Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Ada banyak unsur yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Baik unsur makro mau pun
mikro. Salah satu makrounsur yang dibutuhkan oleh makhluk hidup adalah protein. Protein
memiliki rantai panjang dan dapat mengalami cross linking. Sehingga protein juga berperan
dalam biokatalis suatu reaksi-reaksi kimia dalam makluk hidup. Makromolekul itulah yang
mengendalikan metabolisme yang kompleks dan menjaga kelangsungan hidup suatu
orgenisme.
Berhubungan dengan hal tersebut, jika terjadi suatu kelainan dalam biokatalis suatu
makhluk hidup maka akan terlihat dengan jelas dengan kelainan proteinnya. Sehingga
diperlukan beberapa uji yang dibutuhkan untuk mengetahuinya. Salah satunya adalah dengan
uji Western Blotting untuk mengetahui jenis dan berat molekul suatu protein. Namun
sebelum dilakukan uji diatas harus diterapkan isolasi protein terhadap sampel yang diambil.
Agar protein murni dari sampel bisa didapat sehingga uji tersebut bisa dilakukan dengan baik
dan benar.
Teknik ini pertama kali dibuat oleh W. Neal Burnette dan dinamai western blot.
Western blot merupakan teknik untuk mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang
homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan
dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein
berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian
ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian
akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target.

I.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian dari Western Blot (WB)
2. Mengetahui prisip kerja dari Western Blot (WB)
3. Mengetahui cara kerja dari Western Blot (WB)
4. Mengetahui kegunaan serta pengaplikasiannya pada sampel

1
BAB II

ISI

II.1 Pengertian Western Blooth


Western blotting atau immunoblotting adalah istilah yang dipakai untuk proses
transfer dan imunodeteksi protein pada gel yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan
berat molekul protein sampel dalam suatu campuran, dan umtuk membandingkan reaksi
silang antar protein, serta untuk mempelajari modifikasi protein selama sintesis. Dengan cara
ini, protein dalam hitungan nanogram dapat terdeteksi (Noprita’s Castle, 2015).
Western Blot (WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada
membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut terpisahkan
melalui elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi melalui metode
autoradiografi, pelabelan dengan senyawa-senyawa fluoresen, pelabelan dengan 125I,
pelabelan dengan antibodi terikat protein, lektin atau gen pengikat spesifik lainnya. Western
blot digunakan secara luas untuk menentukan ukuran antigen dan antibodi yang diketahui,
serta untuk diidentifikasi. Teknik ini memiliki beberapa keuntungan seperti:
a. Teknik ini mampu mendeteksi protein dengan sensitivitas tinggi karena protein
dipekatkan dalam volume kecil.
b. Waktu yang dibutuhkan efisien.
c. Reagens yang digunakan lebih ekonomis.

II.2 Prinsip Kerja Western Blooth


Prinsip teknik western blotting yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel
jaringan yang homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut
berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan
protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut
kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka
kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target.
Membran tersebut (PVDF) dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga
protein yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi.
Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan prinsip imunologi menggunakan
antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah pemberian antibodi sekunder, deteksi
dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi
secara fluoresensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibodi sekunder akan memberikan
hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar
gelap.
Immunodeteksi tidak dilakukan langsung pada gel karena sifat gel yang rapuh untuk
dapat melalui proses inkubasi yang lama dan pencucian yang berulang kali. Untuk mengatasi
hal ini, maka protein terlebih dahulu ditansfer dari gel ke membran nitroselulosa (NC) atau
membrane poliviniliden difluorida (PVDF). Membran digunakan sebagai tempat melekatnya
protein yang diuji karena:
a. Mudah manipulasinya
b. Mengurangi lama inkubasi dan pencucian

2
c. Hasil protein yang ditrnsfer (hasil blot) dapat dipakai lagi untuk immunodeteksi protein
yang lain (sesudah diinkubasi dengan detergen untuk menghilangkan probing reagent
d. Blot dapat disimpan sampai 1 bulan
e. Blot sesuai untuk berbagai prosedur deteksi
Secara umum, berikut gambaran prinsip kerja teknik western blot

Gambar 1. Teknik Western Blot

Proses mendeteksi protein target dapat dilakukan secara direct dan indirect.
Pendetksian secara direct (langsung) tidak membutuhkan antibodi sekunder karena antibodi
primer sudah langsung dilabeli oleh enzim maupun pewarna fluorescent. Sedangkan
pendeteksian secara indirect (tidak langsung) yaitu antibodi primer ditambahkan lebih dahulu
supaya berikatan dengan protein antigen dalam sampel, lalu diikuti penambahan antibodi
sekunder sehingga antibodi sekunder dapat langsung berikatan dengan antibodi primer. Label
yang digunakan adalah konjugat enzim (substrat) chemiluminescent horseradish peroxidase
(HRP). Pendeteksian protein target secara indirect lebih banyak digunakan karena memiliki
lelebihan antara lain antibodi sekunder dapat memperkuat sinyal pendeteksi, pelabelan tidak
mempengaruhi imunoreaktivitas antibodi primer, dan satu antibodi sekunder dapat digunakan
untuk beberapa antibodi primer.

II.3 Cara Kerja Western Blot


Dalam mendeteksi protein teknik Western blot memiliki 3 tahap, yakni tahap
elektroforesis, tahap elektrotransfer, dan tahap deteksi.

3
Garis besar tahapan-tahapan teknik westerns blot dalam mendeteksi sampel dapat di lihat
pada gambar berikut:

Gambar 2. Tahap-tahap terkni Westerns Blooth

II.3.1 Tahap Elektroforesis


Pada tahap pertama ini, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara
elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul
dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel yang
mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergen yang
memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu kestabilan protein,
sehingga protein mengalami denaturasi. Interaksi ionik, jembatan disulfida, ikatan hidrogen
yang menyebabkan suatu protein mengalami folding untuk menjaga kestabilannya menjadi
terganggu akibat adanya SDS.
Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya.
Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida lurus.
Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai polipeptida tersebut semakin
panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu
membran poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan
bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam membran
poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara protein dan
membran.
Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar sehingga
pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan protein yang
berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa waktu, masing-masing
protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya. Protein yang lebih kecil atau memiliki
berat molekul rendah akan bergerak lebih jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel
poliakrilamid tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah
terpisah berdasarkan berat molekul.

II.3.2 Tahap Elektrotransfer


Tahap kedua dalam Western Blot yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid
menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor
pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga
elektrotransfer. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: Blotting basah dan
Blotting semi kering.

4
Blotting Basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel
transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer. Transfer
dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1 malam. Metode blotting basah lebih
umum digunakan karena fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik.
Gel transfer yang umum digunakan pada western bolt ada dua, yaitu nitroselulosa dan
nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif tidak
mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama pada beberapa
keadaan khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang dibutuhkan jauh lebih
besar dari kapasitas pengikatan nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat sangat lemah
pada nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan mekanik.
Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan tahap yang
sangat penting dalam western blot. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut.
a. Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi dapat
menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah
b. Kekuatan ion rendah buffer transfer dapat digunakan pada tegangan listrik yang tinggi
tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang tinggi.
c. Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam
d. Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan konsentrasi
poliakrilamid yang rendah.

5
Blotting Semi Kering
Blotting semi kering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffer
transfer. Kertas saring tersebut diletakkan diantara gel poliakrilamid dan gel transfer.
Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan listrik tertentu.

II.3.3 Tahap Deteksi


Tahap ini merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer.
Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang bersifat
spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan antibodi primer
dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan penggunaan antibodi primer
dan antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak
langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi dengan
molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi
sekunder. Antibodi primer berfunsi mengikat protein target, sedangkan antibodi sekunder
berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul penanda. Molekul
penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda yang umum digunakan
diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase (HRP),
immunogold, dan 125I. Masing-masing molekul penanda tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan. Molekul penanda immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu
immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan 125I memiliki sensitivitas relatif rendah yaitu 10-20 pg,
10-50 pg, dan 50-100 pg.
Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama dengan sebuah
enzim yang disebut reporter enzyme. Proses deteksi biasanya berlangsung dalam dua tahap,
yaitu antibodi primer dan antibodi sekunder.
Antibodi Primer
Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali dihasilkan sistem
imun ketika terpajang protein target. Antibodi terlarut kemudian diinkubasi bersama kertas
membran paling sedikit selama 30 menit.

Antibodi Sekunder
Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas mebran dibilas terlebih dahulu
barulah diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi sekunder adalah antobodi yang
spesifik untuk suatu spesies pada antibodi primer. Misalnya, anti-tikus hanya akan berikatan
pada antibodi primer yang berasal dari tikus. Antibodi sekunder biasanya berikatan dengan
enzim reporter seperti alkaline fosfatase atau horseradish peroxidase. Antibodi sekunder ini
kemudian akan menguatkan sinyal yang dihasilkan oleh antibodi primer. Sekarang, proses
deteksi dapat dilakukan dengan satu langkah saja, yaitu dengan menggunakan antibodi yang
dapat mengenali protein yang diinginkan sekaligus memiliki label yang mudah dideteksi.

6
II. 4 Kegunaan dan Pengaplikasiannya pada Sampel
II.4.1 Kegunaan
Adapun kegunaan secara umum dari analisis westrern blot antara lain:
a. Untuk mengidentifikasi dan memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk
berikatan dengan antibodi yang spesifik.
b. Dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein.

II..4.2 Aplikasi Teknik Western Blot pada Sampel


Teknik western blot telah banyak dikembangkan dalam berbagai penelitian, salah
satunya pada penelitian mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 ragi
Saccharomyces cerevisia. Protein eRF3 (eukaryotic release factor-3) merupakan salah satu
protein yang berperan pada proses terminasi translasi. Protein ini bersama-sama dengan eRF1
(eukaryotic release factor-1) saling berinteraksi membentuk kompleks release factor dalam
memediasi pelepasan rantai polipeptida dari ribosom.
Untuk memahami mekanisme terminasi translasi dalam sistem eukariot dilakukan
evaluasi struktur fungsi eRF1 yang dilanjutkan dengan studi in vitro eRF1 mutan dan eRF1
wild type dengan eRF3. Namun demikian hasil deteksi dari studi interaksi in vitro sulit
terdeteksi secara kuantitatif. Untuk dapat mengkuantisasi pita-pita eRF3 hasil studi interaksi
in vitro diperlukan antibodi anti eRF3.
7
Dalam Biokimia, western blot digunakan untuk mendeteksi protein tunggal dan
memodifikasi protein (seperti modifikasi pasca-translasi). Ini digunakan sebagai metode
umum untuk secara khusus membuktikan keberadaan satu protein dalam campuran. Western
blot secara rutin digunakan untuk verifikasi produksi protein setelah cloning, dan digunakan
dalam diagnostik medis, seperti dalam tes HIV atau Tes BSE. Western blot digunakan
sebagai tes definitif untuk varian penyakit Creutzfeldt-Jakob, sejenis penyakit prion terkait
dengan konsumsi daging sapi yang terkontaminasi dari sapi dengan Bovine spongiform
encephalopathy (BSE, yang biasa disebut sebagai 'penyakit sapi gila').
Beberapa penyakit lainnya yang diuji menggunakan western blotting antara lain
penyakit lyme, infeksi Hepatitis B dan infeksi HSV-2 (Herpes Tipe 2). Dalam kedokteran
hewan, Western Blot kadang-kadang digunakan untuk mengkonfirmasi status FIV + pada
kucing.
Aplikasi lebih lanjut dari teknik western blot termasuk penggunaannya oleh World
Anti-Doping Agency (WADA). Doping darah adalah penyalahgunaan teknik dan/atau zat
tertentu untuk meningkatkan massa sel darah merah seseorang, yang memungkinkan tubuh
untuk mengangkut lebih banyak oksigen ke otot sehingga meningkatkan stamina dan kinerja.
Ada tiga zat atau metode yang dikenal luas yang digunakan untuk doping darah, yaitu,
erythropoietin (EPO), pembawa oksigen sintetis dan transfusi darah. Masing-masing dilarang
di bawah Daftar Zarang Terlarang dan Metode WADA.

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Western blotting atau immunoblotting adalah istilah yang dipakai untuk proses transfer
dan imunodeteksi protein pada gel yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan
berat molekul protein sampel dalam suatu campuran, dan umtuk membandingkan reaksi
silang antar protein, serta untuk mempelajari modifikasi protein selama sintesis. Dengan
cara ini, protein dalam hitungan nanogram dapat terdeteksi
2. Prinsipnya, teknik western akan mendeteksi protein dengan melihat kemampuan protein
beikatan dengan antibodi
3. Untuk mendeteksi protein, akan dilalui tiga tahap. Yakni tahap elektroforesis, tahap
elektrotransfer dan tahap deteksi
4. Metode western memiliki dua kegunaan yakni untuk mengidentifikasi dan memposisikan
protein berdasarkan kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi yang spesifik dan
memberikan informasi tentang ukuran dari protein. Serta dapat diaplikasikan dalam
penelitian, satunya pada penelitian mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3
ragi Saccharomyces cerevisia.

9
DAFTAR PUSTAKA

Gembala Ilmu, 2017, Western Blot, http://gembalailmu.blogspot.co.id/2017/03/western-


blotting.html, disitasi pada 20 Mei 2018

Noprita’s Castel, 2015, Western Blot, http://k2castle.blogspot.co.id/2015/02/western-


blotting.html, disitasi pada 20 Mei 2018

Wikipedia, 2018, Western Blot, https://en.wikipedia.org/wiki/Western_blot, disitasi pada 22


Mei 2018

10

Anda mungkin juga menyukai