Anda di halaman 1dari 15

Perkembangan Pendidikan Pada Masa Khulafaur Rasyidin

Oleh : Oliviany Nurul Azizah (18770019) dan Mirza Rizki Pratama (18770036)
Magister Pendidikan Agama Islam (MPAI) A

A. Pendahuluan

Pendidikan Islam tentunya berbeda dengan Pendidikan yang ada di Barat.


Pendidikan Islam bisa dikatakan sebagai Pendidikan sosialis sedangkan barat
disebut sebagai pendidikan yang demokratis. Orang Islam memiliki pandangan
bahwa kehidupan di dunia adalah kehidupan sementara sedangkan kehidupan di
akhirat adalah kehidupan yang hakiki, pendidikan dalam Islam mengajarkan
bagaimana menyelaraskan Ilmu keduanya agar bisa bahagia di dunia dan di akhirat
sedangkan orang Barat mempunyai pandangan bahwa tujuan akhir hidup mereka
yaitu hidup yang berkecukupan dan dipenuhi banyak materi.

Pendidikan Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan tujuan


membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT memiliki
integritas ilmu dan moral yang seimbang. Dengan turunnya surat Al-Alaq ayat 1-5
yang diturunkan kepada Rasullulah SAW di Gua Hira sebagai awal lahirnya
peradaban baru diatas permukaan bumi ini. Allah memerintahkan umat manusia
untuk menuntut ilmu. Dengan ilmu pengetahuan kita bisa mendekatkan diri kepada
sang pencipta. Rasullulah SAW menggunakan Masjid sebagai tempat ibadah dan
tempat sarana menuntut ilmu.

Setelah wafatnya Rasullulah SAW pendidikan dan pengajaran terus tetap


tumbuh dan berkembang. Usaha pendidikan ini kemudian ditindaklanjuti oleh
generasi berikutnya yaitu Khulafaur Rasyidin yang terdiri dari empat khalifah yaitu
Abu Bakar Ash-Shidiq kemudian digantikan oleh Umar bin Khattab kemudian
diteruskan oleh Utsman bin Affan dan selanjutnya di pimpin oleh Ali bin Abi Thalib.
Kita akan membahas bagaimana sistem pendidikan pada ke empat khalifah ini tentu
saja ada perbedaannya baik dalam segi metode, sistem dan materi pendidikan dan
bagaimana keadaan sosial dan politiknya.

1
B. Pembahasan
1. Pendidikan Pada Masa Abu Bakar Ash-Shidiq (11-13 H / 632-634 M)

Setelah Abu Bakar dibaiat seseorang memanggilnya dengan kata-kata “Ya


Khalifatullah” namun Abu Bakar tidak membiarkan orang itu meneruskan
bicaranya, melainkan langsung diputus: Aku bukan Khalifah Allah, tapi Khalifah
Rasulullah. 1 Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang berkedudukan agung,
berderajat tinggi, beribadah kepada Allah S.W.T dengan meneladani Rasulullah
SAW, Berjihad dijalan Allah, serta memberikan seluruh harta yang Ia miliki di
jalan Allah. 2 Abu Bakar merupakan saudagar yang kaya raya serta memiliki
perangai yang mulia, mengharamkan khamr (minuman keras) atas dirinya pada
masa jahiliyah. Abu Bakar adalah sahabat setia Rasulullah ketika perjalanan hijrah
dan selalu menyertai sepanjang hayat Rasulullah baik ketika di Makkah ataupun
di Madinah.

Dalam menghadapi segala rintangan dan cobaan dan selalu siap membela
pada garda terdepan dengan sepenuh jiwa. Setelah menjabat sebagai khalifah Abu
Bakar memimpin umatnya dengan tegas dan bertanggung jawab.
Kepemimpinannya begitu singkat tetapi sangat kuat dalam meletakan pondasi
keimanan 632-634 M. Ketika berita meninggalnya Nabi Muhammad SAW
tersebar keseluruh penjuru negeri, banyak kabilah-kabilah Arab yang murtad dan
muncul nabi-nabi palsu.3 Orang Arab banyak mendakwakan dirinya sebagai nabi
sementara itu juga terdapat problematika yang lain yiatu, enggan membayar zakat
serta muncul pemberontakan. Para pembrontak adalah dari kalangan orang-orang
yang baru masuk Islam dan dengan sendirinya mereka belum mantap
keislamannya yang masih perlu bimbingan lebih lanjut dalam melaksanakan
ajaran-ajaran Islam.4

1
Muhammad Husain Haekal, Abu Bakr As-Siddiq, diterjemahkan oleh Ali Audah, (Jakarta:
Pustaka Litera Antarnusa, 1995), 322.
2
Syaikh Mahmud Al Mishri, Sahabat-Sahabat Rasullullah SAW Jilid 1, diterjemahkan oleh
Izzudin karimi, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2010), 109.
3
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 196.
4
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1, Cet. 3, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 71.

2
Pembrontakan itu yang kemudian menimbulkan Perang Riddah
(Kemurtaddan) Mereka menanggap dirinya berhak merdeka dan mengurus
dirinya sendiri di Madinah. Abu Bakar menyatukan presepsi para sahabatnya
untuk memerangi kaum murtad dengan segala persiapan kearah itu kemudian
menginstruksikan untuk memerangi kelompok yang murtad di wilayah masing-
masing.5 Melihat kondisi yang seperti itu Abu Bakar mengutus pasukan dibawah
komando Khalid bin al-Walid yang sangat besar dalam memerangi orang Arab
yang mengaku dirinya sebagai nabi adapun yang paling berbahaya adalah
Musailamah. Lantaran berbuat dusta Musailamah mendapat gelar “al-Kazzab”.6
Dalam peperangan yang dahsyat sampai akhirnya banyak penghafal Al-Qur’an
dari kalangan sahabat dalam perang Yamamah banyak yang gugur.

Atas saran dari Umar Ibn Khattab kepada Abu Bakar untuk
mengumpulkan Al-Qur’an karena adanya kekhawatiran terhadap perubahan
keadaan dimasa yang akan datang jika al-Qur’an tidak dikumpulkan setelah
banyaknya kematian yang menimpa para qurra’ (para penghafal Al-Qur’an) pada
perang Yamamah. Khalifah Abu Bakar menyediakan sarana, prasarana dan
fasilitas yang memungkinkan terlaksananya ajaran agama yaitu dengan
mengumpulkan Al-Qur’an yang berserakan sebagai dasar pendidikan Islam. 7
Kemudian ditunjuklah Zaid bin Tsabit seorang ahli Qiraat dan Fikh, dan beliaulah
yang mendapatkan tugas memimpin penulisan kembali Al-Qur’an. Pada tahun 12
H. Zaid bin Tsabit mulai mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai pelepah kurma,
dari batu yang pipih, dan dada manusia (hafalan mereka) sampai akhirnya Zaid
bin Tsabit mendapatkan akhir surat at-Taubah bersama Abu Khuzaimah al-
Anshari.8

5
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung,
diterjemahkan oleh Abu ihsan al-Atsari, (Jakarta: Dar al-Wathan, 2014), 21.
6
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 196.
7
Choirun Niswah, “Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin dan Bani Umayah”,
Jurnal Tadrib, Vol. 1, No. 2, 2015, 173.

8
Syaikh Mahmud Al Mishri, Sahabat-Sahabat Rasullullah SAW Jilid 1, diterjemahkan oleh
Izzudin karimi, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2010), 178.

3
Abu Bakar tak mempunyai waktu yang cukup dalam membuat suatu
tatanan sistem pemerintah karena waktu yang begitu singkat kebijakannya
menempatkan Umar bin Khattab dalam bidang kehakiman, Ustman bin Affan dan
Zaid bin Tsabit sebagai sekretariat negara membuktikan bahwa konsep Islam
dalam sistem pemerintahan belum begitu jelas. Namun Abu Bakar dalam
menghadapi masalah tidak pernah bersikap fanatik secara berlebihan. Dari segi
Materi Pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak,
ibadah dan kesehatan.

a) Pendidikan Keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib di


sembah adalah Allah SWT.
b) Pendidikan Akhlak, seperti adab dan sopan satun, adab masuk rumah, sopan
santun terhadap tetangga, bergaul dalam masyarakat.
c) Pendidikan Ibadah, seperti pelaksanaan shalat, puasa, bayar zakat, haji.
d) Pendidikan Kesehatan, seperti Manfaat gerakan pada saat sholat bagi
kesehatan rohani dan jasmani.9
Salah satu usaha yang dilakukan oleh Abu Bakar dalam proses pendidikan
atau pengajaran yaitu dengan menetapkan dan menguatkan keyakinan dan
kepatuhan kepada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan
cara memahami, menghayati dan mengamalkan secara konsisten. Menumbuhkan
semangat rasa cinta tanah air dan bela negara dengan memperluas daerah dakwah
salah satu upaya Islam berkembang ke seluruh dunia ketika masa Abu Bakar
mencakup Jazirah Arab, Irak hingga Syiria.

Pelaksanaan pendidikan Islam pada masa Abu Bakar dan pelaksanaan


Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad adalah sama. Adapun metode belajar
yang dilakukan oleh Abu Bakar yaitu dengan cara halaqah. 10 Tentunya dengan
diadakannya halaqah ini dapat mewujudkan kader pemimpin umat, pendidik, dan
Da’I yang tangguh dalam mewujudkan syiar Islam. adapun lembaga yang

9
Kutipan dari Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidayakarya Agung,
1989), 18.
10
Halaqah adalah guru duduk di atas tikar yang dikelilingi oleh muridnya dan guru
memberikan materi baik mengkaji Al-Qur’an, Hadits, hukum Islam dan Fatwa.

4
digunakan pada masa Abu Bakar yaitu Masjid, Suffah dan khuttab. 11 Khuttab-
khuttab didirikan oleh orang-orang yang hafal Al-Qur’an maka dijadikanlah Al-
Qur’an sebagai titik pusat pelajaran tingkat rendah serta ditambah beberapa mata
pelajaran yang lain. Dan pusat pembelajaran pada saat itu berada di madinah.

2. Masa Khalifah Umar Bin Khattab (13-23 H atau 634-644 M)

Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq menderita sakit Umar lah yang


menggantikan posisinya sebagai imam sholat bagi kaum muslimin. Ketika sakit
Abu Bakar mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepada Umar bin Khattab dan yang
menuliskan wasiatnya adalah Utsman bin Affan. Setelah wafatnya Abu Bakar Umar
bin Khattab al-Faruq menggantikan seluruh tugas-tugasnya sebaik-baik amirul
mukminin. Umar bin Khattab orang yang pertama kali yang bergelar Amirul
Mukminin. Beliau adalah orang yang sangat tawadhu kepada Allah dan sangat tegas
dalam urusan agamaAllah, selalu menambal baujunya dengan kulit, wibawanya
sangat besar, jarang tertawa dan bergurau dengan siapapun. Umar bin Khattab
adalah orang yang pertama kali membuat kalender hijiriyah tahun ke-4
Kekhalifahannya atau tepatnya sekitar tahun 17 H, mengumpulkan masyarakatnya
untuk sholat berjama’ah, orang yang pertama kali berkeliling di malam hari
mengontrol rakyatnya di Madinah di malam hari.

Khalifah Umar bin Khattab adalah orang yang pertama kali membawa
tongkat pemukul untuk memberi pelajaran atau hukuman kepada orang yang salah
bagi peminum khamar dengan 80 kali cambukan. Khalifah yang banyak sekali
melakukan penaklukan.12 Pada era Umar bin Khattab secara keseluruhan tidak ada
kekacauan yang berati kondisi politik dalam keadaan stabil bahkan sebaliknya
Islam menjadi lebih gemilang. Masa kepemimpinannya selama 10 tahun 5 bulan 21
malam. Ekspansi wilayah Islam pada masa Umar bin Khattab meliputi Wilayah

11
Khuttab merupakan lembaga pendidikan setelah Masjid, lembaga pendidikan dasar. Dalam
bentuk awalnya hanya berupa ruangan dirumah seorang guru. Sejalan dengan meluasnya wilayah
kekuasaan kaum muslimin bertambah pulalah jumlah penduduk yang memulik Islam. ketika itu
kuttab-kuttab mengambil tempat diruangan rumah guru saja, tetapi mulai dirasakan tidak memadai
untuk menampung anak-anak yang jumlahnya semakin besar. Dukutip dalam buku Suwito dan
Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), 12.
12
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, terj. Abu
ihsan al-Atsari, (Jakarta: Dar al-Wathan, 2014), 213.

5
Persia, wilayah Syam, Mesir, Iskandariyah (Alexandria) Tripoli Barat, Burqah,
Jazirah Eufrat dan wilayah Irak dan wilayah timur dan masih banyak lainnya.
Kemenangan kaum muslimin dalam menaklukan wilayah disebabkan adanya
gelora semangat keteguhan, ketabahan dan keberanian. Nabi Muhammad telah
memberikan teladan dengan mengizinkan pemeluk Yahudi dan Kristen di Arabia
tetap berpegang pada keyakinannya tetapi dengan syarat membayar upeti, seperti
itulah yang diterapkan Umar bin Khattab dalam mengambil kebijakan terhadap
orang Yahudi, Kristen, dan Zoroaster Timur Tengah yang mana mereka dipandang
sebagai ahli al kitab (pemilik kitab suci) yakni pemeluk wahyu tertulis yang
terdahulu.13

Kemampuan Umar terlihat dalam mengkonsolidasikan wilayah yang sangat


luas. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah Arab Umar bin
Khattab memikirkan pendidikan Islam di daerah-daerah baru yang ditaklukannya.
Maka dengan itu, Umar memerintahkan kepada panglima perangnya apabila mereka
berhasil menguasai satu kota hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat
ibadah dan pendidikan. 14 Keberhasilan Umar bin Khattab melakukan ekspansi
mengakibatkan banyaknya perpindahan agama dari non Islam menjadi Islam.
Mereka menuju Madinah untuk belajar mengenai Islam hal ini yang mendorong
Umar bin Khattab membuat tata bahasa agar terhindar dari kesalahan dalam
membaca Al-Qur’an dan hadits. Ali bin Abi Thalib adalah pembangun pertama
dasar dasar ilmu nahwu yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Al-Aswad Al-Daulay.

Umar bin Khattab sangat luar biasa dengan membentuk lembaga dan
pranata sosial, mulai memberlakukan hukum ketatanegaraan yaitu mulai dirintis
tata cara menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi yaitu
pemerintahan dikelola oleh sistem pemerintahan pusat dan pemerintahan provinsi.
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi yakni Makkah,
Madinah, Syiria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestinadan Mesir. Serta membentuk
lembaga yudikatif kekuasaan seorang hakim atau qadhi, dan ekskutif sebagai badan

Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufron A. Mas’adi, Ed. 1, Cet. 2, (Jakarta:
13

PT RajaGrafindo Persada, 2000). 63-64.


14
Rizem Aizid, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Diva Press, 2015), 214.

6
pemerintahan dan menertibkan sistem gaji dan pajak tanah. Ini membuktikan pada
masa khalifah Umar bin Khattab sudah tercipta peradaban yang sangat maju. 15
Semua rampasan perang (ghanimah) dimasukkan kedalam baitul mal sebagai salah
satu pemasukan negara untuk membantu rakyat.

Pendidikan pada Era Umar bin Khattab mengalami perkembangan yang


sangat pesat. Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah, Ia juga menerapkan pendiidkan di Masjid-
masjid dan Pasar-pasar, serta menangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap
daerah yang ditaklukan.16 Mereka bertugas mengajarjkan isi Al-Qur’an dan ajaran
Islam lainnya seperti Fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam. meluasnya
kekuasaan Islam mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar sebab
orang-orang yang baru menganut agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi Muhammad SAW. Sehingga
terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah.

Yang paling menonjol pemberian materi pendidikan seperti bahasa Arab,


Hadits, dan hafalan Al-Qur’an. Artinya khalifah Umar bin Khattab mengetahui
betul kunci untuk memahami Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits untuk menelaah
dan meneladaninya harus menggunakan bahasa Arab. Otonomi pendidikan
diberikan kepada pemerintahan daerah. Adapun kota-kota gudang ilmu antara lain
Basrah, Hijaz, Syam dan Kufah. Semua kota ini seakan menjadi idola ulama dalam
menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan. Daerah yang menjadi
pusat ilmu banyak di datangi oleh bangsa lain. Adapun hal yang perlu kita ketahui
pada masa pemerintahan Umar bin khattab adalah pada 638 M Umar bin Khattab
memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan
Masjid Nabawi di Madinah.

Kemajuan yang diciptakan dibawah kepemimpinan Umar bin Khattab harus


terhenti, manakala sang khalifah harus menghembuskan nafasnya yang terakhir dan
kembali pada sang khalik. Ketika sang khalifah sedang menunaikan ibadah shalat

15
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), 119.
16
Nina Aminah, Pola Pendidikan Islam Periode Khulafaur Rasyidin, Jurnal Tarbiya, Vol. 1,
No 1, 2015, 37.

7
subuh Umar bin Khattab di tikam dengan belati yang memiliki dua mata oleh Abu
Lu’lu’ah Fairuz seorang budak yang beragama majusi. 17 Akhirnya umar wafat
setelah 3 hari setelah peristiwa itu, kemudian digantikan oleh Utsman bin Affan
melalui pemilihan dari 6 kandidat yang dipilih oleh Umar sebelum wafat.

3. Pendidikan Pada Masa Utsman bin Affan (23-35 H / 644–656 M)

Utsman bin Affan adalah termasuk saudagar besar dan kaya juga sangat
pemurah menafkahkan hartanya untuk kepentingan ummat Islam. Utsman diangkat
menjadi khalifah hasil dari pemilihan panitia enam (Utsman, Ali bin Abi Thalib,
Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin Auf).
yang ditunjukoleh khalifah Umar bin Khattab menjelang beliau akan meninggal.18
Setidaknya sampai abad ke-15 Mekah dan Madinah hanya sebagai ‘pusat ibadah
dan keagamaan’, khususnya ibadah haji, tidak menjadi pusat keilmuan. Hal ini
karena pusat-pusat keilmuan Islam justru tumbuh di tempat lain, seperti Baghdad,
Kordova, dan Kairo. Pada akhirnya, pertumbuhan dan intelektualisme Islam sangat
berkait dengan dukungan dari penguasa dan kekuasaan politik.

Begitupun tidak bisa diberikan oleh para penguasa Mekah dan Madinah,
karena mereka, yang biasa dikenal dengan ‘syarif” (asyraf) justru tergantung pada
kekuasaan politik lain. Hal ini terlihat jelas pada masa-masa Mekah dan Madinah
19
masa kekhalifahan Utsman. Karena pada masa ini lebih banyak konflik
kepentingan diantara penguasa. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan
pendidikan tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan dimasa ini
hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang
mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan
Rosulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah dimasa khalifah
Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah–daerah yang

17
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung, terj. Abu
ihsan al-Atsari, (Jakarta: Dar al-Wathan, 2014), 230.
18
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009), 48.
19
Azyumardi Azra, Histografi Islam Kontemporer: Wacana Aktualitas, dan Aktor Sejarah,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), 162.

8
mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan
di daerah–daerah.

Pada masa khalifah Usman bin Affan, pendidikan diserahkan pada rakyat
dan sahabat tidak hanya terfokus di Madinah saja, tetapi sudah dibolehkan ke
daerah-daerah untuk mengajar.20 Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa
Utsman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang
ingin menuntut dan belajar Islam. Dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak,
sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang mereka inginkan untuk
memberikan pendidikan kepada masyarakat. Khalifah Utsman sudah merasa cukup
dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun walaupun begitu, ada usaha yang
cemerlang yang telah terjadi dimasa ini yang berpengaruh luar biasa bagi
pendidikan Islam yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an.

Penyalinan ini terjadi karena gaya penulisan Al-Qur’an yang menggunakan


tulisan Khufi, membingungkan banyak orang ketika itu, juga sikap Rasul yang
memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan
menghafalkan Al Qur’an sesuai dengan dialek mereka masing-masing. Seiring
dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam maka perbedaan dialek yang
terjadi semakin menjadi.21 sehingga menimbulkan berbagai gaya pembacaan Al-
Qur’an yang berbeda-beda. Maka khalifah Utsman meminta untuk merevisi salinan
naskah Al-Qur’an yang disimpan oleh Hafsah binti Umar, naskah ini merupakan
revisi adri kumpulan tulisan Al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar.

Khalifah Utsman kemudian membentuk suatu badan atau panitia revisi


salinan Al-Qur’an, dengan Zaid bin Sabit sebagai ketua panitianya. Tugas yang
harus dilaksanakan adalah mengumpulkan lembaran-lembaran yang tercecer
dengan cara menyalin ulang ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam sebuah buku yang
disebut mushaf. Khalifah Utsman menginstruksikan agar penyalinan Al-Qur’an
berpedoman kepada bacaan mereka yang menghafal Al-Qur’an, sehingga
seandainya terjadi perbedaan dalam bacaan, maka yang ditulis adalah yang

20
Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, 51.
21
Dedi Wahyudi, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam: Dari Masa Klasik, Tengah,
Hingga Modern, (Qoulun Pustaka, 2014), 33.

9
berdialek Quraisy (Arab). Salinan Al-Qur’an dengan nama al-Mushaf ini, kemudian
dikirim ke tiga kota, yaitu Damaskus, Basrah, dan Kufah, sedangkan Kitab asli versi
pertama disimpan di Madinah. Naskah asli yang tetap di Madinah ini kemudian
disebut Mushaf al-Imam. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, tugas mendidik
dan mengajar umat diserahkan pada ummat itu sendiri, artinya pemerintah tidak
mengangkat guru-guru. Jadi para pendidik tersebut dalam melaksanakan tugasnya
hanya mengharapkan keridhaan Allah semata. Adapun objek pendidikan pada masa
itu terdiri dari:

a) Orang dewasa dan atau orang tua yang baru masuk Islam
b) Anak– anak, baik orang tuanya telah lama memeluk Islam ataupun yang baru
memeluk Islam
c) Orang dewasa dan atau orang tua yang telah lama memeluk Islam
d) Orang yang mengkhususkan dirinya menuntut ilmu agama secara luas dan
mendalam

Dari ke empat golongan terdidik tersebut, pelaksanaan pendidikan dan


pengajaran tidak mungkin dilakukan dengan cara menyamaratakan tetapi harus
diadakan pengklasifikasian yang rapi dan sistematis, disesuaikan dengan
kemampuan dan kesanggupan dari peserta didiknya. Adapun metode yang
digunakan adalah:

1) Golongan pertama menggunakan metode ceramah, hafalan, dan latihan


dengan mengemukakan contoh – contoh dan peragaan.
2) Golongan kedua menggunakan metode hafalan dan latihan
3) Golongan ketiga menggunakan metode diskusi, ceramah, hafalan, tanya
jawab
4) Golongan keempat menggunakan metode ceramah, hafalan Tanya jawab, dan
diskusi serta sedikit hafalan. Pendidikan dan pengajaran pada golongan ini
lebih bersifat pematangan dan pendalaman

Mata pelajaran yang di berikan disesuaikan dengan kebutuhan terdidik


dengan urutan mendahulukan pengetahuan yang sangat mendesak / penting untuk
dijadikan pedoman dan pegangan hidup beragama. Ada 3 fase dalam pendidikan
dan pengajarannya:

10
1. Fase pembinaan: dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar terdidik
memperoleh kemantapan iman
2. Fase pendidikan: ditekankan pada ilmu-ilmu praktis dengan maksud agar
mereka dapat segera mengamalkan ajaran dan tuntunan agama dengan
sebaik-baiknya dalam kehidupan sehari-hari
3. Fase pelajaran: ada pelajaran–pelajaran lain yang diberikan untuk
penunjang pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits, seperti bahasa Arab
dengan tata bahasanya, menulis, membaca, syair dan peribahasa.22

Pada saat ini, umat Islam sudah tersebar luas, mereka memerlukan
pemahaman Al-Qur’an yang mudah dimengerti dan mudah dijangkau oleh alam
pikirannya. Hadits atau sunnah Rasul sangat berperan penting untuk membantu dan
menjelaskan Al-Qur’an. Lambat laun timbullah bermacam-macam cabang dari
ilmu hadits. Untuk tempat belajar masih di kuttab, di masjid atau rumah-rumah.23
Namun pada masa ini tidak hanya Al-Qur’an saja yang dipelajari, tetapi Ilmu Hadits
juga dipelajari secara langsung dari para sahabat Rasul.

Pendidikan pada masa khalifah Utsman ini tidak banyak terjadi


perkembangan, jika dibandingkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Hal ini
disebabkan pada masa khalifah Utsman urusan pendidikan diserahkan begitu saja
pada rakyat. Dari segi pemerintahan khalifah Utsman banyak timbul pergolakan
dalam masyarakat sebagai akibat ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan
khalifah Utsman yang mengangkat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan
(nepotisme).

4. Pendidikan Pada Masa Ali bin Abi Thalib (35-40 H / 656-661 M)

Ali adalah khalifah yang keempat setelah Utsman bin Affan. Pada masa
pemerintahannya sudah diguncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi) beserta
Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahfahaman dalam menyikapi
pembunuhan terhadap Utsman, peperangan diantara mereka di sebut perang Jamal
(unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi

22
Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
Angkasa, 1983), 60.
23
Soekarno, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, 65-67.

11
pemberontakan Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan
khalifah Ali tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.24

Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus memberontak untuk


menggulingkan kekuasaannya. Peperangan ini disebut perang Shiffin, karena
terjadi di Shiffin. Ketika tentara Muawiyah terdesak oleh pasukan Ali, maka
Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan tahkim (penyelesaian secara
adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi karena desakan dari beberapa
tentaranya akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah menimbulkan
kekacauan, sebab Muawiyah berbuat curang. Dengan tahkim tersebut, Muawiyah
berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan di Damaskus.
Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali dengan cara tahkim,
meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu khawarij.

Pada masa khalifah Ali ini terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga
pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa ini, kegiatan
pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan yang besar. Pada saat itu
khalifah Ali bin Abi Thalib tidak lagi memikirkan masaalah pendidikan karena
seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi
masyarakat Islam. Dengan demikian masalah pola pendidikan pada masa Khulafaur
Rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa Nabi yang menekan pada pengajaran baca
tulis dan ajaran –ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi.

Pusat–Pusat Pendidikan Pada Masa Khulafaur Rasyidin


Pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur rasyidin antara lain:
1) Mekkah. Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabbal yang mengajarkan
Al-Qur’an dan Fiqh
2) Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
3) Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain adalah Abu Musa Al Asy’ari,
seorang ahli Fiqh dan Al-Qur’an

24
Soekarno, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, 50.

12
4) Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur disini adalah Ali bin Abi Thalib, dan
Abdullah bin Mas’ud yang mengajarkan Al-Qur’an, ia adalah ahli tafsir, hadits,
dan Fiqh.
5) Damaskus (Syam). Sahabat yang mengajarkan ilmu disana adalah Mu’adz bin
Jabal, Ubaidillah, dan Abu Darda’
6) Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di
Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadits. 25
C. Penutup

Setelah dibaiatnya abu bakar sebagai khalifah pertama, atas usul dari Umar
bin Khattab beliau pada zaman khlaifah Abu Bakar dilakukan pengumpulan Al-
Qur'an karena banyaknya huffazh yang meninggal di perang Yamamah. Walaupun
dalam kepemimpinannya khalifah masih disibukkan dengan memerangi orang-
orang yang murtad dan enggan membayar zakat setelah wafatnya Nabi, pendidikan
pada masa itu tetap berjalan, proses pendidikan di zaman Abu Bakar tidak jauh
berbeda dari masa Nabi Muhammad. Pendidikan dilakukan di halaqah, masjid,
kuffah, dan kuttab.

Masa kekhalifahan umar bayak dilakukan penaklukan negeri-negeri, namun


begitu pendidikan pada masa itu juga tidak ditinggalkan. Khalifah memerintahkan
disetiap negeri yang ditaklukannya harus segera dibangun masjid, karena selain
untuk tempat beribadah, masjid juga difungsikan sebagai puasat pendidikan Islam.
Pada masa khalifah umar juga dibangun ilmu tata bahasa sepetrti nahwu agar
menyatukan cara membaca al-qur'an yang benar dan terhindar dari kesalahan-
kesalahan bahasa. Pada masa ini pendidikan Islam juga meningkat dengan pesat.
Khalifah menunjuk guru-guru khusus untuk setiap daerah yang ditaklukkan.
Otonomi pendidikan diberikan kepada masing-masing kepala daerah.

Pada masa kekhalifahan Utsman, pemerintahannya dipenuhi dengan


nepotisme, pendidikan Islam juga tidak terlalu berbeda dengan pendidikan dimasa
Umar bin Khattab. Hanya saja ada yang membedakan diantara keduanya, yaitu para
sahabat yang diangkat menjadai guru di suatu daerah pada masa khalfiah umar yang

25
Soekarno, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam, 21.

13
tidak boleh keluar dari daerahnya, diberikan keluangan untuk keluar dan menetap
didaerah yang mereka inginkan untuk memberi pendidikan. Proses pelaksanaan
pola pendidikan pada masa Utsman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh
seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam. Pada masa ini juga
dilakukan perevisisan Al-Qur'an meneruskan masa abu bakar, untuk menghindari
perbedaan dialek dalam membaca al-qur'an.

Masa kekhalifahan Ali yang dipenuhi dengan peperangan, membuat


pendidikan Islam mengalami kemacetan. Pada saat itu khalifah Ali bin Abi Thalib
tidak lagi memikirkan masaalah pendidikan karena seluruh perhatiannya
ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyarakat Islam.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap, Yogyakarta: Diva Press, 2015.

Aminah, Nina. Pola Pendidikan Islam Periode Khulafaur Rasyidin, Jurnal Tarbiya,
Vol. 1, No 1, 2015.
Azra, Azyumardi, Histografi Islam Kontemporer: Wacana Aktualitas, dan Aktor
Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Husain Haekal, Muhammad. Abu Bakr As-Siddiq, terj. Ali Audah, Jakarta: Pustaka
Litera Antarnusa, 1995.

Ibnu Katsir, Al-Hafizh. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung,
diterjemahkan oleh Abu ihsan al-Atsari, Jakarta: Dar al-Wathan, 2014.

K. Hitti, Philip. History Of Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, Cet. 1, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006.

Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufron A. Mas’adi, Ed. 1, Cet. 2,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000.

Mahmud Al Mishri, Syaikh. Sahabat-Sahabat Rasullullah SAW Jilid 1, terj.


Izzudin karimi, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2010.

Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media Group, 2011.

Niswah, Choirun. Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin dan Bani
Umayah, Jurnal Tadrib, Vol. 1, No. 2, 2015.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
1997.

Rama, Bahaking. Genealogi Ilmu Tarbiyah dan Pendidikan Islam: Studi Kasus
terhadap Masa Pertumbuhan, Jurnal Lentera,Vol. 5, No. 2, 2016.
Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah Dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:
Angkasa, 1983.

Suwito dan Fauzan. Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008.
Wahyudi, Dedi, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam: Dari Masa Klasik,
Tengah, Hingga Modern. Qoulun Pustaka, 2014.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006.

Yunus, Muhammad. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidayakarya Agung, 1989.

Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1, Cet. 3, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

15

Anda mungkin juga menyukai