Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 04/PRT/M/2009, tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM)
Departemen Pekerjaan Umum. Peraturan ini adalah salah satu alat untuk mewujudkan Kebijakan Mutu
Departemen Pekerjaan Umum, yaitu menjamin ketersediaan infrastruktur yang handal bagi masyarakat
dengan prinsip efektif dan efisien serta melakukan peningkatan mutu kegiatan secara berkesinambungan.
8 (delapan) prinsip manajemen mutu Kementerian Pekerjaan Umum dalam setiap proses kegiatan, yang
meliputi :
• Fokus pelanggan;
• Kepemimpinan;
• Keterlibatan personil;
• Pendekatan proses;
• Pendekatan sistem terhadap manajemen;
• Perbaikan berkesinambungan;
• Pendekatan faktual dalam pengambilan keputusan;
• Hubungan pemasok yang saling menguntungkan.
Manfaat pembuatan Rencana Mutu ini adalah agar seluruh jajaran pelaksanaan kegaiatan memiliki
acuan kerja yang sama dalam rangka penyelenggaraan kegiatan di Unit Kerja/Unit Pelaksana dan sebagai
sarana pengendalian yang efektif untuk memantau dan mengukur kinerja proses dan produk selama
melaksanakan kegiatan dan juga sebagai dasar pengedalian biaya, mutu, waktu untuk mencapai produk yang
memenuhi spesifikasi teknis.
Definisi Mutu
- Menurut W. Edwards Deming “Mutu” adalah Kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen.
Suatu Organisasi atau lembaga harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan oleh
konsumen atas sebuah produk atau layanan yang akan dihasilkan.
- Juran mendefinisikan Mutu sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for use). Mutu menurut Juran
Kesesuaian terhadap spesifikasi, yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa harus
dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh para pemakainya.
- Menurut Philip Crosby “Mutu” adalah conformance to requirement yaitu sesuai yang disyaratkan atau
distandarkan. Suatu produk dikatan bermutu apabila sesuai dengan standar mutu yang disyaratkan.
- Menurut Permen PU No. 04/PRT/M/2009, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang/jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam pemenuhan persyaratan yang ditentukan atau
yang tersirat.
1
Kepuasan Pelanggan
Ada beberapa pakar yang memberikan definisi tentang kepuasan/ketidakpuasan seperti Day (dalam Tjiptono,
2001 : 146) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap
evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual
produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Wilie (1990) mendefinisikan kepuasan sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap
pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel et al (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi purnabeli dimana alternative yang dipilih sekurang-kurangnya sama atu melampaui
harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
Kebijakan Mutu
Kebijakan mutu adalah dokumen yang dinyatakan secara resmi oleh pimpinan puncak dan berisi tentang
maksud dan arahan secara menyeluruh dari sebuah perusahaan yang terkait dengan mutu. Setelah
ditetapkan, kebijakan mutu ini tentunya harus bisa menyediakan kerangka dalam menetapkan sasaran mutu,
dikomunikasikan ke seluruh level dalam organisasi dan tentunya ditinjau untuk memastikan bahwa kebijakan
mutu masih sesuai dengan dinamika sebuah perusahaan atau organisasi. Pimpinan puncak perusahaan
memastikan bahwa kebijakan mutu yang ditetapkan harus :
- Sesuai dengan tujuan perusahaan;
- Mencakup komitmen untuk memenuhi peryaratan dan secara terus menerus meningkatkan keefektifan
sistem manajemen mutu;
- Menyediakan kerangka untuk menetapkan dan meninjau sasaran mutu;
- Dikomunikasikan dan dipahami ke semua level dalam perusahaan;
- Ditinjau terus menerus untuk menyesuaikan dinamika perusahaan.
Point kedua dalam klausul kebijakan mutu tersebut ” Mencakup komitmen untuk memenuhi peryaratan dan
secara terus menerus meningkatkan keefektifan sistem manajemen mutu” merupakan kalimat yang sangat
penting dalam membuat kebijakan mutu. Sehingga kontek kalimat tersebut hampir pasti ada dalam
kebijakan mutu perusahaan.
Kebijakan mutu pada Kementerian Pekerjaan Umum adalah : “MENJAMIN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR
YANG HANDAL BAGI MASYARAKAT DENGAN PRINSIP EFEKTIF DAN EFISIEN SERTA MELAKUKAN
PENINGKATAN MUTU KEGIATAN SECARA BERKESINAMBUNGAN”.
Di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, konstruksi infrastruktur dikatakan bermutu baik apabila
memenuhi kebutuhan/harapan masyarakat yang dijabarkan sesuai dengan:
1. persyaratan/spesifikasi/NSPM yang telah ditetapkan;
2. efektif dan efesien;
3. pemanfaatannya; serta
4. hadir pada saat dibutuhkan
2
Pemenuhan mutu sesuai dengan Spesifikasi merupakan tugas dan tanggung jawab Penyedia Jasa
(Konsultan/Kontraktor). Sedangkan Pengguna Jasa (Kementerian PU) melakukan pembinaan dan
pengawasan dalam pemenuhan mutu.
Komitmen Manajemen
Pimpinan puncak di setiap Unit Kerja dan Unit Pelaksana Kegiatan wajib memiliki komitmen untuk
menerapkan dan mengembangkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) secara berkesinambungan.
Pimpinan puncak harus menjamin :
1. Keutuhan penerapan SMM wajib dijaga melalui konsistensi penerapan jadwal-jadwal kegiatan SMM;
2. Apabila terjadi perubahan yang menyangkut SMM harusn diupayakan agar tidak terjadi kesenjangan
dalam penerapannya (misalnya; perubahan struktur organisasi, perubahan dokumen, dll);
3. Penerapan SMM mengandung konsekuensi dilakukannya perencanaan pembiayaan.
Pengelola SMM
Pimpinan puncak harus menunjuk dan menetapkan pejabat pengelola SMM disertai uraian tentang
tanggungjawab dan wewenangnya untuk mengelola penerapan SMM di masing-masing Unit Kerja dan Unit
Pelaksana Kegiatan. cara berkesinambungan. Pengelola SMM terdiri dari :
1. Penjamin Mutu, yang terdiri dari seorang Pejabat Wakil Manajemen dan seorang petugas Pengendali
Dokumen.
2. Pengelola Audit internal SMM
Dalam pelaksanaan pengelolaan SMM, pimpinan puncak dibantu oleh Pengelola Audit Internal SMM. Tugas,
tanggung jawab dan wewenang Pengelola Audit Internal SMM :
1. Bersama Wakil Manajemen menyusun Program Audit;
2. Sebagai koordinator para Auditor Internal SMM;
3. Memastikan pelaksanaan Audit Internal SMM;
4. Melakukan verifikasi perbaikan temuan Audit Internal SMM;
5. Melaporkan hasil Audit Internal SMM kepada pimpinan puncak melalui Wakil Manajemen;
6. Mengevaluasi efektifitas pelaksanaan Audit Internal SMM beserta kinerja Auditor.
Komunikasi Internal
Dalam rangka peningkatan mutu yang berkesinambungan Wakil Manajemen di setiap Unit Kerja/Unit
Pelaksana Kegiatan harus merumuskan dan melaksanakan komunikasi internal yang mencakup :.
1. Penyelenggaraan monitoring dan evaluasi pelaksanaan komunikasi internal dengan semua pegawai dan
karyawan di setiap Unit Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan;
2. Agenda utama dalam komunikasi internal adalah membahas keefektifan penerapan SMM di lingkungan
Unit Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan masing-masing;
3. Komunikasi Internal ini dapat dilakukan dalam bentuk;
a) Rapat berkala dan atau rapat koordinasi , baik pada tingkat pusat maupun daerah di lingkungan Unit
Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan, dan atau;
b) Komunikasi melalui jaringan media tulis atau media elektronik.
3
Setiap Unit Kerja dan Unit Pelaksana Kegiatan wajib menyediakan kebutuhan sumber daya tersebut dengan
menyusun anggaran keuangan yang cukup bagi pengelolaan SMM di lingkungan kerjanya. Personil yang
melaksanakan pekerjaan harus kompeten atas dasar pendidikan, pelatihan, keterampilan dan pengalaman
yang sesuai.
RMP adalah dokumen SMM Konstruksi yang disusun Unit Pelaksanaan sebagai Pengguna barang/jasa dalam
rangka menjamin mutu konstruksi bidang PU. Dokumen RMP digunakan sebagai panduan pelaksanaan
pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan kegiatan proyek dibandingkan dengan ketentuan dan
persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan program. Sdangkan dokumen RMK
digunakan untuk menjamin; bahwa spesifikasi teknis yang melekat pada kontrak dipenuhi sbgmn mestinya.
Pengadaan
Yang dimaksud dengan proses pengadaan adalah segala kegiatan yang meliputi : pengadaan barang,
pengadaan jasa pemborongan, pengadaan jasa konsultasi, pengadaan jasa lainnya termasuk pengadaan
barang/jasa secara swakelola sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan
penjaminan mutu konstruksi.
Harus dipastikan, bahwa Pengguna, Panitia/Pejabat Pengadaan, dan Calon Penyedia Barang/Jasa memiliki
informasi yg sama tentang proses pengadaan yang akan dilaksanakan.
Penanggung Jawab untuk tiap-tiap tahapan pekerjaan harus menentukan, mengumpulkan dan menganalisis
data yang sesuai dan memadai.
Peningkatan Program, Kegiatan, dan Pelaksanaan Pekerjaan :
1. Peningkatan terus menerus
2. Tindakan perbaikan
3. Tindakan pencegahan
4
Pemeriksaan Mutu Produk
Dilakukan secara acak terhadap bahan/komponen konstruksi sesuai spesifikasi teknik dalam Dokumen
Kontrak/RMK. Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:
• 2 Aspek : dimensi dan standar mutu
• 3 Obyek : Bahan dasar, bahan olahan, dan bahan jadian (produk akhir).
• 5 Komponen : Obyek, metode tes, frekuensi tes, spesifikasi, dan batasan toleransi.
A. Kepuasan Pelanggan
Pimpinan harus mengevaluasi hasil pengukuran Kepuasan Pelanggan dengan alat pengukuran yang efektif
berupa menilai tanggapan yang diterima terhadap kinerja SMM dalam memenuhi persyaratannya.
Tanggapan pelanggan dapat berupa keluhan pelanggan terhadap hasil pekerjaan atau hasil penelitian
pemanfaatan terhadap produk barang/jasa.
Setiap penanggung jawab kegiatan harus mengumpulan informasi tentang persepsi apakah telah memenuhi
persyaratan. Metoda atau cara yang mudah dan efektif untuk memperoleh informasi tersebut di atas harus
ditetapkan. Rekaman/Bukti Kerja pelaksanaan Pengukuran kepuasan Pelanggan harus dikelola dan dipelihara
sebagaimana diatur dalam Pengendalian Rekaman/Bukti Kerja.
6
PENGENDALIAN HASIL PEKERJAAN TIDAK SESUAI
Tindakan yang harus dilaksanakan pada kegiatan ini adalah sebagai berikut :
1. Penanggung jawab pada setiap kegiatan harus memastikan, bahwa hasil dari setiap tahapan kegiatan
yang tidak memenuhi persyaratan diidentifikasi dan dikendalikan untuk mencegah penggunaan atau
pengiriman yang tidak sesuai pada tahapan selanjutnya;
2. Pelaksanaan pengendalian hasil kegiatan tidak sesuai harus diatur dalam Prosedur Pengendalian hasil
Pekerjaan Tidak Sesuai yang merupakan bagian dari Prosedur Mutu yang diterbitkan oleh Unit Kerja
Eselon I;
3. Prosedur hasil Pekerjaan Tidak Sesuai minimal harus mencakup :
a. Penetapan Personil yang kompeten dan memiliki kewenangan untuk menetapakan ketidaksesuaian hasil
pekerjaan untuk setiap tahapan;
b. Mekanisme penanganan hasil kegiatan tidak sesuai termasuk tata cara pelepasan hasil kegiatan tidak
sesuai;
c. Mekanisme verifikasi ulang untuk menunjukkan kesesuaian dengan persyaratan.
4. Pengendalian Hasil Pekerjaan Tidak Sesuai harus dilaksanakan dengan mengesahkan penggunaan dan
penerimaannya berdasarkan konsesi oleh pengguna atau pemanfaatan hasil pekerjaan;
5. Rekaman/Bukti Kerja pelaksana kegiatan pengendalian Hasli Pekerjaan Yang Tidak Sesuai harus dikelola
dan dipelihara sebagaimana diatur dalam Pengendalian Rekaman/Bukti Kerja.
ANALISIS DATA
Setiap Pimpinan Unit Kerja dan Wakil Manajemen harus menentukan, mengumpulkan dan menganalisis data
yang sesuai dan memadai untuk memperagakan kesesuaian dan keefektifan terhadap SMM. Pengumpulan
dan analisis data tersebut ditujukan untuk mengevaluasi dimana perbaikan berkesinambungan pada SMM
dapat dilaksanakan.
Analisis harus didasarkan pada data yang dihasilakn dari kegiatan monitoring dan pengukuran serta dari
sumber terkait lainnya. Hasil analisis data harus memberikan infromasi yang berkaitan dengan :
1. Kepuasan pengguna/pengelola dan/atau penerima manfaat hasil pekerjaan;
2. Kesesuaian terhadap persyaratan hasil pekerjaan;
3. Karakteristik dan kecenderungan dari proses-proses kegiatan termasuk peluang untuk tindakan
pencegahan;
4. Kinerja para penyedia barang/jasa.
PERBAIKAN
A. Perbaikan Berkelanjutan
Seluruh Unit Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum harus secara terus-
menerus meningkatkan SMM melalui penyelenggaraan Audit Internal SMM, Analisis Data, Tindakan Korektif
dan Tindakan Pencegahan serta Kaji Ulang Manajemen.
B. Tindakan Korektif
Tindakan korektif diambil dalam upaya menghilangkan penyebab dari ketidaksesuaian dan mencegah
terulangnya ketidaksesuaian penerapan SMM. Tindakan korektif harus sesuai dengan akibat dari
ketidaksesuaian yang terjadi. Hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Tindakan Korektif harus diatur dalam Prosedur Tindakan Korektif yang merupakan bagian
dari Prosedur Mutu yang diterbitkan oleh Unit Kerja Eselon I;
2. Prosedur Tindakan Korektif minimal harus mencakup kegiatan-kegiatan :
a) Menguraikan ketidaksesuaian;
7
b) Menentukan/Menganalisa penyebab ketidaksesuaian;
c) Menetapkan rencana penanganan untuk memastikan, bahwa ketidaksesuaian tidak akan terulang
dan jadwal waktu penanganan;
d) Menetapkan petugas yang melaksanakan tindakan perbaikan;
e) Mencatat hasil tindakan yang dilakukan;
f) Memverifikasi tindakan perbaikan yang telah dilakukan.
Rekaman/Bukti kerja pelaksanaan kegiatan Tindakan Korektif harus dikelola dan dipelihara sebagaimana
diatur dalam Pengendalian Rekaman/Bukti Kerja.
C. Tindakan Pencegahan
Tindakan pencegahan ditetapkan dalam upaya meminimalkan potensi ketidaksesuaian yang akan terjadi
termasuk penyebabnya. Tindakan pencegahan harus memperhitungkan dampak potensialnya. Hal-hal yang
harus dilakukan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan harus diatur dalam Prosedur Tindakan Pencegahan yang merupakan
bagian dari Prosedur Mutu yang diterbitkan oleh Unit Kerja Eselon I;
2. Prosedur Tindakan Pencegahan minimal harus mencakup kegiatan-kegiatan :
a) Menguraikan dan mengidentifikasi potensi ketidaksesuaian;
b) Merencanakan kebutuhan tindakan untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian dan jadwal
pelaksanaan tindakan pencegahan;
c) Menetapkan petugas pelaksana tindakan pencegahan;
d) Melakukan Verifikasi tindakan pencegahan yang telah dilaksanakan.
Rekaman/Bukti Kerja pelaksanaan kegiatan Tindakan Pencegahan harus dikelola dan dipelihara sebagaimana
diatur dalam Pengendalian Rekaman/Bukti Kerja.