Anda di halaman 1dari 20

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hipertensi adalah istilah medis untuk penyakit tekanan darah tinggi dan

merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak diderita di

seluruh dunia, termasuk Indonesia (Sani, 2008). Hipertensi adalah kondisi medis

di mana tekanan darah dalam arteri meningkat melebihi batas normal (Kristanti,

2009). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri.

Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan

darah kita secara teratur (Wijoyo, 2011).

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan

penatalaksanaan yang baik. Di Amerika Serikat sekitar 50 juta penduduk

mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90

mmHg (Yusuf, 2008).

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari

negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition

Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,

insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat

58-65 juta orang hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data

NHANES III tahun 1988-1991 (Sudoyo, 2006).

Di India, jumlah mencapai 60,4 juta orang (2002) dan diperkirakan

menjadi 107,3 juta orang (2025). Di China, 98,5 juta orang dan bakal jadi 151,7

juta orang periode yang sama. Di bagian lain di Asia, tercatat 38,4 juta penderita

1
2

hipertensi (2000) dan diprediksi menjadi 64,7 juta orang (2025) (Anonim, 2009).

Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 juga disebutkan prevalensi

hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan insiden komplikasi penyakit

kardiovaskular lebih banyak pada perempuan (52%) dibandingkan laki-laki (48%)

(Pusat Komunikasi Depkes, 2009). Data Riskesdas menunjukkan, hipertensi

adalah penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis. Jumlahnya

6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia (Anonim,

2009).

Indonesian Society of Hypertension (InaSH) mendefinisikan hipertensi

sebagai suatu keadaan di mana upaya penurunan tekanan darah akan memberikan

manfaat lebih besar dibanding tidak melakukan upaya apa pun. Resiko kematian

akibat penyakit kardiovaskuler akan meningkat, setiap peningkatan tekanan darah

20/10 mmHg, menurut dr. Hananto Andrianto, Sp.JP, FIHA, dari Departemen

Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI (Anonim, 2007).

Dari data World Health Organization (WHO) 1996, hipertensi berperan

dalam morbiditas dan mortalitas terutama di negara-negara maju (Idham, 2002).

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini

terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya

meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak

mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng dan Tuminah, 2009).

Di Indonesia belum ada penelitian nasional multicenter yang

menggambarkan prevalensi secara tepat. Boedhi Darmojo dalam tulisannya

dikumpulkan dari berbagai penelitian melaporkan bahwa 1,8-28,6% penduduk


3

yang berusia di atas 20 tahun adalah pasien hipertensi. Pada umumnya prevalensi

hipertensi berkisar antara 8,6-10%. Terlihat ada kecenderungan bahwa masyarakat

perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan

seperti pada penelitian Susalit E yang mendapatkan angka 14,2% pada

masyarakat di pinggiran kota Jakarta. Syakib Bakri dan kawan-kawan

mendapatkan prevalensi hipertensi 11,75% pada kelompok industri, 9,75% pada

kelompok nelayan dan 7,92% pada kelompok tani di Ujung Pandang (Yusuf,

2008), sedangkan untuk populasi perkotaan MONICA (Multinational Monitoring

of Trends and Determinants in Cardiovaskular Deceases) Jakarta 1988

melaporkan prevalensi hipertensi pada 3 kecamatan di daerah perkotaan Jakarta

(Kebayoran Baru, Mampang Prapatan dan Cilandak) dengan prevalensi hipertensi

sebesar 14,9% (laki-laki 13,6%, wanita 16,0%). Pada survei berikutnya tahun

1993 didapatkan peningkatan hipertensi menjadi 16,9% (laki-laki 16,5%, wanita

17%) (Idham, 2002).

Data hipertensi di Lhokseumawe menepati urutan ketujuh dengan jumlah

8669 penderita dari sepuluh penyakit terbesar menurut Dinas Kesehatan Kota

Lhokseumawe tahun 2010 (Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2011).

Salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi adalah kadar kolesterol yang

tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan penyempitan

pembuluh darah yang disebut aterosklerosis (Achadi, 2008). Hiperkolesterolemia

banyak ditemukan  60% populasi di Inggris memiliki kadar kolesterol total >5,2

mmol/L dan 3% dari populasi memiliki kadar kolesterol total >7,5 mmol/L

(Davey, 2003).
4

Menurut penelitian Andi Wijaya, seperti yang tertera pada informasi

Laboratorium Prodia No. 6/1994, selama tiga tahun terhadap 11.489 orang

didapati keadaan sebagai berikut: 32,4% penduduk indonesia umur 20-70 tahun

kadar kolesterol total kurang dari 200 mg/dl; 32,8% penduduk punya kadar

kolesterol total antara 200-240 mg/dl; dan 34, 8% penduduk yang diperiksa

punya kadar kolesterol total sebesar lebih dari 240 mg/dl. Kadar kolesterol 200-

240 mg/dl biasanya disebabkan oleh konsumsi makanan berlemak hewani secara

berlebihan. Sedangkan kadar kolesterol lebih dari 240 mg/dl selain akibat

konsumsi makanan berlemak, juga disebakan oleh bakat yang dimiliki atau

diturunkan secara genetik (Sayoga, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan profil lipid dengan kejadian hipertensi di RSUD

Zainoel Abidin Banda Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan profil lipid dengan kejadian hipertensi di

RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui gambaran jumlah penderita hipertensi di RSUD

Zainoel Abidin Banda Aceh


5

2. untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan lipid profil pada

penderita hipertensi di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan wawasan ilmu

pengetahuan serta keterampilan di dalam menganalisa permasalahan kesehatan

yang ada dimasyarakat terutama mengenai penyakit hipertensi.

1.4.2 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk

menambah wawasan dan pengetahuan dalam mencegah dan mengatasi hipertensi.

1.4.3 Bagi instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi

dalam upaya menanggulangi penyakit hipertensi di RSUD Zainoel Abidin Banda

Aceh

1.4.4 Bagi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang

bermanfaat dalam pengembangan pembelajaran yang berhubungan dengan

penyakit hipertensi.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Pengertian hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka

kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Arief, 2008).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan

pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (Marliani,

2007). Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap

di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140

mmHg (Price, 2006).

Akibatnya, volume darah meningkat dan saluran darah menyempit. Oleh

karena itu, jantung harus memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan

nutrisi ke setiap sel di dalam tubuh (Puspitorini, 2009).

Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi

gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak),

penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi ventrikel

kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

yang berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa

kematian yang tinggi (Bustan, 2007).

6
7

2.1.2 Penyebab hipertensi

Pada umumnya sekitar 90% penyebab hipertensi tidak diketahui dan faktor

turunan memegang peranan besar. Hipertensi jenis ini dikenal sebagai hipertensi

esensial atau hipertensi primer. Ada juga hipertensi yang penyebabnya diketahui,

yang disebut dengan hipertensi sekunder (Junaidi, 2010).

2.1.3 Klasifikasi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)

klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,

prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Sudoyo, 2006).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa


Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
Normal <120 Dan <80
Prahipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 Atau ≥100
TDS= Tekanan Darah Sistolik, TDD= Tekanan Darah Diastolik
Sumber: (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2003).

2.1.4 Patogenesis

Tekanan darah sebanding dengan curah jantung dan resistensi vaskuler

perifer. Tingkat tekanan darah adalah suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh

interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografi yang mempengaruhi

curah jantung dan resistensi vaskuler. Faktor utama yang menentukan variasi

tekanan darah di dalam suatu dan di antara populasi adalah usia, jenis kelamin,

indeks masa tubuh dan diet, terutama asupan natrium (Kumar, 2009).
8

Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer dan curah

jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang meningkatkan frekuensi

jantung, volume sekuncup atau keduanya. Resistensi perifer meningkat karena

faktor-faktor yang meningkatkan viskositas darah atau yang menurunkan ukuran

lumen pembuluh darah, khususnya pembuluh darah arteriol (Kowalak, 2011).

Karena tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume

sekuncup dan TPR (Total Peripheral Resistance), peningkatan dari salah satu dari

ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi (Corwin,

2009).

2.1.5 Gejala hipertensi

Pada umumnya gejala tekanan darah tinggi atau hipertensi tidak diketahui

dengan pasti. Sebagian besar penderita baru menyadari jika ia telah mengidap

penyakit itu, atau diketahui setelah terjadi komplikasi pada organ lain, seperti

ginjal, mata, otak dan jantung (Wiryowidagdo, 2010).

Menurut Wijakusuma (2010), secara umum gejala yang dikeluhkan oleh

penderita tekanan darah tinggi sebagai berikut:

 sakit kepala.

 rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk.

 perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh.

 berdebar atau detak jantung terasa cepat.

 telinga berdenging.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan

bahkan ‘koma’ karena pembengkakan otak, merupakan suatu keadaan yang


9

disebut ensefalopati hipertensi ini memerlukan penanganan medis secepat

mungkin (Puspitorini, 2009).

2.1.6 Faktor resiko hipertensi

a. Faktor keturunan (genetik)

Beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi adalah

diturunkan secara genetis (Sani, 2008).

Kecenderungan mengidap hipertensi didapat dari riwayat hipertensi di

dalam keluarga. Jika salah satu orang tua mengidap hipertensi, maka

kecenderungan anak mengidap hipertensi juga lebih besar daripada mereka yang

tidak memiliki orang tua penderita hipertensi (Puspitorini, 2009).

Apabila riwayat hipertensi didapati pada kedua orang tua, maka dugaan

hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot

(satu sel telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi (Arief, 2008).

Jika seorang dari keluarga mempunyai hipertensi, 25% kemungkinan akan

mendapatkannya. Apabila kedua orang tua memiliki hipertensi, 60%

kemungkinan akan mengidapnya (Marliani, 2007).

b. Jenis kelamin (gender)

Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada

wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor

psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,

kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada

pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman

terhadap pekerjaan dan pengangguran (Arief, 2008)


10

c. Usia

Usia 30 tahun merupakan awal kewaspadaan munculya hipertensi,

terutama bagi mereka yang mempunyai riwayat hipertensi dalam keluarganya

(Harsono, 2008). Semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita

hipertensi juga semakin besar (Arief, 2008).

d. Lemak dan kolesterol

Dewasa ini pola makan penduduk yang tinggal di kota-kota besar berubah

di mana fast food dan makanan yang kaya kolesterol menjadi bagian yang di

konsumsi sehari-hari. Kadar kolesterol darah dapat meningkat tinggi dan sulit di

kontrol.

Memang lemak yang didapat dari makanan tidak seluruhnya merupakan

kolesterol. Namun, lemak merupakan penyumbang kolesterol terbesar. Kolesterol

yang berlebihan ini akan menempel pada permukaan sebelah dalam dinding

pembuluh darah yang sudah terluka akibat gesekan tekanan darah pada hipertensi.

Proses penumpukan kolesterol ini disebut proses aterosklerosis (Wijayakusuma,

2006). Dua jenis lemak darah yaitu, kolesterol dan trigliserida dan terutama

kolesterol memainkan peran penting di dalamnya (Wolff, 2006).

e. Garam

Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi.

Gangguan pembuluh darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang

asupan garamnya rendah. Jika asupan garam kurang dari 3 gram sehari, prevalensi

hipertensi presentasenya rendah, tetapi jika asupan garam 5-15 gram per hari

akan meningkatkan prevalensi menjadi 15-20% (Wiryowidagdo, 2010).


11

Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya hipertensi,

barangkali karena ketidakmampuan mengeluarkan natrium secara efisien baik

diturunkan atau didapat. Ada yang berpendapat bahwa terdapat hormon natriuretik

(de Wardener) yang menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-

kalium) dan mempunyai efek penekanan. Berdasarkan studi populasi, seperti

Studi INTERSALT (1988) diperoleh korelasi antara asupan natrium rerata dengan

tekanan darah (TD) dan penurunan TD dapat diperoleh dengan mengurangi

konsumsi garam (Gray, 2005).

WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur

hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium). Pembatasan ini

dilakukan mengingat peranan potensial natrium dalam menimbulkan tekanan

darah tinggi (hipertensi) (Almatsier, 2009).

f. Stres

Apabila stres terjadi, yang terlepas adalah hormon epinefrin atau adrenalin.

Aktivitas hormon ini meningkatkan tekanan darah secara berkala. Jika stres

berkepanjangan, peningkatan tekanan darah menjadi permanen (Marliani, 2007).

Stres juga di yakini berhubungan dengan hipertensi, diduga melalui

aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas).

Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah

secara intermitten (tidak menentu) (Arief, 2008).

g. Kebiasaan merokok

Dalam rokok terkandung berbagai zat yang dapat merusak lapisan dinding

arteri, yang pada akhirnya akan membentuk plak atau kerak di arteri. Kerak atau
12

plak ini menyebabkan penyempitan lumen atau diameter arteri, sehingga

diperlukan tekanan yang lebih besar untuk memompa darah hingga tiba di organ-

organ yang membutuhkan. Hal inilah yang kemudian disebut sebagai hipertensi

(Junaidi, 2010).

h. Olahraga

Aktifitas fisik dan olahraga yang cukup dan teratur merupakan salah satu

cara yang efektif dan terbukti dapat membantu menurunkan hipertensi. Aktivitas

fisik yang teratur dan cukup dapat menguatkan otot jantung sehingga jantung

dapat memompa lebih banyak darah dengan usaha yang minimal. Efeknya, kerja

jantung menjadi lebih ringan sehingga hambatan pada dinding arteri berkurang,

dengan demikian tekanan darah pun mengalami penurunan (Junaidi, 2010).

Olahraga akan membakar lemak-lemak di dalam tubuh, oleh karena itu

dapat menghilangkan kelebihan lemak di dalam tubuh dan menghambat terjadinya

overweight atau obesitas (Sayoga, 2005).

i. Obesitas

Obesitas adalah masa tubuh (body mass) yang meningkat disebabkan

jaringan lemak yang jumlahnya berlebihan (Wijayakusuma, 2006).

Berat badan berlebihan dapat meningkatkan faktor resiko lainnya dan

menimbulkan bahaya kesehatan yang serius. Ini adalah faktor penting dan

sekaligus satu-satunya faktor yang dikenal dan yang paling dapat dihindari, yang

berkontribusi pada perkembangan tekanan darah tinggi. Ini ditunjukkan secara

jelas oleh penelitian Framingham, yang menunjukkan bahwa orang yang berat

badannya 20% di atas normal memiliki resiko tiga kali lebih besar terkena tekanan
13

darah tinggi dibandingkan mereka yang berat badannya normal. Walaupun resiko

hipertensi meningkat dengan jumlah berat badan yang berlebihan, turunnya berat

badan dapat menurunkan tekanan atau bahkan menormalkannya (Wolff, 2008).

Perbandingan (rasio) berat badan/tinggi badan sering digunakan untuk

menilai berat badan orang dewasa, untuk mengetahui apakah berat badannya

tergolong kurang, normal, lebih atau obes (Almatsier, 2011).

Rumusnya adalah sebagai berikut:

Interpretasi nilai IMT pada orang dewasa untuk Indonesia (Depkes, RI

2004) adalah sebagai berikut:

1. IMT <17 : Berat Badan Kurang tingkat berat (sangat kurus)

2. IMT 17,0-18,4 : Berat Badan Kurang tingkat ringan (kurus)

3. IMT 18,5-25,0 : Berat Badan Normal

4. IMT 25,1-27,0 : Berat Badan Lebih tingkat ringan (gemuk)

5. IMT >27,0 : Badan Lebih tingkat berat (sangat gemuk/obese)

Sumber: (Almatsier, 2011).

2.1.7 Komplikasi

a. Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi.

Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang

memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke


14

daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami

arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya

aneurisma (Corwin, 2009).

b. Infark miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk

trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada

hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium

mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang

menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan

perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,

hipoksia jantung dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2009).

c. Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit

fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi

hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan

keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan

menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis (Corwin,

2009).

d. Ensefalopati

Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat
15

tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekana`n kapiler dan

mendorong cairan ke ruang intertisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-

neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2009).

e. Kejang

Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin

memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak

adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami

kejang selama atau sebelum proses persalinan (Corwin, 2009).

2.2 Profil Lipid

2.2.1 Kolesterol

Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol di

dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain

dapat membahayakan bergantung berapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di

bagian mana (Almatsier, 2004).

Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel

dan merupakan komponen utama sel otak dan saraf. Kolesterol terdapat dalam

konsentrasi tinggi dalam jaringan kelenjar dan di dalam hati di mana kolesterol

disintesis dan disimpan. Kolesterol merupakan bahan antara pembentukan

sejumlah steroid penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon

adrenal korteks, estrogen, androgen dan progesterone (Almatsier, 2004).

Sebaliknya kolesterol dapat membahayakan tubuh. Kolesterol bila terdapat

dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada

dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan


16

aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung dapat

menyebabkan penyakit jantung koroner dan bila pada pembuluh darah otak

penyakit serebrovaskular (Almatsier, 2004).

Kolesterol di dalam tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis hati.Bahan

bakunya diperoleh dari karbohidrat, protein atau lemak. Jumlah yang disintesis

bergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah yang diperoleh dari makanan

(Almatsier, 2004).

2.2.2 Low Density Lippoprotein (LDL)

LDL adalah pembawa kolesterol utama dalam plasma. Lippoprotein ini

mentransport kolesterol ke sel – sel perifer untuk sintesis membrane dan produksi

hormone, dan ke hati untuk produksi asam empedu (Rubenstein, 2007).

LDL adalah lippoprotein yang mengangkut kolesterol terbesar untuk

disebarkan ke seluruh jaringan tubuh dan pembuluh nadi. LDL sering disebut

kolesterol jahat karena efeknya yang aterogenik (mudah melekat pada dinding

pembuluh darah), sehingga dapat menyebabkan penumpukan lemak dan

penyempitan pembuluh darah (arterosclerosis). Kadar LDL di dalam darah sangat

tergantung dari lemak yang masuk. Semakin tinggi/banyak lemak yang masuk,

semakin menumpuk pula LDL. Hal ini disebabkan LDL merupakan lemak jenuh

yang tidak mudah larut (Wiryowidagdo, 2010).

2.2.3 High Density Lippoprotein (HDL)

HDL merupakan lipoprotein yang mengandung Apo AI dan Apo AII

dengan kandungan trigliserida (5-10%) dan kolesterol (15-25%). HDL

mempunyai efek anti-aterogenik kuat sehingga disebut juga kolesterol baik.


17

Fungsi utama HDL yaitu mengangkut kolesterol bebas yang terdapat dalam

endotel jaringan perifer termasuk pembuluh darah, ke reseptor HDL di hati untuk

dijadikan empedu dan dikeluarkan ke usus kecil untuk mencerna lemak dan

dibuang berupa tinja. Dengan demikian, penimbunan kolesterol di perifer

berkurang. Kadar HDL diharapkan tinggi di dalam darah (Dalimartha, 2010).

2.2.4 Trigliserida

Trigliserida merupakan jenis lemak yang ditemukan dalam darah. Jenis ini

merupakan hasil dari uraian kerja tubuh terhadap makanan yang mengandung

lemak dan kolesterol yang telah dikonsumsi dan masuk ke tubuh, serta juga

dibentuk di hati (Chairinniza, 2010).

2.2.5 Kadar lipid serum normal

Kapan disebut lipid normal, sebenarnya sulit dipatok pada satu angka, oleh

karena normal untuk seseorang belum tentu normal bagi orang lain yang disertai

faktor risiko multipel. Walaupun demikian, National Cholesterol Education

Program Adult Panel III (NECP-ATP III) telah membuat satu batasan yang dapat

dipakai secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang (Sudoyo,

2007).

Tabel 2.2 Kadar lipid serum normal


Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserida menurut NCEP ATP III 2001 mg/dl

Kolesterol total
<200 Optimal
200-239 Diinginkan
 240 Tinggi
Kolesterol LDL
<100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Diinginkan
18

160-189 Tinggi
 190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL
<40 Rendah
 60 Tinggi
Trigliserida
<150 Optimal
150-199 Diinginkan
200-499 Tinggi
 500 Sangat tinggi
Dikutip dari: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K, Marcellus Simadibrata,
Setiati, S., 2007. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: PPIPD FK UI.
1928.

2.3 Hiperlipidemia

2.3.1 Pengertian hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum

di atas batas normal (Price, 2005).

2.3.2 Klasifikasi hiperlipidemia

Berdasarkan penyebabnya, hiperlipidemia dibagi atas:

a) hiperlipidemia primer, akibat predisposisi genetik terhadap kelainan

metabolisme lipid.

b) hiperlipidemia sekunder, mempunyai penyakit yang mendasarinya (adanya

gangguan sistemik) seperti, diabetes melitus, hipotiroidisme (Price, 2005).

2.4 Aterosklerosis

2.4.1 Pengertian aterosklerosis

Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri berukuran besar dan sedang

akibat terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa pada permukaan

dalam dinding arteri. Arteriosklerosis sebaliknya, adalah istilah umum yang


19

merujuk pada kekakuan dan penebalan pembuluh darah berukuran apa saja

(Guyton dan Hall, 2007).

2.4.2 Patogenesis aterosklerosis

Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan

disfungsi lapisan sel endotel lumen arteri. Kondisi ini dapat terjadi setelah cedera

pada sel endotel atau dari stimulus lain. Cedera pada endotel meningkatkan

permeabilitasnya terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan

trigliserida, sehingga zat-zat ini masuk ke dalam arteri. Oksidasi asam lemak

menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh

darah. Cedera pada sel otot endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun,

termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit

ke area cedera. Sel darah putih melepaskan sitokin proinflamantori poten yang

kemudian memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan

trombosit ke area lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktivasi sel T dan

sel B serta melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant

(penarik kimiawi) yang mengaktifkan siklus inflamasi, pembekuan dan fibrosis.

Pada saat ditarik ke area cedera,sel darah putih akan menempel di sana oleh

aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel

lengket terutama terhadap sel darah putih. Pada saat menempel di lapisan

endotelial, monosit dan neutrofil mulai bermigrasi di antara sel-sel endotel, ke

ruang intertisial. Di ruang intertisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan

bersama neutrofil, tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi.

Sitokin proinflamantori juga merangsang proliferasi sel otot polos, yang


20

mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. Selain itu kolesterol dan

lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan

endotel meningkat. Pada tahap indikasi dini kerusakan terdapat lapisan lemak di

arteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat

dan mulai terbentuk bekuan darah (trombus). Sebagian dinding pembuluh darah

diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh

darah. Hasil akhirnya adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan

deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan

proliferasi sel otot polos (Corwin, 2009).

Anda mungkin juga menyukai