I. Pendahuluan
A. Latar belakang
Kondisi anak usia sekolah dan remaja (7-24 tahun) saat ini akan menentukan nasib bangsa di
kemudian hari. Semua pihak perlu memperhatikan kondisi anak usia sekolah dan remaja dan kondisi
lingkungan dimana ia berada untuk memberi dukungan bagi tumbuh kembang yang optimal. Hal
tersebut dapat dicapai apabila anak usia sekolah dan remaja dalam keadaan keadaan sehat secara
fisik, mental, dan sosial. Dukungan lingkungan tempat tinggal anak merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi tercapainya keadaan sehat seperti orangtua, anggota keluarga, dan teman sebaya.
Permasalahan remaja perlu dianalisis dan disusun prioritasnya, sebagai landasan penentuan isu
prioritas masalah anak usia sekolah dan remaja digunakan 3 (tiga) dokumen internasional berbasis
bukti yaitu our future: A Lancet Commision on Adolescent Health and Wellbeing, Health for the worlds
Adolescent. A Second Chance in The Second Decade, dan World Programme of Action for Youth.
Berdasarkan tiga dokumen tersebut maka ditetapkan 8 isu prioritas kesehatan anak usia sekolah dan
remaja yaitu kesehatan seksual dan reproduksi, HIV & AIDS, zat adiktif seperti merokok, alkohol, dan
narkotika / psikotropika, gizi, kekerasan & cedera, kesehatan jiwa, sanitasi & kebersihan individual,
serta penyakit tidak menular lainnya. Masalah tersebut termasuk dalam 8 isu priroitas yang harus
diperhatikan.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa
sebesar 8,9% perempuan usia 15-24 tahun pernah merokok dan 3,5% pernah mengkomsumsi
alkohol. Sedangkan untuk laki-laki usia 15-24 tahun, sebesar 74,4% pernah merokok dan 30,2%
pernah mengkomsumsi alkohol. SDKI tahun 2017 menunjukkan pengetahuan HIV dan AIDS remaja
perempuan dan laki laki usia 15 24 tahun meningkat dibandingkan tahun 2012 yaitu 13% pada
remaja perempuan tahun 2012 menjadi 88,9% tahun 2017 dan 11,6% pada remaja laki-laki tahun
2012 menjadi 83,4% tahun 2017. Peningkatan pengetahuan tidak diikuti dengan penurunan kasus
HIV. Laporan rutin Kementerian Kesehatan RI dalam 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan peningkatan
kasus HIV pada kelompok umur 15 19 tahun yaitu 697 kasus pada tahun 2012 menjadi 1.729 pada
tahun 2017. Peningkatan juga terjadi pada kelompok umur 5 14 tahun dalam 3 (tiga) tahun terakhir
namun lebih kecil dibandingkan kelompok umur sebelumnya yaitu 338 kasus HIV pada tahun 2015
menjadi 425 kasus pada tahun 2017. Saat ini Indonesia merupakan negara nomor 2 (dua) dengan
kasus HIV baru terbesar di Asia dan Pasifik setelah Cina. Data terkini prevalensi HIV di Indonesia
adalah 0,36% dan belum menunjukkan penurunan.Meskipun kasus yang dilaporkan tidak dapat
mewakili jumlah sebenarnya mereka yang terinfeksi HIV, namun tren meningkatnya jumlah anak usia
sekolah dan remaja yang terinfeksi HIV menunjukkan pentingnya edukasi HIV dan AIDS komprehensif
bagi mereka bahkan sejak Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI).
Hasil survei kesehatan berbasis sekolah (Global School Based Health Survei atau GSHS) di
Indonesia tahun 2015 menunjukkan bahwa sebesar 41,8% laki-laki dan 4,1 perempuan pernah
merokok, 14,4% laki-laki dan 5,6% perempuan pernah mengkonsumsi minuman beralkohol, dan 2,6%
laki-laki dan 0,8% perempuan pernah mengkonsumsi narkoba (Badan Litbangkes). Survey tersebut
menunjukkan bahwa perilaku seksual pelajar SMP dan SMA semakin mengkhawatirkan, 6,9% laki-laki
dan 3,8% perempuan pernah melakukan hubungan seksual. Sementara itu, Pendidikan Keterampilan
Hidup Sehat yang diberikan di sekolah juga masih rendah, ditunjukkan data GSHS yaitu hanya
36,33% yang pernah diajarkan di kelas bagaimana mengatakan pada seseorang bahwa tidak ingin
melakukan hubungan intim seperti suami istri dengannya. Selain itu, hanya 54,08% responden yang
mengaku pernah diajarkan di kelas mengenai infeksi HIV atau AIDS pada anak SMP dan SMA serta
hanya 54,27% responden yang pernah diajarkan di kelas cara mencegah HIV atau AIDS.
Salah satu intervensi pada anak usia sekolah dan remaja adalah melalui sekolah. Upaya
peningkatan kesehatan di sekolah yang sudah dikenal cukup lama yaitu melalui Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS). Hal ini diperkuat melalui Peraturan Bersama 4 Menteri Tahun 2014 tentang
pembinaan dan pelaksanaan UKS melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
pembinaan lingkungan sehat (trias UKS). Namun sayangnya, kegiatan UKS belum dapat menjawab 8
isu kesehatan prioritas secara terintegrasi, bahkan pada beberapa daerah masih belum memiliki UKS.
B. Tujuan Kegiatan
B.1. Tujuan Umum
Terwujudnya model sekolah sehat sebagai penerapan trias UKS yang konkrit dan terintegrasi melalui
penguatan kelembagaan tim pembina UKS secara berjenjang.
C. Output Kegiatan
1. Terselenggaranya pembinaan UKS di sekolah pada kabupaten / kota terpilih oleh tim
pembina UKS secara berjenjang
2. Terwujudnya model sekolah sehat tingkat SD/MI, SMP/Mts, dan SMA/SMK/MA pada
kabupaten / kota terpilih
3. Tersedianya kajian model sekolah sehat dan rekomendasi hasil pendampingan:
a. Bentuk model sekolah sehat yang ideal dan mampu laksana
b. Pengaruh TP UKS terhadap kegiatan model sekolah sehat
c. Dampak kegiatan model sekolah sehat terhadap peningkatan kesehatan peserta didik
Berdasarkan 8 isu kesehatan prioritas remaja (kesehatan reproduksi dan seksual, HIV &
AIDS, gizi, penggunaan zat adiktif, kekerasan dan cedera, kesehatan mental, kebersihan diri
dan sanitasi, serta penyakit tidak menular), maka disusunlah kegiatan kegiatan secara
integrasi yaitu:
1. Penerapan Senyum, salam, sapa, sopan santun di lingkungan sekolah
2. Literasi materi kesehatan (Buku Rapor Kesehatanku, buku kesehatan lainnya)
3. Penerapan PHBS; Cuci tangan dan sikat gigi bersama
4. Sarapan bersama dengan gizi seimbang
5. Pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri (SMP & SMA), obat kecacingan (SD)
6. Penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala
Kegiatan kegiatan tersebut perlu dukungan lintas sektor, lintas program kesehatan, dan
masyarakat melalui tim pembina UKS secara berjenjang (Provinsi, Kabupaten/Kota, dan
Kecamatan). Terkait hal tersebut, pengembangan sekolah sehat ini perlu bersamaan dengan
penguatan kelembagaan UKS melalui akselerasi UKS. Analisis pelaksanaan UKS sangat
diperlukan dengan melibatkan semua lintas sektor khususnya analisis terkait dengan
manajemen, sarana prasarana, dan sumber daya manusia.
Selanjutnya, dilakukan 7 (tujuh) langkah strategis yang dilakukan oleh masing masing
kementerian dan jajarannya sesuai dengan perannya yaitu:
1. Memperkuat dasar hukum
2. Meningkatkan kemampuan peran, fungsi, dan tanggung jawab kelembagaan dan
kompetensi personil TP UKS dan Timlak UKS
3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga terlatih UKS
4. Meningkatkan peran kepala sekolah, guru, ortu, dan masyarakat sekitar sekolah
5. Memantapkan peran aktif peserta didik
6. Memperkuat kemitraan dan peran serta masyarakat
7. Memfasilitasi kearifan lokal (local wisdom)
E. Sasaran
1. Tim pembina UKS dari setiap unsur 4 Kementerian (kesehatan, pendidikan, agama,
dan pemerintah daerah) di tingkat Provinsi, Kabupaten / Kota, dan Kecamatan.
2. Sekolah tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA (masing masing minimal 1
sekolah setiap jenjang) di Kabupaten / Kota terpilih.
F. Pelaksanaan Kegiatan
Selama pelaksanaan pengembangan model sekolah sehat didampingi oleh Kementerian Kesehatan
yaitu Subdit Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja Direktorat Kesehatan Keluarga
G. Pembiayaan
Penyelenggaraan kegiatan Pengembangan Model Sekolah / Madrasah Sehat menggunakan dana
DIPA Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).