Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

HIPERTENSI

Oleh :

Sartika Eka Putriana Nawir Nur

10542 0548 14

Pembimbing :

dr. Adnan Ibrahim, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : Sartika Eka Putriana Nawir Nur

NIM : 10542 0548 14

Judul Laporan kasus : Hipertensi

Telah menyelesaikan Laporan kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di

Bagian Ilmu PenyakitDalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Februari 2019

Pembimbing,

(dr. Adnan Ibrahim, Sp. PD)

2
BAB I

PENDAHULUAN

Pada pasien yang muda, gangguan pada satu organ akan


menimbulkan berbagai gejala tetapi pada pasien geriatri terdapat hubungan yang
rumit. Gangguan pada lebih dari satu organ bisa saja hanya menimbulkan satu
gejala. Istilah geriatri (geros = geriatri, iatreia = merawat/merumat), pertama kali
digunakan oleh Ignas Leo Vascher, seorang dokter Amerika pada tahun 1909.
Tetapi ilmu geriatri ini baru dikatakan berkembang dengan nyata pada tahun 1935
di Inggris oleh seorang dokter wanita, Marjorie Warren dari West-Middlesex
Hospital yang dianggap sebagai pelopornya. Sindrom geriatri meliputi gangguan
kognitif, depresi, inkontinensia, ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini
dapat menyebabkan angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk
pada usia tua yang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem
organ. Sindrom geriatrik mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun
presentasi yang berbeda, dan memerlukan intervensi dan strategi yang fokus
terhadap faktor etiologi. 2

Pada tahun 2000 jumlah orang lanjut usia sebesar 7,28% dan pada tahun
2020 diperkirakan mencapai 11,34%. Dari data USA-Bureau of the Census,
bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga geriatri
terbesar di seluruh dunia, antara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414%.1

Menurut UN-Population Division, Department of Economic and Social


Affairs jumlah populasi lanjut usia lebih dari 60 tahun diperkirakan hampir
mencapai 600 juta orang dan di proyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun 2050.
Lanjut usia di ukur menurut usia kronologik , fisiologik (biologi) dan kematangan
mental, ketiganya seringkali tak berjalan sejajar seperti yang di harapkan serta tak
berbatas tegas. 1

3
Sebagai akibat proses menua terdapat perubahan dalam tata cara pelayanan
kesehatannya , yang penyebabnya dapat diakibatkan oleh berbagai hal yaitu :

1. Perubahan – perubahan anatomi atau fisiologik akibat proses


menua
2. Berbagai penyakit atau keadaan patologik sebagai akibat penuaan
3. Pengaruh psikososial pada fungsi organ.1

Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk indonesia, maka


dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula.
Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan
mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut aspek diagnosis
selain ke arah hipertensi dan komplikasi, pengenalan berbagai penyakit yang juga
diderita oleh orang tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh karena
berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara keseluruhan.1

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan


morbiditas di Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan
intervensi yang sangat umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas
kesehatan. Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan
darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg,
pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan
pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.3

Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang mencapai usia > 60


tahun. Lansia rentan mengalami penyakit yang berhubungan dengan
proses menua salah satunya hipertensi. Hipertensi identik dengan
peningkatan tekanan darah melebihi batas normal. Seseorang dikatakan
hipertensi jika hasil pengukuran tekanan darah sistoliknya >140 mmHg
dan diastoliknya >90 mmHg.4

Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat


morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia
lanjut aspek diagnosis selain ke arah hipertensi dan komplikasi,
pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu
mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan
penatalaksanaan secara keseluruhan.1

B. Epidemiologi

Prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia >18 tahun mencapai


25,8%. Jawa Barat merupakan provinsi yang menempati posisi ke empat
sebesar 29,4% angka ini lebih besar dibandingkan dengan prevalensi di

5
Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI Jakarta (Riset Kesehatan
Dasar, 2013). Semakin meningkatnya usia maka lebih beresiko terhadap
peningkatan tekanan darah terutama tekanan darah sistolik sedangkan
diastolik meningkat hanya sampai usia 55 tahun (Nurrahmani, 2011).
Laki-laki atau perempuan sama-sama memiliki kemungkinan beresiko
hipertensi. Namun, laki-laki lebih beresiko mengalami hipertensi
dibandingkan perempuan saat usia <45 tahun tetapi saat usia > 65 tahun
perempuan lebih beresiko mengalami hipertensi (Prasetyaningrum, 2014).
4

Akhir-akhir ini insidensi dan prevalensi meningkat dengan makin


bertambahnya usia harapan hidup. Di Amerika Serikat dikatakan bahwa
pada populasi kulit putih dia asia 50-69 tahun prevalensinya sekitar 35%
yang meningkat menjadi 50% pada usia 69 tahun. Penelitian pada 300.000
populasi berusia 65-115 tahun (rata-rata 82,7 tahun) yang dirawat di
institusi lanjut usia didapatkan prevalensi hipertensi pada saat mulai
dirawat sebesar 32%. Dari penderita ini 70% diberikan obat anti hipertensi
dan sudah mengalami komplikasi akibat penyakitnya, diantaranya ,
penyakit jantung koroner (26%) , penyakit jantung kongestif (22%) dan
penyakit serebrovaskuler (29%).1

C. Klasifikasi

Klasifikasi ini didasarkan pada rata-rata dua atau lebih pengukuran


yang tepat, pembacaan BP duduk pada masing-masing dua atau lebih
kunjungan kantor. Berbeda dengan klasifikasi yang disediakan dalam
laporan JNC 6, kategori baru prehipertensi yang ditunjuk telah
ditambahkan, dan hipertensi tahap 2 dan 3 telah digabungkan. Pasien
dengan prehipertensi memiliki risiko lebih tinggi untuk berkembang
menjadi hipertensi; mereka yang berada dalam kisaran BP 130-139 / 80-89

6
mmHg berisiko dua kali lipat mengalami hipertensi dibandingkan dengan
mereka yang memiliki nilai lebih rendah.7

Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut


dapat dibedakan : 1

1. Hipertensi sistolik (Isolated systolic hypertension)


Terdapat pada 6-12% penderita diatas usia 60 tahun,
terutama pada wanita. Insidensi meningkat dengan
bertambahnya umur. 1
2. Hipertensi diastolik (Diastolic hypertension)
Terdapat antara 12-14% penderita diatas usia 60 tahun,
terutama pada pria. Insidensi menurun dengan
bertambahnya umur. 1
3. Hipertensi sistolik – diastolik
Terdapat pada 6-8% penderita usia >60 tahun, lebih
banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya
umur. 1

D. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi primer dan
sekunder. Prevalensi hipertensi sekunder hanya sekitar 5-8% dari seluruh
penderita hipertensi : 5
A. Hipertensi Esensial (primer)
Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang belum
diketahui penyebabnya walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor
gaya hidup seperti obesitas, alkohol, merokok, kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus

7
tekanan darah tinggi, sekitar 95%. Hipertensi primer biasanya timbul
pada usia 30-50 tahun. 5

B. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/sebagai akibat
dari adanya penyakit lain. Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar
5% dari seluruh kasus tekanan darah tinggi. Beberapa hal yang
menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah penyakit
ginjal, kelainan hormonal, obat – obatan. 5

E. Patogenesis 6
Berbeda dengan kelompok usia yang lebih muda, pasien hipertensi
pada usia lanjut sering mengalami pengurangan elastisitas arteri atau
meningkatnya kekakuan arteri ( jaringan kolagen menggantikan lapisan
elastin pada lamina elastik di pembuluh aorta) yang dialami selama proses
penuaan dan terjadi proses sklerosis terutama pada arteri yang besar,
sehingga mengakibatkan tekanan sistolik yang lebih tinggi dan tekanan
diastolik yang lebih rendah atau kenaikan dari tekanan nadi (pulse
pressure). Hal ini menyebabkan suatu keadaan yang dikenal sebagai
hipertensi sistolik terisolasi, yang penanganannya lebih sulit dibandingkan
dengan hipertensi esensial biasa. 6
Disfungsi endotel merupakan salah satu kontributor penting
meingkatnya tekanan darah pada usia lanjut. Cedera mekanis maupun
karena inflamasi dari arteri yang menua menyebabkan menurunnya
ketersediaan vasodilator oksida nitrit ( Nitric oxide; NO), yang
menyebabkan ketidakseimbangan antara vasodilator ( seperti NO)
denganvasokontriktor (seperti endothelin). 6
Selain itu pada usia lanjut juga sering mengalami disregulasi
sistem saraf otonom yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik yaitu
menurunanya tekanan darah sistolik >20 mmHg dan / atau tekanan darah
diastolik > 10 mmHg setelah berdiri dari posisi duduk selama tiga menit.
Hipotensi orthostatik merupakan faktor risiko untuk terjadinya jatuh

8
(falls), sinkop (syncope) dan timbulnya kejadian kardiovaskular.
Disregulasi otonom juga dapat menyebabkan hipertensi orthostatik, yaitu
peningkatan tekanan darah sistolik pada saat perubahan posisi postur
tubuh menjadi berdiri, dan merupakan faktor risiko terjadinya hipertrofi
ventrikel kiri ( LVH), penyakit arteri koroner (CAD), dan penyakit
serebrovaskular lainnya yang asimptomatik ( silent cerebrovascular
disease). Sampai saat ini belum ada konsensus yang menjelaskan
mengenai definisi hipertensi orthostatik, meskipun beberapa penelitian
telah menggunakan defenisi peningkatan sekitar 20 mmHg tekanan darah
sistolik saat perubahan posisi menjadi berdiri. 6
Komplikasi lain seperti kerusakan mikrovaskular pada ginjal juga
menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronik (PGK), yang berakibat
berkurangnya fungsi tubulus ginjal dalam mengatur keseimbangan
elektrolit natrium dan kalium. Fungsi ginjal yang menurun secara progresif
pada usia lanjut dapat terjadi juga oleh proses glomerulosklerosis dan
fibrosis-intestinal yang menyebabkan kenaikan tekanan darah melalui
mekanisme peningkatan natrium intrasel, penurunan pertukaran ion
natrium-kalsium, dan ekspansi volume darah. 6
Peningkatan tekanan darah oleh karena adanya penyebab sekunder
perlu dipertimbangkan, seperti adanya stenosis arteri renalis yang
diakibatkan oleh lesi aterosklerosis, obstructive sleep apnoe (OSA),
meningkatnya curah jantung (Cardiac Output) karena anemia, insufisiensi
aorta, fistula arteriovena, aldosteronisme primer, penyakit Paget dan
tirotoksikosis. Penyebab kenaikan tekanan darah yang lain adalah gaya
hidup berlebihan, kebiasaan minum minuman keras, merokok, konsumsi
kafein, obat-obatan AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid ), pemakaian
steroid, hormon, narkotika, kurang asupan kalsium, vitamin D dan vitamin
C. 6

F. Gejala Klinis

9
Kebanyakan penderita hipertensi pada usia lanjut tidak memiliki
gejala (asimtomatik ). Gejala yang biasanya dijumpai pada hipertensi
antara lain : pusing, palpitasi ( jantung berdebar-debar), atau sakit kepala.
Sakit kepala pada pagi hari terutama didaerah oksipital merupakan
karakteristik dari hipertensi Stadium II. Kerusakan target organ seperti
stroke, penyakit jantung kongestif, atau gagal ginjal mungkin merupakan
tanda awal. 1

G. Diagnosa
Diagnosa hipertensi pada usia lanjut sama dengan mendiagnosa
hipertensi lainnya. Diagnosa hipertensi dilakukan berdasarkan pengukuran
tekanan darah yang baik dan benar dan dilakukan sedikitnya sebanyak 3
(tiga) kali pengukuran tekanan darah yang berbeda, dan dilakukan pada
lebih dari 2 (dua) kali kunjungan. Pengukuran tekanan darah dilakukan
sedikitnya 2 (dua) kali setiap kunjungannya, setelah pasien duduk dengan
nyaman sedikitnya selama 5 (lima) menit dengan sandaran punggung, kaki
terletak di lantai, lengan diletakkan pada sandaran lengan dengan posisi
mendatar dan posisi manset sejajar dengan letak jantung. Pengukuran
tekanan darah pada kelimpok usia lanjut seharusnya juga dilakukan pada
posisi berdiri dari posisi duduk setelah 1 sampai dengan 3 menit. Hal ini
dilakukan untuk mengevaluasi adanya hipotensi maupun hipertensi
postural. 6
Pengukuran tekanan darah secara tepat sangat diperlukan, baik
pada saat menegakkan diagnosis hipertensi maupun untuk mengevaluasi
hasil pengobatan. Pengukuran tekanan darah yang akurat dianggap
mewakili nilai sebenarnya pada pasien usia lanjut seringkali merupakan
suatu tantangan tersendiri, terutama akibat fisiologi proses penuaan
(degeneratif) yang terjadi. Pengukuran tekanan darah yang tidak akurat
juga dapat terjadi akibat faktor pseudo-hipertensi, yang terjadi bila manset
pengukur tekanan darah gagal mengkompresi arteri brakhialis yang kaku
dan mengeras akibat proses kalsifikasi. Penurunan respon barorefkleks

10
sesuai umur dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik. Oleh karena itu
sering didapatkan tekanan darah yang menurun secara berlebihan pada
posisi berdiri, sesudah makan atau sesudah beraktivitas. Dengan demikian
pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada posisi duduk dan
posisi berdiri. 6

H. Tatalaksana
Tujuan utama kesehatan masyarakat dari terapi antihipertensi
adalah pengurangan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal.
Karena sebagian besar orang dengan hipertensi, terutama mereka yang
berusia> 50 tahun, akan mencapai tujuan DBP begitu SBP tercapai, fokus
utama harus pada pencapaian tujuan SBP. Mengobati SBP dan DBP untuk
target yang <140/90 mmHg dikaitkan dengan penurunan komplikasi CVD.
Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau penyakit ginjal, tujuan BP
adalah <130/80 mmHg.7
1. Modifikasi Gaya Hidup

Adopsi gaya hidup sehat oleh semua orang sangat


penting untuk pencegahan BP tinggi dan merupakan bagian
tak terpisahkan dari manajemen mereka yang hipertensi.
Modifikasi gaya hidup utama terbukti menurunkan BP
termasuk penurunan berat badan pada individu yang
kelebihan berat badan atau obesitas. Adopsi dari Dietary
Approaches to Stop Hypertension (DASH) rencana makan
yang kaya akan kalium dan kalsium, pengurangan diet
sodium, aktivitas fisik dan moderasi konsumsi alkohol.
Modifikasi gaya hidup mengurangi TD, meningkatkan
kemanjuran obat antihipertensi, dan mengurangi risiko
kardiovaskular. Sebagai contoh, rencana makan DASH
natrium 1.600 mg memiliki efek yang mirip dengan terapi
obat tunggal. Kombinasi dua (atau lebih) modifikasi gaya
hidup dapat mencapai hasil yang lebih baik. 7

11
2. Perawatan Farmakologis

Ada data uji coba hasil klinis yang sangat baik yang
membuktikan bahwa menurunkan BP dengan beberapa
kelas obat, termasuk angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACEIs), penghambat reseptor angiotensin (ARB),
beta blocker (BB), blocker saluran kalsium (CCB), dan tipe
thiazide diuretik, semuanya akan mengurangi komplikasi
hipertensi. 7

Diuretik tipe tiazid telah menjadi dasar terapi


antihipertensi pada sebagian besar uji coba hasil. Dalam uji
coba ini, termasuk Antihipertensi dan Perawatan Penurun
Lipid yang baru-baru ini diterbitkan untuk Mencegah
Serangan Jantung, diuretik hampir tidak tertandingi dalam
mencegah komplikasi kardiovaskular hipertensi.
Pengecualian adalah yang kedua Uji coba Tekanan Darah
Nasional Australia yang melaporkan hasil yang sedikit
lebih baik pada pria kulit putih dengan rejimen yang
dimulai dengan ACEI dibandingkan dengan yang dimulai
dengan diuretik. Diuretik meningkatkan kemanjuran
antihipertensi rejimen multidrug, dapat bermanfaat dalam
mencapai kontrol BP, dan lebih terjangkau daripada agen
anti hipertensi lainnya. Terlepas dari temuan ini, diuretik
tetap kurang dimanfaatkan. 7

Diuretik tipe tiazid harus digunakan sebagai terapi


awal untuk sebagian besar pasien hipertensi, baik sendiri
atau dalam kombinasi dengan salah satu kelas lain (ACEI,
ARB, BB, CCB) terbukti bermanfaat dalam uji coba hasil
terkontrol secara acak. Jika obat tidak ditoleransi atau di
kontraindikasi kan, maka salah satu kelas lain yang terbukti

12
mengurangi kejadian kardiovaskular harus digunakan
sebagai gantinya. 7

13
14
3. Monitoring dan Follow Up
Setelah terapi obat antihipertensi dimulai, sebagian besar
pasien harus kembali untuk tindak lanjut dan penyesuaian obat
pada sekitar interval bulanan sampai tujuan BP tercapai.
Kunjungan yang lebih sering akan diperlukan untuk pasien
dengan hipertensi stadium 2 atau dengan kondisi komorbiditas
yang rumit. Potasium dan kreatinin serum harus dipantau
setidaknya 1-2 kali/tahun. Setelah BP mencapai sasaran dan
stabil, kunjungan tindak lanjut biasanya dapat dengan interval 3
hingga 6 bulan. Komorbiditas, seperti gagal jantung, penyakit
terkait seperti diabetes, dan perlunya tes laboratorium
mempengaruhi frekuensi kunjungan.

15
Faktor risiko kardiovaskular lainnya harus ditangani sesuai
tujuannya masing-masing, dan penghindaran tembakau harus
dipromosikan dengan giat. Terapi aspirin dosis rendah harus
dipertimbangkan hanya ketika BP dikontrol, karena risiko
stroke hemoragik meningkat pada pasien dengan hipertensi
yang tidak terkontrol.7
BAB III

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Tanggal Lahir : 04/11/1950
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : BTN. Minasa Upa
Agama : Islam
Ruangan : Kenanga
Tanggal MRS : 25 Desember 2018

2. ANAMNESIS
Keluhan utama : Pusing

Anamnesis terpimpin : Pasien MRS Pelamonia dengan keluhan Pusing

dan nyeri kepala sejak satu hari SMRS, nyeri

dirasakan di seluruh bagian kepala disertai tegang

pada daerah tengkuk, Nyeri kepala dirasakan terus-

menerus dengan skala nyeri 4 , tidak disertai mual

dan muntah. Demam(-) Nyeri ulu hati (-) Batuk (-)

BAB & BAK (normal) , Nafsu makan & Nafsu

minum (Normal).

Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat B20 (Positif) Sejak ± 3 bulan yang lalu

- Riwayat HT ± 10 tahun yang lalu

16
Riwayat pengobatan : - Nevirapine (Obat Hiv) 2x1

- Amlodipin 10mg 1x1

3. STATUS PRESENT
 Sakit lemah
 Gizi Baik
 Composmentis (E4M6V5)

Tanda Vital

 TD : 180/100 mmHg
 Nadi : 85 x/menit
 Pernapasan : 20 x/menit
 Suhu : 360C

4. PEMERIKSAAN FISIS
 Kepala
Ekspresi : Normal
Simetris muka : Kanan = kiri
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, Lurus, Sukar dicabut
 Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : (-)
Kelopak mata : Dalam batas normal
Kongjungtiva : Anemis (-)
 Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
 Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Gusi : Perdarahan (-)
 Leher
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
Pembuluh darah : Venaectasis (-)
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Thorax
Inspeksi:
Bentuk : Simetris kiri=kanan
Pembuluh darah : Venaectasis (-)

17
Sela iga : Simetris kiri=kanan
Lain-lain : (-)
 Paru-paru
Palpasi:
Fremitus raba : Vocal fremitus normal. Nyeri tekan : (-)
Perkusi:
Paru : Sonor Dextra Sinistra
Batas paru depan kanan : ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan : Vertebra thoracalis IX dextra posterior
Batas paru belakang kiri : Vertebra thoracalis X sinistra posterior
Auskultasi:
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Vesikuler. Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, Bising (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusis : Tympani, Ascites (-)
Auskultasi : Peristaltic (+) kesan normal
 Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas : Akral hangat, Edema pretibial -/-,
Dorsum
pedis -/-, Pembesaran KGB (-)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
SGOT : 18 u/L
SGPT : 12 u/L
Kreatinin : 0,65 mg/dl
Ureum : 21 mg/dl
Cholesterol Total : 177 mg/dl
Cholesterol HDL : 66 mg/dl
Cholesterol LDL : 97 mg/dl
Triglyserida : 116 mg/dl
Na : 151.3 mmol/L
K : 3.14 mmol/L

18
Cl : 109.2 mmol/L

6. DIAGNOSIS
 HT Grade II
 Gangguan Elektrolit

7. PENATALAKSANAAN
 Infus RL 20 TPM
 Amlodipine 10mg 1x1
 Candesartan 16mg 1x1
 Kcl drips dalam RL (3 kali pemberian)
 KSR 2x1

8. PROGNOSIS
Dubia at Bonam

9. RESUME

FOLLOW UP

19
01 Februari 2019 S: Nyeri Kepala (+). Tegang P/
pada tengkuk (+) Mual (-) - Diet Rendah Garam
Muntah (-) Lemas (+) Nafsu III
- IVFD RL 20 tpm
makan dan minum (Normal).
- Amlodipine 10mg
Riw. HT (+)
1x1
O: KU : Sakit lemah/ Gizi baik/ - Candesartan 8mg
Compos Mentis 1x1
TD: 210/110 mmHG
N: 84 x/menit
P: 20 x/menit
S: 36,90C
A:
- HT Grade II
02 Februari 2019 S: Nyeri Kepala (+). Tegang P/
pada tengkuk (+) Mual (-) - Diet Rendah
Muntah (-) Lemas (+) Nafsu Garam III
- IVFD RL 20
makan dan minum (Normal).
tpm
Riw. HT (+)
- Amlodipine
O: KU : Sakit lemah/ Gizi baik/
10mg 1x1
Compos Mentis - Candesartan
TD: 190/100 mmHG 8mg 1x1
- Periksa
N: 80 x/menit
Ureum & Kreatinin
P: 20 x/menit
- Profilipid
S: 36,60C - Elektrolit
- Sgot/Sgpt
A:
- HT Grade II

03 Februari 2019 S: Nyeri Kepala Berkurang (+). P/


Tegang pada tengkuk (+) Mual - Diet Rendah
(-) Muntah (-) Lemas (-) Nafsu Garam III
- IVFD RL 20
makan dan minum (Normal).
tpm

20
Riw. HT (+) - Amlodipine
O: KU : Sakit lemah/ Gizi baik/ 10mg 1x1
- Candesartan
Compos Mentis
8mg 1x1
TD: 180/100 mmHG
- Kcl drips
N: 88 x/menit
dalam RL (3x
P: 20 x/menit
pemberian)
0
S: 36 C - KSR 2x1
A:
- HT Grade II
- Gangguan Elektrolit
04 Februari 2019 S: Nyeri Kepala berkurang (+). P/
Tegang pada tengkuk (+) Mual - Aff infus
- Amlodipine
(-) Muntah (-) Lemas (+) Nafsu
10mg 1x1
makan dan minum (Normal).
- Candesartan
Riw. HT (+)
16 mg 1x1
O: KU : Sakit lemah/ Gizi baik/
Compos Mentis
TD: 180/100 mmHG
N: 85 x/menit
P: 20 x/menit
S: 36,0C
A:
- HT Grade II
- Gangguan Elektrolit

DISKUSI

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Darmojo, Boedhi, 2011.buku ajar geriatri (ilmu kesehatan usia


lanjut). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

22
2. Dini AA, 2013. Sindrom Geriatri (Imobilitas, Instabilitas,
Gangguan Intelektual, Inkontinensia, Infeksi, Malnutrisi, Gangguan
Pendengaran). Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015.
Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular.
4. Solehatul Mahmudah, Taufik Maryusman, Firlia Ayu Arini, Ibnu
Malkan, 2015. Hubungan Gaya Hidup Dan Pola Makan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Kelurahan Sawangan Baru. Depok : Program
Studi S1 Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jakarta.
5. Ina Eriana, 2017. Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pegawai Negeri Sipil Uin Alauddin Makassar Tahun
2017. Makassar : Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Uin Alauddin
Makassar.
6. Bistok Sihombing, Dina Aprilia, Arianto Purba, Faisal Sinurat,
2015. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Usia Lanjut. Medan : Rsup Haji
Adam Malik Medan.
7. Chobanian A.V, 2003. JNC 7 Express Prevention , Detection ,
Evaluation and Treatment Of High Blood Pressure. Boston : Boston
University Medical Center, Boston, MA.

23

Anda mungkin juga menyukai