Anda di halaman 1dari 6

XDR TB

Merupakan bentuk TB yang resisten terhadap setidaknya empat obat anti-TB inti. XDR-TB
melibatkan resistansi terhadap dua obat anti-TB yang paling kuat, isoniazid dan rifampisin, juga
dikenal sebagai resistansi multi-obat (TB-MDR), di samping resistansi terhadap salah satu
fluoroquinolon (seperti levofloxacin atau moxifloxacin) dan pada setidaknya satu dari tiga obat
lini kedua yang disuntikkan (amikacin, capreomycin, atau kanamisin).
Bisakah XDR-TB disembuhkan atau diobati?
Pasien TB-XDR dapat disembuhkan, tetapi dengan obat yang tersedia saat ini, kemungkinan
keberhasilannya jauh lebih kecil daripada pasien dengan TB biasa atau bahkan TB-MDR.
Penyembuhan tergantung pada tingkat resistensi obat, tingkat keparahan penyakit dan apakah sistem
kekebalan tubuh pasien terganggu.
Pasien yang terinfeksi HIV mungkin memiliki angka kematian yang lebih tinggi. Diagnosis dini dan
akurat adalah penting sehingga pengobatan yang efektif diberikan sesegera mungkin. Perawatan yang
efektif mensyaratkan bahwa pilihan obat lini kedua yang baik tersedia untuk dokter yang memiliki
keahlian khusus dalam menangani kasus-kasus tersebut.
Sumber ; WEBSITE WHO
Kategori Resistansi Terhadap Obat Anti TB (OAT) :

Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan dimana kuman tidak dapat lagi
dibunuh dengan OAT.
Terdapat 5 kategori resistansi terhadap obat anti TB, yaitu:
a. Monoresistan (Monoresistance): Resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan
isoniazid (H)
b. Poliresistan (Polyresistance): Resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi
isoniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin –
etambutol (RE), isoniazid – etambutol dan streptomisin (HES), serta rifampisin- etambutol
dan streptomisin (RES).
c. Multi Drug Resistance (MDR): Resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau tanpa
OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.
d. Extensively Drug Resistance (XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu
obat golongan fluorokuinolondan salah satu dari OAT injeksi lini kedua
(capreomisin,kanamisin dan amikasin)
e. TB Resistan Rifampisin (TB RR): Resistan terhadap rifampisin (monoresistan,
poliresistan,TB MDR, TB XDR) yang terdeteksi menggunakan metode fenotip atau genotip
dengan atau tanpa resistan OAT lainnya.

Terapi pada anak tb-hiv


Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi TB-HIV
aspirasi cairan lambung, cairan pleura, induksi sputum, biopsi jarum halus pada kelenjar getah bening
(KGB) yang membesar dan biopsi jaringan lainnya
Tanpa konfirmasi bakteriologi, diagnosis TB anak terutama berdasarkan 4 hal yaitu: 1) kontak dengan
pasien TB dewasa terutama yang BTA positif; 2) uji tuberkulin positif (≥ 5 mm pada anak terinfeksi
HIV); 3) gambaran sugestif TB secara klinis (misalnya gibbus) dan 4) gambaran sugestif TB pada
foto toraks. Diagnosis TB pada anak terinfeksi HIV lebih sulit dibandingkan yang tidak terinfeksi HIV
karena: uji tuberkulin sering negatif.

 gagal tumbuh merupakan gejala utama anak terinfeksi HIV dan anak sakit TB.
 kelainan foto toraks pada anak terinfeksi HIV sering disebabkan gejala respiratori selain
karena sakit TB.
PETUNJUK PRAKTIS
Diagnosis TB pada anak terinfeksi HIV bersifat presumtif berdasarkan riwayat kontak dengan TB
dewasa, uji tuberkulin ≥ 5 mm, klinis dan foto toraks sugestif TB.
Uji tuberkulin.
Tuberkulin merupakan protein kuman TB yang disebut purified protein derivative (PPD). Setelah
terinfeksi kuman TB maka seseorang akan mengalami hipersensitivitas terhadap PPD ini. Dengan
kata lain, uji tuberkulin positif pada seseorang yang pernah atau sedang terinfeksi kuman TB. Reaksi
dibaca 48-72 jam setelah penyuntikan intrakutan berupa diameter transversal terlebar indurasi.
Pada anak terinfeksi HIV, uji tuberkulin dikatakan positif bila diameter ≥ 5 mm. Bila hasilnya < 5
mm, TB belum dapat langsung disingkirkan karena ada beberapa keadaan yang menyebabkan “negatif
palsu”. Kondisi yang menyebabkan “negatif palsu” adalah infeksi HIV, malnutrisi berat, infeksi
bakteri berat, infeksi virus, obat imunosupresif dan prosedur penyuntikan yang salah.

Gejala klinis
TB pada anak terinfeksi HIV sama dengan yang tidak terinfeksi HIV tetapi pada anak yang terinfeksi
HIV lebih sering mengalami TB diseminata. Tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV sering sulit
dibedakan dengan kondisi lain akibat infeksi HIV seperti
Lymphocytic interstitial pneumonitis
(LIP), pneumonia bakteri, PCP, bronkiektasis dan Sarkoma Kaposi. Gejala klinis umum TB pada anak
terinfeksi HIV antara lain batuk persisten lebih dari 3 minggu yang tidak membaik setelah pemberian
antibiotik spektrum luas, malnutrisi berat atau gagal tumbuh, demam lebih dari 2 minggu, keringat
malam yang menyebabkan anak sampai harus ganti pakaian, gejala umum non-spesifik lainnya dapat
berupa fatigue (kurang aktif, tidak bergairah).
Tuberkulosis intratorakal dapat bermanifestasi sebagai TB paru, efusi pleura, efusi perikardial dan
TB milier. Tuberkulosis paru pada anak terinfeksi HIV menunjukkan gejala yang sama dengan anak
yang tidak terinfeksi HIV. Gejala klinisnya sering menyerupai gejala klinis penyakit komorbid pada
saluran napas misalnya LIP, PCP, pneumonia dan bronkiektasis. Gambaran radiologi TB milier
menyerupai gambaran radiologi LIP. Tuberkulosis paru anak sering memberikan gambaran radiologi
berupa atelektasis karena terdapat penekanan bronkus yang disebabkan oleh pembesaran KGB hilus
sehingga terjadi kolaps alveoli. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan wheezing /mengi sehingga
sering didiagnosis asma tetapi tidak membaik dengan pemberian bronkodil
Tuberkulosis susunan saraf pusat
Merupakan komplikasi TB paling serius dan berakibat fatal bila tidak diberikan pengobatan yang
tepat. Tuberkulosis SSP dapat bermanifestasi menjadi 3 bentuk yaitu meningitis (paling banyak),
tuberkuloma dan arakhnoiditis spinalis. Gejala klinis meningitis TB pada anak dibagi menjadi fase
prodromal (selama 2-3 minggu, berupa malaise, sefalgia, demam tidak tinggi dan muntah) dan fase
meningitik (gejala prodromal makin hebat, defisit neurologis dan disfungsi nervus III, VI, VII) dan
fase paralitik (penurunan kesadaran sampai sopor atau koma, hipertensi, hidrosefalus dan
deserebrasi).
Gambaran radiologi
sugestif TB pada anak terinfeksi HIV sama dengan yang tidak terinfeksi, antara lain berupa
pembesaran KGB hilus, efusi pleura, milier, gambaran pneumonia, atelektasis, kavitas dan
bronkiektasis. Pada anak terinfeksi HIV, gambaran radiologi LIP menyerupai TB milier. Di antara
berbagai gambaran radiologi tersebut, pembesaran KGB hilus merupakan gambaran yang
paling sering ditemukan
TB Tulang
Dapat bermanifestasi sebagai TB tulang belakang atau spondilitis TB (paling sering), TB sendi
panggul atau koksitis TB dan TB sendi lutut atau ghonitis TB. Selain gejala sistemik TB, dapat juga
ditemukan gejala spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan, nyeri pada pergerakan. Perjalanan
penyakit bersifat kronik, sering ditemukan setelah terjadi trauma. Tuberkulosis tulang belakang
disebut gibbus yaitu berupa tonjolan pada tulang belakang yang merupakan abses dingin. Koksitis TB
umumnya menunjukkan gejala berjalan pincang atau kesulitan berdiri. Ghonitis TB ditandai dengan
sulit berjalan dan berdiri serta atrofi otot paha dan betis. Anak terinfeksi HIV lebih mudah terkena TB
tulang dibandingkan yang tidak terinfeksi HIV.Pemeriksaan foto tulang belakang merupakan
penunjang diagnosis yang utama. Gambaran foto tulang belakang berupa destruksi di antara korpus
vertebra yang berdekatan dengan jarak antara dua korpus vertebra melebar, tepi korpus bagian
anterior bergerigi, terbentuk gibbus dan kalsifikasi jaringan lunak di sekitar korpus
Paduan obat dan lama pengobatan
Tujuan pemberian OAT adalah mengobati pasien dengan efek samping minimal, mencegah transmisi
kuman dan mencegah resistensi obat. Saat ini, paduan obat TB pada anak yang terinfeksi HIV yang
telah disepakati WHO (2011) adalah INH (H), Rifampisin (R), PZA (Z) dan Etambutol (E) selama
fase intensif 2 bulan pertama dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin selama fase lanjutan.
Pada TB milier dan meningitis TB diberikan INH, Rifampisin, PZA, Etambutol dan
Streptomisin selama fase intensif selanjutnya INH dan Rifampisin selama fase lanjutan

Tambahan:
Tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV (selain TB milier, meningitis TB dan TB tulang) harus
diberikan 4 macam obat (RHZE) selama 2 bulan pertama dilanjutkan RH sampai minimal 9
bulan.
Pasien TB anak yang terinfeksi HIV mempunyai kecenderungan relaps yang lebih besar dibanding
anak yang tidak terinfeksi. Untuk mengatasi hal ini maka pengobatan TB anak terinfeksi HIV
diberikan lebih lama yaitu minimal 9 bulan sedangkan pada TB milier, meningitis TB dan TB tulang
selama 12 bulan. Mortalitas TB pada anak terinfeksi HIV lebih besar dibanding anak yang tidak
terinfeksi karena tingginya ko-infeksi oleh patogen lain, absorpsi dan penetrasi OAT terhadap organ
yang terkena pada anak terinfeksi HIV jelek, misdiagnosis, kepatuhan kurang, malnutrisi berat dan
imunosupresi berat.
Dosis OAT yaitu INH 10 mg/KgBB/hari (maksimal 300 mg), Rifampisin 15 mg/KgBB/hari
(maksimal 600 mg), PZA 35 mg/KgBB/hari (maksimal 2000 mg), Etambutol 20 mg/KgBB/hari
(maksimal 1250 mg) dan Streptomisin 20 mg/KgBB/hari (maksimal 1000 mg).Pada meningitis TB,
TB milier dengan distress pernapasan, efusi pleura dan efusi perikardial diberikan tambahan
kortikosteroid berupa prednison 1 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 6 minggu, selanjutnya
diselama 6 minggu
Sumber :
PETUNJUK TEKNISTATA LAKSANA KLINIS KO-INFEKSI TB-HIV oleh kementian kesehtan
2012

Edukasi Obat:
Efek samping obat TB diklasifikasikan menjadi efek samping mayor dan minor. Pasien yang
mengalami efek samping minor sebaiknya tetap melanjutkan pengobatan dan diberikan petunjuk dan
obat tambahan untuk mengatasi keluhan yang dirasakan. Pasien yang mengalami efek samping mayor
perlu diberhentikan sementara pengobatannya. Pasien sebaiknya dirujuk ke dokter spesialis dan
dirawat di rumah sakit.
Pada saat pemberhentian obat, pasien dapat diberikan bridge therapy agar tidak terjadi resistensi.
Terdapat pedoman klinis dan rekomendasi mengenai kapan pasien dapat diberikan obat ulang serta
dosisnya, namun keputusan terakhir adalah tergantung klinisi yang merawat. Apabila telah diketahui
OAT penyebab efek samping pasien, dapat diberikan regimen terapi lain.

