Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

BIOLOGI SEL DAN MOLEKUL


Manfaat siRNA dan miRNA

Oleh Kelompok 3
Ayu Riandini
Firda Maretha Ivariani
Revi Pribadi
Richa Nurselviana
Winda Putri

1406545024
1406544923
1406639806
1406640000
1406557680

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2015

Manfaat siRNA dan miRNA


Terobosan siRNA
SiRNA adalah RNA pendek yang terdiri atas 21-23 pasangan basa (base pair).
RNA ini bisa mengakibatkan penguraian mRNA yang dinamakan interferensi
RNA (RNA interference) yang biasanya disingkat dengan RNAi. siRNA adalah
untai ganda yang relatif lebih stabil sehingga dalam aplikasinya siRNA bisa
diintroduksikan

baik

dengan

injeksi

langsung

maupun

dengan

mengkloningnya ke vektor pembawa seperti plasmid.


Fenomena RNAi ini pertama kali ditemukan pada cacing Caenorhabditis
elegans lima tahun lalu. Tahun 1998, Andrew Fire dari Carnegie Institution of
Washington bekerja sama dengan peneliti dari Johns Hopkins University dan
University

of

Massachusetts

Cancer

Center,

Amerika

Serikat

(AS),

menemukan adanya respons terhadap RNA pasangan ganda (doublestranded RNA, dsRNA) yang mengakibatkan tidak berfungsinya gen yang
spesifik terhadap sekuen barisan RNA tersebut (Fire dkk, 1998). Mereka
membuktikan bahwa dsRNA dapat menghambat ekspresi gen unc-22, gen
yang mengodekan protein pembentuk serat otot (myofilament) yang banyak
ditemui dalam tubuh cacing C elegans.
Dari hasil penelitian selama ini dibuktikan bahwa siRNA lebih efektif dan
spesifik dibandingkan dengan antisense RNA. Lebih dari itu, efek yang
ditimbulkan oleh siRNA ini tidak hanya memberikan efek pada gen makhluk
tersebut, tetapi bisa terjaga sampai pada keturunan berikutnya (F1).
Fenomena RNAi ini kemudian ditemukan di berbagai makhluk hidup dan
diperkirakan ada pada semua makhluk hidup.
Adapun fungsi alami dari siRNA ini adalah untuk regulator ekspresi gen, baik
gen yang ada dalam tubuhnya sendiri maupun gen yang datang dari luar. Ini
merupakan sistem pertahanan alami yang dimiliki setiap makhluk hidup.
Penemuan ini menarik perhatian banyak ahli untuk mengaplikasikannya
sebagai salah satu terapi untuk berbagai penyakit menular, terutama yang

disebabkan oleh virus yang sudah diketahui keseluruhan gennya. Artinya,


penggunaan siRNA yang spesifik dengan RNA suatu virus akan menghambat
ekspresi RNA virus tersebut. Secara tidak langsung akan menghambat pula
perkembangbiakan virus sehingga pasien akhirnya bebas dari infeksi virus.
Penemuan microRNA
MicroRNAs (miRNA) adalah RNA untai tunggal dengan panjang sekitar 21-23
nukleotida, yang mengatur ekspresi gen. miRNAs dikodekan oleh gen yang
ditranskripsikan dari DNA, tetapi tidak ditranslasikan menjadi protein (noncoding RNA). Seperti pada Gambar 3, miRNA diproses dari transkrip primer
yang

dinamakan pri-miRNA menjadi

struktur stem-looppendek

yang

dinamakan pre-miRNA dan akhirnya menjadi miRNA yang fungsional. miRNA


yang matang sebagian komplementari dengan satu atau lebih mRNA, dan
fungsi utamanya adalah menekan ekspresi gen. Fenomena miRNA ini
pertama

kali

ditemukan

pada

tahun

1993

oleh

Lee

dkk,

tetapi

istilah microRNA baru diperkenalkan tahun 2001.


Gen yang mengkodekan miRNAs jauh lebih panjang daripada miRNA yang
matang (Gambar 3). Transkrip primer atau pri-miRNA memiliki kepala dan
ekor poly-A yang diproses menjadi lebih pendek di dalam nukleus, yaitu
menjadi strukturstem-loop dengan panjang 70 nukleotida yang dikenal
dengan pre-miRNA. Pre-miRNA ini selanjutnya diproses menjadi miRNA yang
matang di sitoplasma melalui interaksi dengan Dicer. miRNA kemudian
membentuk

kompleks

dengan RNA-induced

silencing

complex (RISC).

Kompleks ini yang akhirnya menghambat ekspresi gen.


Kebanyakan pre-miRNAs tidak memiliki untai ganda yang sempurna yang
ditutupi oleh struktur bundar. Ada beberapa penjelasan mengenai hal ini.
Pertama adalah RNA untai ganda yang lebih panjang dari 21 pasang basa
mengaktivasi respon interferon dan mesin antivirus di dalam sel. Penjelasan
lain adalah profil termodinamik dari pre-miRNA menentukan untai mana
yang

dilibatkan

ke

dalam

komplek

Dicer.

Kenyataannya,

Han

dkk

memperlihatkan kemiripan yang jelas antara pri-miRNA yang dikodekan di

masing-masing demonstrated very clear similarities between pri-miRNAs


yang dikodekan di masing-masing ujung-5 atau ujung-3.
Ketika Dicer melepaskan struktur stem-loop dari pre-miRNA, molekul RNA
untai ganda pendek yang komplementari terbentuk, tetapi hanya satu
diantaranya yang terintegrasi dengan komplek RISC. Untai ini dikenal dengan
untai pemandu (guide strand). Sementara itu, untai lain yang dikenal
dengan anti-guide atau passenger

strand,

diuraikan

sebagai

substrat

komplek RISC. Setelah terintegrasi ke dalam komplek RISC yang aktif, miRNA
berpasangan dengan dengan mRNA yang komplementari dengannya, dan
akhirnya menyebabkan degradasi mRNA.
FUNGSI MIRNA DI DALAM SEL
Fungsi miRNA adalah pada regulasi ekspresi gen. Untuk menjalankan
fungsinya, sekuen miRNA harus komplementari dengan sekuen sebagian
mRNA. Pada hewan, miRNA biasanya komplementari dengan bagian 3untranslated

region (3-UTR),

sedangkan

pada

tanaman

biasanya

komplementari dengan coding-region dari mRNA. Ikatan (annealing) miRNA


dengan mRNA ini akhirnya menghambar translasi protein, tetapi terkadang
menfasilitasi degradasi mRNA. Proses ini diperkirakan model aksi yang
utama pada miRNA tanaman. Pembentukan untai ganda RNA melalui ikatan
miRNA ini memicu degradasi mRNA, seperti yang terjadi pada proses RNAi.
Namun pada kasus lain diperkirakan bahwa kompleks miRNA memblokir
mesin translasi protein atau mencegah translasi tanpa degradasi mRNA.
HUBUNGAN MIRNA DENGAN PENYAKIT
miRNA ditemukan berhubungan dengan beberapa penyakit. Salah satu
contohnya adalah kanker. Studi pada mencit menunjukan bahwa miRNA
memiliki efek terhadap pekembangan kanker. Mencit yang direkayasa untuk
memproduksi miRNA dalam jumlah yang banyak di dalam sel limfoma
menjadi kanker dalam waktu 50 hari dan mati 2 minggu berikutnya.
Sementara mencit yang tidak menghasilkan miRNA bisa hidup lebih dari 100

hari. Studi lain menemukan bahwa dua miRNA menghambat translasi protein
E2F1, yang mengatur proliferasi sel. miRNA sepertinya berikatan dengan
mRNA sebelum terjadinya translasi.
Dengan mengukur aktivitas 217 gen yang mengkodekan miRNA, pola
aktivitas gen dapat membedakan tipe kanker yang ada. Artinya miRNA dapat
digunakan untuk klasifikasi kanker, yang memungkinkan dokter untuk
menentukan tipe jaringan asli yang menyebabkan kanker dan memberikan
terapi yang tepat berdasarkan tipe jaringan asli tersebut. Saat ini, profil
miRNA telah bisa menentukan apakah pasien leukemia limfositik kronik
memiliki kanker tipe agresif atau tidak (Calin dkk, 2007).
miRNA juga telah dibuktikan memiliki hubungan dengan penyakit jantung.
Mencit yang direkayasa sehingga miRNA yang spesifik untuk otot jauh
berkurang, memperlihatkan penyakit jantung umum dengan frekuensi yang
tinggi. Mencit ini juga memperlihatkan gejala hiperplasia (peningkatan sel
otot jantung yang mengakibatkan pembesaran jantung) dan aliran panas
jantung yang tidak normal.
Terapi RNA
Baik anti-sense RNA, siRNA maupun miRNA memiki fungsi yang sama, yaitu
menghambat translasi protein, yang diperlukan dalam berbagai proses pada
berbagai organisme. Artinya, jika anti-sense RNA, siRNA, dan miRNA
dirancang terhadap target tertentu seperti organisme patogen atau sel
kanker, target tersebut bisa dibuat menjadi tidak berfungsi.
Untuk

siRNA,

telah

diuji

kemampuannya

untuk

menghambat

perkembangbiakan beberapa virus. Glen A Lobun dan Bryan R Cullen


dari Duke University Medical Center, AS, membuktikan bahwa siRNA yang
dirancang untuk protein Tat dan Rev dari virus HIV berhasil memblokir
ekspresi kedua gen tersebut secara spesifik (Lobun and Cullen, 2002).
Sementara itu, grup penelitian yang dipimpin oleh Charles M Rice dari
Rockefeller University, AS, berhasil menekan replikasi virus hepatitis C (HCV)

dengan menggunakan siRNA yang ditargetkan terhadap enzim polimerase


dari virus tersebut (Hsu et al, 2003). Karena enzim ini penting untuk replikasi
virus, penghambatan ekspresi enzim secara otomatis akan menghambat
replikasi virus HCV. Begitu juga gabungan grup penelitian dari Tokyo Medical
and Dental University dan National Institute of Advanced Industrial Science
and Technology, Jepang, juga berhasil menekan replikasi HCV dengan
menggunakan siRNA yang spesifik untuk Internal Ribosome Entry Site (IRES),
sekuen yang penting untuk inisiasi translasi mRNA menjadi protein (Yokota et
al, 2003). Beberapa peneliti juga telah membuktikan bahwa siRNA dapat
menghambat replikasi dan perkembangbiakan virus-virus lain seperti virus
influenza (Ge et al, 2003) dan virus polio (Gitlin et al, 2002).
Sama halnya dengan siRNA, peluang miRNA untuk digunakan sebagai terapi
berbagai penyakit juga tengah dipelajari. Pengontrolan aktivitas miRNA
diharapkan bisa meringankan gejala penyakit. Saat ini dimungkinkan untuk
mengembangkan

produk

terapetik

berbasis

miRNA,

sehingga

dapat

meningkatkan atau menurunkan tingkat protein yang berperan dalam


berbagai penyakit seperti kanker, penyakit jantung, penyakit infeksi,
gangguan metabolisme dan apoptosis.
siRNA dan miRNA ini adalah hal yang relatif baru, sehingga banyak yang
perlu dianalisa untuk bisa digunakan menjadi sesuatu yang bisa membantu
pasien berbagai penyakit. Tentunya kita berharap agar terapi RNA ini bisa
segera terealisasi.

Kendala dalam Penggunaan Terapi RNA secara klinik


Prospek

dari

diharapkan

penggunaan

dapat

segera

molekul

RNA

direalisasikan.

dalam
Namun

aplikasi

pengobatan

demikian,

para

ahli

menyadari masih adanya kendala-kendala yang harus diantisipasi agar


molekul RNA tersebut dapat digunakan dengan hasil yang optimal.

Faktor-faktor yang menjadi penyulit, yaitu karena antisense RNA maupun


siRNA harus dimasukan ke dalam sistem biologis sel hidup, bukan pada
media sel bebas (Agrawal, et al,
2003); sehingga
1. Molekul antisense RNA harus menghindari pemecahan oleh enzim
nuklease yang akan memotong asam nukleat menjadi basanya. Enzim ini
ada di mana-mana, baik di dalam sirkulasi darah maupun di dalam sel. Untuk
membuat asam nukleat lebih resisten terhadap enzim ini telah dibuat
beberapa strategi, salah satunya adalah dengan cara mengganti oksigen
pada jembatan basa dengan sulfur, sehingga menghasilkan jembatan
fosforotioat yang lebih resiten.
2. Terapi harus masuk ke dalam sel. Kendala ini merupakan masalah klasik
dalam penggunaan materi genetik dalam pengobatan. Para peneliti telah
berusaha

untuk

merekayasa

sistem

penghantaran

untuk

kultur

sel.

Sebagaimana sistem penghantaran materi genetik yang lain, secara teori


penghantaran siRNA dapat dilakukan dengan cara, yaitu (1) introduksi
langsung
siRNA sinetik ; (2) introduksi suatu plasmid atau virus yang menyandi
sekuens gen yang akan memproduksi siRNA

yang sesuai. Cara kedua

dianggap sebagai cara yang lebih baik karena memberikan efek yang lebih
lama. Asam nukleat bebas mempunyai muatan negatif yang kuat yang
berasal dari gugus fosfat dari tulang punggung struktur asam nukleat. Hal ini
membuat molekul tersebut mudah larut dalam air, tetapi tidak dapat larut
dalam lemak ganda struktur
membrane sel. Dengan menggabungkan asam nukleat dengan suatu
pembawa yang berfungsi meningkatkan transpor ke dalam sel; atau juga
dikemas dalam suatu kapsul lemak, misalnya liposom, yang telah digunakan
secara luas untuk transport amfoterisin dan beberapa obat kanker,
diharapkan dapat memenuhi keperluan penghantarannya (Ananthaswamy,
2003). Dilaporkan pula suatu sistem penghantar yang sangat menjanjikan,

yaitu berupa ligan peptida dari suatu reseptor kompleks enzim serpin yang
dibuat membentuk kompleks dengan materi
genetic

ini,

yang

(Roberts,2004).

mana

Walaupun

dapat

menghantar

sampai

saat

ini

ke

berbagai

belum

sel

target

ditemukan

sistem

penghantaran yang sesuai, para ahli tetap optimis. Sebagian dari mereka
yakin, bahwa penghantaran antisense RNA dan siRNA mungkin tidak
memerlukan vektor berupa virus, ataupun sistem penghantaran yang eksotik
seperti pada terapi gen. Mereka berpendapat bahwa siRNA dapat secara
langsung diintoduksikan ke jaringan seperti telah disebutkan di atas. Namun
demikian, hal inipun bukan berarti tanpa masalah, karena tubuh manusia
akan dengan cepat mendegradasi siRNA yang masuk. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu dilakukan upaya untuk meningkatakan stabilitas siRNA, salah
satunya dengan modifikasi kimia (Downward, 2004;
Lucentini, 2004).
3. Di dalam sel, antisense dan siRNA harus ditransportasikan dengan benar.
Mula-mula RNA ditangkap dalam endosom, kemudian bertemu dengan
lisosom untuk degradasi intraseluler. Hanya sebagian kecil yang bisa lolos
melewati Pemecahan endosomal. Setelah bebas di
dalam sitoplasma, molekul ini masuk ke dalam nukleus, kemudian berdifusi
lewat pori-pori membran, dan di dalam nukleus ini akan bertemu dengan
target. Jika seluruh gen atau messenger di dalam nucleus dalam keadaan
tidak terlindungi atau berbentuk linier, pelaksanaan terapi akan lebih mudah.
Pada kenyataannya, baik DNA maupun RNA terlipat secara rapi dan juga
diselubungi oleh protein biasa. Pada RNA masalah menjadi sangat berat,
karena pengetahuan tentang struktur RNA yang terlipat di dalam sel hidup
masih sangat sedikit. Untuk mencapai sasaran terapi, masih digunakan cara
trial and error: satu seri percobaan dengan RNA dimulai pada target lokasi
awal untuk transkripsi atau translasi, dengan harapan bahwa lokasi tersebut
relatif terbuka (Agrawal, et al., 2003).
4. Masalah selanjutnya adalah bagaimana dapat terjadi interaksi antara
terapi dan target, sehinga dapat menghasilkan hibrida yang stabil. Antara

basa guanin (G) dengan sitosin (C) terdapat tiga ikatan hidrogen, sehingga
merupakan ikatan yang lebih stabil dibandingkan dengan dua ikatan
hydrogen antara adenin (A) dengan timin (T). Panjang minimum untuk
rancangan suatu untai RNA ditentukan oleh besarnya genom. Di dalam
genom manusia, bagi molekul RNA yang terdiri dari basa berjumlah kurang
dari 12-15, tampaknya akan mengalami proses penggandaan, dan mungkin
akan merusak gen atau messenger yang tidak sesuai. Oleh karena itu, agar
terapi stabil dan dikenali, maka panjang basa nukleotidanya adalah antara
13-20 basa.
5. Setelah terbentuk hibrida, tugas selanjutnya adalah merusak target.
Antisense yang dirancang untuk mRNA akan berhasil jika didukung oleh
enzim RNase H, yaitu enzim yang bekerja memotong messenger. Jika
antisense adalah untai tunggal DNA, maka akan langsung berpartisipasi
dalam destruksi messenger selanjutnya. Destruksi messenger ini memang
diinginkan. Akan tetapi hybrid ini lambat laun akan menimbulkan instruksi
genetik yang dapat
menerjemahkannya ke dalam protein yang berhubungan dengan penyakit,
dan ini dilakukan oleh ribosom yang mempunyai aktivitas instrinsik untuk
menguraikan dan memfasilitasi pembacaan pesan genetik tersebut. Untuk
menghindari hal ini, harus dibuat antisense yang ikatannya kuat. Dupleks
DNA / RNA lebih lemah daripada

dupleks RNA /DNA, maka sedang pula

dikembangkan usaha untuk membuat DNA yang mirip


RNA (Agrawal, et al., 2003).
6. Dari sisi efikasi, RNAi telah diketahui menunjukkan spesifisitas yang cukup
tinggi.

Akan

tetapi,

sebagaimana

molekul-molekul

kecil

yang

lain,

kemungkinan terjadinya masalah dalam aplikasi klinik tetaplah ada. Efek


samping yang mungkin saja terjadi berupa terhambatnya ekspresi gen-gen
lain yang bukan target, baik akibat degradasi mRNA, penghambatan
translasi,

Ataupun melalui induksi penekanan gen secara global dengan jalan


mengaktifkan respons interferon, terlebih jika siRNA diekspresikan oleh
vektor virus.
Malik, Amarila. 2005. RNA Therapeutik, Pnedekatan Baru dalam Terapi Gen.
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No.2, Agustus 2005, 51 - 61
Utama, Andi. 2015. Terapi RNA, Akankah Menjadi Penyelamat?. Tersedia di
(http://www.unisosdem.org/article_detail.php?
aid=3025&coid=1&caid=56&gid=5). Di akses tanggal 11 Mei 2015

Anda mungkin juga menyukai