BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk dapat memaparkan serta mengetahui pengertian atau teori secara umum
dari teknik Western Blot.
2. Untuk dapat mengetahui secara rinci mengenai prinsip kerja dari teknik Western
Blot.
3. Untuk mengetahui secara rinci langkah kerja Western Blot.
4. Untuk dapat mengetahui aplikasi dan manfaat dari penggunaan teknik Western
Blot.
1.4 Manfaat
Mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai teknik Western Blot
meliputi pengertian, teknik dasar, proses tahapan, aplikasi dan manfaat. Dari
informasi yang didapatkan diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu bagi
mahasiswa untuk dapat dipergunakan sebaik mungkin.
BAB II
PEMBAHASAN
Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran
dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks.
c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih
singkat.
e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode
analisis yang dipakai
Proses mendeteksi protein target dapat dilakukan secara direct dan indirect.
Pendetksian secara direct (langsung) tidak membutuhkan antibodi sekunder
karena antibodi primer sudah langsung dilabeli oleh enzim maupun pewarna
fluorescent. Sedangkan pendeteksian secara indirect (tidak langsung) yaitu
antibodi primer ditambahkan lebih dahulu supaya berikatan dengan protein
antigen dalam sampel, lalu diikuti penambahan antibodi sekunder sehingga
antibodi sekunder dapat langsung berikatan dengan antibodi primer. Label yang
digunakan adalah konjugat enzim (substrat) chemiluminescent horseradish
peroxidase (HRP). Perbandingan procedur pendeteksian protein
antara direct danindirect dapat dilihat pada Gambar 2.2. pendeteksian protein
target secara indirect lebih banyak digunakan karena memiliki lelebihan antara
lain antibodi sekunder dapat memperkuat sinyal pendeteksi, pelabelan tidak
mempengaruhi imunoreaktivitas antibodi primer, dan satu antibodi sekunder dapat
digunakan untuk beberapa antibodi primer (Rockoff dan Cole, 2011).
Gambar 2.2. Perbandingan pendeteksian protein direct dan indirect(Sumber: Rockoff dan Cole,
2011).
Gambar 2.3. Gambar alur tahapan Western Blot (Sumber: Kindt et al.,
2007).
1. Tahap Pertama (Elektroforesis)
Pada tahap pertama ini, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel
secara elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan
ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis,
biasanya sampel yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS
merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS
tersebut mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi.
Interaksi ionik, jembatan disulfida, ikatan hidrogen yang menyebabkan suatu
protein mengalami folding untuk menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat
adanya SDS.
Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya.
Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai
polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai
polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida
lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus
listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan bergerak dari kutub negatif
menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam membran poliakrilamid
tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara protein dan membran.
Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar
sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan
protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa
waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya.
Protein yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih
jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid tersebut akan
terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah terpisah
berdasarkan berat molekul, dapat terlihat pada Gambar 2.4 dibawah (Koolman
dan Roehm, 2005).
Gambar 2.4. Proses yang terjadi dalam gel poliakrilamid (Sumber: Koolman dan Roehm,
2005).
2. Tahap kedua (elektotransfer)
Tahap kedua dalam Western Blot yaitu pemindahan protein dari gel
poliakrilamid menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus
listrik sebagai faktor pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses
pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer. Menurut Bollag et al., (1996),
elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:
a. Blotting Semi Kering
Blotting semi kering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan
buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan diantara gel poliakrilamid dan
gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan
listrik tertentu.
b. Blotting Basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel
transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer
(Wenk dan Fernandis, 2007). Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45
menit hingga 1 malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena
fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik.
Gel transfer yang umum digunakan pada western bolt ada dua, yaitu
nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum
digunakan karena relatif tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan.
Nilon juga digunakan terutama pada beberapa keadaan khusus. Pertama, kapasitas
pengikatan dengan protein yang dibutuhkan jauh lebih besar dari kapasitas
pengikatan nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat sangat lemah pada
nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan mekanik
(Bollag et al., 1996).
Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan
tahap yang sangat penting dalam western bolt. Oleh karena itu, ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut.
a. Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi
dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah
b. Kekuatan ion rendah buffer transfer dapat digunakan pada tegangan listrik yang
tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang tinggi.
c. Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam
d. Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan
konsentrasi poliakrilamid yang rendah.
3. Tahap ketiga (Deteksi)
Tahap ini merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer.
Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang
bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada
penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda.
Berdasarkan penggunaan antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode
deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung
menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi dengan molekul marker.
Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder.
Antibodi primer berfunsi mengikat protein target, sedangkan antibodi sekunder
berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul
penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda
yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim
horsedish peroksidase (HRP), immunogold, dan 125I. Masing-masing molekul
penanda tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Molekul penanda
immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu immunogold (1-25 pg).
HRP, AP dan 125I memiliki sensitivitas relatif rendah yaitu 10-20 pg, 10-50 pg,
dan 50-100 pg (Bollag et al., 1996).
Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama dengan
sebuah enzim yang disebut reporter enzyme. Proses deteksi biasanya berlangsung
dalam dua tahap, yaitu :
1. Antibodi Primer
Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali dihasilkan
sistem imun ketika terpajang protein target. Antibodi terlarut kemudian diinkubasi
bersama kertas membran paling sedikit selama 30 menit.
2. Antibodi Sekunder
Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas mebran dibilas terlebih dahulu
barulah diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi sekunder adalah antobodi
yang spesifik untuk suatu spesies pada antibodi primer. Misalnya, anti-tikus hanya
akan berikatan pada antibodi primer yang berasal dari tikus. Antibodi sekunder
biasanya berikatan dengan enzim reporter seperti alkaline fosfatase atau
horseradish peroxidase. Antibodi sekunder ini kemudian akan menguatkan sinyal
yang dihasilkan oleh antibodi primer. Sekarang, proses deteksi dapat dilakukan
dengan satu langkah saja, yaitu dengan menggunakan antibodi yang dapat
mengenali protein yang diinginkan sekaligus memiliki label yang mudah
dideteksi.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan antara lain:
1. Western blot adalah proses pemindahan hasil protein dari gel hasil elektroforesis
ke membran dan digunakan untuk mendeteksiprotein pada sampel jaringan.
Imunoblot menggunakanelektroforesis gel untuk memisahkan protein asli.
2. Prinsip kerja western blot adalah yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel
jaringan yang homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan
protein tersebut berikatan dengan antibodi.
3. Langkah kerja dalam analisis western blot dapat dilakukan dalam beberapa
tahapan yaitu (1) tahap elektroforesis, (2) tahap elektrotransfer, dan (3) tahap
deteksi.
4. Salah satu aplikasi dari teknik western blot yang dapat dilakukan adalah
mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 ragiSaccharomyces
cerevisia.
5. Adapun manfaat dari western blot secara umum yaitu (1) untuk mengidentifikasi
dan memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk berikatan dengan
antibodi yang spesifik, (2) dapat memberikan informasi tentang ukuran dari
protein.
DAFTAR PUSATAKA
Atwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed).
2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition.
Oxford. University Press.
Bollag, D.M., M.D. Rozycki, S.J. Edelstein. 1996. Protein Method. Wiley-Liss. Inc.
Kindt, T.J., R.A.Goldsby, B.A. Osborne, J. Kuby. 2007. Kuby Immunology. W.H.
Freeman. New York.
Koolman, J. dan K. Roehm, 2005. Color Atlas of Biochemistry, Second Edition. Revised
and Enlarged. Thieme.
Wenk, M.R. dan A.Z. Fernandis. 2007. Manuals in Biomedical Research : A Manual
For Biochemistry Protocols. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.