sebelum dan sesudah pembelian kembali saham adalah

0,9576 dan 0,9325, standar error of mean rata-rata harga saham 20 hari sebelum

dan sesudah pembelian kembali saham adalah 56,007 dan 56,119, standar error of

mean menggambarkan sebaran rata-rata sampel terhadap rata-rata dari rata-rata

keseluruhan kemungkinan sampel.

Pada output kedua yaitu Paired Samples, menunjukkan apakah ada

hubungan antara struktur modal (DER) sebelum dan sesudah dilakukannya

pembelian kembali saham, juga menunjukkan apakah ada hubungan antara rata-rata

harga saham 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah dilakukannya pembelian kembali

saham . Terihat bahwa nilai sig (0,000) < a (0,05) maka dapat disimpulkan tidak

ada hubungan signifikan sebelum dan sesudah dilakukannya pembelian kembali

saham.

b) Pengaruh Struktur Modal (DER) Terhadap Harga Saham

Ho : β = 0 : Tidak terdapat pengaruh antara Struktur Modal

terhadap Harga Saham


79

Ha : β ≠ 0 : Terdapat pengaruh antara Struktur Modal terhadap

Harga Saham

Menurut Danang Sunyoto (2013:50), untuk menggambar daerah

penerimaan atau penolakan maka digunakan kriteria sebagai berikut :

Hasil thitung dibandingkan dengan ttabel dengan kriteria :

a) Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima artinya

antara variabel X dan variabel Y ada pengaruhnya.

b) Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak artinya

antara variabel X dan variabel Y tidak ada pengaruhnya.

Dengan menggunakan SPSS version.23.0, diperoleh hasil uji hipotesis X1

sebagai berikut:

Tabel 4.20
Koefisien Uji Hipotesis Struktur Modal (DER)
Terhadap Harga Saham
Coefficientsa

Model t Sig.

1 (Constant) .608 .548

DER Sebelum Buyback -.120 .906

Harga Saham saat Buyback 28.637 .000

a. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum


Buyback
Coefficientsa

Model t Sig.

1 (Constant) .004 .997

DER Sesudah Buyback 1.055 .300

Harga Saham saat Buyback 26.800 .000

a. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sesudah


Buyback
80

Berdasarkan tabel 4.20 di atas, dapat diketahui nilai thitung untuk variabel

struktur modal (DER) sebesar -0,120 dan 1.055. Nilai ini akan dibandingkan

dengan nilai ttabel pada tabel distribusi t. Dengan α=0,05, df=n-k-1=32-2-1=29,

diperoleh nilai ttabel sebesar ± 2.045. Diketahui bahwa thitung untuk X1 sebesar -

0,120 > nilai ttabel -2,045 dan 1,055 < 2,045 , maka H0 ditolak artinya variabel

struktur modal (sebelum buyback) berpengaruh signifikan terhadap harga saham

dan Ha ditolak artinya antara variabel struktur modal (sesudah buyback) tidak ada

pengaruhnya terhadap harga saham.

Hasil output tersebut digambarkan, nilai thitung dan ttabel untuk pengujian non

performing loan terhadap penyaluran kredit tampak sebagai berikut:

thitung -0,120 thitung


1,055
2,045
-2,045

Gambar 4.6
Kurva Pengujian Hipotesis Pengaruh Struktur Modal (DER) terhadap
Harga Saham

c) Pengaruh Pembelian Kembali Saham (Buyback) Terhadap Harga Saham

Ho : β = 0 : Tidak terdapat pengaruh antara Pembelian Kembali

Saham terhadap Harga Saham


81

Ha : β ≠ 0 : Terdapat pengaruh antara Pembelian Kembali Saham

terhadap Harga Saham

Menurut Danang Sunyoto (2013:50), untuk menggambar daerah

penerimaan atau penolakan maka digunakan kriteria sebagai berikut :

Hasil thitung dibandingkan dengan ttabel dengan kriteria :

1) Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima artinya

antara variabel X dan variabel Y ada pengaruhnya.

2) Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak artinya

antara variabel X dan variabel Y tidak ada pengaruhnya.

Dengan menggunakan SPSS version.23.0, diperoleh hasil uji hipotesis X1

sebagai berikut:

Tabel 4.21
Koefisien Uji Hipotesis Pembelian Kembali Saham
Terhadap Harga Saham
Coefficientsa

Model t Sig.

1 (Constant) .608 .548

DER Sebelum Buyback -.120 .906

Harga Saham saat Buyback 28.637 .000

a. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum


Buyback
Coefficientsa

Model t Sig.

1 (Constant) .004 .997

DER Sesudah Buyback 1.055 .300

Harga Saham saat Buyback 26.800 .000

a. Dependent Variable: Rata Rata Harga Saham 20 Hari Sesudah


Buyback
82

Berdasarkan tabel 4.21 di atas, dapat diketahui nilai thitung untuk variabel

struktur modal (DER) sebesar 28,637 dan 26,800. Nilai ini akan dibandingkan

dengan nilai ttabel pada tabel distribusi t. Dengan α=0,05, df=n-k-1=32-2-1=29,

diperoleh nilai ttabel sebesar ± 2.045. Diketahui bahwa thitung untuk X1 sebesar

28,637 > nilai ttabel 2,045 dan 26,800 > 2,045 , maka H0 ditolak artinya variabel

pembelian kembali saham berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Hasil output tersebut digambarkan, nilai thitung dan ttabel untuk pengujian non

performing loan terhadap penyaluran kredit tampak sebagai berikut:

thitung 28,637
dan 26,800
-2,045 2,045

Gambar 4.7
Kurva Pengujian Hipotesis Pengaruh Pembelian Kembali Saham
terhadap Harga Saham

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pengaruh Struktur Modal (DER) Terhadap Harga Saham

Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur modal (DER) memiliki

hubungan arah negatif terhadap harga saham dan termasuk dalam kategori cukup

kuat. Nilai korelasi bertanda negatif yang menunjukan bahwa hubungan yang
83

terjadi antara keduanya adalah berlawanan, artinya semakin tinggi struktur modal

(DER), maka semakin rendah harga saham. Berdasarkan nilai korelasi yang

diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan negatif yang

sangat rendah antara struktur modal (DER) dengan harga saham (untuk rata-rata

harga saham 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah buyback) pada perusahaan yang

melakukan pembelian kembali saham.

Selanjutnya hasil pengujian hipotesis uji t yang diperoleh menunjukkan

bahwa H0 ditolak (struktur modal sebelum buyback) dikarenakan hasil uji thitung

lebih besar dibandingkan dengan ttabel dan Ha ditolak (struktur modal sesudah

buyback) dikarenakan hasil uji thitung lebih kecil dibandingkan dengan ttabel. Oleh

karena itu dapat dikatakan bahwa struktur modal (DER sebelum buyback) memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang melakukan

pembelian kembali saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), namun

struktur modal (DER sesudah buyback) tidak memiliki pengaruh secara signifikan

terhadap harga saham pada perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham

dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil uji tersebut dapat

digeneralisasikan/diberlakukan umum pada anggota populasi secara keseluruhan.

Dengan adanya pengaruh yang signifikan antara struktur modal (DER sebelum

buyback) dan pengaruh yang tidak signifikan antara struktur modal (DER sesudah

buyback) terhadap harga saham mengindikasikan bahwa informasi yang diberikan

perusahaan mengenai harga saham yang didapatnya dari mengoptimalkan rasio

hutang terhadap ekuitas (DER) yang dimiliki oleh perusahaan dapat digunakan

investor sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk


84

melakukan investasi. Hal ini disebabkan kebijakan struktur modal yang diterapkan

perusahaan menimbulkan perbandingan antara pemakaian hutang dan ekuitas

sebagai modal yang dipakai perusahaan, dimana semakin tinggi nilai DER

perusahaan (DER > 1) akan mempengaruhi naik turunnya harga saham. Hal

tersebut sesuai dengan teori yang di jabarkan oleh Lukas Setia Atmaja (2010:251)

menyatakan bahwa naik turunnya harga saham dipengaruhi oleh struktur modal

(Debt to Equity Ratio). Dikemukakan juga oleh Irham Fahmi (2014:102)

menjelaskan bahwa perubahan dalam struktur modal diduga bisa menyebabkan

perubahan nilai perusahaan. Turunnya nilai perusahaan bisa mempengaruhi

turunnya harga saham perusahaan tersebut.

Hal ini menjawab fenomena yang telah dikemukakan sebelumnya seperti

yang terjadi pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. pada perdagangan

Rabu (20/1/2016), tercatat anjlok 5,01% dan menjadi salah satu top laggers,

padahal, rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) PGAS baru

mencapai 80% dan terbilang sehat. Rata - rata harga saham menurun disebabkan

karena rasio yang terlalu tinggi antara hutang daripada ekuitas, tingginya nilai

hutang bisa dikarenakan kenaikan hutang bank, kewajiban derivatif, hutang obligasi

dan wesel bayar, tingginya nilai hutang pada struktur modal menyebakan investor

berpikir ulang untuk melakukan investasi di perusahaan tersebut, selain itu yang

menyebabkan rata-rata harga saham menurun disebabkan oleh menurunnya nilai

ekuitas perusahaan pada struktur modalnya, penurunan ini salah satunya

disebabkan oleh pembagian dividen. Sehingga para investor melihat jika

perusahaan terlalu banyak menggunakan hutang untuk struktur modalnya yang


85

akhirnya para investor akan berpikir ulang untuk melakukan investasi, dampaknya

permintaan terhadap saham menurun dan harganya pun ikut turun. Maka untuk

mengatasi hal tersebut sebaiknya perusahaan perlu melakukan upaya-upaya untuk

membuat angka struktur modal menjadi ada dititik aman dengan cara membuat

kebijakan struktur modal yang akan mengakibatan investor tertarik untu

berinvestasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Nilam Novita Utari (2013) menyatakan

bahwa struktur modal berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.

Berdasarkan penelitian Rudi Sitepu (2010) menunjukkan bahwa bahwa variabel

struktur modal Debt to Asset Ratio (DAR), Longterm Debt to Asset Ratio (LDAR),

dan Equity to Asset Ratio (EAR) secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap perubahan harga saham perusahaan manufaktur. Secara parsial, variable

DER adalah variable yang paling dominan. Penelitian yang dilakukan oleh Juventus

(2008) menguji pengaruh DER dan DAR terhadap harga saham perbankan di BEJ

periode 2004- 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, semua

variabel independen yang diteliti memiliki pengaruh positif terhadap harga saham.

4.3.2 Pengaruh Pembelian Kembali Saham (Buyback) Terhadap Harga

Saham

Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelian kembali saham memiliki

hubungan arah positif terhadap harga saham dan termasuk dalam kategori sangat

kuat. Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi

antara keduanya adalah searah, artinya semakin tinggi pembelian kembali saham,

maka semakin tinggi harga saham. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dapat
86

disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara

pembelian kembali saham dengan harga saham pada perusahaan yang melakukan

pembelian kembali saham (buyback).

Selanjutnya hasil pengujian hipotesis uji t yang diperoleh menunjukkan

bahwa H0 ditolak dikarenakan hasil uji thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembelian kembali saham memiliki

pengaruh secara signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang melakukan

pembelian kembali saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan

adanya pengaruh yang signifikan antara pembelian kembali saham terhadap harga

saham mengindikasikan bahwa informasi yang diberikan perusahaan mengenai

harga saham yang didapatnya dari mengoptimalkan harga saham saat

dilakukaannya pembelian kembali saham yang dimiliki oleh perusahaan dapat

digunakan investor sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk

melakukan investasi. Hal ini disebabkan kebijakan aksi pembelian kembali saham

yang diterapkan perusahaan biasanya menimbulkan respon yang baik dari para

investor sebagai langkah awal yang dipakai perusahaan, dimana semakin

berkuranngnya jumlah lembar saham yang beredar harga pasar saham akan

meningkat. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Abdul Halim

(2010:98) yang menyatakan bahwa dengan pembelian kembali saham maka jumlah

lembar saham yang beredar berkurang sehingga harga pasar saham akan meningkat.

Dikemukakan juga oleh Hendy M. Fakhruddin (2011:96) yang menjelaskan bahwa

dengan dilakukannya pembelian kembali (buyback) saham, maka berakibat pada


87

naiknya laba per saham / Earning per Share (EPS) dan Return on Equity / ROE

secara berkelanjutan yang dapat berakibat menaikkan harga saham di pasar.

Hal ini menjawab fenomena yang telah dikemukakan sebelumnya seperti

yang terjadi pada fenomena yang terjadi pada PT. Medco Energi Internasional Tbk

yaitu penurunan harga saham yang cukup drastis setelah pengumuman buyback

saham. Rata - rata harga saham menurun salah satunya disebabkan karena harga

saham buyback lebih rendah dari harga saham wajar perusahaan atau menurunnya

permodalan serta menurunnya laba bersih per saham (earnings per share/EPS) secara

berkelanjutan. Maka untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya perusahaan perlu

melakukan upaya-upaya untuk membuat kebijakan terkait pembelian kembali

saham salah satunya terkait harga saham saat dilakukannya buyback saham.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Li Hua, Lin (2011) menjelaskan bahwa

buyback saham banyak dilakukan beberapa perusahaan untuk meningkatkan harga

sahamnya ketika harga saham mereka undervalued. Berdasarkan penelitian S.

Khumar Pradan (2016) menunjukkan bahwa variabel pembelian kembali saham

berpengaruh signifikan terhadap meningkatnya harga saham perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai