Anda di halaman 1dari 8

Aziska Rani

04011281320026

1. Apa hubungan usia, status pernikahan dan status ginekologi terhadap kasus?

30 th ,P0A0

Endometriosis terjadi pada sekitar 1 dari 10 wanita selama usia reproduktif


(biasanya antara usia 15-49 tahun). Maka, usia pasien pada kasus termasuk
dalam usia yang beresiko untuk mengalami endometriosis. Pada kasus, pasien
telah menikah selama 3 tahun dan belum pernah hamil atau melahirkan. Kedua
hal ini dapat menunjukkan adanya kesulitan hamil pada pasien (infertilitas),
karena endometriosis sering dikaitkan dengan infertilitas. Namun, infertilitas
juga dipengaruhi banyak factor salah satunya frekuensi melakukan hubungan
seksual.

2. Apa WD dan definisi kasus ini?


Mrs. Retno (30 th) P0A0 mengalami infertilitas primer dan dismenore
akibat kista endometriosis.
Endometriosis : This is the condition where the lining of the womb
(endometrium) is found elsewhere outside the uterine cavity, usually in the
pelvis and around the womb, ovaries and/or fallopian tubes.

3. Bagaimana patofisiologi pada kasus?


Banyak teori atau hipotesis yang menjelaskan tentang proses
terjadinya endometriosis. Teori yang paling banyak diterima adalah teori
retrograde menstruation dimana sel endometrium berpindah dari kavitas
uterus dan melakukan implantasi ke lokasi ektopik, pada kasus ke ovarium.
Aliran retrograde menstruasi melewati tuba falopi dan dapat mentransport
sel endometrium ke intraabdominal; aliran limfa dan system sirkulasi juga
dapat mentransport sel endometrium ke lokasi yang jauh (kavitas pleura).
Hipotesis lainnya adalah metaplasis selom. Epitel selomik bertransformasi
menjadi kelenjar seperti endometrium. Epitel selomik adalah lapisan terluar
dari sel gonad, yang membentuk sel epitel germinal, disebut juga epitel
germinal Waldeyer. Terdapat juga teori tentang remnant mullerian cells
(sisa sel mullerian), yang masih tertinggal pada saat perkembangan system
muller. Dibawah stimulasi estrogen, sel tersebut dapat terinduksi untuk
berdifferensiasi menjadi kelenjar endometrium dan stroma.
Patofisiolgi terjadinya infertilitas belum diketahui secara pasti, tapi
kemungkinan termasuk diantara berikut :

1. Meningkatnya insiden tidak rupturnya lapisan lutein pada folikel


ovarium (trapped oocyte)
2. Meningkatnya produksi prostaglandin atau peritoneal makrofage
yang dapat mempengaruhi fungsi sperma dan ovum
3. Non-reseptif endometrium (karena resistensi progresterone,
disfungsi fase luteal, atau kelainan lainnya.

Mekanisme terjadinya dismenore pada endometrosis, dikaitkan dengan


konsentrasi PG yang tinggi sehingga frekuensi, amplitude dan tonus
tekanan basal dari kontraksi uterus pada wanita endometriosis lebih
tinggi dibanding mereka yang tidak dengan kelainan endometriosis. (1)
Lesi endometriosis menginduksi reaksi inflamasi dan mensekresi PG,
sitokin, histamine dan kinin menyebabkan nyeri. (2) Infiltrasi profunda
endometriosis menganggu jaringan dan syaraf. (3) rupture kista coklat
dapat mengiritasi peritoneum.

4. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan VT?


Hasil Normal Interpretasi Mekanisme
Abnormal
Portio was During most of the normal -
firm menstrual cycle, the
cervix remains firm, and
is positioned low and
closed. However,
as ovulation approaches,
the cervix becomes
softer and rises to open
in response to the higher
levels of estrogen
present
OUE tertutup Normal -
corpus Normal Normal -
within
normal limit,
right
adnexa and
parametrial
within
normal limit,
douglas
pouch
within
normal limit

left adnexal Abnormal Akibat


and (terdapat terbentuknya
parametrial massa pada massa kistik
was tense adneksa dan endometriosis
parametrium pada
kiri) endometrium.

Learning Issue
A. Dismenore

Dismenore atau nyeri haid merupakan gejala yang paling sering

dikeluhkan oleh wanita usia reproduktif. Nyeri atau rasa sakit yang siklik
bersamaan dengan menstruasi ini sering dirasakan seperti rasa kram pada perut dan
dapat disertai dengan rasa sakit yang menjalar ke punggung, dengan rasa mual dan
muntah, sakit kepala ataupun diare. Oleh karena itu, istilah dismenore hanya dipakai
jika nyeri haid tersebut demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk
istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk
beberapa jam atau beberapa hari (Winknjosastro, 2007). Dismenore
(dysmenorrhoea) berasal dari bahasa Yunani, diman “dys” bearti gangguan/nyeri
hebat / abnormalitas, “meno” berati bulan dan “rrhea” berarti aliran, sehingga
dismenore (dysmenorrhoea) dapat diartikan dengan gangguan aliran darah haid.
Kejadian dismenore cukup tinggi diseluruh dunia. Menurut data WHO, rata-
rata insidensi terjadinya dismenore pada wanita muda antara 16,8 – 81%. Rata-rata
di negara-negara Eropa dismenore terjadi pada 45-97% wanita. Dengan prevalensi
terendah di Bulgaria (8,8%) dan tertinggi mencapai 94% di negara Finlandia
(Latthe, 2006).
Dalam suatu data review Di Amerika Serikat, terjadi kerugian ekonomi hingga
mencapai 2 milliar dolar Amerika dan berkurangnya produktifitas pekerjaan akibat
hilangnya jam kerja sampai 600 juta jam kerja hilang yang diakibat oleh dismenore
(Zhu X, et al. 2009). Menurut Singh (2008), di India ditemukan diantara wanita
mahasiswa 31,67% mengalami dismenore dan 8,68% diantaranya tidak dapat
mengikuti perkuliahan akibat gangguan menstruasi ini.
Menurut Ernawati (2010), di Semarang yang dilakukan survey pada
mahasiswa ditemukan kejadian dismenore ringan sebanyak 18%, dismenore sedang
62% dan dismenore berat 20%. Dimana hal ini akan dapat mengganggu aktifitas
dan kegiatan belajar sehingga akan dapat mengganggu prestasi belajar mahasiswa.
Hal ini dibuktikan dalam suatu penelitian, dimana 71% dari 100 wanita usia 15 –
30 tahun yang mengalami dismenore, 5,6% diantaranya tidak dapat masuk sekolah
atau tidak dapat bekerja, serta ditemukan 59,2% mengalami kemunduran
produktifitas kerja yang diakibatkan oleh dismenore (Novia, 2006).

2.1.1 KLASIFIKASI

Dismenore dapat dibagi atas 2 bagian berdasarkan kelainan ginekologi, antara


lain :
a. Dismenore Primer.

Merupakan nyeri haid yang tidak terdapat hubungan dengan kelaiann


ginekologi, atau kelainan secara anatomik. Kejadian dismenore primer ini
tidak berhubungan dengan umur, ras maupun status ekonomi. Namun
derajat nyeri yang dirasakan serta durasi mempunyai hubungan dengan
usia saat menarche, lamanya menstruasi, merokok dan adanya
peningkatan Index Massa Tubuh. Sebaliknya gejala dismenore primer ini
semakin berkurang jika dikaitkan dengan jumlah paritas.
b. Dismenore Sekunder.
Nyeri haid yang disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kelainan secara
anatomi. Gejala dismenore sekunder ini dapat ditemukan pada wanita
dengan endometriosis, adenomiosis, obstruksi pada saluran genitaia, dan
lain-lain. Sehingga pada wanita dengan dismenore sekunder ini juga dapat
ditemukan dengan komplikasi lain seperti dyspareunia, dysuria,
perdarahan uterus abnormal, infertilitas dan lain-lain.

2.1.2 PATOFISIOLOGI

Sebelumnya banyak faktor yang dikaitkan dengan kejadian


dismenore, seperti keadaan emosional / psikis, adanya obstruksi kanalis
servikalis, ketidak seimbangan endokrin, dan alergi. Namun sekarang
timbulnya dismenore sering dikaitkan dengan adanya peningkatan kadar
prostaglandin. Dimana diketahui bahwa prostaglandin mempunyai efek
yang dapat meningkatkan kontraktilitas dari otot uterus. Dan juga
prostaglandin mempunyai efek vasokontriksi yang pada akhirnya dapat
menyebabkan iskemi pada otot uterus yang dapat menimbulkan rasa nyeri.
Konsentrasi prostaglandin selama siklus haid terjadi peningkatan yang
bermakna. Ditemukan kadar PGE2 dan PGF2α sangat tinggi dalam
endometrium, myometrium dan darah haid wanita yang menderita nyeri
haid primer (Mayo, 1997). Wanita dengan dismenore berat mempunyai
kadar prostaglandin yang tinggi selama masa siklus haid, konsentrasi tinggi
ini terjadi selama 2 hari dari fase menstruasi (cunningham, 2008).

2.1.3 DIAGNOSIS

Pada kebanyakan kasus wanita dengan gejala yang khas seperti rasa nyeri
pada perut bagian bawah yang muncul bersamaan saat haid dan menghilang
dengan pemberian terapi empirik dapat diduga dengan diagnosa dismenore
primer (cunningham, 2008). Menurut Lefebvre
(2005), dikatakan bahwa dismenore primer ditandai dengan adanya rasa nyeri pada
daerah supra pubik yang terjadi beberapa jam sebelum dan sesudah keluarnya darah
haid, namun terkadang rasa nyeri akan dapat dirasakan selama dua sampai tiga hari
haid. Dapat disertai dengan adanya keluhan-keluhan lain seperti diare, mual dan
muntah, rasa lemah, sakit kepala, pusing, bahkan dapat juga dijumpai demam
hingga hilangnya kesadaran.
Keluhan rasa nyeri pada saat haid dengan adanya temuan massa pada pelvik,
vaginal discharge yang abnormal, daerah pelvik yang tegang, wanita dengan risiko
terhadap penyakit radang panggul, adanya riwayat seksual aktif dengan risiko
penyakit menular seksual sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti
skrining untuk adanya penyakit infeksi menular, pemeriksaan ultrasonografi untuk
melihat kelainan patologi pada pelvik dapat mengarahkan kepada diagnosa
dismenore sekunder.

Kelainan seperti endometriosis, adenomiosis sering dikaitkan dengan keluhan nyeri


haid yang berlebihan.

Rasa nyeri dapat bersifat individual dan subjektif sehingga tidak ada
parameter yang dapat digunakan untuk menilai rasa nyeri secara. Beberapa metode
dapat digunakan dalam menilai rasa nyeri seperti unidimensi dan multidimensi.
Skala Unidimensi merupakan metode sederhana dengan menggunakan satu
variabel untuk menilai intensitas rasa nyeri. Metode unidimensi yang biasa dipakai
antara lain Categorical Scale, Numerical Ratting Scale (NRS), Visual Analogue
Scale (VAS).

Metode sederhana ini biasanya digunakan secara efektik di rumah sakit dan klinik.
Metode Categorical Scales berisi beberapa deskripsi secara verbal atau visual
mengenai nyeri dari yang paling ringan sampai paling berat. Yang termasuk dari
Categorical Scale ini antara lain Verbal Descriptor Scale (VDS), Face Pain Scale
(FPS) yang menunjukkan gambaran perubahan ekspresi wajah terhadap sensasi
rasa nyeri. Sedangkan metode NRS berisi tentang serial angka dari 0 sampai 10 atau
100, dimana pada awal angka diberi label tidak nyeri dan akhir angka sangat nyeri.
Pasien akan memilih kriteria nyeri yang sesuai dengan intensitas nyeri yang meraka
rasakan. Sedangkan metode VAS berisi garis horizontal atau vertikal sepanjang 10
cm dengan label pada awal 25 garis tidak nyeri dan pada akhir garis sangat nyeri.
Pasien akan memberi tanda pada garis tersebut sesuai tingkat nyeri yang mereka
rasakan. Panjangnya jarak dari awal garis sampai tanda yang diberikan oleh pasien
merupakan indeks derajat nyeri (Berry dkk, 2006).

2.1.4 PENATALAKSANAAN
Penanganan dismenore dapat dibagi dalam tiga bagian besar :

1. Farmakologis

Yaitu penanganan dismenore dengan pemberian obat-obatan,


suplemen. Obat-obatan yang paling sering digunakan antara lain Non
Steroid Anti Inflamation Drug (NSAID) yang bekerja dengan
menghambat aktivitas enzim siklooksigenase sehingga produksi dari
prostaglandin berkurang. COX –II Inhibitor yang juga bekerja selektif
terhadap penghambatan biosintesis prostaglandin juga dapat
digunakan untuk menangani nyeri haid. Pemakain kontrasepsi
hormonal dilaporkan juga dapat mengurangi nyeri haid. Pemberian
Vitamin B1, Magnesium, Vitamin E, juga menunjukkan efek yang
dapat mengurangi nyeri haid (dawood, 2006; Lefebvre, 2005;
cunningham, 2008)

2. Non-Farmakologis

Penanganan non farmakologi yang dapat digunakan pada wanita yang


menderita dismenore antara lain : TENS (Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation), Akupunktur, pemakaian herbal, relaksasi, terapi
panas, senam (Smith, 2009; Istiqomah, 2009;Lefebvre, 2005).

3. Pembedahan

Terapi pembedahan pada penderita dismenore merupakan pilihan terakhir


jika dengan terapi farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil
sehingga diperlukannya tindakan pembedahan dalam menangani
dismenore. Terapi pembedahan yang dapat dilakukan antara lain :
laparoskopi (Laparoscopic Uterine Nerve Ablation), histerektomi,
presakral neurektomi (Dawood, 2006; cunningham, 2008; Lefebvre,
2005).

Anda mungkin juga menyukai