6.1 Hubungan antara Ploidi Ikan dengan Jumlah Nukleolus Maksimal
Hampir semua spesies pada setiap individunya mempunyai 2 perangkat kromosom (diploid) dan sebagian ada yang yang mengalami perubahan jumlah perangkat kromosomnya. Organisme yang mengalami perubahan jumlah kromosom menjadi lebih dari dua perangkat kromosom disebut dengan poliploid (Firdaus, 2002). Keadaan tersebut dapat terjadi salah satunya melalui poliploidisasi buatan dengan induksi kejutan panas. Dari analisis data tentang hubungan antara ploidi ikan dengan jumlah nukleolus maksimal menunjukkan r hitung = 1, lebih besar dari r 0,05. (n=36) 0,329 Hasil analisis ini memperlihatkan adanya hubungan yang nyata antara jumlah ploidi ikan dengan jumlah maksimal nukleolusnya. Dari data hasil pengamatan dapat terlihat bahwa pada ikan diploid ditemukan maksimal 2 nukleolus pada sel- selnya, pada ikan triploid ditemukan maksimal 3 nukleolus pada sel-selnya, dan pada ikan tetraploid ditemukan maksimal 4 nukleolus pada sel-selnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Carman, dkk., (1991) bahwa sel-sel ikan diploid memiliki 1 atau 2 nukleolus, sel-sel ikan triploid 1, 2, atau 3 nukleolus, dan sel-sel ikan tetraploid memiliki 1, 2, 3, atau 4 nukleolus. Torgad (1983) dalam Khalifah (1997) menyatakan bahwa pada setiap perangkat kromosom haploid mempunyai 1 nukleolus dan pada sepasang perangkat kromosom pada diploid normal memiliki 2 nukleolus. Carman, dkk (1991), menyatakan bahwa perbedaan jumlah nukleolus tersebut disebabkan adanya NOR (Nucleolar Organizer Region). NOR adalah pemampatan gen-gen yang mentranskripsi RNAr. Hal ini didukung oleh pernyataan Kimbal (1994) bahwa NOR merupakan daerah dimana terdapat gen- gen yang mengatur rRNA dan memberikan bentuk pada nukleolus. Daerah ini terletak pada daerah penyempitan kedua (secondary contriction) yang mengandung gen kode 18 S dan 28 S rRNA. Satu NOR mempunyai kemampuan untuk membentuk tidak lebih dari 1 nukleolus, sehingga sel diploid yang memiliki sepasang NOR akan memiliki kemampuan membentuk maksimal 2 nukleolus, sel triploid dengan 3 NOR akan membentuk maksimal 3 nukleolus, dan sel tetraploid dengan 2 pasang NOR akan membentuk maksimal 4 nukleolus. Hal ini didukung oleh pendapat Herman (1991) bahwa nukleolus dibentuk oleh suatu daerah kromosom yang mengalami kontriksi sekunder yang disebut NOR dan pada umumnya organisme haploid hanya memiliki 1 NOR, organisme diploid memiliki 2 NOR, organisme triploid memiliki 3 NOR, dan organisme tetraploid memiliki 4 NOR. Dalam keadaan haploid, sejumlah kromosom akan membentuk satu perangkat kromosom. Pada sel diploid, kromosom tersusun dalam dua perangkat kromosom. Pada sel triploid, kromosom tersusun dalam tiga perangkat kromosom, sedangkan pada sel tetraploid, kromosom tersusun dalam empat perangkat kromosom. Telah dijelaskan bahwa nukleolus dibentuk pada daerah kontriksi sekunder dalam kromosom (NOR). Tidak semua kromosom yang tersusun dalam seperangkat kromosom memiliki daerah kontriksi sekunder, hanya salah satu dari sekian kromosom yang didalamnya terdapat daerah kontriksi sekunder. Hal ini berkenaan dengan sel yang memiliki banyak kromosom agar dapat tersusun dalam keadaan diploid, diperlukan satu kromosom dengan daerah kontriksi sekunder (NOR) pada masing-masing perangkat kromosom. Untuk membentuk sel dengan tiga nukelolus didalamnya, diperlukan satu daerah kontriksi sekunder (NOR) pada setiap satu nukleolus, begitu pula untuk sel dengan empat buah nukleolus diperlukan empat NOR (Klug & Cummings, 1997). Sehingga sel haploid hanya memiliki 1 NOR, untuk membentuk sel diploid diperlukan 2 NOR, untuk membentuk sel triploid diperlukan 3 NOR, dan 4 NOR diperlukan untuk membentuk sel tetraploid. Pembentukan nukleolus yang mencakup ukuran dan jumlahnya berkaitan dengan status fisiologis sel, semakin banyak jumlah nukleolus pada sel maka semakin tinggi aktifitas fisiologisnya. Ikan-ikan poliploid seperti triploid dan tetraploid memiliki ukuran sel yang besar dan jumlah sel yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan ikan diploid, dikarenakan pembelahan sel yang terjadi di dalam tubuh ikan poliploid sangat tinggi dan hal ini diduga menyebabkan proses metabolisme di dalam tubuh ikan juga akan berjalan lebih cepat, sehingga sangat diperlukan jumlah atau kadar oksigen terlarut yang cukup besar. Padahal, apabila kemampuan banding oxygen ikan terlalu rendah, maka jumlah/kadar oksigen yang diserap jauh tidak seimbang dengan jumlah/kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk memperlancar proses metabolisme tubuhnya. Ditambah lagi dengan adanya persaingan antar individu untuk mengkonsumsi oksigen terlarut dalam air media pemeliharaan yang menyebabkan terbatasnya ketersediaan oksigen terlarut. Akibatnya, kemampuan ikan-ikan poliploid (triploid dan tetraploid) untuk bertahan hidup sangat rendah. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa jumlah maksimal nukleolus pada organisme bervariasi. Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data, pada ikan diploid, ikan triploid, dan ikan tetraploid menunjukkan hubungan yang sesuai antara jumlah nukleolus maksimal dan ploidinya.
6.2 Frekuensi Jumlah Nukleolus pada Setiap Ploidi Ikan
Berdasarkan analisis data dari hasil pengamatan tentang frekuensi jumlah nukleolus pada setiap ploidi ikan dapat ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi jumlah nukleolus pada ikan diploid, triploid, dan tetraploid. Setelah diadakan uji BNT, didapatkan hasil bahwa frekuensi jumlah nukleolus dari urutan tinggi menuju urutan rendah yaitu dari sel yang memiliki 1 nukleolus, sel dengan 2 nukleolus, sel dengan 3 nukleolus (pada ikan triploid), dan sel dengan 4 nukleolus (pada ikan tetraploid). Carman, dkk. (1992) dalam Mukti (2000) menjelaskan bahwa sel individu diploid memiliki 1 atau 2 nukleolus, setiap sel triploid memiliki 1, 2, atau 3 nukleolus, sedangkan pada sel tetraploid memiliki 1, 2, 3, atau 4 nukleolus. Dalam hal ini, variasi jumlah nukleolus disebabkan oleh NOR yang tidak membentuk nukleolus saat sel tidak begitu aktif mensintesis protein. Variasi jumlah nukleolus ini dapat dimengerti bahwa fungsi nukleolus adalah sebagai pembentuk ribosom dan hal ini berhubungan dengan aktifitas fisiologi setiap sel (Gardner, dkk., 1991). Selain itu variasi jumlah nukleolus disebabkan adanya aktivitas sel yang berkaitan dengan status sel tersebut. Nukleolus merupakan titik utama produksi RNA ribosom pada sel somatik setelah transkripsi DNA kromosom. Pada eukariot, transkripsi RNA ribosom mengambil tempat pada sebagian besar ulangan urutan DNA (100-1000 pasangan basa). Hal ini dinonaktifkan dari keadaan istirahat sehingga kromatin membentuk organisasi sebagai nukleolus. Setiap nukleus, didalamnya dapat berisi satu atau lebih nukleolus. Proporsi DNA dalam proses transkripsi adalah bervariasi. Pada sebagian besar sel, DNAr hanya sebagian kecil dari DNA keseluruhan. Dalam sel yang membutuhkan ribosom dalam jumlah yang banyak dan sintesis protein yang tinggi, proporsi DNA nukleolar dapat menjadi substansial. Dalam keadaan yang ekstrem, urutan DNA yang mengkode sintesis RNA ribosom direplikasi ribuan kali. Ketika nukleolus berasosiasi dengan deoksiribonuklease (DNase), sebagian besar nuklear dan nukleolar DNA dipindahkan, tetapi ruang urutan DNA ribosom disambungkan dengan matriks protein nukleolar. Gen ribosom dalam bentuk aktif mentranskripsi penggelembungan (loop) yang dipindahkan oleh nuklease, sekalipun daerah yang menghubungkan dengan matriks dilindungi oleh nuklease. Kerangka protein fibril dapat terlihat setelah rekasi enzimatik untuk memindahkan RNA (Herrmann, 1989). Keadaan diatas berkenaan dengan status sel. Sel dalam keadaan aktif mensintesis protein dibantu oleh ribosom melalui proses translasi. Polipeptida (protein) hasil translasi digunakan untuk proses biokimiawi di dalam sel. Sedangkan polipeptida hasil translasi pada ribosom bebas dikirim ke mitokondria sebagai enzim peroksisom, atau sebagai protein ribosom. Untuk memenuhi kebutuhan polipeptida saat digunakan dalam proses biokimiawi sel, jumlah ribosom semakin banyak seiring dengan meningkatnya kebutuhan polipeptida hasil translasi. Pada umumnya, sel memerlukan aktivitas sel untuk respirasi dan beberapa keperluan lain. Oleh karena itu, sel cukup memerlukan sejumlah ribosom untuk keperluannya dan disintesis pada satu nukleolus (Mailet dalam Firdaus, 2002).
6.3 Ketepatan Penggunaan Metode Penghitungan Jumlah Nukleolus Ikan
Mas (Cyprinus carpio L.) Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan. Kejutan panas merupakan teknik perlakuan fisik yang paling umum digunakan untuk menghasilkan poliploidi pada ikan. Jumlah nukleolus sering digunakan sebagai satu metode analisis ploidi secara tidak langsung. Metode penghitungan jumlah nukleolus merupakan metode yang mudah dan relatif murah serta mempunyai peluang yang besar untuk diterapkan pada berbagai spesies ikan. Karena itulah penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ketepatan metode penghitungan jumlah nukleolus dalam menentukan ploidi. Berdasarkan data dan analisis data yang dilakukan, terlihat hubungan yang jelas antara ploidi ikan dengan jumlah nukleolus maksimal. Nukleolus dapat terwarnai dengan AgNO3 berhubungan langsung dengan aktivitas transkripsi dan sintesis gen yang terdapat pada ribosom (Hubbel, 1985 dikutip oleh Jimenes, 1987 dalam Khalifah, 1997) sehingga terbentuk ikatan Ag protein nuclear. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa fenomena terwarnainya 1 atau 2 nukleolus pada sel diploid, 1, 2, atau 3 nukleolus pada sel triploid serta 1, 2, 3, atau 4 nukleolus pada sel tetraploid dapat terjadi karena sejumlah itulah nukleolus yang sedang melakukan sintesis.