Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas Ilmu Sosial Dasar dan Budaya Dasar. Selain itu, penyusunan
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai manusia sebagai
makhluk berbudaya dan beradab. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Drs. H. Muchyar, M.Pd selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dan
Budaya Dasar yang telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat untuk
kami dan untuk pembaca.

Banjarmasin, 10 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Fungsi akal dan budi bagi manusia ......................................................... 3
B. Pengertian Budaya dan Kebudayaan ...................................................... 5

C. Manusia Sebagai Pencipta Kebudayaan ..................................................6


D. Memanusiakan manusia melalui pemahaman terhadap konsep ............. 23
E. Proses Pembudayaan melalui internalisasi, sosialisasi, enkulturasi, difus
akulturasi, dan asimilasi............................................................................... 23
F. Perubahan kebudayaan dari lokal menjadi global ..................................... 23

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang telah diciptakan Tuhan
dimuka bumi ini karena manusia memiliki akal pikiran yang dapat berkembang.
Hal inilah yang menjadi kelebihan manusia dibandingkan makhluk-makhluk lain
yang diciptakan Tuhan dimuka bumi. Namun, kebutuhan setiap manusia berbeda-
beda berdasarkan lingkungan, tempat tinggal dan akhirnya manusia memiliki
kebutuhan yang sama akan terbentuk menjadi suatu kelompok dengan sendirinya,
karena sifat akal manusia yang unik maka akhirnya setiap kelompok akan
membuat suatu ciri khas tersendiri dan akhirnya berbagai macam budaya pun
terbentuk.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fungsi akal dan budi bagi manusia ?
2. Apa pengertian Budaya dan kebudayaan ?
3. Mengapa manusia sebagai pencipta kebudayaan ?
4. Apa saja konsep memanusiawikan manusia ?
5. Bagaimana proses pembudayaan ?
6. Bagaimana perubahan kebudayaan dari lokal menuju global ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. FUNGSI AKAL DAN BUDI MANUSIA

Manusia sebagai salah satu makhluk Allah memiliki keistimewaan


tersendiri. Ia merupakan makhluk yang istimewa karena dipandang sebagai
sebaik-baiknya ciptaan Tuhan. Sebagaimana yang telah tersurat di dalam al-
Qur’an. Surat at-Tin, Ayat 4-6, yang artinya; “Sesungguhnya Aku (Allah) telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Aku
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-
orang yang beriman dan beramal shaleh, maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya”.
Keistimewaan yang ada dalam diri manusia sekaligus memperlihatkan
karakteristik yang membedakan dengan makhluk lain, misalnya saja jika
diperbandingkan dengan makhluk yang bernama binatang. Ernst Cassirer (filsuf
Amerika asal Jerman) mengatakan bahwa manusia merupakan animal
symbolicam, yaitu makhluk yang penuh dengan lambang. Baginya realitas adalah
lebih dari sekedar tumpukan fakta-fakta.
Organisasi semua makhluk hidup di dunia merupakan suatu system
terbuka. Artinya, setiap makhluk itu dipengaruhi faktor-faktor yang berada di luar
dirinya. Setiap makhluk sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang
menghidupi dirinya. Jika lingkungan itu berubah, maka makhluk yang ada pun
harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang ada. Hal itu terlihat
seperti pada tumbuh-tumbuhan yang pada musim penghujan akan banyak
berdaun, tetapi untuk mengurangi hilangnya air lewat penguapan daun pada
musim kering maka diperlukan sistem koordinasi dan pengendalian yang baik
pada tumbuhan tersebut. Binatang pun akan berhal serupa. Binatang yang hidup di
daerah savanah tidak akan mungkin hidup di daerah tropis.
Meskipun manusia dilahirkan dalam keadaan yang belum matang baik
secara fisik, otak, pancaindra, dan sistem pengendaliannya, manusia lebih
berpotensi besar untuk dipengaruhi, ditempa, dan dibentuk oleh kondisi
lingkungannya. Dengan demikian, manusia berkemampuan lebih besar untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan sekelilingnya. Ortega Y. Gasset mengatakan
bahwa hewan itu hidup bukan dari dirinya sendiri melainkan dari yang lain, yang
ada di luar dirinya. Sedangkan manusia itu berbudaya, mengenal dirinya,
berunding dengan dirinya sendiri, sehingga tidak tergantung secara mutlak dari
kekangan dan tawaran sekitarnya. Manusia mampu menguasai dunia sekitarnya.
Manusia dengan sarananya mampu mengambil jarak dengan alam,
sehingga ia mampu menelaah, memahami dan menguasainya. Sarana-sarana
tersebut oleh Cassirer dinamakan lambang, yaitu antara lain : bahasa, mitos dan
agama. Pola reaksi binatang adalah fixed stimulus-response, artinya binatang itu
bereaksi secara tertentu terhadap rangsangan tertentu. Sedangkan manusia
sebagaian besar aksi-aksinya justru bersifat sadar dan mendasarkan diri kepada
kesengajaan namun juga memerlukan suatu sistem stimulus-respons dan motivasi
yang tidak otomatis, tetapi bersifat lebih lentur, dan satu sumber energi yang
bersifat multi-purpose.
Manusia merasakan kebutuhan melalui pancaindranya yang dipandang
lemah, sehingga stimulus-stimulus yang datang dari pancaindra pun akan lemah.
Kondisi yang sedemikian itu memungkinkan manusia untuk tidak mudah dikuasai
oleh kebutuhan jasmaniah seperti binatang. Jadi, manusia sanggup menunda aksi
pemuasan itu. Karena bisa menunda, manusia memiliki kesempatan untuk berfikir
mengenai aksi pemuasan. Kebutuhan manusia timbul secara berulang-ulang.
Maka timbullah kemampuan untuk merencanakan pemuasan kebutuhan untuk
jangka waktu yang relatif panjang. Manusia mulai menghemat, menyimpan, dan
seterusnya.
Salah satu sifat khas manusia yang lain adalah bentuk interaksi antara
emosi dan rasio yang selalu ada pada diri manusia. Segala bentuk perilaku
manusia tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan akal dan budinya.
Akal dan budi tersebut tercermin melalui otak dan pancaindra manusia dalam
menangkap rangsangan dari luar yang dapat memotivasi kemampuan dirinya,
sehingga dapat berbicara, berkonsepsi, atau berpikir secara abstrak. Kemudian
timbul simbol-simbil dan sistem-sistem simbolik yang berakibat pada :
1) Pengalaman manusia bisa disimpan dan diolah
2) Alternatif-alternatif aksi yang bisa dijalankan akan dapat dikhayalkan
3) Arti pengabstrakan fakta bisa pula dilaksanakan.
Pengabstrakan fakta diartikan bahwa manusia akan mampu
membayangkan, membuat rencana-rencana, dan menyongsong hal-hal
yang masih bersifat hipotetis, potensial serta belum terwujud.

Itu semua adalah perwujudan dari fungsi akal dan budi manusia dalam menyikapi
segala hal yang terjadi di lingkungannya.

Perkembangan hidup manusia tidak hanya ditentukan oleh pengalaman


pribadinya, akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh kemampuannya untuk belajar
dan menerima pengajaran. Kebudayaan sebagai wadah yang memuat pengalaman
serta pengetahuan manusia secara keseluruhan diturunkan dan diajarkan dari
generasi ke generasi melalui sistem simboliknya. Perilaku emosional yang muncul
biasanya lebih banyak didorong oleh hawa nafsu. Untuk itu, manusia berakal dan
berhati jernih harus membekali dirinya dengan perilaku taqwa,, seperti yang
tersurat dalam Al-Qur’an, Surat al-Imran, Ayat 102 dan Surat at-Taghabun, Ayat
16.

Karakteristik manusia memang amat sempurna dibandingkan dengan


makhluk lain. Jadi, tidaklah benar jika segala aktivitas hidup manusia tidak untuk
kembali kea rah fitrah-nya, sebagai perwujudan rasa syukur atas karunia yang
telah diberikan oleh Allah SWT. Seruan fitrah ini tersurat dalam Al-Qur’an, Surat
ar-Rum, Ayat 30 yang menyebutkan demikian : “ Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah), tetapkanlah atas fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
B. PENGERTIAN BUDAYA DAN KEBUDAYAAN

Sebelum membahas lebih lanjut akan pemahaman kebudayaan


perlu kami sampaikan terlebih dahulu tentang pengertian “budaya” dan
“kebudayaan” agar tidak terjadi pemahaman yang salah terhadap kedua
istilah tersebut. Dalam KUBI dijelaskan istilah ‘budaya’ dapat diartikan
sebagai: 1) pikiran; akal budi; 2) berbudaya: mempunyai budaya,
mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan diri. Sedangkan
istilah ‘kebudayaan’ diartikan: 1) segala sesuatu yang dilakukan oleh
manusia sebagai hasil pemikiran akal dan budinya; 2) peradaban sebagai
hasil akal budi manusia; 3) ilmu pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial yang dimanfaatkan untuk kehidupannya dan memberi manfaat
kepadanya (Badudu-Zain, 1994: 211). Dalam pengertian yang lain
dijelaskan bahwa pengertian ‘kebudayaan’ disamakan dengan istilah
cultuur (bahasa belanda), culture (bahasa inggris) berasal drri bahasa latin
colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Bertolak dari arti
tersebut, kemudian kata culture ini berkembang pengertiannya menjadi
“segala daya aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”
(widagdho, 1991: 18).
Koentjoroningrat (1981: 181) juga menjelaskan bahwa kata
“kebudayaan” berasal dari bahasa sansekerta buddayah, yaitu bentuk
jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kata
‘kebudayaan’ dapat diartikan sebagai ‘hal-hal yang bersangkutan dengan
akal’. Ada pula sarjana yang mengupas kata ‘budaya’ sebagai
perkembangan dari kata majemuk ‘budidaya’, yang berarti daya dari budi
karena itu, mereka membedakan pengertian ‘budaya’ dengan
‘kebudayaan’. Budaya adalah ‘daya dari budi’ yang berupa cipta, karsa,
dan rasa, sedangkan ‘kebudayaan’ adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa
itu (koentjoroningrat), 1981:181).
Sementara itu, A. L, krober dan C. Klucholn dalam bukunya yang
berjudul culture, A Critical Review of Concept and Definition (1952)
pernah mengumpulkan definisi tentang kebudayaan kurang lebih ada 160
macam definisi. Berbagai definisi itu Sembilan diantaranya:
1. E. B. Tylor dalam bukunya yang berjudul primitive culture dikatakan
bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat
manusia sebagai anggota masyarakat.
2. R. Linton dalam bukunya berjudul the Cultural Background of Personality
menyatakan, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan
hasi laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan
oleh anggota masyarakat tertentu.
3. C. Klukhohn dan W.H. Kelly mencoba merumuskan definisi kebudayaan
sebagai hasil tanya jawab dengan para ahli antropologi, sejarah, hukum,
psikologi yang implisit, eksplisit, rasional, irasional terdapat pada setiap
waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
4. Melville J. Herskovits mendefinisikan kebudayaan sebagai bagian dari
lingkungan buatan manusia (Man made part of the environment).
5. Dawson dalam buku age of the gods mengatakan bahwa kebudayaan
adalah cara hidup bersama (culture is common way of life).
6. J.P.H. Dryvendak mengarakan bahwa kebudayaan adalah kumpulan dari
cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu
masyarakat tertentu.
7. Ralph Linton memberikan definisi bahwa kebudayaan itu adalah sifat
sosial manusia yang turun-temurun (Man’s social heredity).
8. Koentjoroningrat mengatakan bahwa kebudayaan itu adalah keseluruhan
kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang diatur oleh tata kelakuan yang
harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya bersusun dalam
kehidupan masyarakat.
9. Sultan Takdir Alisyahbana mengatakan kebudayaan adalah manisfestasi
dari cara berpikir.

Definisi-definisi di atas kelihatannya berbeda-beda, namun semuanya


berprinsip sama yaitu mengakui adanya ciptaan manusia, meliputi perilaku dan
hasil kelakuan manusia, yang diatur oleh tata kelakuan dan diperoleh dengan
belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat . sementara itu,
didalam masyarakat kebudayaan sering diartikan sebagai the goodmall body of the
art, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, pengetahuan
filsafat, atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia (widagdho, 1991:
19-20). Bertolak dari berbagai uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa pada dasarnya kebudayaan adalah hasil budi daya manusia yang bertujuan
untuk mencapai kesempurnaan hidup.

Pengertian kebudayaan tersebut dapat pula diartikan mencakup segala ciptaan


dan tatanan perilaku manusia, baik yang indah (menurut kita) maupun yang tidak
indah, yang serta adab (menurut penilaian kita) maupun yang tidak. Budaya ini
bisa diikuti setiap menyeluruh oleh warga masyarakat, atau mungkin hanya oleh
suatu kelompok secara khusus. Adapun pewarisannya dapat berlangsung melalui
suatu transmisi sosial yang disebut ‘proses belajar-mengajar’ sedangkan
perawatannya berlangsung melalui proses penciptaan (termasuk improvisasi dan
revisi-revisi). Proses belajar-mengajar adalah suatu proses exterogestation yaitu
proses terjadinya/penumbuhan anak di luar kandungannya. Sedangkan, proses
pewarisan pola perilaku instingnya adalah suatu proses uterogestation (L. Dyson,
1991: 23-25).

Secara antropologis setiap kebudayaan atau sistem sosial adalah baik bagi
masyarakatnya, selama kebudayaan atau sistem tertentu dapat menunjang
kelangsungan hidup masyarakat yang barsangkutan. Karenanya sistem masyarakat
yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipertanyakan manakah yang lebih
baik. Kebudayaan merupakan penjelmaan manusia dalam menghadapi dimensi
waktu, peluang, kesinambungan dan perubahan yakni sejarah (sujatmoko, 1983:
20). Dengan demikian, dalam kondisi sosial budaya yang berbeda maka akan
berlainan pula bentuk manifestasinya. Meski begitu, hakekat yang melandasi
sistem sosial budaya tetap sama dalam berbagai bentuk manifestasi tersebut.
Karena kebudayaan itu sendiri merupakan perwujudan dari budi, yang berupa
cipta, karsa dan rasa. Cipta adalah kerimduan manusia untuk mengetahui rahasia
segala hal yang ada dalam pengaalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan
batin. Hasil cipta tersebut berupa berbagai ilmu pengetahuan. Karsa merupakan
kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang ‘sangkan paran’ darimana manusia
itu sebelum lahir (sangkan), dan ke mana manusia sesudah mati (paran). Rasa
adalah kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan
untuk menikmati keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak
keburukan/kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk
berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan berbagai macam
kesenian (Djojodiguno, 1958).

C. MANUSIA SEBAGAI PENCIPTA KEBUDAYAAN

Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi


antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah dilengkapi
Tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah di muka Bumi
dan diberikan kemampuan yang disebutkan oleh Supartono dalam Rafael Raga
Maran (1999:36) sebagai daya manusia. Manusia memiliki kemampuan daya
antara lain akal, intelengensia, dan intuisi; perasaan dan emosi; kemauan; fantasi;
dan perilaku.

Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut, maka


nyatalah bahwa manusia menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika
antara manusia dan kebudayan. Kebudayaan adalah produk manusia, namun
manusia itu sendiri adalah produk kebudayaan. Dengan kata lain, kebudayaan ada
karena manusia penciptanya dan manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang
diciptakannya. Kebudayaan akan terus hidup manakala ada manusia sebagai
pendukungnya. Dialektika ini didasarkan pada pendapat Peter L,, Berger (1929),
yang menyebutkan sebagai dialektika fundamental.

Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia


dapat mengembangkan kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung
pada kebudayaan sebagai hasil ciptaannya. Kebudayaan juga memberikan aturan
bagi manusia dalam mengolah ligkungan dengan teknologi hasil ciptaannya.

D. MEMANUSIAKAN MANUSIA MELALUI PEMAHAMAN


TERHADAP KONSEP
1. Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu
hal, baik menyangkut benda atau orang. Keadilan memiliki tingkat
kepentingan yang besar. Tidak jelas apa yang dituntut dsari keadilan dan
realita keadilan, karena definisi apakah keadila itu sendiri tidak jelas.
Keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan merupakan suatu hasil pengambilan keputusan yag mengandung
kebenaran, tidak memihak, dapat dipertanggung jawabkan dan
memperlakukan setiap orang pada kedudukan yang sama didepan hukum.
Teori keadilan sebagai berikut:
1. Teori keadilan menurut Aristoteles ada lima jenis keadilan:
a. Keadilan komutatif (perlakuan terhadap seseorang denga tidak
melihat jasa-jasa yag dilakukannya).
b. Keadilan distributif (perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan
jasa-jasa yang dilakukannya).
c. Keadilan kodrat alam (memberi sesuatu sesuai dengan yagn
diberikan orang lain kepada kita)
d. Keadilan konvensional (apabila seorang warga negara telah
menaati segala peraturan)
e. Keadilan menurut teori perbaikan (apabila seseorang telah
berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar.
2. Teori Keadilan menurut Plato ada dua jenis keadila:
a. Keadilan Moral (mampu memberikan perlakuan yang seimbang
antara hak dan kewajiban)
b. Keadilan prosedural (mampu melaksanakan perbuatan adil
berdasarkan tata cara yang telah diharapkan)
3. Teori keadilan menurut Thomas Hobbes
Suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada
perjanjian yang telah disepakati (keadilan hukum). Istilah keadilan
berasal dari kata adil, yang berarti memperlakukan dan memberikan
sebagai rasa wajib sesuatu hal yang telah menjadi haknya, baik yang
terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap Tuhan. Ada
tiga macam bentuk keadilan dalam masyarakat:
a. Keadilan komutatif (hubungan pribadi dengan pribadi)
b. Keadilan distributif (suatu hubungan keadilan antara negara
terhadap warganya)
c. Keadilan legalistatif (hubungan pribadi dengan masyarakat)
Ada dua musuh besar pelaksanaan tiga macam keadilan tersebut
dalam masyarakat:
1. Individualisme mutlak (masyarakat dianggap sebagai
kumpulan individu-individu yang banyak tanpa ada
pertalian kepentingan bersama)
2. Kolektifisme mutlak (hanya memerhatikan kepentingan
umum)
Kedua aliran ini selalu berlawanan, yang kedua-duanya
berdasarkan atas salah satu sifat kodrat manusia dalam negara yang
berdasarkan pancasila, sifat individu dan sifat sosial selalu
diseimbangkan (monodualisme). Dari persaudaraan dalam
pergaulan hidup ini timbulah suatu paham yang menamakan
dirinya dengan “sosialisme”. Keadilan sosial adalah suatu tata
dalam masyarakat yang selalu memerhatikan dan memperlakukan
hak manusia sebagaimana mestinya dalam hubungan antar pribadi
terhadap keseluruhan baik materiil maupun spritual. Keadilan
sosial sering disamakan dengan sosialisme, perbedaannya adalah
sosialisme lebih mementingkan kebersamaan dalam persaudaraan,
sedangkan keadilan sosial lebih mementingkan perlakuan hak
manusia sebagai mana mestinya. Syarat terlaksananya keadilan
sosial:

1. Semua warga wajib bertindak


2. Semua manusia berhak untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai
manusiawi atau menuntut dan mendapatkan segala sesuatu
yang bersangkutan dengan kebutuhan hidupnya.
Keadilan juga terikat dengan pancasila sila ke dua dan
kejujuran seseorang.

2. Penderitaan
Penderitaan adalah bahasa yang sering kita dengar. Penderitaaan berasal
dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa Sansakerta yang artinya
menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan
sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan bisa bersifat lahir dan bisa
bersifat bathin. Setiap manusia memliki penderitaan yang berbeda-beda.
Manusia dikatakan menderita apabila dia memiliki masalah, depersi
karena tekanan hidup, dan lain-lain.
Penderitaan adalah realitas manusia di dunia. Namun, peranan individu
juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa
yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan
penderitaan bagi orang lain. Penderitaan adalah bagian dari kehidupan.
Penyebab munculnya penderitaaan
1. Karena hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya baik dengan
sesama manusia ataupun dengan alam. Contohnya hubungan dalam
bermasyarakat ada kalanya perbedaan pendapat yang dapat
menimbulkan perselisihan di antara satu dengan yang lainnya, timbul
rasa dengki, marah, saling menuduh dan menjelek-jelekkan. Disinilah
penderitaan tersebut muncul karena perbuatan tidak saling menyukai
tersebut, yaitu penderitaan bathin.
2. Penderitaan karena penyakit/siksaan. Penderitaan manusia dapat juga
terjadi karena penyakit atau siksaan/azab Tuhan. Namun kesabaran,
tawakal, dan optimisme dapat merupakan usaha manusia untuk
mengatasi penderitaan itu. Contohnya anak buta sejak dilahirkan.
Penderitaan bagi manusia akan menimbulkan dampak, di antaranya:
dapat berupa kekecewaan, duka, kesedihan, kekacauan hati dan
pikiran. Pengaruh penderitaan juga dapat berupa perubahan pola pikir
seseorang, perubahan tingkah laku, serta pandangan hidup seseorang.
Tidak dapat dipungkiri jika suatu penderitaan yang dialami setiap
orang, masih banyak yang beranggapan bahwa penderitaaan membawa
dampak yang buruk bagi mereka. Tanpa disadari jika mereka berusaha
berpikir dan menggali makna dari penderitaan tersebut sebenarnya
memiliki suatu arti berupa pelajaran bagi setiap individu tersebut.

3. Cinta kasih
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia W.J.S Poerwa Darminta.
Cinta adalah rasa sangat suka atau rasa sayang ataupun rasa sangat
kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan, kata kasih artinya
perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan.
Cinta adalah rasa perasaan (rasa) suka terhadap makhluk hidup
(manusia). Sedangkan kasih adalah perasaan kasih atau belas kasih
terhadap makhluk hidup (manusia). Jadi,cinta kasih dapat diartikan
suatu perasaan manusia yang berdasar pada ketertarikan antar-makhluk
hidup (manusia) dengan didasari pula rasa belas kasih.
Victor Hago menyimpulkan “mati tanpa cinta sama halnya dengan
mati dengan penuh dosa”. Dan Erich Fromm dalam bukunya
menyebutkan, “cinta itu yang paling utama adalah memberi, bukan
menerima. Setiap orang memang mempunyai pengertian cinta yang
berbeda, tergantung individu itu sendiri yang mengalami suatu
kejadian atau pengalaman yang ia alami.
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono juga mengemukakan pendapat
bahwa cinta juga memiliki 3 unsur, yaitu:
1. Ketertarikan adalah adanya perasaan untuk hanya bersama dia,
segala prioritas untuk dia, tidak mau pergi dengan orang lain
kecuali dengan dia, ada uang sedikit beli hadiah untuk dia.
2. Keintiman adanya kebiasaan dan tingkah laku yang menunjukkan
bahwa antara anda dengan dia sudah tidak ada jarak lagi, panggilan
formal seperti bapak, ibu, saudara digantikan dengan sekedar
memanggil nama atau ata sayang dan sebagainya.
3. Kemesraan adalah adanya rasa ingin membelai dan dibelai, rasa
kangen rindu kalau jauh atau lama tidak bertemu, adanya ungkapan
rasa sayang.
4. Tanggung Jawab

Pada dasarnya manusia dan tanggung jawab itu berada dalam satu
naungan atau berdampingan. Tanggung jawab adalah suatu kesadaran
manusia dan tingkah laku atau perbuatannya baik disengaja maupun
tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai wujudan
atas perbuatannya. Setiap manusia memiliki tanggungjawab masing-
masing. Di antaranya tanggung jawab seorang pelajar atau mahasiswa
akan belajar, tanggung jawab dosen kepada mahasiswa atau
mahasiswinya, seorang presiden kepada negaranya.

Tanggung jawab erat kaitannya dengan kewajiban, kewajiban


adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang, kewajiban
merupakan tandingan terhadap hak, dan dapat juga tidak mengacu
kepada hak, maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung
jawab terhadap kewajibannya.

Tanggung jawab adalah kesadaran dirinya akan tingkah laku atas


perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

5. Pengabdian
Pengabdian dapat diartikan sebagai pilihan hidup seseorang apakah
ingin mengabdi kepada orangtua, kepada agama dan Tuhan ataupun
kepada bangsa dan negara dimana pengabdian akanmengandung unsur
pengorban dan kewajiban untuk melakukannya yang biasanya akan
dihargai dan tergantung dari apa yang diabdikannya. Sebagai contoh,
bila orangtua mengabdi untuk mengasuh anak-anaknya
berkemungkinan besar nanti anak-anaknya akan berbakti juga kepada
orangtua nya, biarawan/wati yang mengabdi kepada agama dan
Tuhannya nantinya akan dibalas amalnya di surga, ataupun pengabdian
seorang petugas pegawai negeri pada bangsa dan negaranya biasanya
akan diberi semacam penghargaan/tanda jasa dari negara yang
bersangkutan.

6. Pandangan Hidup
Setiap manusia di dunia ini tentu mempunyai pandangan hidupnya
masing-masing yang perlu dipersiapkan secara rinci sejak dini agar
dapat terlaksana sesuai dengan harapan pada waktu yang tepat.
Pandangan hidup sendiri bersifat kodrati, yang telah diberikan Tuhan
kepada setiap manusia. Adapun pengertian pandangan hidup itu adalah
pendapat ataupun pertimbangan yang dijadikan sebagai pegangan,
pedoman, arahan, atau petunjuk hidup di dunia agar dapat menjalani
hidup yang lebih baik lagi dengan adanya pandangan hidup tersebut.
Pendapat atu pertimbangan di sini merupakan hasil pemikiran manusia
itu sendiri yangberdasarkan pengalaman hidup atau sejarah menurut
waktu dan tempat hidupnya.
Pada dasarnya pandangan hidup memiliki empat unsur yang saling
terkait satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan, yaitu cita-cita,
kebijakan, usaha, dan keyakinan atau kepercayaan. Yang dimaksud
cita-cita adalah apa yang ingin dicapai dengan usaha atau perjuangan
yang akan ditempuh untuk mendapatkannya. Tujuan yang ingin
dicapai adalah kebajikan, kebajikan adalah segala sesuatu hal yang
baik yang dapat membuat manusia itu bahagia, makmur dan tenteram.
Usaha atau perjuangan, yaitu kerja keras yang dilandasi oleh
kepercayaan itu dapat diukur dengan kemampuan akal, kemampuan
jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Adapun langkah-langkah berpandangan hidup yang baik,yakni:
1. Mengenal
Mengenal merupakan suatu kodrat bagi manusia, yaitu merupakan
tahap petama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam hal ini
mengenal apa itu pandangan hidup. Tentunya kita yakin dan sadar
bahwa setiap manusia itu pasti mempunyai padangan hidup, maka
kita dapat memastikan bahwa pandangan hidup itu ada sejak
manusia itu ada, dan bahkan hidup itu sebelum manusia itu belum
turun ke dunia.
2. Mengerti
Tahap kedua untuk berpandangan hidup yang baik adalah
mengerti. Mengerti disini dimaksudkan mengerti terhadap
pandangan hidup itu sendiri. Bila dalam hidup berpandangan pada
pancasila maka kita hendaknya mengerti apa Pancasila itu dan
bagaimana mengatur kehidupan bernegara. Begitu juga yang
berpandangan hidup pada agama islam. Hendaknya kita mengerti
apa itu Al-Qur’an, hadist, dan ijmak itu dan bagaimana ketiganya
itu mengatur kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.
3. Menghayati
Langkah selanjutnya, setelah mengerti pandangan hidup adalah
menghayati pandangan hidup itu. Dengan menghayati pandangna
hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai
kebenaran pandangan hidup itu sendiri. Menghayati disini dapat
diibaratkan menghayati nilai-nilai yang terjandung di dalamnya,
yaitu dengan memperdalam dan memperluas pengetahuan
mengenai pandangan hidup itu sendiri.
4. Meyakini
Setelah mengetahui kebenaran dan validitas, baik secara
kemanusiaan, maupun ditinjau dari segi kemasyarakatan maupun
negara dan dari kehidupan di akhirat, maka hendaknya kita
meyakini pandangan hidup yeng telah kita hayati itu. Meyakini ini
merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh kepastian
sehingga dapat mencapau suatu tujuan hidupnya.
5. Mengabdi
Pengabdian merupakan suatu hal yang penting dalam menghayati
dan meyakini suatu yang telah dibenarkan dan diterima baik oleh
dirinya lebih-lebih oleh orang lain. Dengan mengabdi, kita
merasakan manfaatnya. Sedangkan perwujudan manfaat mengabdi
ini dapat dirasakan oleh pribadi kita sendir. Dan manfaat itu sendiri
bisa terwujud di masa masih hidup dan atau sudah meninggal,
yaitu di alam akhirat.

7. Keindahan
Kehidupan manusia, dari zaman ke zaman, tak terpisahkan dari
keindahan. Eksistensi manusia di dunia memang diliputi dan
digairahkan oleh keindahan. Alam sekitar penuh dengan pesona.
Bintang-bintang yang bergelantungan di langit, kemilau sinar mentari,
lembut cahaya rembulan, tanah bergunung-gunung begitu
mempesonanya.
Tetapi manusia tidak hanya menjadi penerima pasif keindahan
alam. Dia sendiri pun menciptakan keindahan bagi kehidupannya.
Hidup terasa lebih bermakna kalau dihiasi dengan karya-karya seni
ciptaan manusia. Tanpa keindahan, hidup terasa absurd, hampa, tiada
berarti apa-apa. Lukisan-lukisan di dinding gua, hasil kreasi manusia
purba memperlihatkan bahwa sejak zaman dahulu kala. Kehidupan
mempunyai tempat khusus dalam kehidupan manusia.
Orang yang sehat mentalnya akan menyukai keindahan dan
membenci keburukan. Orang yang sehat mentalnya membutuhkan
keindahan, seperti halnya ia membutuhkan makanan dan minuman
bergizi. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka hidupnya akan
mengalami gangguan serius. Jika ada orang yang menyukai hal-hal
yang jorok maka mentalnya tidak sehat, apalagi orang yang merasa
betah dalam suasana yang buruk dan jorok. Pengalaman keindahan
adalah milik orang yang-orang yang sehat mentalnya.
Melalui media atau objek tertentu manusia bisa mengalami apa
yang disebut keindahan. Namun itu tidak berarti bahwa keindahan
hanya berhubungan dengan indra. Keindahan pun berarti berkaitan erat
dengan daya-daya intelektif atau kesadaran manusia. Keindahan
bukanlah suatu pengalaman yang disadari, maka keindahan pun dapat
diungkapkan baik melalui kata-kata maupun melalui media-media
lainnya. Kata-kata misalnya, media yang dengan sadar dipakai oleh
seorang penyair untuk mengungkapkan cita rasa keindahannya.
Seorang penyair juga tahu pesan apa yang ingin disampaikan melalui
untaian kata-kata indah.

8. Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata “gelisah”. Gelisah artinya rasa yang
tidak tenteram di hati atau merasa terlalu khawatir tidak dapat tenang
(tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), cemas dan sebagainya.
Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau
gerak gerik seseorang dalam situasi tertentu. Gejala gerak-gerik atau
tingkah laku itu umumnya lain dari biasanya, misalnya berjalan
mondar-mandir dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala,
duduk merenung sambil memegang kepala, duduk dengan wajah
murung, malas bicara dan lain-lain.
Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan manusia untuk dapat
mengetahui hal-hal yang akan datang atau yang belum terjadi. Hal ini
terjadi misalnya karena adanya suatu harapan, atau adanya ancaman.
Manusia takut dan gelisah karena adanya dosa dan pelanggaran (yang
telah dilakukan), takut terhadap hasil kerja (tidak memenuhi kepuasan
spiritual), takut akan kehilangan milik(harta dan jabatan), atau takut
menghadapi keadaan masa depan (yang tidak disukai). Sedangkan
sumber kegelisahan berasal dari dalamdiri manusia (internal) misalnya
rasa lapar, haus, rasa sepi, dan dari luar diri manusia (eksternal)
misalnya kegelishan karena diancam seseorang.
Penyebab lain kegelisahan adalah adanya kemampuan sesorang
untuk membaca dunia dan mengetahui misteri hidup, kehidupan ini
yang menyebabkan mereka menjadi gelisah. Mereka sendiri tidak tahu
mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan tidak
mempunyai arti.

E. PROSES PEMBUDAYAAN

Proses pembudayaan terjadi melalui beberapa tahap, diantaranya:

1. Proses Belajar Budaya:


a. Proses Internalisasi
Manusia terlahir dengan potensi bawaan; perasaan, hasrat, nafsu, emosi,
dan seterusnya. Sepanjang kehidupan (dari lahir sampai mati) manusia
menanamkan dalam kepribadiannya hal-hal yang diperlukan dalam
kehidupan. Individu berusaha memenuhi hasrat dan motivasi dalam
dirinya; beradaptasi, belajar dari alam dan lingkungan sosial dan
budayanya.
b. Proses sosialisasi
Individu belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan sesama, dari
individu yang menduduki aneka peranan sosial. Sosialisasi berarti proses
belajar anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan
masyarakat di lingkungannya.
c. Proses Enkulturasi
Individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikapnya
dengan adat-istiadat, sistem norma, dan peraturan-peraturan dalam
kebudayaannya. Kalau pada aal meniru, sesuai dengan perkembangan
kehidupan, ‘membaca’, mengahayati, hingga menjadi pola tindakan.
2. Proses Perkembangan Budaya:
a. Cultural Evolution
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisis
oleh seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail atau dapat
juga dipandang dari jauh hanya dengan memerhatikan perubahan-
perubahan yang besar saja. Proses evolusi sosial budaya yang dianalisi
secara detail akan membuka mata seorang peneliti untuk berbagai
macam proses perubahan yang tejadi dalam dinamika kehidupan
sehari-hari dalam setiap masyarakat di dunia.
b. Difussion Prosess
Proses difusi ini terjadi karena adanya penyebaran dan migrasi
kelompok-kelompok manusia di muka bumi. Oleh karena itu, unsur-
unsur kebudayaan dan sejarah juga ikut menyebar. Salah satu bentuk
difusi dibawa oleh kelompok-kelompok yang bermigrasi. Namun, bisa
juga tanpa adanyas migrasi, tetapi karena ada individu-individu yang
membawa unsur-unsur kebudayaan itu, seperti para pedagang dan
pelaut.
c. Alculuration Prosess
Proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suati
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu
kebudayaan asing sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadiasn kebudayaan itu
sendiri.
d. Assimilation Prcess
Proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan
latar kebudayaan yang berbeda-beda. Kemudian saling bergaul
langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan
golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas,
dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi
unsur-unsur kebudayaan yang campuran.
e. Innovation
Inovasi adalah suatu proses pembaharuan dari penggunaan sumber-
sumber alam, energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan
penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya
sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk baru. Proses inovasi
sangat erat kaitannya dengan teknologi dan ekonomi. Dalam suatu
penemuan baru biasanya membutuhkan proses sosial yang panjang dan
melalui dua tahap khusus yaitu discovery dan invention.
f. Discovery and invention
Discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang
baru, baik berupa suatu alat baru, ide baru, yang diciptakan oleh
individu atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat
yang bersangkutan. Discovery baru menjadi invention apabila
masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan
baru itu.

F. PERUBAHAN KEBUDAYAAN DARI LOKAL MENUJU GLOBAL

Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan mengalami perkembangan secara


dinamis seiring dengan perkembangan manusia itu sendiri, dan tidak ada
kebudayaan yang bersifat statis. Dengan demikian kebudayaan akan mengalami
perubahan. Ada lima faktor yang menjadi penyebab perubahan kebudayaan, yaitu:

a. Perubahan lingkungan alam.


b. Perubahan yang disebabkan adanya kontak dengan suatu kelompok lain.
c. Perubahan karena adanya penemuan (discovery).
d. Perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau bangsa mengadopsi
beberapa elemen kebudayaan materil yang telah dikembangkan oleh
bangsa lain di tempat lain.
e. Perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya
dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena
perubahan dalam pandangan hidup dan kensepnya tentang realitas.
Namun perubahan kebudayaan sebagai hasil cipta, karsa, dan rasa manusia
adalah tentu saja perubahan yang memberi nilai manfaat bagi manusia dan
kemanusiaan. Sebaliknya, yang akan memusnahkan manusia sebagai
pencipta kebudayaan tersebut.
1. Perubahan kebudayaan dari lokal menuju global
Alam gelobalisasi telah melada kehidupan manusia dari kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern di bidang komounikasi dan
transportasi sehinga semua peristiwa yang terjadi di belahan bumi ini
dengan mudah untuk diakses. Batas-batas
wilayah,berbangsa,bernegara,budaya dan bahkan nasionalisme dengan
mudah untuk di akses. Makna berbanga dan bernegara, nasionalisme dan
kedaulatan seakan-akan hanya sebuah mimpi yang indah. Intervensi asing
terlaku sukar dielakkan. Mulai dari dunia seni, tenologi, dan perilaku
manusia telah terkontaminasi oleh peradapan dunia yang semakin
menggelobal. Batas atara pewaris budaya asli dengan yang semula sebatas
pemakai sudah tidak tampak lagi (sujarwa, 2010 :1).
Makna kebudayaan nasional kian lama kian menjadi kebudayaan
global. Dunia kian menjadi kosmopolitan, manusia saling menpengaruhi
dalam hal perilaku. Di bagian dunia yang sedang berkembang, tanda-tanda
kehadiran budaya internasional pada kalangan kaum muda hampir terdapat
di mana-mana. Perdangan, travel,dan televisi bersama-sama meletakkan
dasar bagi suatu gaya hidup global. Tayangan televisi, film, internet, telah
menciptakan citra serupa bagi kehiduan manusia di seluruh pelosok desa
global (A. Muis,2001:55). Perubahan yang terjadi secara cepat ini
memiliki dampak langsung maupun tidak langsung bagi pola prilaku
masyarakat. Mentalitas budaya lokal mulai terdesak oleh pandangan-
pandangan baru yang menumbuhkan mentalitas budaya modern.
Globalisasi lahir dalam kehidupan yang tampa perlawanan.
Menolak globalisasi bisa jadi menolak terhadap hidup itu sendiri.
Globalisasi merupakan ruang kontestasi (perlombaan)budaya, sebab
mengecilnya dunia menjadi satu “ruang sempit” menumbulkan benturan
antar budaya.
Manurut situmorang (sujarwa, 2010:25),”globalisasi” adalah
sebuah catch-phrase, sebuah istilah ‘ngetren’ yang frekuensi
pemakaiannya di indonesia sebanding dengan tulisan made to order, yang
banyak menghiasi bangunan di luar bali. “globalisai” adalah
pengindonesiaan dari kata benda bahasa inggris globalitation,berasal dari
kata dasar “globe” yaitu bola bumi, yang mempunyai makna “proses
pembumian sesuatu”. Kata ‘sesuatu’ tersebut kerkaitan dengan masalah
ekonomi dan kapitalisme. Kata “globalisai” adalh sebuah istilah ekonomi
yang terjadi sangat populer di seluruh dunia pada masa “kapitalisme
akhir”,yaitu pada satu atau dua dekade terakhir.

Istilah “gelobalisasi ekonomi” diciptakan di budaya barat maka


memiliki makna idiologi budaya barat dengan watak khas kapitalismanya
berupa idiologi ongkus peroduksi minimundengan keuntungan yang
sebesar-besarnya.(situmorang, 2006 : 2). Bertolak dari cara pandang
tersebut menunjukan bahwa isu globalisasi sebenarnya bermula dari upaya
halus kaum kapitalis untuk masuk dengan mudah kewiayah negara-negara
berkembang yang kapasitasnya masih dianggap sebatas
“konsumerisme”,sehingga akn mudah menjalankan sistem kapitalisnya ke
wilayah negara lain, khususnya negar-negara berkenbang. Isu “globalisasi”
juga diiringi dengan percepatan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi serta transportasi sehingga telah mampu mencabut “waktu”
dari “ruang”, peristiwa yang terjadi di pojok bumi utara dalam waktu yang
bersamaan. Segala bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut sangat signifikan dalam menunjang isu globalisai oleh kaum
kapitalis gaya baru.

