Anda di halaman 1dari 119

1 6 2 0 2 6 04 03

LAPORAN AKHIR

PENGKAJIAN
SPESIFIKASI BETON
UNTUK STRUKTUR JEMBATAN

Bandung, Desember 2003

DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYA H


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN RASARANA WILAYAH
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PRASARANA TRANSPORTASI
Jalan A.H. Nasution 264 Kotak Pos 2 Ujungberung, Telp. (022) 7802251 (Hunting) Fax. 7802726 Bandung (40294) e -mail:pusjal @ melsa.net.id
ABSTRAK

Ketepatan, keandalan dan kemudahan dalam perencanaan struktur beton untuk


jembatan sangatlah penting, mengingat hampir semua jembatan tidak terlepas dari
penggunaan material beton khususnya jembatan bentang panjang. Untuk
menjamin terpenuhinya semua kebutuhan tersebut di atas, perlu kiranya segera
dibuat suatu Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan, yang sesuai
dengan kaidah-kaidah teknik perencanaan struktur, dan bisa diterapkan pada
kondisi lokal untuk perencanaan berbagai jenis jembatan modern di Indonesia,
serta bisa mengakomodasi tuntutan kemajuan teknologi pelaksanaan jembatan
saat ini, untuk selanjutnya bisa dijadikan acuan kerja bagi semua perencana
struktur jembatan di Indonesia, dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari
perencanaan awal hingga semua aspek detailing, agar bisa dihasilkan konstruksi
jembatan yang andal dan optimal sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan.

Penyusunan materi Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan ini,
didasarkan atas penulusuran ilmiah dari standar dan peraturan perencanaan
negara-negara lain (AASHTO, EUROCODE, AUSTROADS), Standar Nasional
Indonesia (SNI), dan BMS.

Tata Cara ini telah dilakukan beberapa kali Rapat Teknik bahkan telah dilakukan
Rapat Pra-Konsensus, dan telah disetujui oleh semua peserta rapat dan bisa
dieruskan untuk menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Kode Proyek / Bagian Proyek : Penerapan Teknologi Prasarana Wilayah


Tahun : 2002

APLIKASI METODA PERKUATAN


JEMBATAN RANGKA BAJA

Bandung, Desember 2002

Menyetujui :
Kepala Balai Jembatan dan Penanggung Jawab,
Bangunan Pelengkap jalan,

(Ir. Lanny Hidayat, MSi.) (Panji Krisna Wardana, ST., MT.)


NIP. : 110 023 742 NIP. : 110 055 247

Mengetahui :

Kepala Pusat Litbang Prasarana Pemimpin Proyek


Transportasi Penerapan Teknologi Prasarana
Wilayah

(DR. Ir. M. Sjahdanulirwan, M.Sc.) (Drs. Bambang Purwadi)


NIP. : 110 019 271 NIP. : 110 027 596

ii
TIM PELAKSANA

Penanggung Jawab : Ir.

Tenaga Ahli : 1. Ir. Lanny Hidayat, M.Si


2. Ir. Lanneke Tristanto
3. Dr. Ir. F.X. Supartono
4. Ir. Elly Tjahjono, DEA
5. Dr. Ir. Yuskar Lase

Anggota Tim : 1. Ir. Suwandojo Siddiq, Dipl.E.Eng.


2. Ir. Cecilia L.G.S., M.Sc.
3. Dr. Ir. Iswandi Imran, MSc.
4. Ir. Davy Sukamta
5. Dr. Ir . Gideon
6. Ir. Redrik Irawan, M.T.
7. Ir. Kgs. Ahmad A
8. Ir. Iwan Setiawan
9. M. Harijanto,
10. Hindun Hasanah, S.E.
11. Titing Sumiarti
12. Anang Mulyawan L
13. Rustandar

iii
KATA PENGANTAR

Pengkajian Metode Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan merupakan kajian yang
hasilnya merupakan bahan untuk SNI dengan judul “Tata Cara Perencanaan Struktur
Beton untuk Jembatan” yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para perencana
dalam bidang perencanaan jembatan yang selama ini belum mempunyai acuan. Tata
cara ini merupakan penyempurnaan dan lanjutan dari “Bridge Design Code” bagian 6
yaitu “ Concrete Design” yang dibuat pada tahun 1992 oleh konsultan SMEC-Kinhill
dengan dana hibah dari pemerintah Australia, dan pada tahun 2000 telah dibuat konsep
dasar “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan” oleh Kantor Menteri
Pekerjaan Umum, dan dilanjutkan pada tahun 2002 oleh Balai Jembatan dan Bangunan
Pelengkap Jalan, Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Badan Litbang Kimpraswil.

Tata cara perencanaan struktur beton untuk jembatan ini diharapkan menjadi acuan bagi
para perencana dan pelaksana jembatan dalam melaksanakan pekerjaannya di Indonesia
yang memenuhi ketentuan minimum sehingga mendapatkan hasil struktur jembatan beton
yang aman, nyaman dan ekonomis. Diharapkan juga bagi para pengajar pada Perguruan
Tinggi dapat meneruskan tata cara perencanaan struktur beton untuk jembatan ini kepada
para mahasiswa, sehingga akan didapat SDM yang mampu melaksanakan perencanaan
struktur beton untuk jembatan yang seragam di seluruh Indonesia.

Standar ini disusun oleh Panitia Teknik Standarisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan
melalui Gugus Kerja Konstruksi Jembatan dan Bangunan Jalan pada Sub Panitia Teknik
dan Standar Bidang Prasarana Transportasi, dengan dibantu oleh nara sumber yang
terdiri dari pakar-pakar yang sesuai dengan keahliannya. Penyusunan tata cara ini juga
mengacu pada standar-standar lain, baik berupa SNI maupun standar asing seperti
AASHTO, ASTM, EUROCODE, AUSTROADS.

Kami berharap rancangan standar ini segera diproses untuk menjadi SNI dan segera
dapat sebagai acuan bagi para pengguna di Indonesia.

Bandung, Desember 2002

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ………………………..…………………………………………………….. i

LEMBAR PERSETUJUAN …………..………………………………………………. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. iv

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. v

BAB I PENDAHULUAN ……………………………..…………………………… 1


1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1

1.2 Tujuan dan Sasaran …..……………….…………………………. 2

1.3 Luaran ……………………………………………………………….

1.4 Lingkup Kegiatan …………………………………………………… 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………………………………………………………. 3

BAB III METODOLOGI ……………………………………………………………. 5

BAB IV HASIL LITBANG …….……………………………………………………. 7

4.1 Pra Studi ………………………………………………………….. 7

4.2 Kegiatan-kegiatan studi …………………………………………. 8

4.3 Hasil Litbang ………………………………………………………… 10

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………. 11


5.1 Kesimpulan ……………………………………………………….. 11

5.2 S a r a n …………………………………………………………… 11

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 12

LAMPIRAN – LAMPIRAN :

LAMPIRAN A : Notulen rapat nara sumber tahap awal, 22 Agustus 2000

LAMPIRAN B : Notulen dan daftar hadir rapat tim teknik I, 23 April 2002

LAMPIRAN C : Notulen dan daftar hadir diskusi teknik I, 7 Mei 2002

LAMPIRAN D : Notulen rapat / pertemuan informal

LAMPIRAN E : Notulen dan daftar hadir rapat diskusi teknik II / prakon -


sensus, 29 Oktober 2002

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hingga saat ini dunia konstruksi di Indonesia masih didominasi dengan


bahan-bahan konstruksi yang konvensional seperti beton. Beton sebagai
bahan konstruksi banyak dipakai, terlebih lagi dengan semakin banyaknya
jumlah penduduk dan semakin pesatnya pembangunan mengakibatkan
volume pemakaian beton meningkat. Bahan beton mempunyai beberapa
kelebihan dibanding baja atau kayu, antara lain mudah dibentuk, material
mudah didapat, bisa dibuat ditempat pekerjaan, dan lain-lain.

Untuk mendapatkan kualitas beton yang baik maka diperlukan spesifikasi


beton yang jelas, mudah dimengerti, mudah diterapkan dan memenuhi
persyaratan teknis maupun ekonomis. Di Indonesia, banyak spesifikasi
beton yang dipakai untuk pelaksanaan prasarana wilayah, dimana tiap
spesifikasi tersebut berbeda satu sama lain, misalnya spesifikasi beton
untuk bangunan gedung yang berbeda dengan spesifikasi beton untuk
struktur jembatan. Disamping itu penerapan spesifikasi asing, yang
selama ini dilakukan menterjemahkan secara langsung, terkadang tidak
cocok dengan kondisi di Indonesia, baik kondisi linkungan, SDM maupun
SDA nya.

Dengan banyaknya spesifikasi yang berbeda-beda dapat menyebabkan


pekerjaan pelaksanaan beton yang tidak seragam dan tidak sesuai dengan
yang disyaratkan.

Teknologi beton untuk berbagai keperluan telah banyak mengalami


kemajuan seiring dengan perkembangan teknologi, sehingga perlu
penyesuaian terhadap spesifikasi yang telah ada.

Bab I Pendahuluan - 1
Dengan dasar tersebut maka suatu pengkajian tentang spesifikasi beton
khususnya untuk struktur jembatan perlu dilakukan agar mendapatkan
suatu spesifikasi beton yang tepat, seragam dan sesuai dengan kemajuan
teknologi beton untuk struktur jembatan, yang tentu saja spesifikasi beton
yang jelas, mudah dipahami, mudah diterapkan dan memenuhi
persyaratan teknis maupun ekonomis.

1.2 TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan dari kegiatan ini adalah menghasilkan spesifikasi beton untuk


jembatan yang sesuai dengan persyaratan teknis dan ekonomis serta
mudah didalam penerapannya.

Sasaran dari kegiatan ini adalah untuk memberikan “Spesifikasi Teknik


Beton untuk Struktur Jembatan”, kepada semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pekerjaan beton untuk jembatan.

1.3 LUARAN

Luaran dari kegiatan ini adalah berupa Konsep/Draft “Spesifikasi Teknik


Beton untuk Struktur Jembatan”

1.4 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kegiatan ini adalah Review Spesifikasi Buku III Seksi 7.1
mengenai Beton, yang dilakukan dengan kegiatan utamanya adalah :

? Studi literatur

? Diskusi teknik

? Survei lapangan

Format spesifikasi akan dibuat dalam dua versi, yaitu sesuai dengan
Badan Stadardisasi Nasional (BSN) dan sesuai dengan Buku III.

Bab I Pendahuluan - 2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan, maka dilakukan
kajian terhadap berbagai spesifikasi/standar yang berlaku di berbagai negara
maju serta spesifikasi yang selama ini digunakan dalam dokumen lelang di
Indonesia.

Spesifikasi/standar yang akan dipakai sebagai acuan dalam penyusunan


spesifikasi ini antara lain AASHTO, BS, ACI, dan hasil-hasil penelitian (jurnal).
Sedangkan dari dalam negeri antara lain PBI ’71, Tata Cara Perencanaan
Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Standar Perencanaan Struktur Beton
untuk Jembatan, Spesifikasi dari dokumen lelang untuk berbagai proyek di
Indonesia, jurnal dan hasil-hasil penelitian.

Beberapa hal perlu dilakukan penyesuaian dan perbaikan sesuai dengan


perkembangan teknologi beton serta disesuaikan dengan kondisi lokal di
Indonesia.

Pada spesifikasi ini akan menggunakan satuan internasional (SI), notasi dan
benda uji beton sesuai dengan SNI yang terbaru, sehingga antara SNI dengan
spesifikasi tidak akan saling bertentangan.

Bahan utama pembentuk beton adalah : semen, agregat, air dan bahan
tambahan (additive/admixture).

2.1 SEMEN

Banyak jenis semen yang dapat digunakan untuk membuat beton.


Komposisi kimiawi dari bermacam-macam jenis semen tersebut bisa
sangat berbeda. Saat ini jenis semen yang paling umum digunakan
adalah semen portlan, yaitu semen hidrolis dengan senyawa utama
kalsium silikat.

Bab II Kajian Pustaka - 3


Table 2.1 Empat Senyawa Dasar untuk Pembuatan Semen Portlan

Rumus Notasi % berat dalam


Nama Senyawa
Kimia Singkat semen
Kapur CaO C 60 – 66
Alumina Al2 O3 A 3–8
Silika SiO2 S 19 – 25
Besi Fe2O3 F 1-5

Proses pembakaran keempat senyawa dasar menghasilkan klinker semen


yang mengandung 4 senyawa utama pembentuk semen portlan,
kemudian gypsum ditambahkan untuk mencegah terjadinya pengikatan
seketika (flash-setting).

American Society for Testing and Material (ASTM) membagi semen


portlan dalam lima tipe utama.

Table 2.2 Karakteristik Hidrasi Senyawa-senyawa Utama Semen


Portlan

Tipe Semen Uraian Penggunaan

I – Normal Untuk pembuatan beton dimana sifat-sifat khusus tidak


diperlukan
II – Moderat Untuk pembuatan beton di lingkungan sulfat sedang, atau
Heat bila diinginkan panas hidrasi agak rendah dan kecepatan
pengerasan agak lambat, misalnya membuat beton massa.
III – High Early Bila diinginkan kekuatan awal tinggi, misalnya catakan
Strenght harus segera dibongkar. Panas yang dilepaskan besar, bias
untuk pembetonan di udara dingin.
IV – Low Heat Untuk pembetonan massa sangat besar. Panas hidrasinya
minimum.
V – Sulfate Bila dibutuhkan ketahanan terhadap serangan sulfat yang
Resisting hebat.

Jika semen dicampur dengan air menurut suatu perbandingan tertentu,


maka akan terbentuk pasta yang bersifat plastis dan workable (lecak)
selama beberapa jam sehingga mudah dibentuk, pelan-pelan menjadi
kaku dan tidak dapat berubah bentuk lagi, lalu mengeras dengan cepat.

Bab II Kajian Pustaka - 4


Waktu yang dibutuhkan untuk mengubah semen dari bentuk cair menjadi
keras disebut waktu pengikatan (setting time).

Semen yang digunakan harus memenuhi ketentuan berikut ini sesuai


dengan jenis semennya :

1) SNI 15-2049-1994 : “Semen Portland”

2) “Spesifikasi Semen Blended Hidrolis” (ASTM C 595), kecuali tipe S


dan SA yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama
struktur beto.

3) “Spesifikasi Semen Hidrolis Ekspansif” ( ASTM C 845)

Semen yang digunakan pada pekerjaan konstruksi harus sesuai dengan


semen yang digunakan pada perancangan campuran/perhitungan.

Semen harus disimpan sedemikian rupa untuk mencegah kerusakan, atau


intrusi bahan yang mengganggu. Bila semen telah terganggu atau
terkontaminasi maka tidak boleh digunakan untuk pembuatan beton.

2.2 AGREGAT

Berdasarkan berat jenisnya, agregat dibedakan atas agregat berat (heavy


weight), agregat normal (normal weight), dan agregat ringan (lightweight).
Kepadatan yang berbeda dari setiap jenis agregat ini dapat dimanfaatkan
untuk membuat beton dengan berat isi beton yang berbeda.

Table 2.3 Klasifikasi Kepadatan Agregat Beton

Berat Volume Berat Volume Kekuatan


Kategori dry-rodded Beton Beton Penggunaaan
(kg/m 3) (kg/m3) (MPa)
Ultra < 500 300 – 1100 <7 Beton isolasi
Ringan
Ringan 500 – 800 1100 – 1600 7 – 14 Pasangan batu
Ringan 650 – 1100 1450 – 1900 17 – 35 Struktural
Struktural
Normal 1100 – 1750 2100 – 1550 20 – 40 Struktural
Berat > 2100 2900 – 6100 20 - 40 Pelindung radiasi

Bab II Kajian Pustaka - 5


Agregat untuk beton harus memenuhi ketentuan berikut sesuai dengan
jenis agregatnya :

1) “Spesifikasi agregat untuk beton” ( ASTM C 33).

2) SNI-03-2461-1991 Spesifikasi agregat ringan untuk beton struktur.

Ukuran maksimum nominal agregat kasar harus tidak melebihi :

1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakanan, atau

2) 1/3 ketebalan pelat lantai,

3) 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat,


bundel tulangan, atau tendon-tendon pratekan atau selongsong-
selongsong.

2.3 AIR

Air diperlukan untuk proses hidrasi semen dalam campuran beton. Selain
itu air juga diperlukan untuk kemudahan pengerjaan beton segar.
Perbandingan berat air dan semen (rasio w/c) sangat mempengaruhi kuat
tekan beton. Makin besar w/c maka adukan beton semakin encer, tetapi
akan menurunkan kuat tekan beton.

Air yang digunakan untuk campuran, perawatan, atau pemakaian lainnya


harus bersih, dan bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak,
garam, asam, basa, gula atau organis serta bahan-bahan lain yang
merugikan terhadap beton atau tulangan.

Bab II Kajian Pustaka - 6


Tabel 2.4 Tingkat toleransi bahan-bahan yang terkandung di dalam air
pencampur beton
Jenis Bahan Dalam Konsentrasi Keterangan
Air Maksimum (ppm)
Bahan tak larut 2000 Silt, lempung, bahan organik
Ganggang 500 – 1000 Gelembung udara
Karbonat 1000 Mempercepat pengikatan
Bikarbonat 400 – 100 400 ppm jika bikarbonat Ca, Mg
Sodium sulfat 10000 Meningkatkan kekuatan awal,
Magnesium sulfat 40000 tapi menurunkan kekuatan akhir
Sodium chlorida 20000 Mempercepat pengikatan,
Calcium chlorida 50000 mempertinggi kekuatan awal,
Magnesium 40000 dan menurunkan kekuatan
chlorida batas
Garam -garam besi 40000
Fosfat, arsenat, 500 Memperlambat pengikatan
borat
Garam -garam Zn, 500 Memperlambat pengikatan
Cu, Pb, Mn, dan Sn
Asam anorganik 10000 PH minimal 3.0
Sodium hidroksida 500
Sodium sulfida 100 Beton harus diuji
Gula 500 Mempengaruhi perilaku setting

2.4 BAHAN TAMBAHAN (ADMIXTURES )

Bahan tambahan (admixtures ) yang ditambahkan pada adukan beton


dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja beton segar dan/at au beton
keras.

ASTM C494-92 Standard Specification for Chemical Admixtures for


Concrete, membagi admixtures kimia untuk campuran beton beton atas
tujuh tipe, yaitu :

? Tipe A : Water reducing admixtures.

Untuk mengurangi jumlah air pencampur beton.


? Tipe B : Retarding admixtures.
Untuk memperlambat pengikatan beton.
? Tipe C : Accelerating admixtures.

Bab II Kajian Pustaka - 7


Untuk mempercepat pengikatan beton dan pengembangan kekuatan
awal beton.
? Tipe D : Water reducing and retarding admixtures
Untuk mengurangi jumlah air pencampur dan memperlambat waktu
pengikatan.
? Tipe E : Water reducing and accelerating admixtures.
Untuk mengurangi jumlah air pencampur dan mempercepat waktu
pengikatan.
? Tipe F : Water reducing, high range admixtures.
Untuk mengurangi jumlah air pencampur sebanyak lebih dari 12%
kebutuhan air.
? Tipe G : Water reducing, high range and retarding admixtures.
Untuk mengurangi jumlah air pencampur sebanyak lebih dari 12%
kebutuhan air dan memperlambat waktu pengikatan.

Bab II Kajian Pustaka - 8


BAB III

METODOLOGI

Untuk mencapai sasaran yang hendak dicapai dalam kegiatan ini, beberapa
tahap pencapaian akan dibuat sebagai berikut :

? Pengumpulan data primer dan sekunder terhadap spesifikasi yang


selama ini digunakan,

? Analisa dan Evaluasi terhadap data,

? Penyusunan draft materi

? Rapat Teknik dan Diskusi Teknik, dilakukan untuk mendapatkan


masukan dari para stake holder.

Program kerja secara keseluruhan yang akan dilakukan dalam kegiatan ini
adalah sebagai berikut :

a. Persiapan/Studi Literatur

? Penelusuran ilmiah dari spesifikasi dan standar dari negara lain


(AASHTO, BS, ACI) dan hasil-hasil penelitian (jurnal).

? Penelusuran ilmiah dari spesifikasi dan standar dalam negeri (PBI


’71, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung, Standar Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan.

? Spesifikasi dari dokumen lelang untuk berbagai proyek di Indonesia


(proyek dari dana APBN, APBD, LOAN, dan swasta), dan hasil-hasil
penelitian.

? Mempelajari kaidah-kaidah dan pertimbangan teknik yang berlaku


secara nasional maupun internasional dalam hal spesifikasi beton,
untuk dipertimbangkan dalam penyiapan dan penyusunan materi.

? Penyusunan Research Plan

Bab III Metodologi - 9


b. Koordinasi dengan nara sumber

? Melakukan pertemuan dengan para nara sumber terkait untuk


mendapatkan usulan atau masukan yang diperlukan dalam
pembuatan konsep materi.

? Nara sumber meliputi : Dirjen. Prasarana Wilayah, Dinas PU


Propinsi/Kabupaten/Kotamadya, Perguruan Tinggi, Peneliti,
Konsultan, Kontraktor dan perusahaan beton (ready mix).

c. Survey Lapangan

? Melakukan kunjungan ke proyek yang sedang berjalan (proyek


dengan dana APBN, APBD, loan dan swasta) untuk melihat secara
langsung penerapan spesifikasi dari dokumen lelang pada
pelaksanaan pekerjaan beton.

? Mendapatkan spesifikasi beton dari dokumen lelang untuk berbagai


jenis proyek di atas.

? Survey lapangan dilakukan di Bandung, Jakarta, Semarang,


Surabaya, dan Yogyakarta.

d. Penyusunan konsep draft spesifikasi beton untuk struktur jembatan.

? Pendalaman lingkup kegiatan dan metodologi

? Pendalaman ilmiah terhadap spesifikasi beton yang ada diberbagai


buku dokumen lelang, spesifikasi asing dan SNI.

? Penyusunan konsep materi draft spesifikasi

? Rapat teknik intern gugus kerja bidang Jembatan dan Bangunan


Pelengkap Jalan

? Evaluasi dan perbaikan materi

? Rapat teknik I dengan para nara sumber

? Evaluasi dan perbaikan materi

Bab III Metodologi - 10


e. Diskusi teknik

? Diskusi Teknik, dilakukan dengan melibatkan para nara sumber


dengan peserta yang diperluas (Dirjen. Prasarana Wilayah, Dinas
PU Propinsi/Kabupaten/Kotamadya, Perguruan Tinggi, Peneliti,
Konsultan, Kontraktor dan perusahaan beton ready mix).

? Evaluasi dan perbaikan materi hasil Diskusi Teknik, dan format


penulisan disesuaikan dengan tata cara penulisan yang berlaku

f. Presentasi

Presentasi dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali yang dihadiri oleh semua


anggota tim litbang, staf Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan
dan beberapa undangan balai lain di lingkungan Puslitbang Prasarana
Transportasi.

Presentasi tersebut antara lain :

? Presentasi Laporan Pendahuluan (Inception Report)

? Presentasi Interim Report

? Presentasi Final Report

g. Pelaporan

? Laporan Pendahuluan (Inception Report), yang berisi tentang latar


belakang, maksud & tujuan, serta rencana kegiatan (research plan)

? Laporan Triwulan, yang berisi progress kegiatan per 3 bulanan yang


secara umum bersifat administratif

? Interim Report, yang berisi progress kegiatan tengah tahunan yang


bersifat substansial

? Final Report, yang berisi hasil semua kegiatan, yang disamping


laporan akhir, terlampir juga “Draft Spesifikasi Teknik Beton untuk
Jembatan”.

Bab III Metodologi - 11


BAB IV

HASIL LITBANG

4.1. KEGIATAN -KEGIATAN STUDI

Kegiatan utama dalam penelitian ini sebagaimana dalam metodologi


adalah melakukan rapat nara sumber, rapat teknik dan diskusi teknik yang
intensif dengan para tenaga ahli dan praktisi dibidang spesifikasi beton,
baik di lingkungan Departemen Kimpraswil maupun para stake holder
antara lain Dinas PU Propinsi/Kabupaten/Kota, Konsultan, Kontraktor dan
Perusahaan beton (Ready mix).

4.2. HASIL LITBANG

Hasil dari kegiatan litbang ini adalah berupa “Spesifikasi Teknik Beton
untuk Struktur Jembatan” yang disusun dengan dua versi format yaitu
format Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan format Dokumen Lelang
Buku III, yang secara lengkap disajikan dalam Lampiran.

Beberapa hal perlu dilakukan penyesuaian dan perbaikan sesuai dengan


perkembangan teknologi beton serta disesuaikan dengan kondisi lokal di
Indonesia.

1. Mutu Beton

Semakin berkembangnya mutu beton yang bisa diproduksi dewasa


ini, maka batasan kuat tekan beton dinaikkan menjadi fc’ = 65 MPa
atau setara dengan K-800, sehingga penggunaan beton mutu tinggi
bisa lebih leluasa digunakan dalam berbagai elemen struktur
jembatan.

Penggunaan notasi kuat tekan beton disesuaikan dengan SNI yang


berlaku dan ACI serta standar-standar terbaru, yaitu dengan
menggunakan fc’ meskipun notasi K juga masih disajikan

Bab IV Hasil Litbang - 12


berdampingan, hal ini untuk memudahkan dalam pengaplikasiannya
khususnya untuk di daerah.

Penggunaan mutu beton untuk jenis struktur juga dilakukan


perubahan yang lebih fleksibel penggunaannya.

Perubahan ini bisa dilihat dalam Lampiran A pasal 7.1.1.1).c).

2. Standar Rujukan

Standar rujukan diganti dengan SNI terbaru dan AASHTO/ASTM,


sehingga akan memudahkan dalam pengujian terhadap hal-hal yang
dispesifikasikan.

3. Pengajuan Kesiapan Kerja

Dalam pengajuan kesiapan kerja ini, khususnya pas al 7.1.1.7).e)


ditambahkan dengan pengaturan tentang metode pengecoran,
kapasitas peralatan yang digunakan, tanggung jawab personil dan
jadwal pelaksanaan.

4. Penyimpanan dan Perlindungang Bahan

Dalam pasal 7.1.1.8) ini dilengkapi dengan cara penumpukan semen,


batas waktu penyimpanan semen, dan penyimpanan agregat yang
benar.

5. Kondisi Tempat Kerja

Dalam pasal 7.1.1.8) ini dilengkapi dengan grafik untuk menghitung


tingkat penguapan, sehingga bisa ditentukan besarnya tingkat
penguapan yang terjadi.

6. Bahan

Bahan semen yang digunakan mengacu SNI 15-2049-1994 dan


batasan mengenai penggunaan bahan tambahan untuk
menghasilkan gelembung udara sebesar 5%, ditambahkan dalam
pasal 7.1.2.1) ini.

Bab IV Hasil Litbang - 13


Sifat-sifat agregat sebagaimana pasal 7.1.2.4) dilengkapi dengan
batas-batas yang diijinkan terhadap bahan organik yang terkandung
dalam agregat sesuai dengan SNI yang berlaku, hal ini dapat dilihat
sebagaimana Tabel 7.1.2(2).

Bahan batu untuk beton siklop dalam spesifikasi yang baru ini
dibatasi ukurannya, yaitu tidak boleh lebih dari 25 cm.

Dalam pasal ini ditambahkan satu butir yaitu butir 6) yang


menjelaskan mengenai cara pengambilan contoh bahan.

benar.

7. Rancangan Campuran

Dalam pasal 7.1.3.1) ini didalam penentuan pedoman awal untuk


perkiraan proporsi takaran campuran, dibagi menjadi tiga jenis beton
yaitu beton mutu tinggi, mutu sedang dan mutu rendah, dengan
batasan kuat tekan beton hingga fc’ 65 atau setara dengan K-800.

8. Penyesuaian Campuran

Dalam pasal ini khususnya 7.1.3.4).d) dilengkapi dengan bahan


tambahan yang bisa dipakai untuk meningkatkan kinerja beton, baik
kinerja beton segar maupun kinerja beton keras.

9. Penakaran Agregat

Dalam pasal 7.1.3.5) ini penakaran bahan beton dilakukan dengan


berat, tapi untuk beton fc’ ? 20 Mpa diijinkan ditakar menurut volume
sesuai SNI 03-3976-1995.

Dalam pasal ini ditambahkan satu butir lagi yaitu butir c), yang isinya
mengenai persyaratan kalibrasi terhadap peralatan yang digunakan
untuk penakaran.

10. Pencampuran

Dalam pasal 7.1.3.6).c) ini ditambahkan cara pencampuran bahan


beton secara jelas dan mudah dipahami.

Bab IV Hasil Litbang - 14


11. Penyiapan Tempat Kerja

Dalam pasal 7.1.4.1) ini ditambahkan satu butir lagi yaitu butir g)
yang isinya mengenai kepastian agar lokasi pengecoran terbebas
dari pengaruh air hujan, air pasang dan air tanah.

12. Pengecoran

Dalam pasal 7.1.4.3).a) ini ditambahkan mengenai pemberitahuan


tertulis apabila akan melanjutkan pengecoran bilamana pengecoran
beton telah ditunda lebih dari 6 jam, hal ini terkait dengan masa
setting beton yang telah terlewati.

Dalam pasal 7.1.4.3).h) mengenai tinggi jat uh bebas beton


ditambahkan beberapa hal penting kaitannya dengan beton tremi,
antara lain mengenai persyaratan slump, kelecakan, masa setting
dan campuran percobaan dengan bahan tambahan (retarder).

Pada pasal ini juga ditambahkan satu butir l) yang isinya mengenai
pengecoran menggunakan pompa beton dari Ready Mix, harus
memperhatikan mengenai kapasitas, daya pemompaan, dan
kelecakan beton.

13. Pemadatan

Dalam pasal 7.1.4.5).e) dihilangkan karena sudah tertuang dalam


butir d) dan f). Sedangkan butir f) dilengkapai dengan cara
penggunaan alat penggetar khususnya jarak dan posisi alat
penggetar terhadap dasar acuan.

Tabel 7.1.4(5) mengenai jumlah minimum alat penggetar mekanis


dari dalam juga dilengkapi untuk kecepatan pengecoran lebih dari 20
m3/jam.

14. Beton Siklop

Dalam pasal 7.1.4.6) ini ditambahkan batasan penggunaan ukuran


batu pecah untuk beton siklop maksimum 25 cm.

Bab IV Hasil Litbang - 15


15. Perawatan dengan Pembasahan

Dalam pasal 7.1.5.4).b) disempurnakan mengenai waktu perawatan


dari 3 hari menjadi 7 hari.

16. Pengujian untuk Kelecakan

Dalam pasal 7.1.6.1) ditambahkan penekanan mengenai slump yang


diukur merupakan slump yang tidak mengubah komposisi campuran
yang disepakati sebelumnya.

17. Pengujian Kuat Tekan

Dalam pasal 7.1.6.2) dirombak secara keseluruhan sesuai dengan


SNI Standar Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan, dan juga
sesuai dengan ACI. Perubahan secara detail sebagaimana dalam
Lampiran A.

18. Pengujian Tambahan

Dalam pasal 7.1.6.3).a) mengenai penggunaan peralatan pengujian


tidak merusak disesuaikan dengan peralatan yang ada saat ini, yaitu
seperti Impact Echo, UPV dan peralatan lainnya.

Disamping beberapa perbaikan mendasar sebagaimana tersebut di atas,


juga dilakukan perbaikan redaksional sehingga mudah dipahami dan
dimengerti.

Bab IV Hasil Litbang - 16


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. KESIMPULAN

Dari hasil kajian sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dan hasil
Rapat Teknik serta Diskusi Teknik yang telah dilakukan, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Benda uji yang digunakan dalam spesifikasi ini didasarkan atas benda
uji silinder, namun demikian diberikan juga konversi untuk benda uji
kubus.

2. Pembahasan materi telah dilakukan secara intensif oleh para Nara


Sumber dari Gugus Kerja Bidang Jembatan dan Bangunan Pelengkap
Jalan, dan telah mendapat kesepakatan bersama bahwa “Spesifikasi
Teknik Beton untuk Struktur Jembatan” merupakan RSNI-1, dan dapat
dilanjutkan kedalam forum yang lebih tinggi yaitu Prakonsensus/
Konsensus (RSNI-2/3).

3. “Spesifikasi Teknik Beton untuk Struktur Jembatan Spesifikasi”


disusun dalam dua format, yaitu format Badan Standarisasi Nasional
(BSN) dan format Spesifikasi Buku III.

4.2. SARAN

Dari kesimpulan di atas, disarankan agar “Spesifikasi Teknik Beton untuk


Struktur Jembatan” ini dapat segera dilakukan Prakonsensus/Konsensus
sehingga pada akhir tahun 2004 telah diproses menjadi SNI.

Bab V Kesimpulan dan Saran - 17


LAMPIRAN
LAMPIRAN A

HASIL PEMBAHASAN

Lampiran
DIVISI 7

STRUKTUR

SEKSI 7.1

BETON

7.1.1 UMUM

1) Uraian

a) Pekerjaan yang disyaratkan dalam Seksi ini harus mencakup pelaksanaan seluruh
struktur beton, termasuk tulangan, struktur pracetak dan komposit, sesuai dengan
Spesifikasi dan sesuai dengan garis, elevasi, kelandaian dan dimensi yang
ditunjukkan dalam Gambar, dan sebagaimana yang diperlukan oleh Direksi
Pekerjaan.
Pekerjaan yang disyaratkan dalam Seksi ini mencakup pelaksanaan seluruh struktur
beton bertulang, beton tanpa tulangan, beton prategang, beton pracetak dan beton
untuk struktur baja komposit, sesuai dengan Spesifikasi dan Gambar Rencana yang
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

b) Pekerjaan ini harus meliputi pula penyiapan tempat kerja untuk pengecoran beton,
pemeliharaan pondasi, pengadaan lantai kerja, pemompaan atau tindakan lain untuk
mempertahankan agar pondasi tetap kering.
Pekerjaan ini meliputi pula penyiapan tempat kerja untuk pengecoran beton,
pengadaan penutup beton, lantai kerja dan pemeliharaan pondasi seperti
pemompaan atau tindakan lain untuk mempertahankan agar pondasi tetap kering.

c) Mutu beton yang akan digunakan pada masing-masing bagian dari pekerjaan dalam
Kontrak haruslah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar atau Seksi lain yang
berhubungan dengan Spesifika si ini, atau sebagaimana diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan. Beton yang digunakan dalam Kontrak ini haruslah mutu beton berikut ini
:

K600 : digunakan untuk tiang pancang beton pratekan bulat


K500 : digunakan untuk beton pratekan pada gelagar jembatan dan tiang
pancang beton pratekan persegi.
K400 : Digunakan untuk beton pratekan pada balok berongga (hollow
beam) dan tiang pancang pracetak beton bertulang.
K350 : digunakan untuk diafragma, lantai jembatan, gelagar beton bertu-
lang seperti yang ditunjukkan dalam Gambar.
K300 : digunakan untuk gorong-gorong pipa beton bertulang dan kerb
beton pacetak.
K250 : digunakan untuk struktur beton bertulang seperti gorong-gorong
persegi, gorong-gorong pelat, struktur bangunan bawah.
K175 : digunakan untuk struktur beton tanpa tulangan seperti trotoar dan
pasangan batu kosong yang diisi adukan, pasangan batu.
Beton Siklop K175 : sebagai pengisi pondasi sumuran.
K125 : digunakan sebagai lantai kerja, penimbunan kembali dengan beton.

1
Mutu beton yang digunakan pada masing-masing bagian dari pekerjaan dalam
Kontrak harus seperti yang ditunjukkan dalam Gambar Rencana atau Seksi lain yang
berhubungan dengan Spesifikasi ini, atau sebagaimana diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan. Penggunaan mutu beton yang tidak tercakup dalam Tabel 7.1.1-1 ini,
harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Beton yang digunakan dalam Kontrak ini
harus mempunyai mutu beton sebagai berikut:

Tabel 7.1.1-1 Mutu Beton dan Penggunaan


Jenis fc’ ? bk’
Beton (MPa) (Kg/cm2 ) Uraian

Mutu 35 – 65 K400 – Umumnya digunakan untuk beton


tinggi K800 prategang seperti tiang pancang beton
prategang, gelagar beton prategang,
pelat beton prategang dan sejenisnya.
Mutu 20 – <35 K250 – Umumnya digunakan untuk beton
sedang < K400 bertulang seperti pelat lantai
jembatan, gelagar beton bertulang,
diafragma, kerb beton pracetak,
gorong -gorong beton bertulang,
bangunan bawah jembatan.
Mutu 15 – <20 K175 – Umumya digunakan untuk struktur
rendah < K250 beton tanpa tulangan seperti beton
siklop, trotoar dan pasangan batu
kosong yang diisi adukan, pasangan
batu.
10 – <15 K125 – digunakan sebagai lantai kerja,
< K175 penimbunan kembali dengan beton.

d) Syarat dari PBI NI-2 1971 harus diterapkan sepenuhnya pada semua pekerjaan beton
yang dilaksanakan dalam Kontrak ini, kecuali bila terdapat pertentangan dengan
ketentuan dalam Spesifikasi ini, dalam hal ini ketentuan dalam Spesi-fikasi ini yang
harus dipakai.

2) Penerbitan Detil Pelaksanaan

Detil pelaksanaan untuk pekerjaan beton yang tidak disertakan dalam Dokumen Kontrak
pada saat pelelangan akan diterbitkan oleh Direksi Pekerjaan setelah peninjauan rancangan
awal telah selesai dilaksanakan sesuai dengan Seksi 1.9 dari Spesifikasi ini.
Detail pelaksanaan untuk pekerjaan beton yang tidak disertakan dalam Dokumen Kontrak
pada saat pelelangan akan diterbitkan oleh Direksi Pekerjaan setelah peninjauan rancangan
awal selesai dilaksanakan sesuai dengan Seksi 1.9 dari Spesifikasi ini.

3) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

a) Pemeliharaan Lalu Lintas : Seksi 1.8


b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
c) Pasangan batu dengan mortar : Seksi 2.2
d) Gorong-gorong dan Drainase Beton : Seksi 2.3
e) Drainase Porous : Seksi 2.4

2
f) Excavation : Seksi 3.1
g) Timbunan : Seksi 3.2
h) Baja Tulangan : Seksi 7.3
i) Adukan Semen : Seksi 7.8
j) Pembongkaran Struktur : Seksi 7.15
Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

a) Pemeliharaan Lalu Lintas : Seksi 1.8


b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
c) Pasangan Batu dengan Mortar : Seksi 2.2
d) Gorong-gorong dan Drainase Beton : Seksi 2.3
e) Drainase Porous : Seksi 2.4
f) Galian : Seksi 3.1
g) Timbunan : Seksi 3.2
h) Beton Prategang : Seksi 7.2
i) Baja Tulangan : Seksi 7.3
j) Adukan Semen : Seksi 7.8
k) Pembongkaran Struktur : Seksi 7.15

4) Jaminan Mutu

Mutu bahan yang dipasok dari campuran yang dihasilkan dan cara kerja serta hasil akhir
harus dipantau dan dikendalikan seperti yang disyaratkan dalam Standar Rujukan dalam
Pasal 7.1.1.(6) di bawah ini.
Mutu bahan, mutu campuran, cara kerja, proses dan hasil akhir harus dipantau dan
dikendalikan seperti yang disyaratkan dalam Standar Rujukan dalam Pasal 7.1.1.(6).

5) Toleransi

a) Toleransi Dimensi :

? Panjang keseluruhan sampai dengan 6 m. + 5 mm


? Panjang keseluruhan lebih dari 6 m + 15 mm
? Panjang balok, pelat dek, kolom dinding, atau antara
kepala jembatan - 0 dan + 10 mm

b) Toleransi Bentuk :

? Persegi (selisih dalam panjang diagonal) 10 mm


? Kelurusan atau lengkungan (penyimpangan dari garis
yang dimaksud) untuk panjang s/d 3 m 12 mm
? Kelurusan atau lengkungan untuk panjang 3 m - 6 m 15 mm
? Kelurusan atau lengkungan untuk panjang > 6 m 20 mm

c) Toleransi Kedudukan (dari titik patokan) :

? Kedudukan kolom pra-cetak dari rencana ± 10 mm


? Kedudukan permukaan horizontal dari rencana ± 10 mm
? Kedudukan permukaan vertikal dari rencana ± 20 mm

3
d) Toleransi Alinyemen Vertikal :

Penyimpangan ketegakan kolom dan dinding ± 10 mm

e) Toleransi Ketinggian (elevasi) :

? Puncak lantai kerja di bawah pondasi ± 10 mm


? Puncak lantai kerja di bawah pelat injak ± 10 mm
? Puncak kolom, tembok kepala, balok melintang ± 10 mm

f) Toleransi Alinyemen Horisontal : 10 mm dalam 4 m panjang mendatar.

g) Toleransi untuk Penutup / Selimut Beton Tulangan :

? Selimut beton sampai 3 cm 0 dan + 5 mm


? Selimut beton 3 cm - 5 cm - 0 dan + 10 mm
? Selimut beton 5 cm - 10 cm ± 10 mm

Toleransi untuk beton pracetak

a) Toleransi Dimensi :

? Panjang keseluruhan sampai dengan 6 m. + 5 mm


? Panjang keseluruhan lebih dari 6 m + 15 mm
? Panjang balok, pelat lantai jembatan, kolom dinding. + 10 mm

b) Toleransi Bentuk :

? Persegi (selisih dalam panjang diagonal) 10 mm


? Kelurusan atau lengkungan (penyimpangan dari garis
yang dimaksud) untuk panjang s/d 3 m. 12 mm
? Kelurusan atau lengkungan untuk panjang 3 m - 6 m 15 mm
? Kelurusan atau lengkungan untuk panjang > 6 m 20 mm

c) Toleransi Kedudukan (dari titik patokan) :

? Kedudukan kolom pra-cetak dari rencana ± 10 mm


? Kedudukan permukaan horizontal dari rencana ± 10 mm
? Kedudukan permukaan vertikal dari rencana ± 20 mm

d) Toleransi Alinyemen Vertikal :

Penyimpangan ketegakan kolom dan dinding ± 10 mm

e) Toleransi Ketinggian (elevasi) :

? Puncak lantai kerja di bawah pondasi ± 10 mm


? Puncak lantai kerja di bawah pelat injak ± 10 mm
? Puncak kolom, tembok kepala, ballk melintang ± 10 mm

4
f) Toleransi Alinyemen Horisontal : 10 mm dalam 4 m panjang mendatar.

g) Toleransi untuk Penutup / Selimut Beton Tulangan :

? Selimut beton sampai 3 cm + 5 mm


? Selimut beton 3 cm - 5 cm + 10 mm
? Selimut beton 5 cm – 10 cm + 10 mm

6) Standar Rujukan

Standar Industri Indonesia (SII) :

SII-13-1977 : Semen Portland.


(AASHTO M85 - 75)

Standar Nasional Indonesia (SNI) :

PBI 1971 : Peraturan Beton Bertulang Indonesia NI-2.


SK SNI M-02-1994-03 : Metode Pengujian Jumlah bahan Dalam Agregat Yang
(AASHTO T11 - 90) Lolos Saringan No.200 (0,075 mm).
SNI 03-2816-1992 : Metode Pengujian Kotoran Organik Dalam Pasir untuk
(AASHTO T21 - 87) Campuran Mortar dan Beton.
SNI 03-1974-1990 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
(AASHTO T22 - 90)
Pd M-16-1996-03 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di
(AASHTO T23 - 90) Lapangan.
SNI 03-1968-1990 : Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Ha-
(AASHTO T27 - 88) lus dan Kasar.
SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los
(AASHTO T96 - 87) Angeles.
SNI 03-3407-1994 : Metode Pengujian Sifat Kekekalan Bentuk Agregat Ter-
(AASHTO T104 - 86) hadap Larutan Natrium Sulfat dan Magnesium Sulfat.
SK SNI M-01-1994-03 : Metode Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-butir
(AASHTO T112 - 87) Mudah Pecah Dalam Agregat.
SNI 03-2493-1991 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di
(AASHTO T126 - 90) Laboratorium.
SNI 03-2458-1991 : Metode Pengambilan Contoh Untuk Campuran Beton
(AASHTO T141 - 84) Segar.

AASHTO :

AASHTO T26 - 79 : Quality of Water to be used in Concrete.


Standar Rujukan

Standar Nasional Indonesia (SNI) :

SNI 03 -1968-1990 : Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Ha-


lus dan Kasar.
SNI 03 -1972-1990 : Metode Pengujian Slump Beton
SNI 03 -1973-1990 : Metoda Pengujian Berat isi Beton
SNI 03 -1974-1990 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.

5
SNI 03 -2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los
Angeles.
SNI 03 -2458-1991 : Metode Pengambilan Contoh Untuk Campuran Beton
Segar.
SNI 03 -2491-1991 : Metode Pengujian Kuat Tarik -Belah Beton
SNI 03 -2492-1991 : Metode Pengambilan Contoh Benda Uji Beton Inti
SNI 03 -2493-1991 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di
Laboratorium.
SNI 03 -2495-1991 : Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton
SNI 03 -2816-1992 : Metode Pengujian Kotoran Organik Dalam Pasir untuk
Campuran Mortar dan Beton.
SNI 03 -2834-1992 : Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton
Normal.
SNI 15 -2049-1994 : Semen Portland
SNI 03 -3403-1994 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran
SNI 03 -3407-1994 : Metode Pengujian Sifat Kekekalan Bentuk Agregat Ter-
hadap Larutan Natrium Sulfat dan Magnesium Sulfat.
SNI 03 -3418-1994 : Metode Pengujian Kandungan Udara Pada Beton Segar
SNI 03 -4141-1996 : Metode Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-butir
Mudah Pecah Dalam Agregat.
SNI 03 -4142-1996 : Metode Pengujian Jumlah bahan Dalam Agregat Yang
Lolos Saringan No.200 (0,075 mm).
SNI 03 -4156-1996 : Metode Pengujian Bliding dari Beton Segar
SNI 03 -4433-1997 : Spesifikasi Beton Siap Pakai
SNI 03 -4806-1998 : Metode Pengujian Kadar Semen Portland dalam Beton
Segar dengan Cara Titradi Volumetri
SNI 03 -4807-1998 : Metode Pengujian untuk Menentukan Suhu Beton Segar
Semen Portland
SNI 03 -4808-1998 : Metode Pengujian Kadar Air dalam Beton Segar Dengan
Cara Titrasi Volumetri
SNI 03 -4810-1998 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di
Lapangan.

AASHTO, ASTM,ACI

AASHTO T26 – 79 : Quality of Water to be used in Concrete.


ASTM A 416 -90a : Uncoated Seven-wire Stress-Relieved Strand for
Prestressed Concrete
ASTM A 421 -91 : Uncoated Stress-Relieved Wire for Prestressed Concrete
ASTM A 722 : Uncoated High-Strength Steel Bar for prestressed
Concrete
ASTM C 494 : Water Reducing, Retarding, Accelarating, High Range
Water Reducing
ASTM C 618 : Pozzolans, Fly Ash and Other Mineral Admixtures
ASTM C 989 : Ground Granulated Blast Furnace Slag
ACI 305.R-77 : Hot Weather Concreting

6
7) Pengajuan Kesiapan Kerja

a) Kontraktor harus mengirimkan contoh dari seluruh bahan yang hendak digunakan
dengan data pengujian yang memenuhi seluruh sifat bahan yang disyaratkan dalam
Pasal 7.1.2 dari Spesifikasi ini.
Kontraktor harus mengirimkan contoh dari semua bahan yang akan digunakan dan
dilengkapi dengan data pengujian yang memenuhi seluruh sifat bahan sesuai Pasal
7.1.2 dari Spesifikasi ini.

b) Kontraktor harus mengirimkan rancangan campuran untuk masing-masing mutu


beton yang diusulkan untuk digunakan 30 hari sebelum pekerjaan pengecoran beton
dimulai.
Kontraktor harus mengirimkan rancangan campuran untuk masing -masing mutu
beton yang akan digunakan, 30 hari sebelum pekerjaan pengecoran beton dimulai.

c) Kontraktor harus segera menyerahkan secara tertulis hasil dari seluruh peng-ujian
pengendalian mutu yang disyaratkan sedemikian hingga data tersebut selalu tersedia
atau bila diperlukan oleh Direksi Pekerjaan.

Pengujian kuat tekan beton yang harus dilaksanakan minimum meliputi peng-ujian
kuat tekan beton yang berumur 3 hari, 7 hari, 14 hari, dan 28 hari setelah tanggal
pencampuran.
Kontraktor harus menyerahkan secara tertulis seluruh hasil pengujian pengendalian
mutu sesuai dengan ketentuan kepada Direksi Pekerjaan sehingga data tersebut
selalu tersedia apabila diperlukan.

Pengujian kuat tekan beton yang harus dilaksanakan pada umur 3 hari, 7 hari, 14
hari, dan 28 hari setelah tanggal pencampuran.

d) Kontraktor harus mengirim Gambar detil untuk seluruh perancah yang akan
digunakan, dan harus memperoleh persetujuan dari Direksi Pekerjaan sebelum setiap
pekerjaan perancah dimulai.
Kontraktor harus mengirimkan gambar detail dan perhitungan terinci untuk seluruh
perancah yang akan digunakan, dan harus memperoleh persetujuan dari Direksi
Pekerjaan sebelum setiap pekerjaan perancah dimulai.

e) Kontraktor harus memberitahu Direksi Pekerjaan secara tertulis paling sedikit 24 jam
sebelum tanggal rencana mulai melakukan pencampuran atau pengecoran setiap
jenis beton, seperti yang disyaratkan dalam Pasal 7.1.4.(1) di bawah.
Kontraktor harus memberitahu Direksi Pekerjaan secara tertulis mengenai rencana
pelaksanaan pencampuran atau pengecoran setiap jenis beton untuk mendapatkan
persetujuannya paling sedikit 24 jam sebelum tanggal pelaksanaan, seperti yang
disyaratkan dalam Pasal 7.1.4.(1) disertai dengan metode pengecoran, kapasitas
peralatan yang digunakan, tanggung jawab personil dan jadwal pelaksanaannya.

8) Penyimpanan dan Perlindungan Bahan

Untuk penyimpanan semen, Kontraktor harus menyediakan tempat yang tahan cuaca yang
kedap udara dan mempunyai lantai kayu yang lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dan
ditutup dengan lembar polyethylene (plastik). Sepanjang waktu, tumpukan kantung semen
harus ditutup dengan lembar plastik.

7
a) Untuk penyimpanan semen, Kontraktor harus menyediakan tempat yang terlindung dari
perubahan cuaca dan diletakkan di atas lantai kayu dengan ketinggian tidak kurang dari
30 cm dari permukaan tanah serta ditutup dengan lembaran plastik (polyethylene)
selama penyimpanan dan tidak lebih dari 3 bulan sejak disimpan dalam tempat
penyimpanan di lokasi pekerjaan.

b) Kontraktor harus menjaga kondisi tempat kerja terutama tempat penyimpanan agregat,
agar terlindung dan tidak langsung terkena sinar matahari dan hujan sepanjang waktu
pengecoran.

Penyimpanan agregat harus dilakukan sedemikian rupa sehingga jenis agregat atau ukuran
yang berbeda tidak tercampur.

9) Kondisi Tempat Kerja

Kontraktor harus menjaga temperatur semua bahan, terutama agregat kasar, dengan
temperatur pada tingkat yang serendah mungkin dan harus dijaga agar selalu di bawah 30 oC
sepanjang waktu pengecoran. Sebagai tambahan, Kontraktor tidak boleh melaku-kan
pengecoran bilamana :

a) Tingkat penguapan melampaui 1,0 kg / m2 / jam.

b) Lengas nisbi dari udara kurang dari 40 %.

c) Tidak diijinkan oleh Direksi Pekerjaan, selama turun hujan atau bila udara penuh
debu atau tercemar.

Setiap pelak sanaan pengecoran beton harus terlindung dari sinar matahari secara langsung.
Sebagai tambahan, Kontraktor tidak boleh melakukan pengecoran bilamana:

a) Tingkat penguapan melampaui 1,0 kg / m2 / jam. Gambar 7.2.1-1 adalah Grafik yang
menjelaskan tingkat penguapan pada permukaan beton..

b) Selama turun hujan atau bila udara penuh debu atau tercemar.

10) Perbaikan Atas Pekerjaan Beton Yang Tidak Memenuhi Ketentuan

a) Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi kriteria toleransi yang
disyaratkan dala m Pasal 7.1.1.(4), atau yang tidak memiliki permukaan akhir yang
memenuhi ketentuan, atau yang tidak memenuhi sifat-sifat campuran yang
disyaratkan dalam Pasal 7.1.3.(3), harus mengikuti petunjuk yang diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan dan dapat meliputi :
Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi kriteria toleransi yang
disyaratkan dalam Pasal 7.1.1.(4), atau yang tidak memiliki permukaan akhir yang
memenuhi ketentuan, atau yang tidak memenuhi sifat-sifat campuran yang
disyaratkan dalam Pasal 7.1.3.(3), harus mengikuti petunjuk yang diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan antara lain :

8
Gambar 7.2.1-1 Pengaruh suhu beton, suhu udara, kelembaban relatif, dan kecepatan angin
pada laju penguapan air permukaan beton
(Sumber : ACI 305.R-77)

i) Perubahan proporsi campuran beton untuk sisa pekerjaan yang belum


dikerjakan;

ii) Tambahan perawatan pada bagian struktur yang hasil pengujiannya gagal;

iii) Perkuatan atau pembongkaran menyeluruh dan penggantian bagian pekerjaan


yang dipandang tidak memenuhi ketentuan;

i) Perubahan proporsi campuran beton untuk sisa pekerjaan yang belum


dikerjakan;

ii) Penanganan pada bagian struktur yang hasil pengujiannya gagal;

iii) Perkuatan, pembongkaran atau penggantian sebagian atau menyeluruh pada


bagian pekerjaan yang memerlukan penanganan khusus.

b) Bilamana terjadi perbedaan pendapat dalam mutu pekerjaan beton atau adanya
keraguan dari data pengujian yang ada, Direksi Pekerjaan dapat meminta Kontraktor
melakukan pengujian tambahan yang diperlukan untuk menjamin bahwa mutu
pekerjaan yang telah dilaksanakan dapat dinilai dengan adil. Biaya pengujian
tambahan tersebut haruslah menjadi tanggung jawab Kontraktor.

9
Bilamana terjadi perbedaan pendapat dalam hal mutu pekerjaan beton atau adanya
keraguan dari data pengujian yang ada, Direksi Pekerjaan dapat meminta
Kontraktor melakukan pengujian tambahan seperti dijelaskan dalam pasal 7.1.6.(3)
yang diperlukan untuk menjamin bahwa mutu pekerjaan yang telah dilaksanakan
dapat dinilai dengan adil dengan meminta pihak ketiga untuk melaksanakannya.
Biaya pengujian tambahan tersebut menjadi tanggung jawab Kontraktor.

c) Perbaikan atas pekerjaan beton yang retak atau bergeser haruslah sesuai dengan
ketentuan dari Pasal 2.2.1.(8).(b) dari Spesifikasi ini.
Perbaikan atas pekerjaan beto n yang retak atau bergeser, sesuai dengan ketentuan
Pasal 7.2.1.(8).(b) dari Spesifikasi ini. Kontraktor harus mengajukan detail rencana
perbaikan untuk mendapatkan persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum memulai
pekerjaan.

7.1.2 BAHAN

1) Semen

a) Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton haruslah jenis semen portland yang
memenuhi AASHTO M85 kecuali jenis IA, IIA, IIIA dan IV. Terkecuali
diperkenankan oleh Direksi Pekerjaan, bahan tambahan (aditif) yang dapat
menghasilkan gelembung udara dalam campuran tidak boleh digunakan.
Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus jenis semen portland yang
memenuhi SNI 15 -2049-1994 kecuali jenis IA, IIA, IIIA dan IV. Apabila
menggunakan bahan tambahan yang dapat menghasilkan gelembung udara, maka
gelembung udara yang dihasilkan tidak boleh lebih dari 5 %, dan harus
mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

b) Terkecuali diperkenankan oleh Direksi Pekerjaan, hanya satu merk semen portland
yang dapat digunakan di dalam proyek.
Dalam satu campuran, hanya satu merk semen portland yang boleh digunakan,
kecuali disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana di dalam satu proyek digunakan
lebih dari satu merk semen, maka Kontraktor harus mengajukan kembali rancangan
campuran beton sesuai dengan merk semen yang digunakan.

2) Air

Air yang digunakan dalam campuran, dalam perawatan, atau pemakaian lainnya harus bersih,
dan bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam, basa, gula atau organik.
Air akan diuji sesuai dengan; dan harus memenuhi ketentuan dalam AASHTO T26. Air yang
diketahui dapat diminum dapat digunakan tanpa pengujian. Bilamana timbul keragu-raguan
atas mutu air yang diusulkan dan pengujian air seperti di atas tidak dapat dilakukan, maka
harus diadakan perbandingan pengujian kuat tekan mortar semen + pasir dengan memakai
air yang diusulkan dan dengan memakai air suling atau minum. Air yang diusulkan dapat
digunakan bilamana kuat tekan mortar dengan air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari
minimum 90 % kuat tekan mortar dengan air suling atau minum pada periode perawatan
yang sama.
Air yang digunakan untuk campuran, perawatan, atau pemakaian lainnya harus bersih, dan
bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam, basa, gula atau organis. Air
harus diuji sesuai dengan; dan harus memenuhi ketentuan dalam AASHTO T26. Air yang
diketahui dapat diminum dapat digunakan. Bilamana timbul keragu-raguan atas mutu air

10
yang diusulkan dan pengujian air seperti di atas tidak dapat dilakukan, maka harus
diadakan perbandingan pengujian kuat tekan mortar semen dan pasir dengan memakai
air yang diusulkan dan dengan memakai air suling. Air yang diusulkan dapat digunakan
bilamana kuat tekan mortar dengan air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari minimum
90 % kuat tekan mortar dengan air suling pada periode perawatan yang sama.

3) Ketentuan Gradasi Agregat

a) Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang diberikan dalam
Tabel 7.1.2.(1), tetapi bahan yang tidak memenuhi ketentuan gradasi tersebut tidak
perlu ditolak bila Kontraktor dapat menunjukkan dengan pengujian bahwa beton
yang dihasilkan memenuhi sifat-sifat campuran yang yang disyaratkan dalam Pasal
7.1.3.(3).
Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang diberikan dalam
Tabel 7.1.2.(1), apabila tidak memenuhi ketentuan gradasi tersebut maka harus diuji
dan harus memenuhi sifat-sifat campuran yang disyaratkan dalam Pasal 7.1.3.(3).

Tabel 7.1.2 (1) Ketentuan Gradasi Agregat

Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat


ASTM (mm) Halus Kasar
2” 50,8 - 100 - - -
1 1/2” 38,1 - 95 -100 100 - -
1” 25,4 - - 95 - 100 100 -
3/4” 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100
1/2” 12,7 - - 25 - 60 - 90 - 100
3/8” 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70
No.4 4,75 95 - 100 0-5 0 -10 0 - 10 0 - 15
No.8 2,36 - - 0-5 0-5 0- 5
No.16 1,18 45 - 80 - - - -
No.50 0,300 10 - 30 - - - -
No.100 0,150 2 - 10 - - - -

Tabel 7.1.2-1 Ketentuan Gradasi Agregat


Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat
Inch Standar Kasar
(in) (mm) Halus # 467 # 57 # 67 #7
2 50,8 - 100 - - -
1½ 38,1 - 95 -100 100 - -
1 25,4 - - 95 - 100 100 -
3/4 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100
1/2 12,7 - - 25 - 60 - 90 - 100
3/8 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70
#4 4,75 95 – 100 0 -5 0 -10 0 - 10 0 - 15
#8 2,36 80 – 100 - 0 -5 0 -5 0-5
#16 1,18 50 – 85 - - - -
# 50 0,300 10 – 30 - - - -
# 100 0,150 2 – 10 - - - -
Catatan: Bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan gradasi agregat kasar yang memenuhi
AASHTO M43 diluar tabel 7.1.2.(1) boleh digunakan

11
b) Agregat kasar harus dipilih sedemikian sehingga ukuran partikel terbesar tidak lebih
dari ¾ dari jarak minimum antara baja tulangan atau antara baja tulangan dengan
acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton harus dicor
Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga ukuran agregat terbesar
tidak lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara baja tulangan atau antara baja
tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton harus dicor.

4) Sifat-sifat Agregat

a) Agregat untuk pekerjaan beton harus terdiri dari partikel yang bersih, keras, kuat
yang diperoleh dengan pemecahan batu (rock) atau berangkal (boulder), atau dari
pengayakan dan pencucian (jika perlu) dari kerikil dan pasir sungai.
Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari pemecahan
batu atau koral, atau dari pengayakan dan pencucian (jika perlu) kerikil dan pasir
sungai.

b) Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan oleh pengujian SNI
03-2816-1992 dan harus memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel
7.1.2.-2 bila contoh-contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur SNI/ AASHTO
yang berhubungan.
Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan oleh pengujian
SNI 03-2816-1992 dan harus memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam
Tabel 7.1.2-2 bila contoh-contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur yang
berhubungan.

Tabel 7.1.2.-2 Sifat-sifat Agregat


Batas Maksimum yang
Sifat-sifat Metode Pengujian diijinkan untuk Agregat
Halus Kasar
Keausan Agregat dengan Mesin Los SNI 03-2417-1991 - 40 %
Angeles pada 500 putaran
Kekekalan Bentuk Batu terhadap SNI 03-3407-1994 10 % 12 %
Larutan Natrium Sulfat atau Magne -
sium Sulfat setelah 5 siklus
Gumpalan Lempung dan Partikel SK SNI M-01-1994-03 0,5 % 0,25 %
yang Mudah Pecah
Bahan yang Lolos Ayakan No.200 SK SNI M-02-1994-03 3% 1%

Tabel 7.1.2-2 Sifat-sifat Agregat

Batas Maksimum yang diijinkan untuk


Sifat-sifat Metode Pengujian Agregat
Halus Kasar
Keausan Agregat dengan SNI 03-2417-1991 - 20 % untuk beton mutu
Mesin Los Angeles pada sedang dan tinggi
500 putaran 40 % untuk beton
mutu rendah
Kekekalan Bentuk Batu SNI 03 -3407-1994 10 % - natrium 12 % - natrium

12
terhadap Larutan Natrium 15% - magnesium 18% - magnesium
Sulfat atau Magnesium
Sulfat setelah 5 siklus
Gumpalan Lempung dan SK SNI M-01-1994-03 3% 2 %
Partikel yang Mudah
Pecah
Bahan yang Lolos Ayakan SK SNI M-02-1994-03 3% 1%
No.200

5) Batu Untuk Beton Siklop

Batu untuk beton siklop harus terdiri dari batu yang disetujui mutunya, keras dan awet dan
bebas dari retak dan rongga serta tidak rusak oleh pengaruh cuaca.. Batu harus bersudut
runcing, bebas dari kotoran, minyak dan bahan-bahan lain yang mempengaruhi ikatannya
dengan beton.
Batu untuk beton siklop harus keras, awet, bebas dari retak, rongga dan tidak rusak oleh
pengaruh cuaca. Batu harus bersudut runcing, bebas dari kotoran, minyak dan bahan-bahan
lain yang mempengaruhi ikatan dengan beton. Ukuran batu yang digunakan untuk beton
siklop tidak boleh lebih besar dari 25 cm.

6) Cara pengambilan contoh bahan

Pengambilan contoh bahan disesuaikan dengan standar pengambilan contoh agregat


menurut ASTM D 75.

7.1.3 PENCAMPURAN DAN PENAKARAN

1) Rancangan Campuran

Proporsi bahan dan berat penakaran harus ditentukan dengan menggunakan metode yang
disyaratkan dalam PBI dan sesuai dengan batas-batas yang diberikan dalam Tabel 7.1.3.(1).

Proporsi bahan dan berat penakaran harus ditentukan sesuai dengan SNI 03-2834-1992.
Sebagai pedoman awal untuk perkiraan proporsi takaran campuran dapat digunakan Tabel
7.1.3-1.

2) Campuran Percobaan

Kontraktor harus menentukan proporsi campuran serta bahan yang diusulkan dengan
membuat dan menguji campuran percobaan, dengan disaksikan oleh Direksi Pekerjaan, yang
menggunakan jenis instalasi dan peralatan yang sama seperti yang akan digunakan untuk
pekerjaan.
Kontraktor harus membuat dan menguji campuran percobaan dengan rancangan campuran
serta bahan yang diusulkan sesuai dengan SNI 03-2834-2000, dengan disaksikan oleh
Direksi Pekerjaan, yang menggunakan jenis instalasi dan peralatan sebagaimana yang akan
digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Campuran percobaan tersebut dapat diterima asalkan memenuhi ketentuan sifat-sifat


campuran yang disyaratkan dalam Pasal 7.1.3.(3) di bawah.

13
Tabel 7.1.3.(1) Batasan Proporsi Takaran Campuran

Mutu Ukuran Agre- Rasio Air / Semen Maks. Kadar Semen Min.
Beton gat Maks.(mm) (terhadap berat) (kg/m3 dari campuran)
K600 - - -
K500 - 0,375 450
37 0,45 356
K400 25 0,45 370
19 0.45 400
37 0,45 315
K350 25 0,45 335
19 0,45 365
37 0,45 300
K300 25 0,45 320
19 0,45 350
37 0,50 290
K250 25 0,50 310
19 0,50 340
K175 - 0,57 300
K125 - 0,60 250

14
Tabel 7.1.3-1 Pedoman Awal untuk Perkiraan Proporsi Takaran Campuran

Jenis Mutu Beton Ukuran Agre- Rasio Air / Kadar Semen


beton fc’ ? b k’ gat Maks.(mm) Semen Maks. Min.
(MPa (kg/cm2) (terhadap (kg/m 3 dari
) berat) campuran)
65 K800
50 K600 19 0.35 450
37 0,40 395
45 K500 25 0,40 430
Mutu 19 0,40 455
tinggi 37 0.425 370
38 K450 25 0.425 405
19 0.425 430
37 0,45 350
35 K400 25 0,45 385
19 0,45 405
37 0,475 335
30 K350 25 0,475 365
19 0,475 385
Mutu 37 0,50 315
sedang 25 K300 25 0,50 345
19 0,50 365
37 0,55 290
20 K250 25 0,55 315
19 0,55 335
37 0,60 265
Mutu 15 K175 25 0,60 290
rendah 19 0,60 305
37 0,70 225
10 K125 25 0,70 245
19 0,70 260

3) Ketentuan Sifat-sifat Campuran

a) Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi kuat tekan dan
"slump" yang dibutuhkan seperti yang disyaratkan dalam Tabel 7.1.3.(2), atau yang
disetujui oleh Direksi Pekerjaan, bila pengambilan contoh, perawatan dan pengujian
sesuai dengan SNI 03-1974-1990 (AASHTO T22), Pd M-16-1996-03 (AASHTO
T23), SNI 03-2493-1991 (AASHTO T126), SNI 03-2458-1991 (AASHTO T141).
Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi kuat tekan yang
disyaratkan dalam Tabel 7.1.3 -2, atau yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan, bila
pengambilan contoh, perawatan dan pengujian sesuai dengan SNI 03-1974-1990,
SNI 03-4810-1998, SNI 03-2493-1991, SNI 03-2458 -1991.

15
Tabel 7.1.3 (2) Ketentuan Sifat Campuran

Kuat Tekan Karakteritik Min. (kg/cm2 ) “SLUMP” (mm)


Mutu Benda Uji Kubus Benda Uji Silinder Digetarkan Tidak
Beton 15 x 15 x 15 cm3 15cm x 30 cm Digetarkan
7 hari 28 hari 7 hari 28 hari
K600 390 600 325 500 20 - 50 -
K500 325 500 260 400 20 - 50 -
K400 285 400 240 330 20 - 50 -
K350 250 350 210 290 20 - 50 50 - 100
K300 215 300 180 250 20 - 50 50 - 100
K250 180 250 150 210 20 - 50 50 - 100
K225 150 225 125 190 20 - 50 50 - 100
K175 115 175 95 145 30 - 60 50 - 100
K125 80 125 70 105 20 - 50 50 - 100

Catatan : bila menggunakan concrete pump slump bisa berkisar antara 75 + 25 mm

Tabel 7.1.3-2 Ketentuan Sifat Campuran

Kuat Tekan Minimum


Jenis Mutu Beton Benda Uji Silinder Benda Uji Kubus
beton (MPa) (Kg/cm2)
? 15 - 30 cm 15 x 15 x 15 cm3
fc’ ? b k’ 7 hari 28 hari 7 hari 28 hari
(MPa) (Kg/cm2)
Mutu 50 K600 32,5 50,0 390 600
tinggi 45 K500 26,0 40,0 325 500
35 K400 24,0 33,0 285 400
Mutu 30 K350 21,0 29,0 250 350
sedang 25 K300 18,0 25,0 215 300
20 K250 15,0 21,0 180 250
Mutu 15 K175 9,5 14,5 115 175
rendah 10 K125 7,0 10,5 80 125

Catatan : percepatan gravitasi (g) yang diambil sebesar 10 m/det2

Diusulkan menjadi item (b)

b) Beton ya ng tidak memenuhi ketentuan "slump" umumnya tidak boleh diguna-kan


pada pekerjaan, terkecuali bila Direksi Pekerjaan dalam beberapa hal menyetujui
penggunaannya dalam kuantitas kecil untuk bagian tertentu dengan pembebanan
ringan. Kelecakan (workability) dan tekstur campuran harus sedemikian rupa
sehingga beton dapat dicor pada pekerjaan tanpa membentuk rongga atau celah atau
gelembung udara atau gelembung air, dan sedemikian rupa sehingga pada saat
pembongkaran acuan diperoleh permukaan yang rata, halus dan padat.
Campuran beton yang tidak memenuhi ketentuan kelecakan (misalnya dinyatakan
dengan nilai “slump”) seperti yang diusulkan tidak boleh digunakan pada
pekerjaan, terkecuali bila Direksi Pekerjaan dalam beberapa hal menyetujui
penggunaannya secara te rbatas. Kelecakan (workability) dan tekstur campuran

16
harus sedemikian rupa sehingga beton dapat dicor pada pekerjaan tanpa
membentuk rongga, celah, gelembung udara atau gelembung air, dan sedemikian
rupa sehingga pada saat pembongkaran acuan diperoleh permukaan yang rata,
halus dan padat. Diusulkan menjadi item (a)

c) Bilamana pengujian beton berumur 7 hari menghasilkan kuat beton di bawah


kekuatan yang disyaratkan dalam Tabel 7.1.3.(2), maka Kontraktor tidak
diperkenankan mengecor beton lebih lanjut sampai penyebab dari hasil yang rendah
tersebut dapat diketahui dengan pasti dan sampai telah diambil tindakan-tindakan
yang menjamin bahwa produksi beton memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam
Spesifikasi. Kuat tekan beton berumur 28 hari yang tidak memenuhi ketentuan yang
disyaratkan harus dipandang tidak sebagai pekerjaan yang tidak dapat diterima dan
pekerjaan tersebut harus diperbaiki sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 7.1.1.(10)
di atas. Kekuatan beton dianggap lebih kecil dari yang disyaratkan bilamana hasil
pengujian serangkaian benda uji dari suatu bagian pekerjaan yang dipertanyakan
lebih kecil dari kuat tekan karakteristik yang diperoleh dari rumus yang diuraikan
dalam Pasal 7.1.6.(2).(c).
Bilamana pengujian beton umur 7 hari menghasilkan kuat tekan beton di bawah
kekuatan yang disyaratkan dalam Tabel 7.1.3 -2, maka Kontraktor tidak
diperkenankan mengecor beton lebih lanjut, sampai penyebab dari hasil yang
rendah tersebut diketahui dengan pasti dan diambil tindakan-tindakan yang
menjamin bahwa produksi beton berikutnya memenuhi ketentuan yang disyaratkan
dalam Spesifikasi. Kuat tekan beton umur 28 hari yang tidak memenuhi ketentuan
yang disyaratkan harus dipandang sebagai pekerjaan yang tidak dapat diterima dan
pekerjaan tersebut harus diperbaiki sebagaimana disyaratkan dalam Pasal
7.1.1.(10) di atas. Kekuatan beton dianggap lebih kecil dari yang disyaratkan
bilamana hasil pengujian serangkaian benda uji dari suatu bagian pekerjaan yang
dilaksanakan lebih kecil dari kuat tekan beton karakteristik yang diperoleh dari
rumus yang diuraikan dalam Pasal 7.1.6.(2).(c).

d) Direksi Pekerjaan dapat pula menghentikan pekerjaan dan/atau memerintahkan


Kontraktor mengambil tindakan perbaikan untuk meningkatkan mutu campuran atas
dasar hasil pengujian kuat tekan beton berumur 3 hari. Dalam keadaan demikian,
Kontraktor harus segera menghentikan pengecoran beton yang dipertanyakan tetapi
dapat memilih menunggu sampai hasil pengujian kuat tekan beton berumur 7 hari
diperoleh, sebelum menerapkan tindakan perbaikan, pada waktu tersebut Direksi
Pekerjaan akan menelaah kedua hasil pengujian yang berumur 3 hari dan 7 hari, dan
dapat segera memerintahkan tindakan perbaikan yang dipandang perlu.
Direksi Pekerjaan dapat pula menghentikan pekerjaan dan/atau memerintahkan
Kontraktor untuk mengambil tindakan perbaikan dalam meningkatkan mutu
campuran atas dasar hasil pengujian kuat tekan beton umur 3 hari. Dalam keadaan
demikian, Kontraktor harus segera menghentikan pengecoran beton yang diragukan
tetapi dapat memilih menunggu sampai hasil pengujian kuat tekan beton umur 7
hari diperoleh, sebelum menerapkan tindakan perbaikan, pada waktu tersebut
Direksi Pekerjaan akan menelaah kedua hasil pengujian umur 3 hari dan 7 hari,
dan dapat segera memerintahkan tindakan perbaikan yang dipandang perlu.

e) Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi ketentuan dapat mencakup
pembongkaran dan penggantian seluruh beton tidak boleh berdasarkan pada hasil
pengujian kuat tekan beton berumur 3 hari saja, terkecuali bila Kontraktor dan
Direksi Pekerjaan keduanya sepakat dengan perbaikan tersebut.

17
Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi ketentuan dapat mencakup
pembongkaran dan penggantian seluruh beton. Tindakan tersebut tidak boleh
berdasarkan pada hasil pengujian kuat tekan beton umur 3 hari saja, kecuali bila
Kontraktor dan Direksi Pekerjaan sepakat dengan perbaikan tersebut.

4) Penyesuaian Campuran

a) Penyesuaian Sifat Kelecakan (Workability)

Bilamana sulit memperoleh sifat kelecakan beton dengan proporsi yang semula
dirancang oleh Direksi Pekerjaan, maka Kontraktor akan melakukan perubahan pada
berat agregat sebagaimana diperlukan, asalkan dalam hal apapun kadar semen yang
semula dirancang tidak berubah, juga rasio air/semen yang telah ditentukan
berdasarkan pengujian kuat tekan yang menghasilkan kuat tekan yang memenuhi,
tidak dinaikkan.

Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara menambah air atau oleh
cara lain tidak akan diperkenankan. Bahan tambah (aditif) untuk mening-katkan sifat
kelecakan hanya diijinkan bila secara khusus telah disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Penyesuaian Sifat Mudah Dikerjakan (Kelecakan atau Workability)

Bilamana sifat kelecakan pada beton dengan proporsi yang semula dirancang sulit
diperoleh, maka Kontraktor boleh melakukan perubahan rancangan agregat,
dengan syarat dalam hal apapun kadar semen yang semula dirancang tidak
berubah, juga rasio air/semen yang telah ditentukan berdasarkan pengujian yang
menghasilkan kuat tekan yang memenuhi tidak dinaikkan.

Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara menambah air atau
oleh cara lain tidak diijinkan.

Bahan tambahan untuk meningkatkan sifat kelecakan hanya diijinkan bila telah
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

b) Penyesuaian Kekuatan

Bilamana beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan atau disetujui, kadar
semen harus ditingkatkan sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
Bilamana beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan, maka kadar semen
dapat ditingkatkan atau dapat digunakan bahan tambahan dengan syarat disetujui
oleh Direksi Pekerjaan.

c) Penyesuaian Untuk Bahan-bahan Baru

Perubahan sumber bahan atau karakteristik bahan tidak boleh dilakukan tanpa
pemberitahuan tertulis kepada Direksi Pekerjaan dan bahan baru tidak boleh
digunakan sampai Direksi Pekerjaan menerima bahan tersebut secara tertulis dan
menetapkan proporsi baru berdasarkan atas hasil pengujian campuran percobaan
baru yang dilakukan oleh Kontraktor.
Perubahan sumber atau karakteristik bahan tidak boleh dilakukan tanpa
pemberitahuan tertulis kepada Direksi Pekerjaan. Bahan baru tidak boleh
digunakan sampai Direksi Pekerjaan menerima bahan tersebut secara tertulis dan

18
menetapkan proporsi baru berdasarkan atas hasil pengujian campuran percobaan
baru yang dilakukan oleh Kontraktor.

d) Bahan Tambahan

Bila perlu menggunakan bahan tambahan, maka Kontraktor harus mendapat


persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Jenis dan takaran bahan tambahan yang akan
digunakan untuk tujuan tertentu harus dibuktikan kebenarannya melalui pengujian
campuran di laboratorium. Keten tuan mengenai bahan tambahan ini harus
mengacu pada SNI 03-2495-1991.

Bila akan digunakan bahan tambahan berupa butiran yang sangat halus, sebagian
besar berupa mineral yang bersifat cementious seperti abu terbang (fly ash),
mikrosilika (silicafume), atau abu slag besi (iron furnace slag), yang umumnya
ditambahkan pada semen sebagai bahan utama beton, maka penggunaan bahan
tersebut harus berdasarkan hasil pengujian laboratorium yang menyatakan bahwa
hasil kuat tekan yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang diinginkan pada
Gambar Rencana dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

Dalam hal penggunaan bahan tambahan dalam campuran beton, maka bahan
tersebut ditambahkan pada saat pengadukan beton. Bahan tambahan ini hanya
boleh digunakan untuk meningkatk an kinerja beton segar (fresh concrete).

Penggunaan bahan tambahan ini dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:

i. Meningkatkan kinerja kelecakan adukan beton tanpa menambah air


ii. Mengurangi penggunaan air dalam campuran beton tanpa mengurangi
kelecakan
iii. Mempercepat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton
iv. Memperlambat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton
v. Meningkatkan kinerja kemudahan pemompaan beton
vi. Mengurangi kecepatan terjadinya slump loss
vii. Mengurangi susut beton atau memberikan sedikit pengembangan volume
beton (ekspansi)
viii. Mengurangi terjadinya bleeding
ix. Mengurangi terjadinya segregasi

Untuk tujuan peningkatan kinerja beton sesudah mengeras, bahan tambahan


campuran beton bisa digunakan untuk keperluan -keperluan sebagai berikut:

i. Meningkatk an kekuatan beton (secara tidak langsung)


ii. Meningkatkan kekuatan pada beton muda
iii. Mengurangi atau memperlambat panas hidrasi pada proses pengerasan
beton, terutama untuk beton dengan kekuatan awal yang tinggi.
iv. Meningkatkan kinerja pengecoran beton di dalam air atau di laut
v. Meningkatkan keawetan jangka panjang beton
vi. Meningkatkan kekedapan beton (mengurangi permeabilitas beton)
vii. Mengendalikan ekspansi beton akibat reaksi alkali agregat
viii. Meningkatkan daya lekat antara beton baru dan beton lama
ix. Meningkatkan daya lekat antara beton dan baja tulangan
x. Meningkatkan ketahanan beton terhadap abrasi dan tumbukan

19
Walaupun demikian, penggunaan aditif dan admixture perlu dilakukan secara hati-
hati dan dengan takaran yang tepat sesuai manual penggunaannya, serta dengan
proses pengadukan yang baik, agar pengaruh penambahannya pada kinerja beton
bisa dicapai secara merata pada semua bagian beton. Dalam hal ini perlu
dimengerti bahwa dosis yang berlebih akan dapat mengakibatkan menurunnya
kinerja beton, atau dalam hal yang lebih parah, dapat menimbulkan kerusakan pada
beton.

5) Penakaran Agregat

a) Seluruh komponen beton harus ditakar menurut beratnya. Bila digunakan semen
kemasan dalam zak, kuantitas penakaran harus sedemikian sehingga kuantitas semen
yang digunakan adalah setara dengan satu satuan atau kebulatan dari jumlah zak
semen. Agregat harus diukur beratnya secara terpisah. Ukuran setiap penakaran tidak
boleh melebihi kapasitas alat pencampur.
Seluruh komponen bahan beton harus ditakar menurut berat, untuk mutu beton fc’ <
20 MPa diijinkan ditakar menurut volume sesuai SNI 03–3976–1995. Bila
digunakan semen kemasan dalam zak, kuantitas penakaran harus sedemikian
sehingga kuantitas semen yang digunakan adalah setara dengan satu satuan atau
kebulatan dari jumlah zak semen. Agregat harus ditimbang beratnya secara
terpisah. Ukuran setiap penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat pencampur.

b) Sebelum penakaran, agregat harus dibasahi sampai jenuh dan dipertahankan dalam
kondisi lembab, pada kadar yang mendekati keadaan jenuh-kering permukaan,
dengan menyemprot tumpukan agregat dengan air secara berkala. Pada saat
penakaran, agregat harus telah dibasahi paling sedikit 12 jam sebe-lumnya untuk
menjamin pengaliran yang memadai dari tumpukan agregat.
Penakaran agregat harus dilakukan dalam kondisi jenuh kering permukaan (SSD).
Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka harus dilakukan koreksi penakaran
sesuai dengan kondisi agregat di lapangan. Untuk mendapatkan kondisi agregat
yang jenuh kering permukaan dapat dilakukan dengan cara menyemprot tumpukan
agregat dengan air secara berkala paling sedikit 12 jam sebelum penakaran untuk
menjamin kondisi jenuh kering permukaan.

c) Kontraktor harus dapat menunjukkan sertifikat kalibrasi yang masih berlaku untuk
seluruh peralatan yang digunakan untuk keperluan penakaran bahan -bahan beton
termasuk saringan agregat pada perangkat ready mix.

6) Pencampuran

a) Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari jenis dan
ukuran yang disetujui sehingga dapat menjamin distribusi yang merata dari seluruh
bahan.
Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari jenis dan
ukuran yang disetujui sehingga dapat menjamin distribusi yang merata dari seluruh
bahan.

b) Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat ukur yang
akurat untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang digunakan dalam setiap
penakaran.

20
Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat ukur yang
akurat untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang digunakan dalam setiap
penakaran.

c) Pertama-tama alat pencampur harus diisi dengan agregat dan semen yang telah
ditakar, dan selanjutnya alat pencampur dijalankan sebelum air ditambahkan.
Cara pencampuran bahan beton dilakukan sebagai berikut, pertama masukkan
sebagian air, kemudian seluruh agregat sehingga mencapai kondisi yang cukup
basah, dan selanjutnya masukkan seluruh semen yang sudah ditakar hingga
tercampur dengan agregat secara merata. Terakhir masukkan sisa air untuk
menyempurnakan campuran.

d) Waktu pencampuran harus diukur pada saat air mulai dimasukkan ke dalam
campuran bahan kering. Seluruh air yang diperlukan harus dimasukkan sebelum
waktu pencampuran telah berlangsung seperempat bagian. Waktu pencampuran
untuk mesin berkapasitas ¾ m3 atau kurang haruslah 1,5 menit; untuk mesin yang
lebih besar waktu harus ditingkatkan 15 detik untuk tiap penambahan 0,5 m3.
Waktu pencampuran harus diukur mulai pada saat air dimasukkan ke dalam
campuran bahan kering. Seluruh sisa air yang diperlukan harus sudah dimasukkan
sekira seperempat waktu pencampuran tercapai. Waktu pencampuran untuk mesin
berkapasitas ¾ m3 atau kurang harus sekira 1,5 menit; untuk mesin yang lebih besar
waktu harus ditingkatkan 15 detik untuk tiap penambahan 0,5 m3 .

e) Bila tidak memungkinkan penggunaan mesin pencampur, Direksi Pekerjaan dapat


menyetujui pencampuran beton dengan cara manual, sedekat mungkin dengan
tempat pengecoran. Penggunaan pencampuran beton dengan cara manual harus
dibatasi pada beton non-struktural.
Bila tidak mungkin menggunakan mesin pencampur, Direksi Pekerjaan dapat
menyetujui pencampuran beton dengan cara manual dan harus dilakukan sedekat
mungkin dengan tempat pengecoran. Penggunaan pencampuran beton dengan cara
manual harus dibatasi hanya pada beton non-struktural.

7.1.4 PELAKSANAAN PENGECORAN

1) Penyiapan Tempat Kerja

a) Kontraktor harus membongkar struktur lama yang akan diganti dengan beton yang
baru atau yang harus dibongkar untuk dapat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan
beton yang baru. Pembongkaran tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan syarat
yang disyaratkan dalam Seksi 7.15 dari Spesifikasi ini.
Kontraktor harus membongkar struktur lama yang akan diganti dengan beton yang
baru atau yang harus dibongkar untuk dapat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan
beton yang baru. Pembongkaran tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
persyaratan dalam Seksi 7.15 dari Spesifikasi ini.

b) Kontraktor harus menggali atau menimbun kembali pondasi atau formasi untuk
pekerjaan beton sesuai dengan garis yang ditunjukkan dalam Gambar atau
sebagaima na yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan sesuai dengan ketentuan
dalam Seksi 3.1 dan 3.2 dari Spesifikasi ini, dan harus membersihkan dan menggaru
tempat di sekeliling pekerjaan beton yang cukup luas sehingga dapat menjamin
dicapainya seluruh sudut pekerjaan. Jalan kerja yang stabil juga harus disediakan jika

21
diperlukan untuk menjamin bahwa seluruh sudut pekerjaan dapat diperiksa dengan
mudah dan aman.
Kontraktor harus menggali atau menimbun kembali pondasi atau formasi untuk
pekerjaan beton sesuai dengan garis yang ditunjukkan dalam Gambar Kerja atau
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan sesuai dengan ketentuan
dalam Seksi 3.1 dan 3.2 dari Spesifikasi ini, dan harus membersihkan serta
menggaru tempat di sekeliling pekerjaan beton yang cukup luas sehingga dapat
menjamin dicapainya seluruh sudut pekerjaan. Jika diperlukan harus disediakan
jalan kerja yang stabil untuk menjamin dapat diperiksanya seluruh sudut pekerjaan
dengan mudah dan aman.

c) Seluruh telapak pondasi, pondasi dan galian untuk pekerjaan beton harus dijaga agar
senatiasa kering dan beton tidak boleh dicor di atas tanah yang berlumpur atau
bersampah atau di dalam air. Atas persetujuan Direksi beton dapat dicor di dalam air
dengan cara dan peralatan khusus untuk menutup kebocoran seperti pada dasar
sumuran atau cofferdam.
Seluruh dasar pondasi, pondasi dan galian untuk pekerjaan beton harus dijaga agar
senantiasa kering. Beton tidak boleh dicor di atas tanah yang berlumpur,
bersampah atau di dalam air. Apabila beton akan dicor di dalam air, maka harus
dilakukan dengan cara dan peralatan khusus untuk menutup kebocoran seperti pada
dasar sumuran atau cofferdam dan atas persetujuan Direksi Pekerjaan.

d) Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda lain yang
harus dimasukkan ke dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus sudah
dipasang dan diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat pengecoran.
Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda lain yang
harus berada di dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus sudah dipasang
dan diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat pengecoran.

e) Bila disyaratkan atau diperlukan oleh Direksi Pekerjaan, bahan landasan untuk
pekerjaan beton harus dihampar sesuai dengan ketentuan dari Seksi 2.4 dari
Spesifikasi ini.
Bila disyaratkan atau diperlukan oleh Direksi Pekerjaan, maka bahan lantai kerja
untuk pekerjaan beton harus dihampar sesuai dengan ketentuan dari Seksi 2.4 dari
Spesifikasi ini.

f) Direksi Pekerjaan akan memeriksa seluruh galian yang disiapkan untuk pondasi
sebelum menyetujui pemasangan acuan atau baja tulangan atau pengecoran beton
dan dapat meminta Kontraktor untuk melaksanakan pengujian penetrasi ke dalaman
tanah keras, pengujian kepadatan atau penyelidikan lainnya untuk memastikan cukup
tidaknya daya dukung dari tanah di bawah pondasi.

Bilamana dijumpai kondisi tanah dasar pondasi yang tidak memenuhi ketentuan,
Kontraktor dapat diperintahkan untuk mengubah dimensi atau ke dalaman dari
pondasi dan/atau menggali dan mengganti bahan di te mpat yang lunak, memadatkan
tanah pondasi atau melakukan tindakan stabilisasi lainnya sebagai-mana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
Direksi Pekerjaan akan memeriksa seluruh galian yang disiapkan untuk pondasi
sebelum menyetujui pemasangan acuan, baja tulangan atau pengecoran beton.
Kontraktor dapat diminta untuk melaksanakan pengujian penetrasi kedalaman

22
tanah keras, pengujian kepadatan atau penyelidikan lainnya untuk memastikan
cukup tidaknya daya dukung tanah di bawah pondasi.

Bilamana dijumpai kondisi tanah dasar pondasi yang tidak memenuhi ketentuan,
maka Kontraktor dapat diperintahkan untuk mengubah dimensi atau kedalaman
pondasi dan/atau menggali dan mengganti bahan di tempat yang lunak,
memadatkan tanah pondasi atau melakukan tindakan stabilisasi lainnya
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

g) Kontraktor harus memastikan lokasi pengecoran bebas dari resiko terkena air hujan
dengan memasang tenda seperlunya. Direksi Pekerjaan berhak menunda
pengecoran sebelum tenda terpasang dengan benar. Kontraktor juga harus
memastikan lokasi pengecoran bebas dari resiko terkena air pasang atau muka air
tanah dengan penanganan seperlunya.

2) Acuan

a) Acuan dari tanah, bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan, harus dibentuk dari
galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya harus dipangkas secara manual sesuai
dimensi yang diperlukan. Seluruh kotoran tanah yang lepas harus dibuang sebelum
pengecoran beton.
Bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka acuan dari tanah harus dibentuk
dari galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya harus dipangkas secara manual
sesuai dimensi yang diperlukan. Seluruh kotoran tanah yang lepas harus dibuang
sebelum pengecoran beton.

b) Acuan yang dibuat dapat dari kayu atau baja dengan sambungan dari adukan ya ng
kedap dan kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama pengecoran,
pemadatan dan perawatan.
Acuan dapat dibuat dari kayu atau baja dengan sambungan yang kedap dan kaku
untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama pengecoran, pemadatan dan
perawatan.

c) Kayu yang tidak diserut permukaannya dapat digunakan untuk permukaan akhir
struktur yang tidak terekspos, tetapi kayu yang diserut dengan tebal yang merata
harus digunakan untuk permukaan beton yang terekspos. Seluruh sudut-sudut tajam
Acuan harus dibulatkan.
Untuk permukaan akhir struktur yang tidak terekspos dapat digunakan kayu yang
tidak diserut permukaannya. Sedangkan untuk permukaan akhir yang terekspos
harus digunakan kayu yang mempunyai permukaan yang rata. Seluruh sudut-sudut
tajam acuan harus ditumpulkan.

d) Acuan harus dibuat sedemikian sehingga dapat dibongkar tanpa merusak beton.
Acuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dibongkar tanpa merusak
permukaan beton dengan memberikan pelumas (oil form).

3) Pengecoran

a) Kontraktor harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara tertulis paling sedikit 24


jam sebelum memulai pengecoran beton, atau meneruskan pengecoran beton
bilamana pengecoran beton telah ditunda lebih dari 24 jam. Pemberitahuan harus

23
meliputi lokasi, kondisi pekerjaan, mutu beton dan tanggal serta waktu pencampuran
beton.

Direksi Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan tersebut dan akan
memeriksa acuan, dan tulangan dan dapat mengeluarkan persetujuan tertulis maupun
tidak untuk memulai pelaksanaan pe kerjaan seperti yang direncanakan. Kontraktor
tidak boleh melaksanakan pengecoran beton tanpa persetujuan tertulis dari Direksi
Pekerjaan.
Kontraktor harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara tertulis paling sedikit
24 jam sebelum memulai pengecoran beton, atau meneruskan pengecoran beton
bilamana pengecoran beton telah ditunda lebih dari 6 jam (final setting).
Pemberitahuan harus meliputi lokasi, kondisi pekerjaan, mutu beton dan tanggal
serta waktu pencampuran beton.

Direksi Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan tersebut dan
akan memeriksa acuan, tulangan dan mengeluarkan persetujuan tertulis untuk
memulai pelaksanaan pekerjaan seperti yang direncanakan. Kontraktor tidak boleh
melaksanakan pengecoran beton tanpa persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan.

b) Tidak bertentangan dengan diterbitkannya suatu persetujuan untuk memulai


pengecoran, pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan bilamana Direksi Pekerjaan
atau wakilnya tidak hadir untuk menyaksikan operasi pencampuran dan pengecoran
secara keseluruhan.
Walaupun persetujuan untuk memulai pengecoran sudah diterbitkan, pengecoran
beton tidak boleh dilaksanakan bilamana Direksi Pekerjaan atau wakilnya tidak
hadir untuk menyaksikan operasi pencampuran dan pengecoran secara
keseluruhan.

c) Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi dengan air atau
diolesi minyak di sisi dalamnya dengan minyak yang tidak meninggalkan bekas.
Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi dengan air atau
diolesi pelumas di sisi dalamnya yang tidak meninggalkan bekas.

d) Tidak ada campuran beton yang boleh digunakan bilamana beton tidak dicor sampai
posisi akhir dalam cetakan dalam waktu 1 jam setelah pencampuran, atau dalam
waktu yang lebih pendek sebagaimana yang dapat diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan berdasarkan pengamatan karakteristik waktu pengerasan (setting time)
semen yang digunakan, kecuali diberikan bahan tambah (aditif) untuk
memperlambat proses pengerasan (retarder) yang disetujui oleh Direksi.
Pengecoran beton ke da lam cetakan sampai selesai harus dalam waktu 1 jam
setelah pencampuran, atau dalam waktu yang lebih pendek sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan berdasarkan pengamatan karakteristik waktu
pengerasan (setting time) semen yang digunakan, kecuali digunakan bahan
tambahan untuk memperlambat proses pengerasan (retarder) yang disetujui oleh
Direksi Pekerjaan.

e) Pengecoran beton harus dilanjutkan tanpa berhenti sampai dengan sambungan


konstruksi (construction joint) yang telah disetujui sebelumnya atau sampai
pekerjaan selesai.

24
Pengecoran beton harus berkesinambungan tanpa berhenti sampai dengan
sambungan konstruksi (construction joint) yang telah disetujui sebelumnya atau
sampai pekerjaan selesai.

f) Beton harus dicor sedemikian rupa hingga terhindar dari segregasi partikel kasar dan
halus dari campuran. Beton harus dicor dalam cetakan sedekat mungkin dengan yang
dapat dicapai pada posisi akhir beton untuk mencegah pengaliran yang tidak boleh
melampaui satu meter dari tempat awal pengecoran.
Pengecoran beton harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
segregasi antara agregat kasar dan agregat halus dari campuran. Beton harus
dicor dalam cetakan sedekat mungkin dengan yang dapat dicapai pada posisi akhir
beton. Pengaliran beton tidak boleh melampaui satu meter dari tempat awal
pengecoran.

g) Bilamana beton dicor ke dalam acuan struktur yang memiliki bentuk yang rumit dan
penulangan yang rapat, maka beton harus dicor dalam lapisan-lapisan horisontal
dengan tebal tidak melampuai 15 cm. Untuk dinding beton, tinggi pengecoran dapat
30 cm menerus sepanjang seluruh keliling struktur.
Pengecoran beton ke dalam acuan struktur yang berbentuk rumit dan penulangan
yang rapat harus dilaksanakan secara lapis demi lapis dengan tebal yang tidak
melampaui 15 cm. Untuk dinding beton, tebal lapis pengecoran dapat sampai 30 cm
menerus sepanjang seluruh keliling struktur.

h) Beton tidak boleh jatuh bebas ke dalam cetakan dengan ketinggian lebih dari 150 cm.
Beton tidak boleh dicor langsung dalam air.

Bilamana beton dicor di dalam air dan pemompaan tidak dapat dilakukan dalam
waktu 48 jam setelah pengecoran, maka beton harus dicor dengan metode Tremi
atau metode drop-bottom-bucket, dimana bentuk dan jenis yang khusus digunakan
untuk tujuan ini harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.
Tinggi jatuh bebas beton ke dalam cetakan tidak boleh lebih dari 150 cm.

Beton tidak boleh dicor langsung ke dalam air. Bilamana beton dicor di dalam
air dan tidak dapat dilakukan pemompaan dalam waktu 48 jam setelah
pengecoran, maka beton harus dicor dengan metode tremi atau metode Drop-
Bottom-Bucket, dimana pengggunaan bentuk dan jenis yang khusus untuk tujuan
ini harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.

Tremi harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga memung-
kinkan pengaliran beton. Tremi harus selalu diisi penuh selama pengecoran.
Bilamana aliran beton terhambat maka Tremi harus ditarik sedikit dan diisi penuh
terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan.

Baik Tremi atau Drop-Bottom-Buckret harus mengalirkan campuran beton di


bawah permukaan beton yang telah dicor sebelumnya
Dalam hal pengecoran di bawah air dengan menggunakan beton tremi maka
campuran beton tremi tersebut harus dijaga sedemikian rupa agar campuran
tersebut mempunyai slump tertentu, kelecakan yang baik dan pengecoran secara
keseluruhan dari bagian dasar sampai atas tiang pancang selesai dalam masa
setting time beton. Untuk itu harus dilakukan campuran percobaan dengan
menggunakan bahan tambahan (retarder) untuk memper lambat pengikatan awal

25
beton, yang lamanya tergantung dari lokasi pengecoran beton, pemasangan dan
penghentian pipa tremi serta volume beton yang dicor. Pipa tremi dan
sambungannya harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga
memungkinkan beton mengalir dengan baik.

Tremi harus selalu terisi penuh selama pengecoran. Bilamana aliran beton
terhambat maka tremi harus ditarik sedikit keatas dan diisi penuh terlebih dahulu
sebelum pengecoran dilanjutkan.

Baik tremi atau Drop-Bottom-Bucket harus mengalirkan campuran beton di


bawah permukaan beton yang telah dicor sebelumnya

i) Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga campuran beton
yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu dengan campuran beton yang
baru.
Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga campuran
beton yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu dengan campuran
beton yang baru.

j) Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton yang akan dicor,
harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepas dan rapuh
dan telah disiram dengan air hingga jenuh. Sesaat sebelum pengecoran beton baru
ini, bidang-bidang kontak beton lama harus disapu dengan adukan semen dengan
campuran yang sesuai dengan betonnya
Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton baru yang akan
dicor, harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepas
dan rapuh dan dilapisi dengan bonding agent yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

k) Air tidak boleh dialirkan di atas atau dinaikkan ke permukaan pekerjaan beton dalam
waktu 24 jam setelah pengecoran.
Dalam waktu 24 jam setelah pengecoran, permukaan pekerjaan beton tidak boleh
ada air yang mengalir di atasnya. Untuk perawatan dengan pemberian air di atas
permukaan, dapat dilakukan sesudah 24 jam setelah pengecoran dengan
persetujuan Direksi Pekerjaan.

l) Apabila dilakukan pengecoran beton yang menggunakan pompa beton dari alat
Ready Mix, maka perlu diperhatikan kapasitas, daya pemompaan, kelecakan beton
untuk mendapatkan hasil pengecoran yang sesuai dengan ketentuan.

4) Sambungan Konstruksi (Construction Joint)

a) Jadwal pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap jenis struktur
yang diusulkan dan Direksi Pekerjaan harus menyetujui lokasi sambungan konstruksi
pada jadwal tersebut, atau sambungan konstruksi tersebut harus diletakkan seperti
yang ditunjukkan pada Gambar. Sambungan konstruksi tidak boleh ditempatkan
pada pertemuan elemen-elemen struktur terkecuali disyaratkan demikian.
Jadwal pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap jenis struktur
yang diusulkan beserta lokasi sambungan konstruksi seperti yang ditunjukkan pada
Gambar Rencana untuk disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Sambungan konstruksi
tidak boleh ditempatkan pada pertemuan elemen-elemen struktur kecuali ditentukan
demikian.

26
b) Sambungan konstruksi pada tembok sayap harus dihindari. Semua sambungan
konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan pada umumnya harus
diletakkan pada titik dengan gaya geser minimum.
Sambungan konstruksi pada tembok sayap tidak diijinkan. Semua sambungan
konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan pada umumnya harus
diletakkan pada titik dengan gaya geser minimum.

c) Bilamana sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus melewati


sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap monolit.
Bilamana sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus melewati
sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap monolit.

d) Lidah alur harus disediakan pada sambungan konstruksi dengan ke dalaman paling
sedikit 4 cm untuk dinding, pelat dan antara telapak pondasi dan dinding. Untuk pelat
yang terletak di atas permukaan, sambungan konstruksi harus diletakkan sedemikian
sehingga pelat-pelat mempunya i luas tidak melampaui 40 m2 , dengan dimensi yang
lebih besar tidak melampaui 1,2 kali dimensi yang lebih kecil.
Pada sambungan konstruksi harus disediakan lidah alur dengan ke dalaman paling
sedikit 4 cm untuk dinding, pelat serta antara dasar pondasi dan dinding. Untuk
pelaksanaan pengecoran pelat yang terletak di atas permukaan dengan cara
manual, sambungan konstruksi harus diletakkan sedemikian rupa sehingga pelat-
pelat mempunyai luas maksimum 40 m2 .

e) Kontraktor harus menyediakan pekerja dan bahan tambahan sebagaimana yang


diperlukan untuk membuat sambungan konstruksi tambahan bilamana pekerjaan
terpaksa mendadak harus dihentikan akibat hujan atau terhentinya pemasokan beton
atau penghentian pekerjaan oleh Direksi Pekerjaan.
Kontraktor harus menyediakan pekerja dan bahan-bahan yang diperlukan untuk
kemungkinan adanya sambungan konstruksi tambahan bilamana pekerjaan
terpaksa mendadak harus dihentikan akibat hujan atau terhentinya pemasokan
beton atau penghentian pekerjaan oleh Direksi Pekerjaan.

f) Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bahan tambah (aditif) dapat digunakan untuk
pelekatan pada sambungan konstruksi, cara pengerjaannya harus sesuai dengan
petunjuk pabrik pembuatnya.
Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bonding agent yang dapat digunakan untuk
pelekatan pada sambungan konstruksi dan cara pelaksanaannya harus sesuai
dengan petunjuk pabrik pembuatnya.

g) Pada air asin atau mengandung garam, sambungan konstruksi tidak diperkenankan
pada tempat-tempat 75 cm di bawah muka air terendah atau 75 cm di atas muka air
tertinggi kecuali ditentukan lain dalam Gambar.
Pada lingkungan air asin atau korosif, sambungan konstruksi tidak diperkenankan
berada pada 75 cm di bawah muka air terendah atau 75 cm di atas muka air
tertinggi kecuali ditentukan lain dalam Gambar Kerja.

5) Konsolidasi (Pemadatan)

a) Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar yang
telah disetujui. Bilamana diperlukan, dan bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan,

27
penggetaran harus disertai penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk
menjamin pemadatan yang tepat dan memadai. Penggetar tidak boleh digunakan
untuk memindahkan campuran beton dari satu titik ke titik lain di dalam cetakan.
Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar acuan
yang telah disetujui. Bilamana diperlukan dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan,
penggetaran harus disertai penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk
menjamin kepadatan yang tepat dan memadai. Alat penggetar tidak boleh
digunakan untuk memindahkan campuran beton dari satu titik ke titik lain di dalam
acuan.

b) Harus dilakukan tindakan hati-hati pada waktu pemadatan untuk menentukan bahwa
semua sudut dan di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar diisi tanpa
pemindahan kerangka penulangan, dan setiap rongga udara dan gelembung udara
terisi.
Pemadatan harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan semua sudut, di
antara dan sekitar besi tulangan benar-benar terisi tanpa menggeser tulangan
sehingga setiap rongga dan gelembung udara terisi.

c) Penggetar harus dibatasi waktu penggunaannya, sehingga menghasilkan pema-datan


yang diperlukan tanpa menyebabkan terjadinya segregasi pada agregat.
Lama penggetaran harus dibatasi, agar tidak terjadi segregasi pada hasil
pemadatan yang diperlukan.

d) Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-kurang-nya


5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan boleh diletakkan di atas
acuan supaya dapat menghasilkan getaran yang merata.
Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya
5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan boleh diletakkan di atas
acuan supaya dapat menghasilkan getaran yang merata.

e) Alat penggetar mekanis yang digerakkan dari dalam harus dari jenis pulsating
(berdenyut) dan harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya 5000 putaran per
menit apabila digunakan pada beton yang mempunyai slump 2,5 cm atau kurang,
dengan radius daerah penggetaran tidak kurang dari 45 cm.
Point e.) dibuang.

f) Setiap alat penggetar mekanis dari dalam harus dimasukkan ke dalam beton basah
secara vertikal sedemikian hingga dapat melakukan penetrasi sampai ke dasar beton
yang baru dicor, dan menghasilkan kepadatan pada seluruh keda-laman pada bagian
tersebut. Alat penggetar kemudian harus ditarik pelan-pelan dan dimasukkan
kembali pada posisi lain tidak lebih dari 45 cm jaraknya. Alat penggetar tidak boleh
berada pada suatu titik lebih dari 30 detik, juga tidak boleh digunakan untuk
memindah campuran beton ke lokasi lain, serta tidak boleh menyentuh tulangan
beton.
e) Posisi alat penggetar mekanis yang digunakan untuk memadatkan beton di dalam
acuan harus vertikal sedemikian hingga tidak berada lebih dekat dari 100 mm
terhadap acuan, beton yang sudah mengeras dan usahakan tidak mengenai
tulangan sehingga menghasilkan kepadatan yang menyeluruh pada bagian tersebut.
Apabila alat penggetar tersebut akan digunakan pada posisi yang lain maka, alat
tersebut harus ditarik secara perlahan dan dimasukkan kembali pada posisi lain

28
dengan jarak tidak lebih dari 45 cm. Alat penggetar tidak boleh berada pada suatu
titik lebih dari 15 detik atau permukaan beton sudah mengkilap

g) Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam diberikan dalam Tabel 7.1.4.(5).

Tabel 7.1.4.(5) Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam


Kecepatan Pengecoran Beton (m3 / jam) Jumlah Alat
4 2
8 3
12 4
16 5
20 6

f) Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam diberikan dalam Tabel
7.1.4.(5).

Tabel 7.1.4-5 Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam

Kecepatan Pengecoran Beton (m3 / jam) Jumlah Alat


4 2
8 3
12 4
16 5
20 6
> 20 >6

Apabila kecepatan pengecoran 20 m3 /jam, maka harus digunakan alat penyetor yang
mempunyai dimensi lebih besar dari 7,5 cm.

g) Lapisan yang digetarkan tidak boleh lebih tebal dari 500 mm. Untuk bagian
konstruksi yang sangat tebal harus dilaksanakan lapis demi lapis.

h) Dalam segala hal, pemadatan beton harus sudah selesai sebelum terjadi waktu ikat
awal (initial setting).

6) Beton Siklop

Pengecoran beton siklop yang terdiri dari campuran beton kelas K175 dengan batu-batu
pecah ukuran besar. Batu-batu ini diletakkan dengan hati-hati, tidak boleh dijatuhkan dari
tempat yang tinggi atau ditempatkan secara berlebihan yang dikhawatirkan akan merusak
bentuk acuan atau pasangan-pasangan lain yang berdekatan. Semua batu-batu pecah harus
cukup dibasahi sebelum ditempatkan. Volume total batu pecah tidak boleh melebihi
sepertiga dari total volume pekerjaan beton siklop.

Untuk dinding-dinding penahan tanah atau pilar yang lebih tebal dari 60 cm dapat digunakan
batu-batu pecah berukuran maksimum 25 cm, tiap batu harus cukup dilindungi dengan
adukan beton setebal 15 cm; batu pecah tidak boleh lebih dekat dari 30 cm dalam jarak
terhadap permukaan atau 15 cm dalam jarak terhadap permukaan yang akan dilindungi
dengan beton penutup (coping).

29
Beton siklop adalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 Mpa (K175)
dengan batu -batu pecah ukuran maksimum 25 cm. Batu -batu ini diletakkan dengan hati-hati
dan tidak boleh dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau ditempatkan secara berlebihan yang
dikhawatirkan akan merusak bentuk acuan atau pasangan-pasangan lain yang berdekatan.
Semua batu -batu pecah harus cukup dibasahi sebelum ditempatkan. Volume total batu
pecah tidak boleh melebihi sepertiga dari total volume pekerjaan beton siklop.

Untuk dinding penahan tanah dan pilar yang lebih tebal dari 60 cm, tiap batu harus
dilindungi dengan adukan beton setebal 15 cm; jarak antar batu pecah maksimum 30 cm
dan jarak terhadap permukaan minimum 15 cm. Permukaan bagian atas dilindungi dengan
beton penutup (caping).

7.1.5 PENGERJAAN AKHIR

1) Pembongkaran Acuan

a) Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang tipis dan
struktur yang sejenis lebih awal 30 jam setelah pengecoran beton. Cetakan yang
ditopang oleh perancah di bawah pelat, balok, gelegar, atau struktur busur, tidak
boleh dibongkar hingga pengujian menunjukkan bahwa paling sedikit 85 % dari
kekuatan rancangan beton telah dicapai.
Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang tipis dan
struktur yang sejenis lebih awal 30 jam setelah pengecoran beton tanpa
mengabaikan perawatan. Acuan yang ditopang oleh perancah di bawah pelat,
balok, gelegar, atau struktur busur, tidak boleh dibongkar hingga pengujian kuat
tekan beton menunjukkan paling sedikit 85 % dari kekuatan rancangan beton.

b) Untuk memungkinkan pengerjaan akhir, acuan yang digunakan untuk pekerjaan


ornamen, sandaran (railing), dinding pemisah (parapet), dan permukaan vertikal yang
terekspos harus dibongkar dalam waktu paling sedikit 9 jam setelah penge-coran dan
tidak lebih dari 30 jam, tergantung pada keadaan cuaca.
Untuk memungkinkan pengerjaan akhir, acuan yang digunakan untuk pekerjaan
yang diberi hiasan, tiang sandaran, tembok pengarah (parapet), dan permukaan
vertikal yang terekspos harus dibongkar dalam waktu paling sedikit 9 jam setelah
pengecoran dan tidak lebih dari 30 jam, tergantung pada keadaan cuaca dan tanpa
mengabaikan perawatan.

2) Permukaan (Pengerjaan Akhir Biasa)

a) Terkecuali diperintahkan lain, permukaan beton harus dikerjakan segera setelah


pembongkaran acuan. Seluruh perangkat kawat atau logam yang telah diguna-kan
untuk memegang cetakan, dan cetakan yang melewati badan beton, harus dibuang
atau dipotong kembali paling sedikit 2,5 cm di bawah permukaan beton. Tonjolan
mortar dan ketidakrataan lainnya yang disebabkan oleh sambungan cetakan harus
dibersihkan.
Kecuali diperintahkan lain, permukaan beton harus dikerjakan segera setelah
pembongkaran acuan. Seluruh perangkat kawat atau logam yang telah digunakan
untuk memegang acuan, dan acuan yang melewati badan beton, harus dibuang atau
dipotong kembali paling sedikit 2,5 cm di bawah permukaan beton. Tonjolan mortar
dan ketidakrataan lainnya yang disebabkan oleh sambungan cetakan ha rus
dibersihkan.

30
b) Direksi Pekerjaan harus memeriksa permukaan beton segera setelah pembong-karan
acuan dan dapat memerintahkan penambalan atas kekurangsempurnaan minor yang
tidak akan mempengaruhi struktur atau fungsi lain dari pekerjaan beton. Penambalan
harus meliputi pengisian lubang-lubang kecil dan lekukan dengan adukan semen.
Direksi Pekerjaan harus memeriksa permukaan beton segera setelah pembongkaran
acuan dan dapat memerintahkan penambalan atas kekurang sempurnaan minor
yang tidak akan mempengaruhi struktur atau fungsi lain dari pekerjaan beton.
Penambalan harus meliputi pengisian lubang -lubang kecil dan lekukan dengan
adukan semen.

c) Bilaman Direksi Pekerjaan menyetujui pengisian lubang besar akibat keropos,


pekerjaan harus dipahat sampai ke bagian yang utuh (sound), membentuk permukaan
yang tegak lurus terhadap permukaan beton. Lubang harus dibasahi dengan air dan
adukan semen acian (semen dan air, tanpa pasir) harus dioleskan pada permukaan
lubang. Lubang harus selanjutnya diisi dan ditumbuk dengan adukan yang kental
yang terdiri dari satu bagian semen dan dua bagian pasir, yang harus dibuat
menyusut sebelumnya dengan mencampurnya kira-kira 30 menit sebelum dipakai.
Bilamana Direksi Pekerjaan menyetujui pengisian lubang besar akibat keropos,
pekerjaan harus dipahat sampai ke bagian yang utuh (sound), membentuk
permukaan yang tegak lurus terhadap permukaan beton. Lubang harus dibasahi
dengan air dan adukan pasta (semen dan air, tanpa pasir) harus dioleskan pada
permukaan lubang. Selanjutnya lubang harus diisi dengan adukan yang kental yang
terdiri dari satu bagian semen dan dua bagian pasir dan dipadatkan. Adukan
tersebut harus dibuat dan didiamkan sekira 30 menit sebelum dipakai agar dicapai
penyusutan awal, kecuali digunakan jenis semen tidak susut (non shrinkage cement).

3) Permukaan (Pekerjaan Akhir Khusus)

Permukaan yang terekspos harus diselesaikan dengan pekerjaan akhir berikut ini, atau seperti
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan :
Permukaan yang terekspos harus diselesaikan dengan pek erjaan akhir berikut ini, atau
seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan :

a) Bagian atas pelat, kerb, permukaan trotoar, dan permukaan horisontal lainnya
sebagaimana yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus digaru dengan mistar
bersudut untuk memberikan bentuk serta ketinggian yang diperlukan segera setelah
pengecoran beton dan harus diselesaikan secara manual sampai halus dan rata
dengan menggerakkan perata kayu secara memanjang dan melintang, atau oleh cara
lain yang cocok, sebelum beton mulai mengeras.
Bagian atas pelat, kerb, permukaan trotoar, dan permukaan horisontal lainnya
sebagaimana yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus digaru dengan mistar
bersudut untuk memberikan bentuk serta ketinggian yang diperlukan segera setelah
pengecoran beton dan harus diselesaikan secara manual sampai rata dengan
menggerakkan perata kayu secara memanjang dan melintang, atau dengan cara
lain yang sesuai sebelum beton mulai mengeras.

b) Perataan permukaan horisontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk trotoar, harus
sedikit kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara lain sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, sebelum beton mulai mengeras.

31
Perataan permukaan horisontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk trotoar,
harus sedikit kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara lain sebagaimana
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, sebelum beton mulai mengeras.

c) Permukaan bukan horisontal yang nampak, yang telah ditambal atau yang masih
belum rata harus digosok dengan batu gurinda yang agak kasar (medium), dengan
menempatkan sedikit adukan semen pada permukaannya. Adukan harus terdiri dari
semen dan pasir halus yang dicampur sesuai dengan proporsi yang digunakan untuk
pengerjaan akhir beton. Penggosokan harus dilaksanakan sampai seluruh tanda bekas
acuan, ketidakrataan, tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta diperoleh
permukaan yang rata. Pasta yang dihasilkan dari penggosokan ini harus dibiarkan
tertinggal di tempat.
Permukaan yang tidak horisontal yang telah ditambal atau yang masih belum rata
harus digosok dengan batu gurinda yang agak kasar (medium), dengan
menempatkan sedikit adukan semen pada permukaannya. Adukan harus terdiri dari
semen dan pasir halus yang dicampur sesuai dengan proporsi yang digunakan
untuk pengerjaan akhir beton. Penggosokan harus dilaksanakan sampai seluruh
tanda bekas acuan, ketidakrataan, tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta
diperoleh permukaan yang rata. Pasta yang dihasilkan dari penggosokan ini harus
dibiarkan tertinggal di tempat.

4) Perawatan Dengan Pembasahan

a) Segera setelah pengecoran, beton harus dilindungi dari pengeringan dini, tempe-ratur
yang terlalu panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga agar kehilangan kadar
air yang terjadi seminimal mungkin dan diperoleh temperatur yang relatif tetap
dalam waktu yang ditentukan untuk menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya
pada semen dan pengerasan beton.
Segera setelah pengecoran, beton harus dilindungi dari pengeringan dini,
temperatur yang terlalu panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga agar
kehilangan kadar air yang terjadi seminimal mungkin dan diperoleh temperatur
yang relatif tetap dalam waktu yang ditentukan untuk menjamin hidrasi yang
sebagaimana mestinya pada semen dan pengerasan beton.

b) Beton harus dirawat, sesegera mungkin setelah beton mulai mengeras, dengan
menyelimutinya dengan bahan yang dapat menyerap air. Lembaran bahan penyerap
air ini yang harus dibuat jenuh dalam waktu paling sedikit 3 hari. Semua bahan
perawat atau lembaran bahan penyerap air harus dibebani atau diikat ke bawah untuk
mencegah permukaan yang terekspos dari aliran udara.
Pekerjaan perawatan harus segera dimulai setelah beton mulai mengeras (sebelum
terjadi retak susut basah) dengan menyelimutinya dengan bahan yang dapat
menyerap air. Lembaran bahan penyerap air ini yang harus dibuat jenuh dalam
waktu paling sedikit 7 hari. Semua bahan perawatan atau lembaran bahan penyerap
air harus menempel pada permukaan yang dirawat.

Bilamana digunakan acuan kayu, acuan tersebut harus dipertahankan basah pada
setiap saat sampai dibongkar, untuk mencegah terbukanya sambungan-sambungan
dan pengeringan beton. Lalu lintas tidak boleh diperkenankan melewati permukaan
beton dalam 7 hari setelah beton dicor.

32
Bilamana acuan kayu tidak dibongkar sesuai dengan Pasal 7.1.5.(1), maka acuan
tersebut harus dipertahankan dalam kondisi basah sampai acuan dibongkar, untuk
mencegah terbukanya sambungan-sambungan dan pengeringan beton.

c) Lantai beton sebagai lapis aus harus dirawat setelah permukaannya mulai mengeras
dengan cara ditutup oleh lapisan pasir lembab setebal 5 cm paling sedikit selama 21
hari.
Permukaan beton yang digunakan langsung sebagai lapis aus harus dirawat setelah
permukaannya mulai mengeras (sebelum terjadi retak susut basah) dengan ditutupi
oleh lapisan pasir lembab setebal 5 cm paling sedikit selama 21 hari.

d) Beton yang dibuat dengan semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi
atau beton yang dibuat dengan semen biasa yang ditambah bahan tambah (aditif),
harus dibasahi sampai kekuatanya mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton
berumur 28 hari.
Beton semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi, harus dibasahi
sampai kuat tekannya mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton berumur 28
hari.

5) Perawatan dengan Uap

a) Beton dirawat dengan uap untuk maksud mendapatkan kekuatan yang tinggi pada
permulaannya. Bahan tambah (aditif) tidak diperkenankan untuk dipakai dalam hal
ini kecuali atas persetujuan Direksi Pekerjaan.
Beton yang dirawat dengan uap untuk mendapatkan kekuatan awal yang tinggi,
tidak diperkenankan menggunakan bahan tambahan kecuali atas persetujuan
Direksi Pekerjaan.

b) Perawatan dengan uap harus dikerjakan secara menerus sampai waktu dimana beton
telah mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton berumur 28 ha ri. Perawatan
dengan uap untuk beton harus mengikuti ketentuan di bawah ini:
Perawatan dengan uap harus dikerjakan secara menerus sampai waktu dimana
beton telah mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton berumur 28 hari.
Perawatan dengan uap untuk beton harus mengikuti ketentuan di bawah ini:

i) Tekanan uap pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi
tekanan di luar.
Tekanan uap pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi
tekanan di luar.

ii) Temperatur pada ruang uap selama per awatan beton tidak boleh melebihi
380 C selama sampai 2 jam sesudah pengecoran selesai, dan kemudian
temperatur dinaikkan berangsur-angsur sehingga mencapai 65 0C dengan
kenaikan temperatur maksimum 14 0 C / jam secara ber-sama-sama.
Temperatur pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi
38 0C selama 2 jam sesudah pengecoran selesai, dan kemudian temperatur
dinaikkan berangsur-angsur sehingga mencapai 65 0C dengan kenaikan
temperatur maksimum 14 0C / jam secara bertahap.

iii) Beda temperatur yang diukur di antara dua tempat di dalam ruang uap tidak
boleh melampaui 5,5 0 C.

33
Perbedaan temperatur pada dua tempat di dalam ruangan uap tidak boleh
melebihi 5,5 0 C.

iv) Penurunan temperatur selama pendinginan tidak boleh lebih dari 11 0 C per
jam.
Penurunan temperatur selama pendinginan dilaksanakan secara bertahap
dan tidak boleh lebih dari 110 C per jam.

v) Temperatur beton pada saat dikeluarkan dari penguapan tidak boleh 11 0 C


lebih tinggi dari temperatur udara di luar.
Perbedaan temperatur beton pada saat dikeluarkan dari ruang penguapan
tidak boleh lebih dari 11 0 C dibanding udara luar.

vi) Setiap saat selama perawatan dengan uap, di dalam ruangan harus selalu jenuh
dengan uap air.
Selama perawatan dengan uap, ruangan harus selalu jenuh dengan uap air.

vii) Semua bagian struktural yang mendapat perawatan dengan uap harus dibasahi
selama 4 hari sesudah selesai perawatan uap tersebut.
Semua bagian struktural yang mendapat perawatan dengan uap harus
dibasahi selama 4 hari sesudah selesai perawatan uap tersebut.

c) Kontraktor harus membuktikan bahwa peralatannya bekerja dengan baik dan


temperatur di dalam ruangan perawatan dapat diatur sesuai dengan ketentuan dan
tidak tergantung dari cuaca luar.
Kontraktor harus membuktikan bahwa peralatannya bekerja dengan baik dan
temperatur di dalam ruangan perawatan dapat diatur sesuai dengan ketentuan dan
tidak tergantung dari cuaca luar.

d) Pipa uap harus ditempatkan sedemikian atau balok harus dilindungi secukupnya agar
beton tidak terkena langsung semburan uap, yang akan menyebabkan perbedaan
temperatur pada bagian-bagian beton.
Pipa uap harus ditempatkan sedemikian rupa atau balok harus dilindungi
secukupnya agar beton tidak terkena langsung semburan uap, yang akan
menyebabkan perbedaan temperatur pada bagian-bagian beton.

7.1.6 PENGENDALIAN MUTU DI LAPANGAN

1) Pengujian Untuk Kelecakan (Workability)

Satu pengujian "slump", atau lebih sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan,
harus dilaksanakan pada setiap takaran beton yang dihasilkan, dan pengujian harus dianggap
belum dikerjakan terkecuali disaksikan oleh Direksi Pekerjaan atau wakilnya.
Satu pengujian "slump", atau lebih sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan,
harus dilaksanakan pada setiap pencampuran beton yang dihasilkan, dan pengujian harus
dianggap belum dikerjakan kecuali disaksikan oleh Direksi Pekerjaan atau wakilnya. Slump
yang diukur merupakan slump yang tidak mengubah komposisi campuran yang disepakati
sebelumnya.

2) Pengujian Kuat Tekan

34
a) Kontraktor harus melaksanakan tidak kurang dari satu pengujian kuat tekan untuk
setiap 60 meter kubik beton yang dicor dan dalam segala hal tidak kurang dari satu
pengujian untuk setiap mutu beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang
dicor terpisah pada tiap hari pengecoran. Setiap pengujian harus minimum harus
mencakup empat benda uji, yang pertama harus diuji pembe -banan kuat tekan
sesudah 3 hari, yang kedua sesudah 7 hari, yang ketiga sesudah 14 hari dan yang
keempat sesudah 28 hari.
Kontraktor harus membuat satu pasang benda uji untuk pengujian kuat tekan pada
setiap campuran beton yang dicor dan dalam segala hal tidak kurang dari satu set
pengujian untuk setiap mutu beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang
dicor terpisah pada tiap hari pengecoran. Setiap set pengujian minimum terdiri dari
empat pasang benda uji, yang pertama harus diuji untuk kuat tekan beton umur 3
hari, yang kedua 7 hari, yang ketiga 14 hari dan yang keempat 28 hari.

b) Bilamana kuantitas total suatu mutu beton dalam Kontrak melebihi 40 meter kubik
dan frekuensi pengujia n yang ditetapkan pada butir (a) di atas hanya menyediakan
kurang dari lima pengujian untuk suatu mutu beton tertentu, maka pengujian harus
dilaksanakan dengan mengambil contoh paling sedikit lima buah dari takaran yang
dipilih secara acak (random).
Point b) dihilangkan

c) Kuat Tekan Karakteristik Beton (? bk) diperoleh dengan rumus berikut ini :

? c = ? av - K ?

n
? ?i
i=l
? av ? adalah kuat tekan rata-rata
n

n
? (? i ? ? av )2
i=l
? = adalah standar deviasi
n?1
? i = hasil pengujian masing-masing benda uji

n = jumlah benda uji

K = 1,64 untuk rancangan campuran dan untuk persetujuan pekerjaan adalah


koefisien yang besarnya ditunjukkan dalam tabel berikut ini

n 4 6 8 10 12 14 16
K 1,17 0,83 0,67 0,58 0,52 0,48 0,44

b) Untuk keperluan pengujian mutu beton, Kontraktor harus menyediakan benda uji
beton berupa silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, untuk masing-

35
masing pengujian harus disediakan sepasang (2 buah) benda uji, dan yang harus
dirawat sesuai dengan SNI 03-4810-1998. Benda uji tersebut harus dicetak
bersamaan dan diambil dari contoh yang sama dengan benda uji silinder yang akan
dirawat di laboratorium.

c) Tingkat kekuatan dari suatu mutu beton diterima dengan memuaskan bilamana
telah dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

- Rata-rata dari semua nilai hasil uji kuat tekan (satu nilai hasil uji = rata-
rata dari nilai uji tekan sepasang benda uji silinder yang diambil dari
sumber adukan yang sama seperti telah disebutkan di atas), dan yang
sekurang-kurangnya terdiri dari empat nilai (dari empat pasang) hasil uji
kuat tekan yang berturut-turut, serta tidak boleh kurang dari (fc’ + S), di
mana s menyatakan nilai deviasi standar dari hasil uji tekan.

- Tidak satupun dari nilai hasil uji tekan ( 1 hasil uji tekan sama dengan rata-
rata dari hasil uji dua silinder yang diambil pada waktu bersamaan)
mempunyai nilai di bawah 0,85 fc’.

- Apabila dalam pengambilan sepasang benda uji terdapat perbedaan nilai


kuat tekan yang signifikan antara keduanya, maka perlu mendapat
perhatian khusus.

d) Bila salah satu dari kedua syarat tersebut di atas tidak dipenuhi, maka harus
diambil langkah untuk meningkatkan rata-rata dari hasil uji kuat tekan
berikutnya, dan langkah -langkah lain untuk memastikan bahwa kapasitas daya
dukung dari struktur tidak membahayakan.

e) Bila kemungkinan terjadinya suatu beton dengan kekuatan rendah telah dapat
dipastikan dan perhitungan menunjukkan bahwa kapasitas daya dukung struktur
mungkin telah berkurang, maka diperlukan suatu uji bor (core drilling ) pada daerah
yang diragukan berdasarkan aturan pengujian yang berlaku. Dalam hal ini harus
diambil paling tidak 3 (tiga) buah benda uji bor inti untuk setiap hasil uji tekan yang
meragukan atau terindikasi bermutu rendah seperti disebutkan di atas.

f) Beton di dalam daerah yang diwakili oleh hasil uji bor inti bisa dianggap secara
struktural cukup baik bila rata-rata kuat tekan dari ketiga benda uji bor inti tersebut
tidak kurang dari 0,85 fc’, dan tidak satupun dari benda uji bor inti yang
mempunyai kekuatan kurang dari 0,75 fc’. Dalam hal ini, perbedaan umur beton
saat pengujian kuat tekan benda uji bor inti terhadap umur beton yang disyaratkan
untuk penetapan kuat tekan beton (yaitu 28 hari, atau lebih bila disyaratkan), perlu
diperhitungkan dan dilakukan koreksi dalam menetapkan kuat tekan beton yang
dihasilkan. Untuk memeriksa akurasi dari hasil pengujian bor inti, lokasi yang
diwakili oleh kuat tekan benda uji bor inti yang tidak menentu (eratik) boleh diuji
ulang.

3) Pengujian Tambahan

Kontraktor harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk menentukan


mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, sebagaimana yang diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan. Pengujian tambahan tersebut meliputi :

36
Kontraktor harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk menentukan
mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, sebagaimana yang diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan. Pengujian tambahan tersebut meliputi :

a) Pengujian yang tidak merusak menggunakan "sclerometer" atau perangkat penguji


lainnya;

b) Pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;

c) Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;

d) Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan.

a) Pengujian yang tidak merusak menggunakan alat seperti Impact Echo, Ultrasonic
Penetration Velocity atau perangkat penguji lainnya;

b) Pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;

c) Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;

d) Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan.

7.1.7 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN

1) Cara Pengukuran

a) Beton akan diukur dengan jumlah meter kubik pekerjaan beton yang digunakan dan
diterima sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan pada Gambar atau yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Tidak ada pengurangan yang akan dilakukan
untuk volume yang ditempati oleh pipa dengan garis tengah kurang dari 20 cm atau
oleh benda lainnya yang tertanam seperti "water stop", baja tulangan, selongsong
pipa (conduit) atau lubang sulingan (weephole).
Beton akan diukur dengan jumlah meter kubik pekerjaan beton yang digunakan dan
diterima sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan pada Gambar Kerja atau yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Tidak ada pengurangan yang akan dilakukan
untuk volume yang ditempati oleh pipa dengan garis tengah kurang dari 20 cm atau
oleh benda lainnya yang tertanam seperti "water stop", baja tulangan, selongsong
pipa (conduit) atau lubang sulingan (weephole).

b) Tidak ada pengukuran tambahan atau yang lainnya yang akan dilakukan untuk
cetakan, perancah untuk balok dan lantai pemompaan, penyelesaian akhir
permukaan, penyediaan pipa sulingan, pekerjaan pelengkap lainnya untuk
penyelesaian pekerjaan beton, dan bia ya dari pekerjaan tersebut telah dianggap
termasuk dalam harga penawaran untuk Pekerjaan Beton.
Tidak ada pengukuran tambahan atau yang lainnya yang akan dilakukan untuk
acuan, perancah untuk balok dan lantai pemompaan, penyelesaian akhir
permukaan, penyediaan pipa sulingan, pekerjaan pelengkap lainnya untuk
penyelesaian pekerjaan beton, dan biaya dari pekerjaan tersebut telah dianggap
termasuk dalam harga penawaran untuk Pekerjaan Beton.

37
c) Tidak ada pengukuran dan pembayaran tambahan yang akan dilakukan untuk pelat
(plate) beton pracetak untuk acuan yang terletak di bawah lantai (slab) beton
Pekerjaan semacam ini dianggap telah termasuk di dalam harga penawaran untuk
beton sebagai acuan.

d) Kuantitas bahan untuk landasan, bahan drainase porous, baja tulangan dan mata
pembayaran lainnya yang berhubungan dengan struktur yang telah selesai dan
diterima akan diukur untuk dibayarkan seperti disyaratkan dalam pada Seksi lain
dalam Spesifikasi ini.
Kuantitas bahan untuk lantai kerja, bahan drainase porous, baja tulangan dan mata
pembayaran lainnya yang berhubungan dengan struktur yang telah selesai dan
diterima akan diukur untuk dibayarkan seperti disyaratkan pada Seksi lain dalam
Spesifikasi ini.

e) Beton yang telah dicor dan diterima harus diukur dan dibayar sebagai beton struktur
atau beton tidak bertulang. Beton Struktur haruslah beton yang disyaratkan atau
disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebagai K250 atau lebih tinggi dan Beton Tak
Bertulang haruslah beton yang disyaratkan atau disetujui untuk K175 atau K125.
Bilamana beton dengan mutu (kekuatan) yang lebih tinggi diperkenankan untuk
digunakan di lokasi untuk mutu (kekuatan) beton yang lebih rendah, maka
volumenya harus diukur sebagai beton dengan mutu (kekuatan) yang lebih rendah.
Beton yang telah dicor dan diterima harus diukur dan dibayar sebagai beton
struktur atau beton tidak bertulang. Beton Struktur haruslah beton yang disyaratkan
atau disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebagai fc’=20 MPa (K250) atau lebih tinggi
dan Beton Tak Bertulang haruslah beton yang disyaratkan atau disetujui untuk
fc’=15 MPa (K175) atau fc’=10 MPa (K125). Bilamana beton dengan mutu
(kekuatan) yang lebih tinggi diperkenankan untuk digunakan di lokasi untuk mutu
(kekuatan) beton yang lebih rendah, maka volumenya harus diukur sebagai beton
dengan mutu (kekuatan) yang lebih rendah.

2) Pengukuran Untuk Pekerjaan Beton Yang Diperbaiki

a) Bilamana pekerjaan telah diperbaiki menurut Pasal 7.1.1.(10) di atas, kuantitas yang
akan diukur untuk pembayaran haruslah sejumlah yang harus dibayar bila mana
pekerjaan semula telah memenuhi ketentuan.
Bilamana pekerjaan telah diperbaiki menurut Pasal 7.1.1.(10) di atas, kuantitas
yang akan diukur untuk pembayaran haruslah sejumlah yang harus dibayar bila
mana pekerjaan semula telah memenuhi ketentuan.

b) Tidak ada pembayaran tambahan akan dilakukan untuk tiap peningkatan kadar
semen atau setiap bahan tambah (aditif), juga tidak untuk tiap pengujian atau
pekerjaan tambahan atau bahan pelengkap lainnya yang diperlukan untuk mencapai
mutu yang disyaratkan untuk pekerjaan beton.
Tidak ada pembayaran tambahan akan dilakukan untuk tiap peningkatan kadar
semen atau setiap bahan tambah (admixture), juga tidak untuk tiap pengujian atau
pekerjaan tambahan atau bahan pelengkap lainnya yang diperlukan untuk
mencapai mutu yang disyaratkan untuk pekerjaan beton.

38
3) Dasar Pembayaran

a) Kuantitas yang diterima dari berbagai mutu beton yang ditentukan sebagaimana yang
disyaratkan di atas, akan dibayar pada Harga Kontrak untuk Mata Pem- bayaran dan
menggunakan satuan pengukuran yang ditunjukkan di bawah dan dalam Daftar
Kuantitas.
Kuantitas yang diterima dari berbagai mutu beton yang ditentukan sebagaimana
yang disyaratkan di atas, akan dibayar pada Harga Kontrak untuk Mata
Pembayaran dan menggunakan satuan pengukuran yang ditunjukkan di bawah dan
dalam Daftar Kuantitas.

b) Harga dan pembayaran harus merupakan kompensasi penuh untuk seluruh


penyediaan dan pemasangan seluruh bahan yang tidak dibayar dalam Mata
Pembayaran lain, termasuk "water stop", lubang sulingan, acuan, perancah untuk
pencampuran, pengecoran, pekerjaan akhir dan perawatan beton, dan untuk semua
biaya lainnya yang perlu dan lazim untuk penyelesaian pekerjaan yang sebagaimana
mestinya, yang diuraikan dalam Seksi ini.
Harga dan pembayaran harus merupakan kompensasi penuh untuk seluruh
penyediaan dan pemasangan seluruh bahan yang tidak dibayar dalam Mata
Pembayaran lain, termasuk "water stop", lubang sulingan, acuan, perancah untuk
pencampuran, pengecoran, pekerjaan akhir dan perawatan beton, dan untuk semua
biaya lainnya yang perlu dan lazim untuk penyelesaian pekerjaan yang
sebagaimana mestinya, yang diuraikan dalam Seksi ini.

Nomor Mata Uraian Satuan


Pembayaran Pengukuran

7.1.(1) Beton K500 Meter Kubik

7.1.(2) Beton K400 Meter Kubik

7.1.(3) Beton K350 Meter Kubik

7.1.(4) Beton K300 Meter Kubik

7.1.(5) Beton K250 Meter Kubik

7.1.(6) Beton K175 Meter Kubik

7.1.(7) Beton Siklop K175 Meter Kubik

7.1.(8) Beton K125 Meter Kubik

39
Nomor Mata Uraian Satuan
Pembayaran Pengukuran

7.1.(1) Beton mutu tinggi dengan fc’=50 MPa Meter Kubik


(K-600)

7.1.(2) Beton mutu tinggi dengan fc’=45 MPa Meter Kubik


(K-500)

7.1.(3) Beton mutu tinggi dengan fc’=38 MPa Meter Kubik


(K-450)

7.1.(4) Beton mutu tinggi dengan fc’=35 MPa Meter Kubik


(K-400)

7.1.(5) Beton mutu sedang dengan fc’=30MPa Meter Kubik


(K-350)

7.1.(6) Beton mutu sedang dengan fc’= 25 Meter Kubik


MPa (K-300)

7.1.(7) Beton mutu sedang dengan fc’= 20 Meter Kubik


MPa (K-250)

7.1.(8) Beton mutu rendah dengan fc’= 15 Meter Kubik


MPa (K-175)

7.1.(9) Beton Siklop fc’=15 MPa (K175) Meter Kubik

7.1.(10) Beton fc’= 10 MPa (K125) Meter Kubik

40
LAMPIRAN B

SPESIFIKASI TEKNIK BETON UNTUK

STRUKTUR JEMBATAN

FORMAT BSN

Lampiran
Edisi Desember 2003

SPESIFIKASI TEKNIK
BETON UNTUK STRUKTUR JEMBATAN

1. RUANG LINGKUP

Spesifikasi Teknik Beton untuk Struktur Jembatan ini merupakan spesifikasi untuk
pelaksanaan pekerjaan pembetonan jembatan di lapangan, yang akan dipakai
sebagai Spesifikasi Teknik didalam Dokumen Tender Buku III.

Beton yang dimaksud dalam peraturan ini adalah beton normal, yaitu beton yang
dibuat dengan menggunakan semen portland, mempunyai berat jenis sekitar 2200
kg/m3 sampai dengan 2400 kg/m3, dan mempunyai kuat tekan (berdasarkan benda
uji silinder) antara 10 MPa sampai dengan 65 MPa (setara dengan K-125 sampai
dengan K-800 berdasarkan benda uji kubus).

2. ACUAN NORMATIF

Standar Nasional Indonesia (SNI) :

SNI 03-1968-1990 : Metode Pengujian tentang Analisis Saringan


Agregat Halus dan Kasar.

SNI 03-1972-1990 : Metode Pengujian Slump Beton

SNI 03-1973-1990 : Metoda Pengujian Berat isi Beton

SNI 03-1974-1990 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.

SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin


Los Angeles.

SNI 03-2458-1991 : Metode Pengambilan Contoh Untuk Campuran


Beton Segar.

SNI 03-2491-1991 : Metode Pengujian Kuat Tarik-Belah Beton

SNI 03-2492-1991 : Metode Pengambilan Contoh Benda Uji Beton Inti

SNI 03-2493-1991 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton


di Laboratorium.

SNI 03-2495-1991 : Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton

1 dari 27
Edisi Desember 2003

SNI 03-2816-1992 : Metode Pengujian Kotoran Organik Dalam Pasir


untuk Campuran Mortar dan Beton.

SNI 03-2834-1992 : Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton


Normal.

SNI 15-2049-1994 : Semen Portland

SNI 03-3403-1994 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran

SNI 03-3407-1994 : Metode Pengujian Sifat Kekekalan Bentuk Agregat


Ter-hadap Larutan Natrium Sulfat dan Magnesium
Sulfat.

SNI 03-3418-1994 : Metode Pengujian Kandungan Udara Pada Beton


Segar

SNI 03-4141-1996 : Metode Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-


butir Mudah Pecah Dalam Agregat.

SNI 03-4142-1996 : Metode Pengujian Jumlah bahan Dalam Agregat


Yang Lolos Saringan No.200 (0,075 mm).

SNI 03-4156-1996 : Metode Pengujian Bliding dari Beton Segar

SNI 03-4433-1997 : Spesifikasi Beton Siap Pakai

SNI 03-4806-1998 : Metode Pengujian Kadar Semen Portland dalam


Beton Segar dengan Cara Titradi Volumetri

SNI 03-4807-1998 : Metode Pengujian untuk Menentukan Suhu Beton


Segar Semen Portland

SNI 03-4808-1998 : Metode Pengujian Kadar Air dalam Beton Segar


Dengan Cara Titrasi Volumetri

SNI 03-4810-1998 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton


di Lapangan.

AASHTO, ASTM, ACI

AASHTO T26 – 79 : Quality of Water to be used in Concrete.

ASTM A 416-90a : Uncoated Seven-wire Stress-Relieved Strand for


Prestressed Concrete

2 dari 27
Edisi Desember 2003

ASTM A 421-91 : Uncoated Stress-Relieved Wire for Prestressed


Concrete

ASTM A 722 : Uncoated High-Strength Steel Bar for prestressed


Concrete

ASTM C 494 : Water Reducing, Retarding, Accelarating, High


Range Water Reducing

ASTM C 618 : Pozzolans, Fly Ash and Other Mineral Admixtures

ASTM C 989 : Ground Granulated Blast Furnace Slag

ACI 305.R-77 : Hot Weather Concreting

3. ISTILAH DAN DEFINISI

4. PERSYARATAN UMUM

4.1 Uraian

a) Pekerjaan yang disyaratkan dalam Seksi ini mencakup pelaksanaan seluruh struktur
beton bertulang, beton tanpa tulangan, beton prategang, beton pracetak dan beton
untuk struktur baja komposit, sesuai dengan Spesifikasi dan Gambar Rencana yang
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

b) Pekerjaan ini meliputi pula penyiapan tempat kerja untuk pengecoran beton, pengadaan
penutup beton, lantai kerja dan pemeliharaan pondasi seperti pemompaan atau
tindakan lain untuk mempertahankan agar pondasi tetap kering.

c) Mutu beton yang digunakan pada masing-masing bagian dari pekerjaan dalam Kontrak
harus seperti yang ditunjukkan dalam Gambar Rencana atau Seksi lain yang
berhubungan dengan Spesifikasi ini, atau sebagaimana diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan. Penggunaan mutu beton yang tidak tercakup dalam Tabel 7.1.1-1 ini, harus
disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Beton yang digunakan dalam Kontrak ini harus
mempunyai mutu beton sebagai berikut:

3 dari 27
Edisi Desember 2003

Tabel 7.1.1-1 Mutu Beton dan Penggunaan

Jenis fc’ ? b k’
Beton
(MPa) (Kg/cm 2) Uraian

Mutu 35 – 65 K400 – K800 Umumnya digunakan untuk


tinggi beton prategang seperti tiang
pancang beton prategang,
gelagar beton prategang, pelat
beton prategang dan
sejenisnya.

Mutu 20 – <35 K250 – < K400 Umumnya digunakan untuk


sedang beton bertulang seperti pelat
lantai jembatan, gelagar beton
bertulang, diafragma, kerb
beton pracetak, gorong-gorong
beton bertulang, bangunan
bawah jembatan.

Mutu 15 – <20 K175 – < K250 Umumya digunakan untuk


rendah struktur beton tanpa tulangan
seperti beton siklop, trotoar
dan pasangan batu kosong
yang diisi adukan, pasangan
batu.

10 – <15 K125 – < K175 digunakan sebagai lantai


kerja, penimbunan kembali
dengan beton

4.2 Penerbitan Detail Pelaksanaan

Detail pelaksanaan untuk pekerjaan beton yang tidak disertakan dalam Dokumen
Kontrak pada saat pelelangan akan diterbitkan oleh Direksi Pekerjaan setelah
peninjauan rancangan awal selesai dilaksanakan sesuai dengan Seksi 1.9 dari
Spesifikasi ini.

4.3 Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

a) Pemeliharaan Lalu Lintas : Seksi 1.8

b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9

c) Pasangan Batu dengan Mortar : Seksi 2.2

4 dari 27
Edisi Desember 2003

d) Gorong-gorong dan Drainase Beton : Seksi 2.3

e) Drainase Porous : Seksi 2.4

f) Galian : Seksi 3.1

g) Timbunan : Seksi 3.2

h) Beton Prategang : Seksi 7.2

i) Baja Tulangan : Seksi 7.3

j) Adukan Semen : Seksi 7.8

k) Pembongkaran Struktur : Seksi 7.15

4.4 Jaminan Mutu

Mutu bahan, mutu campuran, cara kerja, proses dan hasil akhir harus dipantau dan
dikendalikan seperti yan g disyaratkan dalam Standar Rujukan dalam Pasal 7.1.1.(6).

4.5 Toleransi untuk beton pracetak

a) Toleransi Dimensi :

? Panjang keseluruhan sampai dengan 6 m. + 5 mm


? Panjang keseluruhan lebih dari 6 m + 15 mm
? Panjang balok, pelat lantai jembatan, kolom dinding. + 10 mm

b) Toleransi Bentuk :

? Persegi (selisih dalam panjang diagonal) 10 mm


? Kelurusan atau lengkungan (penyimpangan dari garis yang
dimaksud) untuk panjang s/d 3 m.
12 mm
? Kelurusan atau lengkungan untuk panjang 3 m - 6 m
15 mm
? Kelurusan atau lengkungan untuk panjang > 6 m
20 mm

5 dari 27
Edisi Desember 2003

c) Toleransi Kedudukan (dari titik patokan) :

? Kedudukan kolom pra-cetak dari rencana ± 10 mm


? Kedudukan permukaan horizontal dari rencana ± 10 mm
? Kedudukan permukaan vertikal dari rencana ± 20 mm

d) Toleransi Alinyemen Vertikal :

Penyimpangan ketegakan kolom dan dinding ± 10 mm

e) Toleransi Ketinggian (elevasi) :

? Puncak lantai kerja di bawah pondasi ± 10 mm


? Puncak lantai kerja di bawah pelat injak ± 10 mm
? Puncak kolom, tembok kepala, ballk melintang ± 10 mm

f) Toleransi Alinyemen Horisontal : 10 mm dalam 4 m panjang mendatar.

g) Toleransi untuk Penutup / Selimut Beton Tulangan :

? Selimut beton sampai 3 cm + 5 mm


? Selimut beton 3 cm - 5 cm + 10 mm
? Selimut beton 5 cm – 10 cm + 10 mm

4.6 Pengajuan Kesiapan Kerja

a) Kontraktor harus mengirimkan contoh dari semua bahan yang akan digunakan dan
dilengkapi dengan data pengujian yang memenuhi seluruh sifat bahan sesuai dengan
Pasal 7.1.2 dari Spesifikasi ini

b) Kontraktor harus mengirimkan rancangan campuran untuk masing-masing mutu beton


yang akan digunakan, 30 hari sebelum pekerjaan pengecoran beton dimulai.

6 dari 27
Edisi Desember 2003

c) Kontraktor harus menyerahkan secara tertulis seluruh hasil pengujian pengendalian


mutu sesuai dengan ketentuan kepada Direksi Pekerjaan sehingga data tersebut selalu
tersedia apabila diperlukan.

Pengujian kuat tekan beton yang harus dilaksanakan pada umur 3 hari, 7 hari, 14 hari,
dan 28 hari setelah tanggal pencampuran

d) Kontraktor harus mengirimkan gambar detail dan perhitungan terinci untuk seluruh
perancah yang akan digunakan, dan harus memperoleh persetujuan dari Direksi
Pekerjaan sebelum setiap pekerjaan perancah dimulai.

e) Kontraktor harus memberitahu Direksi Pekerjaan secara tertulis mengenai rencana


pelaksanaan pencampuran atau pengecoran setiap jenis beton untuk mendapatkan
persetujuannya paling sedikit 24 jam sebelum tanggal pelaksanaan, seperti yang
disyaratkan dalam Pasal 7.1.4.(1) disertai dengan metode pengecoran, kapasitas
peralatan yang digunakan, tanggung jawab personil dan jadwal pelaksanaannya.

4.7 Penyimpanan dan Perlindungan Bahan

a) Untuk penyimpanan semen, Kontraktor harus menyediakan tempat yang terlindung dari
perubahan cuaca dan diletakkan di atas lantai kayu dengan ketinggian tidak kurang dari
30 cm dari permukaan tanah serta ditutup dengan lembaran plastik (polyethylene)
selama penyimpanan dan tidak lebih dari 3 bulan sejak disimpan dalam tempat
penyimpanan di lokasi pekerjaan.

b) Kontraktor harus menjaga kondisi tempat kerja terutama tempat penyimpanan agregat,
agar terlindung dan tidak langsung terkena sinar matahari dan hujan sepanjang waktu
pengecoran.

Penyimpanan agregat harus dilakukan sedemikian rupa sehingga jenis agregat atau
ukuran yang berbeda tidak tercampur.

4.8 Kondisi Tempat Kerja

Setiap pelaksanaan pengecoran beton harus terlindung dari sinar matahari secara langsung.
Sebagai tambahan, Kontraktor tidak boleh melakukan pengecoran bilamana:

a) Tingkat penguapan melampaui 1,0 kg / m2 / jam. Gambar 4.8.1 adalah grafik yang
menjelaskan tingkat penguapan pada permukaan beton.

b) Selama turun hujan atau bila udara penuh debu atau tercemar.

7 dari 27
Edisi Desember 2003

Gambar 4.8.1 Pengaruh suhu beton, suhu udara, kelembaban relatif, dan
kecepatan angin pada laju penguapan air permukaan beton

(Sumber : ACI 305.R -77)

4.9 Perbaikan Atas Pekerjaan Beton Yang Tidak Memenuhi Ketentuan

a) Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi kriteria toleransi yang
disyaratkan dalam Pasal 7.1.1.(4), atau yang tidak memiliki permukaan akhir yang
memenuhi ketentuan, atau yang tidak memenuhi sifat-sifat campuran yang disyaratkan
dalam Pasal 7.1.3.(3), harus mengikuti petunjuk yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan antara lain :

1) Perubahan proporsi campuran beton untuk sisa pekerjaan yang belum dikerjakan;

2) Penanganan pada bagian struktur yang hasil pengujiannya gagal;

3) Perkuatan, pembongkaran atau penggantian sebagian atau menyeluruh pada


bagian pekerjaan yang memerlukan penanganan khusus.

b) Bilamana terjadi perbedaan pendapat dalam hal mutu pekerjaan beton atau adanya
keraguan dari data pengujian yang ada, Direksi Pekerjaan dapat meminta Kontraktor
melakukan pengujian tambahan seperti dijelaskan dalam pasal 7.1.6.(3) yang
diperlukan untuk menjamin bahwa mutu pekerjaan yang telah dilaksanakan dapat dinilai

8 dari 27
Edisi Desember 2003

dengan adil dengan meminta pihak ketiga untuk melaksanakannya. Biaya pengujian
tambahan tersebut menjadi tanggung jawab Kontraktor.

c) Perbaikan atas pekerjaan beton yang retak atau bergeser sesuai dengan ketentuan
Pasal 7.2.1.(8).(b) dari Spesifikasi ini. Kontraktor harus mengajukan detail rencana
perbaikan untuk mendapatkan persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum memulai
pekerjaan.

5. BAHAN

5.1 Semen

a) Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus jenis semen portland yang
memenuhi SNI 15-2049-1994 kecuali jenis IA, IIA, IIIA dan IV. Apabila menggunakan
bahan tambahan yang dapat menghasilkan gelembung udara, maka gelembung udara
yang dihasilkan tidak boleh lebih dari 5 %, dan harus mendapatkan persetujuan dari
Direksi Pekerjaan.

b) Dalam satu campuran, hanya satu merk semen portland yang boleh digunakan, kecuali
disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana di dalam satu proyek digunakan lebih dari
satu merk semen, maka Kontraktor harus mengajukan kembali rancangan campuran
beton sesuai dengan merk semen yang digunakan.

5.2 Air

Air yang digunakan untuk campuran, perawatan, atau pemakaian lainnya harus bersih, dan
bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam, basa, gula atau organis. Air
harus diuji sesuai dengan; dan harus memenuhi ketentuan dalam AASHTO T26. Air yang
diketahui dapat diminum dapat digunakan. Bilamana timbul keragu-raguan atas mutu air
yang diusulkan dan pengujian air seperti di atas tidak dapat dilakukan, maka harus
diadakan perbandingan pengujian kuat tekan mortar semen dan pasir dengan memakai air
yang diusulkan dan dengan memakai air suling. Air yang diusulkan dapat digunakan
bilamana kuat tekan mortar dengan air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari minimum 90
% kuat tekan mortar dengan air suling pada periode perawatan yang sama.

5.3 Ketentuan Gradasi Agregat

a) Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang diberikan dalam
Tabel 7.1.2.(1), tetapi bahan yang tidak memenuhi ketentuan gradasi tersebut harus
diuji dan harus memenuhi sifat-sifat campuran yang disyaratkan dalam Pasal 7.1.3.(3).

9 dari 27
Edisi Desember 2003

Tabel 7.1.2-1 Ketentuan Gradasi Agregat

Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat

Inch Standar Kasar


(in) (mm) Halus
# 467 # 57 # 67 #7

2 50,8 - 100 - - -

1½ 38,1 - 95 -100 100 - -

1 25,4 - - 95 - 100 100 -

3/4 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100

1/2 12,7 - - 25 - 60 - 90 - 100

3/8 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70

#4 4,75 95 – 100 0-5 0 -10 0 - 10 0 - 15

#8 2,36 80 – 100 - 0-5 0 -5 0 -5

#16 1,18 50 – 85 - - - -

# 50 0,300 10 – 30 - - - -

# 100 0,150 2 – 10 - - - -

Catatan: Bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan gradasi agregat kasar yang memenuhi
AASHTO M43 diluar tabel 7.1.2.(1) boleh digunakan

b) Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga ukuran agregat terbesar tidak
lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara baja tulangan atau antara baja tulangan
dengan acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton harus dicor

5.4 Sifat-sifat Agregat

a) Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari pemecahan batu
atau koral, atau dari pengayakan dan pencucian (jika perlu) kerikil dan pasir sungai.

b) Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan oleh pengujian SNI
03-2816-1992 dan harus memenuhi sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel
7.1.2-2 bila contoh-contoh diambil dan diuji sesuai dengan prosedur yang berhubungan.

10 dari 27
Edisi Desember 2003

Tabel 7.1.2-2 Sifat-sifat Agregat

Batas Maksimum yang diijinkan


untuk Agregat
Sifat-sifat Metode Pengujian

Halus Kasar

Keausan Agregat SNI 03-2417-1991 - 20 % untuk beton


dengan Mesin Los mutu sedang dan
tinggi
Angeles pada 500
putaran 40 % untuk beton
mutu rendah

Kekekalan Bentuk SNI 03-3407-1994 10 % dengan 12 % dengan


Batu terhadap natrium sulfat natrium sulfat
Larutan Natrium
Sulfat atau 15% dengan 18% dengan
Magnesium Sulfat magnesium magnesium sulfat
setelah 5 siklus sulfat

Gumpalan Lempung SK SNI M-01-1994-03 3% 2 %


dan Partikel yang
Mudah Pecah

Bahan yang Lolos SK SNI M-02-1994-03 3% 1%


Ayakan No.200

5.5 Batu Untuk Beton Siklop

Batu untuk beton siklop harus keras, awet, bebas dari retak, rongga dan tidak rusak
oleh pengaruh cuaca. Batu harus bersudut runcing, bebas dari kotoran, minyak dan
bahan-bahan lain yang mempengaruhi ikatan dengan beton. Ukuran batu yang
digunakan untuk beton siklop tidak boleh lebih besar dari 25 cm.

5.6 Cara pengambilan contoh bahan

Pengambilan contoh bahan disesuaikan dengan Standar Pengambilan contoh agregat


menurut ASTM D 75.

6 PENCAMPURAN DAN PENAKARAN

6.1 Rancangan Campuran

Proporsi bahan dan berat penakaran harus ditentukan sesuai dengan SNI 03-2834-
1992. Sebagai pedoman awal untuk perkiraan proporsi takaran campuran dapat
digunakan Tabel 7.1.3-1.

11 dari 27
Edisi Desember 2003

Tabel 7.1.3-1 Pedoman Awal untuk Perkiraan Proporsi Takaran Campuran


Jenis Mutu Beton Ukuran Rasio Air / Kadar Semen
3
beton Agregat Semen Maks. Min.(kg/m )
Maks. (terhadap berat) dari campuran
fc’ ? bk’
(mm)
(MPa) (kg/cm2)
65 K800
50 K600 19 0.35 450
37 0,40 395
45 K500 25 0,40 430
Mutu 19 0,40 455
tinggi 37 0.425 370
38 K450 25 0.425 405
19 0.425 430
37 0,45 350
35 K400 25 0,45 385
19 0,45 405
37 0,475 335
30 K350 25 0,475 365
19 0,475 385
Mutu 37 0,50 315
sedang 25 K300 25 0,50 345
19 0,50 365
37 0,55 290
20 K250 25 0,55 315
19 0,55 335
37 0,60 265
Mutu 15 K175 25 0,60 290
rendah 19 0,60 305
37 0,70 225
10 K125 25 0,70 245
19 0,70 260

6.2 Campuran Percobaan

Kontraktor harus membuat dan menguji campuran percobaan dengan rancangan


campuran serta bahan yang diusulkan sesuai dengan SNI 03-2834-2000, dengan
disaksikan oleh Direksi Pekerjaan, yang menggunakan jenis n
i stalasi dan peralatan
sebagaimana yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan.

6.3 Ketentuan Sifat-sifat Campuran

a) Campuran beton yang tidak memenuhi ketentuan kelecakan (misalnya dinyatakan


dengan nilai “slump”) seperti yang diusulkan tidak boleh digunakan pada pekerjaan,
terkecuali bila Direksi Pekerjaan dalam beberapa hal menyetujui penggunaannya
secara terbatas. Kelecakan (workability) dan tekstur campuran harus sedemikian rupa
sehingga beton dapat dicor pada pekerjaan tanpa membentuk rongga, celah,

12 dari 27
Edisi Desember 2003

gelembung udara atau gelembung air, dan sedemikian rupa sehingga pada saat
pembongkaran acuan diperoleh permukaan yang rata, halus dan padat.

b) Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi kuat tekan yang
disyaratkan dalam Tabel 7.1.3-2, atau yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan, bila
pengambilan contoh, perawatan dan pengujian sesuai dengan SNI 03-1974-1990, SNI
03-4810-1998, SNI 03-2493-1991, SNI 03-2458-1991.

Tabel 7.1.3-2 Ketentuan Sifat Campuran

Kuat Tekan Minimum


Benda Uji Silinder Benda Uji Kubus
Mutu Beton (MPa) (Kg/cm2)
Jenis beton ? 15 - 30 cm 15 x 15 x 15 cm3
fc’ ? bk’
2 7 hari 28 hari 7 hari 28 hari
(MPa) (Kg/cm )
Mutu 50 K600 32,5 50,0 390 600
tinggi 45 K500 26,0 40,0 325 500
35 K400 24,0 33,0 285 400
Mutu 30 K350 21,0 29,0 250 350
sedang 25 K300 18,0 25,0 215 300
20 K250 15,0 21,0 180 250
Mutu 15 K175 9,5 14,5 115 175
rendah 10 K125 7,0 10,5 80 125

2
Catatan : percepatan gravitasi (g) yang diambil sebesar 10 m/det

c) Bilamana pengujian beton umur 7 hari menghasilkan kuat tekan beton di bawah
kekuatan yang disyaratkan dalam Tabel 7.1.3-2, maka Kontraktor tidak diperkenankan
mengecor beton lebih lanjut, sampai penyebab dari hasil yang rendah tersebut
diketahui dengan pasti dan diambil tindakan-tindakan yang menjamin bahwa produksi
beton berikutnya memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Spesifikasi. Kuat tekan
beton umur 28 hari yang tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus dipandang
sebagai pekerjaan yang tidak dapat diterima dan pekerjaan tersebut harus diperbaiki
sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 7.1.1.(10) di atas. Kekuatan beton dianggap
lebih kecil dari yang disyaratkan bilamana hasil pengujian serangkaian benda uji dari
suatu bagian pekerjaan yang dilaksanakan lebih kecil dari kuat tekan beton karakteristik
yang diperoleh dari rumus yang diuraikan dalam Pasal 7.1.6.(2).(c).

d) Direksi Pekerjaan dapat pula menghentikan pekerjaan dan/atau memerintahkan


Kontraktor untuk mengambil tindakan perbaikan dalam meningkatkan mutu campuran
atas dasar hasil pengujian kuat tekan beton umur 3 hari. Dalam keadaan demikian,
Kontraktor harus segera menghentikan pengecoran beton yang diragukan tetapi dapat
memilih menunggu sampai hasil pengujian kuat tekan beton umur 7 hari diperoleh,
sebelum menerapkan tindakan perbaikan, pada waktu tersebut Direksi Pekerjaan akan

13 dari 27
Edisi Desember 2003

menelaah kedua hasil pengujian umur 3 hari dan 7 hari, dan dapat segera
memerintahkan tindakan perbaikan yang dipandang perlu.

e) Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi ketentuan dapat mencakup
pembongkaran dan penggantian seluruh beton. Tindakan tersebut tidak boleh
berdasarkan pada hasil pengujian kuat tekan beton umur 3 hari saja, kecuali bila
Kontraktor dan Direksi Pekerjaan sepakat dengan perbaikan tersebut.

6.4 Penyesuaian Campuran

6.4.1 Penyesuaian Sifat M udah Dikerjakan (Kelecakan atau Workability)

Bilamana sifat kelecakan pada beton dengan proporsi yang semula dirancang sulit diperoleh,
maka Kontraktor boleh melakukan perubahan rancangan agregat, dengan syarat dalam hal
apapun kadar semen yang semula dirancang tidak berubah, juga rasio air/semen yang telah
ditentukan berdasarkan pengujian yang menghasilkan kuat tekan yang memenuhi tidak
dinaikkan.

Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara menambah air atau oleh cara
lain tidak diijinkan.

Bahan tambahan untuk meningkatkan sifat kelecakan hanya diijinkan bila telah disetujui oleh
Direksi Pekerjaan.

6.4.2 Penyesuaian Kekuatan

Bilamana beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan, maka kadar semen dapat
ditingkatkan atau dapat digunakan bahan tambahan dengan syarat disetujui oleh Direksi
Pekerjaan.

6.4.3 Penyesuaian Untuk Bahan-bahan Baru

Perubahan sumber atau karakteristik bahan tidak boleh dilakukan tanpa pemberitahuan
tertulis kepada Direksi Pekerjaan. Bahan baru tidak boleh digunakan sampai Direksi
Pekerjaan menerima bahan tersebut secara tertulis dan menetapkan proporsi baru
berdasarkan atas hasil pengujian campuran percobaan baru yang dilakukan oleh Kontraktor.

6.4.4 Bahan Tambahan (admixture)

Bila perlu menggunakan bahan tambahan, maka Kontraktor harus mendapat persetujuan dari
Direksi Pekerjaan. Jenis dan takaran bahan tambahan yang akan digunakan untuk tujuan
tertentu harus dibuktikan kebenarannya melalui pengujian campuran di laboratorium.
Ketentuan mengenai bahan tambahan ini harus mengacu pada SNI 03-2495-1991.

Bila akan digunakan bahan tambahan berupa butiran yang sangat halus, sebagian besar
berupa mineral yang bersifat cementious seperti abu terbang (fly ash), mikrosilika
(silicafume), atau abu slag besi (iron furnace slag), yang umumnya ditambahkan pada semen
sebagai bahan utama beton, maka penggunaan bahan tersebut harus berdasarkan hasil
pengujian laboratorium yang menyatakan bahwa hasil kuat tekan yang dihasilkan sesuai

14 dari 27
Edisi Desember 2003

dengan persyaratan yang diinginkan pada Gambar Rencana dan disetujui oleh Direksi
Pekerjaan.

Dalam hal penggunaan bahan tambahan dalam campuran beton, maka bahan tersebut
ditambahkan pada saat pengadukan beton. Bahan tambahan ini hanya boleh digunakan
untuk meningkatkan kinerja beton segar (fresh concrete).

Penggunaan bahan tambahan ini dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:

a) Meningkatkan kinerja kelecakan adukan beton tanpa menambah air

b) Mengurangi penggunaan air dalam campuran beton tanpa mengurangi kelecakan

c) Mempercepat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton

d) Memperlambat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton

e) Meningkatkan kinerja kemudahan pemompaan beton

f) Mengurangi kecepatan terjadinya slump loss

g) Mengurangi susut beton atau memberikan sedikit pengembangan volume beton


(ekspansi)

h) Mengurangi terjadinya bleeding

i) Mengurangi terjadinya segregasi

Untuk tujuan peningkatan kinerja beton sesudah mengeras, bahan tambahan campuran
beton bisa digunakan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut:

a) Meningkatkan kekuatan beton (secara tidak langsung)

b) Meningkatkan kekuatan pada beton muda

c) Mengurangi atau memperlambat panas hidrasi pada proses pengerasan beton,


terutama untuk beton dengan kekuatan awal yang tinggi.

d) Meningkatkan kinerja pengecoran beton di dalam air atau di laut

e) Meningkatkan keawetan jangka panjang beton

f) Meningkatkan kekedapan beton (mengurangi permeabilitas beton)

g) Mengendalikan ekspansi beton akibat reaksi alkali agregat

h) Meningkatkan daya lekat antara beton baru dan beton lama

i) Meningkatkan daya lekat antara beton dan baja tulangan

15 dari 27
Edisi Desember 2003

j) Meningkatkan ketahanan beton terhadap abrasi dan tumbukan

Walaupun demikian, penggunaan aditif dan admixture perlu dilakukan secara hati-hati dan
dengan takaran yang tepat sesuai manual penggunaannya, serta dengan proses
pengadukan yang baik, agar pengaruh penambahannya pada kinerja beton bisa dicapai
secara merata pada semua bagian beton. Dalam hal ini perlu dimengerti bahwa dosis yang
berlebih akan dapat mengakibatkan menurunnya kinerja beton, atau dalam hal yang lebih
parah, dapat menimbulkan kerusakan pada beton.

6.5 Penakaran Agregat

a) Seluruh komponen bahan beton harus ditakar menurut berat, untuk mutu beton fc’ < 20
MPa diijinkan ditakar menurut volume sesuai SNI 03–3976–1995. Bila digunakan
semen kemasan dalam zak, kuantitas penakaran harus sedemikian sehingga kuantitas
semen yang digunakan adalah setara dengan satu satuan atau kebulatan dari jumlah
zak semen. Agregat harus ditimbang beratnya secara terpisah. Ukuran setiap
penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat pencampur.

b) Penakaran agregat harus dilakukan dalam kondisi jenuh kering permukaan (SSD).
Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka harus dilakukan koreksi penakaran sesuai
dengan kondisi agregat di lapangan. Untuk mendapatkan kondisi agregat yang jenuh
kering permukaan dapat dilakukan dengan cara menyemprot tumpukan agregat
dengan air secara berkala paling sedikit 12 jam sebelum penakaran untuk menjamin
kondisi jenuh kering permukaan.

c) Kontraktor harus dapat menunjukkan sertifikat kalibrasi yang masih berlaku untuk
seluruh peralatan yang digunakan untuk keperluan penakaran bahan-bahan beton
termasuk saringan agregat pada perangkat ready mix.

6.6 Pencampuran

a) Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari jenis dan
ukuran yang disetujui sehingga dapat menjamin distribusi yang merata dari seluruh
bahan.

b) Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat ukur yang
akurat untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang digunakan dalam setiap
penakaran.

c) Cara pencampuran bahan beton dilakukan sebagai berikut, pertama masukkan


sebagian air, kemudian seluruh agregat sehingga mencapai kondisi yang cukup basah,
dan selanjutnya masukkan seluruh semen yang sudah ditakar hingga tercampur
dengan agregat secara merata. Terakhir masukkan sisa air untuk menyempurnakan
campuran.

d) Waktu pencampuran harus diukur mulai pada saat air dimasukkan ke dalam campuran
bahan kering. Seluruh sisa air yang diperlukan harus sudah dimasukkan sekira
seperempat waktu pencampuran tercapai. Waktu pencampuran untuk mesin
berkapasitas 1 m3 atau kurang harus sekira 1,5 menit; untuk mesin yang lebih besar
waktu harus ditingkatkan 30 detik untuk tiap penambahan 0,5 m 3.

16 dari 27
Edisi Desember 2003

e) Bila tidak mungkin menggunakan mesin pencampur, Direksi Pekerjaan dapat


menyetujui pencampuran beton dengan cara manual dan harus dilakukan sedekat
mungkin dengan tempat pengecoran. Penggunaan pencampuran beton dengan cara
manual harus dibatasi hanya pada beton non-struktural.

7 PELAKSANAAN PENGECORAN

7.1 Penyiapan Tempat Kerja

a) Kontraktor harus membongkar struktur lama yang akan diganti dengan beton yang baru
atau yang harus dibongkar untuk dapat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan beton
yang baru. Pembongkaran tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan persyaratan
dalam Seksi 7.15 dari Spesifikasi ini.

b) Kontraktor harus menggali atau menimbun kembali pondasi atau formasi untuk
pekerjaan beton sesuai dengan garis yang ditunjukkan dalam Gambar Kerja atau
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan sesuai dengan ketentuan
dalam Seksi 3.1 dan 3.2 dari Spesifikasi ini, dan harus membersihkan serta menggaru
tempat di sekeliling pekerjaan beton yang cukup luas sehingga dapat menjamin
dicapainya seluruh sudut pekerjaan. Jika diperlukan harus disediakan jalan kerja yang
stabil untuk menjamin dapat diperiksanya seluruh sudut pekerjaan dengan mudah dan
aman.

c) Seluruh dasar pondasi, pondasi dan galian untuk pekerjaan beton harus dijaga agar
senantiasa kering. Beton tidak boleh dicor di atas tanah yang berlumpur, bersampah
atau di dalam air. Apabila beton akan dicor di dalam air, maka harus dilakukan dengan
cara dan peralatan khusus untuk menutup kebocoran seperti pada dasar sumuran atau
cofferdam dan atas persetujuan Direksi Pekerjaan.

d) Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda lain yang
harus berada di dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus sudah dipasang dan
diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat pengecoran.

e) Bila disyaratkan atau diperlukan oleh Direksi Pekerjaan, maka bahan lantai kerja untuk
pekerjaan beton harus dihampar sesuai dengan ketentuan dari Seksi 2.4 dari
Spesifikasi ini.

f) Direksi Pekerjaan akan memeriksa seluruh galian yang disiapkan untuk pondasi
sebelum menyetujui pemasangan acuan, baja tulangan atau pengecoran beton.
Kontraktor dapat diminta untuk melaksanakan pengujian penetrasi kedalaman tanah
keras, pengujian kepadatan atau penyelidikan lainnya untuk memastikan cukup
tidaknya daya dukung tanah di bawah pondasi.

Bilamana dijumpai kondisi tanah dasar pondasi yang tidak memenuhi ketentuan, maka
Kontraktor dapat diperintahkan untuk mengubah dimensi atau kedalaman pondasi
dan/atau menggali dan mengganti bahan di tempat yang lunak, memadatkan tanah
pondasi atau melakukan tindakan stabilisasi lainnya sebagaimana yang diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan.

17 dari 27
Edisi Desember 2003

g) Kontraktor harus memastikan lokasi pengecoran bebas dari resiko terkena air hujan
dengan memasang tenda seperlunya. Direksi Pekerjaan berhak menunda pengecoran
sebelum tenda terpasang dengan benar. Kontraktor juga harus memastikan lokasi
pengecoran bebas dari resiko terkena air pasang atau muka air tanah dengan
penanganan seperlunya.

7.2 Acuan

a) Bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka acuan dari tanah harus dibentuk dari
galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya harus dipangkas secara manual sesuai
dimensi yang diperlukan. Seluruh kotoran tanah yang lepas harus dibuang sebelum
pengecoran beton.

b) Acuan dapat dibuat dari kayu atau baja dengan sambungan yang kedap dan kaku
untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama pengecoran, pemadatan dan
perawatan.

c) Untuk permukaan akhir struktur yang tidak terekspos dapat digunakan kayu yang tidak
diserut permukaannya. Sedangkan untuk permukaan akhir yang terekspos harus
digunakan kayu yang mempunyai permukaan yang rata. Seluruh sudut-sudut tajam
acuan harus ditumpulkan.

d) Acuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dibongkar tanpa merusak
permukaan beton dengan memberikan pelumas (oil form).

7.3 Pengecoran

a) Kontraktor harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara tertulis paling sedikit 24


jam sebelum memulai pengecoran beton, atau meneruskan pengecoran beton
bilamana pengecoran beton telah ditunda lebih dari 6 jam (final setting). Pemberitahuan
harus meliputi lokasi, kondisi pekerjaan, mutu beton dan tanggal serta waktu
pencampuran beton.

Direksi Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan tersebut dan akan
memeriksa acuan, tulangan dan mengeluarkan persetujuan tertulis untuk memulai
pelaksanaan pekerjaan seperti yang direncanakan. Kontraktor tidak boleh
melaksanakan pengecoran beton tanpa persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan.

b) Walaupun persetujuan untuk memulai pengecoran sudah diterbitkan, pengecoran beton


tidak boleh dilaksanakan bilamana Direksi Pekerjaan atau wakilnya tidak hadir untuk
menyaksikan operasi pencampuran dan pengecoran secara keseluruhan.

c) Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi dengan air atau
diolesi pelumas di sisi dalamnya yang tidak meninggalkan bekas.

d) Pengecoran beton ke dalam cetakan sampai selesai harus dalam waktu 1 jam setelah
pencampuran, atau dalam waktu yang lebih pendek sebagaimana yang diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan berdasarkan pengamatan karakteristik waktu pengerasan
(setting time) semen yang digunakan, kecuali digunakan bahan tambahan untuk
memperlambat proses pengerasan (retarder) yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

18 dari 27
Edisi Desember 2003

e) Pengecoran beton harus berkesinambungan tanpa berhenti sampai dengan


sambungan konstruksi (construction joint) yang telah disetujui sebelumnya atau sampai
pekerjaan selesai.

f) Pengecoran beton harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi


segregasi antara agregat kasar dan agregat halus dari campuran. Beton harus dicor
dalam cetakan sedekat mungkin dengan yang dapat dicapai pada posisi akhir beton.
Pengaliran beton tidak boleh melampaui satu meter dari tempat awal pengecoran.

g) Pengecoran beton ke dalam acuan struktur yang berbentuk rumit dan penulangan yang
rapat harus dilaksanakan secara lapis demi lapis dengan tebal yang tidak melampaui
15 cm. Untuk dinding beton, tebal lapis pengecoran dapat sampai 30 cm menerus
sepanjang seluruh keliling struktur.

h) Tinggi jatuh bebas beton ke dalam cetakan tidak boleh lebih dari 150 cm.

Beton tidak boleh dicor langsung ke dalam air. Bilamana beton dicor di dalam air dan
tidak dapat dilakukan pemompaan dalam waktu 48 jam setelah pengecoran, maka
beton harus dicor dengan metode tremi atau metode Drop-Bottom -Bucket, dimana
pengggunaan bentuk dan jenis yang khusus untuk tujuan ini harus disetujui terlebih
dahulu oleh Direksi Pekerjaan.

Dalam hal pengecoran di bawah air dengan menggunakan beton tremi maka
campuran beton tremi tersebut harus dijaga sedemikian rupa agar campuran
tersebut mempunyai slump tertentu, kelecakan yang baik dan pengecoran secara
keseluruhan dari bagian dasar sampai atas tiang pancang selesai dalam masa
setting time beton. Untuk itu harus dilakukan campuran percobaan dengan
menggunakan bahan tambahan (retarder) untuk memperlambat pengikatan awal
beton, yang lamanya tergantung dari lokasi pengecoran beton, pemasangan dan
penghentian pipa tremi serta volume beton yang dicor. Pipa tremi dan
sambungannya harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga
memungkinkan beton mengalir dengan baik.

Tremi harus selalu terisi penuh selama pengecoran. Bilamana aliran beton terhambat
maka tremi harus ditarik sedikit keatas dan diisi penuh terlebih dahulu sebelum
pengecoran dilanjutkan.

Baik tremi atau Drop-Bottom -Bucket harus mengalirkan campuran beton di bawah
permukaan beton yang telah dicor sebelumnya

i) Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga campuran beton
yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu dengan campuran beton yang
baru.

j) Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton baru yang akan dicor,
harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepas dan rapuh
dan dilapisi dengan bonding agent yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

k) Dalam waktu 24 jam setelah pengecoran permukaan pekerjaan beton, tidak boleh ada
air yang mengalir di atasnya. Untuk perawatan dengan pemberian air di atas

19 dari 27
Edisi Desember 2003

permukaan, dapat dilakukan sebelum 24 jam setelah pengecoran dengan persetujuan


Direksi Pekerjaan.

l) Apabila dilakukan pengecoran beton yang menggunakan pompa beton dari alat Ready
Mix, maka perlu diperhatikan kapasitas, daya pemompaan, kelecakan beton untuk
mendapatkan hasil pengecoran yang sesuai dengan ketentuan.

7.4 Sambungan Konstruksi (Construction Joint)

a) Jadwal pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap jenis struktur
yang diusulkan beserta lokasi sambungan konstruksi seperti yang ditunjukkan pada
Gambar Rencana untuk disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Sambungan konstruksi tidak
boleh ditempatkan pada pertemuan elemen-elemen struktur kecuali ditentukan
demikian.

b) Sambungan konstruksi pada tembok sayap tidak diijinkan. Semua sambungan


konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan pada umumnya harus
diletakkan pada titik dengan gaya geser minimum.

c) Bilamana sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus melewati


sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap monolit.

d) Pada sambungan konstruksi harus disediakan lidah alur dengan ke dalaman paling
sedikit 4 cm untuk dinding, pelat serta antara dasar pondasi dan dinding. Untuk
pelaksanaan pengecoran pelat yang terletak di atas permukaan dengan cara manual,
sambungan konstruksi harus diletakkan sedemikian rupa sehingga pelat-pelat
mempunyai luas maksimum 40 m 2.

e) Kontraktor harus menyediakan pekerja dan bahan-bahan yang diperlukan untuk


kemungkinan adanya sambungan konstruksi tambahan bilamana pekerjaan terpaksa
mendadak harus dihentikan akibat hujan atau terhentinya pemasokan beton atau
penghentian pekerjaan oleh Direksi Pekerjaan.

f) Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bonding agent yang dapat digunakan untuk
pelekatan pada sambungan konstruksi dan cara pelaksanaannya harus sesuai dengan
petunjuk pabrik pembuatnya.

g) Pada lingkungan air asin atau korosif, sambungan konstruksi tidak diperkenankan
berada pada 75 cm di bawah muka air terendah atau 75 cm di atas muka air tertinggi
kecuali ditentukan lain dalam Gambar Kerja.

7.5 Pemadatan

a) Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar acuan
yang telah disetujui. Bilamana diperlukan dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan,
penggetaran harus disertai penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk
menjamin kepadatan yang tepat dan memadai. Alat penggetar tidak boleh digunakan
untuk memindahkan campuran beton dari satu titik ke titik lain di dalam acuan.

20 dari 27
Edisi Desember 2003

b) Pemadatan harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan semua sudut, di antara
dan sekitar besi tulangan benar-benar terisi tanpa menggeser tulangan sehingga setiap
rongga dan gelembung udara terisi.

c) Lama penggetaran harus dibatasi, agar tidak terjadi segregasi pada hasil pemadatan
yang diperlukan.

d) Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya


5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan boleh diletakkan di atas acuan
supaya dapat menghasilkan getaran yang merata.

e) Posisi alat penggetar mekanis yang digunakan untuk memadatkan beton di dalam
acuan harus vertikal sedemikianrupa sehingga tidak berada lebih dekat dari 100 mm
terhadap acuan, beton yang sudah mengeras dan usahakan tidak mengenai tulangan
sehingga menghasilkan kepadatan yang menyeluruh pada bagian tersebut. Apabila alat
penggetar tersebut akan digunakan pada posisi yang lain maka, alat tersebut harus
ditarik secara perlahan dan dimasukkan kembali pada posisi lain dengan jarak tidak
lebih dari 45 cm. Alat penggetar tidak boleh berada pada suatu titik lebih dari 15 detik
atau permukaan beton sudah mengkilap.

f) Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam diberikan dalam Tabel 7.1.4.(5).

Tabel 7.1.4-5 Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam

Kecepatan Pengecoran Beton (m 3 / jam) Jumlah Alat


4 2
8 3
12 4
16 5
20 6
> 20 >6
Apabila kecepatan pengecoran 20 m 3/jam, maka harus digunakan alat penyetor yang
mempunyai dim ensi lebih besar dari 7,5 cm.

g) Lapisan yang digetarkan tidak boleh lebih tebal dari 500 mm. Untuk bagian konstruksi
yang sangat tebal harus dilaksanakan lapis demi lapis.

h) Dalam segala hal, pemadatan beton harus sudah selesai sebelum terjadi waktu ikat
awal (initial setting).

7.6 Beton Siklop

Beton siklop adalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 Mpa (K175) dengan
batu-batu pecah ukuran maksimum 25 cm. Batu-batu ini diletakkan dengan hati-hati dan
tidak boleh dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau ditempatkan secara berlebihan yang
dikhawatirkan akan merusak bentuk acuan atau pasangan-pasangan lain yang berdekatan.

21 dari 27
Edisi Desember 2003

Semua batu-batu pecah harus cukup dibasahi sebelum ditempatkan. Volume total batu
pecah tidak boleh melebihi sepertiga dari total volume pekerjaan beton siklop.

Untuk dinding penahan tanah dan pilar yang lebih tebal dari 60 cm, tiap batu harus dilindungi
dengan adukan beton setebal 15 cm; jarak antar batu pecah maksimum 30 cm dan jarak
terhadap permukaan minimum 15 cm. Permukaan bagian atas dilindungi dengan beton
penutup (caping).

8 PENGERJAAN AKHIR

8.1 Pembongkaran Acuan

a) Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang tipis dan struktur
yang sejenis lebih awal 30 jam setelah pengecoran beton tanpa mengabaikan
perawatan. Acuan yang ditopang oleh perancah di bawah pelat, balok, gelegar, atau
struktur busur, tidak boleh dibongkar hingga pengujian kuat tekan beton menunjukkan
paling sedikit 85 % dari kekuatan rancangan beton.

b) Untuk memungkinkan pengerjaan akhir, acuan yang digunakan untuk pekerjaan yang
diberi hiasan, tiang sandaran, tembok pengarah (parapet), dan permukaan vertikal yang
terekspos harus dibongkar dalam waktu paling sedikit 9 jam setelah pengecoran dan
tidak lebih dari 30 jam, tergantung pada keadaan cuaca dan tanpa mengabaikan
perawatan.

8.2 Permukaan (Pengerjaan Akhir Biasa)

a) Kecuali diperintahkan lain, permukaan beton harus dikerjakan segera setelah


pembongkaran acuan. Seluruh perangkat kawat atau logam yang telah digunakan
untuk memegang acuan, dan acuan yang melewati badan beton, harus dibuang atau
dipotong kembali paling sedikit 2,5 cm di bawah permukaan beton. Tonjolan mortar dan
ketidakrataan lainnya yang disebabkan oleh sambungan cetakan harus dibersihkan.

b) Direksi Pekerjaan harus memeriksa permukaan beton segera setelah pembongkaran


acuan dan dapat memerintahkan penambalan atas kekurang sempurnaan minor yang
tidak akan mempengaruhi struktur atau fungsi lain dari pekerjaan beton. Penambalan
harus meliputi pengisian lubang-lubang kecil dan lekukan dengan adukan semen.

c) Bilamana Direksi Pekerjaan menyetujui pengisian lubang besar akibat keropos,


pekerjaan harus dipahat sampai ke bagian yang utuh (sound), membentuk permukaan
yang tegak lurus terhadap permukaan beton. Lubang harus dibasahi dengan air dan
adukan pasta (semen dan air, tanpa pasir) harus dioleskan pada permukaan lubang.
Selanjutnya lubang harus diisi dengan adukan yang kental yang terdiri dari satu bagian
semen dan dua bagian pasir dan dipadatkan. Adukan tersebut harus dibuat dan
didiamkan sekira 30 menit sebelum dipakai agar dicapai penyusutan awal, kecuali
digunakan jenis semen tidak susut (non shrinkage cement).

8.3 Permukaan (Pekerjaan Akhir Khusus)

Permukaan yang terekspos harus diselesaikan dengan pekerjaan akhir berikut ini, atau
seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan :

22 dari 27
Edisi Desember 2003

a) Bagian atas pelat, kerb, permukaan trotoar, dan permukaan horisontal lainnya
sebagaimana yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus digaru dengan mistar
bersudut untuk memberikan bentuk serta ketinggian yang diperlukan segera setelah
pengecoran beton dan harus diselesaikan secara manual sampai rata dengan
menggerakkan perata kayu secara memanjang dan melintang, atau dengan cara lain
yang sesuai sebelum beton mulai mengeras .

b) Perataan permukaan horisontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk trotoar, harus
sedikit kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara lain sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, sebelum beton mulai mengeras .

c) Permukaan yang tidak horisontal yang telah ditambal atau yang masih belum rata harus
digosok dengan batu gurinda yang agak kasar (medium), dengan menempatkan sedikit
adukan semen pada permukaannya. Adukan harus terdiri dari semen dan pasir halus
yang dicampur sesuai dengan proporsi yang digunakan untuk pengerjaan akhir beton.
Penggosokan harus dilaksanakan sampai seluruh tanda bekas acuan, ketidakrataan,
tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta diperoleh permukaan yang rata. Pasta
yang dihasilkan dari penggosokan ini harus dibiarkan tertinggal di tempat.

8.4 Perawatan Dengan Pembasahan

a) Segera setelah pengecoran, beton harus dilindungi dari pengeringan dini, temperatur
yang terlalu panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga agar kehilangan kadar
air yang terjadi seminimal mungkin dan diperoleh temperatur yang relatif tetap dalam
waktu yang ditentukan untuk menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya pada
semen dan pengerasan beton.

b) Pekerjaan perawatan harus segera dimulai setelah beton mulai mengeras (sebelum
terjadi retak susut basah) dengan menyelimutinya dengan bahan yang dapat menyerap
air. Lembaran bahan penyerap air ini yang harus dibuat jenuh dalam waktu paling
sedikit 7 hari. Semua bahan perawatan atau lembaran bahan penyerap air harus
menempel pada permukaan yang dirawat.

Bilamana acuan kayu tidak dibongkar sesuai dengan Pasal 7.1.5.(1), maka acuan
tersebut harus dipertahankan dalam kondisi basah sampai acuan dibongkar, untuk
mencegah terbukanya sambungan-sambungan dan pengeringan beton.

c) Permukaan beton yang digunakan langsung sebagai lapis aus harus dirawat setelah
permukaannya mulai mengeras (sebelum terjadi retak susut basah) dengan ditutupi
oleh lapisan pasir lembab setebal 5 cm paling sedikit selama 21 hari.

d) Beton semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi, harus dibasahi sampai
kuat tekannya mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton berumur 28 hari.

8.5 Perawatan dengan Uap

a) Beton yang dirawat dengan uap untuk mendapatkan kekuatan awal yang tinggi, tidak
diperkenankan menggunakan bahan tambahan kecuali atas persetujuan Direksi
Pekerjaan.

23 dari 27
Edisi Desember 2003

b) Perawatan dengan uap harus dikerjakan secara menerus sampai waktu dimana beton
telah mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton berumur 28 hari. Perawatan
dengan uap untuk beton harus mengikuti ketentuan di bawah ini:

1) Tekanan uap pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi
tekanan luar.

2) Temperatur pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi 38 0C
selama 2 jam sesudah pengecoran selesai, dan kemudian temperatur dinaikkan
berangsur-angsur sehingga mencapai 65 0C dengan kenaikan temperatur
maksimum 14 0C / jam secara bertahap.

3) Perbedaan temperatur pada dua tempat di dalam ruangan uap tidak boleh
melebihi 5,5 0C.

4) Penurunan temperatur selama pendinginan dilaksanakan secara bertahap dan


tidak boleh lebih dari 11 0C per jam .

5) Perbedaan temperatur beton pada saat dikeluarkan dari ruang penguapan tidak
boleh lebih dari 11 0C dibanding udara luar.

6) Selama perawatan dengan uap, ruangan harus selalu jenuh dengan uap air.

7) Semua bagian struktural yang mendapat perawatan dengan uap harus dibasahi
selama 4 hari sesudah selesai perawatan uap tersebut.

c) Kontraktor harus membuktikan bahwa peralatannya bekerja dengan baik dan


temperatur di dalam ruangan perawatan dapat diatur sesuai dengan ketentuan dan
tidak tergantung dari cuaca luar.

d) Pipa uap harus ditempatkan sedemikian rupa atau balok harus dilindungi secukupnya
agar beton tidak terkena langsung semburan uap, yang akan menyebabkan perbedaan
temperatur pada bagian-bagian beton.

9 PENGENDALIAN MUTU DI LAPANGAN

9.1 Pengujian Untuk Kelecakan (Workability)

Satu pengujian "slump", atau lebih sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan,
harus dilaksanakan pada setiap pencampuran beton yang dihasilkan, dan pengujian harus
dianggap belum dikerjakan kecuali disaksikan oleh Direksi Pekerjaan atau wakilnya. Slump
yang diukur merupakan slump yang tidak mengubah komposisi campuran yang disepakati
sebelumnya.

9.2 Pengujian Kuat Tekan

a) Kontraktor harus membuat satu pasang benda uji untuk pengujian kuat tekan pada
setiap campuran beton yang dicor dan dalam segala hal tidak kurang dari satu set
pengujian untuk setiap mutu beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor
terpisah pada tiap hari pengecoran. Setiap set pengujian minimum terdiri dari empat

24 dari 27
Edisi Desember 2003

pasang benda uji, yang pertama harus diuji untuk kuat tekan beton umur 3 hari, yang
kedua 7 hari, yang ketiga 14 hari dan yang keempat 28 hari.

b) Untuk keperluan pengujian mutu beton, Kontraktor harus menyediakan benda uji beton
berupa silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, untuk masing-masing
pengujian harus disediakan sepasang (2 buah) benda uji, dan yang harus dirawat
sesuai dengan SNI 03-4810-1998. Benda uji tersebut harus dicetak bersamaan dan
diambil dari contoh yang sama dengan benda uji silinder yang akan dirawat di
laboratorium.

c) Tingkat kekuatan dari suatu mutu beton diterima dengan memuaskan bilamana telah
dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Rata-rata dari semua nilai hasil uji kuat tekan (satu nilai hasil uji = rata-rata dari nilai
uji tekan sepasang benda uji silinder yang diambil dari sumber adukan yang sama
seperti telah disebutkan di atas), dan yang sekurang-kurangnya terdiri dari empat
nilai (dari empat pasang) hasil uji kuat tekan yang berturut-turut, serta tidak boleh
kurang dari (fc’ + S), di mana s menyatakan n ilai deviasi standar dari hasil uji tekan.

2) Tidak satupun dari nilai hasil uji tekan ( 1 hasil uji tekan sama dengan rata-rata dari
hasil uji dua silinder yang diambil pada waktu bersamaan) mempunyai nilai di
bawah 0,85 fc’.

3) Apabila dalam pengambilan sepasang benda uji terdapat perbedaan nilai kuat tekan
yang signifikan antara keduanya, maka perlu mendapat perhatian khusus.

d) Bila salah satu dari kedua syarat tersebut di atas tidak dipenuhi, maka harus diambil
langkah untuk meningkatkan rata-rata dari hasil uji kuat tekan berikutnya, dan langkah-
langkah lain untuk memastikan bahwa kapasitas daya dukung dari struktur tidak
membahayakan.

e) Bila kemungkinan terjadinya suatu beton dengan kekuatan rendah telah dapat
dipastikan dan perhitungan menunjukkan bahwa kapasitas daya dukung struktur
mungkin telah berkurang, maka diperlukan suatu uji bor (core drilling) pada daerah
yang diragukan berdasarkan aturan pengujian yang berlaku. Dalam hal ini harus diambil
paling tidak 3 (tiga) buah benda uji bor inti untuk setiap hasil uji tekan yang meragukan
atau terindikasi bermutu rendah seperti disebutkan di atas.

f) Beton di dalam derah yang diwakili oleh hasil uji bor inti bisa dianggap secara struktural
cukup baik bila rata-rata kuat tekan dari ketiga benda uji bor inti tersebut tidak kurang
dari 0,85 fc’, dan tidak satupun dari benda uji bor inti yang mempunyai kekuatan kurang
dari 0,75 fc’. Dalam hal ini, perbedaan umur beton saat pengujian kuat tekan benda uji
bor inti terhadap umur beton yang disyaratkan untuk penetapan kuat tekan beton (yaitu
28 hari, atau lebih bila disyaratkan), perlu diperhitungkan dan dilakukan koreksi dalam
menetapkan kuat tekan beton yang dihasilkan. Untuk memeriksa akurasi dari hasil
pengujian bor inti, lokasi yang diwakili oleh kuat tekan benda uji bor inti yang tidak
menentu (eratik) boleh diuji ulang.

25 dari 27
Edisi Desember 2003

9.3 Pengujian Tambahan

Kontraktor harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk menentukan


mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, sebagaimana yang diperintahkan
oleh Direksi Pekerjaan. Pengujian tambahan tersebut meliputi :

a) Pengujian yang tidak merusak menggunakan alat seperti Impact Echo, Ultrasonic
Penetration Velocity atau perangkat penguji lainnya;

b) Pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;

c) Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;

d) Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan.

10 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN

10.1 Cara Pengukuran

a) Beton akan diukur dengan jumlah meter kubik pekerjaan beton yang digunakan dan
diterima sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan pada Gambar Kerja atau yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Tidak ada pengurangan yang akan dilakukan
untuk volume yang ditempati oleh pipa dengan garis tengah kurang dari 20 cm atau
oleh benda lainnya yang tertanam seperti "water stop", baja tulangan, selongsong pipa
(conduit) atau lubang sulingan (weephole).

b) Tidak ada pengukuran tambahan atau yang lainnya yang akan dilakukan untuk acuan,
perancah untuk balok dan lantai pemompaan, penyelesaian akhir permukaan,
penyediaan pipa sulingan, pekerjaan pelengkap lainnya untuk penyelesaian pekerjaan
beton, dan biaya dari pekerjaan tersebut telah dianggap termasuk dalam harga
penawaran untuk Pekerjaan Beton.

c) Kuantitas bahan untuk lantai kerja, bahan drainase porous, baja tulangan dan mata
pembayaran lainnya yang berhubungan dengan struktur yang telah selesai dan diterima
akan diukur untuk dibayarkan seperti disyaratkan pada Seksi lain dalam Spesifikasi ini.

d) Beton yang telah dicor dan diterima harus diukur dan dibayar sebagai beton struktur
atau beton tidak bertulang. Beton Struktur haruslah beton yang disyaratkan atau
disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebagai fc’=20 MPa (K250) atau lebih tinggi dan Beton
Tak Bertulang haruslah beton yang disyaratkan atau disetujui untuk fc’=15 MPa (K175)
atau fc’=10 MPa (K125). Bilamana beton dengan mutu (kekuatan) yang lebih tinggi
diperkenankan untuk digunakan di lokasi untuk mutu (kekuatan) beton yang lebih
rendah, maka volumenya harus diukur sebagai beton dengan mutu (kekuatan) yang
lebih rendah.

10.2 Pengukuran Untuk Pekerjaan Beton Yang Diperbaiki

a) Bilamana pekerjaan telah diperbaiki menurut Pasal 7.1.1.(10) di atas, kuantitas yang
akan diukur untuk pembayaran haruslah sejumlah yang harus dibayar bila mana
pekerjaan semula telah memenuhi ketentuan.

26 dari 27
Edisi Desember 2003

b) Tidak ada pembayaran tambahan akan dilakukan untuk tiap peningkatan kadar semen
atau setiap bahan tambah (admixture), juga tidak untuk tiap pengujian atau pekerjaan
tambahan atau bahan pelengkap lainnya yang diperlukan untuk mencapai mutu yang
disyaratkan untuk pekerjaan beton.

10.3 Dasar Pembayaran


a) Kuantitas yang diterima dari berbagai mutu beton yang ditentukan sebagaimana yang
disyaratkan di atas, akan dibayar pada Harga Kontrak untuk Mata Pembayaran dan
menggunakan satuan pengukuran yang ditunjukkan di bawah dan dalam Daftar
Kuantitas .
b) Harga dan pembayaran harus merupakan kompensasi penuh untuk seluruh
penyediaan dan pemasangan seluruh bahan yang tidak dibayar dalam Mata
Pembayaran lain, termasuk "water stop", lubang sulingan, acuan, perancah untuk
pencampuran, pengecoran, pekerjaan akhir dan perawatan beton, dan untuk semua
biaya lainnya yang perlu dan lazim untuk penyelesaian pekerjaan yang sebagaimana
mestinya, yang diuraikan dalam Seksi ini.

Nomor Mata Uraian Satuan


Pembayaran Pengukuran

7.1.(1) Beton mutu tinggi dengan fc’=50 Meter Kubik


MPa (K-600)
7.1.(2) Beton mutu tinggi dengan fc’=45 Meter Kubik
MPa (K-500)
7.1.(3) Beton mutu tinggi dengan fc’=38 Meter Kubik
MPa (K-450)
7.1.(4) Beton mutu tinggi dengan fc’=35 Meter Kubik
MPa (K-400)
7.1.(5) Beton mutu sedang dengan Meter Kubik
fc’=30MPa (K-350)
7.1.(6) Beton mutu sedang dengan fc’= 25 Meter Kubik
MPa (K-300)
7.1.(7) Beton mutu sedang dengan fc’= 20 Meter Kubik
MPa (K-250)
7.1.(8) Beton mutu rendah dengan fc’= 15 Meter Kubik
MPa (K-175)
7.1.(9) Beton Siklop fc’=15 MPa (K175) Meter Kubik
7.1.(10) Beton fc’= 10 MPa (K125) Meter Kubik

27 dari 27
LAMPIRAN C

SPESIFIKASI TEKNIK BETON UNTUK

STRUKTUR JEMBATAN

FORMAT BUKU III

Lampiran
Edisi Desember 2003

DIVISI 7

STRUKTUR

SEKSI 7.1

BETON

7.1.1 UMUM

1) Uraian

a) Pekerjaan yang disyaratkan dalam Seksi ini mencakup pelaksanaan


seluruh struktur beton bertulang, beton tanpa tulangan, beton prategang,
beton pracetak dan beton untuk struktur baja komposit, sesuai dengan
Spesifikasi dan Gambar Rencana yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

b) Pekerjaan ini meliputi pula penyiapan tempat kerja untuk pengecoran


beton, pengadaan penutup beton, lantai kerja dan pemeliharaan pondasi
seperti pemompaan atau tindakan lain untuk mempertahankan agar
pondasi tetap kering.

c) Mutu beton yang digunakan pada masing-masing bagian dari pekerjaan


dalam Kontrak harus seperti yang ditunjukkan dalam Gambar Rencana
atau Seksi lain yang berhubungan dengan Spesifikasi ini, atau
sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Penggunaan mutu
beton yang tidak tercakup dalam Tabel 7.1.1-1 ini, harus disetujui oleh
Direksi Pekerjaan. Beton yang digunakan dalam Kontrak ini harus
mempunyai mutu beton sebagai berikut:

Tabel 7.1.1-1 Mutu Beton dan Penggunaan


Jenis fc’ ? bk’
Beton (MPa) (Kg/cm2 ) Uraian

Mutu 35 – 65 K400 – Umumnya digunakan untuk beton


tinggi K800 prategang seperti tiang pancang beton
prategang, gelagar beton prategang,
pelat beton prategang dan sejenisnya.
Mutu 20 – <35 K250 – Umumnya digunakan untuk beton
sedang < K400 bertulang seperti pelat lantai jembatan,
gelagar beton bertulang, diafragma,
kerb beton pracetak, gorong-gorong
beton bertulang, bangunan bawah
jembatan.
Mutu 15 – <20 K175 – Umumya digunakan untuk struktur
rendah < K250 beton tanpa tulangan seperti beton
siklop, trotoar dan pasangan batu
kosong yang diisi adukan, pasangan
batu.
10 – <15 K125 – digunakan sebagai lantai kerja,
< K175 penimbunan kembali dengan beton

1
Edisi Desember 2003

2) Penerbitan Detail Pela ksanaan

Detail pelaksanaan untuk pekerjaan beton yang tidak disertakan dalam Dokumen
Kontrak pada saat pelelangan akan diterbitkan oleh Direksi Pekerjaan setelah
peninjauan rancangan awal selesai dilaksanakan sesuai dengan Seksi 1.9 dari
Spesifikasi ini.

3) Pekerjaan Seksi Lain Yang Berkaitan Dengan Seksi Ini

a) Pemeliharaan Lalu Lintas : Seksi 1.8


b) Rekayasa Lapangan : Seksi 1.9
c) Pasangan Batu dengan Mortar : Seksi 2.2
d) Gorong-gorong dan Drainase Beton : Seksi 2.3
e) Drainase Porous : Seksi 2.4
f) Galian : Seksi 3.1
g) Timbunan : Seksi 3.2
h) Beton Prategang : Seksi 7.2
i) Baja Tulangan : Seksi 7.3
j) Adukan Semen : Seksi 7.8
k) Pembongkaran Struktur : Seksi 7.15

4) Jaminan Mutu

Mutu bahan, mutu campuran, cara kerja, proses dan hasil akhir harus dipantau
dan dikendalikan seperti yang disyaratkan dalam Standar Rujukan dalam Pasal
7.1.1.(6).

5) Toleransi untuk beton pracetak

a) Toleransi Dimensi :

? Panjang keseluruhan sampai dengan 6 m. + 5 mm


? Panjang keseluruhan lebih dari 6 m + 15 mm
? Panjang balok, pelat lantai jembatan, kolom dinding. + 10 mm

b) Toleransi Bentuk :

? Persegi (selisih dalam panjang diagonal) 10 mm


? Kelurusan atau lengkungan (penyimpangan dari garis
yang dimaksud) untuk panjang s/d 3 m. 12 mm
? Kelurusan atau lengkungan untuk panjang 3 m - 6 m 15 mm
? Kelurusan atau lengkungan untuk panjang > 6 m 20 mm

c) Toleransi Kedudukan (dari titik patokan) :

? Kedudukan kolom pra-cetak dari rencana ± 10 mm


? Kedudukan permukaan horizontal dari rencana ± 10 mm
? Kedudukan permukaan vertikal dari rencana ± 20 mm

d) Toleransi Alinyemen Vertikal :

Penyimpangan ketegakan kolom dan dinding ± 10 mm

2
Edisi Desember 2003

e) Toleransi Ketinggian (elevasi) :

? Puncak lantai kerja di bawah pondasi ± 10 mm


? Puncak lantai kerja di bawah pelat injak ± 10 mm
? Puncak kolom, tembok kepala, ballk melintang ± 10 mm

f) Toleransi Alinyemen Horisontal : 10 mm dalam 4 m panjang mendatar.

g) Toleransi untuk Penutup / Selimut Beton Tulangan :

? Selimut beton sampai 3 cm + 5 mm


? Selimut beton 3 cm - 5 cm + 10 mm
? Selimut beton 5 cm – 10 cm + 10 mm

6) Standar Rujukan

Standar Nasional Indonesia (SNI) :

SNI 03-1968-1990 : Metode Pengujian tentang Analisis Saringan Agregat Ha-


lus dan Kasar.
SNI 03-1972-1990 : Metode Pengujian Slump Beton
SNI 03-1973-1990 : Metoda Pengujian Berat isi Beton
SNI 03-1974-1990 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton.
SNI 03-2417-1991 : Metode Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Los
Angeles.
SNI 03-2458-1991 : Metode Pengambilan Contoh Untuk Campuran Beton
Segar.
SNI 03-2491-1991 : Metode Pengujian Kuat Tarik-Belah Beton
SNI 03-2492-1991 : Metode Pengambilan Contoh Benda Uji Beton Inti
SNI 03-2493-1991 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di
Laboratorium.
SNI 03-2495-1991 : Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton
SNI 03-2816-1992 : Metode Pengujian Kotoran Organik Dalam Pasir untuk
Campuran Mortar dan Beton.
SNI 03-2834-1992 : Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.
SNI 15-2049-1994 : Semen Portland
SNI 03-3403-1994 : Metode Pengujian Kuat Tekan Beton Inti Pemboran
SNI 03-3407-1994 : Metode Pengujian Sifat Kekekalan Bentuk Agregat Ter-
hadap Larutan Natrium Sulfat dan Magnesium Sulfat.
SNI 03-3418-1994 : Metode Pengujian Kandungan Udara Pada Beton Segar
SNI 03-4141-1996 : Metode Pengujian Gumpalan Lempung dan Butir-butir
Mudah Pecah Dalam Agregat.
SNI 03-4142-1996 : Metode Pengujian Jumlah bahan Dalam Agregat Yang
Lolos Saringan No.200 (0,075 mm).
SNI 03-4156-1996 : Metode Pengujian Bliding dari Beton Segar
SNI 03-4433-1997 : Spesifikasi Beton Siap Pakai
SNI 03-4806-1998 : Metode Pengujian Kadar Semen Portland dalam Beton
Segar dengan Cara Titradi Volumetri
SNI 03-4807-1998 : Metode Pengujian untuk Menentukan Suhu Beton Segar
Semen Portland
SNI 03-4808-1998 : Metode Pengujian Kadar Air dalam Beton Segar Dengan
Cara Titrasi Volumetri

3
Edisi Desember 2003

SNI 03-4810-1998 : Metode Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di


Lapangan.

AASHTO, ASTM, ACI

AASHTO T26 - 79 : Quality of Water to be used in Concrete.


ASTM A 416-90a : Uncoated Seven-wire Stress-Relieved Strand for
Prestressed Concrete
ASTM A 421-91 : Uncoated Stress-Relieved Wire for Prestressed Concrete
ASTM A 722 : Uncoated High-Strength Steel Bar for prestressed
Concrete
ASTM C 494 : Water Reducing, Retarding, Accelarating, High Range
Water Reducing
ASTM C 618 : Pozzolans, Fly Ash and Other Mineral Admixtures
ASTM C 989 : Ground Granulated Blast Furnace Slag
ACI 305.R-77 Hot Weather Concreting

7) Pengajuan Kesiapan Kerja

a) Kontraktor harus mengirimkan contoh dari semua bahan yang akan


digunakan dan dilengkapi dengan data pengujian yang memenuhi seluruh
sifat bahan sesuai dengan Pasal 7.1.2 dari Spesifikasi ini

b) Kontraktor harus mengirimkan rancangan campuran untuk masing-masing


mutu beton yang akan digunakan, 30 hari sebelum pekerjaan pengecoran
beton dimulai.

c) Kontraktor harus menyerahkan secara tertulis seluruh hasil pengujian


pengendalian mutu sesuai dengan ketentuan kepada Direksi Pekerjaan
sehingga data tersebut selalu tersedia apabila diperlukan.

Pengujian kuat tekan beton yang harus dilaksanakan pada umur 3 hari, 7
hari, 14 hari, dan 28 hari setelah tanggal pencampuran

d) Kontraktor harus mengirimkan gambar detail dan perhitungan terinci


untuk seluruh perancah yang akan digunakan, dan harus memperoleh
persetujuan dari Direksi Pekerjaan sebelum setiap pekerjaan perancah
dimulai.

e) Kontraktor harus memberitahu Direksi Pekerjaan secara tertulis mengenai


rencana pelaksanaan pencampuran atau pengecoran setiap jenis beton
untuk mendapatkan persetujuannya paling sedikit 24 jam sebelum tanggal
pelaksanaan, seperti yang disyaratkan dalam Pasal 7.1.4.(1) disertai
dengan metode pengecoran, kapasitas peralatan yang digunakan, tanggung
jawab personil dan jadwal pelaksanaannya.

4
Edisi Desember 2003

8) Penyimpanan dan Perlindungan Bahan

a. Untuk penyimpanan semen, Kontraktor harus menyediakan tempat yang


terlindung dari perubahan cuaca dan diletakkan di atas lantai kayu dengan
ketinggian tidak kurang dari 30 cm dari permukaan tanah serta ditutup dengan
lembaran plastik (polyethylene) selama penyimpanan dan tidak lebih dari 3
bulan sejak disimpan dalam tempat penyimpanan di lokasi pekerjaan.

b. Kontraktor harus menjaga kondisi tempat kerja terutama tempat penyimpanan


agregat, agar terlindung dan tidak langsung terkena sinar matahari dan hujan
sepanjang waktu pengecoran.

Penyimpanan agregat ha rus dilakukan sedemikian rupa sehingga jenis agregat


atau ukuran yang berbeda tidak tercampur.

9) Kondisi Tempat Kerja

Setiap pelaksanaan pengecoran beton harus terlindung dari sinar matahari secara
langsung. Sebagai tambahan, Kontraktor tidak boleh melakukan pengecoran
bilamana:

a) Tingkat penguapan melampaui 1,0 kg / m2 / jam. Berikut ini grafik yang


menjelaskan tingkat penguapan pada permukaan beton.

Gambar 7.2.1-1 Pengaruh suhu beton, suhu udara, kelembaban relatif, dan
kecepatan angin pada laju penguapan air permukaan beton
(Sumber : ACI 305.R-77)

b) Selama turun hujan atau bila udara penuh debu atau tercemar.

5
Edisi Desember 2003

10) Perbaikan Atas Pekerjaan Beton Yang Tidak Memenuhi Ketentuan

a) Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi kriteria toleransi


yang disyaratkan dalam Pasal 7.1.1.(4), atau yang tidak memiliki
permukaan akhir yang memenuhi ketentuan, atau yang tidak memenuhi
sifat-sifat campuran yang disyaratkan dalam Pasal 7.1.3.(3), harus
mengikuti petunjuk yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan antara lain :

i) Perubahan proporsi campuran beton untuk sisa pekerjaan yang


belum dikerjakan;

ii) Penanganan pada bagian struktur yang hasil pengujiannya gagal;

iii) Perkuatan, pembongkaran atau penggantian sebagian atau


menyeluruh pada bagian pekerjaan yang memerlukan penanganan
khusus.

b) Bilamana terjadi perbedaan pendapat dalam hal mutu pekerjaan beton atau
adanya keraguan dari data pengujian yang ada, Direksi Pekerjaan dapat
meminta Kontraktor melakukan pengujian tambahan seperti dijelaskan
dalam pasal 7.1.6.(3) yang diperlukan untuk menjamin bahwa mutu
pekerjaan yang telah dilaksanakan dapat dinilai dengan adil dengan
meminta pihak ketiga untuk melaksanakannya. Biaya pengujian tambahan
tersebut menjadi tanggung jawab Kontraktor.

c) Perbaikan atas pekerjaan beton yang retak atau bergeser sesuai dengan
ketentuan Pasal 7.2.1.(8).(b) dari Spesifikasi ini. Kontraktor harus
mengajukan detail rencana perbaikan untuk mendapatkan persetujuan
Direksi Pekerjaan sebelum memulai pekerjaan.

7.1.2 BAHAN

1) Semen

a) Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus jenis semen portland
yang memenuhi SNI 15-2049-1994 kecuali jenis IA, IIA, IIIA dan IV.
Apabila menggunakan bahan tambahan yang dapat menghasilkan
gelembung udara, maka gelembung udara yang dihasilkan tidak boleh
lebih dari 5 %, dan harus mendapatkan persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

b) Dalam satu campuran, hanya satu merk semen portland yang boleh
digunakan, kecuali disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Bilamana di dalam
satu proyek digunakan lebih dari satu merk semen, maka Kontraktor harus
mengajukan kembali rancangan campuran beton sesuai dengan merk
semen yang digunakan.

2) Air

Air yang digunakan untuk campuran, perawatan, atau pemakaian lainnya harus
bersih, dan bebas dari bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam, basa,
gula atau organis. Air harus diuji sesuai dengan; dan harus memenuhi ketentuan

6
Edisi Desember 2003

dalam AASHTO T26. Air yang diketahui dapat diminum dapat digunakan.
Bilamana timbul keragu-raguan atas mutu air yang diusulkan dan pengujian air
seperti di atas tidak dapat dilakukan, maka harus diadakan perbandingan
pengujian kuat tekan mortar semen dan pasir dengan memakai air yang
diusulkan dan dengan memakai air suling. Air yang diusulkan dapat digunakan
bilamana kuat tekan mortar dengan air tersebut pada umur 7 hari dan 28 hari
minimum 90 % kuat tekan mortar dengan air suling pada periode perawatan
yang sama.

3) Ketentuan Gradasi Agregat

a) Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang diberikan
dalam Tabel 7.1.2-1, tetapi bahan yang tidak memenuhi ketentuan gradasi
tersebut harus diuji dan harus memenuhi sifat-sifat campuran yang
disyaratkan dalam Pasal 7.1.3.(3).

Tabel 7.1.2-1 Ketentuan Gradasi Agregat


Ukuran Ayakan Persen Berat Yang Lolos Untuk Agregat
Inch Standar Kasar
(in) (mm) Halus
# 467 # 57 # 67 #7
2 50,8 - 100 - - -
1½ 38,1 - 95 -100 100 - -
1 25,4 - - 95 - 100 100 -
3/4 19 - 35 - 70 - 90 - 100 100
1/2 12,7 - - 25 - 60 - 90 - 100
3/8 9,5 100 10 - 30 - 20 - 55 40 - 70
#4 4,75 95 – 100 0-5 0 -10 0 - 10 0 - 15
#8 2,36 80 – 100 - 0-5 0-5 0-5
#16 1,18 50 – 85 - - - -
# 50 0,300 10 – 30 - - - -
# 100 0,150 2 – 10 - - - -
Catatan: Bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan gradasi agregat kasar
yang memenuhi AASHTO M43 diluar tabel 7.1.2 -1 boleh digunakan

b) Agregat kasar harus dipilih sedemikian rupa sehingga ukuran agregat


terbesar tidak lebih dari ¾ jarak bersih minimum antara baja tulangan atau
antara baja tulangan dengan acuan, atau celah-celah lainnya di mana beton
harus dicor

4) Sifat-sifat Agregat

a) Agregat yang digunakan harus bersih, keras, kuat yang diperoleh dari
pemecahan batu atau koral, atau dari pengayakan dan pencucian (jika
perlu) kerikil dan pasir sungai.

b) Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan oleh
pengujian SNI 03-2816-1992 dan harus memenuhi sifat-sifat lainnya yang
diberikan dalam Tabel 7.1.2-2 bila contoh-contoh diambil dan diuji sesuai
dengan prosedur yang berhubungan.

7
Edisi Desember 2003

Tabel 7.1.2-2 Sifat-sifat Agregat

Batas Maksimum yang diijinkan untuk


Sifat-sifat Metode Pengujian Agregat
Halus Kasar
Keausan Agregat SNI 03-2417-1991 - 20 % untuk beton mutu
dengan Mesin Los sedang dan tinggi
Angeles pada 500 40 % untuk beton
mutu rendah
putaran
Kekekalan Bentuk SNI 03-3407-1994 10 % - natrium 12 % - natrium
Batu terhadap Larutan
Natrium Sulfat atau 15% - 18% - magnesium
Magnesium Sulfat magnesium
setelah 5 siklus
Gumpalan Lempung SK SNI M -01-1994-03 3% 2 %
dan Partikel yang
Mudah Pecah
Bahan yang Lolos SK SNI M -02-1994-03 3% 1%
Ayakan No.200

5) Batu Untuk Beton Siklop

Batu untuk beton siklop harus keras, awet, bebas dari retak, rongga dan tidak rusak
oleh pengaruh cuaca. Batu harus bersudut runcing, bebas dari kotoran, minyak dan
bahan-bahan lain yang mempengaruhi ikatan dengan beton. Ukuran batu yang
digunakan untuk beton siklop tidak boleh lebih besar dari 25 cm.

6) Cara pengambilan contoh bahan

Pengambilan contoh bahan disesuaikan dengan Standar Pengambilan contoh


agregat menurut ASTM D 75.

Tabel 7.1.2-3 Jumlah minimum contoh uji agregat

Ukuran Nominal Agregat Jumlah contoh minimum


(mm) (kg)
Agregat Halus
2,36 (No.8) 10
4,75 (No.4) 10
Agregat Kasar
9,5 (3/8”) 10
12,5 (1/2”) 15
19,0 (3/4”) 25
25,0 (1”) 50
37,5 (1 ½”) 75
50 (2”) 100
63 (2 ½”) 125
75 (3”) 150
90 (3 ½”) 175

8
Edisi Desember 2003

7.1.3 PENCAMPURAN DAN PENAKARAN

1) Rancangan Campuran

Proporsi bahan dan berat penakaran harus ditentukan sesuai dengan SNI no...
Sebagai pedoman awal untuk perkiraan proporsi takaran campuran dapat
digunakan Tabel 7.1.3-1.

Tabel 7.1.3-1 Pedoman Awal untuk Perkiraan Proporsi Takaran Campuran

Jenis Mutu Beton Ukuran Agre- Rasio Air / Kadar Semen


beton fc’ ? bk ’ gat Maks.(mm) Semen Maks. Min.
(MPa) (kg/cm2) (terhadap berat) (kg/m3 dari
campuran)
65 K800
50 K600 19 0.35 450
37 0,40 395
45 K500 25 0,40 430
Mutu 19 0,40 455
tinggi 37 0.425 370
38 K450 25 0.425 405
19 0.425 430
37 0,45 350
35 K400 25 0,45 385
19 0,45 405
37 0,475 335
30 K350 25 0,475 365
19 0,475 385
Mutu 37 0,50 315
sedan 25 K300 25 0,50 345
g 19 0,50 365
37 0,55 290
20 K250 25 0,55 315
19 0,55 335
37 0,60 265
Mutu 15 K175 25 0,60 290
renda 19 0,60 305
h 37 0,70 225
10 K125 25 0,70 245
19 0,70 260

2) Campuran Percobaan

Kontraktor harus membuat dan menguji campuran percobaan dengan rancangan


campuran serta bahan yang diusulkan sesuai dengan SNI 03-2834-2000, dengan
disaksikan oleh Direksi Pekerjaan, yang menggunakan jenis instalasi dan peralatan
sebagaimana yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan.

3) Ketentuan Sifat-sifat Campuran

9
Edisi Desember 2003

a) Campuran beton yang tidak memenuhi ketentuan kelecakan (misalnya


dinyatakan dengan nilai “slump”) seperti yang diusulkan tidak boleh
digunakan pada pekerjaan, terkecuali bila Direksi Pekerjaan dalam
beberapa hal menyetujui penggunaannya secara terbatas. Kelecakan
(workability ) dan tekstur campuran harus sedemikian rupa sehingga beton
dapat dicor pada pekerjaan tanpa membentuk rongga, celah, gelembung
udara atau gelembung air, dan sedemikian rupa sehingga pada saat
pembongkaran acuan diperoleh permukaan yang rata, halus dan padat.

b) Seluruh beton yang digunakan dalam pekerjaan harus memenuhi kuat


tekan yang disyaratkan dalam Tabel 7.1.3-2, atau yang disetujui oleh
Direksi Pekerjaan, bila pengambilan contoh, perawatan dan pengujian
sesuai dengan SNI 03-1974-1990, SNI 03-4810-1998, SNI 03-2493-
1991, SNI 03-2458-1991.

Tabel 7.1.3-2 Ketentuan Sifat Campuran


Kuat Tekan Minimum
Jenis Mutu Beton Benda Uji Silinder Benda Uji Kubus
beton (MPa) (Kg/cm2 )
? 15 - 30 cm 15 x 15 x 15 cm3
fc’ ? bk ’ 7 hari 28 hari 7 hari 28 hari
(MPa) (Kg/cm2 )
Mutu 50 K600 32,5 50,0 390 600
tinggi 45 K500 26,0 40,0 325 500
35 K400 24,0 33,0 285 400
Mutu 30 K350 21,0 29,0 250 350
sedang 25 K300 18,0 25,0 215 300
20 K250 15,0 21,0 180 250
Mutu 15 K175 9,5 14,5 115 175
rendah 10 K125 7,0 10,5 80 125

Catatan : percepatan gravitasi (g) yang diambil sebesar 10 m/det2

c) Bilamana pengujian beton umur 7 hari menghasilkan kuat tekan beton di


bawah kekuatan yang disyaratkan dalam Tabel 7.1.3-2, maka Kontraktor
tidak diperkenankan mengecor beton lebih lanjut, sampai penyebab dari
hasil yang rendah tersebut diketahui dengan pasti dan diambil tindakan-
tindakan yang menjamin bahwa produksi beton berikutnya memenuhi
ketentuan yang disyaratkan dalam Spesifikasi. Kuat tekan beton umur 28
hari yang tidak memenuhi ketentuan yang disyaratkan harus dipandang
sebagai pekerjaan yang tidak dapat diterima dan pekerjaan tersebut harus
diperbaiki sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 7.1.1.(10) di atas.
Kekuatan beton dianggap lebih kecil dari yang disyaratkan bilamana hasil
pengujian serangkaian benda uji dari suatu bagian pekerjaan yang
dilaksanakan lebih kecil dari kuat tekan beton karakteristik yang diperoleh
dari rumus yang diuraikan dalam Pasal 7.1.6.(2).(c).

d) Direksi Pekerjaan dapat pula menghentikan pekerjaan dan/atau


memerintahkan Kontraktor untuk mengambil tindakan perbaikan dalam
meningkatkan mutu campuran atas dasar hasil pengujian kuat tekan beton
umur 3 hari. Dalam keadaan demikian, Kontraktor harus segera
menghentikan pengecoran beton yang diragukan tetapi dapat memilih

10
Edisi Desember 2003

menunggu sampai hasil pengujian kuat tekan beton umur 7 hari diperoleh,
sebelum menerapkan tindakan perbaikan, pada waktu tersebut Direksi
Pekerjaan akan menelaah kedua hasil pengujian umur 3 hari dan 7 hari,
dan dapat segera memerintahkan tindakan perbaikan yang dipandang
perlu.

e) Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi ketentuan dapat


mencakup pembongkaran dan penggantian seluruh beton. Tindakan
tersebut tidak boleh berdasarkan pada hasil pengujian kuat tekan beton
umur 3 hari saja, kecuali bila Kontraktor dan Direksi Pekerjaan sepakat
dengan perbaikan tersebut.

4) Penyesuaian Campuran

a) Penyesuaian Sifat Mudah Dikerjakan (Kelecakan atau Workability)

Bilamana sifat kelecakan pada beton dengan proporsi yang semula


dirancang sulit diperoleh, maka Kontraktor boleh melakukan perubahan
rancangan agregat, dengan syarat dalam hal apapun kadar semen yang
semula dirancang tidak berubah, juga rasio air/semen yang telah
ditentukan berdasarkan pengujian yang menghasilkan kuat tekan yang
memenuhi tidak dinaikkan.

Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara menambah


air atau oleh cara lain tidak diijinkan.

Bahan tambahan untuk meningkatkan sifat kelecaka n hanya diijinkan bila


telah disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

b) Penyesuaian Kekuatan

Bilamana beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan, maka kadar


semen dapat ditingkatkan atau dapat digunakan bahan tambahan dengan
syarat disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

c) Penyesuaian Untuk Bahan-bahan Baru

Perubahan sumber atau karakteristik bahan tidak boleh dilakukan tanpa


pemberitahuan tertulis kepada Direksi Pekerjaan. Bahan baru tidak boleh
digunakan sampai Direksi Pekerjaan menerima bahan tersebut secara
tertulis dan menetapkan proporsi baru berdasarkan atas hasil pengujian
campuran percobaan baru yang dilakukan oleh Kontraktor.

d) Bahan Tambahan (admixture)

Bila perlu menggunakan bahan tambahan, maka Kontraktor harus


mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Jenis dan takaran bahan
tambahan yang akan digunakan untuk tujuan tertentu harus dibuktikan
kebenarannya melalui pengujian campuran di laboratorium. Ketentuan
mengenai bahan tambahan ini harus mengacu pada SNI 03-2495-1991.

Bila akan digunakan bahan tambahan berupa butiran yang sangat halus,
sebagian besar berupa mineral yang bersifat cementious seperti abu

11
Edisi Desember 2003

terbang (fly ash), mikrosilika (silicafume), atau abu slag besi (iron furnace
slag), yang umumnya ditambahkan pada semen sebagai bahan utama
beton, maka penggunaan bahan tersebut harus berdasarkan hasil pengujian
laboratorium yang menyatakan bahwa hasil kuat tekan yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan yang diinginkan pada Gambar Rencana dan
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

Dalam hal penggunaan bahan tambahan dalam campuran beton, maka


bahan tersebut ditambahkan pada saat pengadukan beton. Bahan
tambahan ini hanya boleh digunakan untuk meningkatkan kinerja beton
segar (fresh concrete ).

Penggunaan bahan tambahan ini dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:

i. Meningkatkan kinerja kelecakan adukan beton tanpa menambah


air
ii. Mengurangi penggunaan air dalam campuran beton tanpa
mengurangi kelecakan
iii. Mempercepat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton
iv. Memperlambat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton
v. Meningkatkan kinerja kemudahan pemompaan beton
vi. Mengurangi kecepatan terjadinya slump loss
vii. Mengurangi susut beton atau memberikan sedikit pengembangan
volume beton (ekspansi)
viii. Mengurangi terjadinya bleeding
ix. Mengurangi terjadinya segregasi

Untuk tujuan peningkatan kinerja beton sesudah mengeras, bahan


tambahan campuran beton bisa digunakan untuk keperluan-keperluan
sebagai berikut:

i. Meningkatkan kekuatan beton (secara tidak langsung)


ii. Meningkatkan kekuatan pada beton muda
iii. Mengurangi atau memperlambat panas hidrasi pada proses
pengerasan beton, terutama untuk beton dengan kekuatan awal
yang tinggi.
iv. Meningkatkan kinerja pengecoran beton di dalam air atau di laut
v. Meningkatkan keawetan jangka panjang beton
vi. Meningkatkan kekedapan beton (mengurangi permeabilitas
beton)
vii. Mengendalikan ekspansi beton akibat reaksi alkali agregat
viii. Meningkatkan daya lekat antara beton baru dan beton lama
ix. Meningkatkan daya lekat antara beton dan baja tulangan
x. Meningkatkan ketahanan beton terhadap abrasi dan tumbukan

Walaupun demikian, penggunaan aditif dan admixture perlu dilakukan


secara hati-hati dan dengan takaran yang tepat sesuai manual
penggunaannya, serta dengan proses pengadukan yang baik, agar
pengaruh penambahannya pada kinerja beton bisa dicapai secara merata
pada semua bagian beton. Dalam hal ini perlu dimengerti bahwa dosis
yang berlebih akan dapat mengakibatkan menurunnya kinerja beton, atau
dalam hal yang lebih parah, dapat menimbulkan kerusakan pada beton.

12
Edisi Desember 2003

5) Penakaran Agregat

a) Seluruh komponen bahan beton harus ditakar menurut berat, untuk mutu
beton fc’ < 20 MPa diijinkan ditakar menurut volume sesuai SNI 03–
3976–1995. Bila digunakan semen kemasan dalam zak, kuantitas
penakaran harus sedemikian sehingga kuantitas semen yang digunakan
adalah setara dengan satu satuan atau kebulatan dari jumlah zak semen.
Agregat harus ditimbang beratnya secara terpisah. Ukuran setiap
penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat pencampur.

b) Penakaran agregat harus dilakukan dalam kondisi jenuh kering permukaan


(SSD). Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka harus dilakukan koreksi
penakaran sesuai dengan kondisi agregat di lapangan. Untuk mendapatkan
kondisi agregat yang jenuh kering permukaan dapat dilakukan dengan cara
menyemprot tumpukan agregat dengan air secara berkala paling sedikit 12
jam sebelum penakaran untuk menjamin kondisi jenuh kering permukaan.

c) Kontraktor harus dapat menunjukkan sertifikat kalibrasi yang masih


berlaku untuk seluruh peralatan yang digunakan untuk keperluan
penakaran bahan-bahan beton termasuk saringan agregat pada perangkat
ready mix.

6) Pencampuran

a) Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari
jenis dan ukuran yang disetujui sehingga dapat menjamin distribusi yang
merata dari seluruh bahan.

b) Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat
ukur yang akurat untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang
digunakan dalam setiap penakaran.

c) Cara pencampuran bahan beton dilakukan sebagai berikut, pertama


masukkan sebagian air, kemudian seluruh agregat sehingga mencapai
kondisi yang cukup basah, dan selanjutnya masukkan seluruh semen yang
sudah ditakar hingga tercampur dengan agregat secara merata. Terakhir
masukkan sisa air untuk menyempurnakan campuran.

d) Waktu pencampuran harus diukur mulai pada saat air dimasukkan ke


dalam campuran bahan kering. Seluruh sisa air yang diperlukan harus
sudah dimasukkan sekira seperempat waktu pencampuran tercapai. Waktu
pencampuran untuk mesin berkapasitas 1 m3 atau kurang harus sekira 1,5
menit; untuk mesin yang lebih besar waktu harus ditingkatkan 30 detik
untuk tiap penambahan 0,5 m3 .

e) Bila tidak mungkin menggunakan mesin pencampur, Direksi Pekerjaan


dapat menyetujui pencampuran beton dengan cara manual dan harus
dilakukan sedekat mungkin dengan tempat pengecoran. Penggunaan
pencampuran beton dengan cara manual harus dibatasi hanya pada beton
non-struktural.

13
Edisi Desember 2003

7.1.4 PELAKSANAAN PENGECORAN

1) Penyiapan Tempat Kerja

a) Kontraktor harus membongkar struktur lama yang akan diganti dengan


beton yang baru atau yang harus dibongkar untuk dapat memungkinkan
pelaksanaan pekerjaan beton yang baru. Pembongkaran tersebut harus
dilaksanakan sesuai dengan persyaratan dalam Seksi 7.15 dari Spesifikasi
ini.

b) Kontraktor harus menggali atau menimbun kembali pondasi atau formasi


untuk pekerjaan beton sesuai dengan garis yang ditunjukkan dalam
Gambar Kerja atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan sesuai dengan ketentuan dalam Seksi 3.1 dan 3.2 dari
Spesifikasi ini, dan harus membersihkan serta menggaru tempat di
sekeliling pekerjaan beton yang cukup luas sehingga dapat menjamin
dicapainya seluruh sudut pekerjaan. Jika diperlukan harus disediakan jalan
kerja yang stabil untuk menjamin dapat diperiksanya seluruh sudut
pekerjaan dengan mudah dan aman.

c) Seluruh dasar pondasi, pondasi dan galian untuk pekerjaan beton harus
dijaga agar senantiasa kering. Beton tidak boleh dicor di atas tanah yang
berlumpur, bersampah atau di dalam air. Apabila beton akan dicor di
dalam air, maka harus dilakukan dengan cara dan peralatan khusus untuk
menutup kebocoran seperti pada dasar sumuran atau cofferdam dan atas
persetujuan Direksi Pekerjaan.

d) Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda


lain yang harus berada di dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus
sudah dipasang dan diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat
pengecoran.

e) Bila disyaratkan atau diperlukan oleh Direksi Pekerjaan, maka bahan lantai
kerja untuk pekerjaan beton harus dihampar sesuai dengan ketentuan dari
Seksi 2.4 dari Spesifikasi ini.

f) Direksi Pekerjaan akan memeriksa seluruh galian yang disiapkan untuk


pondasi sebelum menyetujui pemasangan acuan, baja tulangan atau
pengecoran beton. Kontraktor dapat diminta untuk melaksanakan
pengujian penetrasi kedalaman tanah keras, pengujian kepadatan atau
penyelidikan lainnya untuk memastikan cukup tidaknya daya dukung
tanah di bawah pondasi.

Bilamana dijumpai kondisi tanah dasar pondasi yang tidak memenuhi


ketentuan, maka Kontraktor dapat diperintahkan untuk mengubah dimensi
atau kedalaman pondasi dan/atau menggali dan mengganti bahan di tempat
yang lunak, memadatkan tanah pondasi atau melakukan tindakan
stabilisasi lainnya sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

g) Kontraktor harus memastikan lokasi pengecoran bebas dari resiko terkena


air hujan dengan memasang tenda seperlunya. Direksi Pekerjaan berhak
menunda pengecoran sebelum tenda terpasang dengan benar. Kontraktor

14
Edisi Desember 2003

juga harus memastikan lokasi pengecoran bebas dari resiko terkena air
pasang atau muka air tanah dengan penanganan seperlunya.

2) Acuan

a) Bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka acuan dari tanah harus
dibentuk dari galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya harus dipangkas
secara manual sesuai dimensi yang diperlukan. Seluruh kotoran tanah yang
lepas harus dibuang sebelum pengecoran beton.

b) Acuan dapat dibuat dari kayu atau baja dengan sambungan yang kedap
dan kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama
pengecoran, pemadatan dan perawatan.

c) Untuk permukaan akhir struktur yang tidak terekspos dapat digunakan


kayu yang tidak diserut permukaannya. Sedangkan untuk permukaan akhir
yang terekspos harus digunakan kayu yang mempunyai permukaan yang
rata. Seluruh sudut-sudut tajam acuan harus ditumpulkan.

d) Acuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dibongkar tanpa


merusak permukaan beton dengan memberikan pelumas (oil form).

3) Pengecoran

a) Kontraktor harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara tertulis paling


sedikit 24 jam sebelum memulai pengecoran beton, atau meneruskan
pengecoran beton bilamana pengecoran beton telah ditunda lebih dari 6
jam (final setting). Pemberitahuan harus meliputi lokasi, kondisi pekerjaan,
mutu beton dan tanggal serta waktu pencampuran beton.

Direksi Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan tersebut


dan akan memeriksa acuan, tulangan dan mengeluarkan persetujuan
tertulis untuk memulai pelaksanaan pekerjaan seperti yang direncanakan.
Kontraktor tidak boleh melaksanakan pengecoran beton tanpa persetujuan
tertulis dari Direksi Pekerjaan.

b) Walaupun persetujuan untuk memulai pengecoran sudah diterbitkan,


pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan bilamana Direksi Pekerjaan
atau wakilnya tidak hadir untuk menyaksikan operasi pencampuran dan
pengecoran secara keseluruhan.

c) Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi dengan


air atau diolesi pelumas di sisi dalamnya yang tidak meninggalkan bekas.

d) Pengecoran beton ke dalam cetakan sampai selesai harus dalam waktu 1


jam setelah pencampuran, atau dalam waktu yang lebih pendek
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan berdasarkan
pengamatan karakteristik waktu pengerasan (setting time) semen yang
digunakan, kecuali digunakan bahan tambahan untuk memperlambat
proses pengerasan (retarder) yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

15
Edisi Desember 2003

e) Pengecoran beton harus berkesinambungan tanpa berhenti sampai dengan


sambungan konstruksi (construction joint) yang telah disetujui sebelumnya
atau sampai pekerjaan selesai.

f) Pengecoran beton harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak


terjadi segregasi antara agregat kasar dan agregat halus dari campuran.
Beton harus dicor dalam cetakan sedekat mungkin dengan yang dapat
dicapai pada posisi akhir beton. Pengaliran beton tidak boleh melampaui
satu meter dari tempat awal pengecoran.

g) Pengecoran beton ke dalam acuan struktur yang berbentuk rumit dan


penulangan yang rapat harus dilaksanakan secara lapis demi lapis dengan
tebal yang tidak melampaui 15 cm. Untuk dinding beton, tebal lapis
pengecoran dapat sampai 30 cm menerus sepanjang seluruh keliling
struktur.

h) Tinggi jatuh bebas beton ke dalam cetakan tidak boleh lebih dari 150 cm.

Beton tidak boleh dicor langsung ke dalam air. Bilamana beton dicor di
dalam air dan tidak dapat dilakukan pemompaan dalam waktu 48 jam
setelah pengecoran, maka beton harus dicor dengan metode tremi atau
metode Drop-Bottom-Bucket, dimana pengggunaan bentuk dan jenis
yang khusus untuk tujuan ini harus disetujui terlebih dahulu oleh
Direksi Pekerjaan.

Dalam hal pengecoran di bawah air dengan menggunakan beton tremi


maka campuran beton tremi tersebut harus dijaga sedemikian rupa agar
campuran tersebut mempunyai slump tertentu, kelecakan yang baik dan
pengecoran secara keseluruhan dari bagian dasar sampai atas tiang
pancang selesai dalam masa setting time beton. Untuk itu harus
dilakukan campuran percobaan dengan menggunakan bahan tambahan
(retarder) untuk memperlambat pengikatan awal beton, yang lamanya
tergantung dari lokasi pengecoran beton, pemasangan dan penghentian
pipa tremi serta volume beton yang dicor. Pipa tremi dan sambungannya
harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga
memungkinkan beton mengalir dengan baik.

Tremi harus selalu terisi penuh selama pengecoran. Bilamana aliran


beton terhambat maka tremi harus ditarik sedikit keatas dan diisi penuh
terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan.

Baik tremi atau Drop-Bottom-Bucket harus mengalirkan campuran


beton di bawah permukaan beton yang telah dicor sebelumnya

i) Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga


campuran beton yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu
dengan campuran beton yang baru.

j) Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton baru yang
akan dicor, harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan
yang lepas dan rapuh dan dilapisi dengan bonding agent yang disetujui
oleh Direksi Pekerjaan.

16
Edisi Desember 2003

k) Dalam waktu 24 jam setelah pengecoran permukaan pekerjaan beton,


tidak boleh ada air yang mengalir di atasnya. Untuk perawatan dengan
pemberian air di atas permukaan, dapat dilakukan setelah 24 jam setelah
pengecoran dengan persetujuan Direksi Pekerjaan.

l) Apabila dilakukan pengecoran beton yang menggunakan pompa beton dari


alat Ready Mix, maka perlu diperhatikan kapasitas, daya pemompaan,
kelecakan beton untuk mendapatkan hasil pengecoran yang sesuai dengan
ketentuan.

4) Sambungan Konstruksi (Construction Joint)

a) Jadwal pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap jenis
struktur yang diusulkan beserta lokasi sambungan konstruksi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar Rencana untuk disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Sambungan konstruksi tidak boleh ditempatkan pada pertemuan elemen-
elemen struktur kecuali ditentukan demikian.

b) Sambungan konstruksi pada tembok sayap tidak diijinkan. Semua


sambungan konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan
pada umumnya harus diletakkan pada titik dengan gaya geser minimum.

c) Bilamana sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus


melewati sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap
monolit.

d) Pada sambungan konstruksi harus disedia kan lidah alur dengan ke


dalaman paling sedikit 4 cm untuk dinding, pelat serta antara dasar pondasi
dan dinding. Untuk pelaksanaan pengecoran pelat yang terletak di atas
permukaan dengan cara manual, sambungan konstruksi harus diletakkan
sedemikian rupa sehingga pelat-pelat mempunyai luas maksimum 40 m2.

e) Kontraktor harus menyediakan pekerja dan bahan-bahan yang diperlukan


untuk kemungkinan adanya sambungan konstruksi tambahan bilamana
pekerjaan terpaksa mendadak harus dihentikan akibat hujan atau
terhentinya pemasokan beton atau penghentian pekerjaan oleh Direksi
Pekerjaan.

f) Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bonding agent yang dapat digunakan


untuk pelekatan pada sambungan konstruksi dan cara pelaksanaannya
harus sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.

g) Pada lingkungan air asin atau korosif, sambungan konstruksi tidak


diperkenankan berada pada 75 cm di bawah muka air terendah atau 75 cm
di atas muka air tertinggi kecuali ditentukan lain dalam Gambar Kerja.

5) Pemadatan

a) Beton harus dipadatkan dengan pe nggetar mekanis dari dalam atau dari
luar acuan yang telah disetujui. Bilamana diperlukan dan disetujui oleh
Direksi Pekerjaan, penggetaran harus disertai penusukan secara manual
dengan alat yang cocok untuk menjamin kepadatan yang tepat dan

17
Edisi Desember 2003

memadai. Alat penggetar tidak boleh digunakan untuk memindahkan


campuran beton dari satu titik ke titik lain di dalam acuan.

b) Pemadatan harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan semua


sudut, di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar terisi tanpa
menggeser tulangan sehingga setiap rongga dan gelembung udara terisi.

c) Lama penggetaran harus dibatasi, agar tidak terjadi segregasi pada hasil
pemadatan yang diperlukan.

d) Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-


kurangnya 5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan boleh
diletakkan di atas acuan supaya dapat menghasilkan getaran yang merata .

e) Posisi alat penggetar mekanis yang digunakan untuk memadatkan beton di


dalam acuan harus vertikal sedemikian rupa sehingga tidak berada lebih
dekat dari 100 mm terhadap acuan, beton yang sudah mengeras dan
usahakan tidak mengenai tulangan sehingga menghasilkan kepadatan yang
menyeluruh pada bagian tersebut. Apabila alat penggetar tersebut akan
digunakan pada posisi yang lain maka, alat tersebut harus ditarik secara
perlahan dan dimasukkan kembali pada posisi lain dengan jarak tidak lebih
dari 45 cm. Alat penggetar tidak boleh berada pada suatu titik lebih dari 15
detik atau permukaan beton sudah mengkilap.

f) Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam diberikan dalam


Tabel 7.1.4.(5).

Tabel 7.1.4-5
Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam

Kecepatan Pengecoran Beton (m3 / jam) Jumlah Alat


4 2
8 3
12 4
16 5
20 6
> 20 >6

Apabila kecepatan pengecoran 20 m3 /jam, maka harus digunakan alat


penyetor yang mempunyai dimensi lebih besar dari 7,5 cm.

g) Lapisan yang digetarkan tidak boleh lebih tebal dari 500 mm. Untuk
bagian konstruksi yang sangat tebal harus dilaksanakan lapis demi lapis.

h) Dalam segala hal, pemadatan beton harus sudah selesai sebelum terjadi
waktu ikat awal (initial setting).

6) Beton Siklop

Beton siklop adalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 Mpa
(K175) dengan batu-batu pecah ukuran maksimum 25 cm. Batu-batu ini
diletakkan dengan hati-hati dan tidak boleh dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau
ditempatkan secara berlebihan yang dikhawatirkan akan merusak bentuk acuan

18
Edisi Desember 2003

atau pasangan-pasangan lain yang berdekatan. Semua batu-batu pecah harus


cukup dibasahi sebelum ditempatkan. Volume total batu pecah tidak boleh
melebihi sepertiga dari total volume pekerjaan beton siklop.

Untuk dinding penahan tanah dan pilar yang lebih tebal dari 60 cm, tiap batu harus
dilindungi dengan adukan beton setebal 15 cm; jarak antar batu pecah maksimum
30 cm dan jarak terhadap permukaan minimum 15 cm. Permukaan bagian atas
dilindungi dengan beton penutup (caping).

7.1.5 PENGERJAAN AKHIR

1) Pembongkaran Acuan

a) Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang
tipis dan struktur yang sejenis lebih awal 30 jam setelah pengecoran beton
tanpa mengabaikan perawatan. Acuan yang ditopang oleh perancah di
bawah pelat, balok, gelegar, atau struktur busur, tidak boleh dibongkar
hingga pengujian kuat tekan beton menunjukkan paling sedikit 85 % dari
kekuatan rancangan beton.

b) Untuk memungkinkan pengerjaan akhir, acuan yang digunakan untuk


pekerjaan yang diberi hiasan, tiang sandaran, tembok pengarah (parapet),
dan permukaan vertikal yang terekspos harus dibongkar dalam waktu
paling sedikit 9 jam setelah pengecoran dan tidak lebih dari 30 jam,
tergantung pada keadaan cuaca dan tanpa mengabaikan perawatan.

2) Permukaan (Pengerjaan Akhir Biasa)

a) Kecuali diperintahkan lain, permukaan beton harus dikerjakan segera


setelah pembongkaran acuan. Seluruh perangkat kawat atau logam yang
telah digunakan untuk memegang acuan, dan acuan yang melewati badan
beton, harus dibuang atau dipotong kembali paling sedikit 2,5 cm di bawah
permukaan beton. Tonjolan mortar dan ketidakrataan lainnya yang
disebabkan oleh sambungan cetakan harus dibersihkan.

b) Direksi Pekerjaan harus memeriksa permukaan beton segera setelah


pembongkaran acuan dan dapat memerintahkan penambalan atas kekurang
sempurnaan minor yang tidak akan mempengaruhi struktur atau fungsi lain
dari pekerjaan beton. Pena mbalan harus meliputi pengisian lubang-lubang
kecil dan lekukan dengan adukan semen.

c) Bilamana Direksi Pekerjaan menyetujui pengisian lubang besar akibat


keropos, pekerjaan harus dipahat sampai ke bagian yang utuh (sound),
membentuk permukaan yang tegak lurus terhadap permukaan beton.
Lubang harus dibasahi dengan air dan adukan pasta (semen dan air, tanpa
pasir) harus dioleskan pada permukaan lubang. Selanjutnya lubang harus
diisi dengan adukan yang kental yang terdiri dari satu bagian semen dan
dua bagian pasir dan dipadatkan. Adukan tersebut harus dibuat dan
didiamkan sekira 30 menit sebelum dipakai agar dicapai penyusutan awal,
kecuali digunakan jenis semen tidak susut (non shrinkage cement).

19
Edisi Desember 2003

3) Permukaan (Pekerjaan Akhir Khusus)

Permukaan yang terekspos harus diselesaikan dengan pekerjaan akhir berikut ini,
atau seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan :

a) Bagian atas pelat, kerb, permukaan trotoar, dan permukaan horisontal


lainnya sebagaimana yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus digaru
dengan mistar bersudut untuk memberikan bentuk serta ketinggian yang
diperlukan segera setelah pengecoran beton dan harus diselesaikan secara
manual sampai rata dengan menggerakkan perata kayu secara memanjang
dan melintang, atau dengan cara lain yang sesuai sebelum beton mulai
mengeras.

b) Perataan permukaan horisontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk


trotoar, harus sedikit kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara lain
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, sebelum beton
mulai mengeras.

c) Permukaan yang tidak horisontal yang telah ditambal atau yang masih
belum rata harus digosok dengan batu gurinda yang agak kasar (medium),
dengan menempatkan sedikit adukan semen pada permukaannya. Adukan
harus terdiri dari semen dan pasir halus yang dicampur sesuai dengan
proporsi yang digunakan untuk pengerjaan akhir beton. Penggosokan
harus dilaksanakan sampai seluruh tanda bekas acuan, ketidakrataan,
tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta diperoleh permukaan yang
rata. Pasta yang dihasilkan dari penggosokan ini harus dibiarkan tertinggal
di tempat.

4) Perawatan Dengan Pembasahan

a) Segera setelah pengecoran, beton harus dilindungi dari pengeringan dini,


temperatur yang terlalu panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga
agar kehilangan kadar air yang terjadi seminimal mungkin dan diperoleh
temperatur yang relatif tetap dalam waktu yang ditentukan untuk
menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya pada semen dan pengerasan
beton.

b) Pekerjaan perawatan harus segera dimulai setelah beton mulai mengeras


(sebelum terjadi retak susut basah) dengan menyelimutinya dengan bahan
yang dapat menyerap air. Lembaran bahan penyerap air ini yang harus
dibuat jenuh dalam waktu paling sedikit 7 hari. Semua bahan perawatan
atau lembaran bahan penyerap air harus menempel pada permukaan yang
dirawat.

Bilamana acuan kayu tidak dibongkar sesuai dengan Pasal 7.1.5.(1), maka
acuan tersebut harus dipertahankan dalam kondisi basah sampai acuan
dibongkar, untuk mencegah terbukanya sambungan-sambungan dan
pengeringan beton.

c) Permukaan beton yang digunakan langsung sebagai lapis aus harus dirawat
setelah permukaannya mulai mengeras (sebelum terjadi retak susut basah)
dengan ditutupi oleh lapisan pasir lembab setebal 5 cm paling sedikit
selama 21 hari.

20
Edisi Desember 2003

d) Beton semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi, harus
dibasahi sampai kuat tekannya mencapai 70 % dari kekuatan rancangan
beton berumur 28 hari.

5) Perawatan dengan Uap

a) Beton yang dirawat dengan uap untuk mendapatkan kekuatan awal yang
tinggi, tidak diperkenankan menggunakan bahan tambahan kecuali atas
persetujuan Direksi Pekerjaan.

b) Perawatan dengan uap harus dikerjakan secara menerus sampai waktu


dimana beton telah mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton
berumur 28 hari. Perawatan dengan uap untuk beton harus mengikuti
ketentuan di bawah ini:

i) Tekanan uap pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh
melebihi tekanan luar.

ii) Temperatur pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh
melebihi 380 C selama 2 jam sesudah pengecoran selesai, dan
kemudian temperatur dinaikkan berangsur-angsur sehingga
mencapai 65 0 C dengan kenaikan temperatur maksimum 14 0 C / jam
secara bertahap.

iii) Perbedaan temperatur pada dua tempat di dalam ruangan uap tidak
boleh melebihi 5,5 0 C.

iv) Penurunan temperatur selama pendinginan dilaksanakan secara


bertahap dan tidak boleh lebih dari 110 C per jam.

v) Perbedaan temperatur beton pada saat dikeluarkan dari ruang


penguapan tidak boleh lebih dari 11 0C dibanding udara luar.

vi) Selama perawatan dengan uap, ruangan harus selalu jenuh dengan
uap air.

vii) Semua bagian struktural yang mendapat perawatan dengan uap


harus dibasahi selama 4 hari sesudah selesai perawatan uap tersebut.

c) Kontraktor harus membuktikan bahwa peralatannya bekerja dengan baik


dan temperatur di dalam ruangan perawatan dapat diatur sesuai dengan
ketentuan dan tidak tergantung dari cuaca luar.

d) Pipa uap harus ditempatkan sedemikian rupa atau balok harus dilindungi
secukupnya agar beton tidak terkena langsung semburan uap, yang akan
menyebabkan perbedaan temperatur pa da bagian-bagian beton.

21
Edisi Desember 2003

7.1.6 PENGENDALIAN MUTU DI LAPANGAN

1) Pengujian Untuk Kelecakan (Workability)

Satu pengujian "slump", atau lebih sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan, harus dilaksanakan pada setiap pencampuran beton yang dihasilkan, dan
pengujian harus dianggap belum dikerjakan kecuali disaksikan oleh Direksi
Pekerjaan atau wakilnya. Slump yang diukur merupakan slump yang tidak
mengubah komposisi campuran yang disepakati sebelumnya.

2) Pengujian Kuat Tekan

a) Kontraktor harus membuat satu pasang benda uji untuk pengujian kuat
tekan pada setiap campuran beton yang dicor dan dalam segala hal tidak
kurang dari satu set pengujian untuk setiap mutu beton dan untuk setiap
jenis komponen struktur yang dicor terpisah pada tiap hari pengecoran.
Setiap set pengujian minimum terdiri dari empat pasang benda uji, yang
pertama harus diuji untuk kuat tekan beton umur 3 hari, yang kedua 7 hari,
yang ketiga 14 hari dan yang keempat 28 hari.

b) Untuk keperluan pengujian mutu beton, Kontraktor harus menyediakan


benda uji beton berupa silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300
mm, untuk masing-masing pengujian harus disediakan sepasang (2 buah)
benda uji, dan yang harus dirawat sesuai dengan SNI 03-4810-1998.
Benda uji tersebut harus dicetak bersamaan dan diambil dari contoh yang
sama dengan benda uji silinder yang akan dirawat di laboratorium.

c) Tingkat kekuatan dari suatu mutu beton diterima dengan memuaskan


bilamana telah dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

- Rata-rata dari semua nilai hasil uji kuat tekan (satu nilai hasil uji =
rata-rata dari nilai uji tekan sepasang benda uji silinder yang
diambil dari sumber adukan yang sama seperti telah disebutkan di
atas), dan yang sekurang-kurangnya terdiri dari empat nilai (dari
empat pasang) hasil uji kuat tekan yang berturut-turut, serta tidak
boleh kurang dari (fc’ + S), di mana s menyatakan nilai deviasi
standar dari hasil uji tekan.

- Tidak satupun dari nilai hasil uji tekan ( 1 hasil uji tekan sama
dengan rata -rata dari hasil uji dua silinder yang diambil pada
waktu bersamaan) mempunyai nilai di bawah 0,85 fc’.

- Apabila dalam pengambilan sepasang benda uji terdapat


perbedaan nilai kuat tekan yang signifikan antara keduanya, maka
perlu mendapat perhatian khusus.

d) Bila salah satu dari kedua syarat tersebut di atas tidak dipenuhi, maka
harus diambil langkah untuk meningkatkan rata-rata dari hasil uji kuat
tekan berikutnya, dan langkah-langkah lain untuk memastikan bahwa
kapasitas daya dukung dari struktur tidak membahayakan.

22
Edisi Desember 2003

e) Bila kemungkinan terjadinya suatu beton dengan kekuatan rendah telah


dapat dipastikan dan perhitungan menunjukkan bahwa kapasitas daya
dukung struktur mungkin telah berkurang, maka diperlukan suatu uji bor
(core drilling) pada daerah yang diragukan berdasarkan aturan pengujian
yang berlaku. Dalam hal ini harus diambil paling tidak 3 (tiga) buah benda
uji bor inti untuk setiap hasil uji tekan yang meragukan atau terindikasi
bermutu rendah seperti disebutkan di atas.

f) Beton di dalam derah yang diwakili oleh hasil uji bor inti bisa dianggap
secara struktural cukup baik bila rata-rata kuat tekan dari ketiga benda uji
bor inti tersebut tidak kurang dari 0,85 fc’, dan tidak satupun dari benda uji
bor inti yang mempunyai kekuatan kurang dari 0,75 fc’. Dalam hal ini,
perbedaan umur beton saat pengujian kuat tekan benda uji bor inti
terhadap umur beton yang disyaratkan untuk penetapan kuat tekan beton
(yaitu 28 hari, atau lebih bila disyaratkan), perlu diperhitungkan dan
dilakukan koreksi dalam menetapkan kuat tekan beton yang dihasilkan.
Untuk memeriksa akurasi dari hasil pengujian bor inti, lokasi yang
diwakili oleh kuat tekan benda uji bor inti yang tidak menentu (eratik)
boleh diuji ulang.

3) Pengujian Tambahan

Kontraktor harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk


menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, sebagaimana
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Pengujian tambahan tersebut meliputi :

a) Pengujian yang tidak merusak menggunakan alat seperti Impact Echo,


Ultrasonic Penetration Velocity atau perangkat penguji lainnya;

b) Pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan;

c) Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;

d) Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan.

7.1.7 PENGUKURAN DAN PEMBAYARAN

1) Cara Pengukuran

a) Beton akan diukur dengan jumlah meter kubik pekerjaan beton yang
digunakan dan diterima sesuai dengan dimensi yang ditunjukkan pada
Gambar Kerja atau yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Tidak ada
pengurangan yang akan dilakukan untuk volume yang ditempati oleh pipa
dengan garis tengah kurang dari 20 cm atau oleh benda lainnya yang
tertanam seperti "water stop", baja tulangan, selongsong pipa (conduit)
atau lubang sulingan (weephole).

b) Tidak ada pengukuran tambahan atau yang lainnya yang akan dilakukan
untuk acuan, perancah untuk balok dan lantai pemompaan, penyelesaian
akhir permukaan, penyediaan pipa sulingan, pekerjaan pelengkap lainnya
untuk penyelesaian pekerjaan beton, dan biaya dari pekerjaan tersebut
telah dianggap termasuk dalam harga penawaran untuk Pekerjaan Beton.

23
Edisi Desember 2003

c) Kuantitas bahan untuk lantai kerja, bahan drainase porous, baja tulangan
dan mata pembayaran lainnya yang berhubungan dengan struktur yang
telah selesai dan diterima akan diukur untuk dibayarkan seperti disyaratkan
pada Seksi lain dalam Spesifikasi ini.

d) Beton yang telah dicor dan diterima harus diukur dan dibayar sebagai
beton struktur atau beton tidak bertulang. Beton Struktur haruslah beton
yang disyaratkan atau disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebagai fc’=20 MPa
(K250) atau lebih tinggi dan Beton Tak Bertulang haruslah beton yang
disyaratkan atau disetujui untuk fc’=15 MPa (K175) atau fc’=10 MPa
(K125). Bilamana beton dengan mutu (kekuatan) yang lebih tinggi
diperkenankan untuk digunakan di lokasi untuk mutu (kekuatan) beton
yang lebih rendah, maka volumenya harus diukur sebagai beton dengan
mutu (kekuatan) yang lebih rendah.

2) Pengukuran Untuk Pekerjaan Beton Yang Diperbaiki

a) Bilamana pekerjaan telah diperbaiki menurut Pasal 7.1.1.(10) di atas,


kuantitas ya ng akan diukur untuk pembayaran haruslah sejumlah yang
harus dibayar bila mana pekerjaan semula telah memenuhi ketentuan.

b) Tidak ada pembayaran tambahan akan dilakukan untuk tiap peningkatan


kadar semen atau setiap bahan tambah (admixture), juga tidak untuk tiap
pengujian atau pekerjaan tambahan atau bahan pelengkap lainnya yang
diperlukan untuk mencapai mutu yang disyaratkan untuk pekerjaan beton.

3) Dasar Pembayaran

a) Kuantitas yang diterima dari berbagai mutu beton yang ditentukan


sebagaimana yang disyaratkan di atas, akan dibayar pada Harga Kontrak
untuk Mata Pembayaran dan menggunakan satuan pengukuran yang
ditunjukkan di bawah dan dalam Daftar Kuantitas.

b) Harga dan pembayaran harus merupakan kompensasi penuh untuk seluruh


penyediaan dan pemasangan seluruh bahan yang tidak dibayar dalam Mata
Pembayaran lain, termasuk "water stop", lubang sulingan, acuan, perancah
untuk pencampuran, pengecoran, pekerjaan akhir dan perawatan beton,
dan untuk semua biaya lainnya yang perlu dan lazim untuk penyelesaian
pekerjaan yang sebagaimana mestinya, yang diuraikan dalam Seksi ini.

Nomor Mata Uraian Satuan


Pembayaran Pengukuran

7.1.(1) Beton mutu tinggi dengan fc’=50 MPa Meter Kubik


(K-600)

7.1.(2) Beton mutu tinggi dengan fc’=45 MPa Meter Kubik


(K-500)

7.1.(3) Beton mutu tinggi dengan fc’=38 MPa Meter Kubik


(K-450)

24
Edisi Desember 2003

7.1.(4) Beton mutu tinggi dengan fc’=35 MPa Meter Kubik


(K-400)

7.1.(5) Beton mutu sedang dengan fc’=30MPa Meter Kubik


(K-350)

7.1.(6) Beton mutu sedang dengan fc’= 25 MPa Meter Kubik


(K-300)

7.1.(7) Beton mutu sedang dengan fc’= 20 MPa Meter Kubik


(K-250)

7.1.(8) Beton mutu rendah dengan fc’= 15 MPa Meter Kubik


(K-175)

7.1.(9) Beton Siklop fc’=15 MPa (K175) Meter Kubik

7.1.(10) Beton fc’= 10 MPa (K125) Meter Kubik

25

Anda mungkin juga menyukai