Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH KELOMPOK

LANDASAN PENDIDIKAN
SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh
Kelompok 3
1. Dina Purwanti (1505110013)
2. Ernani Juprias (1505112566)
3. Febzira Hafsi (1505
4. Frida Purnama Sari (1505112259)

Dosen : Ria Novianti, S.Psi, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU


PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak terlepas dari sejarah kehidupan, karena sejarah itu dapat
dijadikan sebagai tolak ukur untuk melakukan suatu tindakan dimasa sekarang, baik itu
tindakan yang lebih baik atau sebaliknya, sehingga dapat menghasilkan hasil yang maksimal.
Sejarah adalah suatu peristiwa yang telah terjadi di masa lampau yang merupakan
bagian dari kehidupan manusia. Sejarah itu diisi tergantung pada pembuat sejarah, apakah
diisi dengan tinta sejarah yang bermanfaat atau sebaliknya. Hingga sampai saat ini pun kita
sebenarnya sedang membuat sejarah tentang kehidupan kita untuk generasi penerus kita, baik
itu untuk anak dan cucu kita maupun semua orang yang terlibat dalam aktivitas kehidupan
kita. Secara tidak langsung kita sekarang ini akan menjadi sejarah bagi generasi penerus kita
di kehidupan mendatang.
Peristiwa sejarah meliputi berbagai aktivitas manusia di semua bidang, salah satunya
adalah landasan sejarah dalam bidang pendidikan yang merupakan pembahasan dalam
makalah ini. Pendidikan merupakan hasil sejarah orang-orang sebelum kita yang berjasa
dalam bidang sejarah. Oleh karena itu, dengan adanya landasan sejarah pendidikan di masa
lalu bisa dijadikan gambaran untuk melakukan pendidikan dimasa sekarang. Sehingga dalam
pelaksanaan pendidikan dapat mengarah pada tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung
dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, atau latihan yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan
hidup secara tepat di masa yang akan datang.
Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berdasar Pancasila yang dimotori oleh pengembangan afeksi, seperti sikap
suka belajar, tahu cara belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos kerja,
kreatif dan produktif, serta puas akan sukses yang akan dicapai.
Pendidikan Nasional Indonesia Merdeka secara formal dimulai sejak Indonesia
mendeklarasikan kemerdekaannya kepada dunia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pendidikan
Nasional Indonesia Merdeka ini merupakan kelanjutan dari cita-cita dan praktek-praktek
pendidikan masa lampau yang tersurat atau tersirat yang masih menjadi dasar
penyelenggaraan pendidikan ini.Dalam proses pertumbuhan menjadi negara maju, Indonesia
telah mengalami berbagai perubahan, termasuk dalam bidang pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pendidikan di Indonesia sebelum masa kemerdekaan?


2. Bagaimanakah pendidikan di Indonesia setelah masa kemerdekaan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui bagaimana pendidikan di Indonesia sebelum masa kemerdekaan.


2. Mengetahui bagaimana pendidikan di Indonesia setelah masa kemerdekaan
BAB II
PEMBAHASAN

Pendidikan yang Berlandaskan Ajaran Keagamaan

a. Pendidikan Hindu-Budha
Ajaran Hindu dan Budha memberikan corak pada praktik pendidikan di Indonesia
pada zaman kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Kalimantan (Kutai), Pulau Jawa
(Tarumanegara hingga Majapahit), Bali dan Sumatera (Sriwijaya). Prasasti tertua yang
ditemukan di Kutai dan di Tarumanegara merupakan peninggalan agama Hindu. Pada periode
awal berkembangnya agama Hindu-Budha di Indonesia, sistem pendidikan sepenuhnya
bermuatan keagamaan yang dilaksanakan di biara-biara atau padepokan. Pada perkembangan
selanjutnya, muatan pendidikan bukan hanya berupa ajaran keagamaan, melainkan ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang.
Pada masa Hindu-Budha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang
menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Perlu dicatat bahwa sistem kasta tidaklah
diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Adapun materi-materi
pelajaran yang diberikan ketika itu antara lain: teologi, bahasa dan sastra, ilmu-ilmu
kemasyarakatan, ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu perbintangan, ilmu pasti, perhitungan waktu,
seni bangunan, seni rupa dan lain-lain.
Menjelang periode akhir, pola pendidikan tidak lagi dilakukan dalam kompleks yang
bersifat kolosal, tetapi oleh para guru di padepokan-padepokan dengan jumlah murid relatif
terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para murid disini sembari
belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Jadi secara
umum dapatlah disimpulkan bahwa: (1) Pengelola pendidikan adalah kaum brahmana dari
tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi; (2) Bersifat tidak formal, dimana murid dapat
berpindah dari satu guru ke guru yang lain; (3) Kaum bangsawan biasanya mengundang guru
untuk mengajar anak-anaknya di istana disamping ada juga yang mengutus anak-anaknya
yang pergi belajar ke guru-guru tertentu; (4) Pendidikan kejuruan atau keterampilan
dilakukan secara turun-temurun melalui jalur kastanya masing-masing.
b. Islam
Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal
Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui
kontak teratur dengan para pedagang asal Sumatra dan Jawa. Para saudagar asal Gujarat yang
beragama Islam itu kemudian menjadi penyebar agama Islam di Indonesia. Ajaran Islam
mula-mula berkembang di kawasan pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu masih
kuat. Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudera-Pasai di Aceh, yang didirikan
tahun 1297 oleh Sultan Malik Al-Saleh. Namun diperkirakan pengaruh Islam telah masuk ke
Indonesia jauh sebelum berdirinya Samudera-Pasai. Hal ini terbukti dengan adanya batu
nisan di Leran, dekat Gresik, Jawa timur, yang menyebutkan tentang meninggalnya seorang
wanita bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 476 H (1082 M).
Di pulau Jawa dan Sumatera yang penduduknya lebih dahulu mengadakan kontak
dengan pendatang dari luar Indonesia (terutama dari Cina, India, dan Indonesia), didapati
pendidikan agama Islam dimasa pra-kolonial dalam bentuk pendidikan di surau atau langgar,
pendidikan di pesantren, dan pendidikan di madrasah. Pendidikan agama di langgar
dilaksanakan secara sederhana dengan bimbingan guru ngaji yang statusnya dibawah kyai.
Materi yang diajarkan umumnya membaca Al-quran dan fikih dasar.
Di pesantren, para santri tinggal di tempat pemondokan sederhana yang biasanya
disebut “pondok”. Sifat khusus pengajaran di pesantren antara lain :
1. Pelajaran bersifat keagamaan
2. Penghormatan yang tinggi kepada guru
3. Tidak ada gaji atau upah untuk guru karena motivasinya semata-mata karena Allah
4. Santri datang secara sukarela untuk menuntut ilmu
Selain itu, ada juga pendidikan di madrasah yang bukan hanya mengajarkan agama,
melainkan juga ilmu pengetahuan seperti astronomi (ilmu falak) dan ilmu pengobatan.
Pendidikan Indonesia baru mengenal sistem berjenjang yang formal sejak masuknya
pengaruh Belanda. Namun hingga datangnya kolonial Belanda dan bahkan hingga sekarang
ketiga corak pendidikan Islam, yaitu pendidikan di langgar, pesantren dan madrasah tetap
bertahan.

c. Katholik dan Kristen-Protestan


Pendidikan katholik berkembang mulai abad ke-16 melalui orang-orang portugis yang
menguasai Malaka. Dalam usahanya mencari rempah-rempah untuk dijual di Eropa (yang
saat itu harganya sangat mahal), mereka selalu disertai misionaris Katolik-Roma yang
berperan ganda sebagai penasehat spiritual dalam perjalanan yang jauh dan penyebar agama
di tanah yang di datanginya. Misi mereka yang dikenal sebagai misi suci (mission sacre)
dilaksanakan bersama misi pencarian rempah-rempah. Segera setelah mereka menduduki
suatu daerah atau pulau, usaha pertama yang dilakukannya adalah menjadikan penduduk
setempat sebagai pemeluk Katolik-Roma. Kemudian di tempat itu didirikan seminar-seminar
untuk mendidik anak-anak setempat. Namun kekuasan Portugis tidak berlangsung lama,
hanya sekitar setengah abad, karena diusir oleh Spanyol. Kemudian Belanda menyebarkan
agama Kristen-Protestan dan mengembangkan sistem pendidikannya sendiri yang bercorak
Kristen-Protestan.

Pendidikan yang Berlandaskan Kepentingan Penjajah

Indonesia pernah mengalami masa penjajahan, baik yang pada masa penjajan Belanda
maupun masa penjajahan Jepang. Sehingga, tidak mengherankan apabila pengaruhnya sangat
kuat dalam segala bidang, baik di bidang politik, ekonomi, maupun militer.
Secara garis besar, sejarah pendidikan di Indonesia terbagi atas sistem pendidikan
masa pra kemerdekaan, masa kemerdekaan, dan masa pemerintahan Republik Indonesia.
a. Pendidikan Pada Zaman VOC
Sabagaimana Bangsa Portugis sebelumnya, kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia
pada abad ke-16 mula-mula untuk tujuan dagang dengan mencari rempah-rempah denga
mendirikan VOC. Misi dagang tersebut kemudian diikuti dengan misi penyebaran agama
yang terutama dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan asrama
untuk para siswa. Di sana diajarkan agama Kristen-Protestan dengan bahasa pengantar
Bahasa Belanda dan sebagian menggunakan Bahasa Melayu. Dirikan sekolah-sekolah yang
di arahkan untuk kepentingan mendukung misi VOC di Nusantara.

b. Kolonial Belanda
Pudarnya VOC pada akhir abad ke-18 menandai masa datangnya zaman kolonial
Belanda. Tugas untuk mengatur pemerintahan dan masyarakat yang sebelumnya ditangani
oleh kompeni (institusi dagang) kemudian diambil alih oleh Pemerintah Belanda yang
menjadikan Hindia-Belanda sebagai tanah jajahan. Meskipun tetap berpihak pada
kepentingan Belanda, system pendidikan pun berubah menjadi lebih “terbuka”. Muatan
keagamaan yang di masa-masa sebelumnya sangat kental, diimbangi dengan muatan
pengetahuan dan keterampilan yang mendukung kepentingan Belanda.
Mulai akhir abad ke-19 dan hingga darsawarsa awal abad ke-20, lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia sangat beragam, meliputi sekolah dasar, sekolah raja, sekolah
pertukangan, sekolah kejuruan, sekolah-sekolah khusus untuk perempuan Eropa dan pribumi,
sekolah dokter, perguruan tinggi hukum, dan perguruan tinggi teknik. Untuk mengimbangi
pendidikan Belanda, pada periode ini berdiri pula lembaga-lembaga pendidikan bercorak
keagamaan dan kebangsaan oleh Muhammadyah, Taman Siswa, Ins Kayutanan, Ma’arif, dan
perguruan Islam lainnya.
Pada masa ini, pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan
menengah, pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan pada masa
penjajahan Belanda lebih dititikberatkan kepada memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda,
yaitu tersedianya tenaga kerja murah untuk hegemoni penjajah dan untuk menyebarluaskan
kebudayaan Barat.

c. Jepang
Pada tahun 1942-1945, masa pendudukan Jepang memberikan corak yang berarti
pendidikan di Indonesia. Tidak lama setelah berkuasa, Jepang segera menghapus sistem
pendidikan warisan Belanda yang didasarkan atas penggolongan menurut bangsa dan status
sosial. Tanpa membedakan status social mulai di buka tingkat sekolah terendah adalah
Sekolah Rakyat (SR), Sekolah Menengah Pertama (SPM) selama tiga tahun, Sekolah
Menengah Tinggi (SMT) selama tiga tahun. Sekolah dikejuruan juga di kembangkan, yaitu
Sekolah Pertukangan, Sekolah Teknik Menengah, Sekolah Pelayaran, Sekolah Pelayaran dan
Sekolah Pelayaran Tinggi. Ditingkatkan pendidikan tinggi, pemerintah pendudukan Jepang
mendirikan Sekolah Tinggi Kedokteran (Ika Dai Gakko) di Jakarta dan Sekolah Tinggi
Teknik di Bandung.
Perubahan lain yang berarti bagi Indonesia dikemudian hari ialah bahasa Indonesia
menjadi bahasa pengantar pertama di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan, dan
bahasa pengantar kedua adalah Jepang. Sejak saat itu, bahasa Indonesia berkembang pesat
sebagai bahasa pengantar dan bahasa komunikasi ilmiah. Tujuan pendidikan pada zaman
Jepang diarahkan untuk mendukung pendudukan Jepang dengan menyediakan tenaga kerja
kasar secara Cuma-Cuma yang dikenal dengan romusha. Di sekolah, para siswa mengikuti
latihan fisik, baris berbaris meniru tentara Dai Nippon, latihan kemiliteran disertai
indoktrinasi yang intinya kesetiaan penuh pada Kaisar Jepang. Pemuda-pemuda yang
menapak dewasa dijadikan romusha dan sebagian direkrut untuk menjadi tentara.Tujuan
pendidikan lebih ditekankan kepada dihasilkannya tenaga buruh kasar secara cuma-cuma dan
prajurit-prajurit untuk keperluan peperangan Jepang.
Pendidikan dalam Rangka Perjuangan Indonesia

Pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan ditandai oleh munculnya gerakan


pendidikan yang dipelopori oleh Muhammadiyah, Perguruan Taman Siswa, INS Kayutanam,
Pendidikan Ma’arif dan perguruan ialam lainnya.

a. Muhammadiyah
Muhammadiyah lahir dibawah pengaruh kebangkitan nasionalisme Bangsa Mula-
mula misi utama Muhammadiyah adalah untuk menyebarkan agama, kemudian membuka
dan menyelenggarakan pendidikan, baik sebagai sarana untuk anak mencerdaskan bangsa
yang dibodohi oleh pemerintah Belanda maupun sebagai sarana menyebarkan syiar Islam.
Muhammadiyah didirikan di kampong Kauman, Yogyakarta, pada tahun 18
November 1912. Sekolah Muhammadiyah pertama didirikan pada tahun 1911. Dalam
perkembangannya kemudian, sekolah ini menjadi Volksschool (Sekolah Rakyat) 3 tahun.
Muhammadiyah juga kemudian mendirikan sekolah rakyat 3 tahun yang diberi nama Sekolah
Kesultanan(Sultanaatschool), menyusul kemudian HIS Muhammadiyah, sekolah menengah
yang dimulai dengan sebuah MULO yang diberi subsidi oleh pemerintah Belanda, juga
sebuah Algemene Middelbare School (AMS) yang mendapat bantuan dari para intelektual
Indonesia yang beraliran nasional dan Holland Inlandse Kweekschool. Kurikulum sekolah-
sekolah Muhammadiyah di masa itu menyeimbangkan muatan pelajaran agama dan umum
dengan porsi masing-masing sekitar 50%.
Dalam alam kemerdekaan, usaha-usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan ini
semakin meluas dan meningkat, mulai tingkat taman kanak-kanak hingga tingkat perguruan
tinggi. Cabang-cabang Muhammadiyah tumbuh diman-mana di seluruh Indonesia. Selain
dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial.

b. Taman siswa
Taman Siswa secara jelas menunjukkan sifatnya yang nasionalis dan pedagogis serta
kultural. Walaupun bukan suatu organisasi politik, Taman Siswa sejak pendiriannya
mempunyai tujuan politik, yaitu kemerdekaan Indonesia. Tujuan ini jelas dari pertimbangan
Ki Hajar Dewantara, pendirinya, sewaktu di pengasingan di negeri belanda untuk mendalami
masalah pendidikan. Menurut Ki Hajar, rakyat Indonesia harus benar-benar memahami arti
kehidupan berbangsa dan bertanah air melalui pendidikan. Kegiatan pendidikan diberikan
kepada mereka yang berusia muda dengan mendirikan Kindertuin atau Taman Kanak-kanak
yang dikalangan Taman Siswa disebut Taman Indriya, pada tanggal 3 Juli 1922. Lembaga
pendidikan Taman Siswa diberi nama National Onderwijs Institut Taman Siswadengan
Taman Indriya sebagai tingkat terendah. Taman Siswa didasarkan atas kebangsaan dan
kebudayaan Indonesia.
Pendidikan Taman Siswa selanjutnya mengakui hak-hak anak untuk bebas yang
dinyatakan tanpa batas. Batas itu antara lain adalah lingkungan dan kebudayaan. Pengakuan
atas kebebasan anak adalah suatu prinsip pendidikan yang sangat pokok pada Taman Siswa.
Prinsip demokrasi dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan pengertian sebagai
berikut:
1. Anak dalam pendidikan merupakan pusat perhatian pendidik.
2. Musyawarah sebagai prinsip demokrasi tetapi menghargai pemimpin.
3. Dasar demokrasi membawa kewajiban untuk memikul tanggung jawab.

Asas-asas Taman Siswa :


1. Kemerdekaan individu untuk mengatur diri sendiri. kebebasan ini dibatasi oleh
kepentingan umum, yaitu jangan sampai mengganggu ketertiban dan kedamaian
umum.
2. Kemerdekaan dalam berpikir , mengembangkan perasaan, dan kemauan melakukan
sesuatu
3. Kebudayaan sendiri, sebagai dasar kehidupan bukan intelektual
4. Kerakyatan, yaitu pendidikan harus diberikan kepada seluruh rakyat
5. Hidup mandiri, ialah berusaha menghiudupi diri sendiri dan tidak menerima bantuan
yang mengikat
6. Hidup sederhana, agar mampu membiayai diri sendiri
7. Mengabdi kepada anak, semua kegiatan yang dilakukan adalah untuk kepentingan
perkembangan anak-anak.

Dengan gambaran diatas, maka Taman Siswa, terutama dibidang pendidikan dan
kebudayaan, telah memberi andil yang sangat besar terhadap pendidikan nasional.
BahkanUndang-Undang Pendidikan No. 4 tahun 1950 praktis telah mencakup semua prinsip
Taman Siswa.
c. INS Kayutanam
Sekolah ini didirikan sebagai tanggapan terhadap pendidikan Belanda yang
berlangsung saat itu oleh Muhammad Syafi’ei dinilai intelektualistik dengan mementingkan
kecerdasan dan kurang memperhatikan bakat-bakat anak. Melalui INS yang didirikannya ia
berusaha agar para siswa tidak menjadi cendekiawan setengah matang yang angkuh tetapi
menjadi pekerja cekatan yang rendah hati. Di INS, para siswa dididik untuk bekerja teratur
dan produktif agar dapat hidup mandiri. Para siswa mendapat pelajaran dalam berbagai
bidang Di INS sebagai wahana untuk membuat anak-anak sehat dan kuat
Falsafah yang mendasari gagasannya adalah “Tuhan tidak sia-sia menjadikan manusia
dan alam lainnya. Masing –masing mesti berguna dan kalau tidak berguna itu disebabkan kita
tidak pandai menggunakannya” (dikutip dari Republik Indonesia Propinsi Sumatera Tengah,
penerbitan Kementerian Penerangan, hlm.778). INS kayutaman mengembangkan sistem
persekolahannya dengan didasarkan atas “aktivitas” dan bertujuan untuk “melahirkan dan
memupuk semangat bekerja dan percaya kepada diri sendiri”.
Disamping dikembangkan atas dasar-dasar prinsip pedagogis, INS juga memupuk
semangat nasionalisme di kalangan para siswanya. Hal ini tampak dari tujuan pendidikannya,
yaitu agar siswa dapat berdiri sendiri dan tidak perlu mencari jabatan di kantor pemerintahan
yang pada ssat itu dikuasai oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Prinsip tidak menggantungkan diri kepada orang lain juga dianut oleh Muhammad
Syafi’ei sendiri yang menolak tawaran Pemerintah Belanda untuk menerima bantuan.
Pengembangan lembaga pendidikannya diusahakan atas dasar prinsip “self-help” (mandiri)
dengan mengumpulkan uang melalui pertunjukan, pameran hasil karya murid-murid, dan
penjualan hasil kerja mereka. Hanya pemberian yang tidak mengikat secara moral yang
diterimanya.
Meskipun praktik dan gagasan pendidikannya bagus, sistem persekolahan yang
dikembangkan INS Kayutanam tidak berkembang diluar daerahnya. Para lulusan yang
dihasilkannya juga tidak cukup mendapat bekal untuk mendapatkan tempat dimaysarakat
sehingga dapat dikatakan keuntungan pendidikan hanya dirasakan oleh perorangan siswa.
INS Kayutanam bertahan hingga masa pendudukan Jepang, dan pada masa perang
kemerdekaan (tahun 1949) INS Kayutanam ditutup. MuhammadSyafei sendiri setelah tidak
menangani INS, ditunjuk sebagai Kepala Sekolah Guru Bantu (SGB). Ia tutup usia pada
tahun 1966.
Tujuan pendidikan INS adalah sebagai berikut :
1. mendidik anak-anak kea rah hidup yang merdeka, melalui pendidikan hidup mandiri.
2. Menanamkan kepercayaan kepada diri ssendiri, membina kemauan keras, dan
membiasakan berani bertanggung jawab
3. Membiayai diri sendiri dengan semboyan cari sendiri dan kerjakan sendiri
4. Mengembangkan anak secara harmonis, yang mencakup aspek perasaan, kecerdasa,
dan keterampilan
5. Mengembangkan sikap sosial, agar dapat bermasyarakat dengan baik
6. Menyesuaikan pendidikan dengan masing-masing bakat anak.
7. Membiasakan bekerja menurut kebutuhan lingkungan.

d. Pendidikan Ma’arif
Awal pendidikan ma’arif mulai berkembang pada tahun 1916 ketika K.H. Abdul
Wahab Hasbullah dan K.H. Mas Mansur, mendirikan kursus debat yang diberi namaTaswirul
Afkar. Kursus ini kemuadian berkembang dengan dibentuknya Jam’iyah Nahdatul Wathon
yang bertujuan memperluas dan meningkatkan mutu pendidikan madrasah. Lembaga
pendidikan ma’arif dalam bentuk madrasah mula-mula berkembang di Jawa Timur,
kemudian menyebar ke daerah-daerah lainnya, dengan dipelopori oleh para ulama NU. Mula-
mula, corak pendidikannya menyerupai “pesantren yang diformalkan”, dengan hanya
memuat pendidikan agama dalam kurikulumnya. Dalam perkembangan kemudian,
sebagaimana Muhammadiyah, Ma’arif memasukkan materi umum ke dalam kurikulumnya.
Muktamar II NU di Surabaya pada tahun 1927 memutuskan untuk memberikan
perhatian yang penuh pada pengembangan madrasah dengan dana ditanggung oleh umat
Islam, dan menolak bantuan Belanda. Dalam Muktamar NU ke-4 di Semarang, Muktamar
NU yang dilaksanakan setiap tahun selalu memberikan perhatian khusus pada pengembangan
pendidikan Ma’arif. Basis pendidikan ma’arif pada dasarnya adalah pesantren yang juga
merupakan basis utama kegiatan pendidikan NU. hal inilah antara lain yang membedakannya
dengan Muhammadiyah yang lebih agresif dan sistematis dalam mengembangkan system
pendidikan sekolahnya dengan menerapkan menejemen modern.
Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan
 Tujuan dan Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami 5
kali perubahan, mengikuti perubahan dalam suasana kehidupan berbangsa kita. Sebagaimana
tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K),
Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1946 , tujuan pendidikan nasional pada masa awal
kemerdekaan sangat menekankan penanaman jiwa patriotisme.hal ini dapat dipahami, maka
penanaman jiwa patriotism melalui pendidikan dianggap merupakan jawaban guna
mempertahankan Negara yang baru diproklamasikan.Antisipasi tersebut kemudian terbukti
benar dengan terjadinya agresi Balanda terhadap Negara berdaulat Republik Indonesia.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional
Indonesia pun mengalami perluasan, tidak lagi semata-mata menekankan jiwa patriotisme.
Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah, Sehingga pendidikan dan pengajaran berdasar asas-asas yang termaktub dalam
pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan asas kebudayaan bangsa
Indonesia. Rumusan tujuan yang sama diulang lagi dalam Undang-Undang No. 12/1954 yang
berlaku untuk seluruh wilayah RI.
Perubahan tujuan pendidikan nasional tersebut berimplikasi pada perubahan kurikulum
yang saat itu disebut rencana pelajaran. Kurikulum yang semula berorientasi pada
kepentingan colonial Belanda diubah sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia yang telah
merdeka. Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an
ditujukan untuk :
1. Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
2. Meningkatkan pendidikan jasmani,
3. Meningkatkan pendidikan watak,
4. Memberikan perhatian pada kesenian,
5. Menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

Dibawah pengaruh Manipol-Usdek, pada tahun 1965 rumusan tujuan pendidikan


nasional mengalami perubahan. Dalam keputusan Presiden No.145 tahun 1965 tentang nama
dan Rumusan Induk Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan rumusan tujuan pendidikan
nasional kemudian diperluas dan dipertajam dalam GBHN 1973
Rumusan yang tertuang dalam GBHN 1973 substansinya terus dipertahankan dengan
hanya mengalami sedikit perubahan – yaitu berupa penambahan sifat manusia Indonesia yang
hendak dibangun melalui pendidikan – hingga GBHN 1998. Dengan substansi yang sama
meskipun rumusannya agak berbeda, tujuan tersebut juga tertuang dalam UU No. 2 /1989
tentang system pendidikan nasional.
 Sistem Persekolahan
Sistem persekolahan yang berlaku di Indonesia pada masa awal kemerdekaan meliputi
3 tingkatan, yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sistem persekolahan tersebut terus dipertahankan hingga tahun 1980-an. Akhir tahun
1960-an, kalaupun terjadi perubahan, hal itu lebih pada bentuk kelembagaannya. Misalnya
dihapuskannya SGB, diubahnya SGA menjadi SPG, dan lebih dikembangkannya jenis-jenis
sekolah menengah kejuruan. Setelah berlakunya UU No 2/1989 tentang system pendidikan
nasional diadakan perubahan, antara lain bahwa Pendidikan Dasar merupakan pendidikan
umum yang lamanya 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP. Jadi SLTP merupakan pendidikan
umum, sehingga akibatnya sekolah pertama kejuruan dilebur menjadi SLTP.
Perkembangan lain yang penting dicatat pada era 1945-1969 ialah berdirinya 42
Perguruan Tinggi Negeri berupa universitas, institute, dan sekolah tinggi yang umumnya
terletak di ibukota propinsi, sehingga kurun waktu tersebut dapat dikatakan sebagai “era
pertumbuhan PTN”.

 Perkembangan Jumlah Siswa


Berbeda dengan pada zaman kolonial Belanda yang membedakan kesempatan belajar
atas dasar ras dan asal-usul keturunan, pada zaman kemerdekaan kesempatan belajar dibuka
untuk semua orang, baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Hal ini sejalan dengan
bunyi pasal 31 ayat 1 UUD 1945 bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Dalam UU Pendidikan No. 4/1950 dan UU No. 12/1954, pasal 17, disebutkan
bahwa, “tiap-tiap warga Negara republic Indonesia mempunyai hak yang sama untuk
diterima menjadi murid suatu sekolah jika memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu”.
Ciri yang menonjol diawal kemerdekaan ialah tingginya motivasi belajar para siswa
yang usianya amat beragam, meskipun sarana yang tersedia hanya seadanya. pada tanggal 1
Juni 1946 dibentuk Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian Pendidikan,
Pengajaran, dan kebudayaan yang bertugas: 1) memberantas buta huruf, 2)
menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, dan 3) mengembangkan perpustakaan rakyat
B A B III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan digolongkan dalam tiga


periode, yaitu pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, pendidikan yang
berlandaskan kepentingan penjajah dan pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan, telah muncul system kurikulum, system persekolahan, dan juga
sudah banyak penduduk Indonesia yang mengenyam bangku sekolah.
Hal ini disebabkan oleh adanya pendidikan yang telah ada pada zaman-zaman dahulu
yang memberikan dasar-dasar tentang pendidikan, selain itu tokoh-tokoh yang berpengaruh
dalam dunia pendidikan.

3.2 SARAN

Diharapkan agar semua elemen masyarakat indonesia dapat mengetahui lebih dalam
tentang pendidikan terutama sejarah pendidikan di indonesia. Dengan demikian kita dapat
merasakan perjuangan yang dulu telah di perjuangkan dan kita bisa meningkatkan mutu dari
pendidikan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Djumhur dan Danasuparta. 1976. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia

Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo

Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta

http://imaliaditapa.blogspot.com/2011/12/kihajar-dewantara-dan-muhammad-syafei.html
Diakses tanggal 25 Oktober 2015.

http://widyastuti2406.wordpress.com/Landasan sejarah Pendidikan.html


Diakses tanggal 25 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai