F.1. UpayaPromosiKesehatandanPemberdayaanMasyarakat
Pembimbing:
dr. Kulmant ZA
DisusunOleh :
PUSKESMAS MEKARMUKTI
KAB BEKASI
2017
KodeKegiatan :
F.1. UpayaPromosiKesehatandanPemberdayaanMasyarakat
UpayaPromosiKesehatandanPemberdayaanMasyarakat
2. MateriKegiatan
1. Penyuluhanmengenaikusta
TujuanPenyuluhan
Memberikanpengetahuanpadamasyarakatdankaderdesa
wilayahdesa.
Waktudantempatkegiatan
MekarmuktibilamenemukantandadangejalaKusta.
Bekasi,Oktober2017
Penulis Pendamping
OLEH :
PENDAMPING :
dr. Kulmant ZA
Puskesmas Mekarmukti
Kabupaten Bekasi
2017
Penyuluhan Air Bersih dan Jamban Sehat
1) Latar Belakang
Hidup sehat adalah hal yang seharusnya diterapkan oleh setiap orang, mengingat
manfaat yang ditimbulkan akan sangat banyak, mulai dari konsentrasi kerja, kesehatan dan
sangatlah mudah serta murah, mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan
Setiap manusia yang hidup di dunia ini memerlukan lingkungan yang bersih dan
sehat agar dapat memberikan kenyamanan hidup. Oleh karena itu, manusia wajib peduli
terhadap lingkungan dengan cara menjaga, memelihara dan menciptakan lingkungan hidup
yang baik.
kemauan terhadap sesuatu yang dihadapi. Sedangkan lingkungan hidup merupakan wahana
Untuk mewujudkan sebuah bangsa yang lebih sehat, masyarakat diajak berkomitmen
untuk melakukan hidup sehat melalui perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku Hidup
Bersih Dan Sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan
suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, denga nmembuka jalur
(Advokasi),binasuasana(SocialSupport)danpemberdayaanmasyarakat
(Empowerment). Sehingga keluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri
Rumah Tangga merupakan unit terkecil dalam lingkungan. Perilaku hidup yang
bersih dan sehat selayaknya harus diterapkan dan ditanamkan kepada seluruh anggota
keluarga. Peranan keluarga dalam sebuah rumah memegang kunci utama untuk
meningkatkan kualitas kesehatan sejak dini. Karena jika keluargasehat, akan membentuk
masyarakat yang sehat pula. Untukitu, Sehat harus diawali dari dalam rumah sendiri.
Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang melakukan10 (sepuluh) PHBS di
Rumah Tangga yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi ASI ekslusif,
menimbang bayi dan balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah, makan buah dan sayur
setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, serta tidak merokok di dalam rumah. Pada
kesempatan ini Penyuluh hanya memberikan penyuluhan tentang menggunakan air bersih
2) TujuanKegiatan
1. TujuanUmum
Masyarakat kali ulu Desa simpangan, cikarang utara dapat mengetahui informasi
2. TujuanKhusus
a. Masyarakat dapat mengetahui apa itu air bersih dan jamban sehat.
a. Masyarakat dapat mengetahui syarat, manfaat, dan cara pengelolaan air bersih
b. Masyarakat dapat mengetahui syarat, manfaat, dan cara memelihara jamban
sehat
3) Sasaran
4) Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 Oktober 2017.Pematerinya adalah
Dokter Internsip PKM Mekarmukti. Kegiatan ini berupa pemberian penyuluhan mengenai
cara pengelolaan dan syarat air bersih dan jamban sehat dan melakukan review berupa
Indikator keberhasilan dari penyuluhan ini adalah terlaksananya kegiatan, hadirnya target
dan peningkatan pengetahuan peserta penyuluhan air bersih dan jamban sehat dengan alat
Peserta Pembimbing
OLEH :
PENDAMPING :
dr. Kulmant ZA
Puskesmas Mekarmukti
2017
PEMBERIAN DAN PENYULUHAN IMUNISASI BALITA
A. LATAR BELAKANG
Anak mendapat zat kekebalan dari ibunya baik yang dibawa sejak didalam
kandungan ataupun dari air susu ibu (ASI) tetapi tidak mencukupi untuk melindungi anak
dari berbagai penyakit infeksi dan menular. Oleh karena itu anak membutuhkan zat
kekebalan buatan agar anak terlindungi dari berbagai penyakit tersebut. Dan imunisasi adalah
suatu upaya pencegahan untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar
kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu sehingga walaupun nantinya orang tersebut
mendapat infeksi tidak akan meninggal atau menderita cacat. Anak yang diimunisasi akan
terhindar dari ancaman penyakit yang ganas dan menular tanpa bantuan pengobatan
(Markum, 1997).
Imunisasi merupakan salah satu program pemerintah untuk mencapai Indonesia Sehat
2010. Oleh karena itu, sekurang-kurangnya 70% dari penduduk suatu daerah harus mendapat
imunisasi dasar yang meliputi: BCG, Polio, Hepatitis B, Campak dan DPT. Namun di
Indonesia masih banyak ditemukan kasus penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan
imunisasi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan tentang imunisasi untuk
meningkatkan pemahaman keluarga tentang pentingnya imuisasi dasar pada balita agar
keluarga mau mengimunisasikan anaknya.
B. PERMASALAHAN
WHO (1991) melaporkan bahwa diperkirakan 1.7 juta bayi dan anak-anak meninggal
karena penyakit infeksi seperti, campak, difteri, pertusis, tetanus, dan TBC. Disamping itu
Indonesia di kelompokkan sebagai daerah endemik sedang sampai tinggi Hepatitis B di
dunia. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia tentang
imunisasi dan pentingnya imunisasi bagi bayi.
Warga masyarakat mekarmukti khususnya para ibu-ibu yang masih mempunyai
balita ternyata masih banyak diantara mereka yang kurang memahami arti pentingnya imunisasi
bagi anak mereka.Selain ketidaktahuan keluarga tentang pentingnya imunisasi untuk melindungi
anak-anaknya dari penyakit infeksi dan menular, banyak juga diantara mereka yang lebih
mementingkan pekerjaan misalnya bekerja di sawah daripada mengantarkan anak-anak mereka ke
posyandu atau tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi. Hal ini dimungkinkan
juga karena pendapatan rata-rata masyarakat yang masih tergolong rendah.
D. PELAKSANAAN
Kegiatan diawali dengan melakukan penimbangan berat badan dan tinggi badan terhadap
balita, kemudian mencatatnya ke dalam KMS. Setelah itu dilakukan pemberian imunisasi pada
para balita yang datang, imunisasi yang diberikan adalah imunisasi yang sesuai jadwal dari
masing-masing balita.
Kemudian acara dilanjutkan dengan pemberian penyuluhan. Kegiatan penyuluhan imunisasi
balita mengiringi rangkaian penyuluhan terkait lainnya, yaitu tentang ASI eksklusif dan gizi
balita/makanan pendamping ASI. Penjelasan mengenai imunisasi balita yang diinformasikan
antara lain meliputi:
1. Menjelaskan pengertian imunisasi / vaksinasi.
2. Menjelaskan tujuan imunisasi.
3. Menjelaskan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.
4. Menjelaskan jenis-jenis imunisasi.
5. Menjelaskan jadwal pemberian imunisasi.
6. Menjelaskan cara pemberian imunisasi.
7. Menjelaskan kapan imunisasi tidak boleh diberikan.
8. Menjelaskan keadaan yang timbul setelah imunisasi.
9. Menjelaskan tempat pelayanan imunisasi.
Acara kemudian ditutup dengan sesi pertanyaan dan diskusi.
OLEH :
PENDAMPING :
dr. Kulmant ZA
PuskesmasMekarmukti
Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi
2017
PENYULUHAN TENTANG GIZI SEIMBANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MEKARMUKTI
A. Latar Belakang
Menurut psikologi, dewasa adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia
belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir pada usia tigapuluhan tahun.
Ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan
bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab,
memulai keluarga, dan mengasuh anak anak.
Proses perubahan terjadi secara terus menerus dari bayi sampai menjadi tua. Oleh karena
itu, zat-zat gizi tetap diperlukan untuk menyelenggarakan fungsi- fungsi dasar, seperti
menyediakan energi, mengatur reaksi-reaksi dalam tubuh dan menyumbang struktur.
Zat gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi, mempunyai
nilai yang sangat penting (tergantung dari macam-macam bahan makanannya) untuk
memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari bagi para pekerja. Termasuk
dalam memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu penggantian sel-sel
yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh (dengan cara menjaga keseimbangan cairan
tubuh). Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan
menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang. Seseorang yang sehat tentunya
memiliki daya pikir dan daya kegiatan fisik sehari-hari yang cukup tinggi.
Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap, sesuai dengan standar
kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi. Penduduk yang miskin
tidak mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup.
B. Permasalahan Di Masyarakat
Status gizi pada dewasa sering menjadi hal yang tidak diperhatikan saat ini. Hal ini
dikarenakan banyaknya makanan yang tidak sehat yang dikonsumsi serta kurangnya melkukan
kegiatan fisik luar ruangan. Kemudahan dalam mendapatkan makanan membuat masyarakat
dewasa tidak memperhatikan makanan yang mereka makan. Makanan seperti fast food, makanan
kemasan atau kalengan, minuman kemasan dengan kandungan gula yang tinggi merupakan jenis
makanan yang sering dikonsumsi oleh orang dewasa. Keterbatasan waktu juga membuat mereka
memilih jenis makanan ini.
Banyak penyakit yang disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Diabetes melitus,
hipertensi, sindrom metabolik, penyakit jantung koroner merupakan beberapa penyakit yang
disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Pergeseran pola umur yang terserang penyakit ini
juga semakin mengkhawatirkan. Dahulu penyakit ini menyerang geriatri atau lanjut usia,
sekarang pola ini bergeser ke dewasa bahkan dewasa muda. Orsng dewasa berumur tigapuluhan
mulai terkena penyakit-penyakit ini. Kebiasaan makan junk food dan kurangnya olahraga
menjadi salah satu penyebabnya.
C. Pemilihan Intervensi
Cara dan strategi yang dapat dilakukan untuk menemukan dan mengatasi permasalahan
tersebut adalah diadakan penyuluhantentang status gizi dan gizis eimbang padaw ilayah kerja
Puskesmas MekarMukti dan melakukan kegiatan screening (penjaringan) berupa pemeriksaan
berat badan dan tinggi badan untuk mengetahui indeks masa tubuh agar dapat dilakukan deteksi
dini terhadap ada tidaknya masalah gizi yang dialami. Upaya deteksi dini ini diharapkan dapat
memberi data awal tentang permasalahan gizi yang dialami pasien di puskesmas Mekarmukti
untuk selanjutnya dilakukan intervensi dan penanganan baik pada masalah gizi kurang maupun
gizi lebih.
D. Pelaksanaan
Kegiataninidilaksanakan di Poli Umum Puskesmas Mekarmukti dan wilayah Kali Ulu
cikarang utara. Pasien yang berobat ke Poli Umum dilakukan pemeriksaan tinggi badan dan berat
badan secara acak untuk memenuhi sampel. Kemudian hasilnya dilihat untuk kemudian diolah
hasilnya menjadi perhitungan status gizi.
Standar (baku) rujukan CDC-NCHS 2000 ditetapkan sebagai pembanding dalam status gizi
dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat di Indonesia. Standar ini dipaparkan dalam
persentil dan ketentuan eid indeks dari BB/TB.
Hasil pengukuran status gizi berdasarkan eid indeks dapat digolongkan dalam persentase
malnutrisi berat (< 70%), malnutrisi sedang (≥ 70-80%), malnutrisi ringan (≥ 80-90%), gizi baik
(≥ 90-110%), overweight (≥ 110-120%), dan obesitas (≥ 120%).
E. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan pemeriksaan status gizi dilakukan satu hari sebelumnya dengan
melakukan briefing dan memberikan lembaran form TB dan BB yang dapat ditulis di
bagian pendataan pasien yang berobat.
2. Evaluasi Proses
Pelaksana kegiatan dilakukan satu kali oleh satu tim yang terdiri atas satu dokter,
perawat poli, dan satu pemegang program gizi. Kegiatan penjaringan dilakukan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan.
3. Evaluasi Hasil
a. Telah dilakukan pemeriksaan status gizi di Poli Umum dengan total pasien sebanyak
80 orang, dengan 38 anak laki-laki dan 42 anak perempuan.
b. Dari 80 pasien yang menjalani pemeriksaan status gizi didapatkan 60 orang
memiliki gizi baik, dan 3 orang mengalami malnutrisi ringan, 1 orang mengalami
malnutrisi sedang, 10 orang dengan overweight, dan 6 orang dengan obesitas.
c. Dibutuhkan intervensi lebih lanjut terhadap pasien yang mengalami malnutrisi ringan
hingga sedang. Penting memberikan pemahaman untuk meningkatkan asupan nutrisi
bagi yang mengalami malnutrisi demi tercapainya status gizi baik. Menjaga pola
makan dengan memperbanyak makanan yang mengandung karbohidrat dan protein
serta konsumsi buah dan sayur dapat diedukasikan bagi pasien
d. Intervensi lebih lanjut juga diberikan kepada pasien dengan overweight dan obesitas.
Menjelaskan kepada pasien tentang berbagai macam penyakit yang dapat
ditimbulkan karena gizi yang berlebih. Menjaga pola makan dengan mengurangi
konsumsi lemak serta gorengan, dan juga olah raga teratur bagi yang mengalami
overweigt dan obesitas.
e. Diharapkan dengan dilakukan edukasi masalah gizi kepada masyarakat, angka
kesakitan yang disebabkan karena masalah gizi dapat menurun sehingga dapat
menyelesaikan dan terhindar dari penyakit yang disebabkan karena masalah gizi
Peserta Pendamping
OLEH :
PENDAMPING :
dr. Kulmant ZA
PuskesmasMekarmukti
2018
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DIFTERI
I. LATAR BELAKANG
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Faktor lingkungan dan perilaku sangat
mempengaruhi derajat kesehatan. Yang termasuk faktor lingkungan adalah keadaan
pemukiman/perumahan, tempat kerja, sekolah, tempat umum, air, udara bersih, teknologi,
pendidikan, sosial, dan ekonomi. Sedangkan faktor perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari
seperti pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan.
Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia dengan tidak membedakan status social maupun
usia. Untuk mempertahankan kesehatan yang baik, masyarakat harus mencegah banyaknya
ancaman yang dapat mengganggu kesehatan.
Pembangunan kesehatan mempunyai visi “Indonesia sehat“, diantaranya dilaksanakan
melalui pelayanan kesehatan oleh puskesmas dan rumah sakit. Selama ini pemerintah telah
membangun puskesmas dan jaringannya di seluruh Indonesia rata-rata setiap kecamatan
mempunyai 2 puskesmas, setiap 3 desa mempunyai 1 puskesmas pembantu. Puskesmas telah
melaksanakan kegiatan dengan hasil yang nyata, status kesehatan masyarakat makin meningkat,
ditandai dengan makin menurunnya angka kematian bayi, ibu, makin meningkatnya status gizi
masyarakat dan umur harapan hidup (Kepmenkes, 2004).
Berdasarkan Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 mengatakan bahwa
pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata harus selalu ditingkatkan, serta dalam mewujudkan
visi Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan misi pembangunan itu yaitu dengan mengerakkan
aspek pembangunan nasional dibidang kesehatan masyarakat khususnya, mendorong masyarakat
betapa pentingnya hidup sehat, menjaga dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang memiliki
kualitas tinggi, merata dan dapat terjangkau serta dapat meningkatkan kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat serta lingkungan.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah
kecamatan. Puskesmas berperan di dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas
kepada masyarakat dengan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi segala harapan, keinginan,
dan kebutuhan serta mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat.
Puskesmas sebagai upaya pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat dan kegiatan yang dilakukan puskesmas, selain
dari intern sendiri tetapi juga perlu peran serta masyarakat dalam pengembangan kesehatan
terutama di lingkungan masyarakat yang sangat mendasar, sehingga pelayanan kesehatan dapat
lebih berkembang.
Salah satu upaya kesehatan wajib dalam puskesmas berupa upaya pengobatan dasar
yang ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur.
Kegiatan poli umum merupakan bagian dari pengobatan dasar, dimana pada poli ini dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis kepada setiap pasien yang datang memeriksakan dirinya di
puskesmas. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis ini dapat ditegakkan diagnosis pasien.
Selanjutnya dilakukan penilaian apakah pasien tersebut cukup menjalani rawat jalan, perlu dirawat
inap, atau bahkan memerlukan rujukan ke pelayanan rumah sakit.
Peserta Pendamping
Oleh :
PENDAMPING :
dr. Kulmant ZA
PuskesmasMekarmukti
2018
LAPORAN KEGIATANUPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
Topik :
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas MekarMukti.
LATAR Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC, adalah
BELAKANG
penyakit menular paru-paru yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan dari
penderita TB aktif yang batuk dan mengeluarkan titik-titik kecil air
liur dan terinhalasi oleh orang sehat yang tidak memiliki kekebalan
tubuh terhadap penyakit ini.
TB termasuk dalam 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di
dunia. Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2015, Indonesia
termasuk dalam 6 besar negara dengan kasus baru TB terbanyak.
Nama : Tn B.
Usia : 34 tahun
Anamnesis :
RPD : -
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 23 x / menit
Temp. : 36,3oC
Kepala dan Leher : Anemis (-), Icterus (-), Cyanosis (-), Dyspneu (-), Bull
Neck (-)
Thorax
Cor
Pulmo
P : Timpani
Abdomen
I : Flat simetris
leukosit : 14.000
LED
Diagnosis : Tb Paru on OAT
PERENCANAAN Intervensi yang diberikan yaitu secara farmakologis dan non farmakologis
DAN PEMILIHAN berupa edukasi
INTERVENSI
1. Istirahat dirumah
2. Menjelaskan komplikasi yang
Terapi Farmakologis :
FDC
Ambroxol 3x1
B Compleks 2x1
Program TB puskesmas
MONITORING DAN Setelah mendapat diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
EVALUASI dokter dapat memantau kondisi pasien dan efek obat yang diberikan pada
pasien. Serta menganjurkan pasien untuk melakukan kontrol begitu obat
habis
OLEH :
dr. Rizkyta Z
dr Devina adiyani
PENDAMPING :
dr. Kulmant ZA
PuskesmasMekarmukti
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik, maka banyak hal yang
perlu diperhatikan diantaranya adalah kesesuaian pelayanan dengan standar yang telah
ditetapkan pemerintah, yaitu berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No.
37 Tahun 2012.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Puskesmas
2.1.1. Definisi
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di
samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya
dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerja.3
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang
meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan
rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak
membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup
usia.3
Jarak terjauh ke Puskesmas yaitu 10 km dan jarak terdekat yaitu 1 km dengan waktu
tempuh terlama adalah 30 menit dan waktu tempuh tercepat 5 menit, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa seluruh desa di wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti relative terjangkau.
4.08
Universitas
10.14
Diploma
28.34
SMA / MA
18.12
SMP / Mts
17.29
SD / MI
13.23
TK / Belum Tamat SD
0 5 10 15 20 25 30
Visi Puskesmas Mekarmukti adalah “Puskesmas berstandar nasional yang melayani secara
profesional dddan santun”
1. Mengembangkan komtttensi SDM yang meliputi skill , knowledge dan attitude agar dapat
memberikan pelayanan yang profesional sehingga dapat mewujudkan dan memuaskan
masyarakat.
2. Memberikan pelayanan kesehatanyang bermutu baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
4. Mengembangkan PONED dan pelayanan rawat inap.
5. Melengkapi peralatan mdis sesuai standar nasional.
6. Mengembangkan gedung Puskesmas yang atraktif melalui perencanaan pengembangan dengan
desain interior dan eksterior yang menarik
7. Menjalin kemitraan dengan lintas sektoral dan pihak swasta.
Moto puskesmas : Kepuasaan anda kebahagiaan kami.
1. Kedisiplinan
2. Keterbukaan
3. Kerjasama
4. Berwawasan ke depan
5. Tanggung jawab
6. Profesionalisme
3. Puskesmas pembina.
Tahun 1969 National Health Service in Indonesia (kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan
UNICEF), dalam dokumen tersebut puskesmas dibagi dalam tiga type yaitu:
Pada awalnya puskesmas hanya memiliki 12 usaha pokok kesehatan, dan sekarang meningkat
menjadi 20 usaha kesehatan terdiri dari4:
15) Upaya Pencatatan dan Pelaporan Dalam Rangka Sistem Informasi Kesehatan.
16) Upaya Kesehatan Usia Lanjut.
1) Asas pertanggung-jawaban wilayah. Artinya puskesmas harus bertanggung jawab atas semua
masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerja.
2) Asas peran serta masyarakat. Artinya berupaya melibatkan masyarakat dalam
menyelenggarakan program kerja tersebut.
3) Asas keterpaduan. Artinya berupaya memadukan kegiatan tersebut bukan saja dengan
program kesehatan lain (lintas program), tetapi juga dengan program dari sektor lain (lintas
sektoral).
4) Asas rujukan. Artinya jika tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus
merujuknya ke sarana yang lebih mampu. Untuk pelayanan kedokteran jalur rujuknya adalah
rumah sakit, sedangkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat jalur rujuknya adalah kantor
kesehatan.
2.2. TB Paru
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit bakterial kronis yang disebabkan infeksi Kompleks
Mikobakterium tuberkulosis yang terdiri atas Mikobakterium tuberkulosis (MTB),
Mikobakterium bovis dan Mikobakterium afrikanum. Ketiga spesies ini menghasilkan spektrum
penyakit yang secara klinis mirip, meski M. bovis predileksinya pada penyebaran
ekstrapulmoner ke tulang dan secara intrinsik resisten pirazinamid. M. tuberkulosis adalah
anggota kompleks yang paling penting dan dilaporkan pada 95% TB manusia. Faktor-faktor
patogenitas kuman ini terdiri dari daya invasi, adanya antigen permukaan, endotoksin, dan
enterotoksin1
Tahap awal penemuan pasien TB paru dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala
batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih yang merupakan gejala utama pasien TB paru. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan.1,2
Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia
saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.1
Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus
ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud
adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan, dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara
bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan
hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai. Pada
sarana terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika
spektrum luas (non OAT dan non kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis, dengan pemeriksaan foto toraks saja, atau dengan
pemeriksaan uji tuberkulin.1
Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, terduga
pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu). Uji dahak SPS dilakukan dalam 2
hari kunjungan yang berurutan. Dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung
pertama kali ke fasyankes (Sewaktu). Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua. Dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur (Pagi). Pot dibawa dan diserahkan sendiri pada petugas di fasyankes. Dahak ditampung di
fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi (Sewaktu).1
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International Union Againts
Tuberkulosis and Lung Disease):2
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan
(Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa), koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 8
minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif.2
Penegakan diagnosis secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis, berupa riwayat gejala
seperti diatas, disertai hasil pemeriksaan fisis dengan temuan kelainan tergantung dari organ yang terlibat.
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada
perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.2
Pada pemeriksaan penunjang yang berupa pemeriksaan radiologis, pemeriksaan standar ialah foto
toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberikan gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :2
− Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior
lobus bawah
− Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
− Bayangan bercak milier
− Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :2
− Fibrotik
− Kalsifikasi
− Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed lung) :2
– Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut
– Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses penyakit
Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa adalah sebagai berikut :1
2.2.2 Definisi Pasien TB
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis adalah seorang pasien TB yang
dikelompokkan berdasarkan hasil pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis
langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya :
GeneXpert). Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah :1
1. Pasien TB Paru BTA positif
2. Pasien TB Paru hasil biakan M.tb positif
3. Pasien TB Paru hasil tes cepat M.tb positif
4. Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes
cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
5. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah :1
1. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
2. Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan histopatologis tanpa
konfirmasi bakteriologis.
3. TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring.
1. TB Paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya
lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstraparu. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga TB ekstraparu, diklasifikasikan
sebagai pasien TB paru.
2. TB Ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,
kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstraparu harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.
– Pasien kambuh
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau
karena reinfeksi).
– Lain-lain
Pasien TB yang pernah diobati, namun hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
1. Mono Resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
2. Poli Resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
3. Multi Drug Resistan (TB MDR) : resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan.
4. Extensive Drug Resistan (TB XDR) : adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
(Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
5. Resistan Rifampisin (TB RR) : resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap
OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB
yang adekuat harus memenuhi prinsip :1
– Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat
untuk mencegah terjadinya resistensi.
– Diberikan dalam dosis yang tepat.
– Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) sampai
selesai pengobatan.
– Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan
untuk mencegah kekambuhan.
2.2.4.2 Tahap pengobatan pasien TB
Tahapan pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud :1
– Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum
pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan
selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
– Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-
sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa adalah sebagai berikut :1
Dosis
OAT
Harian 3 x / minggu
Kisaran
Kisaran dosis Maksimum Maksimum/
dosis (mg /
(mg / kg BB) (mg) hari (mg)
kg BB)
Catatan :
Pemberian Streptomisin untuk pasien yang berumur > 60 tahun atau pasien dengan berat badan < 50 kg
mungkin tidak dapat mentoleransi dosis > 500 mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan
dosis menjadi 10 mg/ kg BB/ hari.
OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR diuraikan dalam tabel berikut :
Golongan 1 : OAT
Lini Pertama Oral
Golongan 2 : OAT
Suntikan
Kanamycin (Km)
Bakterisidal
Km, Am, Cm memberikan efek samping
Amikacin (Am)
Bakterisidal yang serupa seperti pada penggunaan
Capreomycin (Cm) Streptomisin
Bakterisidal
Golongan 3 :
Fluorokuinolon
Levofloksasin (Lfx)
Bakterisidal Mual, muntah, sakit kepala, pusing, sulit
tidur, ruptur tendon (jarang)
Golongan 4 : OAT
Lini Kedua Oral
Para-aminosalicylic Bakteriostatik
acid (PAS)
Gangguan gastrointestinal, gangguan
fungsi hati dan pembekuan darah
(jarang), hipotiroidisme yang reversible
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) adalah :1
− Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
− Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
− Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-
2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS,
serta OAT lini-1, yaitu Pirazinamid dan Etambutol.
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paduan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.1
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:1
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi
efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan risiko terjadinya resistensi obat ganda dan
mengurangi kesalahan penulisan resep.
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan
dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT
sebelumnya.1
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu selama 16
Berat Badan tiap hari selama 56 hari
minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan
ulang):
• Pasien kambuh
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu
Berat tiap hari
RH (150/150) +
Badan RHZE (150/75/400/275) + S
E(400)
Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3 adalah sebagai berikut :1
Etambutol Jum
Tablet Kaplet Tablet
Strep lah
La
Tahap Isonia Rifam Pirazin Tablet Tablet tomi hari/k
ma
Pengob sid pisin amid @ @ sin ali
Pengo
atan injek menel
bat an @ 300 @ 450 @ 500 250 400
si an
mgr mgr mgr mgr mgr
obat
Tahap 1 1 3 3 - 0,75 56
2
gr
Awal bulan
-
(dosis 1 1 1 3 3 - 38
bulan
harian)
Tahap
Lanjuta
n
5
(dosis 2 1 - 1 2 - 60
bulan
3x
semingg
u)
Catatan:
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml
sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan apabila terjadi
perubahan berat badan.
• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan
kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat
tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan
pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak(sewaktu dan
pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahaktersebut negatif. Bila salah satu
contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Hasil
dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai pengobatanharus dicatat. Pemeriksaan
ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu caraterpenting untuk menilai hasil kemajuan
pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah
masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap
lanjutan(tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA
positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif,
pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak
kembali pada akhir pengobatan.1
Tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan hasil
pengobatan:1
• Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis pengobatan tahap lanjutan
• Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)
• Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur. Apabila tidak teratur, diskusikan dengan pasien
tentang pentingnya berobat teratur.
• Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan). Lakukan pemeriksaan ulang
dahak kembali setelah pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak
ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat.
• Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan pengobatan dan diperiksa
ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5).
Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 2) :
• Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur. Apabila tidak teratur, diskusikan dengan pasien
tentang pentingnya berobat teratur.
• Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
• Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB
MDR, segera diberikan dosis OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa
ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5).
• Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil pemeriksaan ulang dahak
hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan.
• Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan dinyatakan gagal dan pasien
dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR .
• Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
• Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1), pengobatan dinyatakan
gagal. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk
ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT kategori 2 dari awal.
• Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 2),
pengobatan dinyatakan gagal. Harus diupayakan semaksimal mungkin agar bisa dilakukan
pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR. Apabila oleh karena suatu
sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR,
berikan penjelasan, pengetahuan dan selalu dipantau kepatuhannya terhadap upaya PPI (Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi).
− Lacak pasien
− Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
− Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan :
Tindakan 1 Tindakan 2
− Kategori 1 :
Bila 1 atau lebih Lakukan
hasil BTA (+) pemeriksaan
tes cepat, dan
Lama pengobatan mulai kategori
sebelumnya lebih 2
sama dengan 5
− Kategori 2 :
bulan
pemeriksaan
tes cepat /
rujuk ke RS
pusat rujukan
TB MDR
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (loss to follow-up) :
Hasil Definisi
Pengobatan
sebelumnya.
Berobat (loss pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
to follow-up)
A .TB Milier
Rawat inap
Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi pengobatan ,
maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang sampai dengan 7bulan 2RHZE/ 7 RH
Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan:
- Tanda / gejala meningitis
- Sesak napas
- Tanda / gejala toksik
- Demam tinggi
Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan
5-10 mg setiap 5-7 hari, lama pemberian 4 - 6 minggu.
Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuaikeadaan penderita dan berikan kortikosteroid.
Dosis steroid : prednison 30-40 mg/hari, diturunkan 5-10 mg Setiap 5-7 hari, pemberian selama 3-4
minggu.
Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM. Ulangan evakuasi cairan bila
diperlukan
C. TB Ekstra Paru
Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk TB tulang, TB sendi
dan TB kelenjar, meningitis pada bayi dan anak lama pengobatan 12 bulan. Pada TB diluar paru lebih
sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan untuk :
D. TB Paru dengan DM
• Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata; sedangkan penderita
DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
• Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin akan mengurangiefektiviti obat oral anti diabetes (sulfonil
urea), sehinggadosisnya perlu ditingkatkan
• Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai,untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi
kekambuhan
• Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATSyaitu: 2 RHZE/RH diberikan sampai 6-9
bulan setelah konversi dahak
• Menurut WHO paduan obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS.
• Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit.
• Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (mis INH, rifampisin) karena
mengakibatkan toksikyang serius pada hati
• OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek samping streptomisin pada gangguan
pendengaran janin(Eropa)
• Di Amerika OAT tetap diberikan kecuali streptomisin dan pirazinamid untuk wanita hamil
• Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walaupun beberapa OAT
dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi
• Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan OAT
dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan
• Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin dianjurkan untuk tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti
obat kontrasepsi hormonal berkurang.
• Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi
etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan pengawasan
kreatinin
• Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, Kreatnin)
• Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan
• Pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis akutnya
mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3
bulansampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
• Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obatobat hepatotoksik (drug induced hepatitis)
• Penatalaksanaan
- Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala / mual, muntah [+])→ OAT Stop
SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (-) → teruskan pengobatan, dengan pengawasan
• Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal kembali (bilirubin,
SGOT,SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama
itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinik dan laboratorium
normal , tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan).
Sehingga paduan obat menjadi RHES
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami efek samping OAT
yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek samping yang merugikan atau berat.
Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk memantau kondisi klinis pasien
selama masa pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera diketahui dan ditatalaksana secara
tepat. Pemeriksaan laboratorium secara rutin tidak diperlukan.1
Petugas kesehatan dapat memantau terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan kepada pasien
untuk mengenal keluhan dan gejala umum efek samping serta menganjurkan mereka segera melaporkan
kondisinya kepada petugas kesehatan. Selain daripada hal tersebut, petugas kesehatan harus selalu
melakukan pemeriksaan dan aktif menanyakan keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasyankes
untuk mengambil obat.1
Efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat pada kartu
pengobatannya. Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan sebaiknya tetap
melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara mengatasinya atau pengobatan tambahan untuk
menghilangkan keluhannya.
Apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus dihentikan sementara dan pasien
dirujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan guna penatalaksanaan lebih lanjut. Pasien yang mengalami
efek samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit.1
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan keluhan dan gejala.
Bingung, mual muntah Semua jenis Semua OAT dihentikan, segera lakukan
OAT pemeriksaan fungsi hati.
(dicurigai terjadi
gangguan fungsi hati
apabia disertai ikterus)
• Setelah reaksi dapat diatasi, OAT diberikan kembali secara bertahap satu persatu dimulai dengan
OAT yang kecil kemungkinannya dapat menimbulkan reaksi (H atau R) pada dosis rendah misal 50
mg Isoniazid.
• Dosis OAT tersebut ditingkatkan secara bertahap dalam waktu 3 hari. Apabila tidak timbul reaksi,
prosedur ini dilakukan kembali dengan menambahkan 1 macam OAT lagi.
• Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu, menunjukkan bahwa OAT yang diberikan
tersebut adalah penyebab terjadinya reaksi pada kulit tersebut.
• Apabila telah diketahui OAT penyebab reaksi dikulit tersebut, pengobatan dapat dilanjutkan tanpa
OAT penyebab tersebut.
** Penatalaksanaan pasien dengan ”drugs induced hepatitis” (Drug Induced Liver Injury/DILI)
Drugs induced hepatitis (Drug Induced Liver Injury/DILI) adalah keluhan gangguan fungsi hati
karena pemberian obat. OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H, R dan
Z. Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti gangguan fungsi hati.
Penting untuk memastikan kemungkinan adanya faktor penyebab lain sebelum menyatakan gangguan
fungsi hati yang terjadi disebabkan oleh karena paduan OAT.1
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa
pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :
- Batuk darah
- Pneumotoraks
- Luluh paru
- Gagal napas
- Gagal jantung
- Efusi pleura
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 PEMBAHASAN
1 Pasir Gombong 23 26 27
2 Simpangan 10 14 23
3 Tanjung Sari 9 12 14
4 Mekarmukti 18 24 11
5 Wangun Harja 3 3 6
6 Harja Mekar 4 4 4
Jumlah 57 83 85
Harja Mekar
Wangun Harja
Mekarmukti
2016
2015
Tanjung Sari
2014
Simpangan
Pasir Gombong
0 5 10 15 20 25 30
Berdasarkan data dari rekapan kunjungan pasien Tb selama tiga triwulan tahun 2017 didapatkan data
sebagai berikut
Ds. WangunHarja 1
Ds. Cibatu 1
Triwulan I
Triwulan III
Ds. Mekarmukti 6 3 9 18
Ds. Simpangan 6 2 7 15
Ds. Cibatu 1 1
29 15 35
Cibatu
Pasir Sari
Wangun Harja
Harja Mekar
Simpangan
Pasir Gombong
Mekarmukti
Tanjung Sari
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dari data yang diperleh dapat disimpulkan kasus Tb di wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti
setiap tahunnya tetap ada dan tidak mengalami penurunan yang signifikan, oleh sebab itu kami
mengadakan survey mengenai factor- factor apa sajakah yang menjadi penyebab tetap tingginya kasus Tb
wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti.
B. Faktor – faktor penyebab tingginya angka TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti
1. Pendidikan
4.08
Universitas
10.14
Diploma
28.34
SMA / MA
18.12
SMP / Mts
17.29
SD / MI
13.23
TK / Belum Tamat SD
0 5 10 15 20 25 30
2. Lingkungan
Menurut Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kabupaten
Bekasi menjelaskan Cikarang Utara ( Wilayah kerja PKM Mekarmukti ) masuk dalam daftar 7
kecamatan yang kumuh yang mana diantaranya adalah kecamatan Cikarang Pusat, Cikarang
Selatan, Cikarang Barat, Babelan, Tambun utara, dan Tambun selatan.
Disebut kumuh, karena system Drainase dan jalan lingkungannya tidak tertata dengan
baik, sehingga tidak tertata dengan baik
Gambar diatas adalah ketika Tim dokter Internsip PKM Mekarmukti melakukan
kunjungan kesalah satu pasien program pengobatan TB paru.
Akses jalan yang sempit serta rumah warga itu juga banyak yang semi permanen dan
terbuat dari bilik serta jalan yang sempit, sehingga jauh dari standar kelayakan .
Rendahnya kualitas lingkungan itu bisa mengganggu kesehatan warga setempat.
Minimnya ventilasi pada rumah warga di wilayah simpangan adalah salah satu faktor
penyebab tingginya angka Tb paru pada wilayah kerja PKM Mekarmukti
3. Kesadaran masyarakat
Pada umumnya kegiatan MCK di wilayah kali ulu,cikarang utara dilakukan di sungai
yang berada dekat rumah mereka,sungai tersebut boleh dikatakan jauh dari kata layak
dikarenakan sangat kotor dan berbau tidak sedap.
4. Pekerjaan
Mayoritas mata pencaharian kepala keluarga diwilayah kerja PKM Mekarmukti sebagian
besar adalah buruh pabrik, pekerja serabutan dan buruh tani.
Gambar diatas menunjukan Penderita Tb pada wilayah Simpangan dan Kali ulu
bermata pencaharian sebagai buruh pada pabrik dan mengolah limbah dari pabrik pada
wilayah cikarang dan mereka minim pemahaman tentang APD ( alat pelindung diri ) agar
tidak terpapar polusi / asap / zat dari limbah yang mereka olah.
BAB IV
KESIMPULAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit bakterial kronis yang disebabkan infeksi Kompleks
Mikobakterium tuberkulosis yang terdiri atas Mikobakterium tuberkulosis (MTB),
Mikobakterium bovis dan Mikobakterium afrikanum.
Pada Penelitian diatas penulis menyimpulkan ada keterkaitan antara faktor-faktor penyebab
dengan tingginya angka Tb paru pada wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti.Faktor-faktor
penyebab dalam tingginya kasus Tb paru dalam wilayah adalah diantaranya :
Pendidikan
Lingkungan
Kesadaran Masyarakat
Pekerjaan