Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Pre-eklampsia dan eklampsia dahulu dikenal dengan istilah toksemia gravidarum, yang
dewasa ini tidak dianjurkan untuk dipakai lagi karena istilah tersebut mencakup berbagai
penyakit hipertensif dalam kehamilan dengan etiologi berbeda-beda. Selain itu pada toksemia
gravidarum tidak pernah ditemukan toksin sebagai penyebab.
Pada umumnya, pre-eklampsia dan eklampsia baru timbul setelah minggu ke-20 dan makin
tua kehamilan makin besar kemungkinan timbulnya penyakit tersebut. Pada mola hidatidosa
penyakit ini dapat timbul sebelum minggu ke-20.
Frekuensi pre-eklampsia dan eklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya. Dalam kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%
sedangkan frekuensi eklampsia di negara-negara sedang berkembang dilaporkan berkisar 0,3%-
0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05%-0,1%.
Pre-eklampsia dan eklampsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan,
dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil dan wanita nifas. Di Indonesia
eklampsia—disamping perdarahan dan infeksi—masih merupakan sebab kematian perinatal
yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre-eklampsia, yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian
ibu dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre-eklampsia ringan dengan hipertensi, edema,
dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan,
sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre-eklampsia berat, bahkan
eklampsia. Dengan pengetahuan ini menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal, yang teratur dan
yang secara rutin mencari tanda-tanda pre-eklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan
pre-eklampsia berat dan eklampsia.

1
BAB II
ISI

PRE-EKLAMPSIA
A. Pengertian
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan
dan paling sering pada primigravida yang muda, tetapi dapat terjadi sebelum triwulan ke-3
kehamilan misalnya pada mola hidatidosa.

B. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui dengan pasti. Berbagai teori yang
dikemukakan mengenai faktor yang berperan dalam penyakit ini, antara lain:
1. Faktor imunologis, endokrin, atau genetik – Hal ini didasarkan atas pengamatan bahwa
penyakit ini lebih sering ditemukan pada:
a. Primigravida
b. Hiperplasentosis
c. Kehamilan dengan inseminasi donor
d. Penurunan konsentrasi komplemen C4
e. Wanita dengan fenotip HLA-DR4
f. Adanya aktivasi sistem komplemen neutrofil dan makrofag, atau di antara kelompok
atau keluarga tertentu.
2. Faktor nutrisi – ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan
beberapa keadaan kekurangan kalsium, protein, kelebihan garam natrium, atau
kekurangan asam lemak tak jenuh “Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA)” dalam
makanannya.
3. Faktor endothel – Teori jejas endothel akhir-akhir ini banyak dikemukan sehubungan
dengan peranannya dalam mengatur keseimbangan antara kadar zat vasokonstriktor

2
(tromboksan, endothelin, angiotensin dan lain-lain) dan vasodilator (prostasiklin,
nitritoksida, dan lain-lain) seta pengaruhnya pada sistem pembekuan darah.
Reaksi imunologi, peradangan, ataupun terganggunya keseimbangan radikal
bebas dan anti oksidan banyak diamati sebagai penyebab terjadinya vasospasme dan
kerusakan/jejas endothel.

C. Klasifikasi
Preeklampsi dapat dibedakan menjadi:
1. Pre-eklampsia ringan
 Tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolik paling rendah 90
mmHg
 Proteinuria sedikitnya 0,3 gram dalam 24 jam (1+ pada pemeriksaan kwalitatif)
2. Pre-eklampsia berat
Pre-eklampsia berat jika terdapat salah satu kelainan sebagai berikut:
 Tekanan sistolik paling rendah 160 mmHg atau tekanan diastolik paling rendah 110
mmHg yang tidak menurun meskipun penderita dirawat dengan istirahat rebah
 Proteinuria sedikitnya 5 gram dalam 24 jam (3+ atau 4+ pada pemeriksaan kwalitatif)
 Oliguria paling banyak 500 ml dalam 24 jam dan kadar creatinin plasma meningkat
 Gangguan cerebral atau penglihatan yang menetap
 Edema pulmonum atau cyanosis
 Thrombocytopenia berat atau hemolisis intravaskuler yang jelas
 Kemunduran pertumbuhan foetus

D. Patogenesis
Walaupun etiologinya belum jelas, hampir semua ahli sepakat bahwa vasospasme
merupakan awal dari kejadian penyakit ini.
Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan
otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan

3
meenyebabkan kerusakan/jejas endothel, yang kemudian akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endothelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-
lain) dan vasodilator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain) serta gangguan pada sistem
pembekuan darah.
Vasokonstriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada
banyak organ/sistem, antara lain:
Kardiovaskular
1. Hipertensi
2. Pengurangan curah jantung (cardiac output)
3. Trombositopeni
4. Gangguan pembekuan darah
5. Perdarahan
6. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
7. Pengurangan volume plasma
8. Permeabilitas pembuluh darah meningkat
9. Edema
Plasenta
1. Nekrosis
2. Pertumbuhan janin terhambat
3. Gawat janin
4. Solusio plasenta
Ginjal
1. Endoteliosis kapiler ginjal
2. Penurunan klirens asam urat
3. Penurunan laju filtrasi glomerulus
4. Oliguria
5. Poteinuria
6. Gagal ginjal
Otak

4
1. Edema
2. Hipoksia
3. Kejang
4. Gangguan pembuluh darah otak (cerebro vascular accident)
Hati
1. Gangguan fungsi hati
2. Peninggian kadar enzim hati
3. Ikterus
4. Edema, perdarahan, dan regangan kapsula hati
Mata
1. Edema papil
2. Iskemia
3. Perdarahan
4. Ablasio retina
Paru
1. Edema, iskemia, dan nekrosis
2. Perdarahan
3. Gangguan pernafasan hingga apnu

E. Gejala klinis
1. Hipertensi—Gejala yang paling awal timbul adalah hipertensi yang terjadi tiba-tiba.
Sebagai batas diambil tekanan darah 140 mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik),
tetapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg di atas tekanan biasanya.
Tekanan darah dapat mencapai 180 mmHg sistolik dan 110 mmHg diastolik tapi jarang
mencapai 200 mmHg. Jika tekanan darah melebihi 200 mmHg, pada penyebab biasanya
hipertensi kronis.
2. Edema—Timbulnya edema didahului oleh penambahan berat badan yang berlebihan.
Penambahan berat ½ kg seminggu pada seorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika

5
mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan, kemungkinan timbulnya pre-
eklampsia harus dicurigai.
Penambahan berat yang sekonyong-konyong ini disebabkan oleh retensi air dalam
jaringan dan kemudian baru tampak edema. Edema ini tidak hilang dengan istirahat.
3. Proteinuria—Sering ditemukan pada pre-eklampsia, yang kiranya karena vasospasme
pembuluh-pembuluh darah ginjal. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari
hipertensi dan edema.
4. Gejala-gejala subjektif yang umum ditemukan pada pre-eklampsia, yaitu:
a. Sakit kepala yang hebat karena vasospasme atau edema otak
b. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema atau sakit
karena perubahan pada lambung
c. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur bahkan kadang-kadang
pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasme, edema, atau ablatio retinae.
Perubahan-perubahan ini dapat dilihat dengan oftalmoskop.

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan apabila pada seorang wanita hamil dengan umur kehamilan 20
minggu atau lebih, ditemukan gejala hipertensi, proteinuria, dan atau edema.
Penyakit yang harus disingkirkan adalah penyakit ginjal, misalnya glomerulonefritis
akut dan hipertensi esensial.
Membedakan penyakit ini dari hipertensi esensial kadang-kadang sulit, tetapi gejala-
gejala yang menunjuk ke arah hipertensi esensial, yaitu:
1. Tekanan darah >200
2. Pembesaran jantung
3. Multiparitas terutama jika pasien di atas 30 tahun
4. Pernah menderita pre-eklampsia pada kehamilan yang lalu
5. Tidak adanya edema dan proteinuria
6. Perdarahan dalam retina.

6
G. Prognosis
Bergantung pada terjadinya eklampsi. Di negara-negara yang sudah maju kematian
karena pre-eklampsia ±0,5%. Akan tetapi, jika eklampsia terjadi, prognosis menjadi kurang baik;
kematian pada eklampsia adalah ±5%.
Prognosis untuk anak juga berkurang, tetapi bergantung pada saatnya pre-eklampsia
menjelma dan pada beratnya pre-eklampsia. Kematian perinatal ±20%. Kematian perinatal ini
sangat dipengaruhi oleh prematuritas.
Para ahli berpendapat bahwa pre-eklampsia dapat menyebabkan hipertensi yang
menetap, terutama jika pre-eklampsia berlangsung lama atau dengan perkataan lain jika gejala-
gejala pre-eklampsia timbul dini.
Sebaliknya, ahli lain menganggap bahwa penderita dengan hipertensi yang menetap
sesudah persalinan sudah menderita hipertensi sebelum hamil (hipertensi kronis).

H. Penatalaksanaan
Pre-eklampsia ringan
Penderita preeklampsi ringan masih akan mengalami perbaikan dengan cara istirahat
dan pemberian sedatif.
Penderita pre-eklampsia ringan idealnya harus dirawat inap, akan tetapi dengan
pertimbangan efisiensi, perawatan penderita eklampsia ringan dapat dilakukan di luar rumah
sakit dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Rawat jalan
a. Banyak istirahat (berbaring/tidur miring)
b. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam
c. Sedatif ringan, berupa fenobarbital (3x30 mg per oral) atau diazepam (3x2 mg per
oral) selama 7 hari
d. Roboransia
e. Penderita dianjurkan untuk melakukan kunjungan ulang setiap minggu

2. Rawat inap—penderita pre-eklampsia ringan harus dirawat di rumah sakit apabila:

7
a. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan, tidak ada perbaikan pada gejala klinis
b. Berat badan meningkat >2 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut
c. Timbul salah satu atau lebih gejala (tanda-tanda) pre-eklampsia berat
Pre-eklampsia Berat
Tujuan pengobatan pre-eklampsia adalah:
1. Mencegah terjadinya eklampsia
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-dikitnya dengan upaya menghindari
kesulitan pada kehamilan/persalinan berikutnya
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Dasar pengobatan antara lain istirahat, diet, sedatif, obat-obat antihipertensi, dan
induksi persalinan.
Penderita pre-eklampsia berat dapat ditangani secara aktif maupun konservatif. Pada
perawatan konservatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan
medisinal, sedangkan pada perawatan aktif kehamilan segera diakhiri/diterminasi didahului
dengan pemberian pengobatan medisinal.

INDIKASI PERAWATAN AKTIF


1. Ibu
a. Kehamilan >37 minggu
b. Adanya tanda-tanda/gejala impending eklampsia, seperti sakit kepala yang hebat,
penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan dan hiperrefleksi, serta kegagalan
terapi pada perawatan konservatif.
c. Setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medisinal, terjadi kenaikan tekanan darah
d. Setelah 24 jam sejak dimulai perawatan medisinal, tidak ada perbaikan
2. Janin—Gawat janin dan PJT (Pertumbuhan janin terhambat)

8
3. Laboratorium—HELLP syndrome (Hemolysis, Elevated liver enzyme, dan Low Platelet
Count)

Pengobatan Medisinal
a. Obat antikejang:
1. Terapi pilihan pada pre-eklampsia adalah Magnesium sulfat (MgSO4). Diberikan 8
gram MgSO4 40% (20cc) IM sebagai dosis awal. Sebagai dosis pemeliharaan,
diberikan 4 gram MgSO4 40% IM setiap 6 jam sekali setelah dosis awal.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
 Harus tersedia antidotum, yaitu Kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc)
 Frekuensi pernafasan ≥16 kali per menit.
 Produksi urine ≥30 cc per jam (≥0,5 cc/kg BB/jam)
 Refleks patella positif.
MgSO4 dihentikan pemberiannya apabila:
 Ada tanda-tanda intoksikasi
 Setelah 24 jam pascapersalinan
 Dalam 6 jam pascapersalinan, sudah terjadi perbaikan (normotensif).
2. Diazepam—Apabila tidak tersedia MgSO4 (sebagai obat pilihan) dapat diberikan
injeksi diazepam 10 mg IV, yang dapat diulangi setelah 6 jam.
b. Obat antihipertensi, dapat dipilih antara lain:
1. Hidralazine 2 mg IV, dilanjutkan dengan 100 mg dalam 500 cc NaCl secara titrasi
sampai tekanan darah sistolik <170 mHg dan diastolik <110 mHg.
2. Klonidin 1 ampul dalam 10 cc NaCl IV, dilanjutkan dengan titrasi 7 ampul dalam
500 cc cairan A2 atau Ringer Laktat.
3. Nifedipin per oral 3-4 kali 10 mg.
4. Obat-obat lain, seperti: metildopa, etanolol, dan labetolol.
5. Obat antihipertensi hanya diberikan jika tekanan darah sistolik >180 mmHg dan
diastolik >110 mHg.
c. Lain-lain:

9
 Diuretikum, tidak diberikan kecuali bila ada edema paru, payah jantung kongestif,
dan edema anasarka. Jika ada indikasi memberikan diuretik, ada juga indikasi untuk
mengakhiri kehamilan.
 Kardiotonika, bila ada tanda-tanda payah jantung.
 Obat antipiretik, bila ada demam.
 Antibiotik, bila ada tanda-tanda infeksi.
 Antinyeri, bila penderita gelisah karena kesakitan.

Pengelolaan Obstetrik
Pengelolaan yang terbaik untuk pre eklampsi ialah mengakhiri kehamilan karena:
a. Kehamilan itu sendiri
b. Pre eklampsi akan membaik setelah persalinan
c. Untuk mencegah timbulnya kematian janin dan ibunya
Meskipun demikian, apabila kehamilannya belum matur, ibu dan janin masih baik maka
dapat dirawat secara konservatif untuk mempertahankan kehamilan sampai berumur 37
minggu.
Apabila persyaratan perawatan konservatif belum terpenuhi, sebaiknya segera diakhiri
dengan induksi atau augmentasi.
Persalinan per vaginam diselesaikan dengan partus buatan dan bila ada indikasi dapat
dilakukan seksio sesarea.

I. Pencegahan
Pada tingkat permulaan, preeklampsi tidak memberikan gejala-gejala yang dapat
dirasakan oleh pasien sendiri. Oleh karena itu, diagnosis dini hanya dapat dibuat selama
prenatal care yang baik.
Dengan PNC yang baik, seharusnya preeklampsi dapat dideteksi sedini mungkin
sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang lebih berat berupa pre-
eklampsia berat, eklampsia sampai kematian ibu dan anak.

10
Berbagai upaya pencegahan yang pernah dilakukan umumnya dilaksanakan melalui
intervensi nutrisi dan farmakologi.
Akhir-akhir ini, penggunaan asam salisilat dosis rendah (60-90 mg/hari) banyak
digunakan untuk tujuan ini, walaupun hasilnya masih diperdebatkan.
Beberapa cara pencegahan pre-eklampsia yang pernah digunakan sebagai berikut:
1. Perbaikan nutrisi
a. Diet rendah garam
b. Diet tinggi protein
c. Suplemen kalsium
d. Suplemen magnesium
e. Suplemen seng
f. Suplemen asam linoleat
2. Intervensi farmakologi
a. Obat antihipertensi
b. Teofilin
c. Dipiridamol
d. Asam asetil salisilat (aspirin)
e. Heparin
f. Α-tokoferol (vitamin E)
g. Diuretikum

EKLAMPSIA
A. Pengertian
Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan
wanita dalam masa nifas disertai dengan hipertensi, proteinuria dan edema. Eklampsia lebih
sering terjadi pada primigravida daripada multipara.

B. Etiologi

11
Penyebab eklampsia belum diketahui. Oleh karena eklampsia merupakan kelanjutan
atau stadium akhir dari pre-eklampsia, faktor-faktor yang mempengaruhi kejadiannya sama
saja dengan pre-eklampsia.

C. Klasifikasi
Tergantung dari saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum, eklampsia
parturientum, dan eklampsia puerperale. Eklampsia gravidarum atau antepartum adalah
eklampsia yang terjadi sebelum persalinan. Ini yang paling sering terjadi. Pada eklampsia
gravidarum eklampsia terjadi dalam trimester terakhir dan makin besar kemungkinan
mendekati saat cukup bulan, bahkan persalinan sering kali mulai tidak lama kemudian.
Eklampsia parturientum atau intrapartum adalah eklampsia sewaktu persalinan. Eklampsia
puerperale atau postpartum adalah eklampsia setelah persalinan, biasanya timbul dalam 24
jam setelah persalinan.
Eklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan kembar, hidramnion dan mola
hidatidosa. Pada mola hidatidosa eklampsia dapat terjadi sebelum bulan keenam.

D. Gejala klinis
Pada umumnya eklampsia didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,
nyeri di daerah epigastrium dan hiperrefleksia. Serangan dapat dibagi dalam empat tingkat :
1. Tingkat invasi (tingkat permulaan).
Pada tingkat ini, mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian
pula tangannya, dan kepala diputar satu pihak, dan kejang-kejang halus terlihat pada
muka. Kejadian kira-kira berlangsung selama 30 detik.
2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis).
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi epistotonus, wajahnya kelihatan
kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok kedalam. Pernafasan berhenti, muka
mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. Lamanya 15 sampai 20 detik.

12
3. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis).
Terjadilah kejang yang hilang timbul, rahang membuka dan menutup begitu pula mata;
otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat
kuat sehingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur dan atau lidahnya tergigit. Ludah
yang berbuih bercampur darah keluar dari mulut, mata merah, muka biru, berangsur
kejang berulang dan akhirnya berhenti. Lamanya lebih kurang 1 menit.
4. Tingkat koma.
Setelah kejang klonis pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini dari beberapa menit
sampai berjam-jam. Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang
telah terjadi (amnesi retrogad).
Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan di atas
berulang lagi kadang-kadang 20-30 kali. Sebab kematian eklampsia adalah edema paru,
apoplexia dan asidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi,
kerusakan hati atau gangguan faal ginjal.
Pada eklampsia antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa waktu. Tapi
kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan terus
berlangsung. Eklampsia yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut eklampsia
intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang demikian bukan sembuh tapi jatuh ke tingkat yang
lebih ringan ialah dari eklampsia ke dalam keadaan pre-eklampsia. Jadi kemungkinan
eklampsia tetap mengancam pasien semacam ini sebelum persalinan terjadi. Setelah
persalinan keadaan berangsur baik, kira-kira 12-24 jam. Proteinuria hilang dalam 4-5 hari
sedangkan tensi normal kembali dalam kira-kira 2 minggu.

E. Diagnosis
Dengan adanya tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejang
maka diagnosis eklampsia dapat ditegakkan. Namun, eklampsia harus dibedakan dengan
kejang dan koma pada uremia, keracunan, epilepsi, kejangan akibat obat anestesia,
pendarahan otak, meningitis, encephalitis, tumor otak dan lain-lain. Misalnya, pada epilepsi;

13
dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dan tanda-
tanda pre-eklampsia tidak ada.

F. Prognosis
Eklampsi adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya maka prognosa kurang baik
untuk ibu maupun anak. Prognosa juga dipengaruhi paritas artinya prognosa bagi multipara
lebih buruk, dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga
oleh keadaan pada waktu pasien masuk Rumah Sakit.
Diurese juga dapat dijadikan untuk prognosa. Jika diurese lebih dari 800 cc dalam 24
jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa agak baik. Sebaliknya oligouri dan anuria
merupakan gejala yang buruk.
Gejala-gejala yang lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden ialah :
1. Koma yang lama
2. Nadi diatas 120.
3. Suhu ditas 39ºC.
4. Tensi diatas 200 mmHg.
5. Lebih dari 10 serangan.
6. Proteinuria 10 gram sehari atau lebih.
7. Tidak adanya edema.

G. Penatalaksanaan
Eklampsia harus ditangani di rumah sakit. Sebagai anti kejang diberikan MgSO4 dosis
awal 4 g 20% I.V pelan-pelan selama 3 menit atau lebih disusul 8 g 40% I.M terbagi pada
bokong kanan dan kiri. Dosis ulangan tiap 6 jam diberikan 4 g 40% I.M diteruskan sampai
24 jam pasca persalinan atau 24 jam bebas kejang. Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g
MgSO4 20% I.V pelan-pelan. Pemberian I.V ulangan ini hanya sekali saja, apabila timbul
kejang lagi berikan pentotal 5 mg/kgBB/I.V pelan-pelan. Bila ada tanda-tanda keracunan
MgSO4 diberikan antidotum Glukonas Kalsikus 10 g%, 10 ml I.V pelan-pelan selama 3
menit atau lebih.

14
Berikan O2 4-6 l/menit, pasang infus dekstrosa 5% 500 ml/6 jam dengan kecepatan 20
tetes per menit, pasang kateter urin, pasang goedel atau spatel. Bahu diganjal kain agar leher
defleksi sedikit. Fiksasi pasien secara baik agar tidak jatuh.
Kalau terjadi koma, anti kejang tidak diberikan. Pada pasien yang koma dilakukan
monitor kesadaran, dalamnya koma dan skor tanda vital, pencegahan dekubitus, serta nutrisi
perenteral dengan selang NGT.
Pemberian obat suportif sama seperti penanganan pre-eklampsia berat. Penanganan
obstetri ialah dengan mengakhiri persalinan tanpa melihat usia kehamilan dan keadaan janin.
Akhiri kehamilan bila sudah terjadi pemulihan hemodinamika dan metabolisme ibu yaitu
dalam 4-8 jam setelah pemberian obat antikejang terakhir, setelah kejang terakhir, setelah
pemberian obat antihipertensi terakhir atau setelah pasien mulai sadar. Cara terminasi
kehamilan sesuai dengan pre-eklampsia berat.

15
BAB III
KESIMPULAN

Pre-eklampsia dan eklampsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan,
dengan gejala utama hipertensi yang akut disertai edema, proteinuria, kejang, koma, atau gejala-
gejala lainnya pada wanita hamil dan wanita nifas. Pada tingkat tanpa kejang disebut pre-
eklampsia dan pada tingkat dengan kejang disebut eklampsia. Di Indonesia eklampsia—
disamping perdarahan dan infeksi—masih merupakan sebab kematian perinatal yang tinggi.
Penyebab pre-eklampsia dan eklampsia belum diketahui dengan pasti. Berbagai teori
yang dikemukakan mengenai faktor yang berperan dalam penyakit ini, antara lain faktor
imunologis, endokrin, atau genetik, faktor nutrisi, dan faktor endothel. Pre-eklampsia dan
eklampsia baru timbul setelah minggu ke-20 dan makin tua kehamilan makin besar kemungkinan
timbulnya penyakit tersebut. Pada mola hidatidosa penyakit ini dapat timbul sebelum minggu ke-
20. Eklampsia lebih sering terjadi pada kehamilan kembar, hidramnion dan mola hidatidosa.
Pada mola hidatidosa eklampsia dapat terjadi sebelum bulan keenam.
Menurut berat ringannya gejala, pre-eklampsia dapat dibagi menjadi dua tingkat, yaitu
pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia berat. Menurut saat timbulnya eklampsia dibedakan
eklampsia gravidarum, eklampsia parturientum, dan eklampsia puerperale. Diagnosis
preeklampsia dapat ditegakkan apabila ditemukan gejala hipertensi, proteinuria, dan atau
edema pada seorang wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau lebih. Diagnosis
eklampsi merupakan gejala preeklampsi berat ditambah dengan kejang.
Pre-eklampsia dan eklampsia harus diberikan penatalaksanaan yang berbeda tergantung
dari tingkat kegawatannya. Pada umumnya, penatalaksanaan pre-eklampsia adalah secara aktif
dan konservatif. Sedangkan pada eklampsia, penatalaksanaan hanya penatalaksaan aktif setelah
kejang dan keadaan umum ibu diperbaiki.

16
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga, Eds: Hanifa Wiknjosastro dkk. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005.
Sastrawinata, Sulaiman, dkk. Obstetri Patologi: Gestosis. EGC. 2003. pg: 68-81.
Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2001.
Crombleholme, WR. Preeclampsia-Eclampsia. In: Tierney LM et al (eds). Current Medical
Diagnosis and Treatment, 44th ed. New York: Lange Medical Book, 2005.
Sudinaya, IP. Insiden Preeklampsia-Eklampsia di Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan
Timur Tahun 2000. Cermin Dunia Kedokteran 2003;139:13-15. Available from
URL:HYPERLINK http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07_InsidenPreeklampsi a-
Eklampsia.pdf/07_InsidenPre eklampsia-Eklampsia.html

17

Anda mungkin juga menyukai