MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Tanggap Darurat
Oleh :
NIM. 6411413105
Rombel 4
2015
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah berjudul Dampak Kebakaran Hutan di Indonesia
terhadap Sistem Pernafasan Manusia ini disusun untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat bermanfaat. Akhir kata
melalui kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................1
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diambil dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa definisi dari kebakaran hutan?
2. Bagaimana proses terjadinya kebakaran?
3. Apa faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan?
5. Bagaimana dampak dari kebakaran hutan terhadap sistem pernapasan?
6. Bagaimana upaya pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan?
7. Bagaimana upaya pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan di Indonesia?
BAB II
5
PEMBAHASAN
6
Fase ini berupa reaksi eksotermik yang menyebabkan kenaikan suhu dari 300
- 500◦C. Pirolisis mempercepat proses oksidasi (flaming) dari gas-gas yang mudah
terbakar. Akibatnya, gas-gas yang mudah terbakar dan uap hasil pirolisis bergerak
ke atas bahan bakar, bersatu dengan O2 dan terbakar selama fase flaming. Panas
yang di hasilkan dari reaksi flaming mempercepat laju pirolisis dan melepaskan
jumlah yang besar dari gas-gas yang mudah terbakar. Api akan membesar dan
sulit dikendalikan, terlebih jika ada angin. Pada fase ini dihasilkan berbagai
produk pemabakaran seperti: air, CO2, sulfur oksida, gas nitrogen dan nitrogen
oksida. Kemudian terjadi kodensasi dari tetesan ter dan soot < 1 urn membentuk
asap (smoke) yang merupakan polutan udara yang penting.
3. Smoldering (Pembaraan)
“Smoldering” adalah fase awal di dalam pembakaran untuk tipe bahan bakar
“duff” dan tanah organic. Laju penjalaran api menurun karena bahan bakar tidak
dapat mensuplai gas-gas yang mudah terbakar. Panas yang dilepaskan menurun
dan suhunya pun menurun, gas-gas lebih terkondensasi ke dalam asap.
4. Glowing (Pemijaran)
Fase glowing merupakan bagian akhir dari proses smoldering. Pada fase ini
sebahagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen
mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang
mengarang. Produk utama dari fase “glowing” adalah CO, CO2 dan abu sisa
pembakaran. Pada fase ini temperature puncak dari pembakaran bahan bakar
berkisar antara 300 – 600 0C.
5. Extinction
Kebakaran akhirnya berhenti pada saat semua bahan bakar yang tersedia
habis, atau pada saat panas yang dihasilkan dalam proses smoldering atau flaming
tidak cukup untuk menguapkan sejumlah air dari bahan bakar yang basah. Panas
yang diserap oleh air bahan bakar, udara sekitar, atau bahan inorganik (seperti
batu-batuan dan tanah mineral) mengurangi jumlah panas yang tersedia untuk
pembakaran, sehingga mempercepat proses extinction.
7
Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia secara umum disebabkan
oleh dua faktor. Pertama, karena faktor kelalaian manusia yang sedang
melaksanakan aktivitasnya di dalam hutan. Kedua, karena faktor kesengajaan,
yaitu kesengajaan manusia yang membuka lahan dan perkebunan dengan cara
membakar.
Kebakaran hutan karena faktor kelalaian manusia jauh lebih kecil dibanding
dengan faktor kesengajaan membakar hutan. Pembukaan lahan dengan cara
membakar dilakukan pada saat pembukaan lahan baru atau untuk peremajaan
tanaman industri pada wilayah hutan. Pembukaan lahan dengan cara membakar
biayanya murah, tapi jelas cara ini tidak bertanggung jawab dan menimbulkan
dampak yang sangat luas. Kerugian yang ditimbulkannya juga sangat besar.
Penyebab kebakaran oleh manusia dapat dirinci sebagai berikut.
a. Pembakaran vegetasi
Kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari pembakaran
vegetasi yang disengaja tetapi tidak dikendalikan pada saat kegiatan,
misalnya dalm pembukaan areal HTI dan perkebunan serta penyiapan lahan
pertanian oleh masyarakat.
b. Aktivitas dalam pemanfaatan sumber daya alam
Kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari aktivitas manusia
selama pemanfaatan sumber daya alam, misalnya pembakaran semak belukar
yang menghalangi akses mereka dalam pemanfaatan sumber daya alam serta
pembuatan api untuk memasak oleh para penebang liar dan pencari ikan di
dalam hutan. Keteledoran mereka dalam memadamkan api dapat
menimbulkan kebakaran.
c. Penguasaan lahan
Api sering digunakan masyarakat local untuk memperoleh kembali hak-
hak mereka atas lahan.
8
Faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya kebakaran hutan adalah
bahan bakar, topografi, cuaca, waktu dan sumber api serta keterkaitan diantaranya
(Saharjo, 2006).
1. Bahan Bakar
Salah satu faktor yang berperan dalam kebakaran hutan adalah bahan bakar.
Selain itu faktor-faktor yang berperan yang masih dekat hubungannya dengan
bahan bakar adalah jenis vegetasi dan kerapatan tanaman. Jenis vegetasi dan
kerapatan untuk jenis hutan tropis terjadi proses siklus makanan yang tetap,
dimana jika kondisi stabil tanpa ada kegiatan penebangan maka proses
dekomposisi dapat berjalan dengan normal sehingga serasah, ranting dan lainnya
mengalami proses pembusukan alami untuk sumber makanan kembali bagi
tanaman. Sehingga tingkat kerawanan kebakaran pada hutan tropis sangat kecil
sekali. Akan tetapi kedua hal tersebut akan menjadi potensi bahan bakar yang
besar pada kondisi yang tidak stabil dan ekstrim untuk terjadinya kebakaran hutan
kalau ada sumber penyulut api.
2. Topografi
Mengetahui bentuk permukaan tanah (topografi) sangat penting untuk
mengontrol suatu kebakaran. Pada lahan yang miring nyala api akan mendekati
bahan bakar yang ada di atasnya dan akan bergerak lebih cepat dibanding lahan
yang datar. Tanaman akan menjadi panas sebelum api menyentuhnya, dan akan
lebih mudah untuk terbakar. Pada kelerengan yang terjal akan lebih cepat api
menyebar dan akan lebih sulit untuk dikontrol. Dalam membuat sekat bakar untuk
di atas lereng harus lebih lebar dibanding jika membuat di bawah lereng. Aspek
adalah posisi kemiringan terhadap arah datangnya sinar matahari. Lahan miring
yang langsung menghadap matahari, akan lebih cepat terjadi panas dan
mengalami proses pengeringan bahan bakar, sebaliknya pada bagian lain bahan
bakar relatif lebih dingin, sehingga apabila terjadi kebakaran pada lereng yang
menghadap matahari atau sebelah timur akan lebih cepat jika kebakaran terjadi
pada lereng bagian barat.
9
Menurut Chandler et. al. (1983) menyatakan bahwa cuaca dan iklim
mempengaruhi kebakaran hutan dengan berbagai cara yang saling berhubungan
yaitu :
1. Iklim menentukan jumlah total bahan bakar yang tersedia.
2. Iklim menentukan jangka waktu dan kekerasan musim kebakaran.
3. Cuaca mengatur kadar air dan kemudahan bahan bakar hutan untuk
terbakar.
4. Cuaca mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan.
Faktor-faktor cuaca seperti suhu, kelembaban, stabilitas udara serta kecepatan
dan arah angin secara langsung mempengaruhi terjadinya kebakaran. Faktor-
faktor lain seperti jangka musim yang lama berpengaruh pada pengeringan bahan
bakar, sehingga secara tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka
panjang akan mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan. Iklim pada masing-
masing wilayah geografi menentukan tipe bahan bakar dan panjangnya musim
kebakaran atau waktu dalam setahun dimana sering terjadi kebakaran.
4. Waktu
Waktu mempengaruhi kebakaran hutan yaitu melalui proses pemanasan
bahan bakar yang dipengaruhi oleh radiasi matahari yang berfluktuasi dalam
sehari semalam. Fluktuasi suhu ini berpengaruh terhadap kemudahan terjadinya
pembakaran dimana suhu maksimum dicapai pada tengah hari sedangkan suhu
minimum tercapai pada saat menjelang matahari terbenam dan dini hari
(Schroeder dan Buck, 1970).
5. Sumber Api/Penyulut
Sebagian besar sumber penyulut terjadinya kebakaran hutan di Indonesia
adalah oleh aktivitas manusia, entah dengan sengaja atau tidak melakukan
pembakaran. Faktor manusia dalam hal ini yang lebih dominan dapat memicu
terjadinya kebakaran hutan dan lahan, seperti kegiatan pembakaran untuk
kepentingan tertentu misalnya: kegiatan pembersihan lahan (land clearing),
penguasaan lahan (land use conflict) atau sebagai pelampiasan kekecewaan
terhadap pihak tertentu (arson).
10
Asap kebakaran hutan dan lahan secara umum berisi gas CO, CO2, H2O,
jelaga, debu (partikel) ditambah dengan unsur-unsur yang telah ada di udara
seperti N2, O2, CO2, H2O, dan lainlain. Asap kebakaran hutan dapat
mengganggu kesehatan masyarakat dan menimbulkan penyakit infeksi pada
saluran pernapasan (ISPA), sakit mata dan batuk. Kebakaran gambut juga
menyebabkan rusaknya kualitas air, sehingga air menjadi kurang layak untuk
diminum.
11
Gambar 2.1 Segitiga Api
Sumber: brainly.co.id
12
Jika kebakaran tetap terjadi meski tindakan pencegahan telah dilakukan maka
tindakan pemadaman harus segera dilakukan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya prinsip pemadaman kebakaran adalah dengan cara menghilangkan
salah satu sisi dari segitiga api tersebut, upaya yang dapat dilakukan sesuai dengan
prinsip pemadaman kebakaran diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Pendinginan. Api dapat dipadamkan dengan cara menurunkan suhu sampai di
bawah suhu penyulutan, dengan menggunakan air atau tanah basah pada
bahan yang sedang terbakar.
b. Pengurangan oksigen. Api dapat dipadamkan dengan cara menghilangkan
oksigen dari bahan bakar yang sedang terbakar. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memukul nyala api dengan alat pemukul api khusus, punggung
bilah sungkup, menimbun dengan tanah, atau menggunakan air.
c. Melaparkan. Api dapat “dilaparkan” dengan cara menghilangkan pasokan
bahan bakar yang tersedia atau dengan cara membiarkan api untuk membakar
ke arah penghalang alami.
d. Bakar Balas. Strategi ini dilakukan jika sama sekali tidak tersedia peralatan
pemadam, serta personil yang sedikit, yaitu dengan cara membakar bahan
bakar berlawanan arah jalaran api. Dengan cara demikian api dari dua arah
akan bertemu ditengah dan karena bahan bakar habis maka api padam. Untuk
melakukan bakar balas biasanya areal pinggir sungai atau jalan yang
merupakan sekat bakar dengan areal penting untuk dilindungi.
13
2.9 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan di Indonesia
Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan
antara lain (Soemarsono, 1997):
1. Memantapkan dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan
Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak
serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan
HTI;
2. Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
3. Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam
kebakaran hutan;
4. Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah,
tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan;
5. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian
kebakaran hutan;
6. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan
Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan
dan Menteri Negara Lingkungan Hidup;
7. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga melakukan
penanggulangan melalui berbagai kegiatan sebagaimana termaktub dalam
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian
Kebakaran Hutan antara lain (Soemarsono, 1997):
1. Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta
melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I
dan II.
2. Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua
tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya,
maupun perusahaan-perusahaan.
14
3. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui
PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui
PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
4. Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain:
pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan
Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk
kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari
negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama ini
ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan kebakaran hutan masih terus
terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain:
1. Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam
kawasan hutan.
2. Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih
rendah.
3. Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan
penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman
kebakaran semak belukar dan hutan masih rendah.
4. Upaya pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan
kebakaran hutan belum memadai.
15
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah,
sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya.
Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya
sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang
optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait
dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang
penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor
penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah
terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan
menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi
secara tegas.
1.2 Saran
Dalam mengantisipasi dan mengurangi kejadian kebakaran hutan, maka perlu
tindak nyata pada semua pihak terkait/stakeholder secara jelas, pasti dan cepat
sehingga degradasi lingkungan dan hutan dapat diatasi. Hal ini dapat melalui jalan
pendekatan dengan berbagai metode pada semua pelaku peran baik dari lembaga
pemerintah sebagai pihak yang merupakan produk izin, pengusaha yang bergerak
dalam kegiatan ini, masyarakat sebagai peran lainnya, tenaga ahli yang
memahami teori dengan benar dan pihak-pihak pengamat yang membantu
meluruskan adanya kekeliruan dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat baik
lokal maupun internasional, perguruan tinggi dan sebagainya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, Wahyu Catur dan INN Suryadiputra. 2003. Kebakaran Hutan dan
Lahan. Bogor: Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut.
Bahri, Samsul. 2002. Kajian Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan dan
Lahan di Wilayah Sumatera Bagian Utara dan Kemungkinan Mengatasinya
dengan TMC. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 2,
2002, 99-104. Peneliti UPT Hujan Buatan BPP Teknologi JL. M.H. Thamrin
No 8 Jakarta 10340.
Sizer, Nigel et al. 2014. Kebakaran Hutan di Indonesia Mencapai Titik Tertinggi
Sejak Kondisi Darurat Kabut. Diakses pada tanggal 9 Juni 2015, dari
http://www.wri.org/blog/2014/03/kebakaran-hutan-di-indonesia-mencapai-
tingkat-tertinggi-sejak-kondisi-darurat-kabut
Chapter II. 2015. Tinjauan Pustaka: Kebakaran Hutan. Diakses pada tanggal 8
Juni 2015, dari
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24895/4/Chapter%20II.pdf
Pribadi, Indra Arief. 2014. BNPB: Pembakaran hutan di Riau dan Kalbar
Kian Parah. Diakses pada tanggal 9 Juni 2015, dari
17
http://www.antaranews.com/berita/446229/bnpb--pembakaran-hutan-di-riau-
dan-kalbar-kian-parah
18