Anda di halaman 1dari 83

LaporanKegiatanPelayananKesehatanMasyarakat Primer (PKMP) dan

Usaha KesehatanMasyarakat (UKM)

F.1. UpayaPromosiKesehatandanPemberdayaanMasyarakat

Pembimbing:

dr. Kulmant ZA

DisusunOleh :

dr. Aris Hermawanto

PUSKESMAS MEKARMUKTI

KAB BEKASI
2017
KodeKegiatan :

F.1. UpayaPromosiKesehatandanPemberdayaanMasyarakat

URAIAN KEGIATAN 1. JenisKegiatan

UpayaPromosiKesehatandanPemberdayaanMasyarakat

2. MateriKegiatan

1. Penyuluhanmengenaikusta

TujuanPenyuluhan

Memberikanpengetahuanpadamasyarakatdankaderdesa

wangunharja agar bisa mengenaligejalapenyakitkusta.


Gambar.1. Penyuluhanmengenaikusta
Gambar.2. KunjunganHomeCarePasien Kusta

PELAKSANAAN Kegiataninidilaksanakan di balaiDesaWangunharja,


(Waktu, tempat,
danrangkaiankegiatan). dengansasarankader yangmengikutikegiatanpromkes di

wilayahdesa.

Waktudantempatkegiatan

Dilaksanakanpadaharijumattanggal 27 Oktober 2017 dibalai

Desadan homecare rumahwarga


Upayadilakukanpenyuluhanini agar
MONITORING DAN
EVALUASI penderitakustadapatdimonitoringdandilaporkankePuskesmas

MekarmuktibilamenemukantandadangejalaKusta.

Bekasi,Oktober2017

Penulis Pendamping

dr. Aris Hermawanto dr. Kulmantz ZA


LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP
Upaya Kesehatan Lingkungan
Penyuluhan Air Bersih dan Jamban sehat

OLEH :

dr. Aris Hermawanto

PENDAMPING :

dr. Kulmant ZA

Puskesmas Mekarmukti

Kabupaten Bekasi
2017
Penyuluhan Air Bersih dan Jamban Sehat

1) Latar Belakang

Hidup sehat adalah hal yang seharusnya diterapkan oleh setiap orang, mengingat

manfaat yang ditimbulkan akan sangat banyak, mulai dari konsentrasi kerja, kesehatan dan

kecerdasan anak sampai dengan keharmonisan keluarga. Menciptakan hidup sehatpun

sangatlah mudah serta murah, mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan

apabila mengalami gangguan kesehatan cukup mahal.

Setiap manusia yang hidup di dunia ini memerlukan lingkungan yang bersih dan

sehat agar dapat memberikan kenyamanan hidup. Oleh karena itu, manusia wajib peduli

terhadap lingkungan dengan cara menjaga, memelihara dan menciptakan lingkungan hidup

yang baik.

Perilaku merupakan wujud tindakan seseorang berdasarkan pemahaman dan

kemauan terhadap sesuatu yang dihadapi. Sedangkan lingkungan hidup merupakan wahana

dimana mahluk dapat bertahan dan berkembangbiak.

Untuk mewujudkan sebuah bangsa yang lebih sehat, masyarakat diajak berkomitmen

untuk melakukan hidup sehat melalui perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku Hidup

Bersih Dan Sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan

suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, denga nmembuka jalur

komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan

(Advokasi),binasuasana(SocialSupport)danpemberdayaanmasyarakat

(Empowerment). Sehingga keluarga dan masyarakat itu dapat menolong dirinya sendiri

dan berperanaktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Dengan demikian


masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnyasendiri, terutama dalam tatanan

masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga,

memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Rumah Tangga merupakan unit terkecil dalam lingkungan. Perilaku hidup yang

bersih dan sehat selayaknya harus diterapkan dan ditanamkan kepada seluruh anggota

keluarga. Peranan keluarga dalam sebuah rumah memegang kunci utama untuk

meningkatkan kualitas kesehatan sejak dini. Karena jika keluargasehat, akan membentuk

masyarakat yang sehat pula. Untukitu, Sehat harus diawali dari dalam rumah sendiri.

Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang melakukan10 (sepuluh) PHBS di

Rumah Tangga yaitu persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi ASI ekslusif,

menimbang bayi dan balita, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan

sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah, makan buah dan sayur

setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, serta tidak merokok di dalam rumah. Pada

kesempatan ini Penyuluh hanya memberikan penyuluhan tentang menggunakan air bersih

dan jamban sehat dalam rumah.

2) TujuanKegiatan

1. TujuanUmum

Masyarakat kali ulu Desa simpangan, cikarang utara dapat mengetahui informasi

mengenai air bersih dan jamban sehat.

2. TujuanKhusus

a. Masyarakat dapat mengetahui apa itu air bersih dan jamban sehat.

a. Masyarakat dapat mengetahui syarat, manfaat, dan cara pengelolaan air bersih
b. Masyarakat dapat mengetahui syarat, manfaat, dan cara memelihara jamban

sehat

3) Sasaran

Warga Kali Ulu Desa Simpangan ,Kecamatan Cikarang Utara, KabupatenBekasi.

4) Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 11 Oktober 2017.Pematerinya adalah

Dokter Internsip PKM Mekarmukti. Kegiatan ini berupa pemberian penyuluhan mengenai

cara pengelolaan dan syarat air bersih dan jamban sehat dan melakukan review berupa

Tanya jawab kepada peserta kegiatan.

5) Hasil Pelaksanaan Kegiatan

Indikator keberhasilan dari penyuluhan ini adalah terlaksananya kegiatan, hadirnya target

dan peningkatan pengetahuan peserta penyuluhan air bersih dan jamban sehat dengan alat

ukur tanya – jawab antara penyuluh dan masyarakat.

Bekasi, Oktober 2017

Peserta Pembimbing

dr. Aris Hermawanto dr. Kulmant ZA


Lampiran :
LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (F.3)

Pemberian dan Penyuluhan Imunisasi Balita

OLEH :

dr. Aris hermawanto

PENDAMPING :

dr. Kulmant ZA

Puskesmas Mekarmukti

Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi

2017
PEMBERIAN DAN PENYULUHAN IMUNISASI BALITA

A. LATAR BELAKANG
Anak mendapat zat kekebalan dari ibunya baik yang dibawa sejak didalam
kandungan ataupun dari air susu ibu (ASI) tetapi tidak mencukupi untuk melindungi anak
dari berbagai penyakit infeksi dan menular. Oleh karena itu anak membutuhkan zat
kekebalan buatan agar anak terlindungi dari berbagai penyakit tersebut. Dan imunisasi adalah
suatu upaya pencegahan untuk melindungi seseorang terhadap penyakit menular tertentu agar
kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu sehingga walaupun nantinya orang tersebut
mendapat infeksi tidak akan meninggal atau menderita cacat. Anak yang diimunisasi akan
terhindar dari ancaman penyakit yang ganas dan menular tanpa bantuan pengobatan
(Markum, 1997).
Imunisasi merupakan salah satu program pemerintah untuk mencapai Indonesia Sehat
2010. Oleh karena itu, sekurang-kurangnya 70% dari penduduk suatu daerah harus mendapat
imunisasi dasar yang meliputi: BCG, Polio, Hepatitis B, Campak dan DPT. Namun di
Indonesia masih banyak ditemukan kasus penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan
imunisasi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan kesehatan tentang imunisasi untuk
meningkatkan pemahaman keluarga tentang pentingnya imuisasi dasar pada balita agar
keluarga mau mengimunisasikan anaknya.

B. PERMASALAHAN
WHO (1991) melaporkan bahwa diperkirakan 1.7 juta bayi dan anak-anak meninggal
karena penyakit infeksi seperti, campak, difteri, pertusis, tetanus, dan TBC. Disamping itu
Indonesia di kelompokkan sebagai daerah endemik sedang sampai tinggi Hepatitis B di
dunia. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia tentang
imunisasi dan pentingnya imunisasi bagi bayi.
Warga masyarakat mekarmukti khususnya para ibu-ibu yang masih mempunyai
balita ternyata masih banyak diantara mereka yang kurang memahami arti pentingnya imunisasi
bagi anak mereka.Selain ketidaktahuan keluarga tentang pentingnya imunisasi untuk melindungi
anak-anaknya dari penyakit infeksi dan menular, banyak juga diantara mereka yang lebih
mementingkan pekerjaan misalnya bekerja di sawah daripada mengantarkan anak-anak mereka ke
posyandu atau tempat pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi. Hal ini dimungkinkan
juga karena pendapatan rata-rata masyarakat yang masih tergolong rendah.

C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya kesehatan anak dalam hal ini
pemberian imunisasi adalah dengan mengadakan pemberian imunisasi dasar lengkap di
posyandu-posyandu dan sekolah-sekolah. Puskesmas mekarmukti mempunyai posyandu
yang sudah berjalan dengan baik selama ini, hampir semua ibu yang mepunyai balita
membawa anak mereka ke posyandu untuk imunisasi dll, meskipun masih ada juga beberapa
diantaranya yang tidak dengan alasan keterbatasan waktu dan kurangnya sarana transportasi.
Banyak juga diantara mereka yang ke posyandu untuk imunisasi namun tidak sesuai jadwal.
Sehingga perlu dilakukan suatu intervensi terhadap para ibu mengenai hal tersebut. Dipilih
metode penyuluhan yang dilakukan secara bersamaan dengan posyandu untuk memanfaatkan
waktu yang tersedia agar lebih efektif. Intervensi menggunakan alat bantu berupa powerpoint
dan leaflet bergambar, serta diskusi terbuka, agar para peserta dapat dengan mudah
memahami materi yang disampaikan.
Target penyuluhan adalah para ibu yang memiliki balita posyandu di wilayah kerja
puskesmas mekarmukti.

D. PELAKSANAAN
Kegiatan diawali dengan melakukan penimbangan berat badan dan tinggi badan terhadap
balita, kemudian mencatatnya ke dalam KMS. Setelah itu dilakukan pemberian imunisasi pada
para balita yang datang, imunisasi yang diberikan adalah imunisasi yang sesuai jadwal dari
masing-masing balita.
Kemudian acara dilanjutkan dengan pemberian penyuluhan. Kegiatan penyuluhan imunisasi
balita mengiringi rangkaian penyuluhan terkait lainnya, yaitu tentang ASI eksklusif dan gizi
balita/makanan pendamping ASI. Penjelasan mengenai imunisasi balita yang diinformasikan
antara lain meliputi:
1. Menjelaskan pengertian imunisasi / vaksinasi.
2. Menjelaskan tujuan imunisasi.
3. Menjelaskan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi.
4. Menjelaskan jenis-jenis imunisasi.
5. Menjelaskan jadwal pemberian imunisasi.
6. Menjelaskan cara pemberian imunisasi.
7. Menjelaskan kapan imunisasi tidak boleh diberikan.
8. Menjelaskan keadaan yang timbul setelah imunisasi.
9. Menjelaskan tempat pelayanan imunisasi.
Acara kemudian ditutup dengan sesi pertanyaan dan diskusi.

E. MONITORING DAN EVALUASI

Secara keseluruhan, upaya pemberian imunisasi balita di posyandu berjalan dengan


lancar dan baik. Semua balita yang datang untuk imunisasi diberikan imunisasi kecuali bagi
balita yang tidak sesuai jadwal (usianya belum sesuai dengan jadwal pemberian).
Sementara itu, untuk kegiatan penyuluhan, mayoritas para ibu mengikuti penyuluhan
sampai selesai. Karena penyuluhan sendiri dilakukan setelah pemberian imunisasi selesai.
Penyuluhan dilakukan dengan metode diskusi agar lebih akrab dan memudahkan peserta
yang hadir untuk memahami materi. Respons peserta cukup baik yang ditunjukkan dengan
memperhatikan, memberi tanggapan, dan mengajukan pertanyaan. Di posyandu Puskesmas
mekarmukti berjalan dengan lancar dan tertib, hal ini juga karena dukungan dari para kader
aktif. Selain itu, saat penyuluhan, sangat terbantu karena tersedia soundsystem yang
memudahkan pembicara menyampaikan materi secara efektif.
Namun terdapat juga beberapa kendala. Diantaranya ketersediaan tempat yang
terbatas. Selain itu, terdapat pula beberapa ibu-ibu yang perhatiannya terhadap penyuluhan
menjadi terganggu karena anak balitanya menangis atau terlalu aktif.
Untuk perkembangan ke depan diharapkan para balita di wilayah Puskesmas Bajeng
menjalani imunisasi lengkap sesuai jadwal, sehingga terbebas dari penyakit-penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, dan dibutuhkan peran serta aktif dari para kader supaya
kegiatan posyandu berjalan lancar.
Bekasi, Oktober 2017

Peserta , Dokter Pendamping

dr. Aris hermawantodr. Kulmant ZA


LAMPIRAN
LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP
UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT (f.4)

OLEH :

dr. Aris hermawanto

PENDAMPING :

dr. Kulmant ZA

PuskesmasMekarmukti
Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi
2017
PENYULUHAN TENTANG GIZI SEIMBANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MEKARMUKTI

A. Latar Belakang
Menurut psikologi, dewasa adalah periode perkembangan yang bermula pada akhir usia
belasan tahun atau awal usia duapuluhan tahun dan yang berakhir pada usia tigapuluhan tahun.
Ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan
bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab,
memulai keluarga, dan mengasuh anak anak.

Proses perubahan terjadi secara terus menerus dari bayi sampai menjadi tua. Oleh karena
itu, zat-zat gizi tetap diperlukan untuk menyelenggarakan fungsi- fungsi dasar, seperti
menyediakan energi, mengatur reaksi-reaksi dalam tubuh dan menyumbang struktur.

Zat gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang dikonsumsi, mempunyai
nilai yang sangat penting (tergantung dari macam-macam bahan makanannya) untuk
memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari bagi para pekerja. Termasuk
dalam memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yaitu penggantian sel-sel
yang rusak dan sebagai zat pelindung dalam tubuh (dengan cara menjaga keseimbangan cairan
tubuh). Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang terpelihara dengan baik akan
menunjukkan baiknya kesehatan yang dimiliki seseorang. Seseorang yang sehat tentunya
memiliki daya pikir dan daya kegiatan fisik sehari-hari yang cukup tinggi.

Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap, sesuai dengan standar
kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi. Penduduk yang miskin
tidak mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup.

Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tubuh melakukan pemeliharaan dengan


mengganti jaringan yang sudah aus, melakukan kegiatan, dan pertumbuhan sebelum usia dewasa.
Agar tubuh dapat menjalankan ketiga fungsi tersebut diperlukan sejumlah gizi setiap hari, yang
didapat melalui makanan. Diperkirakan 50 macam senyawa dan unsur yang harus diperoleh dari
makanan dengan jumlah tertentu setiap harinya. Bila jumlah yang diperlukan tidak terpenuhi
maka kesehatan yang optimal tidak dapat dicapai.

B. Permasalahan Di Masyarakat
Status gizi pada dewasa sering menjadi hal yang tidak diperhatikan saat ini. Hal ini
dikarenakan banyaknya makanan yang tidak sehat yang dikonsumsi serta kurangnya melkukan
kegiatan fisik luar ruangan. Kemudahan dalam mendapatkan makanan membuat masyarakat
dewasa tidak memperhatikan makanan yang mereka makan. Makanan seperti fast food, makanan
kemasan atau kalengan, minuman kemasan dengan kandungan gula yang tinggi merupakan jenis
makanan yang sering dikonsumsi oleh orang dewasa. Keterbatasan waktu juga membuat mereka
memilih jenis makanan ini.
Banyak penyakit yang disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Diabetes melitus,
hipertensi, sindrom metabolik, penyakit jantung koroner merupakan beberapa penyakit yang
disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Pergeseran pola umur yang terserang penyakit ini
juga semakin mengkhawatirkan. Dahulu penyakit ini menyerang geriatri atau lanjut usia,
sekarang pola ini bergeser ke dewasa bahkan dewasa muda. Orsng dewasa berumur tigapuluhan
mulai terkena penyakit-penyakit ini. Kebiasaan makan junk food dan kurangnya olahraga
menjadi salah satu penyebabnya.

C. Pemilihan Intervensi
Cara dan strategi yang dapat dilakukan untuk menemukan dan mengatasi permasalahan
tersebut adalah diadakan penyuluhantentang status gizi dan gizis eimbang padaw ilayah kerja
Puskesmas MekarMukti dan melakukan kegiatan screening (penjaringan) berupa pemeriksaan
berat badan dan tinggi badan untuk mengetahui indeks masa tubuh agar dapat dilakukan deteksi
dini terhadap ada tidaknya masalah gizi yang dialami. Upaya deteksi dini ini diharapkan dapat
memberi data awal tentang permasalahan gizi yang dialami pasien di puskesmas Mekarmukti
untuk selanjutnya dilakukan intervensi dan penanganan baik pada masalah gizi kurang maupun
gizi lebih.
D. Pelaksanaan
Kegiataninidilaksanakan di Poli Umum Puskesmas Mekarmukti dan wilayah Kali Ulu
cikarang utara. Pasien yang berobat ke Poli Umum dilakukan pemeriksaan tinggi badan dan berat
badan secara acak untuk memenuhi sampel. Kemudian hasilnya dilihat untuk kemudian diolah
hasilnya menjadi perhitungan status gizi.
Standar (baku) rujukan CDC-NCHS 2000 ditetapkan sebagai pembanding dalam status gizi
dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat di Indonesia. Standar ini dipaparkan dalam
persentil dan ketentuan eid indeks dari BB/TB.
Hasil pengukuran status gizi berdasarkan eid indeks dapat digolongkan dalam persentase
malnutrisi berat (< 70%), malnutrisi sedang (≥ 70-80%), malnutrisi ringan (≥ 80-90%), gizi baik
(≥ 90-110%), overweight (≥ 110-120%), dan obesitas (≥ 120%).

E. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Persiapan kegiatan pemeriksaan status gizi dilakukan satu hari sebelumnya dengan
melakukan briefing dan memberikan lembaran form TB dan BB yang dapat ditulis di
bagian pendataan pasien yang berobat.
2. Evaluasi Proses
Pelaksana kegiatan dilakukan satu kali oleh satu tim yang terdiri atas satu dokter,
perawat poli, dan satu pemegang program gizi. Kegiatan penjaringan dilakukan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan.

3. Evaluasi Hasil
a. Telah dilakukan pemeriksaan status gizi di Poli Umum dengan total pasien sebanyak
80 orang, dengan 38 anak laki-laki dan 42 anak perempuan.
b. Dari 80 pasien yang menjalani pemeriksaan status gizi didapatkan 60 orang
memiliki gizi baik, dan 3 orang mengalami malnutrisi ringan, 1 orang mengalami
malnutrisi sedang, 10 orang dengan overweight, dan 6 orang dengan obesitas.
c. Dibutuhkan intervensi lebih lanjut terhadap pasien yang mengalami malnutrisi ringan
hingga sedang. Penting memberikan pemahaman untuk meningkatkan asupan nutrisi
bagi yang mengalami malnutrisi demi tercapainya status gizi baik. Menjaga pola
makan dengan memperbanyak makanan yang mengandung karbohidrat dan protein
serta konsumsi buah dan sayur dapat diedukasikan bagi pasien
d. Intervensi lebih lanjut juga diberikan kepada pasien dengan overweight dan obesitas.
Menjelaskan kepada pasien tentang berbagai macam penyakit yang dapat
ditimbulkan karena gizi yang berlebih. Menjaga pola makan dengan mengurangi
konsumsi lemak serta gorengan, dan juga olah raga teratur bagi yang mengalami
overweigt dan obesitas.
e. Diharapkan dengan dilakukan edukasi masalah gizi kepada masyarakat, angka
kesakitan yang disebabkan karena masalah gizi dapat menurun sehingga dapat
menyelesaikan dan terhindar dari penyakit yang disebabkan karena masalah gizi

Bekasi , Oktober 2017

Peserta Pendamping

dr. Aris hermawanto dr. Kulmant. ZA


LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP
UPAYA SURVILLANCE, PENCEGAHAN, DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
DAN TIDAK MENULAR (F.5)

OLEH :

dr. Aris hermawanto

PENDAMPING :

dr. Kulmant ZA

PuskesmasMekarmukti

Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi

2018
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DIFTERI

I. LATAR BELAKANG
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Faktor lingkungan dan perilaku sangat
mempengaruhi derajat kesehatan. Yang termasuk faktor lingkungan adalah keadaan
pemukiman/perumahan, tempat kerja, sekolah, tempat umum, air, udara bersih, teknologi,
pendidikan, sosial, dan ekonomi. Sedangkan faktor perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari
seperti pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan.
Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia dengan tidak membedakan status social maupun
usia. Untuk mempertahankan kesehatan yang baik, masyarakat harus mencegah banyaknya
ancaman yang dapat mengganggu kesehatan.
Pembangunan kesehatan mempunyai visi “Indonesia sehat“, diantaranya dilaksanakan
melalui pelayanan kesehatan oleh puskesmas dan rumah sakit. Selama ini pemerintah telah
membangun puskesmas dan jaringannya di seluruh Indonesia rata-rata setiap kecamatan
mempunyai 2 puskesmas, setiap 3 desa mempunyai 1 puskesmas pembantu. Puskesmas telah
melaksanakan kegiatan dengan hasil yang nyata, status kesehatan masyarakat makin meningkat,
ditandai dengan makin menurunnya angka kematian bayi, ibu, makin meningkatnya status gizi
masyarakat dan umur harapan hidup (Kepmenkes, 2004).
Berdasarkan Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 mengatakan bahwa
pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata harus selalu ditingkatkan, serta dalam mewujudkan
visi Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan misi pembangunan itu yaitu dengan mengerakkan
aspek pembangunan nasional dibidang kesehatan masyarakat khususnya, mendorong masyarakat
betapa pentingnya hidup sehat, menjaga dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang memiliki
kualitas tinggi, merata dan dapat terjangkau serta dapat meningkatkan kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat serta lingkungan.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah
kecamatan. Puskesmas berperan di dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas
kepada masyarakat dengan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi segala harapan, keinginan,
dan kebutuhan serta mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat.
Puskesmas sebagai upaya pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat dan kegiatan yang dilakukan puskesmas, selain
dari intern sendiri tetapi juga perlu peran serta masyarakat dalam pengembangan kesehatan
terutama di lingkungan masyarakat yang sangat mendasar, sehingga pelayanan kesehatan dapat
lebih berkembang.

Salah satu upaya kesehatan wajib dalam puskesmas berupa upaya pengobatan dasar
yang ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur.
Kegiatan poli umum merupakan bagian dari pengobatan dasar, dimana pada poli ini dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis kepada setiap pasien yang datang memeriksakan dirinya di
puskesmas. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis ini dapat ditegakkan diagnosis pasien.
Selanjutnya dilakukan penilaian apakah pasien tersebut cukup menjalani rawat jalan, perlu dirawat
inap, atau bahkan memerlukan rujukan ke pelayanan rumah sakit.

II. PEMILIHAN INTERVENSI


Tujuan Intervensi Difteri pada daerah KLB yaitu dengan program pemerintah dengan
melakukan imunisasi DT/TD pada anak sampai usia 19 tahun, Serta melakukan pennyuluhan cara
pencegahan dari penularan infeksi Difteri.
III. PELAKSANAAN
Telah dilakukan kegiatan di Sekolah Dasar sampai Menengah di wilayah kerja Puskesmas
Mekarmukti.
Bekasi , Januari 2018

Peserta Pendamping

dr. Aris Hermawanto dr. Kulmant, ZA


LAPORAN KEGIATANUPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

Laporan F6. Upaya Pengobatan Dasar

Oleh :

dr. Aris Hermawanto

PENDAMPING :

dr. Kulmant ZA

PuskesmasMekarmukti

Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi

2018
LAPORAN KEGIATANUPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

Laporan F6. Upaya Pengobatan Dasar

Topik :

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan
menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas MekarMukti.
LATAR Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC, adalah
BELAKANG
penyakit menular paru-paru yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan dari
penderita TB aktif yang batuk dan mengeluarkan titik-titik kecil air
liur dan terinhalasi oleh orang sehat yang tidak memiliki kekebalan
tubuh terhadap penyakit ini.
TB termasuk dalam 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di
dunia. Data WHO menunjukkan bahwa pada tahun 2015, Indonesia
termasuk dalam 6 besar negara dengan kasus baru TB terbanyak.

PERMASALAHAN Identitas pasien

Nama : Tn B.

Usia : 34 tahun

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Alamat : NTT (pekerja pabrik)

Anamnesis :

Keluhan Utama : batuk lbih dari tiga kinggu badan kurus

RPD : -

R. Sosial : Penderita merupakan seorang pekerja pabrik.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum : Compos Mentis, GCS E4V5M6, kesan gizi normal

Status Generalis :

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Respirasi : 23 x / menit
Temp. : 36,3oC

Kepala dan Leher : Anemis (-), Icterus (-), Cyanosis (-), Dyspneu (-), Bull
Neck (-)

Thorax

Cor

I : ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis tidak teraba

P : Batas jantung normal

A : dalam batas normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

I: bentuk dada simetris, sela iga normal, retraksi (-)

P : pergerakan nafas simetris

P : Timpani

A : Vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen

I : Flat simetris

A: Bising Usus Normal

P: Supel, nyeri tekan tidak ditemukan, massa (-)

P: Timpani di seluruh lapangan abdomen

Extrimitas : Oedema (-), deformitas (-)

Px penunjang : BTA (+)

leukosit : 14.000

LED
Diagnosis : Tb Paru on OAT

PERENCANAAN Intervensi yang diberikan yaitu secara farmakologis dan non farmakologis
DAN PEMILIHAN berupa edukasi
INTERVENSI

PELAKSANAAN Terapi Non Farmakologis :

1. Istirahat dirumah
2. Menjelaskan komplikasi yang
Terapi Farmakologis :

FDC

Ambroxol 3x1

B Compleks 2x1

Program TB puskesmas

MONITORING DAN Setelah mendapat diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
EVALUASI dokter dapat memantau kondisi pasien dan efek obat yang diberikan pada
pasien. Serta menganjurkan pasien untuk melakukan kontrol begitu obat
habis

Bekasi, Desember 2017

Disusun oleh Pembimbing

dr. Aris hermawantodr. Kulmant, ZA


FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA ANGKA TB PARU

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEKARMUKTI

OLEH :

dr. Aris Hermawanto

dr. Arif kamil

dr. Rizkyta Z

dr Devina adiyani

dr. Try marianti

PENDAMPING :

dr. Kulmant ZA

PuskesmasMekarmukti

Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan


dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagai yang dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan Kesehatan tersebut diselenggarakan
dengan berdasarkan kepada Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yaitu suatu tatanan yang
menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.1
Keberhasilan pembangunan Kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan
daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan
bidang kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh,
berjenjang dan terpadu.2Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang pertama
di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya ( sebagai pusat
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pusat
pelayanan kesehatan dasar ) berkewajiban mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan
pelayanan yang bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
yang berkualitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan Nasional yaitu
terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.
Untuk mendukung pencapaian pembangunan kesehatan pemerintah telah menyediakan
beberapa sarana/fasilitas kesehatan beserta tenaga kesehatannya. Salah satu fasilitas kesehatan
yang banyak dimanfaatkan masyarakat adalah Puskesmas. Sebagai ujung tombak pelayanan
danpembangunan kesehatan diIndonesia maka Puskesmas perlu mendapatkan perhatian
terutama berkaitan dengan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas sehingga dalam hal ini
Puskesmas terlebih pada Puskesmas yang dilengkapi dengan pelayanan laboratorium dituntut
untuk selalu meningkatkan keprofesionalan dari para pegawainya serta meningkatkan
fasilitas/sarana kesehatannya untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna jasa
layanan kesehatan.

Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik, maka banyak hal yang
perlu diperhatikan diantaranya adalah kesesuaian pelayanan dengan standar yang telah
ditetapkan pemerintah, yaitu berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No.
37 Tahun 2012.

Puskesmas Mekar Mukti merupakan instansi pemerintah dalam pelayanan untuk


kesehatan masyarakat. Dalam hal ini, peneliti lebih berfokus pada penyakit Tuberkulosis yang
banyak menyerang warga di kecamatan Cikarang utara. Tuberkulosis sendiri merupakan
penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Walaupun telah dikenal sekian lama
dan telah lama ditemukan obat-obat antiTB yang poten, hingga saat ini TB masih merupakan
masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke 20 ini,
jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di negara berkembang.
Di Indonesia, TB juga masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan secara global,
Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus terbanyak di dunia.1
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit bakterial kronis yang disebabkan infeksi
Kompleks Mikobakterium tuberkulosis yang terdiri atas Mikobakterium tuberkulosis (MTB),
Mikobakterium bovis dan Mikobakterium afrikanum. Ketiga spesies ini menghasilkan
spektrum penyakit yang secara klinis mirip, meski M. bovis predileksinya pada penyebaran
ekstrapulmoner ke tulang dan secara intrinsik resisten pirazinamid. M. tuberkulosis adalah
anggota kompleks yang paling penting dan dilaporkan pada 95% TB manusia.2
Tuberkulosis pada umumnya mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dari
segi diagnosis, pengobatan, pencegahan , serta TB pada infeksi HIV.3,4Untuk medalami faktor
– faktor penyebab Tb di daerah kecamatan cikarang utara maka penulis membahas sebuah
laporan kasus yang berjudul “Faktor- faktor Penyebab Tingginya Angka Tuberkulosis Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Mekarmukti”.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puskesmas

2.1.1. Definisi

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di
samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya
dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
wilayah kerja.3

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang
meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan
rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak
membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup
usia.3

2.1.2 Situasi Geografis

2.1.2.1 Sejarah Puskesmas Mekarmukti

Puskesmas Mekarmukti awalnya merupakan Puskesmas LemahAbang II yang dibangun


pada tahun 1984. Puskesmas LemahAbang II terletak di Kampung Gombong Desa Mekarmukti
Kecamatan LemahAbang.
Puskesmas LemahAbang II menjadi Puskesmas perawatan pada tahun 1990. Puskesmas
LemahAbang II terdiri dari delapan desa binaan, yaitu Desa Mekarmukti, Desa Simpangan, Desa
Pasirgombong, Desa Tanjungsari, Desa Pasirsari, Desa Jayamukti dan Desa Cibatu.
Perubahan nama Puskesmas LemahAbang II menajdi Puskesmas Mekarmukti terjadi
pada tahun 2003. Seiring dengan adanya pemekaran wilayah dan perubahan jumlah penduduk
maka desa binaan Puskesmas Mekarmukti mengalami perubahan yaitu : Desa Mekarmukti, Desa
Simpangan, Desa Pasirgombong, Desa Tanjungsari, Desa Wangunharja, dan Desa Harjamekar.
Sedangkan tiga desa lainnya yaitu Desa Sukaresmi, Desa Jayamukti dan Desa Cibatu menjadi
desa binaan lainnya.

2.1.2.2 Luas Wilayah dan Batas-batas


Luas wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti adalah 2316 Ha (23,16 km2). Desa wilayah
kerja yang paling luas adalah Desa Pasirgombong 460 Ha (4,160 km 2) atau 19,86 % dari luas
seluruhnya dan desa wilayah kerja paling kecil adalah Desa Tanjungsari 287 Ha (2,87 km 2) atau
12,39 % dari luas seluruhnya.
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Wilayah Puskesmas Cikarang
Sebelah Selatan : Kecamatan Cikarang Selatan
Sebelah Barat : Kecamatan Cikarang Barat
Sebelah Timur : Kecamatan Cikarang Timur
2.1.2.3 Wilayah Administrasi
Secara administrative Puskesmas Mekarmukti termasuk ke dalam wilayah Kecamatan
Cikarang Utara, jumah desa wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti adalah enam desa meliputi
152 RT dan 50 RW. Keenam desa tersebut adalah :
 Desa Wangun Harja
 Desa Harja Mekar
 Desa Pasir Gombong
 Desa Mekarmukti
 Desa Simpangan
 Desa Tanjung Sari

Jarak terjauh ke Puskesmas yaitu 10 km dan jarak terdekat yaitu 1 km dengan waktu
tempuh terlama adalah 30 menit dan waktu tempuh tercepat 5 menit, dengan demikian dapat
dikatakan bahwa seluruh desa di wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti relative terjangkau.

2.1.3 Situasi Demografis


Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti pada tahun 2015 adalah
121.165 jiwa, terdiri dari laki-laki 61.882 jiwa dan perempuan 59.283 jiwa, dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 33.829 KK, kepadatan penduduknya rata-rata 5.232 jiwa per km2.

Diagram Jumlah Penduduk Wilayah Kerja


Puskesmas Mekarmukti Tahun 2015
13000
Ds Pasir Gombong
8763
25923 Ds Simpangan
Ds Tanjung Sari
30275 30501
Ds Mekarmukti
Ds Wangun Harja
12703
2.1.4 Tingkat Pendidikan
Persentase Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun ke atas Wilayah Kerja Puskesmas
Mekarmukti

4.08
Universitas

10.14
Diploma

28.34
SMA / MA

18.12
SMP / Mts

17.29
SD / MI

13.23
TK / Belum Tamat SD

0 5 10 15 20 25 30

2.1.5 Visi& MisiPuskesmas

Visi Puskesmas Mekarmukti adalah “Puskesmas berstandar nasional yang melayani secara
profesional dddan santun”

Misi Puskesmas Mekarmukti adalah:

1. Mengembangkan komtttensi SDM yang meliputi skill , knowledge dan attitude agar dapat
memberikan pelayanan yang profesional sehingga dapat mewujudkan dan memuaskan
masyarakat.
2. Memberikan pelayanan kesehatanyang bermutu baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
4. Mengembangkan PONED dan pelayanan rawat inap.
5. Melengkapi peralatan mdis sesuai standar nasional.
6. Mengembangkan gedung Puskesmas yang atraktif melalui perencanaan pengembangan dengan
desain interior dan eksterior yang menarik
7. Menjalin kemitraan dengan lintas sektoral dan pihak swasta.
Moto puskesmas : Kepuasaan anda kebahagiaan kami.

Falsafah puskesmas : Terus maju secara profesional menjadi yang terbaik

Value : Dalam memberikan pelayanan, santun modal utama.

Nilai – nilai dasar:

1. Kedisiplinan

2. Keterbukaan

3. Kerjasama

4. Berwawasan ke depan

5. Tanggung jawab

6. Profesionalisme

2.1.6 Macam Puskesmas

Rakerkesnas I pada tahun 1968 memutuskan adanya 4 macam puskesmas:

1. Puskesmas tingkat desa.

2. Puskesmas tingkat kecamatan.

3. Puskesmas pembina.

4. Puskesmas tingkat ibu kota kabupaten.

Tahun 1969 National Health Service in Indonesia (kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan
UNICEF), dalam dokumen tersebut puskesmas dibagi dalam tiga type yaitu:

1. Puskesmas type A (puskesmas pembina).


2. Puskesmas type B (puskesmas kecamatan).
3. Puskesmas type C (puskesmas desa).
Rakerkesnas III pada tahun 1970 membahas bahwa puskesmas dengan beberapa type puskesmas
tidak memungkinkan untuk dikembangkan, karena persyaratan tenaga tidak dapat dipenuhi. Oleh karena
itu dalam Rakerkesnas III memutuskan bahwa hanya dikenal 1 (satu) macam puskesmas.5

2.1.7 Fungsi Puskesmas

Adapun fungsi dari puskesmas ialah :

Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

1. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan


pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah
kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di
samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk
pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.


Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga
dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan
melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam
memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut
menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan
memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:
a) Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private
goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu
ditambah dengan rawat inap.
b) Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods)
dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan.Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan
kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program
kesehatan masyarakat lainnya.4

2.1.8 Usaha Pokok Puskesmas

Pada awalnya puskesmas hanya memiliki 12 usaha pokok kesehatan, dan sekarang meningkat
menjadi 20 usaha kesehatan terdiri dari4:

Upaya Kesehatan Ibu dan Anak.

1) Upaya Keluarga Berencana.

2) Upaya Peningkatan Gizi.

3) Upaya Kesehatan Lingkungan.


4) Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular.

5) Upaya Pengobatan Termasuk Pelayanan Darurat Karena Kecelakaan.


6) Upaya Penyuluhan Kesehatan.

7) Upaya Kesehatan Sekolah.

8) Upaya Kesehatan Olahraga.

9) Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat.

10) Upaya Kesehatan Kerja.

11) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut.


12) Upaya Kesehatan Jiwa.

13) Upaya Kesehatan Mata.

14) Upaya Laboratorium Sederhana.

15) Upaya Pencatatan dan Pelaporan Dalam Rangka Sistem Informasi Kesehatan.
16) Upaya Kesehatan Usia Lanjut.

17) Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional.

18) Upaya Kesehatan Remaja.

19) Dana Sehat

2.1.9 Azas Puskesmas

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia pengelolaan program


kerja puskesmas berpedoman pada empat azas pokok yaitu6:

1) Asas pertanggung-jawaban wilayah. Artinya puskesmas harus bertanggung jawab atas semua
masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerja.
2) Asas peran serta masyarakat. Artinya berupaya melibatkan masyarakat dalam
menyelenggarakan program kerja tersebut.
3) Asas keterpaduan. Artinya berupaya memadukan kegiatan tersebut bukan saja dengan
program kesehatan lain (lintas program), tetapi juga dengan program dari sektor lain (lintas
sektoral).
4) Asas rujukan. Artinya jika tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus
merujuknya ke sarana yang lebih mampu. Untuk pelayanan kedokteran jalur rujuknya adalah
rumah sakit, sedangkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat jalur rujuknya adalah kantor
kesehatan.

2.2. TB Paru

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit bakterial kronis yang disebabkan infeksi Kompleks
Mikobakterium tuberkulosis yang terdiri atas Mikobakterium tuberkulosis (MTB),
Mikobakterium bovis dan Mikobakterium afrikanum. Ketiga spesies ini menghasilkan spektrum
penyakit yang secara klinis mirip, meski M. bovis predileksinya pada penyebaran
ekstrapulmoner ke tulang dan secara intrinsik resisten pirazinamid. M. tuberkulosis adalah
anggota kompleks yang paling penting dan dilaporkan pada 95% TB manusia. Faktor-faktor
patogenitas kuman ini terdiri dari daya invasi, adanya antigen permukaan, endotoksin, dan
enterotoksin1

2.2.1 Diagnosis TB Paru

Tahap awal penemuan pasien TB paru dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala
batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih yang merupakan gejala utama pasien TB paru. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan.1,2

Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia
saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang terduga pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung.1

Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus
ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud
adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan, dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara
bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan
hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai. Pada
sarana terbatas, penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika
spektrum luas (non OAT dan non kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis, dengan pemeriksaan foto toraks saja, atau dengan
pemeriksaan uji tuberkulin.1

Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, terduga
pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu). Uji dahak SPS dilakukan dalam 2
hari kunjungan yang berurutan. Dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung
pertama kali ke fasyankes (Sewaktu). Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua. Dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur (Pagi). Pot dibawa dan diserahkan sendiri pada petugas di fasyankes. Dahak ditampung di
fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi (Sewaktu).1

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (International Union Againts
Tuberkulosis and Lung Disease):2

a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : negatif


b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis dalam jumlah kuman yang ditemukan.
c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : + (1+)
d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : ++ (2+)
e) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang : +++ (3+)
Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal satu dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya
BTA positif.1,3

Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan
(Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa), koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 8
minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif.2
Penegakan diagnosis secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis, berupa riwayat gejala
seperti diatas, disertai hasil pemeriksaan fisis dengan temuan kelainan tergantung dari organ yang terlibat.
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada
perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar
pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.2

Pada pemeriksaan penunjang yang berupa pemeriksaan radiologis, pemeriksaan standar ialah foto
toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik, atau CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberikan gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :2

− Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior
lobus bawah
− Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
− Bayangan bercak milier
− Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :2

− Fibrotik
− Kalsifikasi
− Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed lung) :2

– Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara
klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit
hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut
– Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas proses penyakit
Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa adalah sebagai berikut :1
2.2.2 Definisi Pasien TB

Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan bakteriologis adalah seorang pasien TB yang
dikelompokkan berdasarkan hasil pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis
langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya :
GeneXpert). Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah :1
1. Pasien TB Paru BTA positif
2. Pasien TB Paru hasil biakan M.tb positif
3. Pasien TB Paru hasil tes cepat M.tb positif
4. Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes
cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
5. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara
bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan
pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah :1

1. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB.
2. Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan histopatologis tanpa
konfirmasi bakteriologis.
3. TB anak yang terdiagnosis dengan sistem skoring.

2.2.3 Klasifikasi Pasien TB

Berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit, TB dibedakan menjadi :1

1. TB Paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya
lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstraparu. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga TB ekstraparu, diklasifikasikan
sebagai pasien TB paru.

2. TB Ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing,
kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstraparu harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pasien TB dibedakan menjadi :


1. Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya atau
sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (< 28 dosis)
2. Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama 1
bulan atau lebih ( > 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu :

– Pasien kambuh
Pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau
karena reinfeksi).

– Pasien yang diobati kembali setelah gagal


Pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

– Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)


Pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up.

– Lain-lain
Pasien TB yang pernah diobati, namun hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.


Berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat, TB dapat dibedakan menjadi :1

1. Mono Resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
2. Poli Resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H)
dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
3. Multi Drug Resistan (TB MDR) : resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara
bersamaan.
4. Extensive Drug Resistan (TB XDR) : adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan
(Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
5. Resistan Rifampisin (TB RR) : resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap
OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional).

2.2.4 Pengobatan Pasien TB

2.2.4.1 Prinsip pengobatan pasien TB

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB
yang adekuat harus memenuhi prinsip :1

– Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat
untuk mencegah terjadinya resistensi.
– Diberikan dalam dosis yang tepat.
– Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) sampai
selesai pengobatan.
– Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan
untuk mencegah kekambuhan.
2.2.4.2 Tahap pengobatan pasien TB

Tahapan pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan
maksud :1

– Tahap awal : pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum
pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan
selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.
– Tahap lanjutan : pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang penting untuk membunuh sisa-
sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan.

2.2.4.3 Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Yang termasuk Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama adalah Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Sifat dan efek samping dari OAT lini pertama
disajikan dalam tabel di bawah ini :1

Jenis Sifat Efek samping

Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis


toksik, gangguan fungsi
hati, kejang

Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan


gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan
fungsi hati, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak
nafas, anemia hemolitik

Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,


gangguan fungsi hati, gout
artritis.

Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta


warna, neuritis perifer.

Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan,


gangguan keseimbangan
dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia,
agranulositosis,
trombositopeni

Kisaran dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa adalah sebagai berikut :1

Dosis
OAT
Harian 3 x / minggu
Kisaran
Kisaran dosis Maksimum Maksimum/
dosis (mg /
(mg / kg BB) (mg) hari (mg)
kg BB)

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

Catatan :

Pemberian Streptomisin untuk pasien yang berumur > 60 tahun atau pasien dengan berat badan < 50 kg
mungkin tidak dapat mentoleransi dosis > 500 mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan
dosis menjadi 10 mg/ kg BB/ hari.

OAT yang digunakan dalam pengobatan TB MDR diuraikan dalam tabel berikut :

Jenis Sifat Efek samping

Golongan 1 : OAT
Lini Pertama Oral

Pirazinamid (Z) Gangguan gastrointestinal, gangguan


Bakterisidal
fungsi hati, gout artritis

Gangguan penglihatan, buta warna,


Etambutol (E) Bakteriostatik neuritis perifer

Golongan 2 : OAT
Suntikan

Kanamycin (Km)
Bakterisidal
Km, Am, Cm memberikan efek samping
Amikacin (Am)
Bakterisidal yang serupa seperti pada penggunaan
Capreomycin (Cm) Streptomisin
Bakterisidal

Golongan 3 :
Fluorokuinolon

Levofloksasin (Lfx)
Bakterisidal Mual, muntah, sakit kepala, pusing, sulit
tidur, ruptur tendon (jarang)

Moksifloksasin (Mfx) Mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing,


Bakterisidal nyeri sendi, ruptur tendon (jarang)

Golongan 4 : OAT
Lini Kedua Oral

Para-aminosalicylic Bakteriostatik
acid (PAS)
Gangguan gastrointestinal, gangguan
fungsi hati dan pembekuan darah
(jarang), hipotiroidisme yang reversible

Cycloserine (Cs) Bakteriostatik Gangguan sistem saraf pusat : sulit


konsentrasi dan lemah, depresi, bunuh
diri, psikosis. Gangguan lain : neuropati
perifer, Stevens Johnson Syndrome

Gangguan gastrointestinal, anoreksia,


gangguan fungsi hati, jerawatan, rambut
rontok, ginekomasti, impotensi,
gangguan siklus menstruasi,
Ethionamide (Etio) Bakterisidal hipotiroidisme yang reversible

Golongan 5 : Obat yang masih belum jelas manfaatnya dalam pengobatan TB


resistan obat.

Clofazimine (Cfz), Linezolid (Lzd), Amoxicillin/Clavulanate (Amx/Clv),


Thioacetazone (Thz), Imipenem/Cilastatin (Ipm/Cln), Isoniazid dosis tinggi (H),
Clarithromycin (Clr), Bedaquilin (Bdq).

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC) adalah :1

− Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
− Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
− Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-
2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS,
serta OAT lini-1, yaitu Pirazinamid dan Etambutol.

Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paduan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.1

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:1

a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi
efek samping.

b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan risiko terjadinya resistensi obat ganda dan
mengurangi kesalahan penulisan resep.

c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien.

Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan
dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT
sebelumnya.1

2.2.4.4 Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya


OAT lini pertama:1

a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis

• Pasien TB paru terdiagnosis klinis

• Pasien TB ekstra paru

Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 adalah sebagai berikut :1

Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu selama 16
Berat Badan tiap hari selama 56 hari
minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)

30 - 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38 - 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55 - 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3 adalah sebagai berikut :1

Dosis per hari / kali Jumlah

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Tablet hari/


Pengoba Pengobat
tan an Isonia Rifam Pirazin Etam kali
bu
sid pisin amid menelan
@ 300 @ 450 @ 500 tol obat
mgr mgr mgr
@ 250
mgr

Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya (pengobatan
ulang):

• Pasien kambuh

• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya

• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 adalah sebagai berikut : 1

Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu
Berat tiap hari
RH (150/150) +
Badan RHZE (150/75/400/275) + S
E(400)

Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu

30 - 37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

+ 500 mg Streptomisin + 2 tab Etambutol


inj.
38 - 54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

+ 750 mg Streptomisin + 3 tab Etambutol


inj.

55 - 70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

+ 1000 mg Streptomisin + 4 tab Etambutol


inj.

≥ 71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

+ 1000 mg Streptomisin ( > do max) + 5 tab Etambutol


inj.

Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3 adalah sebagai berikut :1

Etambutol Jum
Tablet Kaplet Tablet
Strep lah
La
Tahap Isonia Rifam Pirazin Tablet Tablet tomi hari/k
ma
Pengob sid pisin amid @ @ sin ali
Pengo
atan injek menel
bat an @ 300 @ 450 @ 500 250 400
si an
mgr mgr mgr mgr mgr
obat

Tahap 1 1 3 3 - 0,75 56
2
gr
Awal bulan
-
(dosis 1 1 1 3 3 - 38
bulan
harian)
Tahap

Lanjuta
n
5
(dosis 2 1 - 1 2 - 60
bulan
3x

semingg
u)

Catatan:

• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml
sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan apabila terjadi
perubahan berat badan.

• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan
kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat
tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.

• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan
pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.

2.2.4.5 Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB

Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB pada orang dewasa dilaksanakandengan


pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secaramikroskopis lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantaukemajuan pengobatan.1

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak(sewaktu dan
pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahaktersebut negatif. Bila salah satu
contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Hasil
dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai pengobatanharus dicatat. Pemeriksaan
ulang dahak pasien TB BTA positif merupakan suatu caraterpenting untuk menilai hasil kemajuan
pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak apakah
masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap
lanjutan(tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA
positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif,
pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak
kembali pada akhir pengobatan.1

Tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan hasil
pengobatan:1

1) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :

• Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis pengobatan tahap lanjutan

• Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada bulan ke 5 dan Akhir Pengobatan)

2) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif :

Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1) :

• Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur. Apabila tidak teratur, diskusikan dengan pasien
tentang pentingnya berobat teratur.

• Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan). Lakukan pemeriksaan ulang
dahak kembali setelah pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak
ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat.

• Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan pengobatan dan diperiksa
ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5).

Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 2) :

• Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur. Apabila tidak teratur, diskusikan dengan pasien
tentang pentingnya berobat teratur.

• Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR

• Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
• Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB
MDR, segera diberikan dosis OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa
ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5).

3) Pada bulan ke 5 atau lebih :

• Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil pemeriksaan ulang dahak
hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan.

• Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan dinyatakan gagal dan pasien
dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR .

• Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR

• Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1), pengobatan dinyatakan
gagal. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk
ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT kategori 2 dari awal.

• Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 2),
pengobatan dinyatakan gagal. Harus diupayakan semaksimal mungkin agar bisa dilakukan
pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR. Apabila oleh karena suatu
sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR,
berikan penjelasan, pengetahuan dan selalu dipantau kepatuhannya terhadap upaya PPI (Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi).

Tatalaksana pasien TB yang berobat tidak teratur adalah sebagai berikut :1

Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan :

− Lacak pasien
− Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur
− Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan :

Tindakan 1 Tindakan 2

− Lacak pasien Bila BTA (-) Lanjutkan pengobatan sampai seluruh


− Diskusikan dan atau TB dosis selesai
cari masalah Ekstraparu
− Periksa 3 kali
Lanjutkan
dahak (SPS) dan
pengobatan sampai
lanjutkan
Lama pengobatan seluruh dosis
pengobatan
sebelumnya kurang selesai, 1 bulan
selama tunggu
dari 5 bulan sebelum akhir
hasil
pengobatan harus
diperiksa dahak

− Kategori 1 :
Bila 1 atau lebih Lakukan
hasil BTA (+) pemeriksaan
tes cepat, dan
Lama pengobatan mulai kategori
sebelumnya lebih 2
sama dengan 5
− Kategori 2 :
bulan
pemeriksaan
tes cepat /
rujuk ke RS
pusat rujukan
TB MDR
Tindakan pada pasien yang putus berobat 2 bulan atau lebih (loss to follow-up) :

− Periksa 3 kali Jika sudah ada perbaikan nyata, hentikan


dahak (SPS) Bila BTA (-) pengobatan, dan pasien tetap diobservasi.
− Diskusikan dan atau TB
Ekstraparu Jika belum ada perbaikan nyata, lanjutkan
cari masalah
pengobatan sampai dosis terpenuhi
− Hentikan
pengobatan Bila 1 atau lebih Kategori 1 Kategori 2
sambil hasil BTA (+)
Dosis pengobatan Dosis pengobatan
menunggu hasil dan tidak ada
sebelumnya < 1 sebelumnya < 1
pemeriksaan bukti resistensi
bulan : berikan bulan : berikan
dahak pengobatan kategori pengobatan
1 mulai dari awal kategori 2 mulai
dari awal
Dosis pengobatan
sebelumnya > 1 Dosis pengobatan
bulan : berikan sebelumnya > 1
pengobatan kategori bulan : rujuk
2 mulai dari awal spesialis untuk
pemeriksaan lebih
lanjut

Bila 1 atau lebih


hasil BTA (+)
Dirujuk ke pusat rujukan TB MDR
dan ada bukti
resistensi

2.2.4.6 Hasil pengobatan pasien TB

Hasil pengobatan pasien TB disajikan pada tabel di bawah ini :1

Hasil Definisi
Pengobatan

Sembuh Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada


awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan

sebelumnya.

Pengobatan Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap


Lengkap
dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan
hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan
bakteriologis pada akhir pengobatan.
Gagal Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan

atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil

laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT.

Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai

atau sedang dalam pengobatan.

Putus Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang

Berobat (loss pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
to follow-up)

Tidak Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.


dievaluasi
Termasuk dalam kriteria ini adalah ”pasien pindah (transfer out)” ke
kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak

diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.

2.2.4.7 Pengobatan TB pada keadaan khusus

Pengobatan TB pada keadaan khusus antara lain :1

A .TB Milier

 Rawat inap
 Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
 Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi pengobatan ,
maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang sampai dengan 7bulan 2RHZE/ 7 RH
 Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan:
- Tanda / gejala meningitis
- Sesak napas
- Tanda / gejala toksik
- Demam tinggi
 Kortikosteroid: prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan
 5-10 mg setiap 5-7 hari, lama pemberian 4 - 6 minggu.

B. Pleuritis Eksudativa TB ( Efusi Pleura TB )

Paduan obat: 2RHZE/4RH.

 Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuaikeadaan penderita dan berikan kortikosteroid.
Dosis steroid : prednison 30-40 mg/hari, diturunkan 5-10 mg Setiap 5-7 hari, pemberian selama 3-4
minggu.
 Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM. Ulangan evakuasi cairan bila
diperlukan

C. TB Ekstra Paru

Paduan obat 2 RHZE/ 1 0 RH.

Prinsip pengobatan sama dengan TB paru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk TB tulang, TB sendi
dan TB kelenjar, meningitis pada bayi dan anak lama pengobatan 12 bulan. Pada TB diluar paru lebih
sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan untuk :

- Mendapatkan bahan / spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)

- Pengobatan : perikarditis konstriktiva, kompresi medula spinalis pada penyakit Pott's

Pemberian kortikosteroid diperuntukkan pada perikarditis TB untuk mencegah konstriksi jantung,


dan pada meningits TB untuk menurunkan gejala sisa neurologik.

D. TB Paru dengan DM

• Paduan obat: 2 RHZ(E-S)/ 4 RH dengan regulasi baik/ gula darah terkontrol

• Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2RHZ(E-S)/ 7 RH


• DM harus dikontrol

• Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata; sedangkan penderita
DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata

• Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin akan mengurangiefektiviti obat oral anti diabetes (sulfonil
urea), sehinggadosisnya perlu ditingkatkan

• Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai,untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi
kekambuhan

E. TB Paru dengan HIV/AIDS

• Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATSyaitu: 2 RHZE/RH diberikan sampai 6-9
bulan setelah konversi dahak

• Menurut WHO paduan obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS.

• Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit.

• Obat suntik kalau dapat dihindari kecuali jika sterilisasinyaterjamin

• Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (mis INH, rifampisin) karena
mengakibatkan toksikyang serius pada hati

• INH diberikan terus menerus seumur hidup.

• Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi

F. TB Paru pada kehamilan dan menyusui

• Tidak ada indikasi pengguguran pada penderita TB dengan kehamilan

• OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek samping streptomisin pada gangguan
pendengaran janin(Eropa)

• Di Amerika OAT tetap diberikan kecuali streptomisin dan pirazinamid untuk wanita hamil
• Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walaupun beberapa OAT
dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi

• Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan OAT
dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan

• Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin dianjurkan untuk tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti
obat kontrasepsi hormonal berkurang.

G. TB Paru dan Gagal Ginjal

• Jangan menggunakan OAT streptomisin, kanamisin dan capreomycin

• Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi
etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan pengawasan
kreatinin

• Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, Kreatnin)

• Rujuk ke ahli Paru

H. TB Paru dengan Kelainan Hati

• Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan

• Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh digunakan

• Paduan Obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO: 2 SHRE/6 RH atau 2SHE/10 HE

• Pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik , sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis akutnya
mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3
bulansampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH

• Sebaiknya rujuk ke ahli Paru


I. Hepatitis Imbas Obat

• Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obatobat hepatotoksik (drug induced hepatitis)

• Penatalaksanaan

- Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala / mual, muntah [+])→ OAT Stop

- Bila klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan:

Blirubin > 2 → OAT Stop

SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop

SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (+) : OAT stop

SGOT, SGPT > 3 kali, gejala (-) → teruskan pengobatan, dengan pengawasan

Paduan OAT yang dianjurkan :

• Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

• Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal kembali (bilirubin,
SGOT,SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama
itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinik dan laboratorium
normal , tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat badan).
Sehingga paduan obat menjadi RHES

• Pirazinamid tidak boleh digunakan lagi

2.2.4.8 Efek samping OAT dan penatalaksanaannya

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami efek samping OAT
yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek samping yang merugikan atau berat.
Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk memantau kondisi klinis pasien
selama masa pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera diketahui dan ditatalaksana secara
tepat. Pemeriksaan laboratorium secara rutin tidak diperlukan.1
Petugas kesehatan dapat memantau terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan kepada pasien
untuk mengenal keluhan dan gejala umum efek samping serta menganjurkan mereka segera melaporkan
kondisinya kepada petugas kesehatan. Selain daripada hal tersebut, petugas kesehatan harus selalu
melakukan pemeriksaan dan aktif menanyakan keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasyankes
untuk mengambil obat.1

Efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat pada kartu
pengobatannya. Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan sebaiknya tetap
melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara mengatasinya atau pengobatan tambahan untuk
menghilangkan keluhannya.

Apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus dihentikan sementara dan pasien
dirujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan guna penatalaksanaan lebih lanjut. Pasien yang mengalami
efek samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit.1

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan keluhan dan gejala.

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan

Efek samping ringan OAT

Tidak ada nafsu makan, H, R, Z OAT ditelan malam sebelum tidur.


Apabila keluhan tetap ada, OAT ditelan
mual, sakit perut
dengan sedikit makanan.

Apabila keluhan semakin hebat disertai


muntah, waspada efek samping berat dan

segera rujuk ke dokter.

Nyeri Sendi Z Beri Aspirin, Parasetamol atau obat anti


radang non steroid

Kesemutan s/d rasa H Beri vitamin B6 (piridoxin) 50 – 75 mg


terbakar di telapak kaki per hari
atau tangan
Warna kemerahan pada R Tidak membahayakan dan tidak perlu
diberi obat penawar tapi perlu penjelasan
air seni (urine)
kepada pasien.

Flu sindrom (demam, R dosis Pemberian R dirubah dari intermiten


intermiten menjadi setiap hari
menggigil, lemas, sakit

kepala, nyeri tulang)

Efek samping berat OAT

Bercak kemerahan kulit H, R, Z, S Ikuti petunjuk


(rash) dengan atau tanpa
penatalaksanaan dibawah*
rasa gatal

Gangguan pendengaran S S dihentikan


(tanpa diketemukan
serumen)

Gangguan keseimbangan S S dihentikan

Ikterus tanpa penyebab H, R, Z Semua OAT dihentikan sampai ikterus


lain menghilang.

Bingung, mual muntah Semua jenis Semua OAT dihentikan, segera lakukan
OAT pemeriksaan fungsi hati.
(dicurigai terjadi
gangguan fungsi hati
apabia disertai ikterus)

Gangguan penglihatan E E dihentikan

Purpura, renjatan (syok), R R dihentikan


gagal ginjal akut

Penurunan produksi urine S S dihentikan

* Penatalaksanaan pasien dengan efek samping pada kulit :


Apabila pasien mengeluh gatal tanpa rash dan tidak ada penyebab lain, dianjurkan untuk memberikan
pengobatan simtomatis dengan antihistamin serta pelembab kulit. Pengobatan TB tetap dapat dilanjutkan
dengan pengawasan ketat. Apabila kemudian terjadi rash, semua OAT harus dihentikan dan segera rujuk
kepada dokter atau fasyankes rujukan. Mengingat perlunya melanjutkan pengobatan TB hingga selesai, di
fasyankes rujukan dapat dilakukan upaya mengetahui OAT mana yang menyebabkan terjadinya reaksi
dikulit dengan cara ”Drug Challenging ”:

• Setelah reaksi dapat diatasi, OAT diberikan kembali secara bertahap satu persatu dimulai dengan
OAT yang kecil kemungkinannya dapat menimbulkan reaksi (H atau R) pada dosis rendah misal 50
mg Isoniazid.

• Dosis OAT tersebut ditingkatkan secara bertahap dalam waktu 3 hari. Apabila tidak timbul reaksi,
prosedur ini dilakukan kembali dengan menambahkan 1 macam OAT lagi.

• Jika muncul reaksi setelah pemberian OAT tertentu, menunjukkan bahwa OAT yang diberikan
tersebut adalah penyebab terjadinya reaksi pada kulit tersebut.

• Apabila telah diketahui OAT penyebab reaksi dikulit tersebut, pengobatan dapat dilanjutkan tanpa
OAT penyebab tersebut.

** Penatalaksanaan pasien dengan ”drugs induced hepatitis” (Drug Induced Liver Injury/DILI)

Drugs induced hepatitis (Drug Induced Liver Injury/DILI) adalah keluhan gangguan fungsi hati
karena pemberian obat. OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H, R dan
Z. Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti gangguan fungsi hati.
Penting untuk memastikan kemungkinan adanya faktor penyebab lain sebelum menyatakan gangguan
fungsi hati yang terjadi disebabkan oleh karena paduan OAT.1

2.2.5 Komplikasi pada TB

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau dalam masa
pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :

- Batuk darah
- Pneumotoraks

- Luluh paru

- Gagal napas

- Gagal jantung

- Efusi pleura
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PEMBAHASAN

A. Hasil kegiatan program TB paru Pkm Mekarmukti tahun 2014-2016

No Nama Desa Kasus TB Paru

2014 2015 2016

1 Pasir Gombong 23 26 27

2 Simpangan 10 14 23

3 Tanjung Sari 9 12 14

4 Mekarmukti 18 24 11

5 Wangun Harja 3 3 6

6 Harja Mekar 4 4 4

Jumlah 57 83 85
Harja Mekar

Wangun Harja

Mekarmukti
2016
2015
Tanjung Sari
2014

Simpangan

Pasir Gombong

0 5 10 15 20 25 30

Berdasarkan data dari rekapan kunjungan pasien Tb selama tiga triwulan tahun 2017 didapatkan data
sebagai berikut

Desa Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3

B K D P Anak B K D P Anak B K D P Anak

Ds. Tanjung Sari 5 (2) 2 6

Ds. MekarMukti 5 1 (1) 4 9

Ds. PasirGombong 5 2 (1) 5 7 1 (1)

Ds. Simpangan 4 2 (1) 2 1 (1) 6 1


KampungPulauKapuk 1 (1)

Ds. HarjaMekar 1 1 1 4 (1)

Ds. WangunHarja 1

Ds. Pasar Sari 1

Ds. Cibatu 1

Triwulan I

Baru Kambuh Default Pindahan Anak


Triwulan II

Baru Kambuh Default Pindahan Anak

Triwulan III

Baru Kambuh Default Pindahan Anak


Desa Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Jumlah kasus

Ds. Tanjung Sari 5 3 6 14

Ds. Mekarmukti 6 3 9 18

Ds. Pasir Gombong 7 6 8 21

Ds. Simpangan 6 2 7 15

Kampung Pulau Kapuk 1 1

Ds. Harja Mekar 2 1 4 7

Ds. Wangun Harja 1 1

Ds. Pasar Sari 1 1

Ds. Cibatu 1 1

29 15 35
Cibatu

Pasir Sari

Wangun Harja

Harja Mekar

Kampung Pulo Kapuk

Simpangan

Pasir Gombong

Mekarmukti

Tanjung Sari

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Triwulan III Triwulan II Triwulan I

Dari data yang diperleh dapat disimpulkan kasus Tb di wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti
setiap tahunnya tetap ada dan tidak mengalami penurunan yang signifikan, oleh sebab itu kami
mengadakan survey mengenai factor- factor apa sajakah yang menjadi penyebab tetap tingginya kasus Tb
wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti.

B. Faktor – faktor penyebab tingginya angka TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti

1. Pendidikan
4.08
Universitas

10.14
Diploma

28.34
SMA / MA

18.12
SMP / Mts

17.29
SD / MI

13.23
TK / Belum Tamat SD

0 5 10 15 20 25 30

Dari data di atas didapatkan mayoritas pendidikan masyarakat di wilayah kerja


Puskesmas Mekarmukti adalah lulusan SMA /MA, lalu disusul lulusan SMP/Mts.

2. Lingkungan
Menurut Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kabupaten
Bekasi menjelaskan Cikarang Utara ( Wilayah kerja PKM Mekarmukti ) masuk dalam daftar 7
kecamatan yang kumuh yang mana diantaranya adalah kecamatan Cikarang Pusat, Cikarang
Selatan, Cikarang Barat, Babelan, Tambun utara, dan Tambun selatan.
Disebut kumuh, karena system Drainase dan jalan lingkungannya tidak tertata dengan
baik, sehingga tidak tertata dengan baik
Gambar diatas adalah ketika Tim dokter Internsip PKM Mekarmukti melakukan
kunjungan kesalah satu pasien program pengobatan TB paru.
Akses jalan yang sempit serta rumah warga itu juga banyak yang semi permanen dan
terbuat dari bilik serta jalan yang sempit, sehingga jauh dari standar kelayakan .
Rendahnya kualitas lingkungan itu bisa mengganggu kesehatan warga setempat.
Minimnya ventilasi pada rumah warga di wilayah simpangan adalah salah satu faktor
penyebab tingginya angka Tb paru pada wilayah kerja PKM Mekarmukti

3. Kesadaran masyarakat
Pada umumnya kegiatan MCK di wilayah kali ulu,cikarang utara dilakukan di sungai
yang berada dekat rumah mereka,sungai tersebut boleh dikatakan jauh dari kata layak
dikarenakan sangat kotor dan berbau tidak sedap.
4. Pekerjaan

Mayoritas mata pencaharian kepala keluarga diwilayah kerja PKM Mekarmukti sebagian
besar adalah buruh pabrik, pekerja serabutan dan buruh tani.
Gambar diatas menunjukan Penderita Tb pada wilayah Simpangan dan Kali ulu
bermata pencaharian sebagai buruh pada pabrik dan mengolah limbah dari pabrik pada
wilayah cikarang dan mereka minim pemahaman tentang APD ( alat pelindung diri ) agar
tidak terpapar polusi / asap / zat dari limbah yang mereka olah.

BAB IV
KESIMPULAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit bakterial kronis yang disebabkan infeksi Kompleks
Mikobakterium tuberkulosis yang terdiri atas Mikobakterium tuberkulosis (MTB),
Mikobakterium bovis dan Mikobakterium afrikanum.
Pada Penelitian diatas penulis menyimpulkan ada keterkaitan antara faktor-faktor penyebab
dengan tingginya angka Tb paru pada wilayah kerja Puskesmas Mekarmukti.Faktor-faktor
penyebab dalam tingginya kasus Tb paru dalam wilayah adalah diantaranya :
 Pendidikan
 Lingkungan
 Kesadaran Masyarakat
 Pekerjaan

Anda mungkin juga menyukai