BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di
seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Pada tahun 2001 WHO
menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami gangguan kesehatan
jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan
jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO wilayah Asia Tenggara
hampir 1/3 dari penduduk di wilayah ini penah mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal ini
dapat dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 saja di Indonesia
diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan
jiwa. Arul Anwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen kesehatan) mengatakan
bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari
empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas depresi, stress,, penyalahgunaan
obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi, gangguan kejiwaan meningkat
sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan bawah sekarang kalangan pejabat dan
masyarakat lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa (Yosep, 2009).
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25%
pasien dapat pulih dai episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat premorbid
sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25% pasien tidak akan pernah pulih dan
perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai ada
kekambuhan priodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang
singkat. Mortalitas pasien skizofrenia lebih tinggi secara signifikan daripada populasi umum.
Sering terjadi bunuh diri, gangguan fisik yang menyertai masalah penglihatan dan gigi, tekanan
darah tinggi diabetes, penyakit yang ditularkan secara seksual (Arif, 2006). Undang – Undang
Kesehatan Jiwa No. 03 tahun 1966 ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia (RI), maka
jalan lebih terbuka untuk mnghimpun semua potensi guna secara bertahap melaksanakan
modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat
Kesehatan Jiwa mngadakan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintahan dan dengan bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa dari Fakultas Kedokteran pemerintah maupun dengan badan Internasional
(Maramis, 2004). Pemberian obat yang tidak tepat dengan standar dan tujuan terapi, maka akan
merugikan pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, dosis, obat
dan pasien sering kali dijumpai dalam praktik sehari – hari, baik di PUSKESMAS, rumah sakit
maupun swasta. Hal tersebut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi pengobatan skizofrenia
(Anonim, 2000).
Oleh karena itu, penulis menulis makalah ini yang akan dibahas pada mata kuliah
Psikologi Keperawatan. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak,
melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi. Masalah skizofrenia an gangguan psikotik ini bukan hanya
terjadi di negara Indonesia saja, melainkan di berbagai belahan dunia lain seperti belahan bumi
Barat, Selatan dan Utara. Baiklah untuk mengetahui lebih lanjut, marilah kita sama – sama
membaca, memahami dan mengupas masalah tersebut pada makalah ini.
B. Identifikasi Masalah
Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami gangguan psikotik pada penderita
skizofrenia.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud gangguan psikotik dan skizofrenia?
2. Apa yang menyababkan terjadinya gangguan psikotik dan skizofrenia ?
3. Apa Ciri-ciri gangguan psikotik dan skizofrenia ?
4. Apa tipe-tipe gangguan psikotik dan skizofrenia
5. Apa tanda dan gejala terjadinya gangguan psikotik dan skizofrenia?
6. Bagaimana cara mengatasi gangguan psikotok dan skizofrenia
7. Apa perbedaan gangguan jiwa dan gangguan mental. Jelaskan!
8. Asuhan keperawatan gangguan jiwa?
D. Tujaun
1. Mahasiswa mampu memahami keperawatan jiwa tentang gangguan psikotik (skizofrenia).
2. Mahasiswa mampu memahami cara penanganan pada gangguan psokotik.
3. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala pada gangguan skizofrenia.
4. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada gangguan skizofernia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GANGGUAN PSIKOTIK DAN SKIZOFRENIA
c. Disorganisai
Adalah gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan
ketidakmampuan dalam mengatur arah bicara, reaksi emosional dan perilaku motoriknya.
Bentuk – bentuk dari gangguan pikiran disorganisasi yaitu :
1) Tangentialty adalah ketidakmampuan dari penderita skizofrenia untuk mengikuti arah
pembicaraan. Topik dan arah pembicaraan. Pembicaraan penderita ini selalu menyimpang jauh
dari setiap arah pembicaraannya.
2) Loose association adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan dalaam topik
pembicaraaan. Topik dan arah pembicaraan penderita skizofrenia ini sama sekali tidak berkaitan
dengan apa yang dibicarakan.
3) Derailment adalah pola pembicaraan penderita skizofrenia sama sekali keluar dari alur
pembicaraan.
d. Pendataran Afek
Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan
ketidakmampuannya dalam mengatur antara reaksi emosional dan pola perilaku (inappropriate
affect) atau afektif yang tidak sesuai dengan perilaku. Misalnya, reaksi emosi yang tidak sesuai
dengan cara menimbun barang yang tidak lazim.
Adapun ciri – ciri klinis pendataran afek yaitu :
1) Tidak adanya reaksi emosional dalam komunikasi.
2) Selalu menatap kosong dalam pandangannya.
3) Berbicara datar tanpa ada nada pembicaraan.
e. Alogia
Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan adanya
disefisiensi dalam jumlah atau isi pembicaraan.
Adapun ciri – ciri klinis dari penderita alogia yaitu :
1) Jawaban yang diberikan penderia singakat atau pendek.
2) Cendrung kurang tertarik untuk berbicara.
3) Lebih banyak berdiam diri dan komonikasi yang tidak adekuat.
4) Adanya gangguan pikiran negatif dan berkomunikasi.
5) Kesulitan dalam memformulasikan kata.
6) Kalimat (kata – kata) selalu tidak sesuai dengan formulasi pikiran.
f. Avolisi
Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai ketidakmampuan
memulai ataupun mempertahankan kegiatan – kegiatan penting.
Ciri – ciri klinis gangguan avolisi yaitu :
1) Tidak menunjukkan minat pada aktivitas atau fungsi kehidupannya sehari – hari dan tidak
berminat merawat kesehatan tubuhnya.
2) Cenderung menjadi pemalas dan kotor.
g. Anhedonia
Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakadaan
perasaan senang, sikap tidak peduli terhadap kegiatan sehari – hari, cendrung tidak suka makan
dan ketidakpedulian terhadap hubungan interaksi sosial atau seks.
KLASIFIKASI SKIZOFRENIA
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ
III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-
masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. F20.0 Skizofrenia Paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di Negara manapun. Gambaran klinis
didominasikan oleh waham-waham yang secara relative stabil, sering kali bersifat paranoid,
biasanya disertai dengan halusinasi-halusinasi, terutama halusinasi pendengaran, dan gangguan-
gangguan persepsi. Gangguan afektif, dorongam kehendak (volition) dan pembicaran serta
gejala-gejala katatoni, tidak menonjol.
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberiperintah, atau halusinasi auditorik
tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relative
tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien
yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar
dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi
yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe
lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka
juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat
menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak
terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. F20.1 Skizofrenia hebefrenik
Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas, dan secara umum
dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-utus, perilaku yang tak
bertanggung jawab dan tak dapat dirmalkan, serta umumnya mannerism.
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda
(onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary),
namuntidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan
hampa perasaan
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan
(giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau
oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli
secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases)
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol.
Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary
delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination)
hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi
yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
Penatalaksanaan
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang asuhan keperawatan pada pasien halusinasi, waham, isolasi sosial, defisit perawatan
diri. Beberapa informasi yang dapat disampaikan pada pasien dan keluarga antara lain :
1. Gejala penyakit jiwa (perilaku aneh dan agitasi).
2. Antisipasi kekambuhan.
3. Penanganan psikosis akut.
4. Pengobatan yang akan mengurangi gejala dan mencegah kekambuhan.
5. Perlunya dukungan keluarga terhadap pengobatan dan rehabililtasi pasien.
6. Perlunya organisasi kemasyarakatan sebagai dukungan yang berarti bagi pasien dan
keluarga.
Konseling pasien dan keluarga
1. Pengobatan dan dukungan keluarga terhadap pasien.
2. Membantu pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam pekerjaan dan kegiatan
sehari-hari.
3. Kurangi stress dan kontak dengan stres.
Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik kronik :
1. Antipsikotik yang mengurangi gejala psikotik :
a. Haloperidol 2-5 mg 1 – 3 kali sehari
b. Chlorpromazine 100-200 mg 1 – 3 kali sehari
Dosis harus serendah mungkin hanya untuk menghilangkan gejala, walaupun beberapa pasien
mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi.
2. Obat anti psikotik diberikan sekurang – kurangnya 3 bulan sesudah episode pertama
penyakitnya dan lebih lama sesudah episode berikutnya.
3. Obat antipsikotik mempunyai efek jangka panjang yang disuntikkan jika pasien gagal
untuk minum obat oral.
4. Berikan terapi untuk mengatasi efek samping yang mungkin timbul :
a. Kekakuan otot (distonis dan spasme akut) yang dapat diatasi dengan obat anti parkinson
atau benzodiazepine yang disuntikkan.
b. Kegelisahan motorik yang berat (akatisia) yang dapat diatasi dengan pengurangan dosis
terapi atau pemberian beta – bloker.
c. Obat anti Parkinson yang dapat mengatasi gejala parkinson (antara lain trihexyphenidil 2
mg sampai 3 kali sehari, ekstrak belladonna 10 – 20 mg 3 X sehari, diphenhydramine 50 mg
3 X sehari).
1) Cara Mengatasi Skizofrenia
a. Menciptakan kontak sosial yang baik.
b. Terapi ECT (electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy).
c. Menghindarkan dari frustrasi dan kesulitan psikis lainnya.
d. Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari depan dengan
rasa berani.
e. Memberi obat neuroleptik yaitu obat yang dapat mengendalian saraf delusi, halusinasi dan
agitasi, clozapine serta olanzapine.
6. Perbedaan gangguan jiwa dan mental
a. Gangguann mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada
umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari
perkembangan normal manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif,
perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada
daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Penemuan dan
pengetahuan tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan
perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan
klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. Lebih dari
sepertiga orang di sebagian besar negara-negara melaporkan masalah pada satu waktu pada
hidup mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau beberapa tipe umum dari kelainan
mental.
Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus tidak jelas, dan teori
terkadang menemukan penemuan yang rancu pada suatu ruang lingkup lapangan. Layanan
untk penyakit ini terpusat di Rumah Sakit Jiwa atau di masyarakat sosial, dan penilaian
diberikan oleh psikiater, psikolog klinik, dan terkadang psikolog pekerja sukarela,
menggunakan beberapa variasi metode tetapi sering bergantung pada observasi dan tanya
jawab. Perawatan klinik disediakan oleh banyak profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan
pengobatan psikiatrik merupakan dua opsi pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial,
dukungan lingkungan, dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi penahanan paksa
atau pengobatan paksa dimana hukum membolehkan. Stigma atau diskriminasi dapat
menambah beban dan kecacatan yang berasosiasi dengan kelainan mental (atau terdiagnosa
kelainan mental atau dinilai memiliki kelainian mental), yang akan mengara ke berbagai
gerakan sosial dalam rangka untuk meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan
sosial
definisi dan klasifikasi kelainan mental adalah kunci untuk peneliti sebagaimana juga
penyedia layanan dan mereka yang mungkin terdiagnosa. Sebagian besar dokumen klinik
internasional menggunakan istilah "Kelainan mental". Terdapat dua sistem yang
mengklasifikasikan kelainan mental ICD-10 Chapter V: Mental and behavioural disorders,
bagian dari International Classification of Diseases yang diterbitkan oleh World Health
Organization (WHO), dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)
diterbitkan oleh Psychiatric Association (APA).
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus Skenario
Seorang pria berusia 32 tahun 3 hari yang lalu dibawa ke unit gawat darurat RS,
dengan diagnosis medis axis 1 : F20. Diriwayatkan perilaku amuk. Saat ini pasien masih
sering tampak bicara sendiri, dan sikap menyerang jika didekati. Saat pengkajian bersama
keluarga, keluarga mengatakan bahwa dirumah pasien berteriak-teriak akan membunuh
seseorang yang katanya bersembunyi dirumahnya, tetapi keluarga merasa ridak ada orang
asing yang bersembunyi dirumah. Pasien mengalami perumabahn perilaku tersebut sejak 2
tahun yang lalu, pernah dirawat sebelumnya 1x dengan gejala yang sama. Kekambuhan kali
ini karena putus obat. Dari perhitungan skore katagori pasien diperoleh : 129
A. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
Nama : Tn. Andi
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bantul Yogyakarta
Tgl masuk : 9 November 2012
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Riwayat Penyakit : Pernah di rawat sebelumnya 1x dengan gejala yang sama
b. Factor predisposisi
a. Faktor Biologis
Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan
dengan respon biologis yang maladaptive.
Neurobiologist : waham yang diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic, serta Adanya gangguan pada korteks pre
frontal.
Virus paparan virus influensa pada trimester III
b. Faktor Sosio cultural
Factor perkembangan : hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan
persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif ( Direja : 2011).
c. factor psikologis, hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. Contohnya
ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
c. Faktor Presipitasi
a. Faktor Biologis
Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab
waham pada seseorang.
b. Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan
dari kelompok.
c. Faktor Psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah
sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan (
Direja : 2011).
d. Perilaku
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti
mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau
membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah,
menarik diri.
e. Status Emosi
Rasa takut yang di hadapi pasien ketika melihat sesuatu yan ada dirumahnya.
ANALISA DATA
No Data Rumusan Masalah
1. Do : Gangguan peersepsi sensori/halusinasi
Seorang pria usia 32 tahun, 3 hari yang lalu di bawa
ke unit gawat darurat RS, dengan diagnose medis
axis 1 : F20, riwayat prilaku amuk. Saat ini pasien
masih sering tampak berbicara sendiri, dan bersikap
menyerang jika di dekati . dan penghitungan skore
kategori pasien jiwa di peroleh : 129.
Ds :
Keluarga mengatakan bahwa di rumah pasien
berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang
katanya bersembunyi di rumahnya, tetapi keluarga
merasa tidak ada orang asing yang bersembunyi di
rumahnya. Pasien mengalami perilaku tersebut
sejak 2 tahun yang lalu, pernah dirawat
sebelumnyA 1X dengan gejala yang sama.
Kekambuhan kali ini karena putus minum obat.
PERENCANAAN
No Diagnose Keperawatan Perencanaan
1. Gangguan persepsi sensori / Tujuan :
halusinasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan klien dapat mrngendalian
gangguan persepsi/halusinasi
INTERVENSI
No Diagnose Keperawatan Intervensi Rasional
Untuk mengurangi
kontak klien dengan
halusinasinya.
2. 2. Klien dapat mengenal
halusinasinya
a. Lakukan kontak sering dan singkat
b. Obeservasi tingkah laku klien
terkait dengan halusinasinya; bicara
dan tertawa tanpa stimulus,
memandang kesekitarnya seolah –
olah ada teman bicara.
c. Bantu klien untuk mengenal
halusinasinya;
Bila klien menjawab ada, lanjutkan;
apa yang dikatakan ?
Katakan bahwa perawat percaya
klien mendengarnya.
Katakan bahwa klien lain juga ada
yang seperti klien.
Katakan bahwa perawatan akan
membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien tentang
Situasi yang dapat menimbulkan /
tidak menimbulkan halusinasi.
Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang sore, malam
atau bila sendiri atau bila jengkel /
sedih).
IMPLEMENTASI
Diagnose Keperawatan Hari/Tanggal Implementasi
EVALUASI
Hari / Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi
A: perawatan gangguan
halusinasi terpenuhi.
a. Kesimpulan
Kata skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu skhizein = spilit = pecah dan phrenia =
mind = pikiran. Jadi skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan
gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Skizofrenia
merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang
luas, serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan pengaruh genetik dan sosial budaya
(Rusdi Maslim, 2000 : 46). Menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998 : 217), skizofrenia adalah
suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
pikir, perasaan dan perbuatan. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi
beberapa tipe, yaitu: 1. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)· 2. Skizofrenia
katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb) 3. Skizofrenia hebefrenik
(seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb). 4. Skizofrenia simplek (seperti
gelandangan, jalan terus, kluyuran)· 5. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)
Halusinasi Adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai
gangguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap dapat dilihat, didengar ataupun adanya
perasaan dihina meskipun sebenarnya tidak realitas. Tanda – tanda halusinasi Menurut diri,
tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang tiba – tiba,
arah gelisah. Jenis halusinasi halusinasi dengar, halusinasi terlihat, halusinasi penciuman ,
halusinasi kecap, halusinasi raba.
b. Saran
Keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sangat serius dan diansangat penting.
Masalah –masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak
besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global. Sikap yang positif
terhadap diri sendiri, tumbuh kembang , aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri sangat
diperlukan untuk dimiliki oleh setiap individu.
Bagi pembaca pengontrolan emosi sangat harus diperhatikan, Karena dapat
memberikan dampak yang positif dan negatif. Jiwa dan diri anda sangatlah berarga.