Anda di halaman 1dari 9

Biduan di Balik Panggung Hiburan

Oleh : Nur Azis

Lelaki yang sangat beruntung itu, namanya Subur. Punya istri cantik yang seorang biduan
panggung, Aleya. Sebelum menikah, perempuan itu adalah partner kerjanya. Hampir setiap
malam, mereka bertemu dalam satu panggung pertunjukan musik dangdut. Istrinya menyanyi,
sementara Subur adalah MC-nya.

Hasil pernikahannya, mereka dikaruniai dua orang anak. Keduanya perempuan, cantik-cantik
seperti ibunya. Yang besar sudah delapan tahun, Devi namanya. Sementara yang kecil, bernama
Mery. Sekarang sudah menginjak usia lima tahun.

Memang, setelah mereka resmi menikah, Aleya tak lagi menyanyi di atas panggung. Dia
sepenuhnya menjadi seorang ibu rumah tangga. Mengurus suami dan kedua anaknya. Semua
berjalan dengan baik, jarang sekali mereka terlibat dalam sebuah pertengkaran atau keributan.

Padahal dulu, Subur sangat terkenal sebagai MC yang pintar merayu. Setiap ada penyanyi baru,
selalu saja dia goda. Entah karena ketampanananya atau iming-iming mendapatkan job
manggung, banyak diantara biduan pemula itu kepincut dengannya. Lantas dipacari, dinikmati
dan setelahnya ditinggalkan.

Bagi mereka, Subur seperti memiliki aura keberuntungan. Setiap biduan yang pernah
berpacaran dengannya, setelahnya jadwal manggung mereka laris manis. Hingga menjadi rumor
di kalangan biduan. Jika ingin berhasil, maka harus berpacaran dulu dengan Subur.

Namun sialnya, sekarang Subur sudah tak lagi suka merayu. Lelaki itu sungguh, sangat setia
dengan istrinya. Meski tawaran itu selalu datang, sejauh ini dia selalu menolaknya. Bahkan,
Rara, seorang biduan cantik yang usianya baru tujuh belas tahun. Bertubuh tinggi dan nampak
berisi, pun dia tolak.

Hingga suatu ketika, malapetaka itu datang. Subur mengalami kecelakaan dalam suatu
perjalanan. Kakinya patah, hingga untuk beberapa bulan ke depan, dia harus membatalkan
jadwal manggungnya. Tentu, hal itu akan berdampak pada keuangan rumah tangganya.

Awalnya, si istri bisa memahami keadaan suaminya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
mereka menggunakan uang tabungan yang ada. Lama-kelamaan dana tabungan itu pun kian
menipis. Sementara kebutuhan hidup, termasuk biaya pengobatan suaminya terus menyedot
biaya yang tidak sedikit. Aleya meminta izin kepada suaminya, untuk kembali menyanyi di atas
panggung.

Mendengar permintaan istrinya, Subur tidak setuju. Dia bisa saja memberikan izin kepada
istrinya untuk bekerja, tapi tidak sebagai penyanyi panggung. Lelaki itu sangat takut, jika
istrinya di goda oleh laki-laki lain. Dia selalu teringat dengan kelakuannya dulu. Ada semacam
kekhawatiran dalam dirinya, jika hal itu juga menimpa pada istrinya. Apalagi, istrinya memang
sangat anggun.

Tak ada pilihan lain selain menjadi penyanyi panggung. Aleya tak memiliki ketrampilan apa
pun. Bahkan untuk memasak saja, dia tidak bisa. Selama ini, dia selalu mengandalkan Mbok
Binah, orang yang membantunya di rumah untuk memasak dan bersih-bersih. Apalagi menjahit,
berjualan, atau apalah. Perempuan itu tak berbakat. Dia hanya bisa mengandalkan suaranya
yang memang merdu.

Sangat terpaksa, akhirnya, suami itu memberikan restunya. Aleya boleh menyanyi kembali.
Namun dia selalu mengingatkan, untuk selalu menjaga diri dengan baik. Dia tak ingin,
kehidupannya yang dulu, menjadi semacam karma bagi istrinya.

Tak butuh waktu lama. Ketenaran Aleya, cepat sekali melesat. Banyak orang mengidolakannya.
Jam manggungnya juga padat. Hampir-hampir tak ada waktu lagi untuk kedua anak dan
suaminya.

Setiap hari, biduan yang sedang diidolakan banyak orang itu, selalu pulang tengah malam.
Sasampai di rumah, dia selalu menuju ke tempat tidur. Padahal, suaminya masih terjaga.
Menahan kantuk demi menunggu perempuan yang amat dicintainya pulang. Namun, dia juga
tahu, istrinya lelah dan ingin segera membaringkan tubuhnya.

Semakin lama, Subur merasa Aleya mulai berubah. Perempuan itu nampaknya tak lagi sayang
kepadanya. Apalagi, setelah dia menerima pesan dari sesama MC, yang mengatakan bahwa
istrinya sedang dekat dengan salah seorang pengusaha kaya raya. Hati lelaki itu, seperti
terbakar oleh api yang menjalar-jalar.

Hingga suatu malam, saat Aleya akan pergi untuk menyanyi. Lelaki itu melarangnya.
“Tak usah kau berangkat malam ini,”

“Hah! Kenapa tiba-tiba kau melarangku Mas?”

“Aku ingin kau berhenti, lihatlah ... kakiku sebentar lagi juga akan sembuh.” Lelaki itu, berusaha
untuk berdiri tanpa bantuan alat penyangga. Tubuhnya belum tegak sempurna, namun dia
mencoba menyakinkan istrinya.

“Untuk apa kau memaksanakan dirimu. Lihatlah ... bahkan untuk berdiri saja dirimu masih
gemetar. Bagaimana kau bisa melakukan pekerjaanmu dengan baik.”

Lelaki itu pun duduk kembali. Kakinya seketika terasa nyeri. Namun dia berusaha menahan rasa
sakit itu. “Ya, mungkin tidak sekarang. Tapi beberapa hari lagi. Pasti aku bisa. Aku bisa kembali
ke panggung. Untuk itu, kamu berhentilah saja dari pekerjaanmu itu.”

“Tidak mungkin Mas, aku sudah terlanjur menerima semua tawaran itu. Mana mungkin aku
membatalkannya sepihak. Jelas tak mungkin, mereka bisa-bisa menuntutku. Apalagi para
penggemarku, mereka pasti akan sangat kecewa.”

“Aleya ... aku suamimu, tentu aku berhak untuk melarangmu.”

“Mas, jika kau melarangku, kita akan makan apa? Bagaimana dengan biaya pengobatanmu?
Bagaimana dengan biaya sekolah Devi dan Mery? Mikir mas ...”

“Tapi ....”

“Sudah Mas, mereka sudah datang menjemputku.” Aleya, segera meninggalkan suaminya.
Bersama rombongan yang menjemputnya, dia berangkat menuju ke panggung tempatnya
bernyanyi.

Sesampai di panggung, dia disambut meriah oleh penggemarnya. Semua mata tertuju
kepadanya, meneriaki namanya. Tak sedikit pula yang sudah mempersiapkan uang, untuk
menyawer biduan berkulit putih itu. Aleya benar-benar menjadi ratu panggung. Tak ada yang
melawan ketenarannya. Meski bidaun yang lain selalu saja menganggap, bahwa itu karena
pesona Subur saja.
Tak disangka, dengan susah payah, Subur mengikuti kemana Aleya menyanyi malam itu. Dari
sudut yang gelap, agak jauh dari panggung, mata Subur terus menyaksikan. Istrinya, menyanyi
di atas panggung, dan semua penonton ikut bergoyang, dan sesekali memberi uang saweran
kepadanya. Hati Subur terkoyak, dia cemburu dengan kelakuan penggemar itu.

Sampai hiburan berakhir. Semua penggemar membubarkan diri. Pun Aleya, dia juga siap-siap
segera pulang. Sujiwo, menunggui sang biduan. lelaki pengusaha itu, tak pernah berhenti untuk
merayu sang biduan, agar mau menjadi istrinya. Meninggalkan Subur, yang sudah cacat dan tak
lagi mampu menafkahinya.

Jangan pernah remehkan seorang biduan. Dia bukanlah seperti yang dibayangkan oleh banyak
orang. Perempuan itu, selalu memegang teguh pesan dari suaminya. Untuk selalu menjaga diri
dari gangguan lelaki perayu seperti sang pengusaha itu. Untuk yang kesekian kalinya, Aleya
tetap menolaknya.

Namun pengusaha itu memang tak mudah menyerah. Dia terus berusaha untuk merayu biduan
itu. Di bela panggung yang sepi, mereka duduk di kursi yang saling berdekatan. Aleya terlihat
memasukkan peralatan make up dan kostumnya ke dalam tas, sementara Sujiwo tetap berada di
dekatnya.

Sujiwo tak henti-hentinya terus merayu. Hingga tiba-tiba tangannya memegang erat tangan
sang biduan sambil memohon. Aleya yang merasa tidak nyaman, mencoba melepaskan
genggaman tangan itu. Namun tak semudah itu, genggaman tangan Sujiwo sangat kuat.

Subur, yang dari tadi terus mengawasi Aleya, benar-benar tak tahan melihat pemandangan itu.
Dia memejamkan mata agak lama, sambil menarik nafas dalam-dalam dan kemudian
menghempaskannya. Hingga tanpa dia sadari, air mata itu menetes membasahi wajahnya.
Suami yang sedang patah hatinya itu langsung pulang, tak mau dia lama-lama melihat adegan
yang menyesakkan itu.

Sesampai di rumah. Hati dan pikirannya terus berkecamuk. Dia duduk di kursi ruang tamu,
Tangannya memegangi sebuah foto dirinya, bersama Aleya dan kedua anaknya. Pikirannya
terus melayang, mengingat masa-masa, dimana dirinya menjadi orang yang diidolakan. Biduan-
biduan cantik yang selalu mengharap rayuannya. Namun, semua ia hempaskan, demi Aleya,
yang sangat dicintainya. “Namun, mengapa dia tega mengkhianatiku demi lelaki pengusaha itu?”
batinnya.
Suara mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Aleya sudah pulang. Tubuhnya benar-benar
letih dan lelah. Bukan hanya karena capek menyanyi, tapi dia harus mengerahkan tenaganya
untuk menolak hasrat sang pengusaha yang terus merayunya. Baru saja dirinya menginjakkan
kaki di ruang tamu, Subur langsung menegurnya.

“Aku sudah tahu semuanya Aleya,” ucap Subur dengan nada yang tinggi.

Perempuan yang tubuhnya begitu lelah itu menghentikan langkahnya. “Tahu apa Mas?” dia
mengernyitkan dahinya.

“Lelaki itu Aleya, lelaki yang bersamamu di bela panggung.”

“Maksudmu ....”

“Iya, lelaki pengusaha itu. Awalnya aku tidak percaya, namun setelah aku melihatnya sendiri,
aku semakin sadar. Bahwa aku memang tak pantas lagi untukmu. Biduan terkenal, yang
diidolakan oleh banyak orang.”

“Aku benar-benar tidak mengerti maksudmu Mas. Apa kau sedang menuduhku? Kau kira aku
bermain di belamu dengan pengusaha itu?”

“Bukankah memang itu yang terjadi.”

“Mas ... kamu kejam Mas, begitu teganya kau menganggapku seperti itu. Aku sangat
menghargaimu sebagai suamiku, meski dengan kondisimu yang sekarang.”

“Cukup ... cukup ... Aleya, tak usah kau sangkut-sangkutkan keadaanku yang sekarang. Jika kau
memang menginginkan laki-laki itu, silakan ... aku, sangat ikhlas dan tulus melepasmu.”

“Mas ....”

