Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN MEDIKOLEGAL PERKIRAAN SAAT KEMATIAN

1
Eklesia A. Senduk
2
Johannis F. Mallo
2
Djemi Ch. Tomuka

1
Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: eklesia.senduk@yahoo.com

Abstract: Most human beings will experience cycles of life, including the processes of
natural conception, birth, and death. From the various life cycles mentioned, death is the one
that still contains a huge mystery. Death also affects the close relatives and others connected
to the deceased. Death is not only a medical and social issue, but also an important legal
issue. In homicide cases, the estimated time of death can help reveal the identity of the
murderer, and as a clue to the whereabouts of the crime scene. A certification of death made
by a medical doctor will help the deceased’s relatives to claim insurance, legally change
his/her marriage status, and other legal interests. It is every medical doctor’s concern to
master the basics of estimating post mortem intervals.
Keywords: post mortem interval, death

Abstrak: Semua makhluk hidup termasuk manusia akan mengalami siklus kehidupan,
berawal dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan didunia, dan diakhiri dengan kematian.
Dengan kata lain semua manusia sudah didiagnosis untuk mati. Kematian tidak hanya akan
mempengaruhi almarhum/almarhumah saja, namun juga keluarga maupun orang-orang yang
terhubung dengan almarhum/almarhumah. Kematian bukan hanya masalah medis dan sosial,
namun juga merupakan masalah hukum yang teramat penting. Perkiraan saat kematian akan
membantu penyidik untuk membuka identitas pembunuh, dan memberi petunjuk mengenai
dimana sebenarnya tempat kejadian perkara. Sertifikasi kematian oleh dokter juga akan
membantu keluarga almarhum untuk memperoleh hak hukumnya, seperti asuransi, perubahan
status perkawinan dan kepentingan hukum lainnya. Pemahaman dasar-dasar perkiraan saat
kematian menjadi kepentingan setiap dokter dalam melaksanakan tugasnya.
Kata kunci: mati, perkiraan saat kematian.

Perkiraan saat kematian pada kematian terhadap para tersangka pelaku tindak
yang bukan akibat kejahatan hampir selalu pidana. Benar tidaknya alibi seseorang
tidak merupakan masalah penting. Umum- yang diduga mempunyai hubungan dengan
nya hal ini hanya untuk kepentingan sebab kematian korban dapat diketahui dari
keluarga dan kepentingan sejarah. perkiraan sebab kematian.1
Dalam kasus kematian yang merupa- Semua makhluk hidup termasuk
kan kejahatan, perkiraan saat kematian manusia mengalami siklus kehidupan, yaitu
yang mendekati saat kejadian atau kemati- berawal dari proses pembuahan, kelahiran,
an sangat penting, khususnya bila dikaitkan kehidupan didunia, dan diakhiri dengan
dengan proses penyidikan; dengan kematian. Kematian dianggap sebagai
demikian penyidik dapat lebih terarah dan peristiwa luar biasa yang membatasi
selektif dalam melakukan pemeriksaan kehidupan manusia, dan dapat berpengaruh

S37
S38 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S37-41

besar terhadap individu tersebut. Dari mengikuti ilmu pengetahuan yang berlaku.
berbagai siklus kehidupan di atas, kematian Umumnya, mati dapat didefinisikan secara
merupakan salah satu yang masih sederhana sebagai berikut: berhentinya tiga
mengandung misteri yang sangat besar.1 penunjang kehidupan yaitu sistem saraf
Untuk dapat memperkirakan saat pusat, jantung, dan pernapasan secara per-
kematian perlu diketahui perubahan- manen, yang disebut sebagai mati klinis
perubahan yang terjadi pada tubuh sese- atau mati somatik.2
orang yang meninggal dunia (jenazah), dan Pernyataan IDI tentang mati mencakup
juga faktor-faktor yang turut berperan hal-hal sebagai berikut:1
dalam terjadinya perubahan tersebut. Mati 1. Mati adalah suatu proses yang
merupakan masalah yang sudah pasti berangsur-angsur. Tiap sel dalam tubuh
terjadi pada setiap mahluk hidup, tetapi saat manusia mempunyai daya tahan yang
terjadinya tidak pernah diketahui dengan berbeda-beda terhadap tidak adanya
tepat.2 oksigen dan oleh karenanya mempu-
Pengertian tentang kematian itu sendiri nyai saat kematian yang berbeda pula.
mengalami perkembangan dari waktu ke
2. Bagi dokter, kepentingan bukan terletak
waktu sejalan dengan perkembangan ilmu
pada tiap butir sel tersebut, tetapi pada
pengetahuan dan penggunaan alat-alat yang
kepentingan manusia itu sebagai suatu
mutakhir.
kesatuan yang utuh.
Kematian dapat dibagi menjadi dua
3. Dalam tubuh manusia ada tiga organ
fase, yaitu: somatic death (kematian
tubuh yang penting yang selalu dilihat
somatik) dan biological death (kematian
dalam penentuan kematian seseorang,
biologik). Kematian somatik merupakan
yaitu jantung, paru-paru, dan otak
fase kematian dimana tidak didapati tanda-
(khususnya batang otak).
tanda kehidupan lagi, seperti denyut
4. Di antara ketiga organ tersebut,
jantung dan gerakan pernapasan, suhu
kerusakan permanen pada batang otak
badan menurun, dan tidak adanya aktivitas
merupakan tanda bahwa manusia itu
listrik otak pada rekaman EEG. Setelah dua
secara keseluruhan tidak dapat dinyata-
jam, kematian somatik akan diikuti
kan hidup lagi.
kematian biologik yang ditandai dengan
5. Oleh karena itu, setelah mendengar
kematian sel.2
Dengan adanya kemajuan ilmu penge- pertimbangan dari para ahli kedokteran,
tahuan seperti penggunaan alat respirator agama, hukum, dan sosiologi, IDI
(alat bantu nafas), seorang yang dikatakan berpendapat bahwa manusia dinyatakan
mati batang otak (yang ditandai dengan mati jika batang otak tidak berfungsi
rekaman EEG yang datar) masih bisa lagi.
menunjukkan aktivitas denyut jantung, 6. Sadar bahwa pernyataan tentang
suhu badan yang hangat, dan berfungsinya kematian ini akan mempunyai implikasi
alat-alat tubuh lainnya (sebagai contoh: teknis dilapangan, dengan ini IDI
ginjal) selama terdapat bantuan alat mengajukan usulan perubahan terhadap
respirator tersebut. Bila alat respirator PP No. 18, tahun 1981, terutama yang
dihentikan, maka dalam beberapa menit berkenaan dengan definisi mati seperti
akan muncul tanda kematian somatik yang tercantum dalam pasal 1 ayat g
lainnya. Hal-hal demikian menyebabkan dari peraturan tersebut.
terjadinya kesulitan dan ketidakseragaman 7. Perlu diingatkan sekali lagi kepada
penentuan terjadinya kematian.1 setiap dokter bahwa pada dasarnya
tugas dokter adalah untuk mengurangi
penderitaan pasien dan jika mungkin
BATASAN DARI ‘KEMATIAN’ menyembuhkan kembali secara sem-
Dengan perkembangan ilmu penge- purna dan bertindak demi kepentingan
tahuan maka definisi kematian berubah pasien tersebut. Meskipun dokter
Senduk, Mallo, Tomuka; Tinjauan Medikolegal Perkiraan Saat Kematian S39

menghadapi penyakit-penyakit yang listrik, dan tenggelam.


belum dapat disembuhkan atau adanya Mati seluler (mati molekuler)
cacat yang tidak dapat dipulihkan, merupakan kematian organ atau jaringan
dokter tetap harus bertindak demi tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kebaikan pasiennya, sampai saat kematian somatik.
pasiennya dapat kembali ke keluarga- Pada mati serebral, kerusakan kedua
nya atau dinyatakan mati. hemisfer otak yang ireversibel kecuali
batang otak dan serebelum, sedangkan
Tanatologi merupakan bagian dari kedua sistem lainnya yaitu sistem
Ilmu Kedokteran Forensik yang mem- pernapasan dan kardiovaskular masih
pelajari kematian dan perubahan yang berfungsi dengan bantuan alat.1,2
terjadi setelah kematian serta faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut.
BAHASAN
Seorang dokter tidak jarang menemui
kesulitan untuk mendiagnosis apakah pada Kematian pada saat ini tidak hanya
seseorang sudah terjadi kematian atau merupakan masalah di dalam kedokteran
belum.1,2 saja, akan tetapi juga mempunyai aspek
Tanatologi berasal dari kata thanatos legal. Seseorang dinyatakan mati baik
(yang berhubungan dengan kematian) dan dilihat dari kedokteran maupun dari segi
logos (ilmu). Dalam tanatologi dikenal hukum bila dokter atas dasar pengetahuan
beberapa istilah tentang mati, yaitu mati kedokteran yang sesuai dengan standar
somatik (mati klinis), mati suri, mati profesi tidak lagi menemukan adanya tanda
seluler, mati serebral dan mati otak (mati kehidupan yang spontan. Konsep mati dan
batang otak).1,2 berhentinya darah mengalir seperti dianut
Mati somatik (mati klinis) terjadi selama ini dan juga diatur dalam PP. 18
akibat terhentinya fungsi ketiga sistem thun 1981 yang menyatakan bahwa mati
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf adalah berhentinya fungsi jantung, paru-
pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem paru, tidak bisa diperguna-kan. Hal ini
pernapasan yang menetap. Secara klinis disebabkan karena teknologi resusitasi
tidak ditemukannya refleks-refleks, EEG telah memungkinan jantung dapat dipacu
mendatar, nadi tak teraba, denyut jantung untuk berdenyut kembali dan paru-paru
tidak terdengar, tidak ada gerak per- dapat dipompa untuk kembang-kempis
napasan, dan suara pernapasan tidak kembali.3
terdengar pada auskultasi. Walaupun tanda-tanda kematian
Pada mati batang otak, telah terjadi somatik sudah tampak, sebelum terjadi
kerusakan seluruh isi neuronal intra-kranial kematian biologik masih dapat dilakukan
yang ireversibel, termasuk batang otak dan berbagai macam tindakan seperti pemin-
serebelum. Dengan diketahuinya mati otak dahan organ tubuh untuk transplantasi,
atau batang otak maka dapat dikatakan kultur sel, jaringan dan organ atau jaringan
seseorang secara keseluruhan tidak dapat tubuh individu tersebut masih dapat di-
dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu pertahankan hidup terus walaupun berada
dapat dihentikan. pada tempat yang berbeda selama men-
Mati suri (mati semu) yaitu terhentinya dapat perawatan yang memadai.
tiga sistem kehidupan (susunan saraf pusat, Kecenderungan dunia kedokteran pada
sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan) saat ini menempatkan otak (dalam hal ini
yang ditentukan dengan alat kedokteran batang otak) sebagai kriteria yang paling
sederhana. Dengan peralatan kedokteran menentukan dalam hal memastikan adanya
yang canggih masih dapat dibuktikan kematian seseorang, sebagaimana kriteria
ketiga sistem tersebut masih berfungsi. yang diajukan oleh Harvard Medical
Mati suri sering ditemukan pada kasus School, dimana salah satu tes yang
keracunan obat tidur, tersengat aliran terpenting ialah pemeriksaan aktivitas otak
S40 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S37-41

dengan elektroensefalograf (EEG).2,4 Hukum tidak memberikan rumusan


Dengan demikian seseorang akan dinyata- yang tegas mengenai kematian seseorang,
kan mati bila pada pemeriksaan tidak dan hanya menyebutkan bahwa kematian
ditemukan adanya aktivitas otak yang adalah hilangnya nyawa seseorang tanpa
tampak dari hasil pemeriksaan EEG yang penjelasan lebih lanjut. Kenyataannya,
mendatar. Pendapat lain mengatakan bahwa dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
tidak pada tempatnya jika dokter memutus- teknologi (iptek) kedokteran masa kini
kan bahwa seorang telah mati walaupun detak jantung dan napas seseorang dapat
EEG telah membuktikan hal tersebut, tetapi terus dipertahankan karena fungsi otonom-
masih terlihat adanya pernapasan spontan. nya dengan bantuan alat medis tertentu
Penentuan kematian tersebut amat penting walaupun sebenarnya otak atau batang otak
artinya bila dikaitkan dengan kemungkinan telah berhenti berfungsi.1
untuk dilakukannya tindakan transplantasi.4 Dengan adanya alat respirator maka
Dengan demikian makin sulit seorang disusunlah kriteria diagnostik baru untuk
ilmuwan medis menentukan terjadinya kematian yang berdasarkan konsep brain
kematian pada manusia, apakah kematian death is death. Kemudian dengan ber-bagai
somatik secara lengkap harus terlihat se- dasar pemikiran, konsep ini diperbaharui
bagai tanda penentu adanya kematian, atau menjadi brain stem death is death. Dunia
cukup bila didapati salah satu dari tanda cenderung menempatkan otak sebagai
kematian somatik, seperti kematian batang kriteria yang paling menentukan untuk
memastikan adanya kematian pada sese-
otak saja, henti nafas saja, atau henti detak
orang melalui pemeriksaan aktivitas otak
jantung saja sudah dapat dipakai sebagai
dengan elektroensefalograf (EEG). Sese-
patokan penentuan kematian manusia. Per-
orang akan dinyatakan mati bila pada
masalahan penentuan kematian ini sangat
pemeriksaan tidak ditemukan adanya
penting dalam pengambilan keputusan baik
aktivitas otak sebagaimana dilihat dari hasil
oleh dokter maupun keluarganya. pemeriksaan EEG yang mendatar. Tetapi
Dalam peraturan perundang-undangan masih ada yang berpendapat tidak pada
di Indonesia, batasan mati telah diangkat tempatnya diputuskan mati walaupun EEG
dalam peraturan pemerintah yaitu pada PP telah membuktikan hal tersebut, karena
no. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat masih terlihat adanya pernapasan. Adanya
Klinik dan Bedah Mayat Anatomis serta perubahan-perubahan yang terjadi setelah
transplantasi alat dan/atau jaringan tubuh kematian, yang menurut kenyataannya me-
manusia. Pada Bab 1 Pasal 1 tentang miliki pola tertentu, memungkinkan untuk
Ketentuan Umum Ayat g, dijelaskan bahwa dapat memperkirakan kematian seseorang.2
“Meninggal dunia adalah insani yang
diyakini oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan SIMPULAN
dan atau denyut jantung seseorang telah Kematian merupakan suatu keadaan
berhenti”. Ayat g diatas mengenai definisi yang tidak dapat dihindari oleh manusia.
meninggal dunia kurang jelas; oleh karena Seseorang dinyatakan mati baik dilihat dari
itu IDI dalam seminar nasionalnya telah segi kedokteran maupun dari segi hukum
mencetuskan fatwa tentang masalah mati bila dokter atas dasar pengetahuan kedok-
yang dituangkan dalam SK PB IDI No. teran yang sesuai dengan standar profesi
336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 tidak lagi menemukan adanya tanda kehi-
yang disusul dengan SK PB IDI No. dupan spontan, yang ditandai oleh tidak
231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut berfungsinya batang otak dan telah ter-
dinyatakan bahwa seseorang dinyatakan hentinya peredaran darah dan pernapasan.
mati bila fungsi spontan pernafasan dan
jantung telah berhenti secara pasti atau
DAFTAR PUSTAKA
ireversibel, atau bukti telah terjadi
kematian batang otak.4 1. Idries AM, editor. Saat Kematian. In:
Senduk, Mallo, Tomuka; Tinjauan Medikolegal Perkiraan Saat Kematian S41

Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Forensik FKUI; 2008.


Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1997; p.53- 4. Hanafiah MJ, Amir A. Etika Kedokteran
83. dan Hukum Kesehatan (Edisi 3).
2. Atmadja DS. Thanatologi. Ilmu Kedokteran Jakarta: Penerbit Buku ECG, 1999; p.
Forensik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 104-9.
1997; p.25-36. 5. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan
3. Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Ilmu Kedokteran Forensik dalam proses
Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Penyidikan (Cetakan 1, Edisi Revisi).
dalam Penegakan Hukum; Sebuah Jakarta: Sagung Seto; 2008.
Pengantar. Jakarta: Bagian Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai