9-91 Isi Modul 2012 PDF
9-91 Isi Modul 2012 PDF
BAB I
PENDAHULUAN
Menyadari bahwa pada dasarnya peta adalah alat penyampai pesan, maka
agar pesan dapat dimengerti (sampai) pada penerimanya, diperlukan bahasa
yang sama antara pembuat dan pemakai peta. Melalui kesepatakan
(kompromi), bahasa yang sama tersebut diwujudkan melalui simbol-simbol
(titik, garis, luasan, warna, dan sebagainya).
c. Chart
Suatu peta untuk kegunaan bersifat khusus, dalam hal ini data-data
yang disajikan berhubungan dengan masalah navigasi.
1) Peta Planimetris
Peta yang hanya menyajikan posisi horisontal dari unsur-unsur
permukaan bumi tanpa menyajikan data ketinggian.
2) Peta Kadaster
Peta yang menyajikan batas pemilikan tanah.
3) Peta Topografi/Rupabumi
Peta yang menggambarkan tidak hanya detil planimetris dari
unsur-unsur di permukaan bumi, tetapi juga menggambarkan
bentuk terein/relief. Seri pemetaan nasional adalah dalam bentuk
Peta Topografi/Rupabumi.
b. Peta Tematik
Dalam pembuatan peta tematik, diperlukan dua elemen penting, yaitu
peta dasar serta data/informasi spesifik yang akan disajikan.
1) Peta Geologi,
2) Peta Geomorfologi,
3) Peta Sumber Daya Alam,
Zona Bujur
Cara menentukan koordinat di dalam peta dalam garis bujur UTM, semua
pusat sumbu utama zona UTM terletak pada koordinat 500.000 m atau
tepat di tengah-tengah zona tersebut.
Zona Lintang
Garis utama untuk penentuan lintang UTM adalah garis Khatulistiwa
yang tepat berada di 0m tepat seperti yang dijelaskan di gambar dibawah
ini.
BAB II
PENGENALAN ALAT
b. Theodolit Reiterasi
Lingkaran skala mendatar theodolit menyatu dengan tribrach,
sehingga lingkaran mendatar tidak dapat diputar. Akibatnya bacaan
lingkaran mendatarnya untuk suatu target merupakan suatu bacaan
arah. Jadi sudut yang dibentuk oleh garis bidik yang diarahkan kedua
target adalah bacaan arah kedua dikurangi bacaan arah pertama.
e. Sistem digital
Adalah pembacaan piringan hasil pengukuran menggunakan alat
theodolit dengan melihat angka digital yang sudah terpampang di
kotak pembacaan. Biasanya dilakukan pada pengukuran alat digital.
3. Berdasarkan Ketelitiannya
a. Teodolit presisi/teliti, misal Wild tipeT-3
b. Teodolit satu sekon, misal Wild tipe T2
c. Teodolit puluhan sekon , misal Shokisa tipe TM-20
d. Teodolit satu menit, misal Wild tipe T0
Sumbu mendatar
Adalah sumbu perputaran teropong, disangga oleh dua tiang penyangga
kiri-kanan.
Lingkaran skala mendatar
Adalah piringan dari metal atau kaca tempat skala lingkaran, berputar
bersama teropong.
Klem teropong dan penggerak halus
Digunakan untuk mematikan gerak teropong, dan unuk gerakan kecil
digunakan sekerup penggerak halus. Gerak halus ini berfungsi apabila
klem telah dimatikan.
Indeks pembaca lingkaran
Penyangga sumbu mendatar
Indeks pembaca lingkaran skala mendatar
Bila sumbu tegak miring maka lingkaran skala mendatar tidak lagi
mendatar. Hal ini berarti sudut yang diukur bukan merupakan sudut
mendatar. Gelembung nivo yang terdapat pada lingkaran skala mendatar
ditengah dan gelembung nivo akan tetap berada ditengah meskipun
theodolit diputar mengelilingi sumbu tegak. Bila pada saat maka berarti
sumbu-I tidak vertikal, ini disebabkan oleh kesalahan sistem sumbu yang
tidak benar, atau dapat juga disebabkan oleh posisi nivo yang tidak benar.
2. Sumbu Mendatar (Sumbu-II) Harus Benar-Benar Mendatar
b. Micrometer TL 20 DE
c. Micrometer T0
d. Micrometer TL 20
e. Theo 20A
1. Dirikan alat dengan baik dan benar diatas patok yang sudah
ditentukan.
2. Lakukan sentring unting-unting.
3. Atur sumbu I vertikal.
4. Semua sekrup pengunci dikendorkan kecuali sekrup kunci repetisi.
5. Dirikan rambu sesuai dengan kemampuan normal alat.
6. Arahkan teropong ke arah rambu.
7. Semua sekrup pengunci dikencangkan.
8. Perhatikan ketiga benang silang (horizontal), benang atas (ba), benang
tengah (bt), benang bawah (bb).
9. Tempatkan benang vertikal tepat di tengah-tengah rambu dengan
penggerak halus.
10. Catat hasil yang ditunjukkan dari hasil pembacaan ba, bt, bb. Jika
benar akan didapatkan persamaan bt = ½ (ba + bb).
BAB III
POLIGON TERTUTUP
J67
J45
S6
P.6 S5
J56
P.5
Catatan :
P.1 (X1 , Y 1) dan P.2 (X2 , Y2), diperoleh dari pembacaan koordinat
GPS (UTM).
Catatan :
Sn : Sudut dalam,
Hzn-1 : bacaan arah piringan horisontal ke belakang (biasa),
Hzn+1 : bacaan arah piringan horisontal ke depan (biasa),
Hz’n-1 : bacaan arah piringan horisontal ke belakang (luar biasa),
Hz’n+1 : bacaan arah piringan horisontal ke depan (luar biasa).
Poligon Tertutup
P.2
J23
P.3
J12 S2
A12 S3
J34
S1
P.1
J71 S7
P.7 S4 P.4
J67
J45
S6
P.6 S5
J56
P.5
arah sasaran
h
H
Catatan :
z+h = 90o,
h = 90o – z,
z = 90o – h.
Setelah bisa membedakan dua sudut tegak (helling dan zenith), berikut
adalah rumus untuk menghitung jarak datar.
J AY cos 2 h
Catatan :
J : jarak datar (m),
A : konstanta pengali = 100 (tanpa satuan),
Y : (ba – bb),
ba : bacaan benang atas (m)
bb : bacaan benang bawah (m)
h : sudut helling
1. ( n – 2 ) x 180o - ∑ Sd = fs
2. ∑ ( J sin A) = fx
3. ∑ ( J cos A) = fy
4. ∑ ( ΔH ) = fh
dimana :
fs = total kesalahan pengukuran sudut
fx = total kesalahan pengukuran jarak untuk absis
fy = total kesalahan pengukuran jarak untuk ordinat
fh = total kesalahan pengukuran titik ketinggian
Langkah peerataan :
∑ Sd = ( n – 2 ) x 180o
Sd : sudut dalam
Apabila tidak memenuhi syarat maka:
a. Hitung total kesalahan penutup sudut (fs).
fs = Sd – (( n – 2 ) x 180o)
S‟n = Sn ± Ks
3. Absis
Syarat Absis ΔX = 0.
fx = ΔX
ΔX‟n = Xn Kx
Xn = X(n-1) + X‟n
4. Ordinat
Syarat ordinat ΔY = 0. Maka hitung dulu
fy = ΔY
ΔY‟n = Yn Ky
Yn = Y(n-1) + Y‟n
5. Tinggi
Syarat geometris H = 0
Untuk memenuhi syarat tinggi
a. Menghitung beda tinggi antar titik (ΔH)
H = J . tg h + ( Ta – bt )
h : sudut helling,
Ta : tinggi alat (m),
bt : bacaan benang tengah (m).
fh = H
H‟ = H kH
H = Hawal H‟
BAB IV POLIGON
TERBUKA
AA1 S2
S1 J12
JA1
J23
S3
J34
S4
J45
Gambar IV.1 Poligon terbuka lepas
Catatan :
A (XA,Y A) = Titik A dengan koordinat (XA,YA) , titik awal hitungan
AA1 = Sudut jurusan awal
Si = Sudut mendatar pada titik I
Jij = Jarak mendatar dari titik I ke j
Ο = Titik-titik yang akan ditentukan koordinatnya
AA1 S2
S1 J12
JA1
J23
S3
J34
S4
J4B
Catatan :
A (XA,Y A) = Titik A dengan koordinat (XA,YA) , titik awal hitungan
B (XB,Y B) = Titik B dengan koordinat (XB,YB) , titik akhir hitungan
AA1 = Sudut jurusan awal
Si = Sudut mendatar pada titik I
Jij = Jarak mendatar dari titik I ke j
O = Titik-titik yang akan ditentukan koordinatnya
S2
S1 JB1
JAB
J12
S2
J34
SC
Catatan :
P.1 (X1 , Y 1) dan P.2 (X2 , Y2), diperoleh dari pembacaan koordinat
GPS (UTM).
Catatan :
Sn : Sudut dalam,
Hzn-1 : bacaan arah piringan horisontal ke belakang (biasa),
Hzn+1 : bacaan arah piringan horisontal ke depan (biasa),
Hz’n-1 : bacaan arah piringan horisontal ke belakang (luar biasa),
Hz’n+1 : bacaan arah piringan horisontal ke depan (luar biasa).
AB1=AAB – 180 + S0
A (n-1) =A (n-1).n – 180 + Sn
arah sasaran
h
H
Catatan :
z+h = 90o,
h = 90o – z,
z = 90o – h.
Setelah bisa membedakan dua sudut tegak (helling dan zenith), berikut
adalah rumus untuk menghitung jarak datar.
J AY cos 2 h
Catatan :
J : jarak datar (m),
A : konstanta pengali = 100 (tanpa satuan),
Y : (ba – bb),
ba : bacaan benang atas (m)
bb : bacaan benang bawah (m)
h : sudut helling
Apabila perhitungan yang dilakukan benar, maka syarat diatas akan dapat
terpenuhi namun hal seperti ini jarang terjadi sebelum dilakukan koreksi
terlebih dahulu hingga hasil perhitungan terkoreksinya adalah sebagai
berikut :
dimana :
Langkah perhitungannya :
1. Hitung syarat geometris poligon terbuka yaitu
S‟n = Sn ± Ks
3. Syarat Absis
ΔX‟n = Xn Kx
Xn = X(n-1) + X‟n
4. Syarat ordinat
ΔY‟n = Yn Ky
Yn = Y(n-1) + Y‟n
H = J . tg h + ( Ta – bt )
h : sudut helling,
Ta : tinggi alat (m),
bt : bacaan benang tengah (m).
b. Total kesalahan pengukuran titik ketinggian (fh)
Jn : jarak titik n
H‟ = H kH
H = Hawal H‟
BAB V
PETA PLANIMETRI
1. Peta umum
2. Peta khusus
3. Peta stasioner
4. Peta dinamik
5. Peta planimetri
Peta planimetri adalah peta yang dibuat pada bidang datar, yang
memiliki kedudukan serta memuat informasi-informasi tertentu tetapi hanya
2D (horisontal dan vertikal saja) tanpa adanya titik ketinggian. Kenampakan
permukaan bumi pada peta ini digambarkan dengan menggunakan simbol –
simbol tertentu, misalnya dataran rendah yang digambarkan dengan warna
hijau, pegunungan dengan warna coklat, dan perairan dengan warna biru.
Langkah kerjanya:
2) Dirikan alat ukur (theodolit) di salah satu titik yang sudah diukur
poligonnya (misalnya di titik P.1), dua rambu masing-masing didirikan di
titik detil.
3) Lakukan prosedur membuat sumbu I vertikal dan sentring (unting-unting
tepat di atas patok), ukur tinggi alat (Ta).
4) Dalam kedudukan teropong biasa (B) arahkan ke rambu P.n, atau ke P.2,
(pilih salah satu), tepatkan benang silang vertikal di tengah-tengah rambu,
dan lakukan hanya pembacaan piringan horisontal.
5) Arahkan ke rambu pertama dan kedua (secara bergantian), yang sudah
didirikan di atas titik detil, tepatkan benang silang vertikal di tengah-
tengah rambu dan benang silang horisontal ditepatkan pada angka genap,
lakukan pembacaan ba, bb, bt, piringan horisontal, sudut tegak (h atau z),
dan catat dalam formulir.
6) Arahkan kembali teropong ke rambu pertama dan kedua (secara
bergantian), yang sudah didirikan di atas titik detil lainnya.
7) Tepatkan benang silang vertikal di tengah-tengah rambu dan benang silang
horisontal ditepatkan pada angka genap, lakukan pembacaan ba, bb, bt,
piringan horisontal, sudut tegak (h atau z), dan catat dalam formulir.
8) Lakukan langkah 4) maupun 5) hingga secara radial semua detil tercover.
9) Theodolit di pindah ke titik polygon berikutnya, lakukan langkah 3) dan
5), untuk langkah (c) ini sesuaikan titiknya, artinya kalau berdiri di titik
P.2, rambu di arahkan ke P.1 atau P.3 (hanya salah satu).
10) Lakukan langkah 4), 5), dan 6).
11) Begitu seterusnya (pindah ke titik poligon yang lain) hingga semua titik
detil dalam area pemetaan tercover.
Detil yang perlu diambil dalam rangka pembuatan Peta Planimetri, antara lain
:
a. Sungai
b. Danau
c. Belokan sungai
a. Rumah
b. Jalan
c. Bangunan
Gambar V.2 Pengambilan detil planimetri untuk jalan sungai yang lurus.
Keterangan :
101, 102, dst = Nomor Detil (Penempatan Rambu)
Keterangan :
101, 102, dst = Nomor Detil (Penempatan Rambu)
BAB VI
PETA TOPOGRAFI
3. Garis kontur tidak mungkin pecah atau bercabang. Garis kontur dengan
ketinggian yang lebih rendah selalu mengelilingi garis kontur yang lebih
tinggi,kecuali bila disebutkan khusus untuk hal-hal tertentu seperti kawah.
4. Beda ketinggian antara dua garis kontur adalah tetap walaupun kerapatan
garis berubah-ubah.
5. Untuk daerah yang landai terlihat bahwa jarak antara garis kontur jarang-
jarang.
6. Untuk daerah yang curam jarak antara garis-garis kontur terlihat rapat.
7. Punggungan gunung/ bukit terlihat dipeta sebagai rangkaian kontur
berbentuk „U‟ yang ujungnya mlengkung menjauhi puncak.
8. Lembah terlihat dipeta sebagai rangkaian kontur berbentuk „V‟ yang
ujungnya tajam dan menjorok kearah puncak.
dan
AD(97) = 0,2 cm, AD(98) = 1,4 cm, AD(99) = 2,5 cm, AD(100) = 3,7 cm dst.
Langkah Pertama
Lihat dan amati titik detail pada peta yakinlah bahwa titik tersebut sudah benar.
Langkah kedua
Langkah ketiga
Mulailah hitungan interpretasi dan jangan lupa untuk mencatat dan memberi
tanda pada garis-garis yang tadi sudah dibuat. Kali ini juga gunakanlah pensil atau
sesuatu yang nantinya bisa dihapus kalau salah atau kalau interpolasi sudah
selesai.
Langkah keempat
Langkah kelima
Hapus garis bantu segingga lembar kerja hanya tertinggal garis kontur dan
titik ketinggian saja. Rapikan dan bedakan antara indeks kontur dan kontur
interval.
BAB VII
AUTOCAD LAND DESKTOP
VII. 1. PENDAHULUAN
Pada era sekarang ini, perkembangan teknologi terasa sangat cepat. Hampir semua
aspek kehidupan mulai disentuh dengan yang namanya teknologi. Dengan teknologi
semua terasa lebih mudah dikerjakan. Berbagai inovasi tidak henti-hentinya dilakukan
untuk meningkatkan penggunaan dan penerapan teknologi dalam kehidupan manusia.
Salah satu teknologi yang berkembang pesat adalah CADD (Computer Aided Design and
Drafting). Pengembangan teknologi ini bertujuan untuk mempermudah para designer dan
drafter untuk memvisualisasikan idenya ke dalam bentuk gambar. Sebuah desain yang
dibuat dengan AutoCAD dapat dengan mudah untuk diedit bila masih ada kesalahan dan
kekurangan, memiliki layout gambar yang sangat variatif, skala dapat diubah-ubah,
disesuaikan dengan ukuran kertas, dan sangat praktis penyimpanannya. Software CADD
yang akan kita bahas adalah AutoCAD, di mana software tersebut mempunyai
fleksibilitas yang tinggi. AutoCAD tidak hanya dipakai untuk aplikasi khusus saja, seperti
arsitektur, mekanikal, geodesi, atau mesin, tetapi mempunyai kemampuan untuk
menggambar apa saja. Jika kita ingin membuat AutoCAD menjadi software yang khusus,
kita dapat menambahkan yang dinamakan “3rd party software”, contohnya:
Autodesk Architectural Desktop untuk aplikasi arsitektur.
AutoYatch untuk desain perahu dan kapal layar (yatch).
Auto-Site-Lite untuk aplikasi kalkulasi pencahayaan.
Autodesk Land Desktop untuk aplikasi sipil, pemetaan, dan planologi.
AutoCAD-MAP untuk aplikasi GIS.
SEW-CAD untuk aplikasi fashion dan tekstil.
Autodesk Mechanical Desktop untuk aplikasi mekanikal.
Dengan adanya software-software tersebut di atas, kita dapat lebih meningkatkan
produktivitas kerja sesuai dengan bidang kerja kita.
Program AutoCAD Land Development merpakan pengembangan dari program
AutoCAD dan AutoCAD Map, sedangkan farian dari Land Development terdiri dari
versi, AutoCAD Survey, AutoCAD Civil dan AutoCAD Overlay.
Dari macam-macam data tersebut yang sering digunakan dan paling mudah yaitu data
yang bersumber import file dan data dari pengolahan data baku hasil pengukuran. Data-
data sumber import ada beberapa macam, antara lain.
Import microstation file, format yang dipakai berupa file .dgn
Import ASCII point file, format yang dipakai berupa file .txt, data yang dapt
dimasukkan berupa, nomor, northing, easthing, elevation dan description.
Dalam penyajiananya ALD masih berupa default, yaitu bentuk standar dari perincian
program yang berasal dari AutoCAD coursware.
VII. 2. TUTORIAL
Dalam tutorial berikut ini akan dijelaskan mengenai manual prosedur pemetaan
dasar menggunakan Autodesk Land Desktop (ALD). Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah
yang lalu, praktikan telah diajarkan mengenai pengambilan data titik poligon maupun
detailnya menggunakan theodolite sampai dengan pembuatan peta secara manual. Dalam
tutorial Autodesk Land Desktop di bawah akan dijelaskan pembuatan peta secara
otomatis menggunakan software diatas. Berikut merupakan tutorial penggunaan Autodesk
Land Desktop dalam pemetaan dasar.
2. Berikan nama project yang diinginkan pada “Name”, serta pilih tempat
penyimpanan, klik “Browse”.
6. Atur Linear Units, Angle Units, Angle Display, dan Display Precission. Lalu
“Next”
2. Lalu muncul kotak dialog Format Manager-Import Points. Pilih format data yang
digunakan, jika .csv gunakan yang comma delimited, jika .prn gunakan space
delimited. Sedangkan untuk format data digunakan PENZD, PENZ, ENZ, dsb.
Lalu pilih source file yang digunakan.
3. Gunakan “Add Points” untuk menggabungkan seluruh titik. Beri nama pada point
group tersebut. Lalu “OK”.
4. Lalu muncul kotak dialog “COGO Database Import Options”, terima semua
default yang ada dengan klik “OK”.
5. Apabila point sudah berhasil ter-import maka akan muncul kotak dialog
bertuliskan “Done!”. Apabila poin belum terlihat klik View > Zoom > Erase
(short key : tulis “Z” > enter > tulis “E” > enter).
2. Klik kanan pada “Terrain” > “New Surface”, kemudian expand lah folder
“Surface1” tersebut dengan klik tanda plus (+) di depan “Surface1” hingga muncl
data dibawahnya, yaitu “TIN Data”. Kemudian pilih “Point Groups” klik kanan >
“Add Points Group...”
3. Lalu muncul kotak dialog “Add Point Group”, pilih “Point Group Name” dengan
nama yang telah dibuat pada saat import point, kemudian klik “OK”. Kemudian
Klik kanan pada “Surface1” tersebut dan pilih “Build...”.
5. Lalu untuk membuat kontur pilih “Terrain” > “Create Contours...”, atur major dan
minor kontur, kemudian klik “OK”.
2. Buat garis awal dan akhir pada kontur yang diinginkan untuk diberikan kontur
indeks, maka akan muncul indeks kontur yang diinginkan.
4. Jika ingin mengubah tampilan sayatan, pilih menu “Section” > “View Properties”
hingga nantinya muncul kotak dialog “Quick Section Properties” yang
memungkinkan untuk mengubah “Grid Settings”, “Color Settings”, dan “Surface
Color Settings”.
5. Untuk memasukkan sayatan tersebut kedalam lembar kerja lakukan dengan pilih
menu
6. Klik ditempat dimana sayattan akan diletakkan, enter. Kemudian tutup “Quick
Section View”.
3. Buat garis yang menghubungkan dua titik sehingga membentuk garis vertikal
sebagai acuan, kemudian tekan tombol escape. Untuk membentuk garis horisontal
sebagai acuan, ketik “pl” > Enter, kemudian buat garis horisontal yang
menghubungkan dua titik.
4. Untuk membuat grid secara penuh pada dengan cara, klik garis yang sebagai
acuan > ketik “array”.
5. Kemudian isikan row apabila yang ingin di copy secara vertical atau colum yang
ingin di copy secara horisontal. Selanjutnya isikan juga pada row offset dan colum
offset sesuai jarak antar titik.
6. Untuk memberi keterangan koordinat pada grid gunakan “Text” dan untuk
mengatur text tersebut, kita dapat mengaturnya pada “Design” yang terdapat pada
bagian kiri tampilan setelah kita mengklik text yang ingin di edit. Di sana kita
dapat mengatur warna, skala, tebal tipis garis, tinggi, serta posisi text sesuai
dengan koordinat.
Di sini saudara tidak bisa mengganti warna dan simbol sekaligus, melainkan harus
dilakukan satu per satu. Mulanya kita akan mengganti warna terlebih dahulu.
Pada Pattern, saudara pilih SOLID. SOLID merupakan pilihan pattern untuk suatu corak
warna yang memblok atau penuh dalam suatu bangun ruang.
Lalu pada Swatch, saudara dapat menggunakannya untuk memilih warna yang
diinginkan. Misal litologi yang ingin dimasukkan adalah batugamping, maka pilihlah
warna biru. Setelah itu klik “Add Pick Points”.
7. Tampilan simbol litologi akan muncul. Jika ingin mengubah warna garis, tebal
garis, maupun skala dapat gunakan menu Design yang berada pada kiri tampilan.
BAB VIII
PERHITUNGAN LUAS DAN VOLUME
Catatan : Tanda absolut untuk menghindari hasil luas negatif karena luas
hasilnya selalu positif.
b. Metode Trapezoid
Dengan offset yang sama
Metode Trapezoid biasanya digunakan untuk menghitung luas
dengan daerah yang tidak teratur seperti gambar dibawah ini.
2. Metode Grafis
Metode yang paling sederhana untuk menghitung luas daerah adalah
dengan metode grafis yaitu dengan bantuan bujur sangkar (kertas grafik
mm) dan segitiga.
a. Bujur Sangkar (Kertas mm)
Dari gambar diatas ada tiga jenis bujur sangkar yang digunakan yaitu
misalkan yang besar dengan sisi 1 cm, sedang dengan sisi 5 mm dan
kecil 1 mm. Dengan mengalikan skala peta yang ada dengan luas bujur
sangkar-bujursangkar tersebut maka luas daerah tersebut akan dengan
mudah dihitung. Yaitu dengan menjumlahkan seluruh luas bujursangkar
yang melingkupi daerah tersebut. Semakin kecil bujur sangkar yang
digunakan dan semakin besar skala peta yang digunakan maka semakin
teliti hasil yang diperoleh.
b. Segitiga
Dimana s =
3. Metode Mekanis
Cara lain yang digunakan untuk menghitung luas daerah yang tidak
beraturan adalah dengan cara mekanis yaitu dengan alat yang dinamakan
dengan planimeter. Alat planimeter diletakkan diatas peta (gambar) yang
akan dihitung luasnya. Kemudian alat tersebut mentrace (mengikuti) batas
wilayah yang akan diukur luasnya. Dengan konversi tertentu, maka luas
akan dapat dihitung. Ketelitian hasil sangat bergantung pada besar atau
kecilnya skala peta. Semakin besar skala petanya, akan semakin teliti hasil
luasannya. Sekarang ini sudah tersedia planimeter mekanik (manual) dan
planimeter digital.
4. Metode Digitasi
Digitasi adalah proses untuk mengubah informasi grafis yang tersedia
dalam kertas ke format digital. Cara yang paling umum digunakan untuk
memasukkan data dari media kertas ke digital adalah dengan
menggunakan alat digitizer dan scanner. Alat digitizer mengubah ke
format digital langsung ke dalam bentuk vector sedangkan scanner dalam
bentuk raster. Untuk data raster hasil scanning harus diubah ke format
vektor dengan on screen digitasi. Software yang sering digunakan untuk
digitasi peta adalah AutoCad Map. Setelah gambar berbentuk digital
dnegan format *.dwg maka dengan mudah dicari luasnya dengan perintah
area.
1. Penampang rata-rata
Catatan :
A1 = luas penampang 1
A2 = luas penampang 2
d = jarak antar penampang 1 dan 2
2. Kontur
Catatan :
A1, A2, dan An = luas penampang 1, 2 dan n diukur dengan planimeter
Catatan :
A = luas penampang satu kapling yang seragam ( m2 )
h1 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 1 kali ( m )
h2 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 2 kali ( m )
h3 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 3 kali ( m )
h4 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 4 kali ( m )
Berikut ini akan dicontohkan cara menghitung volume cara tersebut diatas.
Contoh :
Suatu daerah dibagi dalam kapling yang seragam dengan ukuran 20 m x 20
m; Tinggi masing-masing tanah tertera di sampingnya. Apabila daerah
tersebut akan digali rata dengan ketinggian (level) 10 m, maka berapa
volume galiannya.
Jawab :
Luas satu kapling = A = 20 m x 20 m = 400 m2
Hitungan h
Σh1 = ( 3 + 2 + 1 + 2 + 2 ) = 10 1 x Σh1 = 1 x 10 = 10
Σh2 = (2+ 1 + 3 + 3 ) =9 2 x Σh2 = 2 x 9 = 18
Σh3 = ( 1 ) =1 3 x Σh3 = 3 x 1 = 3
Σh4 = ( 5 ) =5 4 x Σh4 = 4 x 5 = 20