Anda di halaman 1dari 1

Teladan Hidup Buya Hamka yang paling penting unutk kita teladani hari ini

1. Kelapangan dada menghadapai perbedaan pendapat


Hari-hari ini beberapa kalangan umat Islam sangat tajam dlam perbedaan pendapat. Bahkan
para Ustadz kenamaan yang menjadi panutan ummat kerap saling mentahdzir. Hal ini membuat
umat yang masih awam menjadi bingung. Padahal jika kita belajar pada akhlak para salaf dan
ulama2 terdahulu yang salah satunya juga Buya Hamka maka kita akan mendapati betapa
indahnya mereka mengelola perbedaan. Bagaiman seorang Buya Hamka yang Muhammadiyah
menghadiri tradisi 40 hari di tetangganya. Alih-alih menolak, undangan ini justru diterima dan
idhadir. Cerdasnya seorang Buya Hamka pada saat hadir beliau malah menjelaskan
ketidakbolehannya tanpa menyinggung sang empunya hajat.
2. Tak silau oleh kekuasaan
Tak dapat kita pungkiri bahwa kemilau kekuasaan bisa menyihir siapa saja bahkan seorang
ulama. Tapi ini tidak berlaku bagi Buya Hamka. Sekitar tahun 1959 rezim Sukarno mengeluarkan
peraturan pemerintah yang melarang pegawai negeri aktif sebagai anggota partai politik.
Sebagai pegawai tinggi Kementerian Agama, Buya Hamka memilih mundur dan melanjutkan
perjuangan berkhidmat pada umat melalui Partai Masyumi. Sebagai seorang muslim, dakwah
hendaknya menjadi pilihan utama yang harus diperjuangkan apapun resikonya.
3. Dekat dengan semua kalangan
Barangkali ini salah satu keunikan yang sudah sangat susah kita jumpai hari ini. Bagaimana
seorang tokoh terkenal bisa ditemui kapan saja. Jalan Raden Patah III nomor 1 Kebayoran Baru
menjadi saksi hilir mudik orang-orang yang ingin berkonsultasi tentang masalah sehari-hari baik
yang berkaitan dengan agama atau peliknya dunia masa Orde Lama. Tua-muda, kaya-miskin,
pintar-pandir, muslim-non muslim, semua diterima dengan baik tanpa dibeda-bedakan. Diberi
kesempatan bercerita lalu berusaha dicarikan jalan keluarnya.

Anda mungkin juga menyukai