Kemungkinan obat Hentikan OAT terkait dan konsul


Efek samping mayor penyebab ke dokter spesialis

Ruam kulit dengan atau tanpa Streptomisin, isoniazin,


gatal rifampisin, pirazinamid Hentikan semua OAT

Tuli (tanpa serumen saat dilihat


oleh otoskop) Streptomisin Hentikan streptomisin

Pusing (vertigo dan nistagmus) Streptomisin Hentikan streptomisin

Kuning (penyebab lain Isoniazin, pirazinamid,


disingkirkan), hepatitis rifampisin Hentikan 3 OAT penyebab

Kebingungan (pikirkan masalah


hati apabila kuning) Kebanyakan dari OAT Hentikan semua OAT

Masalah penglihatan Etambutol Hentikan etambutol


Syok, purpura, gagal ginjal Rifampisin Hentikan rifampisin

Penurunan urin Streptomisin Hentikan streptomisin

Kemungkinan obat Lanjutkan OAT, perhatikan dosis


Efek samping minor penyebab obat

Berikan obat dengan makanan ringan


atau sebelum tidur. Sarankan pasien
untuk konsumsi obat pelan-pelan
dengan air. Apabila keluhan berlanjut,
muntah terus menerus, atau terdapat
Pirazinamid, rifampisin, perdarahan, pikirkan efek samping
Anoreksia, mual, nyeri perut isoniazid berat dan rujuk secepatnya.

Aspirin atau obat NSAID atau


Nyeri sendi Pirazinamid parasetamol

Rasa terbakar/ kesemutan pada


tangan atau kaki Isoniazid Piridoksin 50-75 mg setiap hari

Mengantuk Isoniazid Edukasi hal tersebut tidak apa-apa

Edukasi hal tersebut normal. Beritahu


Urin merah/ oranye Rifampisin sebelum mulai terapi.

Sindroma flu (demam, malaise, Pemberian rimpafisin Rubah pemberian rifampisin menjadi
nyeri kepala, nyeri tulang) intermiten setiap hari.

Tabel 4. Efek samping minor OAT. Sumber: karya pribadi penulis.


Efek samping yang paling sering terjadi saat terapi OAT adalah hepatitis oleh karena obat, ruam pada
kulit, serta keluhan gastrointestinal dan neurologis.

Rifampisin:
Obat ini juga memiliki efek samping yaitu:
Warna kemerahan pada urin, tinja, dahak, keringat. Hal ini normal dan akan menghilang sendiri saat
obat dihentikan.
Gangguan fungsi hati, maka itu observasi melalui tes darah akan diperlukan saat dilakukan konsumsi
jangka panjang obat ini.
Mual- muntah
Ruam kulit.
Siapa itu PMO:
engawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen Directly Observe Treatment
Shortcourse (DOTS) adalah pengobatan paduan Anti Obat Anti Tuberkulosa (OAT) jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperkukan
seorang PMO. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain.. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
Persatuan Pemberantas Tuberkulosa Indonesia (PPTI), PKK, atau tokoh masyarakat lainnya
atau anggota keluarganya.
Tugas seorang PMO yaitu :
1. Menyiapkan dan mengingatkan pasien saat minum obat
2. Memotivasi pasien saat merasa bosan mengkonsumsi obat setiap hari, 3.
Mengingatkan saat jadwal pengambilan obat dan periksa sputum, 4. Memberitahu pasien
hal yang harus dan tidak boleh dilakukan; seperti menggunakan masker saat di rumah
maupun keluar dan harus menutup mulut saat batuk ( Erlinda et al, 2013).
Tugas PMO menurut Depkes RI (2009) adalah:
1. Mengawasi penderita TB agar minum obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada penderita TB agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan penderita TB untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejalagejala yang
mencurigakan untuk segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai