Anda di halaman 1dari 15

WESTERN BLOTTING

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dunia kesehatan sering ditemukan berbagai penyakit yang dapat
mengancam kesehatan makhluk hidup. Contoh dari penyakit itu adalah
HIV/AIDS. Mad-cow disease (sapi gila), penyakit Lyme yang disebabkan oleh
kutu, Hepatitis, FIV yang terjadi pada kucing, dan masih banyak penyakit lainnya.
Penyakit tersebut memiliki gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lainnya,
sehingga besar kemungkinan untuk terjadi kesalahan diagnosa penyakit yang
dapat membahayakan bagi penderita. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik
yang dapat mendeteksi keberadaan substrat penyebab suatu penyakit di dalam
tubuh secara spesifik. Substrat tersebut ditemukan ditemukan dalam bentuk
protein yang spesifik berupa antigen (antibodi generator/pemicu antibody).
Antigen merupakan protein asing yang berbahaya dan dapat menyerang
tubuh sehingga akan memicu munculnya antibodi spesifik pada tubuh. Antibodi
yang terdapat pada tubuh merupakan bagian sistem dari kekebalan tubuh yang
dapat mencegah tubuh dari serangan penyakit yang disebabkan oleh antigen yang
masuk ke dalam tubuh.
Untuk dapat mendeteksi keberadaan suatu antigen pada tubuh, diperlukan
suatu teknik diagnosa sistematis yaitu Western Blotting. Teknik ini merupakan
bagian dari diagnosa kesehatan dalam disiplin ilmu Biologi Molekuler, Biokimia
dan juga immunogenetik. Teknik ini pertama kali dibuat oleh W.Neal dan
dinamai Western Blot. Western blot merupakan teknik untuk mendeteksi protein
spesifik pada jaringan yang homogeny ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan
kemampuan protein tersebut berkaitan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan
gel elektrofotesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau
berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah
membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan
dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target.
Berdasarkan penjelasan diatas tersebut, maka dalam makalah yang di
susun kali ini akan membahas secara spesifik mengenai pengertian, prinsip kerja,
langkah kerja, dan manfaat dari teknik Western Blot.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian atau teori secara umum dari teknik Western blot?
2. Bagaimanakah prinsip kerja dari teknik Western Blot?
3. Bagaimana langkah kerja dari tejnik Western Blot?
4. Manfaat apa saja yang bisa diambil dari teknik Western Blot?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini antara lain:
1. Untuk dapat memaparkan serta mengetahui pengertian atau teori secara umum
dari teknik Western Blot.
2. Untuk dapat mengetahui secara rinci mengenai prinsip kerja dari teknik Western
Blot.
3. Untuk mengetahui secara rinci langkah kerja Western Blot.
4. Untuk dapat mengetahui aplikasi dan manfaat dari penggunaan teknik Western
Blot.

1.4 Manfaat
Mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai teknik Western Blot
meliputi pengertian, teknik dasar, proses tahapan, aplikasi dan manfaat. Dari
informasi yang didapatkan diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu bagi
mahasiswa untuk dapat dipergunakan sebaik mungkin.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Western Blot


Menurut Fatchiyah, dkk (2011), western blot adalah istilah yang dipakai
untuk proses transfer dan imunodeteksi protein pada gel yang bertujuan untuk :
(1) mengetahui keberadaan dan berat molekul protein sampel dalam suatu
campuran, (2) membandingkan reaksi silang antar protein, (3) mempelajari
modifikasi protein selama sintesis. Dengan cara ini, protein dalam hitungan
nanogram dapat terdeteksi. Nur & Adijuwana (1989) mengemukakan bahwa
western blot adalah proses pemindahan hasil protein dari gel hasil elektroforesis
ke membran dan digunakan untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan.
Imunoblot menggunakanelektroforesis gel untuk memisahkan protein asli. Hasil
elektroforesis antigen lalu ditransfer ke membran nitroselulosa dengan bantuan
arus listrik. Antigen pada membran selanjutnya akan dikenali oleh antibodi dari
sampel. Pita-pita yang terpisah dapat dideteksi dengan terdatnya warna pada
membran.
Menurut Attwood et al., (2006) menyatakan bahwa Western Blot(WB)
merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada membran
nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut
terpisahkan melalui elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi
melalui metode autoradiografi, pelabelan dengan senyawa-senyawa fluoresen,
pelabelan dengan 125I, pelabelan dengan antibodi terikat protein, lektin atau gen
pengikat spesifik lainnya. Western blotdigunakan secara luas untuk menentukan
ukuran antigen dan antibodi yang diketahui, serta untuk diidentifikasi. Teknik ini
memiliki beberapa keuntungan seperti :
1. Teknik ini mampu mendeteksi protein dengan sensitivitas tinggi karena protein
dipekatkan dalam volume kecil.
2. Waktu yang dibutuhkan efisien.
3. Reagens yang digunakan lebih ekonomis.

2.2 Prinsip Kerja Western Blot


Prinsip kerja western blotting dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Prinsip Kerja Western Blotting (Sumber: Davidson, 2001).

Berdasarkan Gambar 2.1 tersebut, prinsip teknik western blotting yaitu


mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogen ataupun dari
suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan
antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein
berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein
tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau
PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi
yang spesifik kepada protein target.
Membran tersebut (PVDF) dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel
sehingga protein yang terblot pada membran dapat dideteksi dengan cara visual
maupun fluoresensi. Deteksi ekspresi protein pada organisme dilakukan dengan
prinsip imunologi menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Setelah
pemberian antibodi sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pemberian
kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluoresensi, reaksi antara
antibodi primer dengan antibodi sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang
selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap.
Immunodeteksi tidak dilakukan langsung pada gel karena sifat gel yang
rapuh untuk dapat melalui proses inkubasi yang lama dan pencucian yang
berulang kali. Untuk mengatasi hal ini, maka protein terlebih dahulu ditansfer dari
gel ke membran nitroselulosa (NC) atau membrane poliviniliden difluorida
(PVDF).
Membran digunakan sebagai tempat melekatnya protein yang diuji karena:
1. Mudah manipulasinya
2. Mengurangi lama inkubasi dan pencucian
3. Hasil protein yang ditrnsfer (hasil blot) dapat dipakai lagi untuk immunodeteksi
protein yang lain (sesudah diinkubasi dengan detergen untuk menghilangkan
probing reagent.
4. Blot dapat disimpan sampai 1 bulan
5. Blot sesuai untuk berbagai prosedur deteksi (fatchiyah dkk, 2011).

Akses yang lebih besar kepada molekul yang telah terikat ke permukaan lembaran
dibandingkan kepada molekul yang masih berada di dalam gel atau matriks.

b. Lebih sedikit reagen yang dibutuhkan.

c. Waktu untuk melakukan staining dna destaining, inkubasi, mencuci, dll dapat lebih
singkat.

d. Pola yang terbentuk dapat dikeringkan dan disimpan berbulan-bulan sebelum


dianalisis.

e. Dapat dibuat banyak replika pola tersebut untuk memungkinkan banyak metode
analisis yang dipakai

Proses mendeteksi protein target dapat dilakukan secara direct dan indirect.
Pendetksian secara direct (langsung) tidak membutuhkan antibodi sekunder
karena antibodi primer sudah langsung dilabeli oleh enzim maupun pewarna
fluorescent. Sedangkan pendeteksian secara indirect (tidak langsung) yaitu
antibodi primer ditambahkan lebih dahulu supaya berikatan dengan protein
antigen dalam sampel, lalu diikuti penambahan antibodi sekunder sehingga
antibodi sekunder dapat langsung berikatan dengan antibodi primer. Label yang
digunakan adalah konjugat enzim (substrat) chemiluminescent horseradish
peroxidase (HRP). Perbandingan procedur pendeteksian protein
antara direct danindirect dapat dilihat pada Gambar 2.2. pendeteksian protein
target secara indirect lebih banyak digunakan karena memiliki lelebihan antara
lain antibodi sekunder dapat memperkuat sinyal pendeteksi, pelabelan tidak
mempengaruhi imunoreaktivitas antibodi primer, dan satu antibodi sekunder dapat
digunakan untuk beberapa antibodi primer (Rockoff dan Cole, 2011).
Gambar 2.2. Perbandingan pendeteksian protein direct dan indirect(Sumber: Rockoff dan Cole,
2011).

2.3 Langkah Kerja Western Blot


Berdasarkan pengertian dari Western Blot tersebut, Western Blot dapat
dilakukan melalui beberapa tahapan.
1. Tahap pertama yaitu elektoforesis
2. Ttahap kedua yaitu elektotransfer,
3. Tahap ketiga yaitu deteksi.
Adapun gambar alur dari tahapan western blot dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3. Gambar alur tahapan Western Blot (Sumber: Kindt et al.,
2007).
1. Tahap Pertama (Elektroforesis)
Pada tahap pertama ini, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel
secara elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan
ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis,
biasanya sampel yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS
merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS
tersebut mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi.
Interaksi ionik, jembatan disulfida, ikatan hidrogen yang menyebabkan suatu
protein mengalami folding untuk menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat
adanya SDS.
Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya.
Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai
polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai
polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida
lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus
listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan bergerak dari kutub negatif
menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam membran poliakrilamid
tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara protein dan membran.
Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar
sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan
protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa
waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya.
Protein yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih
jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid tersebut akan
terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah terpisah
berdasarkan berat molekul, dapat terlihat pada Gambar 2.4 dibawah (Koolman
dan Roehm, 2005).
Gambar 2.4. Proses yang terjadi dalam gel poliakrilamid (Sumber: Koolman dan Roehm,
2005).
2. Tahap kedua (elektotransfer)
Tahap kedua dalam Western Blot yaitu pemindahan protein dari gel
poliakrilamid menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus
listrik sebagai faktor pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses
pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer. Menurut Bollag et al., (1996),
elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:
a. Blotting Semi Kering
Blotting semi kering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan
buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan diantara gel poliakrilamid dan
gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan
listrik tertentu.
b. Blotting Basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel
transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer
(Wenk dan Fernandis, 2007). Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45
menit hingga 1 malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena
fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik.
Gel transfer yang umum digunakan pada western bolt ada dua, yaitu
nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum
digunakan karena relatif tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan.
Nilon juga digunakan terutama pada beberapa keadaan khusus. Pertama, kapasitas
pengikatan dengan protein yang dibutuhkan jauh lebih besar dari kapasitas
pengikatan nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat sangat lemah pada
nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan mekanik
(Bollag et al., 1996).
Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan
tahap yang sangat penting dalam western bolt. Oleh karena itu, ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut.
a. Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi
dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah
b. Kekuatan ion rendah buffer transfer dapat digunakan pada tegangan listrik yang
tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang tinggi.
c. Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam
d. Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan
konsentrasi poliakrilamid yang rendah.
3. Tahap ketiga (Deteksi)
Tahap ini merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer.
Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang
bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada
penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda.
Berdasarkan penggunaan antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode
deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung
menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi dengan molekul marker.
Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder.
Antibodi primer berfunsi mengikat protein target, sedangkan antibodi sekunder
berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul
penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda
yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim
horsedish peroksidase (HRP), immunogold, dan 125I. Masing-masing molekul
penanda tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Molekul penanda
immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu immunogold (1-25 pg).
HRP, AP dan 125I memiliki sensitivitas relatif rendah yaitu 10-20 pg, 10-50 pg,
dan 50-100 pg (Bollag et al., 1996).
Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama dengan
sebuah enzim yang disebut reporter enzyme. Proses deteksi biasanya berlangsung
dalam dua tahap, yaitu :
1. Antibodi Primer
Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali dihasilkan
sistem imun ketika terpajang protein target. Antibodi terlarut kemudian diinkubasi
bersama kertas membran paling sedikit selama 30 menit.
2. Antibodi Sekunder
Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas mebran dibilas terlebih dahulu
barulah diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi sekunder adalah antobodi
yang spesifik untuk suatu spesies pada antibodi primer. Misalnya, anti-tikus hanya
akan berikatan pada antibodi primer yang berasal dari tikus. Antibodi sekunder
biasanya berikatan dengan enzim reporter seperti alkaline fosfatase atau
horseradish peroxidase. Antibodi sekunder ini kemudian akan menguatkan sinyal
yang dihasilkan oleh antibodi primer. Sekarang, proses deteksi dapat dilakukan
dengan satu langkah saja, yaitu dengan menggunakan antibodi yang dapat
mengenali protein yang diinginkan sekaligus memiliki label yang mudah
dideteksi.

2.4 Aplikasi dan Manfaat Western Blot


2.4.1 Aplikasi Teknik Western Blot
Teknik western blot telah banyak dikembangkan dalam berbagai penelitian,
salah satunya pada penelitian mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti
eRF3 ragi Saccharomyces cerevisia. Protein eRF3 (eukaryotic release factor-3)
merupakan salah satu protein yang berperan pada proses terminasi translasi.
Protein ini bersama-sama dengan eRF1 (eukaryotic release factor-1) saling
berinteraksi membentuk kompleks release factor dalam memediasi pelepasan
rantai polipeptida dari ribosom.
Untuk memahami mekanisme terminasi translasi dalam sistem eukariot
dilakukan evaluasi struktur fungsi eRF1 yang dilanjutkan dengan studi in vitro
eRF1 mutan dan eRF1 wild type dengan eRF3. Namun demikian hasil deteksi dari
studi interaksi in vitro sulit terdeteksi secara kuantitatif. Untuk dapat
mengkuantisasi pita-pita eRF3 hasil studi interaksi in vitro diperlukan antibodi
anti eRF3.

2.4.2 Manfaat Western Blot


Adapun manfaat secara umum dari analisis westrern blot antara lain:
1.1 Untuk mengidentifikasi dan memposisikan protein berdasarkan
kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi yang spesifik
2.1 Dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein
Berdasarkan penguraian aplikasi teknik western blot , salah satu manfaat
yang telah diperoleh dari analisis western blot ini yaitu konstruksi antibodi anti
eRF3 telah dilakukan meskipun antibodi belum terkarakterisasi dengan baik.
Sehingga dilakukanlah analisis western blot dengan cara mengukur tingkat
spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 terhadap protein eRF3. Spesifitas
antibodi ditentukan berdasarkan kemampuan antibodi ini dalam mengenali epitop
protein eRF3 dari berbagai protein yang terdapat pada crude extract ragi,
sedangkan sensitifitasnya ditentukan melalui variasi jumlah antigen (eRF3) yang
berinteraksi dengan antibodi tersebut.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan antara lain:
1. Western blot adalah proses pemindahan hasil protein dari gel hasil elektroforesis
ke membran dan digunakan untuk mendeteksiprotein pada sampel jaringan.
Imunoblot menggunakanelektroforesis gel untuk memisahkan protein asli.
2. Prinsip kerja western blot adalah yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel
jaringan yang homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan
protein tersebut berikatan dengan antibodi.
3. Langkah kerja dalam analisis western blot dapat dilakukan dalam beberapa
tahapan yaitu (1) tahap elektroforesis, (2) tahap elektrotransfer, dan (3) tahap
deteksi.
4. Salah satu aplikasi dari teknik western blot yang dapat dilakukan adalah
mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 ragiSaccharomyces
cerevisia.
5. Adapun manfaat dari western blot secara umum yaitu (1) untuk mengidentifikasi
dan memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk berikatan dengan
antibodi yang spesifik, (2) dapat memberikan informasi tentang ukuran dari
protein.

DAFTAR PUSATAKA

Atwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed).
2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition.
Oxford. University Press.

Bollag, D.M., M.D. Rozycki, S.J. Edelstein. 1996. Protein Method. Wiley-Liss. Inc.

Davidson, 2000. Western Blot


Procedure.http://www.bio.davidson.edu/course/genomics/method/westernblot.ht
ml. Diakses pada tanggal 9 November 2016.

Fatchiyah, dkk. 2011. Biologi Molekular. Jakarta. Erlangga.

Kindt, T.J., R.A.Goldsby, B.A. Osborne, J. Kuby. 2007. Kuby Immunology. W.H.
Freeman. New York.

Koolman, J. dan K. Roehm, 2005. Color Atlas of Biochemistry, Second Edition. Revised
and Enlarged. Thieme.

Rockoff, A. dan G.W. Cole. 2011. Hives (urticaria &


angioedema).http://www.medicinenet.com/hives/article.html. Diakses pada
tanggal 9 November 2016.

Wenk, M.R. dan A.Z. Fernandis. 2007. Manuals in Biomedical Research : A Manual
For Biochemistry Protocols. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

Anda mungkin juga menyukai