Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang
pengaruh struktur modal dan pembelian kembali saham terhadap harga saham.
Metode analisis yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah
analisis deskriptif dan analisis regresi linier berganda sebagai alat bantu dalam
pengambilan kesimpulan.
pembelian kembali saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 9 periode
laporan keuangan, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2015. Sebelum membahas
pengaruh struktur modal dan pembelian kembali saham terhadap harga saham,
terlebih dahulu akan dibahas gambaran data struktur modal, pembelian kembali
saham, dan harga saham pada perusahaan yang melakukan program pembelian
kembali saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2009. Data
digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini berupa data sekunder, karena
merupakan data yang dikumpulkan dan diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dalam
hutang dan modal sendiri atau dengan kata lain struktur modal merupakan hasil atau
46
47
akibat dari keputusan pendanaan yang intinya memilih apakah akan menggunakan
hutang atau equitas untuk mendanai operasi perusahaan. Struktur modal dapat
struktur modal (DER), maka digunakan informasi yang terdapat pada laporan posisi
Total Liabilities
Debt to Equity Ratio =
Total Equity
Berikut ini adalah data mengenai struktur modal (DER) beberapa perusahaan
Tabel 4.1
Struktur Modal (DER) beberapa perusahaan yang melakukan buyback dan
terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2008-2015
DER
Nama Perusahaan Tahun Sebelum Sesudah
Buyback Buyback
PT Tunas Baru Lampung 2008 1.62 1.7
PT Kalbe Farma Tbk 2008 0.09 0.11
PT Aneka Tambang 2008 0.37 0.26
PT Elnusa 2008 0.62 0.57
PT Jasa Marga 2008 1.27 1.18
PT Kimia Farma 2008 0.53 0.53
PT Timah 2008 0.5 0.51
PT Budi Acid Jaya 2008 1.31 1.69
PT Tunas Baru Lampung Tbk 2008 1.62 1.7
PT Bakriland Development 2009 0.69 1.2
PT Adhi Karya Tbk 2009 1.2 1.1
PT London Sumtra Plantation 2009 0.53 0.27
PT Global Mediacom Tbk 2009 0.37 0.35
PT Intiland Development Tbk 2013 0.28 0.29
PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk 2013 0.3 0.4
PT Ace Hardware Indonesia Tbk 2013 0.2 0.3
PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk 2013 1.4 1.1
PT MNC Investama Tbk 2013 0.48 0.89
PT Jaya Real Property Tbk 2013 1.25 1.29
PT Budi Starch & Sweetener Tbk 2013 1.5 1.6
PT Dyandra Media Internasional Tbk 2013 1.56 0.79
PT Nusantara Infra Struktur Tbk 2013 0.89 0.41
PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk 2013 0.07 0.19
PT Surya Semesta Internusa Tbk 2013 1.9 1.3
48
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dijelaskan struktur modal sebagai berikut
sebagai berikut:
1. Pada tahun 2008 dapat diketahui bahwa rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to
Equity Ratio) PT. Aneka Tambang Tbk mengalami penurunan paling rendah
hal ini terjadi karena Antam mengalami penurunan total kewajiban konsolidasi
seiring dengan penurunan kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar selain
itu Antam mencatat penurunan pada ekuitas, hal ini terutama disebabkan
tahun 2007. Sedangkan, ditahun 2008 PT. Budi Acid Jaya Tbk (PT. Budi
ekuitas yang merupakan peningkatan rasio tertinggi pada tahun 2008. Hal ini
kenaikan hutang bank, kewajiban derivatif, hutang obligasi dan wesel bayar.
2. Pada tahun 2009 dapat diketahui bahwa rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to
paling tinggi hal ini terjadi karena jumlah kewajiban turun dibandingkan tahun
2008. Penurunan ini disebabkan pengurangan funded debt, yang turun pada
tahun 2009.
49
hal ini terjadi karena dampak dari kenaikan kewajiban Perusahaan, Kenaikan
3. Pada tahun 2013 dapat diketahui bahwa rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to
paling tinggi yang disebabkan oleh adanya penambahan modal melalui IPO
dan penggunaan sebagian dana IPO secara signifikan yang menambah porsi
peningkatan nilai DER paling tinggi yang disebabkan oleh total liabilitas
adanya utang jangka panjang dan obligasi bersifat senior yang diperoleh pada
tahun 2013. Selain itu, total ekuitas mengalami penurunan, penurunan terkait
adanya rugi yang diatribusikan ke pemilik entitas induk pada tahun 2013 dan
4. Pada tahun 2015 dapat diketahui bahwa rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to
Equity Ratio) PT. Nusa Raya Cipta Tbk mengalami penurunan karena ekuitas
Citramulia Tbk mengalami peningkatan nilai DER dari yang terjadi karena
Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham
Tabel 4.2
Descriptive Statistics
terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program
pembelian kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-
2015. Pada tabel output di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata rasio hutang
terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program
pembelian kembali saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-
2015 adalah sebesar 0.8128 dan 0.7803 dengan simpangan baku sebesar 0.54168
dan 0.52749. Nilai rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada
tertinggi mencapai 1.90 dan 1.70 dimiliki oleh PT Surya Semesta Internusa Tbk
51
tahun 2012 (sebelum buyback) dan PT Tunas Baru Lampung Tbk pada tahun 2008
(setelah buyback), sedangkan rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio)
terendah mencapai 0,07 dan 0.1 dimiliki PT Ristia Bintang Mahkota Sejati Tbk
tahun 2013 (sebelum buyback) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk
terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program
pembelian kembali saham (Buyback) pada tahun 2008-2015, dapat dilihat pada
Tabel 4.3
Rata-Rata Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada
Perusahaan yang melakukan Program Pembelian Kembali Saham (Buyback)
pada tahun 2008-2015
Debt to Equity Ratio 2007 2008 2009 2010 2012 2013 2014 2015
Rata-Rata 0.88 0.91 0.69 0.73 0.81 0.68 0.78 0.84
Perkembangan - 3% - 6% - -16% - 8%
Sumber : Data diolah, 2016
TAHUN
Gambar 4.1
Grafik Perkembangan Rata-Rata Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to
Equity Ratio) pada Perusahaan yang melakukan Program Pembelian
Kembali Saham (Buyback) pada tahun 2008-2015.
52
Berdasarkan pada gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang
Indonesia tahun 2008-2015 memiliki trendline yang menurun pada tiap tahunnya.
adanya peningkatan total ekuitas dan menurunnya kewajiban atau hutang yang
menginginkan agar rasio hutang terhadap ekuitas tidak lebih dari 100 % atau 1
sehingga dapat investor akan tertarik untuk membeli saham yang akhirnya akan
menaikan harga saham. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Lukas Setia
Atmaja (2010:251).
Stock repurchase atau pembelian kembali saham atau yang biasa dikenal
dengan buyback stock adalah tindakan yang dilakukan oleh emiten maupun
perusahaan publik untuk membeli kembali saham yang telah ditawarkan kepada
masyarakat baik melalui bursa maupun di luar bursa. Maksud dan tujuan dari
pelaksanaan aksi korporasi ini antara lain adalah untuk meningkatkan likuiditas
kenaikan atau sebagai langkah untuk mengurangi modal disetor. Menurut Abdul
Tabel 4.4
Harga saham ketika pengumuman pembelian kembali saham beberapa
perusahaan yang melakukan buyback dan terdaftar di bursa efek indonesia
2008-2015.
No Nama Perusahaan Tahun Harga Saham
1 PT Tunas Baru Lampung 2008 529.59
2 PT Kalbe Farma Tbk 2008 96.79
3 PT Aneka Tambang 2008 878.72
4 PT Elnusa 2008 142.88
5 PT Jasa Marga 2008 802.58
6 PT Kimia Farma 2008 76.24
7 PT Timah 2008 585.79
8 PT Budi Acid Jaya 2008 136.56
9 PT Tunas Baru Lampung Tbk 2008 193.34
10 PT Bakriland Development 2009 58.65
11 PT Adhi Karya Tbk 2009 203.45
12 PT London Sumtra Plantation 2009 448.68
13 PT Global Mediacom Tbk 2009 240.88
14 PT Intiland Development Tbk 2013 366.95
15 PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk 2013 901.2
16 PT Ace Hardware Indonesia Tbk 2013 732
17 PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk 2013 154
18 PT MNC Investama Tbk 2013 307.96
19 PT Jaya Real Property Tbk 2013 768.8
20 PT Budi Starch & Sweetener Tbk 2013 98
21 PT Dyandra Media Internasional Tbk 2013 236.31
22 PT Nusantara Infra Struktur Tbk 2013 196
23 PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk 2013 96
24 PT Surya Semesta Internusa Tbk 2013 686.38
25 PT Semen Baturaja Tbk 2013 373.45
26 PT Panin Insurance Tbk 2013 740
27 PT Perdana Gapura Prima 2013 98.71
28 PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk 2015 437.55
29 PT Nusa Raya Cipta Tbk 2015 687.76
30 PT Nippon Indosari Corpindo Tbk 2015 1091.95
31 PT Garuda Indonesia Tbk 2015 333
32 PT Arwana Citramulia Tbk 2015 476.99
Sumber: Yahoo Finance (data diolah)
1. Pada tahun 2008 PT. Kimia Farma Tbk memiliki harga saham terendah
saham, hal ini terjadi karena banyak investor yang melakukan transaksi marjin
dan short selling dan melemahnya posisi rupiah. Berbeda dengan PT Aneka
yang melakukan program pembelian kembali saham di tahun 2008, ini terjadi
2. Pada tahun 2009 PT. Bakrieland Development Tbk memiliki harga saham
kembali saham, hal ini terjadi karena harga saham ELTY ada dalam kategori
maksimal pembelian saham yang dibeli kembali sehingga harga saham saat
3. Pada tahun 2013 PT. Ristia Bintang Mahkota Sejati Tbk memiliki harga saham
4. Pada tahun 2015 PT. Garuda Indonesia Tbk memiliki harga saham terendah
saham, hal ini terjadi karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok
sepanjang tahun 2015. Ditahun yang sama PT Nippon Indosari Corpindo Tbk
Berikut tabel statistik deskriptif harga saham pada saat pengumuman aksi
Tabel 4.5
Descriptive Statistics
saat buyback pada perusahaan yang melakukan program pembelian kembali saham
(Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015. Pada tabel output di
atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata harga saham saat buyback pada perusahaan
Efek Indonesia tahun 2008-2015 adalah sebesar 411.78 dengan simpangan baku
sebesar 293.91. Harga saham saat buyback pada perusahaan yang melakukan
oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk pada tahun 2015, sedangkan harga saham
56
tahun 2009.
(Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015, dapat dilihat pada
Tabel 4.6
Rata-Rata Harga Saham saat Buyback pada Perusahaan yang melakukan
Program Pembelian Kembali Saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2008-2015
Harga Saham Saat Buyback 2008 2009 2013 2015
Rata-Rata 382.5 237.9 411 605
Perkembangan - -38% 73% 47%
Sumber : Data diolah, 2016
TAHUN
Rataan Harga Saham Saat Buyback
Gambar 4.2
Grafik Perkembangan Rata-Rata Harga Saham Saat Buyback pada
Perusahaan yang melakukan Program Pembelian Kembali Saham (Buyback)
pada tahun 2008-2015.
Berdasarkan pada gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
harga saham saat buyback pada perusahaan yang melakukan program pembelian
57
memiliki trendline yang meningkat pada tiap tahunnya kecuali pada tahun 2009.
pembelian kembali saham oleh perusahaan yang menarik pada investor untuk
kembali saham maka jumlah lembar saham yang beredar berkurang sehingga akan
meningkatkan harga saham. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Abdul
Halim (2010:98).
Harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu
dan harga saham ditentukan oleh pelaku pasar. Tinggi rendahnya harga saham ini
ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Harga
saham dalam penelitian ini dihitung dengan rata-rata harga saham 20 hari sebelum
Tabel 4.7
Rata-rata harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari sesudah
buyback pada perusahaan yang melakukan buyback dan terdaftar di Bursa
Efek Indonesia 2008 – 2015
Harga Saham
Nama Perusahaan Tahun
20 Hari Sebelum 20 Hari Sesudah
PT Tunas Baru Lampung 2008 419.9 607.8
PT Kalbe Farma Tbk 2008 104.3 150.8
PT Aneka Tambang 2008 929.28 950.45
PT Elnusa 2008 181.01 137.72
PT Jasa Marga 2008 893.86 997.32
PT Kimia Farma 2008 101.45 170.66
PT Timah 2008 763.59 595.81
PT Budi Acid Jaya 2008 199.85 142.87
PT Tunas Baru Lampung Tbk 2008 292.95 302.55
PT Bakriland Development 2009 70.23 60.49
PT Adhi Karya Tbk 2009 207.15 191.43
PT London Sumtra Plantation 2009 481.96 497.1
PT Global Mediacom Tbk 2009 207.29 314.96
PT Intiland Development Tbk 2013 303.7 318.91
58
1. Pada tahun 2008 PT. Timah Tbk memiliki penurunan rata-rata harga saham
pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena harga saham buyback lebih
saham, hal ini terjadi karena waktu pembelian kembali saham PT Tunas Baru
2. Pada tahun 2009 PT. Adhi Karya Tbk memiliki penurunan rata-rata harga
pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena realisasi pembelian kembali
ini terjadi karena buyback dilakukan dalam kondisi pasar yang berfluktuasi
secara signifikan.
3. Pada tahun 2013 PT. Jaya Real Property Tbk memiliki penurunan rata-rata
program pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena harga saham belum
jatuh seperti target harga buyback sehingga tak lagi membeli kembali saham.
4. Pada tahun 2015 PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk memiliki penurunan rata-
melakukan program pembelian kembali saham, hal ini terjadi karena harga
saham ditambah kondisi pasar sudah kondusif. Sedangkan PT Nusa Raya Cipta
ini terjadi karena nilai transaksi dari hasil pembelian kembali saham yang
harga saham.
Berikut tabel statistik deskriptif rata-rata harga saham sebelum dan sesudah
tahun 2008-2015.
Tabel 4.8
Descriptive Statistics
harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari sesudah buyback pada
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015. Pada tabel output di atas, dapat
dilihat bahwa nilai rata-rata harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari
saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015 adalah sebesar
444.8238 dan 454.6802 dengan simpangan baku sebesar 313.63171 dan 317.45767.
Nilai rata-rata harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari sesudah buyback
Corpindo Tbk tahun 2015, sedangkan nilai rata-rata harga saham 20 hari sebelum
buyback dan 20 hari sesudah buyback pada perusahaan yang melakukan program
61
terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) pada perusahaan yang melakukan program
pembelian kembali saham (Buyback) pada tahun 2008-2015, dapat dilihat pada
Tabel 4.9
Rata-Rata Harga Saham 20 hari sebelum Buyback dan 20 hari sudah
Buyback pada Perusahaan yang melakukan Program Pembelian Kembali
Saham (Buyback) terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2015
Rata-Rata Harga Saham
2008 2009 2013 2015
(Sebelum & Sesudah Buyback)
Rata-Rata 432 450 241 265 422 424 669 689
Perkembangan - 4% - 10% - 0.5% - 3%
Sumber : Data diolah, 2016
600
500
432 459 424
400 422
300
241 265
200
100
0
TAHUN
Rataan Harga Saham 20 Hari sebelum dan 20 hari sesudah Buyback
Gambar 4.3
Grafik Perkembangan Rata-Rata Harga Saham 20 Hari Sebelum Buyback
dan 20 Hari Sesudah Buyback pada Perusahaan yang melakukan Program
Pembelian Kembali Saham (Buyback) pada tahun 2008-2015.
62
Berdasarkan pada gambar grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
harga saham 20 hari sebelum buyback dan 20 hari sesudah buyback saat buyback
meningkat pada tiap tahunnya. Naiknya harga saham saat buyback perusahaan
jangka waktu pelaksanaan yang cukup panjang dan mulai kondusifnya pasar.
Dengan lamanya waktu yang disediakan untuk pembelian kembali saham akan
berakibat pada naiknya laba per saham yang secara berkelanjutan dapat menaikkan
harga saham. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Hendy M. Fakhruddin
(2011:96).
statistik, baik secara simultan maupun secara parsial. Pengujian akan dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut: pengujian uji asumsi klasik, analisis regresi linier,
koefisien korelasi parsial, koefisien determinasi, uji beda serta pengujian hipotesis.
berganda, ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi agar kesimpulan dari regresi
63
diperoleh dilakukan pengujian asumsi klasik regresi, dimana hasil yang diperoleh
tidak berdistribusi normal maka kesimpulan dari uji F dan uji t masih meragukan,
karena statistik uji F dan uji t pada analisis regresi diturunkan dari distribusi normal.
Pada penelitian ini digunakan uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov untuk menguji
Tabel 4.10
Hasil Pengujian Asumsi Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 32
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 57.96030040
Most Extreme Differences Absolute .151
Positive .130
Negative -.151
Test Statistic .151
Asymp. Sig. (2-tailed) .061c
Unstandardized
Residual
N 32
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 62.53953120
Most Extreme Differences Absolute .123
Positive .123
Negative -.065
Test Statistic .123
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
Pada Tabel 4.10 dapat dilihat nilai probabilitas (Asymp. sig.) yang
diperoleh dari uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,061 dan 0,200. Karena nilai
Secara visual gambar grafik normal probability plot dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4
Grafik Normalitas
semua variabel bebas pada model regresi. Jika terdapat Multikolinieritas maka
koefisien regresi menjadi tidak tentu, tingkat kesalahannya menjadi sangat besar
dan biasanya ditandai dengan nilai koefisien determinasi yang sangat besar tetapi
pada pengujian parsial koefisien regresi, tidak ada ataupun kalau ada sangat sedikit
sekali koefisien regresi yang signifikan. Pada penelitian ini digunakan nilai
Tabel 4.11
Hasil Pengujian Asumsi Multikolinieritas
Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
1 (Constant)
DER Sebelum Buyback 1.000 1.000
Harga Saham Saat Buyback 1.000 1.000
Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
1 (Constant)
DER Sesudah Buyback .998 1.002
Harga Saham Saat Buyback .998 1.002
Pada tabel output SPSS di atas, dapat dilihat bahwa nilai tolerance yang
diperoleh untuk kedua variabel bebas adalah sebesar 1,000 > 0,1 dan 0,998 > 0,1
dengan nilai VIF sebesar 1,000 < 10 dan 1,002 < 10. Hasil tersebut menunjukan
sehingga model telah memenuhi salah satu syarat untuk dilakukan pengujian
regresi.
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu
pengamatan lain. Model regresi yang baik seharusnya terbebas dari masalah
scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan nilai residualnya
(SRESID). Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik tersebar secara acak di atas
dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, dapat disimpulkan bahwa model regresi
Gambar 4.5
Grafik Scatterplot
Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar
baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi, sehingga model regresi
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi linier terdapat korelasi antar variabel pengganggu (ɛ) pada data yang
mengandung unsur deret waktu (time series). Model regresi yang baik seharusnya
terbebas dari adanya autokorelasi. Deteksi adanya autokorelasi dapat dilihat dari
nilai Durbin-Watson. Jika nilai dW berada diantara dU dan 4-dU, dapat disimpulkan
bahwa model terbebas dari masalah autokorelasi. Mengacu pada tabel Durbin-
Watson dengan α sebesar 5%, banyaknya data pengamatan (n) 32 data dan
banyaknya variabel bebas (k) 2, diperoleh nilai dU sebesar 1,573 dan 4-dU sebesar
2,427. Dengan menggunakan program SPSS 23.0, diperoleh hasil uji sebagai
berikut :
Tabel 4.12
Hasil Pengujian Asumsi Autokorelasi
Model Summaryb
Model Summaryb
Pada tabel output SPSS di atas, diketahui bahwa nilai Durbin-Watson yang
diperoleh adalah sebesar 1,912 dan 2,416 berada diantara angka dU dan 4-dU
(1,573 < 1,912 < 2,427) dan (1,573 < 2,416 < 2,427). Dengan demikian dapat
model regresi telah memenuhi salah satu syarat untuk dilakukan pengujian regresi.
independen yaitu struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham (Buyback)
terhadap harga saham. Model matematis hubungan antara dua variabel tersebut
Y = α + β1X1 + β2X2 + ε
berikut:
Tabel 4.7
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
70
berganda antara Struktur Modal dan Pembelian Kembali Saham terhadap Harga
Saham. Pada tabel di atas, terlihat bahwa nilai konstanta (a) yang diperoleh adalah
sebesar 14,930 dan 0,106 dengan nilai koefisien regresi (βi) sebesar -2,379 dan
23,237 X1; 1.049 dan 1,060 X2. Berdasarkan pada nilai-nilai yang diperoleh, dapat
X1 = Struktur Modal
berikut :
b. Koefisien regresi untuk struktur modal (DER) sebesar -2,379 dan 23,237
satuan pada struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham bernilai
c. Koefisien regresi untuk pembelian kembali saham sebesar 1.049 dan 1,060.
(keeratan hubungan) yang terjadi antara struktur modal (DER) dan pembelian
Tabel 4.14
Koefisien Korelasi Simultan
Model Summaryb
Model Summaryb
Pada tabel output SPSS di atas, terlihat bahwa nilai korelasi simultan (R)
antara struktur modal (DER) dan perputaran total aktiva dengan laba adalah sebesar
0,983 dan 0,980 dan termasuk dalam kategori hubungan yang sangat kuat berada
diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara simultan terdapat hubungan yang sangat
kuat antara struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham dengan harga
Harga Saham
sebagai berikut :
Tabel 4.15
Koefisien Korelasi Parsial antara Struktur Modal terhadap Harga Saham
73
Pada tabel output SPSS di atas, terlihat bahwa nilai korelasi parsial antara
struktur modal (DER) dengan harga saham adalah sebesar -0,008 (untuk rata-rata
harga saham 20 hari sebelum buyback) dan -0,003 (untuk rata-rata harga saham 20
hari sesudah buyback), itu berarti termasuk dalam kategori hubungan yang sangat
rendah (untuk rata-rata harga saham 20 hari sebelum buyback) berada pada interval
bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah berlawanan, artinya semakin
tinggi struktur modal (DER) , maka semakin rendah harga saham. Berdasarkan nilai
korelasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan
negatif yang sangat rendah antara struktur modal (DER) dengan harga saham (untuk
rata-rata harga saham 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah buyback) pada
Harga Saham
sebagai berikut :
74
Tabel 4.16
Koefisien Korelasi Parsial antara Pembelian Kembali Saham terhadap
Harga Saham
Correlations
Rata Rata
Harga Saham
20 Hari
Harga Saham Sebelum
saat Buyback Buyback
N 32 32
Rata Rata Harga Saham 20 Pearson Correlation .983** 1
Hari Sebelum Buyback Sig. (2-tailed) .000
N 32 32
Correlations
Rata Rata
Harga Saham
20 Hari
Harga Saham Sesudah
saat Buyback Buyback
N 32 32
Rata Rata Harga Saham 20 Pearson Correlation .980** 1
Hari Sesudah Buyback Sig. (2-tailed) .000
N 32 32
Pada tabel output SPSS di atas, terlihat bahwa nilai korelasi parsial antara
tingkat pembelian kembali saham dengan harga saham adalah sebesar 0,983 dan
0.980 termasuk dalam kategori hubungan yang sangat kuat berada pada interval
korelasi antara “0,80-0,99”. Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukan bahwa
hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah, artinya semakin tinggi
pembelian kembali saham, maka semakin tinggi pula harga saham. Berdasarkan
75
nilai korelasi yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat
hubungan positif yang cukup kuat antara pembelian kembali saham dengan harga
pengaruh yang diberikan oleh struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham
Tabel 4.17
Kofisien Determinasi Simultan antara Struktur Modal dan Pembelian
Kembali Saham terhadap Harga Saham
Model Summaryb
Pada tabel output SPSS di atas, dapat dilihat nilai R Square yang diperoleh
adalah sebesar 0,966 dan 0,961 atau 96,7% dan 96,1%, artinya secara simultan
struktur modal (DER) dan pembelian kembali saham memberikan pengaruh sebesar
96,7% dan 96,1% terhadap harga saham pada perusahaan yang melakukan buyback,
sedangkan sebanyak (1-R2) 3,3% dan 3,9% sisanya merupakan pengaruh yang
dari hasil perkalian antara nilai Beta dengan Zero-Order. Beta merupakan nilai
Order merupakan nilai korelasi parsial antara variabel bebas dengan variabel
Tabel 4.18
Koefisien Determinasi Parsial
Coefficientsa
Standardized
Coefficients Correlations
1 (Constant)
Standardized
Coefficients Correlations
1 (Constant)
modal (DER) terhadap harga saham sebesar 2,2% dan 19,2%. Sedangkan besarnya
pengaruh pembelian kembali saham terhadap harga saham adalah sebesar 98,3%
dan 98%. Jadi, total keseluruhan pengaruh struktur modal (DER) dan pembelian
kembali saham terhadap harga saham secara bersama-sama adalah sebesar 96,7%
77
dan 96,1% yang mana jumlah tersebut sesuai dengan nilai koefisien
determinasinya.
membandingkan rata-rata dua set data (data sebelum dan sesudah) yang saling
berpasangan. Dalam penelitian ini dua set data adalah struktur modal (DER)
Tabel 4.19
Koefisien Uji Paired T-test antara Struktur Modal (DER) Sebelum
Buyback dan Sesudah Buyback serta Rata-Rata Harga Saham Sebelum
Buyback dan Rata-Rata Harga Saham Sebelum Buyback
78
Berdasarkan tabel 4.21 di atas, pada output pertamaa yaitu Paired Samples
Statistics, dapat dilihat rata-rata struktur modal (DER) sebelum dan sesudah
banyaknya data yaitu sebelum dan sesudah sebanyak 32, standar deviasi yang
pembelian kembali saham ada 0,54168 dan 0,52749 untuk struktur modal (DER),
316,82 dan 317,45 untuk rata-rata harga saham 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah,
dan standar error of mean sebelum dan sesudah pembelian kembali saham adalah
0,9576 dan 0,9325, standar error of mean rata-rata harga saham 20 hari sebelum
dan sesudah pembelian kembali saham adalah 56,007 dan 56,119, standar error of
pembelian kembali saham, juga menunjukkan apakah ada hubungan antara rata-rata
harga saham 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah dilakukannya pembelian kembali
saham . Terihat bahwa nilai sig (0,000) < a (0,05) maka dapat disimpulkan tidak
saham.
Harga Saham
a) Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima artinya
b) Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak artinya
sebagai berikut:
Tabel 4.20
Koefisien Uji Hipotesis Struktur Modal (DER)
Terhadap Harga Saham
Coefficientsa
Model t Sig.
Model t Sig.
Berdasarkan tabel 4.20 di atas, dapat diketahui nilai thitung untuk variabel
struktur modal (DER) sebesar -0,120 dan 1.055. Nilai ini akan dibandingkan
diperoleh nilai ttabel sebesar ± 2.045. Diketahui bahwa thitung untuk X1 sebesar -
0,120 > nilai ttabel -2,045 dan 1,055 < 2,045 , maka H0 ditolak artinya variabel
dan Ha ditolak artinya antara variabel struktur modal (sesudah buyback) tidak ada
Hasil output tersebut digambarkan, nilai thitung dan ttabel untuk pengujian non
Gambar 4.6
Kurva Pengujian Hipotesis Pengaruh Struktur Modal (DER) terhadap
Harga Saham
1) Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima artinya
2) Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak artinya
sebagai berikut:
Tabel 4.21
Koefisien Uji Hipotesis Pembelian Kembali Saham
Terhadap Harga Saham
Coefficientsa
Model t Sig.
Model t Sig.
Berdasarkan tabel 4.21 di atas, dapat diketahui nilai thitung untuk variabel
struktur modal (DER) sebesar 28,637 dan 26,800. Nilai ini akan dibandingkan
diperoleh nilai ttabel sebesar ± 2.045. Diketahui bahwa thitung untuk X1 sebesar
28,637 > nilai ttabel 2,045 dan 26,800 > 2,045 , maka H0 ditolak artinya variabel
Hasil output tersebut digambarkan, nilai thitung dan ttabel untuk pengujian non
thitung 28,637
dan 26,800
-2,045 2,045
Gambar 4.7
Kurva Pengujian Hipotesis Pengaruh Pembelian Kembali Saham
terhadap Harga Saham
4.3 Pembahasan
hubungan arah negatif terhadap harga saham dan termasuk dalam kategori cukup
kuat. Nilai korelasi bertanda negatif yang menunjukan bahwa hubungan yang
83
terjadi antara keduanya adalah berlawanan, artinya semakin tinggi struktur modal
(DER), maka semakin rendah harga saham. Berdasarkan nilai korelasi yang
diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan negatif yang
sangat rendah antara struktur modal (DER) dengan harga saham (untuk rata-rata
harga saham 20 hari sebelum dan 20 hari sesudah buyback) pada perusahaan yang
bahwa H0 ditolak (struktur modal sebelum buyback) dikarenakan hasil uji thitung
lebih besar dibandingkan dengan ttabel dan Ha ditolak (struktur modal sesudah
buyback) dikarenakan hasil uji thitung lebih kecil dibandingkan dengan ttabel. Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa struktur modal (DER sebelum buyback) memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang melakukan
pembelian kembali saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), namun
struktur modal (DER sesudah buyback) tidak memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap harga saham pada perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham
dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil uji tersebut dapat
Dengan adanya pengaruh yang signifikan antara struktur modal (DER sebelum
buyback) dan pengaruh yang tidak signifikan antara struktur modal (DER sesudah
hutang terhadap ekuitas (DER) yang dimiliki oleh perusahaan dapat digunakan
melakukan investasi. Hal ini disebabkan kebijakan struktur modal yang diterapkan
sebagai modal yang dipakai perusahaan, dimana semakin tinggi nilai DER
perusahaan (DER > 1) akan mempengaruhi naik turunnya harga saham. Hal
tersebut sesuai dengan teori yang di jabarkan oleh Lukas Setia Atmaja (2010:251)
menyatakan bahwa naik turunnya harga saham dipengaruhi oleh struktur modal
yang terjadi pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. pada perdagangan
Rabu (20/1/2016), tercatat anjlok 5,01% dan menjadi salah satu top laggers,
padahal, rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) PGAS baru
mencapai 80% dan terbilang sehat. Rata - rata harga saham menurun disebabkan
karena rasio yang terlalu tinggi antara hutang daripada ekuitas, tingginya nilai
hutang bisa dikarenakan kenaikan hutang bank, kewajiban derivatif, hutang obligasi
dan wesel bayar, tingginya nilai hutang pada struktur modal menyebakan investor
berpikir ulang untuk melakukan investasi di perusahaan tersebut, selain itu yang
akhirnya para investor akan berpikir ulang untuk melakukan investasi, dampaknya
permintaan terhadap saham menurun dan harganya pun ikut turun. Maka untuk
membuat angka struktur modal menjadi ada dititik aman dengan cara membuat
berinvestasi.
struktur modal Debt to Asset Ratio (DAR), Longterm Debt to Asset Ratio (LDAR),
DER adalah variable yang paling dominan. Penelitian yang dilakukan oleh Juventus
(2008) menguji pengaruh DER dan DAR terhadap harga saham perbankan di BEJ
periode 2004- 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, semua
variabel independen yang diteliti memiliki pengaruh positif terhadap harga saham.
Saham
hubungan arah positif terhadap harga saham dan termasuk dalam kategori sangat
kuat. Nilai korelasi bertanda positif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi
antara keduanya adalah searah, artinya semakin tinggi pembelian kembali saham,
maka semakin tinggi harga saham. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh, dapat
86
disimpulkan bahwa secara parsial terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara
pembelian kembali saham dengan harga saham pada perusahaan yang melakukan
bahwa H0 ditolak dikarenakan hasil uji thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembelian kembali saham memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang melakukan
pembelian kembali saham dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan
adanya pengaruh yang signifikan antara pembelian kembali saham terhadap harga
melakukan investasi. Hal ini disebabkan kebijakan aksi pembelian kembali saham
yang diterapkan perusahaan biasanya menimbulkan respon yang baik dari para
berkuranngnya jumlah lembar saham yang beredar harga pasar saham akan
meningkat. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Abdul Halim
(2010:98) yang menyatakan bahwa dengan pembelian kembali saham maka jumlah
lembar saham yang beredar berkurang sehingga harga pasar saham akan meningkat.
naiknya laba per saham / Earning per Share (EPS) dan Return on Equity / ROE
yang terjadi pada fenomena yang terjadi pada PT. Medco Energi Internasional Tbk
yaitu penurunan harga saham yang cukup drastis setelah pengumuman buyback
saham. Rata - rata harga saham menurun salah satunya disebabkan karena harga
saham buyback lebih rendah dari harga saham wajar perusahaan atau menurunnya
permodalan serta menurunnya laba bersih per saham (earnings per share/EPS) secara
saham salah satunya terkait harga saham saat dilakukannya buyback saham.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Li Hua, Lin (2011) menjelaskan bahwa