Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan waktu,
kesehatan dan pemikiran yang baik sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase ini sesuai dengan waktu yang kami
rencanakan. Makalah ini membahas tentang Arbitrase.
Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah
tersusun. Namun, hanya membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai
referensi. Semoga dengan makalah ini dapat memberikan tambahan pada materi
yang terkait dengan Abitrase.
Kami sebagai penyusun tidak lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam
penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu kami
mohon maaf atas segala kekurangannya.
Kami ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Hukum Dagang
Internasional yang telah memberikan arahan kepada kami dalam penyusunan
makalah ini, tidak lupa pula kepada rekan-rekan yang telah ikut berpartisipasi
sehingga makalah ini selesai pada waktunya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…….
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
1
DAFTAR ISI
.............................................................................................................................
.............................................................................................................................
2
BAB I . PENDAHULUAN
2
.................................................................................................................
.................................................................................................................
7
2.4. Jenis-jenis Arbitrase
.................................................................................................................
.................................................................................................................
7
2.5. Sifat Perjanjian Arbitrase Menurut Hukum (pasal 618 ayat (1), (2)
dan (3) Rv) (Harahap, 2001:70)
.........................................................................................................
.........................................................................................................
10
2.6. Keunggulan dan kelemahan Arbitrase
.................................................................................................................
.................................................................................................................
10
2.7. Prosedur Arbitrase
.................................................................................................................
.................................................................................................................
11
2.8. Pelaksanaan Arbitrase
.................................................................................................................
.................................................................................................................
10
2.9. Sebab batalnya perjanjian Arbitrase
.................................................................................................................
.................................................................................................................
13
3.1. Kesimpulan
.................................................................................................................
.................................................................................................................
15
3.2. Saran
.................................................................................................................
.................................................................................................................
16
3
Daftar Pustaka
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
17
Lampiran
...........................................................................................................................
...........................................................................................................................
18
BAB I
PENDAHULUAN
4
dibuat para pihak setelah timbul sengketa. Klausula arbitrase berdasarkan akta
compromittendo dan akta kompromis. Di Dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata yang tercantum dalam pasal 1320 sebagai syarat sahnya suatu
perjanjian adalah : sepakat,cakap, hal, tertentu, sebab yang halal.
5
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
Kata “arbitrase” berasal dari bahasa asing yaitu “arbitrare”. Arbitrase juga
dikenal dengan sebutan atau istilah lain yang mempunyai arti sama,
seperti: perwasitan atau arbitrage (Belanda), arbitration (Inggris), arbitrage
atau schiedsruch(Jerman), arbitrage (Prancis) yang berarti kekuasaan
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan.
6
Menurut Subekti menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan
persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau menaati keputusan yang
diberikan oleh hakim yangmereka pilih.1
1
http://mhunja.blogspot.in/2012/03/arbitrase-pengertian-keunggulan-dan.html.
2
https://coemix92.wordpress.com/2011/05/29/apa-itu-arbitrase/?
_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C3252387852.
3
https://coemix92.wordpress.com/2011/05/29/apa-ituarbitrase/?
_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C3252387852.
7
1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis
yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (Factum de
compromitendo).
2. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah
timbul sengketa (Akta Kompromis)
8
penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa penyelesaian
perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap
diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan
eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari
Pengadilan.
1. Arbitrase Ad-Hoc.
Arbitrase Ad-Hoc disebut juga sebagai arbitrase volunter. Ketentuan
dalam Reglement Rechtvordering (Rv) mengenal adanya Arbitrase Ad-Hoc.
Pada Pasal 615 ayat (1) Rv. Arbitrase Ad-Hoc adalah Arbitrase yang dibentuk
khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu, atau
dengan kata lain Arbitrase Ad-Hoc bersifat insidentil.5
Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa Arbitrase Ad-Hoc bersifat sekali
pakai (eenmalig ). Berarti, setelah para Wasit atau Arbiter menjalankantu
gasnya,m aka Arbiter atau MajelisA rbiter yang memeriksa sengketa itu
bubar. Para Arbiter dari Arbitrase Ad-Hoc dipilih sendiri oleh para pihak yang
bersengketa dan para Arbiter menyelesaikan sengketai tu berdasarkanp
eraturanp rosedury ang ditetapkans endiri oleh para pihak.6
Pasal 13 ayat [1) dan ayat (2) uu No.30 Tahun 1999 menyebutkan
bahwa:
”Dalam hal para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan
mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang
dibuat mengenai pengangkatan arbiter, Ketua Pengadilan Negeri
menunjuk arbiter atau majelis arbitrase". Dalam suatu arbitrase
od-hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam penunjukan seorang
atau beberapa arbiter, para pihak dapat mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri"
4
Sutan Remy Sjahdeni. "penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui Arbitrase". lndonesia
Arbitrotion Quorterly Newsletter. Number 6 | 2OO9., diterbitkan oleh BANI Arbitrotion center.
5
A.Rahmat Rosyadi dan Ngatino. Arbitrase dalam Perspektif dan Hukum Positif. Penerbit
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2O02, hlm. 79.
6
Sutan Remy Sjahdeni, lbid.
9
Guna mengetahui dan menentukan Arbitrase jenis, Ad-Hoc atau
Institusional yang disepakati para pihak, dapat dilihat melalui rumusan
Klausula Arbitrase dalam akta perjanjian yang dibuat sebelum terjadi
sengketa. Akta perjanjian yang dibuat setelah terjadinya sengketa "acta von
compromis", yang menyatakan bahwa perselisihanakan diselesaikan oleh
Arbitrase. Apabila dalam Klausula Arbitrase menyebutkan bahwa arbitrase
yang akan menyelesaikan perselisihan adalah arbitra seperorangan jenis
arbitrase yang disepakati adalah Arbitrase Ad-Hoc Ciri pokok Arbitrase Ad-
Hoc adalah penunjukkan para arbiternya secara perorangan oleh masing-
masinpgi hak yang bersengketa Walaupun demikian, di antara salah satu
dari 3 [tiga] arbiter harus ada arbiter yang netral yang tidak ditunjuk oleh
para pihak. Pada prinsipnya Arbiter Ad-Hoc tidak terikat atau terkait dengan
salah satu Lembaga atau Badan Arbitrase.
Jenis arbitrase ini tidak memiliki aturan atau cara tersendiri mengenai
tata cara pemeriksaan sengketa seperti halnya Arbirase Institusional Akan
tetapi, dalam melaksanakan caranya sedapat mungkin mengacu kepada
undang-undang yang berlaku. Dalam praktek Arbitrase Ad-Hoc seringkali
menemui kesulitan antara lain:
a. karena sukar untuk mengangkat arbiter, mengingat para pihak
seringkaltii dak menyetujui para arbiter ini secara bersama;
b. karena adanya kurang paham dari para pihak pada waktu
merumuskan Klausula Arbitrase.
Pasal 12 ayat [1) dan ayat (2) uu No.30 Tahun 1999 terdapat syarat-
syarat untuk dapat ditunjuk atau diangkat sebagai Arbiter, sebagai berikut:
cakap melakukan tindakan hukum;
berumur paling rendah 35 tahun;
tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas
putusan arbitrase; dan
memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya
paling sedikit 15 tahun.
Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak dapat
ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter.
Berdasarkan ketentuan itu penunjukkan dan pengangkatan Arbiter tidak
dapat dilakukan sembarangan Arbiter yang ditunjuk oleh para pihak dalam
penyelesaian sengketa melalui Arbitrase Ad-Hoc harus memenuhi
persyaratan penunjukkan dan pengangkatan Arbiter sebagaimana yang
diatur dalam UU No'30 Tahun 1999'
2. Arbitrase Institusional
Menurut Sutan Remy Sjahdeini bahwa Arbitrase Institusional
merupakan suatu badan arbitrase permanen yang telah mempunyai
peraturan prosedur tersendiri untuk menyelesaikan setiap sengketa yang
diperiksanya.7
7
Sutan RemY Sjahdeini, lbid.
10
Menurut M. Yahya Harahap bahwa Arbitrase Institusional sengaja
didirikan untuk menangani sengketa yang mungkin timbul bagi mereka yang
menghendaki penyelesaian di luar pengadilan Arbitrase ini merupakan satu
wadah yang sengaia didirikan untuk menampung Perselisihan yang timbul
dari perjanjian. Suyud Margono sebagaimana dikutip pula oleh A. Rahmat
Rosyadi dan Ngatino mengatakan bahwa Arbitrase Institusional
(lnstitusional Arbitration) merupakan lembaga atau badan arbitrase yang
bersifat permanen, sehingga disebut "Permanent Arbital BodY".8
Arbitrase Institusional bersifat permanen, ia tetap ada meskipun
perselisihan yang ditangani telah selesai diputus. Sedangkan Arbitrase Ad-
Hoc bersifat insidentil, ia akan berakhir keberadaannya setelah sengketa
yang ditangani selesai diputus. Selain itu, dalam pendirian Arbitrase
Institusional sebagai lembaga atau badan yang bersifat permanen, di
dalamnya terdapat susunan organisasi serta ketentuan-ketentuan tentang
tata cara pengangkatan arbiter dan tata cara pemeriksaan persengketaan
secara baku yang mengacup ada undang-undang yang berlaku.
Menurut Gunawan Widjaja bahwa faktor kesengaiaan dan permanen
ini merupakan ciri pembeda dengan Arbitrase Ad-Hoc' Selain itu Arbitrase
Institusional ini sudah ada sebelum sengketa timbul yang berbeda dengan
Arbitrase Ad-Hoc yang baru dibentuk setelah perselisihan timbul. Selain itu
Arbitrase Institusional ini berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meskipun
perselisihan yang ditangani telah selesai. Arbitrase Institusional ini
menyediakan jasa administrasi arbitrase yang meliputi pengawasan
terhadap proses arbitrase, aturan-aturan prosedur sebagai prosedural bagi
para pihak dan pengangkatan para Arbiter.9
2.5 Sifat Perjanjian Arbitrase Menurut Hukum (pasal 618 ayat (1), (2) dan (3) Rv)
(Harahap, 2001:70).
8
A.Rahmat Rosyadi dan Ngatino, ,bt4 hlm'81'
9
A.Rahmat Rosyadi dan Ngatino, ,bt4 hlm'81'
11
Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum
UndangUndang Nomor 30 tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan
penyelesaian sengketa melalui arbitrase dibandingkan dengan pranata
peradilan. Keunggulan itu adalah :
12
dengan berbagai cara, baik dengan teknik mengulur-ulur waktu,
perlawanan, gugatan pembatalan dan sebagainya.
e) Kurangnya para pihak memegang etika bisnis. Arbitrase hanya dapat
bertumpu di atas etika bisnis, seperti kejujuran dan kewajaran.
13
2.8 Pelaksanaan Arbitrase
A. Putusan Arbitrase Nasional
14
arbitrase asing di Indonesia seharusnya bisa diatasi. Tapi dalam prakteknya
kesulitan-kesulitan masih ditemui dalam eksekusi putusan arbitrase asing.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
Kata “arbitrase” berasal dari bahasa asing yaitu “arbitrare”. Arbitrase juga
dikenal dengan sebutan atau istilah lain yang mempunyai arti sama,
seperti : perwasitan atau arbitrage (Belanda), arbitration (Inggris), arbitrage
atauschiedsruch (Jerman), arbitrage (Prancis) yang berarti kekuasaan
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Arbitrase di Indonesia dikena
ldengan “perwasitan” secara lebih jelas dapat dilihat dalam Undang-undang No.
1 Tahun 1950, yang mengatur tentang acara dalam tingkat banding terhadap
putusan-putusan wasit, dengan demikian orang yang ditunjuk mengatasi
sengketa tersebut adalah wasit atau biasa disebut “arbiter”.
Secara harfiah, perkataan arbitrase adalah berasal dari kata arbitrare (Latin)
yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan.
Definisi secara terminologi dikemukakan berbeda-beda oleh para sarjana saatini
walaupun pada akhirnya mempunyai inti makna yang sama.
16
Keunggulan Arbitrase Putusan peradilan wasit dirahasiakan, sehingga umum
tidak mengetahu itentang kelemahan-kelemahan perusahaan yang
bersangkutan. Sifat rahasia pada putusan perwasitan inilah yang dikehendaki
oleh para pengusaha.
3.2 Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Sutan Remy Sjahdeini. "Penyelesaian Sengketa Perbankan Melalui
Arbitrase",BANI,2009.
A.Rahmat Rosyadi dan Ngatino.”Arbitrase dalam Perspektif dan Hukum Positif”.
Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,2002.
Internet:
http://mhunja.blogspot.in/2012/03/arbitrase-pengertian-keunggulan-dan.html.
https://coemix92.wordpress.com/2011/05/29/apa-itu-arbitrase/?
epi_=7%2CPAGE_ID10%2C3252387852.
18
19