Bertolak dari situasi dan kondisi zaman sudah sedemikian maka


semestinnya tidak cukup hanya mengikuti berbagai event perjanjian seperti
GATT,WTO,AFTA,ACFTA dan lain-lain melainkan juga harus
mempersiapkan sumber daya manusia (SDA) dan kesiapan masyarakat
bangsa ini untuk menyambut semua itu. Denngan persiapan yang sudah
matang maka setiap konsekoensi dari perjanjian tidak menjadi bangssa ini
tetap dijajah secara ekonomi dan sebatas menjadi agen kapitalis karena
dipandang sebagai bangsa “konsumenisme”. Untuk itu sebagai bentuk
perubahan yang terjadi perlu didukung dengan motivasi dan regulasi
birokrasi yang dapat mempermudah anak negri mencari modal
usaha,sehingga mampu bersaing di tatanan global. Kapasitas mentalitas
bangsa yang selama ini dipandang menjadi bangsa konsumen dan
pengagum hasil produk asing perlu di diubah wawasanya menjadi
masyarakat yang mendiri. Model dasar yang berupa kekayaan alam,
keanekaragaman budaya, dan jumlah sumber daya manusia yang
melimpah perlu di berdayakan secara optimal dengan berorientasi pada
hsil karya yang lebih berkualitas.

Isu globalisasi yang semula bermuara pada nilai ekonomi tenyata


berkembang pada sektor-sektor lain yang secara langsung maupun tidak
langsung memengarugi pola pola perilaku manusia secara
keseluruhan,sehingga menimbulkan nilai-nilai budaya baru yang di
pandang lebih modern. Menurut kahl nilai-nilai budaya modern tersebut
memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) pandangan aktif terhadap hidup,
2)tidak banyak tergantung pada kaum kerabat, 3) kecondongan
orentalisme ehadap kehidupan kota, 4) beersikap individualisme, 5)
condong terhadap hubungan dan pergaulan yang lebih demokratis , 6)
membutuhkan media masa, 7) orientasi pandangan sama rata terhadap
kesempatan maju dalam hidup, 8) kurang percaya dan bersandar pada
orangn lain, 9) tidak memandang rendah pekerjaan lapangan dan pekerjaan
tangan, 10) segan dan hormat terhadap pranata luar, 11) mengutamakan
mutu dan hasil karya, 13) oientaasi terhadap keluarga inti kecil, 14)
kebutuhan terhadaap akivitas relegi dalam hidup rendah (L. Dyson, 1997 :
28).

Apabila dicermati unsur-unsur modern yang di lontarkan oleh kahl


tersebut sudah mulai terasa merasuki sebagian alam pikiran masyarakat
indonesia, khususnya yang tinggal di kota-kota besar, meskipun tidak
sepenuhnya dari empat belas poin di atas menjadi acuannya. Namun,
dengan semakin gencarnya arus globalisasi yang di dengungkan oleh
negara-negara maju terutama dari negara-negara barat maka tidak mustahil
jika nanti akan terjadi proses percepatan tehadap pola perilaku masyarakat.
Yang perlu mendapat perhatian adalah arah perkembangan pola perilaku
manusia itu sendiri dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat. Pola perilaku yang di kembangkan seharusnya tetap tetap
berada pada koridor nilai-niai kemanusiaan sebagaimana yang dianut
dalam ideologi bangsa indonesia yaitu pancasila.

Cara pandang pola pikir manusia yang telah mendunia merupakan


inti dari pengrtian globalisasi. Secara sosial gejala globalisasi sebenarnya
sudah ada sejak awal abad masehi ketika suatu suku bangsa menjelajahi
negri laindengan berbagai motivasi, seperti, perdagangan , penyebaran
agama,mencari kehidupan baru atau sekedar melakukan kunjungan.

Dalam era perkembangan pengtahuan teknologi informasi dan


komonikasi, serta transportasi yang sudah semakin canggih seperti
sekarang ini mak kawaasan global akan lebih banyak dikuasai oleh negara-
negara yang sudah maju dalam mengembangkan IFTEK. Segala produk
yang di hasilkannya akan lebih mendominasi pasar dibandingkan negara-
negara berkembang yang kapsitasnya masih sebatas konsumen. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat akan mendorong
adanya penemuan-penemuan dalam berbagai bidang dengan skala yang di
perkenalkan dunia, misalnya dalam bidang permesinan, medis, studi,
mode, kerajinan, pelayanan, arsetektur,dan lain-lain. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan perkembangan masyarakat yang tinggal di kota, mereka
memiliki kapasitas untuk berkembng lebih pesat di bnading dengan
masyarakat yang tinggal di desa. Karena mereka memiliki pengetahuan
dan teknologi yang lebih memadai untuk masyarakat yang telah menglobal
adalah masyarakat yang telah memiliki kebiasaan untuk melakukaan relasi
dangan masyarakat lain antarnegara (Hariono,2009 :71).
Potensi masyarakat untuk melakukan relasi antar negara biasanya
lebih didahului oleh negara besar dan masyarakat kota, karena merekalah
yang lebih awal menerima kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melalui teknologi maka jarak antara kota yang saatu dengan kota yang lain
semakin dekat,bahkan antarnegara pun semakin singkat. Dengan demikian,
potensi masyarakat yang mengglobal lebih dipacu oleh relasi masyarakat
itu sendiri dengan masyarakat luar. Adapun indikaror untuk melakukan
relasi motivasinya bisa bermacam-macam, misalnya kebutuhan akan
pelajaran, kesehatan, pendidikan, rekreasi,dan lain-lain. Manusia yang
telah memiliki pla pikir global akan menggap dunia internasional sebagai
bagian dari aktivitas hidupnya. Sedanngkan, ciri masyarakat global adalah
apabila sebagian masyarakatnya dalam memenuhi kebutuhannya tidak
telalu berorientaasi pada kota di negrinya sendiri (hariono, 2009:72).

\
DAFTAR PUSTAKA
Maran, Rafael Raga. 2007. Manusia &Kebudayaan Dalam perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta

Nasution, Muhammad Syukri Albani, M.Nur Husein Daulay, Neila Susanti, dan
Syafruddin Syam. 2015. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada

Setiadi, Elly M., Kama A. Hakam, dan Ridwan Effendi. 2014. Ilmu Sosial &
Budaya Dasar. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri

Sujarwa. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Budaya Dasar Manusia dan
Fenomena Sosial Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai