Anda di halaman 1dari 8

1 + 2 = 3

PENDAHULUAN
1+2=3 ? Dapat dipastikan, semua orang akan setuju. Semua orang ? YA !! Sejak Balita yang
baru mulai belajar menghitung, tukang jahit dan tukang kayu yang berkutat dengan ukuran,
para akuntan yang bergelimang dengan angka, para insinyur yang sibuk dengan rumus,
bahkan mahasiswa S2 atau S3 yang berjuang membuktikan hipotesis, tak terkecuali para
Guru Besar yang harus memberikan nilai. Mengapa mereka akan setuju ? Karena persamaan
ini, 1 + 2 selalu sama dengan 3, memenuhi kaidah ilmiah maupun matematik yang telah
disepakati secara universal.

Tetapi, bagaimana bila kita tidak menggunakan kaidah matematik ?


Bagaimana bila kita membuat hipotesis lain, yaitu seandainya kita umpamakan :
1 = AKHLAK
2 = ILMU dan AMAL
3 = 3 jenis kekayaan, yaitu
Kekayaan INTELEKTUAL
Kekayaan SOSIAL
Kekayaan SPIRITUAL
Apakah 1 + 2 selalu sama dengan 3 ? Apakah 1 + 2 belum tentu menjadi 3 ?
Mari kita kaji hipotesis ini !

1
AKHLAK
Negara kita berlandaskan Pancasila. Sila yang sila pertamanya adalah : Ketuhanan yang
Maha ESA. Artinya semua orang yang hidup di Indonesia, harus ber-IMAN kepada yang
ESA . Dengan kata lain bahwa semua kita harus beragama. Apa sebenarnya tujuan kita
beragama? Menurut hemat saya semua Agama maupun Kepercayaan bertujuan agar umatnya
ber AKHLAK BAIK, tidak satupun yang bertujuan membuat umatnya berakhlak buruk.
1

Bagaimana caranya kita membuat seorang berakhlak baik ? Ada banyak teori berlandaskan
agama maupun ilmu psikologi mengenai hal ini.

Saya akan mempermudah masalahnya secara populer. Untuk membentuk akhlak seseorang
harus dilakukan :
- Diberikan contoh yang baik
- Dilakukan dengan tertib dan disiplin
- Dikerjakan berulang-ulang
- Dimulai sedini (usia) mungkin
Saya beragama Islam. Dalam agama Islam sebenarnya tidak perlu lagi mencari berbagai teori
agar anak ber-akhlak baik, Sedini mungkin ajarilah dan beri contoh agar anak melakukan
sembahyang dengan tertib dan disiplin. Aturan sembahyang sangat tertib, dalam hal waktu,
jumlah rakaat baik bacaan ayat-ayat maupun doanya. Kemudian sembahyang dilakukan
berulang-ulang dalam setiap hari secara tertib. Lambat laun ajarilah ia agar mengerti arti doa-
doa yang dihafalnya selama sembahyang. Lebih utama bila ia dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Pasti akan terbentuk akhlak yang baik.

Secara teori ternyata mudah sekali mengajarkan anak agar berakhlak baik. Tetapi apakah
prakteknya demikian ? TIDAK !! Dimana salahnya? Apakah kita sebagai orang-tua sudah
mengajar anak dengan baik dan benar? Apakah masyarakat sudah memberi contoh-contoh
yang baik? Apakah pemerintah sudah memfasilitasi semua hal ini?

Setahu saya, dinegara-negara maju pendidikan anak-anak usia dini tidak dinilai dari seberapa
pandai si anak dapat berhitung atau baca-tulis,atau menguasai berbagai bahasa asing. Tetapi
lebih diutamakan agar si anak dapat mengenal dirinya sendiri, mengenal teman-temannya dan
bersosialisasi dengan mereka, menghormati guru dan orang tuanya, mengenal lingkungannya
serta merasa menjadi bagian dari alam semesta. Si anak diajari untuk menjadi mahluk sosial
dan dapat bersosialisasi.

Seandainya ada berita tentang seorang murid memukul gurunya, atau seorang murid sekolah
dasar membunuh teman sekelasnya? Maka kejadian ini salah siapa?

Saya teringat pengalaman pribadi saya waktu bersekolah disebuah sekolah dasar negeri
disekitar tahun 1955. Saya adalah seorang difable. Sejak kecil menderita polio yang
2

mengakibatkan berjalan terpincang-pincang. Tetapi tidak seorang teman sekolah saya pernah
mengolok-olok, apalagi mem-bully seperti yang sering terjadi sekarang. Setahu saya para
guru sudah mendidik mereka bagaimana harus bersikap terhadap anak difable. Pada saat itu
para guru mendidik bukan hanya mengajar.

ILMU dan AMAL


Apakah ILMU itu ?
Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul adalah ketika turunnya al-Alaq ayat 1-5,
yang bermakna : 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari ‘Alaq,
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling mulia,
4. Yang mengajar manusia dengan pena,
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.

Jadi sebenarnya ilmu itu adalah apa yang dipelajari manusia, atas izin Allah tentunya. Karena
berdasarkan kodratnya, manusia harus belajar dan menuntut ilmu sepanjang hidupnya.

Ketika seorang manusia dilahirkan sebagai bayi, maka otak dan ototnya belum berkembang.
Ilmu yang hanya diketahui oleh seorang bayi adalah menangis ! Bila seorang bayi tidak dapat
menangis, dia akan mati. Kemudian sesuai dengan usia, otak dan ototnya mempelajari hal-hal
baru. Rasa lapar , rasa sakit adalah ilmu baru yang dipelajari si bayi. Dia mulai dapat
merangkak, berjalan kemudian berlari. Otak dan ototnya terus mempelajari ilmu-ilmu baru
sepanjang hidupnya. Ilmu-ilmu ini telah diajarkan kepada kita oleh Allah SWT secara cuma-
cuma.

Kemudian si anak akan bersekolah, untuk mempelajari ilmu-ilmu baru. Walaupun Ilmu
bukan hanya yang dipelajari di sekolah atau kuliah, yang harus mendapat ijazah atau
sertifikat, ilmu juga adalah sesuatu yang dipelajari sehari-hari. Sebagai contoh, ilmu dalam
bidang yang dipelajarinya, dari seorang Guru Besar mungkin jauh lebih tinggi dibanding
3

seorang juru masak. Tetapi dalam kelezatan suatu masakan mungkin si Guru Besar ilmunya
kalah jauh dibanding seorang juru masak.

Ilmu yang dikuasai seseorang akan membuatnya merancang suatu cara atau teknologi untuk
mempermudahnya melaksanakan ilmunya. Sehingga untuk mempraktekan ilmunya seseorang
harus melengkapinya dengan teknologi. Seseorang yang menguasai ilmu memasak tidak akan
dapat membuat masakan yang lezat bila tidak menguasai teknologi memasak. Sebaliknya
meskipun dia menguasai teknik memasak dengan baik, niscaya akan dihasilkan masakan
yang lebih lezat bila ilmunya bertambah. Artinya Ilmu dan Teknologi adalah dua hal yang
saling mengisi, dua hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Bagaimana AMAL menyertai ILMU ?


Walaupun banyak teori mengenai hal ini, saya sangat tertarik dengan petikan pidato Bung
Karno saat beliau menerima gelar Doctor Honoris Causa di Universtas Gajah Mada,
Jogyakarta, pada tanggal 19 September 1951. Beliau berkata “ .. itulah sebabnya saya selalu
mencoba menghubungkan ilmu dengan amal; menghubungkan pengetahuan dengan
perbuatan, sehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh
pengetahuan. Ilmu dan amal, “kennis” dan “daad” harus wahyu-mewahyui satu sama lain.
“Kennis zonder daad is doelloos” (ilmu tanpa amal, adalah tanpa tujuan). “Daad zonder
kennis is richtingloos (amal tanpa ilmu, adalah tanpa arah)”...”

Pendapat Bung Karno tidak jauh berbeda dengan para ulama ataupun ahli agama lainnya,
yang mengatakan sebaik-baiknya ilmu adalah yang diamalkan.

Seorang dokter yang setelah lulus dan mendapat ijazah tetapi tidak berpraktek sebagai dokter
bukannya tidak berguna. Ia tetap akan berguna setidaknya untuk keluarga atau tetangganya.
Tetapi bila ia berpraktek sebagai dokter ia akan berguna bagi masyarakat yang lebih luas.
Ilmu yang tidak diamalkan mungkin hanya akan berguna bagi dirinya ataupun orang-orang
sekitarnya. Ilmu yang diamalkan mungkin akan berguna bagi masyarakat yang lebih luas.

Sebagai contoh populer lain, Thomas Alva Edison, penemu bola lampu listrik yang
memberikan penerangan pada umat manusia sejagad. Pada waktu kecil dia dianggap begitu
bodoh sehingga tidak sekolah apalagi mendapat ijasah dari sebuah universitas. Semula dia
mempelajari ilmu membuat bola lampu, lalu ia mencari teknologi untuk membuktikan
4

ilmunya, setelah perjuangan yang panjang ia menemukan teknologinya sehingga berhasil


membuat lampunya menyala, kemudian ia mengamalkan ilmunya kepada masyarakat dan
membuat dunia menjadi terang benderang. Dengan kata lain, ilmu membutuhkan teknologi,
bila diamalkan akan memberi manfaat bagi orang banyak.

3 JENIS KEKAYAAN
Kekayaan INTELEKTUAL
Kekayaan SOSIAL
Kekayaan SPIRITUAL

KEKAYAAN INTELEKTUAL
Yang saya maksud disini , tidak sama dengan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yang
harus didaftarkan dan memperoleh sertifikat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
intelektual berarti “pengertian atau kesadaran terutama yang menyangkut pemikiran dan
pemahaman” . Dengan kata lain intelektual adalah semua jenis ilmu yang didapat dari hasil
belajar seseorang. Apapapun ilmunya dimanapun belajarnya.

Seorang tukang tambal ban mempunyai kekayaan intelektual dalam hal menambal ban.
Seorang tukang jahit mempunyai kekayaan intelektual dalam hal jahit-menjahit. Seorang ahli
ekonomi mempunyai kekayaan intelektual dalam hal ekonomi. Seorang dokter mempunyai
kekayaan intelektual dalam hal mengobati orang. Demikianlah seterusnya. Seseorang akan
mempunyai kekayaan intelektual dalam hal yang dipelajarinya. Makin tinggi ilmu yang
dipelajari akan mempunyai nilai kekayaan intelektual yang makin tinggi pula. Apalagi bila
ilmu yang dipelajari kemudian diamalkan secara benar dan sesuai.

KEKAYAAN SOSIAL
Kekayaan sosial yang dimaksud dapat berupa : jabatan dan pangkat, kedudukan dan
kehormatan, harta dan kekayaan, dan berbagai masalah sosial lain.

Seseorang yang mempunyai kekayaan intelektual menambal ban, akan mempunyai kekayaan
sosial sebagai tukang tambal ban. Seseorang yang mempunyai kekayaan intelektual
mengajar akan mempunyai kekayaan sosial sebagai guru atau kepala sekolah. Seseorang yang
5

mempunyai kekayaan intelektual berdagang, mungkin akan mempunyai kekayaan sosial


sebagai pedagang besar atau pemilik pabrik. Seseorang yang mempunyai kekayaan
intelektual ahli ekonomi, mungkin akan mempunyai kekayaan sosial sebagai dosen, direktur
perusahaan atau bahkan menteri ekonomi. Menurut premis ini makin tinggi kekayaan
intelektualnya akan makin tinggi pula kekayaan sosialnya. Apakah makin tinggi kekayaan
sosialnya akan makin besar juga harta dan kekayaannya ? Wallahualam, seyogyanya memang
demikian.

KEKAYAAN SPIRITUAL
Berbeda dengan Kekayaan Intelektual dan Kekayaan Sosial yang keduanya dinilai secara
duniawi maka Kekayaan Spiritual mempunyai penilaian yang berbeda. Seseorang yang
memiliki Kekayaan Intelektual ataupun Kekayaan Sosial yang tinggi pula, bila tidak disertai
dengan Akhlak yang baik, tidak akan mendapat Kekayaan Spiritual yang memadai.

Mengapa seorang Menteri atau Gubernur atau anggota DPR yang tentunya memiliki
Kekayaan Sosial yang tinggi dan mungkin Kekayaan Intelektual yang tinggi juga, ditangkap
KPK karena korupsi ? Kemungkinan besar karena Akhlaknya kurang mendukung,
membolehkannya mengambil sesuatu yang bukan haknya, tidak dapat membedakan mana
yang halal dan tidak.

Mengapa seorang akademisi lulusan S2, S3 bahkan Guru Besar harus mengembalikan
gelarnya karana ketahuan melakukan plagiat, menjiplak karya tulis orang lain. Kemungkinan
besar karena Akhlaknya tidak mendukung. Untuk mencapai Kekayaan Intelektual yang lebih
tinggi ia menghalalkan segala cara.

Mana kiranya yang memiliki Kekayaan Spiritual yang lebih tinggi. Seorang tukang beca
dengan penghasilan hanya beberapa puluh ribu rupiah per hari, tetapi selalu menyisihkan
uangnya untuk membayar zakat , dibanding dengan seorang pengusaha besar yang
penghasilannya beberapa ratus milyar rupiah, yang tentunya mempunyai Kekayaan
Intelektual maupun Kekayaan Sosial jauh lebih tinggi dari si tukang beca, tetapi lupa
membayar zakat bahkan juga mengemplang pajak kepada Negara ? Sebenarnya dimana
sebenarnya perbedaan antara si tukang beca dengan si pengusaha besar dalam menggapai
Kekayaan Spritualnya ? Dalam masalah Akhlaknya ! Mana yang lebih kaya Spiritualnya ?
6

Seorang mahasiswa yang lulus dengan nilai A tetapi menggunakan cara yang tidak terpuji,
atau mahasiswa yang lulus dengan angka B tetapi lulus dengan cara yang jujur dan halal ?

Kekayaan Intelektual ataupun Kekayaan Sosial tidak selalu sejalan dengan Kekayaan
Spiritual. Kekayaan Intelektual ataupun Kekayaan Sosial akan sejalan dengan Kekayaan
Spiritual bila dilandasi Akhlak yang baik.

Dengan kata lain, Kekayaan Spiritual adalah kekayaan tertinggi yang dapat dimiliki
oleh manusia yang bar-Akhlak baik, dan meng-Amalkan Ilmunya dengan benar.

PENUTUP
Berdasarkan kajian diatas maka hipotesis :

[] 1+2=3 akan berlaku bila


1 (akhlaknya baik) + 2 (ilmu yang diamalkan dengan benar) = 3 (akan mendapat
ketiga jenis kekayaan )

Keterangan:
Bila 1 (Akhlak yang baik) menjadi dasar dari 2 (Ilmu dan Amal) = 3 (Akan didapat 3
Jenis kekayaan, yaitu Kekayaan Intelektual dan Kekayaan Sosial serta Kekayaan
Spiritual).

Hipotesis ini tidak berlaku :

[] 1+2 tidak sama dengan 3 bila


1 (akhlak kurang baik) + 2 (ilmu yang tidak diamalkan) ≠ 3 (tidak mendapat ketiga
jenis kekayaan)

Keterangan :
Bila 1 (Akhlak) tidak mendasari 2 (Imu dan Amal) , maka walaupun mungkin akan
diperoleh Kekayaan Intelektual ataupun Kekayaan Sosial yang cukup , tetapi tidak
akan diperoleh Kekayaan Spiritual yang memadai.
7

Seandainya kita belum berlatih untuk ber-Akhlak baik sejak usia dini. Kerjakanlah mulai
SEKARANG !! Seandainya kita belum meng-Amalkan Ilmu yang sudah kita pelajari dengan
semestinya. Kerjakanlah mulai SEKARANG !! Insya allah kita akan mendapat ketiga jenis
kekayaan secara lengkap.

Seandainya rumus 1+2=3, diterapkan dalam bidang pendidikan, baik yang formal maupun
informal, maka seyogyanya akan dihasilkan manusia Indonesia yang cerdas dan berakhlak
mulia.

Tentunya ini adalah hasil kajian di dunia. Hasil akhir dan nilainya akan ditentukan dihari
nanti, dengan penguji tunggal : Tuhan (Himself)

Wallahualam,

Rully MA Roesli
4 Agustus 2018
KULIAH KEHORMATAN
PURNABAKTI GURUBESAR UNPAD

Anda mungkin juga menyukai