Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

IMMUNOBLOTTING
WESTERN BLOT DAN DOT BLOT

Oleh :
Putri Primawardani

PROGRAM MAGISTER ILMU KEDOKTERAN BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Immunoblotting atau protein blotting merupakan teknik utama dalam biologi molekuler
dan biologi sel. Pada dasarnya, teknik ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu
protein spesifik dalam campuran kompleks yang diekstraksi dari sel. Sampel protein yang
belum mengalami purifikasi terdiri dari beberapa jenis protein yang berbeda. Protein
tersebut bila diseparasi pada gel poliakrilamid akan menghasilkan beberapa band sehingga
tidak memungkinkan melakukan chemical assay untuk protein tertentu. Sifat enzimatik dan
pengikatan dari suatu protein juga tidak dapat terukur karena interferensi substansi lain pada
sampel. Sementara itu, pewarnaan dengan Coomasie blue atau perak nitrat tidak dapat
secara spesifik mendeteksi protein tertentu. Untuk itulah diperlukan imunodeteksi guna
mengetahui keberadaan protein tertentu dalam gel dengan menggunakan antibodi.
Teknik western blot, atau juga disebut sebagai imunoblot telah sering digunakan
untuk menganalisis protein spesifik pada sampel. Western blot menggunakan gel
elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida. Protein tersebut
akan ditransfer ke nitroselulosa atau PVDF (polyvinylidene difluoride) dan diberi antibody
spesifik untuk identifikasi protein target (Burnette, 1981). Saat ini, telah banyak reagen
antibody baik poliklonal maupun monoklonal untuk 10.000 jenis protein. Sehingga western
blot sangat bermanfaat untuk digunakan bersama antibody tersebut (Towbin et al.,1979).
Dot Blot adalah sebuah teknik untuk mendeteksi, menganalisis, dan mengidentifikasi
protein. Teknik ini menyerupai Western Blot namun perbedaannya adalah protein sampel
tidak dipisahkan melalui elektroforesis akan tetapi ditandai dengan template sirkuler secara
langsung pada substrat kertas. Konsentrasi protein dalam preparasi mentah atau kasar
(misalnya

kultur

supernatan)

dapat

diperkirakan

secara

semikuantitatif

dengan

menggunakan teknik ini jika dimiliki protein yang terpurifikasi dan antibodi untuk protein
tersebut. Dot blot dapat digunakan untuk perhitungan kualitaif pada rapid screening dari
jumlah sampel yang besar atau sebagai tehnik kuantitatif, dan terutama berguna untuk
menguji kesesuaian parameter desain eksperimental (Smith J, et al., 2012).
1.2 Tujuan
Mengetahui prosedur immunoblotting yaitu Western Blot dan Dot Blot serta memiliki
kompetensi untuk melakukannya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Western Blot
Western Blot (WB) merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada
membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut
terpisahkan melalui elektroforesis (Attwood et al., 2006).
Metode ini awalnya ditemukan oleh George stark pada Universitas Stanford. Nama
western blot diberikan pada teknik tersebut oleh Neal Burnette and Sushant Bhat,
merupakan nama yang dimiripkan dengan teknik deteksi DNA southern blot yang ditemukan
Edwin southern dan Northern blot yang digunakan deteksi RNA (Towbin et al.,1979).
Western Blot dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama, elektroforesis. Tahap
kedua, elektrotransfer. Tahap ketiga, deteksi (Gambar 1) (Kindt et al., 2007).

Gambar 1. (1) elektrophoresis, (2) electrotransfer, (3) deteksi


Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara
elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul
dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, sampel yang mengandung
protein dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergen yang memiliki muatan
negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu kestabilan protein, sehingga protein
mengalami denaturasi. Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer
penyusunnya. Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai
polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai polipeptida
tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida lurus dimasukkan
dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah bermuatan

negatif akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam
membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara protein
dan membran. Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar
sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan protein
yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa waktu, masingmasing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya. Protein yang lebih kecil atau
memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih jauh dibanding protein yang lebih besar.
Dalam gel poliakrilamid tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein
yang telah terpisah berdasarkan berat molekul (Gambar 2) (Koolman dan Roehm, 2005).
Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju gel
transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong
transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer.
Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu (Bollag et al., 1996):
1. Blotting semikering
Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffer
transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan gel transfer.
Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan arus lstrik tertentu.
2. Blotting basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel
transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer.
Susunan lapisan-lapisan pada blotting basah diperlihatkan pada Gambar 3 (Wenk dan
Fernandis, 2007). Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1
malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas metode tersebut
yang lebih baik.

Gambar 2. Transfer gel


Gel transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada
sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif tidak mahal dan
bloking mudah dan cepat dilakukan. Nilon juga digunakan terutama pada beberapa keadaan
khusus. Pertama, kapasitas pengikatan dengan protein yang dibutuhkan jauh lebih besar
dari kapasitas pengikatan nitroselulosa dan protein. Kedua, protein terikat sangat lemah

pada nitroselulosa. Ketiga, adanya kebutuhan resistensi terhadap tekanan mekanik (Bollag
et al., 1996).
Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer merupakan tahap yang
sangat penting dalam WB. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam proses transfer protein tersebut.
1. Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi dapat
menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah.
2. Kekuatan ion yang rendah buffer transfer yang rendah dapat digunakan pada
tegangan listrik yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang
tinggi.
3. Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam.
4. Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan
konsentrasi poliakrilamid yang rendah.
Tahap ketiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran
transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang
bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan
antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan
penggunaan antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode
langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer yang
telah terkonjugasi dengan molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi
primer dan antibodi sekunder. Antibodi primer berfungsi mengikat protein target, sedangkan
antibodi sekunder berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul
penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda yang umum
digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase
(HRP), immunogold, dan 125I. Masing-masing molekul penanda tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan. Molekul penanda immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu
immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan

125

I memiliki sensitivitas relatif rendah yaitu 10-20 pg,

10-50 pg, dan 50-100 pg (Bollag et al., 1996).


2.2 Dot Blot
Dot Blot adalah sebuah teknik untuk mendeteksi, menganalisis, dan mengidentifikasi
protein. Teknik ini menyerupai Western Blot namun perbedaannya adalah protein sampel
tidak dipisahkan melalui elektroforesis akan tetapi ditandai dengan template sirkuler secara
langsung pada substrat kertas. Konsentrasi protein dalam preparasi mentah atau kasar
(misalnya

kultur

supernatan)

dapat

diperkirakan

secara

semikuantitatif

dengan

menggunakan teknik ini jika dimiliki protein yang terpurifikasi dan antibodi untuk protein
tersebut. Dot blot dapat digunakan untuk perhitungan kualitaif pada rapid screening dari
jumlah sampel yang besar atau sebagai tehnik kuantitatif, dan terutama berguna untuk
menguji kesesuaian parameter dalam desain eksperimental (Smith J, et al., 2012).

Gambar 3. Protokol Dot Blot. Setelah pengikatan protein, dilakukan blocking untuk
mengurangi ikatan nonspesifik Ab pada setiap wilayah membran yang kosong, untuk
langkah pencucian dilakukan melalui filtrasi vakum (Smith J, et al., 2012).
Teknik Dot blot memiliki efisiensi waktu yang signifikan, dimana prosedur blotting
yang kompleks untuk transfer gel tidak diperlukan. Namun, kekurangan metode dot blot
adalah tidak dapat digunakan untuk mengetahui ukuran molekul target. Selain itu, jika dua
molekul yang berbeda ukuran terdeteksi, mereka akan tetap muncul sebagai satu titik. Oleh
karena hal tersebut, dot blot hanya dapat digunakan untuk mengkonfirmasi ada atau tidak
adanya molekul (yang dapat dideteksi oleh probe DNA atau antibodi).

Gambar 4. Hasil akhir Dot Blot

Beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam proses Dot Blot adalah menyiapkan
membran, dan menandainya dengan grid menggunakan pensil untuk mengindikasikan
daerah yang akan di blot. Sampel yang akan diuji diteteskan pada membran nitroselulosa
pada bagian tengah kisi (grid) yang telah digambar pada membran tersebut dan dibiarkan
kering. Situs yang tidak spesifik kemudian diblok dengan merendam membran dalam
Bovine Serum Albumin (BSA) dan diinkubasi dalam antibodi primer selama 30 menit suhu
ruang. Langkah berikutnya adalah pencucian dengan PBS-T selama kurang lebih 3 kali
masing-masing 5 menit dan dinkubasi pada antobodi sekunder yang terkonjugasi dengan
HRP. Pencucian dilakukan kembali setelah proses tersebut selesai dan dipaparkan pada film
X-ray pada ruang gelap

Gambar 5. Dot Blot Apparatus

BAB III
MATERI DAN METODE
3.1.

Lokasi dan Waktu Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya Malang pada Selasa, 1 April 2015.


3.2. Western Blot
1. Transfer Protein

Pita protein dari gel SDS-PAGE ditransfer ke membran Nitrocellulose dengan


menggunakan Semi Dry Trans Blot Equipment dengan susunan dari bawah ke
atas sebagai berikut :
a. kertas saring yang telah dibasahi larutan transfer buffer
b. membran Nitrocellulose yang telah direndam dalam larutan transfer buffer
selama 30 menit.
c. gel SDS-PAGE yang telah direndam dalam larutan transfer buffer
d. kertas saring yang telah dibasahi larutan transfer buffer di-runing selama 2

jam, 20 V, 300 mA
2. Blocking Non Spesific Area

Angkat membran dan cuci dengan aquadest (3x)


Marker dipotong
Diinkubasi dalam larutan TBS-skim milk/blotto 5% pada suhu 4C, overnight

3. Inkubasi Antibodi Primer

Membran segera dikeluarkan dan diadaptasikan pada suhu ruang


Buang larutan skim, cuci dengan larutan TBS-Tween 20 0.05%, 3x5 menit

sambil digoyang-goyang hingga skim bersih


Inkubasi antibodi primer (dengan rasio pengenceran 1:200 1:500) dalam

pelarut TBS
Inkubasi 2 jam (RT) atau 4C (overnight)

4. Inkubasi Antibodi Sekunder

Washing membran 3x5 menit dengan larutan TBS-Tween 20 0.05% sambil

dishaker pelan
Inkubasi antibodi sekunder (dengan rasio pengenceran 1:1000 1:2500) dalam

pelarut TBS
Inkubasi 2 jam dalam suhu ruangan

5. Inkubasi Enzim SA-HRP (Strepavidin-Horse Radish Peroxidase) / AP (Alkaline


Phospatase)

Washing membran 3x5 menit dengan larutan TBS-Tween 20 0.05% sambil

dishaker pelan
Inkubasi enzim (dengan rasio pengenceran 1:1000) dalam pelarut TBS
Inkubasi 40 60 menit

6. Inkubasi Substrat

Washing membran 3x5 menit dengan larutan TBS-Tween 20 0.05% sambil

dishaker pelan
Membran direndam dalam substrat TMB (untuk peroksidase konjugat) atau

Western Blue (untuk alkaline fosfatase konjugat), dark condition


Inkubasi selama 30 menit atau sampai muncul pita protein pada membran
Stop reaksi dengan aquadest
Kering anginkan membran

3.3. Dot Blot


1. Membran Nitrocellulose (NC) direndam dalam aquadest selama 30 menit.
2. Membran NC diletakkan dalam Dot Blotter Apparatus (BioRad), basahi membran NC
dengan TBS (50 L/well)
3. Inkubasi Antigen

Buang larutan TBS dan tapping pada tissue


Load antigen (yang telah diencerkan dengan sodium azida (NaN 3) 0.02%

dengan perbandingan 1:4) ke masing-masing well (50 L/well)


Degas hingga tidak ada larutan yang tersisa pada membran
Inkubasi overnight pada suhu 4C

4. Blocking Non Spesific Area

Membran diinkubasi dalam larutan TBS-skim milk/blotto 5% atau TBS-BSA 2%


(50 L/well) pada suhu 4C overnight

5. Inkubasi Antibodi Primer

Pada hari berikutnya,

suhu ruang
Buang larutan TBS-skim/TBS-BSA, cuci dengan larutan TBS-Tween 20 0.05%

membran segera dikeluarkan dan diadaptasikan pada

(50 L/well), kemudian ditapping dengan tissue hingga tidak ada larutan yang

tersisa, ulangi langkah ini sebanyak 3x3 menit


Inkubasi antibodi primer (dengan rasio pengenceran 1:200 1:500) dalam

pelarut TBS-BSA 1% (50 L/well)


Inkubasi 2 jam (RT) atau 4C overnight

6. Inkubasi Antibodi Sekunder

cuci membran dengan larutan TBS-Tween 20 0.05% (50 L/well), kemudian


ditapping dengan tissue hingga tidak ada larutan yang tersisa, ulangi langkah ini

sebanyak 3x3 menit


Inkubasi antibodi sekunder (dengan rasio pengenceran 1:1000 1:2500) dalam

pelarut TBS
Inkubasi 2 jam dalam suhu ruangan

7. Inkubasi Enzim SA-HRP (Strepavidin-Horse Radish Peroxidase) / AP (Alkaline


Phospatase)

Washing membran 3x3 menit dengan larutan TBS-Tween 20 0.05% (50 L/well),

kemudian ditapping dengan tissue hingga tidak ada larutan yang tersisa
Inkubasi enzim (dengan rasio pengenceran 1:1000) dalam pelarut TBS
Inkubasi 40 60 menit

8. Inkubasi Substrat

Washing membran 3x3 menit dengan larutan TBS-Tween 20 0.05% (50 L/well),

kemudian ditapping dengan tissue hingga tidak ada larutan yang tersisa
Membran direndam dalam substrat TMB (untuk peroksidase konjugat) atau
Western Blue (untuk alkaline fosfatase konjugat) masing-masing 50 L/well,

dark condition
Inkubasi selama 30 menit hingga membran berubah warna (menjadi keunguan)
Stop reaksi dengan aquadest
Kering anginkan membran

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Western Blot adalah metode untuk mengidentifikasi antibodi spesifik pada protein
yang telah dipisahkan antara satu dengan yang lain lewat elektroforesis gel. Elektroforesis

merupakan

suatu

metode

pemisahan

komponen

atau

molekul

bermuatan

berdasarkan tingkat migrasinya dalam suatu medan listrik. Hasil elektroforesis akan
didapatkan pita-pita protein yang terpisahkan berdasarkan berat molekulnya. Tebal
tipisnya pita yang terbentuk dari pita protein menunjukkan kandungan atau
banyaknya protein yang mempunyai berat molekul yang sama yang berada pada
posisi pita yang sama. Sedangkan dari western blot akan didapatkan pita protein yang
bereaksi spesifik dengan antibodi yang digunakan.
Sampel pada praktikum yakni preparat Ag38 produk purifikasi. Seperti dijelaskan
sebelumnya, tahap awal western blot adalah sampel protein terlebih dahulu di running
dengan SDS PAGE, dimana p rotein dengan berat molekul kecil akan bergerak

terlebih dahulu dengan cepat melewati pori sampai batas di mana pori tidak cukup
besar untuk melewati pori gel. Batas tersebut lah yang terlihat sebagai band pada
gel. Berikut merupakan hasil SDS-PAGE protein Ag 38.

Gambar 6. SDS-PAGE protein Ag38

Apabila akan dilanjutkan pemeriksaan western blot, maka hasil SDS-PAGE


tidak perlu dilakukan staining karena dapat mengurangi efektifitas pengikatan
antibodi terhadap antigen sasaran. Setelah dirunning dengan SDS-PAGE, protein
lagsung ditransfer ke membran secara elektroforesis. Kemudian dilakukan langkah blocking
untuk mengurangi ikatan nonspesifik Ab pada setiap wilayah membran yang kosong,
selanjutnya membran di probe dengan antibodi primer baik monoclonal maupun poliklonal,
pada praktikum ini menggunakan AntiAg38 monoclonal dan saliva (+) TB, yang jumlahnya
meningkat dibanding antigen. Setelah pencucian yang sekuensial, membran kemudian

diinkubasi dengan antibody sekunder yang dikonjugasi dengan enzim yang sifatnya reaktif
terhadap antibodi. Aktivitas dari enzim horseradish peroxidase (HRP) penting untuk
pengeluaran sinyal. Pada akhirnya, membran dicuci kembali dengan substrat dari enzim
yang tepat akan memproduksi sinyal yang dapat direkam. Hasil akhir didapatkan band
protein yang terbentuk,seperti terlihat pada gambar 7 dan 8.

Gambar 7. Ag38 dengan antibodi AntiAg38 monoclonal pada Western Blot

Gambar 8. Ag38 dengan antibodi saliva (+) TB pada Western Blot


Dapat diamati pada gambar 7 dan 8 adanya band yang terbentuk. Band yang yang
terlihat pada membran nitroselulose mengidentifikasikan bahwa terdapat protein Ag38 yang
mampu untuk berikatan dengan antibody spesifik yang diberikan yakni antibodi AntiAg38
monoclonal pada gambar 7 dan antibodi saliva (+) TB pada gambar 8. Saliva pada pasien
TB (tuberculosis) mengandung antibodi secretory IgA (sIgA) yang berperan sebagai
pertahanan pertama pada daerah mukosa. Gambar 8 menunjukkan bahwa protein Ag38
bereaksi spesifik dengan sIgA TB, hal ini berarti bahwa protein Ag38 merupakan manifestasi

protein dari infeksi tuberculosis. Bila diamati lebih rinci, pada bagian kiri dari gambar 7 dan 8
yang merupakan tempat marker menunjukkan warna band yang berbeda, hal ini mungkin
disebabkan karena adanya perbedaan perlakuan, dimana membran pada kolom kiri
dipotong dan tidak dilakukan pencucian sehingga terjadi perbedaan elastisitas membran.
Praktikum yang dilakukan hanya untuk mengetahui adanya reaksi antigen terhadap
antibodi yang diberikan pada gel. Namun, analisis western blot secara umum yakni dapat
mendeteksi protein yang diinginkan dari campuran protein dalam jumlah besar, memberikan
informasi tentang ukuran dari protein (dengan perbandingan ukuran marker dalam satuan
kilodalton) dan juga memberi informasi tentang ekspresi protein (dengan perbandingan
dengan kontrol) seperti pada sampel yang tidak diberi perlakuan atau sel atau jaringan tipe
lain.
Dot Blot merupakan metode immunoblotting dengan cara memaparkan langsung
protein pada suatu membran. Praktikum dot blot yang dilakukan hanya sebatas membahas
prosedur dan mengetahui hasil yang diperoleh, tanpa menginterpretasikan hasil tersebut.
Tahap awal yang harus dilakukan adalah mempetakan sampel yang akan dimasukkan pada
dot blot apparatus, misalkan pada baris pertama dimasukan antigen saja dengan
konsentrasi semakin meningkat (dari kiri ke kanan), dan pada kolom pertama dimasukkan
antibodi saja dengan dosis yang semakin meningkat (dari atas ke bawah), pada kolom dan
baris lainya dimasukkan sampel sesuai dengan konsentrasi Ag dan Ab yang telah ditentukan
di kolom dan baris pertama, untuk kemudian diamati hasilnya. Sampel yang terlarut, ditarik
melalui membran dengan cara membuat suatu keadaan vakum, protein kemudian akan
berikatan dengan membran sedangkan komponen sampel yang lain melewati membran.
Protein yang berada pada membran yang kemudian dapat dianalisis. Hasil dot blot dapat
dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Ag38 dengan antibodi AntiAg38 monoclonal pada Dot Blot

BAB V
KESIMPULAN

Teknik western blot dan dot blot dapat digunakan untuk menganalisis protein spesifik
pada sampel.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Burnette WN. 1981. "'Western blotting': electrophoretic transfer of proteins from sodium
dodecyl sulfatepolyacrylamide gels to unmodified nitrocellulose and radiographic
detection with antibody and radioiodinated protein A". Analytical Biochemistry 112 (2):
195203.
Towbin H, Staehelin T, Gordon J. 1979. "Electrophoretic transfer of proteins from
polyacrylamide
gels
to
nitrocellulose
sheets:
procedure
and
some
applications".Proceedings of the National Academy of Sciences USA 76 (9): 435054
Attwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed), 2006,
Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition, Oxford
University Press.
Bollag, D.M., M.D. Rozycki, S.J. Edelstein, 1996, Protein Method, Wiley-Liss, Inc
Kindt, T.J., R.A.Goldsby, B.A. Osborne, J. Kuby, 2007, Kuby Immunology, W.H. Freeman,
New York.
Koolman, J. dan K. Roehm, 2005, Color Atlas of Biochemistry, Second edition, revised and
enlarged, Thieme.
Wenk, M.R. dan A.Z. Fernandis, 2007, Manuals in Biomedical Research : A Manual For
Biochemistry Protocols, World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
Smith J., Mabuchi M., Nadler T., et al. 2012. Rapid Screening of the Epidermal Growth
Factor Receptor Phosphosignaling Pathway via Microplate-Based Dot Blot Assays.
International Journal of Proteomics. Volume 2012 (2012). Diakses tanggal 10 Aptil
2015. Diunduh dari http://www.hindawi.com/journals/ijpro/2012/473843/fig2.

Anda mungkin juga menyukai