Bangunan kebahagiaan keluarga itu telah roboh. Sudah lama, badai cemburu itu ia simpan
membelenggu di hatinya. Hingga saatnya, dia hempaskan, menjadi semcam sunami yang
memporak porandakan. Subur akhirnya menceraikan Aleya.
Hati perempuan itu sungguh terluka. Pengorbanannya selama ini, justru berbalas dengan suatu
tuduhan yang tak pernah dia lakukan. Bahkan, dengan sekuat tenaganya dia selalu menghindar
dari rayuan lelaki manapun. Termasuk pengusaha itu. Namun, talak telah diucapkan oleh
Subur. Kini, mereka tak lagi sebagai suami istri.

Setelah berpisah, Aleya tetap menjadi biduan dari satu panggung ke panggung yang lain. Hal itu
dilakukannya demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan kedua anak yang tinggal bersamanya.
Perempuan itu, terpaksa mengontrak rumah kecil, yang letaknya jauh dari rumah Subur.
Untunglah, jadwal manggungnya tak pernah berhenti.

Subur, masih harus sekali lagi menjalani operasi, agar kakinya bisa kembali pulih. Kali ini, dia
datang sendiri. Biasanya, istrinya yang selalu menemani dan juga membayar lunas semua
tagihannya. Seperti biasa, terlebih dahulu dia mendaftarkan diri. Oleh petugas, dia di arahkan
menuju ke tempat pembayaran, sebelum operasi dilakukan.

Dengan bantuan penyangga, dia berjalan menuju ke tempat pembayaran. Sampai di sana,
petugas memberikan tagihan yang harus dibayarkan. Melihat angkanya, mata Subur seperti
terbelalak.

“Angkanya tidak salah Mbak ini?” tanya Subur kepada petugas pembayaran.

“Lho ... kan seperti tiga kali operasi Bapak sebelumnya. Nominalnya kan segitu pak,”

“Tidak ... tidak mungkin ... “

“Iya Pak ... coba saja Bapak tanya sama istrinya, yang biasanya membayar tagihan itu.”

Hati Subur kalut seketika. Dia membayangkan tubuh letih Aleya setiap kali pulang bernyanyi.
Sampai-sampai menyapa dirinya saja tak sempat. “Pasti, Aleya sangat lelah. Mengambil jadwal
manggung setiap malam, mengumpulkan rupiah demi rupiah. Semua dia lakukan hanya untuk
membiayai pengobatanku. Oh Aleya ... maafkan aku,”

Terpaksa, Subur menggadaikan rumahnya. Untuk membiayai operasi kakinya yang terakhir.
Setelah mendapatkan uang yang cukup. Segera dia kembali berobat. Operasi pun dilaksanakan.
Luar biasa, kakinya dapat berjalan normal kembali. Subur telah sembuh. Lelaki itu, siap kembali
ke dunia panggung music dangdut.
Tak perlu butuh waktu lama untuk beradaptasi. Subur sudah hampir puluhan tahun
berkecimpung di dunia itu. jadwal MC pun langsung berderet memenuhi agendanya. Setelah
berstatus sebagai duda, tak sedikit biduan-biduan debutan yang datang mendekatinya.
Berharap mendapat aura ketenaran, seperti yang diperbincangkan oleh biduan-biduan senior
lainnya.

Percuma saja, Subur tak lagi seperti yang dulu. MC kondang itu benar-benar telah berubah. Tak
lagi tergoda dengan kesenangan yang penuh dosa. Meski telah berpisah, namun hatinya tetap
untuk Aleya. Bahkan Rara, biduan berwajah cantik yang tak kunjung tenar, selalu saja
mendekatinya. Namun Subur, lagi-lagi menolaknya.

Malam ini, Subur ada jadwal MC. Kebetulan, salah satu biduannya adalah Aleya. Mantan istrinya.
Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan malam ini. Tak sabar rasanya, sekadar menyapa
mantan istrinya itu. lelaki itu benar-benar terbelenggu beribu-ribu rasa rindu.

Malam pun tiba. Panggung pertunjukan sudah berdiri dengan megah. Lampu warna-warni
terlihat menyorot ke arah panggung. Semua alat musik dan pengeras suara sudah terpasang.
Pengunjung beramai-ramai memadati tempat pertunjukan. Para biduan bersiap-siap di
belakang panggung. Merias wajah, dan mengenakan kostum terbaiknya.

Subur sudah berdiri lama di belakang panggung. Dia menanti kedatangan Aleya mantan istrinya.
Lama menunggu, namun istrinya tak kunjung memperlihatkan batang tubuhnya. Hingga dia
curiga, perempuan cantik itu tak datang malam ini. Mungkin karena tahu, MC-nya adalah
dirinya. Orang yang telah menyakitinya.

Hampir saja, MC tenar itu balik badan. Tiba-tiba terdengar suara pertengkaran. Suara yang tak
asing di telinganya. Subur melangkahkan kakiknya mendekati sumber suara itu, di sudut lokasi
pertunjukan. Pemandangan yang hampir sama, waktu dia melihat Aleya bersama seorang
pengusaha.

Sengaja, Subur tidak menyapa. Dia justru menyembunyikan diri dalam kegelapan, sembari
mengintip pembicaraan diantara mereka. Dan betapa terkejutnya hati Subur, setelah
mendengar. Bahwa mantan istrinya itu, selalu menolak ajakan menikah sang pengusaha. Sangat
jelas, Aleya mengatakan, bahwa dia tak pernah sekalipun mencintai sang pengusaha. Apalagi
menjadi istrinya.
Kesekian kalinya, hati Subur luluh penuh penyesalan. Dia tak tahu, dosa sebesar apa yang harus
dia tanggung, karena telah menuduh istrinya dengan keji. Dalam kegelapan, air matanya terus
membanjir. Lelaki itu terus mengelus dadanya, sembari menarik nafasnya dalam-dalam.

Acara segera dimulai. Panitia dari tadi kebingungan mencari keberadaan sang MC. Beberapa kali
di telephone, namun tak sekalipun diangkat. Subur tak mempedulikan semuanya, terkecuali
pada mantan istrinya.

Lama terdiam, akhirnya Subur bangkit. Dengan segala resiko yang akan dia tanggung, MC tenar
itu memberanikan diri untuk menemui mantan istrinya.

“Aleya ...” sapa Subur.

“Mas Subur ....”

“Iya Aleya ... ini aku Subur. Laki-laki pengecut. Suami tak berguna, yang telah menuduh istrinya
dengan keji. Meragukan kesetiaan istrinya, yang ternyata begitu tulus. Aku ...”

Belum selesai bicara, Aleya segera melangkahkan kakinya, memeluk Subur dengan sangat erat.

“Maafkan Aku Aleya ... semua ini salahku.”

“Aku sayang kamu Mas. Bahkan sebelum kau meminta maaf, aku sudah memaafkanmu.”

“Aku juga sangat mencintaimu Aleya ...”

“Anak-anak selalu merindukan saat-saat bersama Mas.”

“Iya Aleya ... aku akan menikahimu kembali. Kamu mau kan?”

“Sangat ... sangat mau Mas.”

Semua mata memandang ke arah dua sejoli yang tak lagi mahrom itu. Penuh haru, namun juga
membuat semua merasa iri. Terutama sang pengusaha dan para bidaun debutan. Sudah tak ada
kesempatan lagi untuk merebut cinta mereka berdua. Memang, cinta yang tulus itu, tak mudah
dipisahkan. Sekuat apapun rintangan menghadang, dengan kekuatan cinta, pasti akan
menyatukannya.

Sorot lampu panggung sudah menyala, musik mulai dimainkan. Subur, si MC tenar, mulai
menyapa semua penggemar. Mereka berteriak histeris, bergembira, menari dan bergoyang.
Terlebih, ketika Subur, menyambut sang biduan kondang. “Kita sambut, Aleya ....” dan semua
penonton memberikan tepuk tangan yang paling meriah.

Selesai ....

Jepara, 5 Januari 2019

Anda mungkin juga menyukai