Anda di halaman 1dari 89

i

LAPORAN AKHIR

CASE STUDY PADA PERAWATAN LUKA Tn “ D ” DENGAN ULKUS

KAKI DIABETIK DI RUMAH PERAWATAN LUKA

ETN CENTER MAKASSAR

DISUSUN OLEH :
SRI DEWI, S.Kep
17 3145 901 100

Dibuat Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Peminatan


Keperawatan Luka

Dibuat Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Ners


Bagian Peminatan Keperawatan Luka
Universitas Mega Rezky
Makassar
2019
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena
berkatNya sehingga penulis dapatmenyelesaikan laporan akhir dengan judul
“Perawatan Luka Pada Tn.”D” Dengan Ulkus Kaki Diabetik di Rumah
Perawatan Luka ETN Center Makassar Tahun 2019” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Profesi Ners.
Laporan ini diajukan sebagai laporan akhir kegiatan praktek peminatan
perawatan luka yang telah dilaksanakan sejak 10 Desember 2018 Sampai 22
Desember 2018. Dengan segala kerendahan hati, penyusun menyampaikan rasa
terimah kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya, Bapak dan Ibu
tercinta Jaenuddin dan Rosdiana yang selalu menyayangi, mendidik dan
memotivasi sampai saya bisa menjadi seperti sekarang. Serta kepada keluarga
besar dan sahabatku yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih atas segala bantuan berupa
sumbangan pikiran, arahan, dan saran. Akhirnya melalui kesempatan ini penulis
ingin menyampaiakn rasa hormat dan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak H. Alimuddin, S.H., M.H., selaku Pembina Yayasan Pendidikan Islam
(YPI) Mega Rezky Makassar.
2. Ns.Syaiful, S.Kep., M.Kep., WOC (ETN) selaku direktur ETN Centre yang
telah mengizinkan melaksanakan kegiatan peraktek peminatan Perawatan
luka.
3. Ayu Lestari, S.Kp., M.Kep. selaku Ketua Prodi program STIKes Mega Resky
Makassar dan seluruh staf prodi Ners Stikes Mega Rezky Makassar yang telah
memberi ilmu dan perhatian kepada kami.
4. Ns. Muhammad Yusuf, S Kep.,ETN selaku pembimbing institusi di ETN
Center dan Home Care.

5. Eryati Asri, CWCC, selaku pembimbing lahan di ETN Center yang selalu
meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam praktek peminatan perawatan luka.

iii
6. Ns. Marhamah, S.Kep., CWCC, selaku pembimbing institusi di Lontara 2 atas
depan (Digestif), dan atas belakang (Bedah Tumor).
7. Staf ETN centre yang telah meluangkan waktu, pikiran dan arahan selama
kegiatan praktek baik secara langsung maupun tidak langsung dalam praktek
peminatan perawatan luka.
8. Teman – teman Angkatan VIII (delapan) Gelombang III (tiga) Profesi Ners
STIKes Mega Rezky Makassar yang selalu memberikan motivasi, terutama
teman – teman peminatan perawatan luka.
Praktek pemintan ini merupakan awal dari proses melangkah menuju masa
depan dan proses ini merupakan proses berdialetika dalam menerapkan praktek
perawatan luka dalam dunia keperawatan. Dengan segala keterbatasan dan
kemampuan yang ada kami menyadari bahwa tugas akhirini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Semoga Tuhan membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan
harapan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi semua.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…………………!!!

Makassar, Desember 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan...................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauaan Umum Tentang Ulkus Kaki Diabetik..................... 3


B. Tinjauan Umum Tentang Luka...................................................... 7
C. Tinjauan Umum Tentang Modern Dressing.......................... 32

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Indentitas............................................................................................... 45
B. Riwayat Keluhan dan Kesehatan................................................. 45
C. Pengkajian Luka.................................................................................. 46
D. Implementasi ...................................................................................... 56

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................... 60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................... 66
B. Saran ..................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas
menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebebkan peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah (WHO, 2012)
Menurut International of Diabetic Federation (IDF, 2015) tingkat
prevelensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari
keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014
menjadi 387 juta kasus. Indonesia merupakan Negara menepati urutan ke-7
dengan penderita DM sejumlah 4,5 kuta penderita setelah India, Cina,
Amerika Serikat, Federasi Rusia, Jepang dan Brazil.
Di Indonesia, menurut Purwanti (2013), terdapat 1785 penderita DM
yang mengalami komplikasi neuropati (63,5%), retinopati (42%), nefropati
(7,3%), makrovaskuler (16%), mikrovaskuler (6%), luka kaki diabetik (15%).
Banyaknya komplikasi yang ditimbulkan, maka tindakan pencegahan yang
dapat dilakukan oleh penderita DM untuk mencegah timbulnya komplikasi,
yaitu dengan melakukan kontrol kadar gula darah, patuh dalam diet rendah
gula, pemeriksaan rutin gula darah, latuhan jasmani, konsumsi obatt anti
diabetik, dan prawatan kaki diabetik yang penting dilakukan oleh penderita
diabetes mellitus (Arisman, 2011).
Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang telah disebutkan di atas
adalah ulkus kaki diabetik. Ulkus kaki diabetik sebanyak (15%). Dan 855
merupakan penyebab terjadinya amputasi pada pasien diabetes mellitus
(Clayton, 2006).
Dilihat bahwa sebagian besar kasus diabetes mellitus disertai
timbulnya luka terutama luka kaki, maka diperlukan pencegahan dan
penanganan yang benar dan tepat untuk penyembuhan luka sehingga mampu
mengurangi kasus amputasi dan meningkatkan morbilitas penderita diabetes
2

mellitus. Penanganan ulkus kaki diabetik salah satunya dilakukan dengan


menerapkan konsep perawatan luka modern. Konsep ini menggunakan
modern dressing dalam penerapannya.
Modern dressing sendiri memiliki kriteria,jenis dan fungsi tertentu
sesuai dengan kondisi luka.
Selain itu,Konsep perawatan luka modern diimplementasikan dalam
bentuk TIME MANAGEMENT. TIME MANAGEMENT mencakup antara
lain debridement, pengontrolan infeksi, menciptakan kelembapan yang sesuai
untuk luka serta melindungi tepi luka.

B. Rumusan Masalah
Tidak sedikit Rumah Sakit di Indonesia yang masih menggunakan balutan
konvensional, yaitu menggunakan kasa steril sebagai balutan utama balutan.
Setidaknya, baru 25 dari 1000 lebih Rumah Sakit, khususnya di Pulau Jawa
yang telah menerapkan manajemen perawatan luka modern. Konsep lembab
(Moist) pada perawatan luka modern diketahui sangat baik untuk
mempercepat repitalisasi, menjaga kelembapan akan menurunkan infeksi,
dasar luka yang lembab dapat merangsang pengeluaran growth factor yang
mempercepat proses penyembuhan luka sehingga penulis tertarik untuk
membuat laporan kasus manajemen perawatan luka modern pada kasus luka
kaki diabetes.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah observasi perwaatan luka modern, mahasiswa mampu mengetahui
dan memahami tentang perawatan luka ulkus kaki diabetik dengan
menggunakan konsep TIME MANAGEMENT serta Modern Dressing
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menilai perkembangan pada luka pasien ulkus kaki
diabetik setelah dilakukan TIME MANAGEMENT dan penggunaan
Modern Dressing
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Kaki Diabetik


1. Definisi
Ulkus/luka kaki diabetis adalah luka yang tejadi pada penderita
diabetes, dimana terdapat kelainan tungkai kaki bawah akibata diabete
melitus yang tdiak terkendali. Kelainan kaki diabetes dapat disebabkan
adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persarafan dan adanya
infeksi (Tambunan, M, 2007 Dalam Maryunani, 2015).
Ulkus kaki merupakan terjadinya luka yang tersering pada penderita
diabetes, dimana neuropati menyebabkan hilangnya rasa pada kondisi
terpotong kaki, blister/bullae atau kallus yang diikuti dengan penurunan
sirkulasi juga penyakit mikrovaskuler (Black, 1998 Dalam Maryunani,
2015).
2. Tanda dan gejala/ gambaran klinis pada pemeriksaan ulkus diabetik
a. Tanda dan gejala
Menurut Fontain, tanda dan gejala klinik dibagi menurut beberapa
satadium, yaitu:
1) Stadium I: Asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan
gringgingen.
2) Stadium II: Klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi lebih
pendek).
3) Stadium III: Nyeri saat istirahat.
4) Stadium IV: Manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia
(nekrosis, ulkus).
b. Tanda dan gejala/manifestasi klinis ulkus diabetik, juga dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1) Neuropati kaki klasik
2) Denyut melompat-lompat
3) Vena membesar
4

4) Kerusakan ujung saraf perifer


5) Hilangnya modalitas sensor
6) Otot intrinsic mengecil dan melemah
7) Refleks pergelangan kaki hilang
8) Deformitas, jari kaki mengerut, hilangnya lengkung kaki.
9) Peningkatan suhu kulit
10) Tidak berkeringat, kulit kering, pecah-pecah dan kapalan.
11) Osteoartropati charcot
12) Edema
13) Nekrosis (gangrene). (Maryunani , 2015).
3. Etiologi ulkus kaki diabetik
a. Terjadinya ulkus kaki diabetic (diabetic foot ulcers) juga dapat
dijelaskan sebagai beriku :
1) Kurangnya control diabetes melitus selama bertahun-tahun sering
kali memicu terjadinya kerusakan syaraf dan / atau masalah
sirkulasi yang serius.
2) Kondisi tersebut dapat menimbulkan efek pembentukan luka pada
kaki.
b. Terdapat 2 tipe penyebab ulkus kaki diabetic secara umum:
1) Neuropati
a) Neuropati diabetic merupakan kelainan urat syaraf akibat
diabetes melitus (DM) karena kadar gula dalam darah yang
tinggi yang bisa merusak urat syaraf penderita dan
menyebabakan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada
kaki,sehingga apabila penderita mengalami trauma kadang-
kadang tidak terasa.
b) Kerusakan syaraf menyebabkan mati rasa dan menurunnya
kemampuan merasakan sakit, panas atau dingin.
c) Titik tekanan, seperti akibat pemakaian sepatu yang terlalu
sempit menyebabkan kerusakan syaraf yang dapat mengubah
cara jalan pasien.
5

d) Kaki depan yang lebih banyak menahan berat badan rentan


terhadap luka tekan.
e) Dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala neuropati meliputi :
kesemutan, rasa panas, rasa tebal, ditelapak kaki, kram, badan
sakit semua terutama malam hari.
2) Angiopaty
a) Angiopati diabetic adalah penyempitan pembuluh darah pada
penderita diabetes.
b) Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita diabetes
melitus (DM) mudah menyempit dan tersumbat oleh gumpalan
darah.
c) Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/besar pada
tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangrene
diabetic, yaitu luka pada kaki yang yang merah kehitaman dan
berbau busuk.
d) Adapun angipati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotic terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
e) Dengan kata lain, meningkatnya kadar gula darah dapat
menyebabkan pengerasan, bahkan kerusakan pembulih darah
arteri dan kapiler (makro/mikroangiopaty)
f) Hal yang menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi dan
oksigen ke jaringan sehingga timbul risiko terbentuknya
nekrotik. (Maryunani , 2015).
4. System derajat/grade wagner untuk lesi kaki diabetik
Berdasarkan berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetes dibagi menjadi
enam derajat Menurut Meggitt-Wagner (Wagner, 1981 dalam Sari, 2015)
yaitu :
a) Grade 0 : Belum ada luka pada kaki yang beresiko tinggi
b) Grade 1 : Luka superfisial
c) Grade 2 : luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih
dalam, namun tidak sampai pada tulang
6

d) Grade 3 : luka yang dalam, dengan selulitis atau formasi abses


e) Grade 4 : gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau bagian
dengan kaki/forefoot
f) Grade 5 : gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada
daerah lengkung kaki/midfoot dan belakang kaki/hindfoot)

5. Manifestasi kelainan kaki diabetic


a) Derajat satu: normal,tidak terdapat kelainan
b) Derajat 2: kaki resiko tinggi,deformitas,kelainan kuku,kuku kering,otot
hipotrofi.
c) Derajat 3: kaki ulkus ulkus pada plantar,neuropai,kalus,ulkus
dasaranya otot.
d) Derajat 4: kaki infeksi,edema,kulit merah,infeksi,osteomilitis,gejala
sistemik.
e) Derajat 5 : kaki nekrosis/gangrene melibatkan kulit subkutis
f) Derajat 6: kaki yang yang tidak dapat diselamatkan ,nekrosis
luas,harus amputasi. (Maryunani , 2015).
7

6. Patofisiologi
Diabetes Mellitus

Pe Fibrinogen Makroangipati Mikroangiopati


Pe Reaktivitas Trombosit

Neuropati
Agregasi sel darah
merah meningkat

Atherosklerosis Autonomik Sensorik Motorik


Sensorik

Trombosis - Keringat Hilang sensasi


berkurang
- Kulit kering
- Kolaps sendi Trauma :
Vaskuler
- Titik tekan mekanis, Atropi
insusifiency
baru thermis, kimia otot

Hipoksia/ nekrosis
jaringan
Ulkus diabetik Infeksi

B. Tinjauan umum tentang luka


1. Definisi luka
Berikut merupakan beberapa definisi dari luka, yaitu antara lain:
a. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan (Agustina, 2009 Dalam Maryunani, 2015).
b. Luka adalah terputusnya kontinutitas jaringan akibat trauma (tajam
atau tumpul), kimia termal (panas atau dingin), listrik, radiasi
(Widhiastuti, 2008 Dalam Maryunani, 2015).
c. Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang menggangu proses
ombosisnormal; luka dapat dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
selular
kontinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan
8

kehilangan substansi jaringan. (InETNA, 2008 Dalam Maryunani,


2015).

2. Klisifikasi luka
luka diklasifikasi dengan berbagai macam cara diantaranya:
a. Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:
1) Luka superfisial; terbatas pada lapisan epidermis.
2) Luka “partial thickness”; hilangnya jaringan kulit pada lapisan
epidermis dan lapisan bagian tas dermis.
3) Luka full thickness; jaringan kulit yang hilang pada lapisan
epidermis, dermis , fasia, tidak mengenai otot.
4) Luka mengenai otot, tendon dan tulang. (Maryunani , 2015)
b. Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu
penyembuhan/waktu kejadianya, luka dapat dibagi menjadi luka akut
dan luka kronik:
1) Luka akut:
a) Luka baru, mendadak dan waktu penyembuhannya sesuai
dengan waktu yang diperkiraka.
b) Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
c) Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera
mendapat penaganan dan dapatsembuh dengan baik bila tidak
terjadi komplikasi. Contohnya: luka sayat, luka bakar, luka
tusuk, crush injury.
d) Luka operasi dapat dianggap luka akut yang dibuat oleh ahli
bedah. Contohnya: luka jahit dan skin graft.
e) Dapat disimpulkan bahwa luka akut adalah luka yang
mengalami proses penyembuhan, yang terjadi akibat proses
integritas fungsi dan anatomi secara terus menerus, sesuai
dengan tahap dan waktu yang normal.
9

2) Luka kronis
Pengantar:
a) Luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen atau endogen.
b) Luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak
berespon abaik terhadap terapai dan punya tendensi untuk
timbul kembali.
c) Luka yang berlangsung lama atau sering rekuren dimana terjadi
ganggauan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifactor dari penderita.
d) Dapat disimpulkan bahwa luka kronik adalah luka yang gagal
melewati proses perbaikan untuk mengembalikan integritas
fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang
normal.
Krakteristik luka kronik
a) Luka kronik disebabkan inflamasi kronik yang ditandai dengan
siklus aktivitas sel yang tidak mendukung penyembuhan.
b) Aktifitas proteolitik dapat tidak adekuat (i.e melapaui periode
bermanfaat) sehingga berperan dalam kronisitas luka.
c) Kadar matrix metalloproteinase dan protease serine meningkat
dibandingkan cairan luka akut.
d) Kadar laktat pada luka kronik semakin menurun selama masa
penyembuhan.
e) Pada luka kronik, kadar albumin, protein total, dan glukosa
semakin meningkat menuju masa penyembuhan.
f) Beberpa spesies bakteri bertahan dalam luka kronik yang
lembab sehingga menghambat penyembuhan luka.
Contoh: leg ulcer/ulkus kaki, pressure sores/luka tekan/decubitus,
diabetic ulcer/luka diabetis, malignant ulcer/luka kanker, luka
bakar yang terinfeksi. (Maryunani , 2015).
10

c. Klasifikasi berdasarkan jenisnya


1) Luka memar
2) Luka abrasi/babras/lecet
3) Luka robek/laserasi/vulnus laseratum (lacerated wound)
4) Luka tususuk/punctur/vulnus pinctum (punctured wound)
5) Luka tembak
6) Luka gigitan
7) Luka avulsi
8) Luka hancur (Maryunani , 2015).
d. Klasifikasi berdasar tingkat kontaminasi terhadap luka
1) Luka bersih (clean wounds)
2) Luka bersih terkontaminasi (cleand-contamination wounds)
3) Luka terkontaminasi (contaminated wounds)
4) Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds). (Maryunani ,
2015).
e. Klasifikasi berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan luar/integritas
luka.
1) Luka tertutup (vulnus occlusum)
a) Luka tidak melampaui tebal kulit
b) Luka tanpa robekan pada kulit
c) Contoh: Bagian tubuh yang terpukul oleh benda benda tumpul,
terpelincir, keseleo, daya deselerasi kearah tubuh (fraktur
tulang, robekan pada organ dalam), luka abrasi, kontusio atau
memar.
2) Luka terbuka (vulnus apertum)
a) Luka melampau tebal kulit
b) Terlihata robekan pada kulit atau membrane mukosa.
c) Contoh: Trauma benda tajam atau tumpul (insisi bedah, pungsi
vena, luka tembak).
11

d) Robekan kulit memudahkan masuknya mokroorganisme,


terjadi kehilangan darah dan cairan tubuh melalui luka. Fungsi
bagian tubuh menurun. (Maryunani , 2015).

3. Jenis penutupan luka


Penyembuhan luka dapat dijelaskan sesuai dengan jenis/metode penutupan
pada penyembuhan luka berikut ini:
a. Primary Intention
1) Luka, dengan kedalaman luka full thickness ditutup dengan
menggunakan jahitan, staples, atau perekat/plester.
2) Luka yang ditutup dengan mendekatkan jaringan yang terputus
degan jahitan steples atau pelester.
3) Dengan berlalunya waktu, maka terjadi sitesis, siposisi dan saling
silang kolagen yang memeberikan kekuatan dan integritas
penyembuhan jaringan.
b. Secondary Intention
1) Luka, dengan kedalaman luka partial thickness atau full thickness,
dibiarkan terbuka agar penyembuhannya melalui deposisi jaringan
granulasi
2) Luka, yang penutupan lukanya terjadi bila luka berkontraksi secara
biologis.
3) Contoh yang paling jelas adalah luka stump amputasi yang
dibiarkan terbuka.
4) Kegagalan penutupan luka secara spontan akan menghasilkan luka
kronik.
c. Tertiary intention
1) Luka, dengan kedalaman full thickness dibiarkan terbuka untuk
mengupayakan debridement atau penurunan edema sampai kondisi
optimal terpenuhi untuk penutupan luka aktif.
2) Kondisi luka diapproximated/didekatkan
12

3) Jahitan, steples, dan plester digunakan untuk menutupan luka.


(Maryunani , 2015).

4. Tahap-tahap proses penyembuhan luka


Menurut Darwis, I (2004), setiap proses penyembuhan luka akan terjadi
melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait dan berkesinambungan,
serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan
adanya morfologis tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
a. Fase inflamasi/eksudasi (tahap pembersihan): menghentikan
perdarahan dan memepersiapkan tempat luka menjadi bersih dari
benda asing atau kuman sebelum dimulai proses penyembuhan.
b. Fase poliferasi/Granulasi (tahap pembersihan): pembetukan jaringan
granulasi untuk menutup defek atau cedera pada jaringan yang luka.
c. Fase maturase/diferensiasi (tahap epitelisiasi): memoles jaringan
penyembuhan yang telah menjadi lebih matang dan fungsional.
(Maryunani , 2015).

5. Stadium luka/tingkat luka


Stadium atau tingkat kedalaman dan luasnya luka dapat diklasifikasi
sebagai berikut:
a. Stadium luka
1) Stadium I: luka superfisial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
2) Stadium II: luka partial thickness yaitu hilangnya lapisan kulit pada
jaringan epidermis dan bagian atas dermis.
3) Stadium III: luka full thickness yaitu hilangnya kulit keseluruhan
sampai jaringan subkutan yang dapat meluas tetapi tidak mengenai
otot.
4) Stadium IV: luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
13

b. Tingkat luka
1) Tingkat I: kemerahan (perubahan warna), teraba hangat, bengkak
atau teraba lebih keras.
2) Tingkat II: luka lebih dalam melibatkan sebagian jaringan kulit.
3) Tingkat III: luka melibatkan seluruh jaringan kulit dan bagian
dibawahnya termasuk lemak tetapi tidak menembus fascia.
4) Toingkat IV: luka lebih dalam melibatkan otot atau tulang dan
jaringan di sekitarnya. (Maryunani , 2015).

6. Pengkajian warna dasar luka


a. Luka merah/red
1) Merupakan luka dengan dasar luka merah tua atau merah terang
dan selalu tampak lembab.
2) Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya
mudah berdarah.
3) Luka yang berwarna merah muda atau pucat adalah luka sehat pada
fase akhir proses penyembuhan luka.
4) Perawatan yang diberikan adalah dengan mempertahankan
lingkungan luka dalam suasana lembab, bersih serta melindunginya
dari trauma yang merusak.
b. Luka kuning/yellow
1) Luka dengan dasar luka berwarna kuning, kuning kecoklatan,
kuning kehijauan, kuning pucat dapat merupakan luka keadaan
terkontaminasi, terinfeksi, pus, jenis pus, atau jenis nekrosis.
2) Dengan kata lain, yang kuning merupakan campuran dari jaringan
nekrotik yang berhidrasi, bakteri dan leokosit mati, dengan
jaringan fibrosa.
3) Luka yang mayoritas berwarna kuning ini disebut luka bernanah.
4) Nanah adalah jaringan nekrotik yang lembab, longgar dan
berserabut, yang biasanya berwarnah kuning.
14

5) Kondisi luka ini adalah luka yang terkontaminasi atau dapat pula
terinfeksi dan merupakan luka pada keadaan lembab dan jaringan
avaskularisasi.
6) Yang penting diperhatikan bahwa semua jenis luka kronis
merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi.
7) Luka terinfeksi juga dapat dinilai dengan adanya peningkatan
jumlah leukosit darah dalam tubuh dan peningkatan suhu tubuh.
8) Jaringan nekrotik yang berwarna kuning ini harus dibersihkan
sebelum perbaikan dan penyembuhan jaringan dapat terjadi.
c. Luka hitam/black
1) Adalah luka dengan dasar luka berwarna hitam, hitam kecoklatan,
hitam kehijauan. Sering disebut dengan nekrosis atau jaringan
mati.
2) Nekrosis berhasil dari Bahasa Yunani (mati) adalah nama yang
diberikan untuk sel dan jaringan hidup yang mati secara tidak
wajar.
3) Luka tertutup oleh jaringan nekrosis atau eschar, radiasi, yang
merupakan jaringan avaskularisasi yang tidak terdapat perdarahan.
4) Eschar tampak seperti jaringan berkulit kering, tebal, dan mungkin
hitam.
5) Jaringan yang mati (jaringan nekrotik) yang menghambat
peyembuhan luka.
6) Nekrosis merupakan kondisi yang irreversible. Berbeda dengan
apoptosis, yaitu pembersihan sel debris oleh fagosit dengan system
imun, secara umum lebih sulit dilakukan.
7) Jaringan nekrosis dapat berbentuk lunak atau dapat membetuk
jaringan parut.
8) Metode destruksi sel dengan neksrosis ini umunya tidak
mengirimkan sinyal ke fagosit terdekat untuk memakan sel yang
mati.tidak adaanya pemberian sinyal ini mempersulit system imun
15

untuk mencari dan mendaur ulang sel yang telh mati melalui
nekrosis dibandingkan sel yang mengalami apoptosis.
9) Pelepasan kandungan intra sel setelah kerusakan membrane sel
adalah penyebab inflamasi pada nekrosis
10) Jaringan nekrotik ini harus di bersihkan sebelum perbaikan dan
penyembuhan jaringan dapat terjadi
11) Penyebab nekrosis
a) Ada banyak sebab terjadinya nekrosis antara lain paparan
terhadap cedera yang cukup lama, infeksi, kanker, infark,
keracunan, dan inflamasi.
b) Nekrosisi dapat terjadi karena perawatan luka yang tidak
sempurna,neksrosi di sertai pelepasan enzim-enzim khusus
yang disimpan oleh lisosos,yang mampu mencerna komponen
sel atau seluruh sel itu sendiri.
c) Cedera yang dialami sel dapat merusak membrane lisosom,atau
dapat mencetuskan reaksi berantai yang tidak terorganisir yang
menyebabkan pelepasan enzim.
d) Tidak seperti asoptosis,sel yang mati akibat nekrosisdapat
melepaskan zat kimia berbahaya yang dapat merusak sel
lain.neksrosis pada materi biopsy di hentikan dengan fiksasi
atau pembekluan.
e) Kerusakan pada salah satu system penting dalam sel
menyebabkan kerusakan sekunder pada system lain,yang di
sebut cascade of effects. (Maryunani , 2015).

7. Persiapan dasar luka


a. Kerangka kerja (TIME)
1) Pengantar
Kerangka kerja TIME merupakan suatau pendekatan sistematis
yang bertujuan agar penyembuhan luka kronik dapat tercapai.
Konsep/kerangka kerja ini dikembangkan oleh International
16

Wound Bed Preparation Advisory Board, EWMA Wound Bed Prep


Editorial Advisory Board dan dipublikasikan oleh Falanga et al.,
2003.
Berikut ini merupakan kerangka kerja yang diperkenalkan oleh Dr.
Vincent Flanga (2003).
a) Kerangka kerja TIME yang diperkenalkan oleh Dr. Vincent
Flanga, merupakan singakatan berikut ini:
T Tissue manejement
I Inflammation and infection control
M Moisture balance
E Epithelial (edge) advancement.
b) Menurut kerangka kerja TIME, setiap luka kronik harus dinilai
adanya.
T Untuk tissue manejement = manejement jaringan (tidak
ada atau kurang).
I Untuk inflammation dan infection control =inflamasi dan
pengendalian infeksi.
M Untuk mointure balance = keseimbangan kelembaban
E Untuk epithelial (edge) advancement = perluasan epitel

8. Pencucian luka
a. Pengertian pencucian luka
Berukut ini adalah beberapa pengertian tentang pencucian luka/wound
cleansing:
1) Pencucian luka adalah mencuci dengan menggunakan cairan non-
toksik terhadap jaringan kulit/tubuh.
2) Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan luka serta menghidari kemungkinan
terjadinya infeksi.
17

3) Pencucian luka merupakan basis untuk proses penyembuhan luka


yang baik, karena luka akan sembuh dengan baik jika luka luka
dalam kondisi bersih.
4) Menurut Barr, JE (2003), pengertian pencucian luka adalah sebagai
berikut:
a) Pencucian luka dalam defenisi yang lebih luas adalah proses
secara mekanis melepasakan antara jaringan dan bakteri,
debris, kontaminant, inflammation dan jaringan nekrotik pada
permukaan luka, kemudian mengangkat atau membuang
materi-materi dari permukaan luka.
b) Pada luka yang bergranulasi bersih, pencucian luka merupakan
proses menggunakan cairan dengan hati-hati untuk membuang
atau mengangkat debris – debris an-organic dan materi
inflamasi dari permukaan luka sebelum pemasangan balutan.
b. Tujuan Pencucian luka
Berikut ini adalah beberapa tujuan dari pentingnya pencucian luka
yaitu:
1) Memfalitasi /memudahkan proses fagositosis dengan
melonggarkan, melunakkan dan mengangkat jaringan mati, debris,
kontaminant, dan residu toksik dari permukaan luka
2) Memisahkan eschar (jaringan parut) dari jaringan fibrotic dan
jaringan fibrotic dari granulasi.
3) Mengangkat debris organic dan an-organik, dan materi inflamasi
dari permukaan luka.
4) Menurunkan bacterial load (jumlah bakteri) pada permukaan luka
dan mengurangi insiden infeksi luka dan klonisasi yang
berlebihan.
5) Memberikan rehidrasi permukaan pada luka untuk menyediakan
lingkungan yang lembab.
6) Meminimalkan trauma luka pada saat melepaskan material balutan
yang lengket.
18

7) Memfasilitasi/memudahkan pengkajian luka dengan


mengoptimalkan visualisasi pada permukaan luka.
8) Membersihkan dari balutan lama.
9) Membuang carian luka yang berlebihan.
10) Debridement jaringan nekrotik.
11) Mempersiapkan luka sebelum dibalut.
12) Dilakukan setiap ganti balutan
13) Psikologi: berih dan Nyman
c. Indikasi Pencucian Luka
Indikasi umum untuk mencuci luka, ditujukan pada luka dengan:
1) Infeksi luka.
2) Eksudat yang berlebihan.
3) Adanya benda asing, debris, eschar, atau slough/slaft.
4) Kebutuhan untuk mengurangi kontaminasi atau jaringan mati,
sebelum melakukan penjahitan, pada penyembuhan luka dengan
‘delayed primary intention’.
d. Komponen-komponen Pembersihan luka
Menurut Barr, JE (2003), beberapa hal yang harus diperhatikan
mengenai komponen – komponen dalam pencucian luka, adalah
sebagai berikut:
1) Pembersihan/pencucian luka depat dicapai dengan menggunakan
larutan pembersih yang tepat, jumlah yang tepat dan alat mekanis
yang adekuat untuk memberikan larutan tersebut pada luka.
2) Larutan pembersih harus aman dan efektif.
3) Volume larutan harus adekuat untuk membersihkan luka dengan
tepat.
4) Seperti dibicarakan secara umum, makinbesar luka, semakin besar
volume larutan yang diperlukan untuk mengangkat debris, bakteri
atau jaringan mati.
19

5) Kekuatan mekanis harus mampu untuk melepaskan ikatan natara


jaringan dan bakteri, debris dan jaringan nekrotik pada permukaan
luka dan kemudian membuangnya dari luka.
6) Penelitian klinis telah menunjukkan bahwa kekuatan mekasi 8-15
psi diperlukan untuk membersihkan luka secara tepat.
7) Luka pada fase proliferasi dengan dasar bersih dan bergranulasi
seharusnya dibersihkan secara lebih hati – hati dengan aliran
tekanan lebih rendah sehingga sel-sel yang masih tidak rusak.
e. Karakteristik Larutan Pencuci Luka Yang Ideal
Beberapa karakteristik larutan pencuci luka yang ideal antara lain:
1) Tidak toksik terhadap jaringan sehat
2) Efektif pada adanya material organic seperti darah, slough/slaft,
atau jaringan nekrotik.
3) Mampu untuk menurunkan jumlah mikroorganisme dari
permukaan kulit.
4) Hipoalergenik dan tidak menyebabkan reaksi sensitivitas.
5) Mudah didapat, cost-effective dan stabil/aman.
f. Tehnik Mencuci Luka
1) Pengantar
a) Dalam membersihkan luka, perluka diperhatikan Teknik
pencucian luka yan baik, yaitu: tidak boleh dengan menggosok
luka, tetapi dilakukan dengan irigasi lembut dengan tekanan
tidak terlalu kuat untuk membersihkan sisa – sisa jaringan
nekrotik atau eksudat dan untuk menghindari resiko perdarahan
pada jaringan yang rapuh (bila tekanan terlalu kencang).
b) Prinsif membersihkan luka adalah dari pusat luka ke arah luar
secara hati – hati atau dari luar dahulu, kemudian bagian dalam
dengan kassa yang berbeda.
c) Teknik pencucian luka yang sering diperkenalkan dengan
irigasi dan perendaman.
20

2) Irigasi
Pengertian irigasi dan hal – hal yang berkaitan dengan irigasi;
a) Irigasi merupakan metode/Teknik yang paling umum
digunakan untuk memberikan cairan /larutan pada permukaan
luka.
b) Irigasi adalah Teknik yang paling sering digunakan dan banyak
riset yang mendukung Teknik ini.
c) Luka – luka dengan nekrotik dan terinfeksi seharusnya
dibersihkan dengan tekanan tinggi, sementara itu luka yang
bergranulasi dibersihkan dengan irigasi bertekanan rendah.
Keuntungan Teknik Irigasi
a) Dengan Teknik tekanan yang cuckup dengan mengangkat
bakteri yang terkolonisasi.
b) Mengurangi terjadinya trauma.
c) Mencegah terjadinya infeksi silang.
g. Jenis cairan pencuci luka
1) Cairan normal saline (NaCl 0,9%)

Nacl 0,9% memiliki kandungan natrium dan klorida. Nacl 0,9%


adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alas an
ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari natrium dan klorida. Nacl
0,9% adalah konsentrasi normal dari natrium klorida dan untuk
alas an ini Nacl 0,9% disebut juga sebagai normalsalin. Nacl 0,9%
merupakan larutan isotonic aman untuk tubuh tidak itritasi,
melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga
21

kelembaban sekitar luka, dan membantu proses penyembuhan serta


mudah di dapat dan harga relative murah.
2) Chlorexidine gluconate & cetrimide (savlon

a) Chlorexidine gluconate & cetrimide, dalam berbagai


konsentrasi (savlon) secara tradisional, digunakan untuk
membersihkan luka “kotor”.
b) Chlorexidine gluconate antiseptic dan disifeksi dengan
kandungan aqua dan alcohol.
c) Cetrimide: surfaktan yang mempunyai kandungan emulsi dan
detergent.
Keuntungan:
a) Efektif melawan bakteri gram negative dan gram positif.
b) Cetrimide mempunyai efek detergent yang berguna untuk
membersihkan debris dari luka.
c) Berguna untuk disinfeksi benda mati (alat kesehatan).
Kekurangan:
a) Semua kerugian yang ada pada chlorhexidine
b) Cetrimide sangat toksik terhadap fibroslat.
c) Bisa terjadi iritasi kulit hebat.
d) Dapat terkontaminasi dengan pseudomonas Aeruginosa
Rekomendasi: karena adanya efek toksik terhadapt cetrimide,
larutan ini tidak direkomendasikan untuk pencucian luka yang
rutin.
22

3) PHMB (Poly hexa methyl biguanide)

PHMB (poly hexa methyl biguanide) adalah membersihkan


luka serta sebagai melembabkan, pelumas dressing luka penyerap
dan membantu dalam penghapusan menyeluruh dari kotoran dan
puing-puing dari luka kronis, ulkus kulit lecet, bahkan ketika
permukaan sulit untuk mengakses (lipatan kulit yaitu celah dan
kantong luka) dan dapat digunakan untuk membersihkan dan
melembutkan lapisan luka.
4) Air mineral/ air matang
Air mineral atau air matang mampu membersihkan luka atau
kotoran yang menempel pada luka.
23

5) Herbal Astreingen
a. Rebusan Daun Sirih

Daun sirih mengandung fenol, yang memiliki peran sebagai


racun bagi mikroba dengan menghambat aktivitas enzimnya.
Katekol, pirogalol, quinon, eugenol, flavon dan flavonoid
merupakan termasuk golongan fenol dan mempunyai
kemampuan sebagian bahan antimikroba (Suliantari et al.,
2008), sedangkan menurut Mursito (2002) saponin dan tannin
pada daun sirih bersifat sebagai antiseptik pada luka
permukaan, bekerja sebagai bakteriostatik yang biasanya
digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan
infeksi pada luka serta flavanoid selain berfungsi sebagai
bakteriostatik juga berfungsi sebagai anti inflamasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Lutviandhitarani, dkk. (2015), disimpulkan bahwa rebusan
daun sirih (Piper betle L.) memiliki efektivitas yang sama
dengan antibiotik komersial penicillin-dihydrostreptomycin
dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif.
Sehingga daun sirih dapat digunakan sebagai green antibiotic
24

alternatif dalam pengobatan mastitis yang murah tanpa


menimbulkan residu pada ternak dan resistensi antibiotika
(Lutviandhitarani, 2015)
b. Rebusan Daun Jambu Biji

Daun jambu biji (Psidium guajavs L.) mengandung antara


lain tanin,minyak atsiri, flavonoid, ursolic, oleanolic, karoten,
avicularin, guaijaverin, Vitamin B1, B2, B3 dan vitamin C
(Ajizah, 2004) dalam (Azizah, 2008).
Daun jambu biji terbukti mampu menghambat pertumbuhan
bakteri. Ini artinya, rebusan daun jambu biji mempunyai sifat
antidiare terutama yang disebabkan oleh infeksi. Komponen
aktif dalam daun jambu biji yang diduga memberikan khasiat
adalah zat tanin yang cukup tinggi Purwiyatno, 2006 dalam
(Azizah, 2008).
Menurut Ajizah (2004) dalam (Azizah, 2008), bahwa
minyak atsiri dan etanol kemungkinan dalam menghambat
pertumbuhan dan mematikan bakteri yaitu dengan
mengganggu proses terbentuknya membran dan/atau dinding
sel, sehingga membran atau dinding sel tersebut tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna.
25

c. Rebusan Daun Sambiloto

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Jamaluddin


(2018), tentang Efektivitas Penggunaan Ekstrak Sambiloto
(Andrographis Paniculata, Nees) Terhadap Bau Pada Luka
Diabetes Mellitus Stage III Dan IV Di Rumah Perawatan Luka
Bone Wound Care Centre Kabupaten Bone yang menyatakan
bahwa ada pengaruh penggunaan ekstrak daun sambiloto terhadap
pengurangan derajat bau pada pasien DM.
Berdasarkan hasil penelitian, yang dilakukan oleh
(Prapanza dan Marianto, 2003 dalam Jamaluddin, 2018), tanaman
sambiloto mengandung berbagai zat aktif yang sangat berguna bagi
tubuh. Berikut ini dijelaskan beragam kandungan bahan aktif di
dalam daun, batang, bunga, dan akar tanaman sambiloto:
1. Zat andrographolid. Zat ini menghasilkan rasa pahit yang luar
biasa pada sambiloto. Umumnya zat ini mengandung racun.
2. Alkane, keton, aldehid, asam kersik, dan damar.
3. Kalium yang berfungsi meningkatkan jumlah urine sekaligus
membantu mengeluarkannya.
4. Kalsium dan natrium.
5. Minyak asiri (essential oil) yang bermanfaat sebagai
antiradang.
6. Laktone yang berfungsi sebagai antiradang dan antipiretik
karena mengandung neoandrographolid, andrographolid,
deoksiandrographolid, 14- deoksi-11, dan 12
didehidroandrographolid.
26

7. Flavonoid yang antara lain berfungsi untuk mencegah dan


menghancurkan
penggumpalan darah.
Hal ini dikuatkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh (Lihardo Sinaga, 2015 dalam Jamaluddin, 2018), tentang
“Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis Paniculata) Dalam
Mengendalikan Pertumbuhan Bakteri” Uji aktifitas antimikroba
dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur ditunjukkan
oleh ukuran areal bening yang membentuk lingkaran disekitar
kertas cakram yang kemudian dapat dihitung diameter
penghambatnya. Terbentuknya area bening disebabkan karena
adanya senyawa antimikroba pada ekstrak daun sambiloto sehingga
pertumbuhan bakteri dan jamur terhambat.

9. Debridement Luka
d. Defenisi
Debridement adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan
jaringan mati, jaringan infeksi dan benda asing dari dasar luka
sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi baik
(Arisanty,2014).
e. Teknik Debridement
Ada berbagai macam cara melakukan debridement yaitu dengan cara
chemical debridement, mechanical debridement, autolysis
debridement, conservative sharp wound debridement (CSWD),dan
surgical debridement (Arisanty,2014).
1) Chemical Debridement
Yaitu debridement yang menggunakan enzim dan biolysis.
Enzimatik debridement menggunakan tumbuhan seperti enzim
papain pada pepaya dan bromelain pada nanas. Sedangkan
biolysis menggunakan maggots (belatung).
27

2) Mechanical Debridement
Menggunakan kasa atau pingset atau irigasi dengan tekanan
tinggi. Tekhnik ini sudah jarang digunakan, namun masih
digunakan pada luka dengan biofilm.
3) Autolysis Debridement
Tubuh memiliki enzim proteolitik yang berperan dalam
pembersihan. Proses pembersihan ini dapat terjadi pada suasana
lembab. Dengan suasana lembab pada luka maka dapat
mendukung proses autolysis.
4) Conservative Sharp Wound Debridement (CSWD)
CSWD merupakan tindakan mengangkat jaringan mati yang tidak
mudah berdarah dan tidak menimbulkan rasa sakit sehingga tidak
memerlukan anastesi, dengan menggunakan kasa, pingset, dan
gunting. CSWD dikenal juga dengan istilah nekrotomi, dan hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tersertifikasi khusus.
5) Surgical Debridement
Merupakan tindakan pembedahan yang hanya boleh dilakukan
oleh dokter bedah, jaringan yang diangkat berupa jaringan mati
maupun jaringan sehat yang cenderung rusak.

10. Cairan luka (eksudat)


a. Definisi
1) Eksudat adalah istilah generic yang di gunakan
untukmengidentifikasi yang di hasilkan dari luka.( Thomas et
al.,1997 dalam Maryunani, 2015).
2) Eksudat merupakan “balsam” alami yaitu zat penyembuh
(Paracelsus,1493-1541 dalam Maryunani, 2015)
b. Hal-hal yang perlu di pahami berkaitan dengan eksudat:
1) Luka sehat kan menimbulkan sedikit kelembaban yang tampak
pada permukaannya,sedangkan pada luka kroniktidak dapat di
prediksi.
28

2) Kebocoran eksudat luka kronik dapat menyebabkan degradasi


enzimatikdari kulit sehat yang terpapar atau dasar luka serta
maserasi yang mediasi eksudat.
3) Sebaliknya, diketahui bahwa pembentukan keropeng kering
menghambat penyembuhan luka sempurna,sedangkan lingkungan
dengan kelembaban optimal mempercepat penyembuhan luka
4) Cairan tersebut banyak terjadi pada keadaan luka yang banyak
terdapat lapisan slough/slaft
5) Slough terbentuk ketika sel-sel mati.terdiri dari fibrinogen dan ous
yang terdapat bakteri,terkumpul didasar luka
6) Jaringan fibrosa tampak lunak,berwarna kekuningan-krem yang
terdiri dari sejumlah leukosit
7) Dalam mengkaji eksudat,perlu diperhatikan: tipe/ jenis, jumlah,
warna, konsistensi, bau, kulit sekitar dan infeksi luka
c. Pelepasan eksudat
1) Pelepasan eksudat luka terjadi sebagai akibat vasodilatasi selama
awal inflamasi fase penyembuhan yang di pengaruhi oleh
mediatorinflamasi sepertihistamin dan bradykinin.
2) Eksudat tampak sebagai cairan serosa di dasar luka dan merupakan
bagian dari penyembuhan luka normal pada luka akut.
3) Bila luka menjadi kronik dengan inflamasi abnormal dan perissten
atau bila terjadi infeksi .eksudat berubah secara kuantitatif dan
kualitatif.
4) Pada luka kronik,eksudat mengandung enzim proteolitikdan
komponen lain yang tidak di temukan oda luka akut.
5) Jenis eksudat ini memiliki kemampuan untuk mendegradasi faktor
pertumbuhan dan kulit tepi luka serta merupakan predisposisi
untuk inflamasi. (Maryunani , 2015).
29

11. Tipe/jenis eksudat


a) Berdasarkan Warna eksudat

Kode Istilah Berbentuk

0 Serous Cairan jernih (normal) tipis

1 Bloody Tipis merah cerah

2 Hemoserous Cairan serosa disertai darah


Cairan banyak mengandung darah dan
3 Sanguineous
kental
Cairan berwara merah pucat hingga pink
4 Serosanguineous
tipis
Cairan infeksi (pus/nanah) seperti susu
5 Purulent
berwarna kuning
Cairan infeksi (pus/nanah) seperti susu
6 Foul Purulent
berwarna hijau

b) Berdasarkan Jumlah eksudat


Kode Istilah Bentuk
Tidak ada Dasar luka kering
0
eksudat
Dasar luka lembab, memproduksi sekitar
<2ml eksudat per hari (bergantung pada
1 Eksudat sedikit
ukuran luka), keluaran eksudat mengenai
<25% balutan
Dasar luka basah, memproduksi sekitar 2-5
ml eksudat per hari (bergantung pada ukuran
2 Eksudat sedang
luka), keluaran eksudat mengenai 25%
balutan
Dasar luka jenuh, memproduksi sekitar 5-10
ml eksudat per hari (bergantung pada ukuran
3 Eksudat banyak
luka), keluaran eksudat mengenai 25-75 %
balutan
Dasar luka “banjir”, memproduksi sekitar
Eksudat sangat >10 ml per hari (bergantung pada ukuran
4
banyak luka), keluaran eksudat mengenai >75%
balutan hingga keluar
5 Infeksi Infeksi atau kolonisasi kritis

c) Berdasarkan Bau (odour)


30

Kode Bau (odour)


0 Tidak ada bau
1 Bau tercium saat membuka balutan
2 Bau tercium saat rembesan keluar
3 Bau tercium mulai jarak satu tangan dari pasien
4 Bau tercium saat petugas memasuki kamar tempat pasien berada
Bau tercium saat petugas memasuki ruangan di beberapa kamar
5
tempat pasien di rawat

12. Infeksi pada luka


a. Pengertian
1) Infeksi pada luka merupakan gangguan serius terhadap proses
penyembuhan luka.
2) Infeksi pada luka adalah pertumbuhan organisme dalam luka yang
berkaitan dengan reaksi jaringan (Westaby, 1995 Dalam
Maryunani, 2015).
b. Cara mengidentifikasi tanda-tanda infeksi
1) Kejadian infeksi dapat di indentifikasikan dengan adanya tanda-
tanda infeksi secara klinis, penigkatan suhu tubuh dan jumlah
hitungan leukosit yang menigkat; atau
2) Infeksi pada luka dapat diperhatikan, dengan:
a) Adanya proses inflamasi
b) Cairan eksudat
c) Baerbau tidak sedap
3) Tanda infeksi local yang khas adalah;
a) Kemerahan
b) Bengkak
c) Hipertermi
d) Nyeri
e) Fungsi terbatas
4) Tanda-tanda klinis kritikal klonisasi atau infeksi local:
penyembuhan luka terhambat, bau, jaringan granulasi abnormal,
nyeri meningkat dan eksudat berlebihan.
31

5) Hasil kultur infeksi: mikroorganisme sudah bereplikasi > 105 per


gram jaringan. (Maryunani , 2015).

13. Terapi ozon pada luka ulkus kaki dibetik


Terapi ozon yang juga dikenal dengan sebutan tritomikoxigen dan
trioxygen memiliki multi efek terhadap penyembuhan luka, yakni
melepaskan oksigen-oksigen baru yang telah terbukti memiliki
kemampuan bakterisidal dan merangsang enzim antioksidan. Hal ini
dikuat oleh hasil penelitian yang dialkukan oleh Megawati Dan Firdaus,
(2016), tentang Efektifitas Modifikasi Balutan Modern Dan Terapi Ozon
Terhadap Penyembuhan Ulkus Diabetikum Di Wocare Clinic Bogor
mengatakan bahwa Penggunaan modifikasi modern dressing dan terapi
ozon lebih efektif terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan
penggunaan modern dressing saja pada pasien dengan ulkus diabetikum.
Penelitian ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
(Wainstein et al, 2011 dalam Megawati & Firdaus, 2016), yang berjudul
efektifitas terapi ozon-oksigen sebagai penanganan Diabetic Foot Ulcer
(n=34), menyebutkan bahwa pada kelompok eksperimen lukanya lebih
cepat menutup dibandingkan dengan kelompok control (p=0,03).
Penelitian lain yang menggunakan terapi ozon untuk ulkus diabetikum
adalah penelitian (Sanchez et al, 2005, dalam Megawati & Firdaus, 2016),
yang berjudul efektifitas terapi ozon pada pasien diabetic foot (n=101),
dimana hasil dari penelitiannya menunjukkan reduksi luas area luka yang
signifikan pada kelompok eksperimen (2,66±0,33 cm2/hari) dibandingkan
pada kelompok yang diberikan antibiotik saja (1,21±0,01 cm2/hari).

C. Tinjauan Umum Tentang Modern Dressing


1. Pengertian modern dressing
32

Modern dressing teknik perawatan luka dengan menciptakan kondisi


lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan
penyembuhan luka, menggunakan balutan semi occlusive, full
occlusive dan impermeable dressing berdasarkan pertimbangan
biaya(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety).
2. Konsep manejemen luka modern/terkini
Konsep manejeman atau penyembuhan luka dewasa ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat dengan beberapa fungsi kerja umum
maupun spesifik, serat menciptakan kelembababn pada area dan sekitar
luka. Beberapa fungsi kerja manejemen atau perawatan luka yang modern
saat ini, mencakup:
a. Mengoptimalkan kerja dari neurotrofil, makrofag, fibrablast, protease
(enzyme debinder), growth factors.
b. Meminimalkan rasa sakit (mengurangi sakit pada ujung syaraf karena
kondisi luka dalam keadaan lembab)
c. Meminimalkan infeksi (sel-sel meningkatkan daya tahan tubuh, lebih
sedikit jaringan kering yang mati sehingga mengurangi timbulnya
mikroorganisme).
d. Mengurangi kemungkinan adanya luka baru pada saat penggantian
balutan luka.
e. Mengurangi resiko perpindahan mikroorganisme.
f. Mengurangi pencemaan udara pada saat penggantian balutan
g. Menjaga luka pada temperaturoptimum agar penyembuhan luka lebih
cepat
h. Balutan dapat digunakan untuk beberapa hari sehingga mengurangi
frekuensi penggantian balutan. (Maryunani , 2015).

3. Tujuan pemilihan balutan luka


33

Tujuan utama memasang balutan luka adalah untuk menciptakan


lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan lika. Tidak ada balutan
yang sesuai untuk setia luka atau setiap orang.oleh karena itu,pemilihan
balutan harus ditentukan setelah mengkaji kebutuhan individu dan luka.
Pemahaman tentang fisologi penyembuhan luka dan berbagai macam
balutan serta cara kerjanya diperlukan agar dapat diperoleh penyembuhan
yang optimal.
Adapun tujuan pemilihan balutan dan alas an mengapa balutan
diperlukan,antara lain :
a. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap penyembuhan yaitu
dengan mempertahankan kelembaban.
b. Membuang jaringan mati,benda asing dan partikel dari luka
c. Melindungi luka dan jaringan sekitarnya.
d. Mampu mengontrol kejadian infeksi/ melindungi luka dari trauma dan
invasi bakteri
e. Mencegah dan mengelola infeksi klinis pada luka
f. Mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung – ujung
syarf
g. Mempertathankan temperature pada luka
h. Mengontrol dan mencegah perdarahan
i. Memberikan kompresi terhadap perdarahan atau statis vena
j. Menampung cairan/eksudat
k. Memobilisasi bagian tubuh yang ter-injury/mengalami trauma
l. Meningkatkan kenyamanan
m. Mengurangi stress pada pasien dan keluarganya dengan melakukan
penutupan luka. (Maryunani , 2015).
4. Kriteria balutan yang ideal
Balutan luka yang ideal seharusnya memenuhi hal-hal berikut ini :
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mengangkat eksudat yang berlebihan
34

c. Mengupayakan pengangkatan eksudat dan benda asing tanpa


menimbulkan trauma terhadap jaringan baru
d. Memungkinkan pertukaran gas (bila diperlukan)
e. Memberikan insulasi thermal.
f. Memberikan barrier (penghalang) terhadap pathogen
g. Tidak meningkatkan thermal
h. Tidak menyebabkan sensitivitas atau reaksi alergi
i. Melindungi terhadap trauma mekanis,misalnya tekanan gesekan atau
pergesera
j. Mudah dalam pemasangan/pemakainnya
k. Nyaman dipakai
l. Dapat berdaptasi pada bagian-bagian tubuh
m. Tidak meganggu fungsi tubuh
n. Cost-effective. (Maryunani , 2015).
5. Prinsip pemilihan balutan luka
Menurut Hartman (1999) dan Ovington (1999), pada dasarnya prinsip
pemilihan balutan yang akan digiunakan untuk membalut luka harus
memenuhi kaidah-kaidah berikut ini :
a. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh
luka (mengabsorbsi)
b. Kemampuan balutan untuk megangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme
c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka
d. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
e. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengankut atau
pendistribusian antibiotic keseluruh bagian tubuh. (Maryunani , 2015).
35

6. Jenis-jenis Modern Dressing Pada perawatan Luka


Manajemen Warna Dasar Luka
a. Zinc Tophycal Therapy
1) Epitel Zalf

Indikasi
(1) Untuk mendukung proses kelembaban
(2) Cocok untuk semua tahap jenis luka (nekroik,slough,granulasi,
epitalisasi)
Kontraindikasi : Tidak dapat menyerap eksudat
2) Metcovazine
(a) Metcovazine Reguler
36

Indikasi .
a) Membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua
jenis luka.
b) Memberikan suasana lembab serta mendukung autolysis.
c) Menghindari trauma saat buka balutan.
d) Untuk luka dengan warna dasar luka: hitam, kuning, hijau,
merah.
e) Bahan dasar: Zinc, Vaselin, Chitosan
(b) Metcovazine Red
37

Indikasi
a) Topical therapy atau salep luka untuk jaringan yang
granulasi merah, karena ada kandungan hydrocoloid.
b) Bahan aktif :Metcovazin Reguler plus Hydrocoloid.
b. Hydrocolloid

Indikasi:
1) Luka dengan sedikit eksudat – sedang
2) Luka akut atau kronik
38

3) Luka dangkal
4) Jaringan granulasi
5) Abses
6) Luka dengan epitalisasi luka yang terinfeksi grade 1 dan 2

c. Hydroactive gel

Indikasi:
1) Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab
2) Lembut dan fleksibel untuk segala jenis luka
3) Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak
jaringan sehat.
4) Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin
Manajemen Eksudat (E)
a. Transparent film

Indikasi:
1) Dresing primer dan sekunder
39

2) Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka


waktu yang pendek
3) Luka yang memerlukan dressing fiksasi yang tahan air, sehingga
bisa dipakai pada saat mandi
4) Luka insisi
b. Calcium alginate

Indikasi:
1) Luka dengan eksudat sedang- banyak
2) Menghentikan perdarahan minor
3) Berubah menjadi sel ketika bercampur dengan cairan luka
4) Luka akut atau kronik
5) Luka yang dalam sehingga berlubang
c. Foam

Indikasi :
1) Digunakan pada luka full thickness
40

2) Luka dengan eksudat sedang-banyak

d. Low Adherent (LA)

Jenis terapi topical yang berupa tumpukan bahan balutan yang


tebal, di dalamnya terdapat kapas yang berdaya serat sedikit sampai
sedang dan mencegah trauma pada saat pergantian balutan karena
terdapat film pada permukaan balutan dan dan direkomendasikan pada
luka yang eksudat sedikit hingga sedang tetapi tidak dapat membunuh
kuman dan jamur, contoh produk cutisorb LA, dan melolin (Arisanty,
2014).
Kasa steril adalah kasa yang sudah disterilkan digunakan untuk
menutup luka. Kasa steril adalah kain kasa yang bebas dari kuman-
kuman penyakit. Penggunaan kasa steril yaitu untuk membersihkan
luka, menutup luka membalut luka.
Indikasi
1) Menyerap eksudat sedikit,sedang hingga banyak
2) Mencegah trauma
3) Tidak melengket pada luka
4) Bahan dasar: Fleece (80% Viscose/katun, 20% Polyester fiber)
41

Manajemen Infeksi (I)


a. Cadexomer iodine

Indikasi
Cadexomer Iodine, sebuah kombinasi Iodine dan polisakarida
kompleks, seperti Iodoflex dan Iodosorb , yang dapat digunakan
sebagai antiseptik, khususnya di luka berongga. Iodine jenis ini dapat
menyerap eksudat, dan melepaskan ion Iodine secara bertahap,
memungkinkan efek antiseptik Iodine bertahan lebih lama dan
memerlukan lebih sedikit penggantian balutan pada luka. Efek
samping Cadexomer Iodine yaitu rasa nyeri seperti terbakar pada area
luka, kemerahan dan eczema. Studi mengenai keamanan Iodine
menunjukkan resiko minimal pada fungsi tiroid. Cadexomer
Iodine berguna saat mengobati luka yang terinfeksi dengan jumlah
eksudat sedang hingga basah. Kemampuannya untuk melepaskan ion
Iodine secara perlahan menyebabkan Iodine jenis ini dianjurkan untuk
digunakan pada luka kronis di mana tidak diperlukan penggantian
balutan yang sering.
b. Hydrophobic
42

Menggunakan prinsip fisik interaksi hidrofobik. Dressing yang


dilapisi dengan turunan asam lemak (DACC) memberi mereka sifat-
sifat yang sangat hidrofobik. Dalam lingkungan lembab luka yang
terinfeksi, bakteri yang tertarik dan menjadi ireversibel terikat. Oleh
karena itu, mengangkat juga menghilangkan bakteri pada luka
(Arisanty, 2014).
Indikasi:
1) Mengikat bakteri dan mencegah perkembangbiakan
Kontraindikasi : Tidak dapat menyerap eksudat
c. Silver (Ag)

Silver mempunyai spectrum luas terhadap bakteri, yang bekerja


pada sintesis dinding sel bakteri, aktivitas ribosom dan transkripsi, juga
mempunyai aktivitas terhadap jamur. Contohnya Aquacel Ag. Aquacel
Ag adalah pembalut luka primer terbuat dari natrium
43

karboksimetilselulosa (NaCMC) mengandung 1,3 perak dalam bentuk


ionic. NaCMC ini diproduksi sebagai serat tekstil dan disajikan dalam
bentuk bulu untuk kemasan luka berlubang dan sebagai datar non-
wound pad untuk aplikasi untuk luka terbuka yang lebih besar. Dan ini
berfungsi balutan sekunder dan pada kondisi tertentu menjadi balutan
primer. Direkomendasikan dasar luka merah, dapat menyerap eksudat
sedang, banyak, hingga sangat banyak.
Dengan adanya ion natrium dari eksudat luka, ion oerak dilepaskan
dari NaCMC untuk mengarahkan efek antimikroba berkelanjutan
terhadap berbagai organisme termasuk staphylococcus aureus resisten
methilcillin (MRSA), dan vankomisin tahan entercoccus (VRE),
sehingga mencegah colonisasi bakteri dan memberikan penghalang
antimikroba untuk melindungi luka.
Macam-macam Dressing Fiksasi
a. Adhesive tape
44

Adhesive tape, dressing penutup luka lebar yang berperekat dan


terbuat dari bahan non-moven polyster, bersifat hypoallergic, tembus
udara, elastic, dapat di sterilisasi, dan tembus sinar X. Indikasi :
1) Fiksasi luka besar di area persendian dan lekuk tubuh yang sulit
2) Fiksasi tambahan setelah pemberian moist woung dressing
3) Fiksasi untuk penutup luka lebar pasca operasi
4) Cocok untuk semua jenis kulit
b. Crepe Bandage/Elastis Verband

Adalah perban elastis yang digunakan untuk mengikat atau


membebat area persendian baik di kaki maupun tangan akibat
cidera.Tujuannya adalah mencegah serta mengurangi pergerakan pada
area yang cedera tersebut supaya mempercepat penyembuhan dan
mengurangu rasa sakit.
c. Orthopedic wool (kapas gulung)
45

Adalah kapas gulung orthopedic perban yang biasa digunakan


untuk mengikat / membebat area kaki maupun tangan. Biasa
digunakan pasca-operasi luka, atau digunakan untuk tujuan lain sesuai
dengan instruksi dari dokter.
d. Kasa gulung

Adalah perban yang digunakan untuk mengikat atau membebat


area kaki atau tangan yang terdapat luka/cedera. Tujuannya adalah
mencegah serta mengurangi pergerakan pada area yang cedera untuk
membantu penyembuhan dan mengurangu rasa sakit pada luka.
46

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. BIODATA
1. Identitas Klien
a. Nama : Tn “D”
b. Umur : 58 tahun
c. Alamat : Maros
d. Jenis Kelamin : Laki-Laki
e. Status perkawinan : Menikah
f. Agama : Islam
g. Suku : Bugis
h. Pendidikan : S1
i. Pekerjaan : PNS
j. Tanggal pengkajian : 19/12/2018
k. Sumber informasi : Klien

B. RIWAYAT KLIEN
1. Keluhan utama :
Luka pada kaki kiri (betis depan, mata kaki dan tumit).
2. Riwayat Keluhan Utama :
Klien memiliki 3 luka. Masing-masing luka klien terjadi akibat
melepuh. Setelah 4 hari yang lalu luka yang pertama nampak bengkak
dan bernanah. Berdasarkan informasi dari teman kerjanya klien
mengunjungi ETN CENTER untuk dilakukan perawatan lukanya.
3. Riwayat Penyakit masa lalu :
Klien telah menderita DM sejak ± 10 tahun. Riwayat luka klien
sebelumnya, Luka klien yang pertama dialami sejak ± 1 minggu yang
lalu. Luka klien yang kedua dialami sejak ± 1 bulan yang lalu. Dan
luka yang ketiga dialami sejak 6 bulan yang lalu.
47

C. PENGKAJIAN LUKA

L. 1
L. 3
L. 2

DEPAN BELAKANG
48

Item Pengkajian 19/12/2018 22/12/2018

1. Ukuran luka 1. P X L < 4 cm


2. P X L 4 < 16 cm
3. P X L 16 <36 cm 2 2
4. P X L 36 <80 cm
5. P X L > 80 cm
2. Kedalaman 1. Stage 1
2. Stage 2
3. Stage 3 3 3
4. Stage 4
5. Necrosis wound
3. Tepi Luka 1. Samar, tidak jelas terlihat
2. Batas tepi terlihat, menyatu
dengan dasar luka
3. Jelas, tidak menyatu dengan
dasar luka 3
4. Jelas, tidak menyatu dgn dasar 3
luka, tebal
5. Jelas, fibrotic, parut
tebal/Hyperkeratonic

4. Goa 1. Tidak ada


2. Goa < 2 cm didaerah manapun
3. Goa 2-4 cm < 50 % pinggir
luka 1 1
4. goa 2-4 cm > 50 %
pinggir luka.
5. goa > 4 cm di areamanapun
5. Tipe eksudat 1. Tidak ada
2. Bloody
3. Serosanguineous 5 3
4. Serous
5. Purulent
6. Jumlah eksudate 1. Kering
2. Moist
3. Sedikit
4. Sedang 4
4
5. Banyak
7. Warna Kulit 1. Pink Atau Normal
Sekitar 2. Merah terang jika di tekan
3. Putih, pucat atau
hipopigmentasi. 2 2
4. Merah gelap/abu2.
5. Hitam hyperpigmentasi
49

8. Jaringan Yang 1. No swelling atau edema


Edema 2. Non pitting edema kurang dari
4 cm di sekitar luka.
3. Non pitting edema > 4 cmdisek
itar luka. 1 1
4. Pitting edema kurang dari < 4 c
m disekitar luka.
5. Krepitasi atau pitting edema > 4
cm
9. Jaringan 1. Kulit utuh atau stage 1
Granulasi 2. Terang 100 % jaringan granulas
i.
3. Terang 50 % jaringan granulsi 4 2
4. Granulasi 25 %
5. Tidak ada jaringan granulasi

10. Epitelisasi 1. 100 % epitelisasi


2. 75 % - 100 % epitelisasi
3. 50 % - 75% epitelisasi 5 5
4. 25 % - 50 % epitelisasi
5. < 25 % epitelisasi
SKOR TOTAL 30 26
50

FORMAT PENGKAJIAN DFUAS VERSI BAHASA INDONESIA

Nama Observer : Sri Dewi Nama Responden : Tn. D


Usia : 22 Thn Usia : 58 Thn
Pendidikan Terakhir : S.Kep Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pengalaman Merawat Luka : - Alamat : Maros
Kompetensi Yang Dimiliki : - No Telepon :-
No Variabel Penjelasan Skor Luka
. 19/12/2018 19/12/2018
1 Kedalaman Kedalaman luka harus di ukur
pada bagian luka yang terdalam.
jika luka tersebut menjadi dangkal
maka bagian terdalam yang harus 2 2
di ukur
0 Menyatu
1. Lapisan luar/ Epidermis
2. Subkutan /Dermis
3. Tendon
4. Jaringan fascia. Otot dan tulang
2 Ukuran Luka di ukur berdasarkan panjang
dan lebarnya . panjang luka di
ukur berdasarkan terpanjang dan
lebarnya di ukur berdasarkan
ukuran terlebar yang tegak lurus
dari panjang luka yang di ukur.
Warna ke merah-merahan yang
ada di sekitar luka tidak harus di
ukur , jika terdapat dua luka atau
lebih yang penyebab dan
karakteristiknya sama maka
3 3
“ukuran“ luka tersebut merupakan
jumlah dari keseluruhan luka yang
di ukur. Jika luka tidak bisa di
ukur secara akurat. Seperti luka
yang di sertai dengan jaringan
nekrotik atau bentuk luka yang
tidak beraturan, maka “S” harus di
tambahkan setelah pemeriksaan
0. Utuh
1. ≤ 1 cm2
2. 1 cm2 ≤ 4 cm2
3. 4 cm ≤ 9 cm2
4. 9 cm ≤ 16 cm2
5. 16 cm ≤ 25 cm2
51

6. 25 cm ≤ 36 cm2
7. 36 cm ≤ 49 cm2
8. 49 cm ≤ 64 cm2
9. ≥ 64 cm2
3 Penilaian Di bawah ini di jelaskan system
penilaian luka kaki diabetes yang
Ukuran
di pakai untuk mengevaluasi
proses penyembuhan. Silahkan
lakukan istruksi cara perhitungan
berikut
1. Jika seluruh ibu jari terluka,
maka perhitungan ukuranya
adalah “ 1 + 1 = 2
2. A-H : angka yang terdapat pada
lingkaran yang merupakan nilai
relatif. Anggaplah bahwa angka 5
merupakan nilai maximum atau
jumlah dari keseluruhan jari yang
pada kaki, lalu berikan penilaian
keseluruhan jari dari 1 hingga 5
menurut hasil observasi anda.
Sebagai contoh, jika luka meliputi
kseleuruhan jempol kaki dan 2 1
meliputi 3/5 ( 60% ) dari tulang
metatarsal pertama. Penilaianya
adalah “ 1 + 1 + 3 = 5” jika anda
menemukan penurunan penilaian
sekitar 2/5 ( 40% ) dari tulang
metartasal pertama maka
hitunglah dengan cara “ 1 + 1 + 2
= 4
3. Anda tidak perlu meniai warna
kemerah merahan (undermining)
yang ada di sekitar luka.
4. Nilai tidak boleh melampui 50
% keseluruhan luka yang di ukur.
52

4 Perdangan Osteomilitis dapat di temukan


berdasarkan hasil pengamatan
Infeksi
klinis atau hasil informasi catatan
klinis.
0. Tidak ada
1. Tanda –tanda peradangan
(contohnya : hangat kemerah-
merahan bengkak ,nyeri)
2. Tanda-tanda Infeksi lokal
(contohnya : indurasi,pus,bau 0 0
busuk)
3. Osteomilisis (tidak granulasi
tidak eksudat kuning kuning
kental)
4. Osteomilisis dan tanda infeksi
lokal
5. Infeksi sistemik (demam
Sepsis)
5 Perbandingan Berilah penilaian sesuai dengan
perbandingan jaringan granulasi
Jaringan
yang menutupi luka. 100%
Granulasi merupakan keadaan semua luka
yang di tutupi oleh jaringan
granulasi. Ketika luka di pisahkan
dengan epitalisasi selama proses
penyembuhan, perbandingan
1 1
jaringan granulasi harus di nilai
dari jumlah keseluruhan area luka
1. 76-100 %
2. 51-75 %
3. 26-50 %
4. 11-25 %
5. ≤ 10 %
6 Jaringan Jenis jaringan nekrotik : Jika
terdapat berbagai jenis jaringan
Nekrotik
nekrotik,maka kondisi yang
53

a. Jenis dominanlah yang harus dipilih


0. Tidak ada
jaringan
1. jaringan nekrotik yang
Nekrotik berwarnah putih ,kuning dan/atau 0 0
abu-abu
2. jaringan nekrotik berwarna
hitam
3. gangren
b. Perbandi Berikanlah penilaian sesuai
dengan perkiraan perbandingan
ngan
jaringan yang menutupi ulkus
jarongan yang berhubungan dengan semua
jenis jaringan nekrotik 100%
nekrotik
adalah keadaan seluruh luka maka
ulkus yang ditutupi oleh jaringan
nekrotik .jika ulkus terdiri atas
0 0
beberapa luka maka ulkus tersebut
harus dinilai secara keseluruhan
0 Tidak ada
1 ≤ 10 %
2 11-25 %
3 26-50 %
4 51-75 %
5 76-100 %
c. Perbandi Slough merupakan jaringan
nekrotik yang lunak. Berikan
ngan
penilaian yang sesuai dengan
Slough perkiraan perbandingan slough
yang menutupi ulkus 100%
merupakaan keadaan dari
keseluruhan luka yang di tutupi 0 0
oleh slough. Jika luka ulkus terdiri
dari beberapa luka, maka luka
tersebut di nilai secara
keseluruhan.
0. tidak ada
1. ≤ 10%
2. 11-25 %
3. 26-50 %
4. 51-75%
5. 76-100 %
7 Maserasi Maserasi merupakan kerusakan
pada kulit di sekitar luka yang di
sebabkan oleh karena
kelembaban/eksudat secara terus
menerus-menerus. Kulit di sekitar
54

luka di batasi sebagai area


maserasi sepanjang 2 cm dari
sekeliling tepi luka
0. tidak ada
1. sedikit : hanya sekitar luka tepi
saja
2. sedang : sekitar area luka 0 0
3. berat : melebihi luka yang di
sekitar kulit luar terbesar maserasi
di ukur dari tepi luka ( cm )

8 Tipe Tepi Luka 0. tidak ada tepi luka (


epitelisasi sempurna )
1. tipe luka yang menyatu (
tidak ada bagian khusus )
2. tipe luka berwarna merah
1 1
mudah
3. hyperkeratosis atau lining
4. tipe luka warna merah
5. tipe luka tidak atau belum
terbentuk
9 Tunneling Tunneling : rongga/ area luka
harus di ukur pada titik terpanjang
0. tidak ada
1. ≤ 2 cm 0 0
2. 2 cm ≤ 4 cm
3. 4 cm ≤ 8 cm
4. 8 cm ≥
Total Skor 9 8
55

FOTO LUKA

Tanggal, 19 Desember 2018

Luka 1

Luka 2

Luka 3
56

Tanggal, 22 Desember 2018

Luka 1

Luka 2

Luka 3
57

IMPLEMENTASI
(TIME MANAGEMENT)
No. Tanggal Time Management Keterangan
Implementasi
1. 19/12/2018 A. Tissue Luka 1: dilakukan teknik CSWD
Management (Conservative Sharp Wound
(Manajemen Debridement) dalam pengambilan
Jaringan)
jaringan mati (Debridement).
Selain itu, juga dilakukan
Mechanical Debridement serta
Autolysis Debridement yang
didukung oleh dengan
penggunaan Zinc Thopical
Therapy (Epitel Wound Zalf).
Luka 2 & 3: tidak dilakukan
debridement karena tidak terdapat
jaringan mati.
B. Infection/Inflamat Pada semua luka dilakukan
ion Control pencucian luka dengan
(Manajemen menggunakan air mineral dan
Infeksi dan
sabun khusus luka. Selain itu,
Inflamation)
setelah dicuci dan debridement
disiram dengan cairan
PHMB/Poly Hexa Methyl
Biguanide (sterobac) selain
disiram, juga dilakukan
pengompresan dengan cairan
PHMB ± 15 menit. Selain itu,
Zinc Thopical Therapy (epitel
wound zalf) yang juga berfungsi
58

untuk menangani infeksi pada


luka pertama diberi Zinc Thopical
Therapy (epitel wound zalf)
C. Mouisture Pada luka 1 digunakan Low
Balance Adherent/LA (Melolin) dressing,
Manajemen sedangkan luka 2 & 3
(Manajemen
menggunakan kasa steril yang
Pengaturan
dipasang secara bertumpuk untuk
Kelembaban
memaksimalkan penyerapan
Luka)
cairan luka.
D. Epitelitation Pada luka 1, dioleskan zinc
Advancement thopical therapy (epitel wound
Management zalf) agak tebal pada tepi luka.
(Manajemen tepi
Sedangkan untuk luka 2 dan 3
Luka)
dioleskan secara tipis pada tepi
luka.
59

IMPLEMENTASI
(TIME MANAGEMENT)
No. Tanggal Time Management Keterangan
Implementasi
1. 22/12/2018 A. Tissue Luka 1: dilakukan teknik
Management Mechanical Debridement serta
(Manajemen Autolysis Debridement yang
Jaringan)
didukung dengan penggunaan
Zinc Thopical Therapy dan
Cadexomer Iodine (Iodosorb
Powder).
Luka 2 & 3: tidak dilakukan
debridement karena tidak terdapat
jaringan mati.
B. Infection/Inflamat Pada semua luka dilakukan
ion Control pencucian luka dengan
(Manajemen menggunakan air mineral dan
Infeksi dan
sabun khusus luka. Selain itu,
Inflamation)
setelah dicuci dan debridement,
setelah itu, dilakukan
pengompresan dengan cairan
PHMB/Poly Hexa Methyl
Biguanide (sterobac) ± 15 menit.
Selain itu, cadexomer iodine yang
juga berfungsi untuk menangani
infeksi pada luka pertama,diberi
cadexomer iodine
C. Mouisture Pada luka 1 digunakan Foam
Balance dressing, sedangkan luka 2 & 3
Manajemen
60

(Manajemen menggunakan Low Adherent


Pengaturan (Melolin) dressing dan kasa steril
Kelembaban yang dipasang secara bertumpuk
Luka)
untuk memaksimalkan
penyerapan cairan luka.
D. Epitelitation Pada luka 1, dioleskan zinc
Advancement thopical therapy (epitel wound
Management zalf) agak tebal pada tepi luka.
(Manajemen tepi
Sedangkan untuk luka 2 dan 3
Luka)
dioleskan secara tipis pada tepi
luka.
61

BAB IV
PEMBAHASAN

Tn. “D’’ (58 tahun) memiliki riwayat DM ± 10 tahun. Klien memiliki 3


luka pada kaki kiri. Luka pertama terletak pada betis, luka kedua terletak pada
mata kaki sedangka luka ketiga terletak pada tumit. Luka pertama terjadi ± 1
minggu yang lalu, luka kedua terjadi ± 1 bulan yang lalu sedangkan luka ketiga
terjadi ± 6 bulan yang lalu.
Luka pertama berada pada stage/stadium 3. Luka berukuran 3 x 3 cm.
Penampilan klinis pada luka menunjukkan slough 75% dan granulasi 25%. Jenis
cairan luka adalah Purulent dengan jumlah sedang. Terdapat kemerahan dan nyeri
pada luka dengan skala 3 (metode NRS).
Luka kedua berada pada stage/stadium 2. Luka berukuran 2,8 x 1 cm.
Penampilan klinis pada luka menunjukkan granulasi 100%. Jenis cairan luka tidak
ada dengan jumlah eksudat Moist. Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan
infeksi.
Luka ketiga berada pada stage/stadium 3. Luka berukuran 2,4 x 2,2 cm.
Penampilan klinis pada luka menunjukkan granulasi 100%. Jenis cairan luka
Serous dengan jumlah sedikit. Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan infeksi.
Metode perawatan yang dilakukan yaitu TIME MANAGEMENT. TIME
MANAGEMENT merupakan suatu pendekatan sistematis yang bertujuan agar
penyembuhan luka kronik dapat tercapai. Konsep/kerangka kerja ini
dikembangkan oleh International Wound Bed Preparation Advisory Board,
EWMA Wound Bed Prep Editorial Advisory Board dan dipublikasikan oleh
Falanga et al., 2003.
Pada klien Tn. D, Tissue mananagement (Manajemen Jaringan) yang
dilakukan adalah teknik CSWD (Conservative Sharp Wound Debridement),
Mechanical debridement & Autolysis Debridement.
Tekni CSWD (Conservative Sharp Wound Debridement) yang dilakukan
pada luka klien menggunakan gunting, pinset dan kasa steril. Jaringan mati yang
62

diangkat adalah slough pada luka pertama klien. Namun, CSWD (Conservative
Sharp Wound Debridement) tidak dilakukan pada luka kedua dan ketiga.
CSWD (Conservative Sharp Wound Debridement), teknik ini
menggunakan benda tajam untuk mengangkat atau menghilangkan jaringan mati
(Slough), misalnya gunting, pincet serta kasa dan dilakukan tanpa berdarah
(Arisanty, 2013).
Mechanical Debridement juga dilakukan pada luka klien. Teknik ini
menggunakan kasa dan pinset. Teknik Mechanical Debridement ini menggunakan
kasa dan pincet untuk membersihkan sisa kotoran pada luka klien agar
memudahkan pertumbuhan granulasi baru. (Bettes-Jensen, Barbara. M 2017
diakses oleh Wahyuni, 2018).
Pada luka pertama klien, juga terjadi autolysis debridement. menurut
Wahyuni (2018), Autolysis debridement adalah pengangkatan jaringan mati
sendiri oleh tubuh dengan menciptakan kondisi lembab pada luka. Luka hitam dan
kuning akan melunak dan mudah diangkat, bahkan hilang diserap oleh absorbent
dressing. Tubuh mengeluarkan enzim proteolitik endogen yang berperan penting
selama proses autolysis berlangsung. Pada luka klien, juga digunakan zinc
thopycal therapy (Epitel Wound zalf) untuk mendukung autolysis debridement.
Setelah tissue management, selanjutnya dilakukan infection/inflamation
control.
Infection/inflamation control Yaitu kegiatan mengatasi perkembangan
jumlah kuman pada luka.Semua luka yang terkontaminasi, namun tidak selalu ada
infeksi (Arisanty I. P., 2013).
Pada luka klien, unruk mengontrol infeksi/inflamasi dilakukan pencucian
luka. Pencucian luka menggunakan air mineral dan sabun khusus luka. Teknik
pencucian luka di mulai dari area kulit sekitar luka, kasa yang telah di gunakan
dibuang dan selanjutnya di lakukan pencucian pada jaringan luka, selanjutnya
luka di bilas dengan air mineral hingga bersih dan dikeringkan dengan kasa.
Setelah itu luka dibilas dan dikompres dengan menggunakan cairan PHMB (Poly
hexa methyl biguanide) (stero-bac) selama ± 15 menit.
63

Pada proses pencucian luka, menggunakan air mineral dan sabun khusus
luka.
Air mineral atau air matang mampu membersihkan luka atau kotoran yang
menempel pada luka (Arisanty I. P., 2013). Air mineral dapat dilakukan untuk
mencuci luka, karena aman untuk diminum, juga aman untuk jaringan granulasi
pada luka klien.
Sabun khusus luka yang digunakan antara lain mengandung chlorhexidine.
Sabun pencuci luka (Chlorexidine) adalah antiseptik yang sangat baik.
tetap aktif terhadap mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian.
Keuntungannya yaitu antimikrobial spectrum luas, secara kimiawi aktif paling
sedikit 6 jam dan dapat menghilangkan biofilm (Maryunani, 2015).
Selain dilakukan pencucian, untuk mengontrol infeksi/inflamasi, juga
dilakukan pembilasan dan pengompresan menggunakan cairan pencuci luka yang
mengandung PHMB (Poly hexa methyl biguanide). Pembilasan dengan
menggunakan cairan PHMB (sterobac) bertujuan untuk membersihkan dan
melembutkan lapisan luka, sedangkan pengompresan bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi, melembabkan jaringan kulit pada luka dan membantu
penyembuhan luka debridement. pengompresan dilakukan selama ± 15 menit.
Cairan PHMB (Poly hexa methyl biguanide) sterobac berfungsi untuk
membersihkan, dan melembabkan jaringan kulit pada luka akut dan kronis,
membantu proses penyembuhan, mencegah terjadinya infeksi pada luka akut dan
kronis, membantu penyembuhan luka debridement, menghilangakan rasa sakit
pada saat penggantian perban (Georgina Casey.2015)
Moisture Balance Management pada perawatan luka klien bertujuan untuk
melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan kelembabpan,
mendukung penyembuhan luka dengan menentukan jenis dan fungsi balutan yag
akan digunakan (Arisanty I. P., 2013).
Mempertahankan atau menciptakan kelembapan ideal padaa luka klien
dengan menggunakan Low Adherent (Melolin) dressing dan kasa steril. Low
Adherent (Melolin) dressing digunakan pada luka pertama, yang berfungsi untuk
menyerap cairan luka dalam jumlah sedikit hingga sedang, tetapi tidak dapat
64

membunuh kuman dan jamur (Arisanty I. , 2014). Pada luka yang kedua dan
ketiga digunakan kasa steril. Kasa sterile pada luka klien berfungsi untuk menutup
luka. Kasa steril adalah kain kasa yang bebas dari kuman-kuman penyakit.
Penggunaan kasa steril yaitu untuk membersihkan luka, menutup luka membalut
luka (Arisanty I. , 2014).
Manajemen perawatan luka yang terakhir adalah Ephitalitation
Advancement Management (manajemen tepi luka).
Ephitalitation Advancement Management (manajemen tepi luka)
merupakan Tepi luka yang siap melakukan proses penutupan (epitalisasi) adalah
tepi luka yang halus, bersih, tipis, menyatu, dengan dasar luka dan lunak (Arisanty
I. P., 2013).
Zinc thopycal therapy yang digunakan dalam Ephitalitation Advancement
Management adalah epitel wound zalf. Zinc Thopical therapy ini dioleskan agak
tebal pada luka pertam sedangkan luka kedua dan ketiga dioleskan secara tipis.
Pada luka pertama, thopical therapy dioleskan agak tebal bertujuan untuk
melindungi tepi luka dan kulit sekitar luka dari kerusakan akibat kontaminasi
cairan luka. Sedangkan luka kedua dan ketiga dioleskan agak tipis dengan tujuan
agar tepi luka tidak terlalu basah akibat banyaknya salep yang dioleskan. Pada
kondisi basah, tepi luka dapat mengalami kerusakan. Tepi luka yang sehat yaitu
tepi luka yang halus, bersih, tipis, menyatu, dengan dasar luka dan lunak (Arisanty
I. P., 2013).
Epitel wound zalf dioleskan pada area luka dan sekitar luka. mengandung:
Lanolin, Zinc oxicide, Metronidazole, Vit. A dan Vit. E yang berfungsi untuk
membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua jenis luka. memberikan
suasana lembab serta mendukung autolysis debridemet. Mempercepat terjadinya
proses sintesis kolagen, sehingga pembentukan jaringan granulasi sangat cepat,
dan mempercepat proses pembentukan epitelisasi (Islam Cahaya).
Setelah zinc thopycal therapi (epitel wound zalf) dioleskan dan LA
dressing serta kasa steril dipasang. Selanjutnya, dilakukan fiksasi balutan dengan
menggunakan adhesive tape dan cohesive bandage.
65

Pada luka pertama, digunakan adhesive tape (hipafix). Adhesive tape


(hipafix) sebagai penopang atau pengerat dressing sebelumnya atau sebagai
fiksasi dressing (Arisanty I. , 2014).
Pada luka kedua dan ketiga, digunakan congesive bandage. Congesive
bandage (elastumol) berfungsi sebagai fiksasi pembalut luka, terutama pada
bagian tubuh yang sering bergerak dan menekuk dan pada persendian.
Pada Perawatan Luka hari kedua yang dilakukan pada Tn. “D”
mengalami kemajuan. Luka pertama berada pada stage/stadium 3. Luka berukuran
3 x 3 cm. Penampilan klinis pada luka menunjukkan slough 15% dan granulasi
85%. Jenis cairan luka adalah Serousanguineus dengan jumlah sedang. Terdapat
nyeri pada luka dengan skala 3 (metode NRS).
Luka kedua berada pada stage/stadium 2. Luka berukuran 1 x 1 cm.
Penampilan klinis pada luka menunjukkan granulasi 20% dan epitelisasi 80%.
Jenis cairan luka tidak ada dengan jumlah eksudat Moist.
Luka ketiga berada pada stage/stadium 3. Luka berukuran 2 x 2,2 cm.
Penampilan klinis pada luka menunjukkan granulasi 90% dan epitelisasi 10% .
Jenis cairan luka Serous dengan jumlah sedikit.
Metode perawatan yang dilakukan yaitu TIME MANAGEMENT sama
dengan metode perawatan sebelumnya.
Pada luka klien Tn. D, Tissue mananagement (Manajemen Jaringan) yang
dilakukan adalah teknik Mechanical debridement & Autolysis Debridement.
Berbeda dengan perawatan sebelumnya yang menggunakan teknik CSWD
(conservative sharp wound debridement). pada perawatan luka yang kedua tidak
menggunakan teknik CSWD (conservative sharp wound debridement)
Setelah tissue management, selanjutnya dilakukan infection/inflamation
control.
Infection/inflamation control yang dilakukan pada luka klien, sama dengan
perawatan sebelumnya yaitu menggunakan air mineral, sabun khusus luka dan
cairan PHMB. Yang membedakan pada perawatan kedua, luka klien diberikan
Cadexomer iodine yang juga berfungsi untuk menangani infeksi pada luka
pertama,diberi cadexomer iodine.
66

Moisture Balance Management pada perawatan luka klien yang


sebelumnya dan kedua berbeda dari perawatan yang kedua. Dimana
mempertahankan atau menciptakan kelembapan ideal pada luka klien dengan
menggunakan Foam Dressing, Low Adherent (Melolin) dressing dan kasa steril.
Foam Dressing digunakan pada luka pertama, yang berfungsi untuk menampung
cairan luka dalam jumlah sedang sampai banyak. sedangkan Low Adherent
(Melolin) dressing digunakan pada luka Kedua dan ketiga, yang berfungsi untuk
menyerap cairan luka dalam jumlah sedikit hingga sedang, tetapi tidak dapat
membunuh kuman dan jamur (Arisanty I. , 2014). Pada semua luka digunakan
kasa steril. Kasa sterile pada luka klien berfungsi untuk menutup luka. Kasa steril
adalah kain kasa yang bebas dari kuman-kuman penyakit. Penggunaan kasa steril
yaitu untuk membersihkan luka, menutup luka membalut luka (Arisanty I. , 2014).
Manajemen perawatan luka yang terakhir adalah Ephitalitation
Advancement Management (manajemen tepi luka) yang dilakukan pada luka klien
sama dengan perawatan sebelumnya yaitu menggunakan zinc thopycal therapi
(epitel wound zalf) yang dioleskan di sekitar luka klien.
Setelah zinc thopycal therapi (epitel wound zalf) dioleskan dan LA
dressing serta kasa steril dipasang. Selanjutnya, dilakukan fiksasi balutan dengan
menggunakan adhesive tape dan cohesive bandage sama dengan perawatan yang
sebelumnya.
Setelah dilakukan, perawatan luka. Selanjutnya, klien dianjurkan untuk
tetap mengontrol gula darahnya, memakai sendal diabetik baik didalam maupun
diluar rumah, mempertahankan asupan nutrisi terutama protein untuk mendukung
penyembuhan luka, tidak banyak berjalan untuk menghindari tekanan pada luka
yang dapat menghambat proses penyembuhan luka serta menjaga balutan luka
agar tidak basah.
67

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan perawatan luka pada klien dengan Ulkus Kaki
Dibetik di Rumah Perawatan Luka ETN-Centre Makassar maka penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut :
Setelah menjalani perawatan sebanyak dua kali, terdapat perubahan pada
luka klien. Pada kunjungan pertama pada tanggal 19 Desember 2018,
diperoleh hasil. Penampilan klinis pada luka menunjukkan slough 75% dan
granulasi 25%. Luka kedua Penampilan klinis pada luka menunjukkan
granulasi 100%. Luka ketiga Penampilan klinis pada luka menunjukkan
granulasi 100%.
Sedangkan pada kunjungan kedua pada tanggal 22 Desember 2018, Luka
pertama Penampilan klinis pada luka menunjukkan slough 15% dan granulasi
85%. Luka kedua Penampilan klinis pada luka menunjukkan granulasi 20%
dan epitelisasi 80%. Luka ketiga Penampilan klinis pada luka menunjukkan
granulasi 90% dan epitelisasi 10%. Hal ini, didukung dengan penerapan TIME
MANAGEMENT dan modern dressing pada luka klien. Dressing yang
digunakan yaitu Low adherent (Melolin) dressing dan kasa steril yang
berfungsi untuk menyerap cairan luka (eksudat) sedikit hingga sedang, serta
menggunakan Foam dressing yang berfungsi untuk menyerap cairan luka
sedang hingga banyak. Dressing antimikrobialnya menggunakan zinc thopycal
therapy (Epitel wound zalf) dan cadexomer iodine yang berfungsi untuk
membunuh bakeri dalam luka klien.. Selain itu, juga didukung oleh klien
karena klien menjaga balutannya tidak terkena air, menjaga pola makannya
dan klien juga menggunakan sendal diabetik (sendal khusus penderita
diabetes).
68

B. Saran
Untuk Mahasiswa
a. Hendaknya dalam melakukan pengkajian luka mahasiswa yang
bersangkutan harus menguasai format pengkajian dan mengusai materi
yang bersangkutan dengan perawatan luka.

Untuk Klien
a. Menjaga balutan luka agar tidak basah
b. Menganjurkan klien memakai sendal diabetik baik didalam maupun diluar
rumah.
c. Menganjurkan klien untuk mempertahankan asupan nutrisi terutama
protein untuk mendukung penyembuhan luka.
d. Menganjurkan klien untuk mengontrol gula darah, karena kadar gula darah
yang tinggi dapat menghambat proses penyembuhan luka.
e. Manganjurkan klien untuk tidak banyak berjalan untuk menghindari
tekanan pada luka yang dapat menghambat proses penyembuhan luka.
69

DAFTAR PUSTAKA

Arisanty, I. P. (2013). Konsep dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC.

Arisanty, I. (2014). Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC.

Arisman. (2011). Diabetk Mellitus Dalam: Arisma, Ed Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas,

Diabetik Mellitus dan Dyslipidemia. Jakarta: EGC.

Azizah, N. N. (2008). Jambu Biji Penghasil Anti Bakteri.

Clayton. (2006). Tinjauan Umum Perawatan Luka. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana

Medika.

International of Diabetic Federation (IDF). (2015). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition.

Diakses pada tanggal 18 Oktober 2018 dari

http://www.idf.org/sites/default/file/atlas-poster-2015_EN.pdf.

Lutviandhitarani, G., Harjanti, D. W., & Wahyono, F. (2015). Green Antibiotic Daun Sirih

(Piper betle l.) Sebagai Pengganti Antibiotik Komersial untuk Penanganan

Mastitis.

Maryunani , A. (2015). Perawatan luka Modern Terkini Dan Terlengkap. In Media .

Rezki. (2015). Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus

yang Dirawat Jalan dan Inap di RSUP Dr. M. Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang.

Jurnal Kesehatan Andalas.

Tarwoto, dkk. (2012). Keperawatan Medical Bedah Gangguan Sistem Endokrin . Jakarta:

CV. Trans Info Media.


70

Wahyuni, E. T. (2018). Laporan Akhir Case Study Pada Perawatan Luka Tn. "S" Dengan

Ulkus Kaki Diabetik Di Rumah Perawatan Luka ETN CENTER. Makassar: STIKes

Mega Rezky Makassar.

Word Health Organisattion (WHO). (2012). Defenition, Diagnosis and classification of

Diabetes Mellitus and its Complications.


71

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah


Alamat Website: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM

Peranan Pencucian Luka Terhadap Penurunan Kolonisasi Bakteri Pada Luka Kaki
Diabetes

Nurbaya1, Takdir Tahir 2, Saldy Yusuf3


1
Mahasiswa agister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
2
Universitas Hasanuddin Makassar. Dosen Program Magister Ilmu
Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar.
3
Dosen Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Hasanuddin Makassar.

INFORMASI ABSTRACT
72

Korespo Diabetic ulcer is a major complication of diabetes and is the main cause
ndensi: of infection. One of the efforts or interventions to reduce infection by
doing wound cleansing, but research on the effects of wound cleansing
nbaya2 on bacterial colonization is still limited. The purpose of this literature
585@g study was to determine the effectiveness of using a type of wound
mail.co cleansing on changes in bacterial colonization in DM wounds. The
m data base used in making this review literature is Pubmed, Science Direct,
Google Scholar and Cochrane. there are 144 articles identified and
published from 2010-2018. Of the 144 articles 8 articles that met the
inclusion criteria. Various wound cleansing solutions are used to
optimize the wound healing process and the effect is quite good in
decreasing bacterial colonies in DM wounds. Conclusion: wound
cleansing type ESWA has a bactericidal effect, is effective in reducing
bacterial colonization, and economically it is expected to be a concern in
the treatment process injury, research is needed as to whether ESWA
washing types can be used to reduce bacterial coloniza- tion in DM
wounds.

Keywor
ds:

Nurses
Bacteria
l Coloni-
zation;
Diabetic
Ulcers;
Wound
cleansin
g
73
74

LATAR BELAKANG Fletcher, 2014). Pencucian luka


Ulkus kaki diabetik merupakan merupakan kom- ponen penting dan
komplikasi uta- ma dari diabetes merupakan tujuan standar sela- ma
dan menjadi masalah kesehatan perawatan luka akut dan kronis,
masyarakat secara global (Lopes et pencucian luka melibatkan penggunaan
al., 2018). Ulkus Diabetik cairan pembersih yang pemilihannya
merupakan penyebab utama harus didasarkan pada efektivitas dan
amputasi ekstremitas bawah kurangnya sitotoksitas dari larutan
nontraumatik diseluruh dunia pembersih terse- but (Klasinc et al., 2017).
(Arjunan et al., 2018). Ulkus Berbagai penelitian yang dilakukan
diabetik akan menye- babkan terhadap pemi- lihan bahan larutan
terjadinya infeksi jika tidak sebagai pencucian luka seperti Normal
dilakukan per- awatan dengan baik, saline, tap water, povidone-iodine (Bell-
hasil penelitian menunjukkan ingeri et al., 2016), larutan ringer lactat
bahwa rata-rata penderita luka (Klasinc et al., 2017), hypochlorous acid
diabetik mengalami peningkatan (Bongiovanni, 2014), polyhexamethylene
leukosit, hal ini merupakan respon biguanide (PHMB) (Creppy, 2014),
tubuh terhadap infeksi dan Natrium hipoklorit (NaClO), dan electro-
inflamasi akibat dari luka diabetes lyzed strong water acid ( ESWA) (Cheng,
tersebut (Cervantes-Garcia & Sala- et al 2016). Meskipun bahan larutan
zar-Schettino, 2017)descriptive tersebut dapat digunakan sebagai bahan
study from July, 2012 to August, pencucian luka namun tidak semua bahan
2015 on a sample composed of 100 pencucian luka memiliki aktivitas
patients with type 2 diabetes bakterisida sehingga Tujuan dari studi
mellitus and infected diabetic foot literatur ini adalah un- tuk mengetahui
ulcers. We analyzed socio- penggunaan wound cleansing ter- hadap
demograph- ic variables, perubahan kolonisasi bakteri pada luka
comorbidities, characteristics of DM.
ulcers, and the applied treatment.
Results: We found that the most
affected areas were the forefoot
(48%. Be- berapa metode yang
dilakukan dalam perawatan DFU
antara lain debridement, dressing,
dan cleans- ing (Alexiadou &
Doupis, 2012).
Pencucian luka dapat dilihat
sebagai bagian integral dari
persiapan luka dalam menciptakan
lingkungan luka yang optimal
dengan cara melepaskan benda
asing, mengurangi jumlah bakteri
dan mencegah aktivitas biofilm
pada permukaan luka (Wolcott &
75

ulcer”AND “Bacterial colonization”


METODE
Pencarian literatur dilakukan HASIL
dengan menelusu- ri hasil dari Berdasarkan hasil pencarian literatur dari
publikasi ilmiah dengan rentang 144 ar- tikel yag didapatkan, terdapat 8
wak- tu antara tahun 2010-2018 artikel terkait efek penggunaan wound
dengan menggunakan database cleansing . Penelitian menurut Bellingeri
Pubmed, science Direct, Cochrane et al., 2016 dalam menilai efek polihex-
dan google scholar, Pada database anide propilbetaine dibandingkan dengan
pubmed dengan me- masukkan normal saline pada luka, dengan hasil
Keyword 1”Wound menunjukkan bahwa secara signifikan
(Title/abstract)”OR Ulcer solusi polihexanide propilbetaine lebih
(Title/abstract) OR Diabetic foot baik dibandingkan normal salin dalam
ulcer (Ti- tle/abstract) didapatkan men- gurangi tanda inflamasi dan
294288 artikel, Keyword 2 mempercepat penyem- buhan pada ulkus
”Cleansing (Title/abstract) OR vaskuler dan ulkus tekanan. Pe- nelitian
Cleaning (Title/ abstract) OR lain yang bertujuan untuk
Washing (Title/abstract)” membandingkan efikasi klinis dari
didapatkan 50768 artikel. polyhexanide / betaine gel dengan perak
Keyword 3” Healing sulfadiazine dalam perawatan luka bakar
(Title/abstract) OR recovering par- sial menunjukkan hasil bahwa tidak
(Title/abstract) didapatkan 162014 ada perbedaan yang signifikan dalam
Keyword 4 “Bacterial colonization waktu penyembuhan, ting- kat infeksi,
(Title/abstract)”- didapatkan 4243 tingkat kolonisasi bakteri, dan biaya
artikel, keyword 5 dilakukan peng- perawatan pada kedua kelompok. Skor
gabungan keyword 1,2,3 dan 4 rasa sakit kelompok gel polyhexanide /
didapatkan 3 artikel. Pada database betaine secara sig-
ScienceDirect dengan
memasukkan keyword “Wound”
OR “Ulcer” OR “Diabetic foot
Ulcer” AND “Cleansing” OR
“Cleaning” OR wash- ing” AND
“Healing” OR “Recovering” AND
“Bac- terial colonization”. Pada
database Cochran dengan
memasukkan keyword “Wound”
OR “Ulcer” OR “Diabetic Ulcer”
AND “Cleansing” OR “Cleaning”
OR “ washing” AND “Healing”
OR “Recovering” AND “Bacterial
colonization” Pada pencarian Goo-
gle Scholar dilakukan skrining
tahun (2010-2018) dan
menggunakan frase “Diabetic foot
76

nifikan lebih rendah daripada ingan, masing-masing ditantang dengan


kelompok perak sul- fadiazine pada tiga uji luka terstandardisasi yang berbeda
4 sampai 9 hari setelah pengobatan dengan hasil Da- lam tiga model uji yaitu
dengan nilai P <0,001(Wattanaploy, air, larutan laktat ringer dan larutan garam
Chinaroonchai, Namviriyachote, & tidak berbeda dalam kinerja pembi- lasan,
Muangman, 2017). larutan garam fisiologis lebih unggul
Pada penelitian Akbar et al., 2013 daripada larutan laktat ringer di ketiga
dengan tujuan Untuk mengetahui model, sedangkan air dapat membantu
efektivitas hydrogen peroksida efektifitas model dasar yang paling efisien
sebagai pembersih luka dengan dalam model sel aliran, metode yang
kolonisasi mikroba luka bakar cocok untuk perbandingan solusi luka-
kronik menunjukkan hasil bahwa pembilasan adalah metode sel aliran,
Staph- ylococcus adalah yang Tidak ada keunggulan yang jelas antara
paling sering mengisolasi dua larutan yang mengandung elektrolit
kolonisasi bakteri pada pasien yang terdeteksi dalam model biofilm.
(59,2%) Rata-rata pengambilan Adapun penelitian lain menurut Kubota et
pencangkokan kulit adalah 82,85% al., 2009 mengenai efektivitas dan
pada tungkai kanan, dan 65,61% di keamanan irigasi dengan ESWA
tangan kiri yang berbeda secara (Electrolyzed strong water acid) dalam
signifikan (P <0,05), Pemberian hi- pen- gobatan perforasi peritonitis,
drogen peroksida intraoperatif pengumpulan data dengan membagi
aman dan secara sig- nifikan secara acak menjadi dua kelom- pok 14
meningkatkan rerata tingkat wistar jantan yaitu grup saline dan grup
keberhasilan rata-rata pada luka ESWA, Tiga jam setelah sekresi dan
kronis. tusukan cecal, sekum direseksi dan
Penelitian yang dilakukan Klasinc rongga peritoneum diirigasi dengan 50 ml
et al., 2017 untuk membandingkan saline (Grup S, n = 12) atau ESAW
solusi pembilasan luka yang ber-
beda, untuk menentukan perbedaan
dalam efisien- si, dan untuk
mengevaluasi tiga model in vitro
yang berbeda dalam pembersihan
luka. Larutan-larutan pembilasan
luka yang berbeda (larutan garam
fisiol- ogis, larutan ringer laktat
untuk irigasi luka, air dan larutan
yang mengandung polihexanide
dan surfac- tant
undecylenamidopropyl-betain),
dalam peneli- tian ini semua
percobaan dilakukan dalam kondisi
yang identik, hanya berbeda dalam
larutan pem- bersihan yang diuji
untuk memungkinkan perband-
77

(Grup E, n = 14) dengan hasil yang disertai infeksi.


penelitian Tidak ada efek samping
dari ESAW yang diamati pada DISKUSI
kelom- pok eksperimen. Tingkat Pencuci luka yang ideal adalah yang
kelangsungan hidup 5 hari adalah memiliki anti- mikroba yang luas dengan
25% (3/12) dan 85,7% (12/14) di onset yang cepat, tidak mengurangi
Grup S dan E, masing-masing (P resistensi jaringan terhadap infeksi atau
<0,01). Jumlah bakteri pada 18 tidak menunda penyembuhan luka dan
jam setelah irigasi di Grup S dan E harus tidak beracun pada jaringan. Selain
adalah (5,0 ± 2,5)×105/ ml dan itu solusi pencuci luka dibutuhkan yang
(2.2 ± 2.0) × 104/ml, masing-mas- lebih murah, mudah didapat dan lebih
ing (P <0,0001) sehingga ESAW efektif (Arisanty, 2013). Terdapat berb-
tidak memiliki efek samping, dan agai solusi yang tersedia untuk pencucian
mencapai dekontruksi yang lebih luka yaitu normal salin, povidone-iodine,
efek- tif daripada saline untuk hydrogen peroxide, cairan pencuci luka
peritonitis perforata. Oleh karena komersial, chlorine/sodium hy-
itu, hasil penelitian ini dianggap pochlorite, revanol, alkohol 70%,
menjamin dan mendukung. Clorheksidin, air dan sabun antiseptik
Kurnia, Sumangkut, & Hatibie, (Wilkins & Unverdorben, 2013
2017 melakukan penelitian dengan ; Arisanty, (2013). Penelitian menurut
tujuan untuk mendapatkan pola Queirós et al., (2014) menyatakan bahwa
kuman pada ulkus diabetik serta pencucian luka dengan menggunakan
membandingkan kepekaan kuman povidone-iodine, hydrogen peroksi- da
terhadap PHMB gel dan NaCl gel dan natrium hipoklorit tidak dianjurkan
dengan Subyek penelitian ialah 57 karena bersifat korosif terhadap jaringan
pasien den- gan ulkus diabetik granulasi sehing- ga dapat mengganggu
disertai infeksi, pengumpulan data proses penyembuhan luka.
dilakukan dengan mengambil
Sampel pus dari ulkus diabetik
yang dibuat kultur kemudian
dilan- jutkan dengan uji kepekaan
kuman terhadap PHMB gel dan
NaCl gel, hasil penelitian
menunjukkan Ha- sil uji statistik
menunjukkan perbedaan proporsi
kepekaan kuman terhadap PHMB
yang bermakna (P < 0,05)
sedangkan perbedaan proporsi
kepekaan kuman terhadap NaCl
gel 20% tidak bermakna (P
>0,05), Pemberian PHMB gel
dapat meningkatkan proses
penyembuhan luka pada
penyandang DM dengan ulkus
78

Proses penyembuhan luka memiliki menghancurkan membran luar dan


beberapa lang- kah dengan dalam dari dinding sel bakteri melalui
melibatkan sel imun dan beberapa gangguan permeabilitas dan
je- nis sel lainnya (Arya, Tripathi, mengeluarkan sitoplasma sel bakteri
Kumar, & Tripathi, 2014). Proses dengan cara osmosis.(Kurnia, Sumangkut,
penyembuhan luka terdiri dari & Hatibie, 2017). PHMB efektif melawan
empat fase yang sangat terintegrasi pathogen seperti bakteri, amoeba, dan
dan tumpang tindih yaitu
ragi,selain itu juga memiliki anti akti- vasi
hemostasis, peradangan,
HIV, PH dari 3 sampai 10.( E. creppy.2014).
proliferasi, dan res- olusi atau
Bahan pencucian lain yang mempunyai
pemodelan ulang jaringan (Guo &
Di- Pietro, 2010. Penelitian yang aktivitas bakterisida yang kuat dan tidak
dilakukan Nakae, H & Inaba berbahaya bagi tu- buh adalah
(2000) dengan tujuan untuk Elektrolized strong water acid ( ESWA)
mengetahui percepatan epitelisasi yang memiliki kelebihan sangat invasive
pada model luka bakar tikus terhadap jaringan karena sitotoksitasnya
membuktikan bahwa irigasi dengan yang sangat rendah, juga digunakan
larutan ESWA dapat meningkatkan sebagai desinfektan untuk pera- latan
pertumbuhan jaringan. medis dengan ph 2,3-2,7 (Kubota et al.,
Menurut penelitian (Shiratori, 2009). ESWA telah dibuktikan sebagai
Sowa-Osako, Fukai, & Tsuruta, bahan pencucian luka yang bersifat asam
2017) bahan pencucian luka yang dengan efek bakterisidal yang lebih baik
men- gandung bakterisid adalah dibandingkan dengan jenis elec- trolyzed
Polyhexamethylene bi- quanide water jenis lain dengan PH 2,5 ( Supardi
(PHMB) yaitu polimer antimikroba et al.,2017). ESAW telah banyak
yang efektif terhadap bentuk
digunakan dalam berbagai bidang karena
intraseluler dan biofilm
efeknya yang cukup baik da- lam
S. aureus. Walaupun mempunyai
menurunkan kolonisasi bakteri, fungisida,
banyak kelebi- han PHMB itu non
dan virus di berbagai sektor industry
genotoxic dan non mutagenic,
seperti makanan,
PHMB tidak menginduksi produksi
sitokin mitoge- nik yang signifikan
seperti TNF-α ( factor nekrosis
tumor),IL-1 alpha (Interleukin),
factor transkripsi, factor kappa B
(NF-kB) yang dapat menyebabkan
apoptosis atau merangsang
pertumbuhan sel atau tumor (E,
Creppy, 2014). PHMB sebagai basa
kuat mempunyai sifat bakterisidal,
berikatan dengan fos- fat
bermuatan negatif pada membran
fosfolipid bak- teri,
79

buah dan sayuran segar, unggas per- oxide on graft take in the
dan makanan laut. Selain itu juga chronic-colonized burn wounds ; a
digunakan pada sektor pertanian randomized controlled clin- ical trial.
(Hao, Li, Wan, & Liu, 2015), Burns, 39(6), 1131–1136. https://doi.
perternakan (Mans- ur, Nku, Kim, org/10.1016/j.burns.2013.01.019
& Oh, 2015) dan kesehatan Alexiadou, K., & Doupis, J. (2012).
sebagai cairan irigasi (Chen et al., Management of diabetic foot ulcers.
2013; Cheng et al., 2016). ESAW Diabetes Therapy, 3(1), 1–15.
juga sangat ekologis karena hanya https://doi.org/10.1007/s13300-012-
berisikan saline dan sedikit gas 0004-9
chloride disamping itu ESAW juga Arisanty, I. P. (2013). Konsep Dasar ;
sangat ekonomis karena hanya MANAJEMEN PERAWATAN
membutuhkan Tap Water dan LUKA. (P. E. Karyuni, Ed.). Ja-
sedikit garam untuk karta: EGC.
memproduksin- ya (Kubota et al., Arjunan, S. P., Tint, A. N., Aliahmad, B.,
2015) Kumar, D.
K., Shukla, R., Miller, J., … Ekinci,
KESIMPULAN E. I. (2018). High-Resolution
Studi literatur ini menunjukkan Spectral Analysis Accurate- ly
bahwa Jenis pencu- cian luka yang Identifies the Bacterial Signature in
memiliki efek bakterisid dan Infected Chronic Foot Ulcers in
efektif dalam menurunkan People With Diabetes.
kolonisasi bakteri adalah Elek- https://doi.org/10.1177/15347346187
trolyzed strong water acid bersifat 85844
asam dengan PH 2,3-2,7, Arya, A. K., Tripathi, R., Kumar, S., &
keuntungan lain dari jenis Tripathi, K. (2014). Recent advances
Pencucian ini karena sangat on the association of apoptosis in
ekologis dan ekonomis dibanding- chronic non healing diabetic
kan jenis pencucian lain yang
sudah menjadi golden standar,
namun kedepannya perlu
dilakukan pene- litian yang
membuktikan apakah jenis
pencucian ESWA dapat digunakan
untuk menurunkan kolo- nisasi
pada luka DM.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A., Morteza, S., Jafari, S.,
Kiasat, M., Reza, M., &
Ahrari, I. (2013). Efficacy of
debridement and wound
cleansing with 2 % hydrogen
80

wound, 5(6), 756–762. org/10.1111/iej.12084


https://doi.org/10.4239/ Cheng, X., Tian, Y., Zhao, C., Qu, T., Ma,
wjd.v5.i6.756 C., Liu, X., & Yu, Q. (2016).
Bellingeri, A., Falciani, F., Bactericidal effect of strong acid
Traspedini, P., Moscatelli, A., electrolyzed water against flow
Russo, A., Tino, G., … enterococ- cus faecalis biofilms.
Peghetti, A. (2016). Effect of a Journal of Endodontics, 42(7), 1120–
wound cleansing solution on 1125. https://doi.org/10.1016/j.
wound bed preparation and joen.2016.04.009
inflammation in chronic Guo, S., & DiPietro, L. A. (2010). Critical
wounds: a single-blind RCT. review in oralbiology& medicine:
Journal of Wound Care, 25(3), Factorsaffectingwound healing. Journal of
160–168. Dental Research, 89(3), 219– 229.
https://doi.org/10.12968/ https://doi.org/10.1177/0022034509359125
jowc.2016.25.3.160 Hao, J., Li, H., Wan, Y., & Liu, H. (2015).
Bongiovanni, C. M. (2014). Effects Combined effect of acidic electrolyzed
of Hypochlorous Acid water (AcEW) and alkaline electrolyzed
Solutions on Venous Leg water (AlEW) on the mi- crobial
Ulcers (VLU): Experience reduction of fresh-cut cilantro. Food
With 1249 VLUs in 897 Control, 50, 699–704.
Patients. Journal of the https://doi.org/10.1016/j.
American College of Clinical foodcont.2014.09.027
Wound Specialists, 6(3), 32– Klasinc, R., Augustin, L. A., Below, H.,
37. https://doi. Baguhl, R., Assadian, O., Presterl, E.,
org/10.1016/j.jccw.2016.01.00 & Kramer, A. (2017). Evaluation of
1 three experimental in vitro mod- els
Cervantes-García, E., & Salazar- for the assessment of the mechanical
Schettino, P. M. (2017). cleans- ing efficacy of wound
Clinical and surgical irrigation solutions, 1–8.
characteristics of infected https://doi.org/10.1111/iwj.12850
diabetic foot ulcers in a tertiary Kubota, A., Goda, T., Tsuru, T., Yonekura,
hospital of Mexico. Diabetic T., Yagi,
Footand Ankle, 8(1). https://
doi.org/10.1080/2000625X.201
7.1367210
Chen, X., Li, P., Wang, X., Gu, M.,
Zhao, C., Sloan,
A. J., … Yu, Q. (2013). Ex vivo
antimicrobial ef- ficacy of
strong acid electrolytic water
against Enterococcus faecalis
biofilm. International
Endodontic Journal, 46, 938–
946. https://doi.
81

M., Kawahara, H., … Hirano, shelf life extension of fresh pork, 47,
K. (2015). Effica- cy and 277–284. https://doi.org/10.1016/j.
safety of strong acid foodcont.2014.07.019
electrolyzed water for Queirós, P., Santos, E., Apóstolo, J.,
peritoneal lavage to prevent Cardoso, D., Cunha, M., &
surgical site in- fection in Rodrigues, M. (2014). The effec-
patients with perforated tiveness of cleansing solutions for
appendici- tis. Surgery Today, wound treat- ment: a systematic
45(7), 876–879. https://doi. review. JBI Database of Sys- tematic
org/10.1007/s00595-014- Reviews and Implementation
1050-x Reports, 12(10), 121–151.
Kubota, A., Nose, K., Yonekura, https://doi.org/10.11124/jbis- rir-
T., Kosumi, T., Yamauchi, K., 2014-1746
& Oyanagi, H. (2009). Effect Shiratori, T., Sowa-Osako, J., Fukai, K., &
of electrolyzed strong acid Tsuruta,
water on peritoneal irrigation D. (2017). Severe stomatitis with a
of experimental perforated deep buc- cal ulcer associated with
peritoni- tis. Surgery Today, an allergic reaction to methyl
39(6), 514–517. https://doi. methacrylate used for dental
org/10.1007/s00595-008- treatment. Contact Dermatitis, 77(6),
3914-4 406–407. https://doi.
Kurnia, S., Sumangkut, R., & org/10.1111/cod.12742
Hatibie, M. (2017). Wattanaploy, S., Chinaroonchai, K.,
Perbandingan kepekaan pola Namviri- yachote, N., & Muangman,
kuman ulkus dia- betik P. (2017). Ran- domized Controlled
terhadap pemakaian PHMB Trial of Polyhexanide / Betaine Gel
gel dan NaCl gel secara klinis. Versus Silver Sulfadiazine for Par-
Jurnal Biomedik, 9(1), 38–44. tial-Thickness Burn Treatment.
Retrieved from https://doi.
https://ejournal.unsrat.ac.id/in- org/10.1177/1534734617690949
dex.php/biomedik/article/view Wilkins, R. G., & Unverdorben, M.
/15318 (2013). Wound cleaning and wound
Lopes, L., Setia, O., Aurshina, A., healing: a con-
Liu, S., Hu, H., Isa- ji, T., …
Dardik, A. (2018). Stem cell
therapy for diabetic foot ulcers
: a review of preclinical and
clinical research, 1–16.
Mansur, A. R., Nku, C., Kim, G., &
Oh, D. (2015).
Combined effects of slightly
acidic electrolyzed water and
fumaric acid on the reduction
of food- borne pathogens and
82

cise review.
Advances in Skin &
Wound Care, 26(4),
160–3.
https://doi.org/10.10
97/01.
ASW.0000428861.2
6671.41
Wolcott, R. D., &
Fletcher, J. (2014).
Technology up- date:
Role of wound
cleansing in the
manage- ment of
wounds. Wounds
UK, 10(2), 58–63.
83
84

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS
1. Nama Lengkap : Sri Dewi, S.Kep
2. Nama Panggilan : Dewi
3. NIM : 17 3145 901 100
4. Tempat / Tgl : Allu, 04 Desember 1995
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Antang Raya
7. Anak : 2 dari 6 bersaudara
B. IDENTITAS ORANG TUA
1. Ayah : Jaenuddin
a. Pekerjaan : Karyawan PT. Lonsum
b. Alamat : Allu Desa Tamatto, Bulukumba
2. Ibu : Rosdiana
a. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
b. Alamat : Allu Desa Tamatto, Bulukumba
3. Saudara : Amaluddin, Ambar Wati, Irfan Syaputra, Nurul
Cahaya dan Aisyah Kharimatunnisa.
C. PENDIDIKAN
1. SDN 22 ALLU (2002 - 2007)
2. SMPN 3 Ujung Loe (2007 - 2010)
3. SMK Keperawatan Muhammadiyah Bulukumba (2010 - 2013)
4. S1 Keperawatan Mega Rezky Makassar (2013-2017)
5. Sementara Menyelesaikan Pendidikan Profesi Ners Universitas Mega
Rezky Makassar sejak tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai