Anda di halaman 1dari 7

Konflik Papua: TNI disebut tembak

warga yang kibarkan bendera merah


putih
Jerome WirawanBBC Indonesia
 5 April 2018
 Bagikan artikel ini dengan Faceboo k

 Bagikan artikel ini dengan Messenger

 Bagikan artikel ini dengan Tw itter

 Bagikan artikel ini dengan Email

 Kirim

Hak atas fotoAFP/GETTY IMAGESImage captionSeorang serdadu dari Kodam Cenderawasih berdiri di
sebelah sisa rumah yang terbakar di Tembagapura, Mimika, Papua.

Kasus penyanderaan 1.300 orang di Mimika, Papua, pada akhir tahun lalu rupanya belum selesai.
Pekan ini, sebanyak tiga orang tewas ditembak TNI saat peristiwa yang diklaim sebagai baku tembak
dengan kelompok bersenjata.

Masalahnya, salah seorang korban tewas diduga merupakan warga sipil.

Dalam kontak senjata pada Minggu (01/04) dan Senin (02/04), Kepala Penerangan Kodam
XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi mengatakan dari pihak Organisasi Papua Merdeka (OPM),
dua orang tewas sementara puluhan lainnya mengalami luka-luka. TNI menyebut kelompok OPM sebagai
Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB).

Sementara di pihak TNI, seorang serdadu dari Yonif 751/Raider, Prajurit Satu Vicky Rumpasium tewas.
Baku tembak berlanjut di Kampung Banti, Distrik Tembagapura, Rabu (04/04), namun berbeda dengan kontak
senjata beberapa hari sebelumnya, kali ini TNI diklaim masuk ke halaman Gereja Sinai Opitawak dan
menembak warga jemaat yang berkumpul di halaman gereja.
 'Penyanderaan' 1300 warga di Papua: Apa yang perlu Anda ketahui?
 Masalah Papua: 'Kalau diselesaikan dengan senjata, isolasi akan terjadi lagi'
 Pencopotan Kapolsek di Papua: Apa sesudah itu?

Kepada BBC Indonesia, Pendeta Deserius Adii mengatakan jemaat bernama Timotius Omabak tewas dan tiga
jemaat lainnya luka-luka.

"Tentara masuk ke halaman gereja. Saat itu almarhum Timotius Omabak dan beberapa mama-mama sedang
duduk. Mereka mengibarkan bendera merah putih, tandanya mereka tidak termasuk dalam OPM. Jadi mereka
angkat tangan. Tetapi tentara brutal masuk ke wilayah jemaat dan langsung ditembak," papar Deserius.

Dia menegaskan jemaatnya tidak ada yang menjadi anggota kelompok bersenjata. Bahkan, Timotius,
menurutnya, adalah anggota aktif gereja dan bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Distrik Tembagapura.

"Sebelum TNI melakukan penyisiran warga, kami sudah menyerukan kepada OPM maupun TNI/Polri untuk
tidak mengorbankan warga. Di wilayah itu warga merupakan jemaat kami di tiga gereja," lanjut Deserius.

Hak atas fotoEPAImage captionSejumlah aktivis menyuarakan penutupan operasi Freeport dan penarikan
TNI/Polri dari Papua.

Tidak bisa pastikan warga sipil


Insiden penembakan di Distrik Tembagapura dibenarkan Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih
Kolonel Inf Muhammad Aidi Namun, menurutnya, TNI tidak bisa memastikan apakah korban benar
merupakan warga sipil atau anggota OPM.
"Bisa jadi itu warga sipil yang dijadikan tameng. Yang jelas pada saat kejadian dia ada di dalam kelompok
KKSB," kata Aidi.

Soal laporan bahwa warga di sana mengusung bendera merah putih, Aidi membenarkan.

"Begitu masyarakat tahu bahwa yang masuk adalah TNI, masyarakat langsung mengibarkan bendera merah
putih, itu benar. Tapi bukan di depan gereja kejadiannya, tapi di ketinggian. Bisa saja dari versi mereka, tapi
saksinya ada, masyarakat," tutur Aidi.

'Aparat tidak pahami prinsip perang'


Jatuhnya korban di Tembagapura disesalkan Komite Nasional Papua Barat—kelompok yang mendukung
aspirasi Papua memisahkan diri dari Indonesia. Insiden itu, kata ketua Umum KNPB, Victor Yeimo, adalah
cerminan betapa aparat Indonesia tidak memahami prinsip perang.

"Setiap aparat Indonesia melancarkan operasi, imbasnya selalu sipil yang jadi korban. Militer Indonesia masih
sangat kurang dalam memahami prinsip-prinsip perang, di mana sipil tidak boleh dijadikan target. Apakah
militer Indonesia tidak punya mata untuk melihat bahwa mereka juga bagian dari sipil?" papar Victor Yeimo.

Menanggapi saling tuding antara aparat pemerintah dan kelompok prokemerdekaan Papua, Direktur Lembaga
Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy,
menegaskan perlu adanya investigasi independen.

"Saya kira harus diberikan akses kepada pekerja kemanusiaan, pembela HAM yang bekerja dama dengan
lembaga HAM termasuk Komnas HAM, untuk melakukan investigasi," kata Yan.

Hak atas fotoULET IFANSASTIImage captionMenanggapi saling tuding antara aparat pemerintah dan
kelompok prokemerdekaan Papua, pegiat HAM mendorong investigasi independen.
 Bagaimana kronologis tiga kasus 'pelanggaran HAM berat' di Papua?
 Perempuan Papua meninggal dunia diduga akibat salah tembak oknum aparat
 Janji penyelesaian 11 pelanggaran HAM di Papua

Dia menyoroti kenyataan bahwa selama ini penyebaran informasi didominasi petinggi militer dan kepolisian,
termasuk dugaan bahwa korban sipil berjatuhan karena kelompok proPapua merdeka menjadikan masyarakat
sebagai tameng hidup.

"Saya tidak melihat bahwa saudara-saudara yang dikategorikan oleh pemerintah sebagai kelompok sipil
bersenjata itu menggunakan tameng. Karena bukti-bukti fisik kita semua tidak mendapatkannya secara
berimbang," kata Yan.
"Banyak kita mendengar petinggi militer dan kepolisian berbicara. Tapi kita tidak pernah mendapat informasi
dari wartawan yang mewawancarai kelompok yang dikategorikan berseberangan dengan negara supaya kita
bisa mendapat informasi yang balance," imbuhnya.

Hak atas fotoBBC INDONESIAImage captionPresiden Joko Widodo telah melakukan berbagai terobosan
politik untuk menyelesaikan masalah separatisme. Beberapa tahun lalu dia memerintahkan pembebasan
sejumlah pegiat prokemerdekaan Papua.

Penyanderaan di Mimika
Kasus penyanderaan di Mimika pertama kali merebak pada Oktober-November 2017.

Saat itu, TNI/Polri menyatakan terdapat kelompok bersenjata yang mengisolasi 1.300 warga dan sudah
memutus lalu lintas dari dan menuju desa Banti dan Kimbely di Kabupaten Timika.

Wartawan sulit memverifikasi apa yang sebenarnya terjadi di sana karena akses ke lokasi kejadian ditutup,
seperti disampaikan oleh Viktor Mambor dari Aliansi Jurnalis Independen di Papua.

"Itu sulit sekarang. Dulu sebelum ada kejadian, beberapa kali wartawan bisa naik ke Kimbely," kata Viktor.
"Tetapi setiap ada kejadian begini pasti jdi sulit. Kita sebenarnya bisa datang sembunyi-sembunyi, tapi dengan
situasi seperti ini kan bisa kena tembak," katanya pula.

Hingga Kamis (4/4), TNI menyatakan masih bersiaga di Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.

Hak atas fotoKNPBImage captionBaku tembak antara aparat pemerintah dan kelompok pro-Papua merdeka
disebut telah memakan korban.

Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi mengatakan tentara gabungan
telah berhasil menguasai enam kampung di distrik tersebut, antara lain Longsoran, Kimbeli, Banti 1, Banti 2,
Utikini, dan Opitawak.

"Tapi ada satu kampung, namanya Kampung Arwanop. Ini merupakan salah satu kampung yang belum
dikuasai TNI/Polri. Jaraknya dari kampung terdekat, Kampung Opitawak, perjalanan satu sampai dua hari
berjalan kaki," kata Aidi.

Melalui BBC Indonesia, TNI "mengundang" petinggi OPM, Hendrikus Uwamang, untuk melakukan
investigasi terkait aksi TNI yang disebut melakukan pembakaran.

"Kita sama-sama ke TKP untuk menginvestigasi supaya kita tidak saling menuding. Kami akan menjamin
keselamatannya. Kita bawa rekan-rekan media untuk sama-sama menginvestigasi," sebut Aidi.

Aidi menambahkan, anggota OPM yang secara sukarela menyerahkan diri dan menyatakaan kesetiaan kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan dijamin keselamatannya oleh TNI/Polri.

"Juga dijamin bebas dari proses hukum apapun," tandasnya.

Sampai 2018, terdapat 11 kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua, tiga di antaranya termasuk pelanggaran
HAM berat.
Tiga kasus tersebut mencakup dugaan penyerbuan Brimob Polda Papua kepada warga di Desa Wonoboi,
Wasior, Manokwari, Papua pada Juni 2001; penyisiran TNI/Polri di Wamena yang menyebabkan sembilan
orang tewas pada April 2003; serta penyerangan aparat TNI di Paniai yang mengakibatkan lima orang tewas
pada 2014.
Jurnal ui : http://journal.ui.ac.id/index.php/mjs/article/download/4701/3300

Anda mungkin juga menyukai