Anda di halaman 1dari 102

p-ISSN: 2527-497X

e-ISSN: 2580-4448

JURNAL
INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

01
Konsep dan
Penataan TPS 3R di
Kelurahan Pasangkayu
Kabupaten Mamuju
Utara

02
Penentuan Bobot
Keandalan Bangunan
Gedung pada Fungsi
Rumah Sakit

Tempat Pembuangan Akhir Kota Sawahlunto, Sumatera Barat


sumber foto: Biro Komunikasi Publik, Kementerian PUPR

03
Model Empiris
Performa Jalan Nasional
Indonesia Studi Kasus
Kalimantan Selatan

dan 7 (Tujuh) Artikel


Menarik Lainnya

Rusun TNI Desa Waiheru, Maluku Tol Cipali, Jawa Barat


sumber foto: Biro Komunikasi Publik, Kementerian PUPR sumber foto: Balai Bendungan, Kementerian PUPR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

p-ISSN 2527-497X
e-ISSN 2580-4448

JURNAL
INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

PUSDIKLAT MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

JURNAL INFRASTRUKTUR i
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

JURNAL
INFRASTRUKTUR
Vol. 42 No.
Vol. No. 02
01 Desember
April 2017 2018

Susunan Redaksi Jurnal Infrastruktur

Pengarah : Ir. Lolly Martina Martief, MT.

Penanggung Jawab : Ir. Nicodemus Daud, M.Si.

Mitra Bestari : Prof. Dr. Ir. Bambang Sugeng Subagio, DEA (Institut Teknologi Bandung)
Prof. Dr-Ing. Muhammad Yamin Jinca, MS.Tr. (Universitas Hasanuddin
Makassar)
Dr.techn. Umboro Lasminto, ST., M.Sc. (Institut Teknologi Sepuluh
Nopember)

Redaktur : Drs. Haris Marzuki Susila

Dewan Penyunting : Diana Febrianti, S.Kom., MMT


Lia Sari Mulyati, S.Pd., M.Pd
Luthfi Ainuddin, ST

Redaksi

Desain : Mardiyan Syah, A.Md

Fotografer : Imam Syahid Izzatur Rahim, A.Md

Sekretariat : Rosna Kumala Sary, SE


Nurul Febiyanti, A.Md

Website : bpsdm.pu.go.id/jurnal

Email : jafung.bpsdm.pupr@gmail.com

Alamat : Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan Fungsional


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Jl. Sapta Taruna Raya Komplek PU Pasar Jumat Jakarta Selatan 12330
Telp. 021-759 08822

Jurnal Volume No Hal Jakarta p-ISSN e-ISSN


INFRASTRUKTUR 4 02 001 - 096 Desember 2018 2527-497X 2580-4448

ii JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

DAFTAR ISI

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

Pengantar Redaksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

1. KONSEP DAN PENATAAN TPS 3R DI KELURAHAN PASANGKAYU KABUPATEN 1-1


MAMUJU UTARA
Rizqi Audyah Rahmat, Muhammad Yamin Jinca, Yashinta Kumala Dewi

2. PENENTUAN BOBOT KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG PADA FUNGSI RUMAH 1-9


SAKIT
Raden Dhinny Nur’aeni, Anton Soekiman

3. MODEL EMPIRIS PERFORMA JALAN NASIONAL INDONESIA, STUDI KASUS 1 - 17


DI KALIMANTAN SELATAN
Windiarto Abisetyo, Harry Evdorides, Sigit Priyanto, Muhammad Zudhy Irawan

4. MOPENGELOLAAN DAS SAMPEAN UNTUK KONSERVASI SUMBER DAYA AIR 1 - 25


Yosi Darmawan Arifianto, Joko Mulyono, Mike Yuanita

5. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA KONSTRUKSI YANG


DISEBABKAN OLEH KECELAKAAN KONSTRUKSI PADA PROYEK KONSTRUKSI 1 - 33
STRUKTUR LAYANG/ELEVATED
Putra Duana Anugerah Sitepu

6. MODEL ADOPSI TEKNOLOGI BETON PRACETAK 1 - 42


Jaka Aditya Rama Pranajaya

7. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESUKSESAN HUBUNGAN KERJA


SAMA KONTRAKTOR DENGAN PEMASOK PERALATAN PADA PROYEK 1 - 49
KONSTRUKSI
Heru Utama, Anton Soekiman

8. ANALISA RISIKO PEMELIHARAAN PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN 1 - 59


AIR BAKU DI KAWASAN PERBATASAN
Hermansyah, Anton Soekiman

9. KETERLAMBATAN TUMPANG TINDIH DAN ALOKASI PEMBERIAN KOMPENSASI


PADA PROYEK PEMERINTAH 1 - 68
Sulistyo Widodo

10. STUDI PERIZINAN PEMANFAATAN RUMIJA TOL SECARA ELEKTRONIK UNTUK


PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK 1 - 75
Diki Zulkarnaen

Lampiran Abstrak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 - 84

Lampiran Pedoman Penulisan Jurnal Infrastruktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 - 94

JURNAL INFRASTRUKTUR iii


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

PENGANTAR REDAKSI
Jurnal Infrastruktur merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusdiklat Manajemen dan Pengemban-
gan Jafung. Maksud dan tujuan diterbitkannya Jurnal Infrastruktur adalah sebagai sarana pertukaran ilmu
pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan bidang PUPR. Jurnal ini diharapkan dapat menumbuhkan
kreatifitas dan pertukaran gagasan diantara para pejabat fungsional, pejabat struktural, baik di Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat maupun Kementerian/Lembaga/Instansi terkait dengan pemban-
gunan infrastruktur. Selain itu kami juga berharap para akademisi, baik dari institusi swasta maupun negeri
di Indonesia pada ilmu teknik bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Dengan harapan kreatifitas
tersebut akan bermuara pada peningkatan kualitas infrastruktur Kementerian PUPR demi kemajuan tanah
air tercinta, atau hanya sekedar memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk berperan aktif dalam rangka
pengembangan ilmu dan teknologi terutama di bidang PUPR.

Kami mengucapkan terima kasih dan selamat kepada para penulis yang telah memberikan kontribusi signifi-
kan dalam pengembangan ilmu dan teknologi di bidang PUPR, demikian juga kepada para mitra bestari (re-
viewer) yang telah meluangkan waktunya untuk menilai naskah yang dimuat pada edisi ini. Karena jurnal ini
merupakan wadah insan PUPR yang Profesional dalam menuangkan buah pikiran, ide atau gagasan baru yang
orisinil, dan inovasinya, maka eksistensinya memerlukan partisipasi aktif para anggota berupa penyampaian
tulisan ilmiah. Hal tersebut yang mendorong kami untuk tiada hentinya menghimbau dan mengundang para
pejabat fungsional bidang PUPR untuk mempublikasikan hasil penelitian/kajiannya.

Jurnal Infrastruktur Volume 4 No. 2 Desember 2018 ini merupakan terbitan jurnal yang ketujuh dengan kon-
tributor yang terdiri dari 2 (dua) orang Widyaiswara, 1 (satu) orang Ahli Bendungan Besar, 1 (satu) orang
Penelaah Penyehatan Lingkungan Permukiman, 1 (satu) orang Mahasiswa Universitas Gajah Mada, 1 (satu)
orang Mahasiswa, 7 (tujuh) orang Mahasiswa dari Universitas Katolik Parahyangan, 2 (dua) orang Dosen dari
Universitas Hasanuddin, 1 (satu) orang Dosen University of Birmingham, 1 (satu) orang Dosen Universitas
Gajah Mada, dan 1 (satu) orang Dosen Universitas Katolik Parahyangan. Kami juga telah meluncurkan jurnal
online (e-jurnal) dalam rangka memenuhi persyaratan proses akreditasi jurnal. Adapun tulisan terkait bidang
pengairan sebanyak 1 artikel, bidang jalan dan jembatan sebanyak 2 artikel, dan bidang Manajemen Kon-
struksi sebanyak 7 artikel.

Kami menyadari Jurnal Infrastruktur ini masih jauh dari sempurna. Berkenaan dengan hal tersebut, bersama
ini kami informasikan bahwa kami menerima masukan konstruktif dari para pembaca dan pemerhati yang
dapat disampaikan kepada kami melalui alamat email yang tertera pada lembar susunan redaksi, atau melalui
e-jurnal.

Redaksi

Jurnal INFRASTRUKTUR

iv JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

KONSEP DAN PENATAAN TPS 3R DI KELURAHAN PASANGKAYU


KABUPATEN MAMUJU UTARA

Rizqi Audyah Rahmat1, Muhammad Yamin Jinca2, Yashinta Kumala Dewi3,

Mahasiswa Program Studi S1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota,


1

2, 3
Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
1,2,3
Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Email: audyahrizqi@yahoo.co.id1, my_jinca@yahoo.com2, yashintasutopo@yahoo.com3

Abstract

The sorting and reduction of waste from the source is not optimal yet even though the container has been
available for both organic and inorganic. There are 4 units of Trash Management Place Reuse Reduce Re-
cycle (TPS 3R) but only 2 units are operating, so the garbage piled up without management of 3R principle.
The limitations of facilities for the service areas that are more than 1 km caused the people to use water
area as the garbage disposal. This research objective to consider the ideal factor of location, to evaluate the
existing characteristics, and to direct the future demand concept. Bayes Theory to determine the factors
of consideration and assessment, and also Arcgis spatial analysis for the determination of TPS 3R location
which became the development concept. The waste generation from settlement area reaches about 11 ton/
day. The analysis result shows that the land requirement for accommodation and waste generation shelter
management in the 20-year are 532 m2, it’s required 9 units of TPS 3R which location considered based
on location criteria, accessibility, environment, population, the active role of community, and solid waste
system.

Keywords: waste generation, TPS 3R location, transportation

Abstrak

Pemilahan dan pengurangan sampah dari sumbernya belum optimal walaupun wadahnya telah tersedia
untuk organik dan anorganik. Terdapat 4 unit Tempat Pengelolaan Sampah Reuse Reduce Recycle (TPS 3R)
namun hanya 2 unit yang beroperasi, sehingga sampah menumpuk tanpa pengelolaan dengan prinsip 3R.
Keterbatasan sarana untuk layanan daerah yang lebih dari 1 km menyebabkan masyarakat memanfaatkan
daerah perairan untuk membuang sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor pertim-
bangan lokasi yang ideal, mengevaluasi karakteristik eksisting, dan arahan konsep kebutuhan kedepan.
Menggunakan metode pembobotan Teori Bayes untuk menentuan faktor pertimbangan dan penilaian, serta
analisis spasial Arcgis untuk penentuan lokasi TPS 3R yang menjadi konsep pengembangan. Timbulan sam-
pah yang berasal dari kawasan permukiman mencapai sekitar 11 ton/hari. Hasil analisis menunjukkan bah-
wa kebutuhan lahan untuk menampung dan mengelola timbulan sampah hunian selama 20 tahun sebesar
532 m2, dibutuhkan 9 unit TPS 3R yang lokasinya dipertimbangkan berdasarkan kriteria lokasi, aksesibilitas,
lingkungan, kependudukan, peran aktif masyarakat, dan sistem persampahan.

Kata Kunci: timbulan sampah, lokasi TPS 3R, transportasi

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-1


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN Oleh karena itu, perlu evaluasi lebih lanjut tentang


Gangguan lingkungan terhadap sampah timbul dari persampahan terutama arahan konsep dan penata-
sumber penghasil sampah. Pelayanan persampahan an TPS 3R, sehingga kawasan pesisir tidak lagi men-
di Kelurahan Pasangkayu sudah terlayani 100%, jadi wadah penampungan sampah oleh masyarakat.
sampah masih tercampur, proses pemilahan dan
pengurangan sampah dari sumbernya belum terlak- 2. TINJUAN PUSTAKA
sana dengan baik. Pengurangan sampah mulai dari
sumber merupakan tanggung jawab dari semua pi- Penyelenggaraan TPS 3R merupakan pola pendeka-
hak baik pemerintah maupun masyarakat (Permen tan pengelolaan persampahan pada skala komunal
Dagri No. 33 Tahun 2010). atau kawasan, melibatkan peran aktif pemerintah
dan masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan
Keterbatasan penyediaan sarana TPS 3R menyebab- masyarakat. Penanganan sampah dengan pendeka-
kan masyarakat memanfaatkan daerah perairan un- tan infrastruktur TPS 3R lebih menekankan konsep
tuk membuang sampah, akibat tidak terlaksananya Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kem-
arahan dan strategi yang jelas dalam pemanfaatan bali), dan Recycle (daur ulang) sejak dari sum-
sarana TPS 3R. Jika sampah dimanfaatkan dengan bernya di area permukiman, area komersial, area
baik, maka akan mendatangkan keuntungan yang perkantoran, area pendidikan, dan lain-lain (NSPK,
berlimpah dalam perekomonian. Sampah bukanlah 2017).
sesuatu yang tidak berharga. Sampah adalah ses-
uatu yang berharga atau bernilai bila kita tahu dan Parameter dalam menentukan faktor faktor per-
mau memanfaatkannya kembali serta uang yang timbangan lokasi TPS 3R didasarkan atas justifikasi
dihasilkan dari sampah pun tidak sedikit (Sejati, terhadap ketersediaan data, tinjauan pustaka yang
2009). diperoleh dari NSPK Tahun 2017, Permen PU No.
3 Tahun 2013, dan pendapat pakar, yaitu Tarigan
(2005), Achmad, dkk (2015), serta Darmasetiawan
Tabel 1. Faktor Pertimbangan Lokasi TPS 3R

Kriteria Sub Kriteria


1. Lahan pemerintah

2. Kebutuhan lahan min. 200 m2

3. Dekat daerah pelayanan

4. Batas administrasi yang sama dengan area pelayanan


Lokasi
5. Cakupan pelayanan maks. 1 km

6. Bebas banjir

7. Wilayah masyarakat berpenghasilan rendah

8. Kawasan padat kumuh


9. Akses jalan dan lalu lintas
Aksesibilitas
10. Tidak jauh dari jalan raya
11. Kerawanan sampah tinggi
Lingkungan
12. Kondisi lingkungan
13. Pelayanan min. 400 kk

Kependudukan 14. Jumlah penduduk

15. Prediksi timbulan sampah


16. Partisipasi masyarakat
Peran Aktif Masyarakat
17. Bersedia membayar iuran
18. Jenis sampah

Sistem Persampahan 19. Bak sisa pengelolaan bukan wadah permanen

20. Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan

Sumber: Hasil Analisis, 2018

1-2 JURNAL INFRASTRUKTUR


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

(2004), Tchobanoglous (1977), dan Kruse (1967) ideal berdasarkan kriteria lokasi, aksesibilitas,
dalam Oli’I (2015). Faktor pertimbangan dalam dan lingkungan dalam bentuk peta.
penentuan lokasi TPS 3R yang ideal terdapat 20
faktor yang dikelompokkan dalam 6 kriteria, seperti 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
pada Tabel 1.
4.1. Bobot Kriteria Pertimbangan TPS 3R
3. METODE PENELITIAN
Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata pembob-
Arahan konsep dan penataan TPS 3R menggunakan otan diperoleh kriteria pertimbangan TPS 3R yang
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan berbobot tinggi adalah kriteria lokasi sebesar 38,
kuantitatif. Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan terendah kriteria aksesibilitas dan lingkungan sebe-
Pasangkayu dengan luas wilayah 11,72 km2. sar 10, serta bobot kriteria lainnya berada dian-
tara 12 sampai 16. Penilaian dengan Teori Bayes,
Pengumpulan data dilakukan dengan metode tinjau-
an pustaka, observasi, kuesioner, dan wawancara. Tabel 2. Proyeksi Penduduk Tahun 2017-2037
Sampel kuesioner adalah stakeholder yang menan-
Jumlah Penduduk
gani persampahan. Total responden hasil kuesioner Tahun
(jiwa)
adalah 50 responden dengan teknik purposive sam-
2017 15.138
pling.
2022 18.382
A. Pembobotan faktor menggunakan skala likert 2027 22.321
dari bobot 1 sampai 5. Perhitungan nilai alter-
2032 27.105
natif menggunakan Teori Bayes (Muta’ali, 2015).
Perhitungan penilaian alternatif, 2037 32.913
Keterangan: Sumber: Hasil Analisis, 2018

menunjukkan bahwa TPS 3R PDAM, Tanjung Babia,


dan Pasar Smart relatif lebih sesuai menurut krite-
ria lokasi, aksesibilitas, kependudukan, lingkungan,
peran aktif masyarakat, dan sistem pesampahan.

Total Nilai I = Nilai akhir dari alternatif ke-i 4.2. Proyeksi Jumlah Penduduk dan Timbulan
Sampah
Nilai ij = Nilai alternatif ke-i pada kriteria
ke-j Penduduk Kelurahan Pasangkayu tahun 2013 men-
capai 12.930 jiwa dan tahun 2016 mencapai 14.561
Krit j = Bobot kepentingan kriteria ke-j jiwa dengan tingkat pertumbuhan 11,2% (BPS Ke-
camatan Pasangkayu, 2014-2017). Proyeksi pen-
i = 1,2,3,…n; n = jumlah alternatif
duduk dengan metode geometric rate of growth
j = 1,2,3,…m; m = jumlah kriteria (Osman dan Patandianan, 2014), proyeksi jumlah
penduduk seperti pada Tabel 2.
A. Proyeksi penduduk dan timbulan sampah hunian
selama 20 tahun kedepan. Estimasi volume sampah di Kelurahan Pasangkayu
adalah 2,75 l/orang/hari dengan berat mencapai
B. Analisis deskriptif untuk kriteria peran aktif ma- 0,70 kg/orang/hari (SNI 19-3983-1995). Produksi
syarakat dan sistem persampahan. timbulan sampah terbesar berasal dari kawasan
permukiman mencapai 10,597 ton/hari dan terkecil
C. Analisis spasial pembagian Grid Indeks dan DTM dari industri kecil mencapai 0,019 ton/hari.
Grid Raster dalam penentuan lokasi TPS 3R yang

Gambar 1. Timbulan Sampah (ton/hari)


Sumber: Hasil Analisis, 2018

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-3


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Kebutuhan fasilitas persampahan dengan hunian hari pada area jaringan drainase dan tersedia 1 unit
rata-rata terdapat 5 anggota keluarga (BPS Keca- mesin pencacah berkapasitas 50 kg/jam. Kapasitas
matan Pasangkayu, 2017). Menghasilkan timbulan area sampah plastik dapat menampung 15,244 m3
sampah 60% sampah organik dan 40% sampah an- sampah dan area sampah kertas ditampung pada
organik (plastik 10%, kertas 10%, logam 5%, kaca area pemilahan dengan 30,525 m3. Sampah anor-
5%, B3 3%, lainnya 7 %), sampah residu menca- ganik logam dan kaca dikumpulkan dan diangkut ke
pai 30% dari sampah kota yang akan diangkut ke rumah lapak sampah.
TPA (PERMEN No. 3, 2013). Uraian timbulan sampah
menurut jenisnya diperlihatkan pada Tabel 3. 4.4. Analisis Spasial Penempatan TPS 3R

Tabel 3. Proyeksi Timbulan Sampah sesuai Jenisnya


Timbulan Sampah (m3/hari)
Volume Total Residu
Jumlah Berat Total Total Kontainer
(m3/
Tahun Penduduk (ton/ Sampah Sampah Residu (1
(jiwa) hari) (30% dari unit = 6 m3)
hari) Organik Anorganik
volume sam-
(60%) (40%)
pah)
2017 15.138 41,63 10,60 24,98 16,65 12,49 3
2022 18.382 50,55 12,87 30,33 20,22 15,17 3
2027 22.321 61,38 15,62 36,83 24,55 18,41 4
2032 27.105 74,54 18,97 44,72 29,82 22,36 4
2037 32.913 90,51 23,04 54,31 36,20 27,15 5

Sumber: Hasil Analisis, 2018

4.3. Kondisi Eksisting Lahan TPS 3R Penentuan lokasi penempatan TPS 3R menggu-
nakan analisis spasial berbasis grid indeks terhadap
Ukuran lahan TPS 3R untuk ke 4 unit TPS 3R memi- kriteria lokasi, lingkungan, dan aksesibilitas. Nilai
liki luas lahan masing-masing antara 216 m2 hingga grid indeks yang digunakan berjarak 500 m setiap
306 m2, lebih luas dari standar minimum (200 m2). sisinya sesuai jangkauan pelayanan minimum TPS
TPS 3R PDAM melayani 2.868 unit hunian, diangkut 3R yang ideal.
menggunakan motor sampah berkapasitas 1 m3 se-
tiap pengangkutan, dan 1 unit kontainer berada di 4.5. Kriteria Lokasi
badan jalan lokal sekunder berkapasitas 6 m3 sam-
pah. Sampah residu dan sampah B3 rumah tangga Hasil grid indeks terhadap 4 unit TPS 3R, menun-
diangkut ke TPA Pasangkayu. Pengomposan dilaku- jukkan bahwa lokasi TPS 3R Tanjung Harapan be-
kan dengan sistem aerobic windrow selama 30 hari rada di sekitar kawasan lindung sebesar 43,7 %
dengan kapasitas area pengomposan 15 m3. Terse- dan merupakan kawasan yang diperuntukkan seb-
dia 1 mesin pencacah sampah organik berkapasi- agai kawasan lindung hutan bakau dan area tam-
tas 500 kg/jam dan 1 unit mesin pencacah plastik bak (RDTR BWP Kelurahan Pasangkayu Tahun 2011-
berkapasitas 50 kg/jam, dengan kapasitas tampung 2031). Jangkauan pelayanan TPS 3R dengan jarak
untuk 6 hari. Sampah anorganik untuk kertas, lo- tidak lebih dari 1 km berada pada grid C7 melayani
gam, dan kaca diangkut ke rumah lapak sampah 357 unit hunian dengan proses pengangkutan sam-
dan dijual ke Kota Palu. pah diangkut ke TPS 3R PDAM, dan sumber sampah
yang tertinggi berada pada grid C5 sebesar 379 unit
hunian. Terdapat 22 grid kawasan beresiko rendah,
8 grid kawasan beresiko sedang, dan 15 grid meru-
pakan kawasan campuran terhadap resiko rendah
dan sedang terhadap banjir. Lokasi yang optimal un-
tuk penempatan TPS 3R adalah kawasan yang be-
bas dari ancaman banjir atau beresiko rendah.

4.6. Kriteria Lingkungan

Berdasarkan hasil analilsis terhadap 2 unit TPS 3R


tinggi terhadap pencemaran lingkungan, yaitu TPS
3R Pasar Smart dan Tanjung Harapan, serta 2 unit
TPS 3R berada pada kawasan pencemaran lingkun-
Gambar 2. Rumah Lapak dan Proses gan rendah, yaitu TPS 3R Tanjung Babia dan PDAM.
Pengolahan Sampah Jumlah titik pencemaran persampahan secara kese-
lurahan 19 titik dengan pencemaran tertinggi adalah
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018
pencemaran drainase di Kelurahan Pasangkayu.

TPS 3R Tanjung Babia melayani 360 unit hunian. 4.7. Kriteria Aksesibilitas
Sampah plastik dan kertas ditampung selama 7

1-4 JURNAL INFRASTRUKTUR


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Proses pengangkutan sampah dengan kriteria jarak Peran aktif masyarakat dalam kegiatan persampa-
ideal berjalan kaki 400 m dalam waktu tempuh 6 han meliputi kegiatan gotong royong membersihkan
menit (SNI 03-1733-2004) hanya terdapat di 7 grid. kawasan pantai, drainase, jalan, kawasan perkan-
Pelayanan motor sampah dari sumber sampah ke toran, dan kawasan Pendidikan. Masyarakat aktif
TPS 3R terdapat di 39 grid dan 27 grid yang meru- dalam penyelenggaraan program kerja bakti dan
pakan jalur truk kontainer sampah dari TPS 3R ke pembinaan tentang “Ramah Lingkungan Melalui
TPA Pasangkayu, sedangkan grid A2 tidak memiliki Pembentukan Bank sampah”, serta bersedia mem-
jalur aksesibilitas sesuai batas penelitian. bayar iuran sampah secara teratur.

4.8. Kriteria Sistem Persampahan 4.10. Konsep dan Penataan TPS 3R

Wadah sampah tersedia untuk memilah sampak or- Proses pengelolaan sampah yang dilakukan dalam
ganik dan anorganik, namun pemanfaatannya be- TPS 3R adalah mengelola sampah organik menjadi
lum sesuai jenis wadahnya, sehingga proses pemi- kompos, sampah plastik menjadi bijih plastik, me-
lahan sampah dari sumber sampah belum optimal nampung sampah kertas, logam, dan sampah kaca
dan tidak sesuai ketentuan. Metode pengumpulan untuk dijual ke lapak sampah dan ke Kota Palu. Me-
sampah yang dilakukan secara individual (door to nyimpan sampah B3 rumah tangga yang akan dike-
door). Motor sampah yang diperuntukkan dengan lola oleh pemerintah lebih lanjut. Sampah residu
sistem, namun sistem pengumpulan sampah saat ditampung dalam kontainer dan diangkut ke TPA Pa-
ini dilakukan secara tercampur dan pemilahan sam- sangkayu sebagai penampungan sampah berskala
pah dilakukan di TPS 3R. kota.

4.11. Pemilahan dan Pengumpulan Sampah

Pemilahan dilakukan secara bertahap dari sumber


sampah hunian menjadi 5 jenis, yaitu sampah or-
ganik, sampah anorganik daur ulang, sampah anor-
ganik guna ulang, sampah B3, dan sampah residu.
Sampah organik, sampah B3, dan sampah residu
dipaking dalam kantong plastik khusus secara ter-
pilah dan ditampung dalam wadah tong plastik
kapasitas 10 l seperti pada Gambar 5.

Pengumpulan sampah menggunakan motor


berkapasitas 1,2 m3 yang dilengkapi dengan sekat
Gambar 3. Pencemaran, Wadah Sampah, dan
agar tidak tercampur dari sumber. Metode pengum-
Pengangkutannya
pulan sampah dilakukan secara individual (door to
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018 door) oleh masyarakat dengan jarak 400 m dari TPS
4.9. Peran Aktif Masyarakat 3R. Pengangkutan sampah dari sumbernya dilaku-
kan oleh petugas kebersihan dari pukul 07.00 s/d

Gambar 4. Peta Ketidaksesuaian Lokasi TPS


3R Terhadap Faktor Pertimbangan
Sumber: Hasil Analisis, 2018

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-5


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

12.00 setiap harinya. Kebutuhan TPS 3R diarahkan untuk membangun 9


unit TPS 3R untuk 20 tahun kedepan, sesuai den-
4.12. Kebutuhan Lahan TPS 3R gan standar terkait TPS 3R yang dilengkapi dengan
Tabel 4. Bak Penampung Sampah Anorganik
Produksi Sampah Kebutuhan Luas Bak
Material Volume Dimensi Bak
Tahun 2037 (m3/ Penampungan/TPS 3R
Sampah (m3) (m)
hari) (m2)
Kertas 4,06994 1,5 x 0,8 x 0,5 9,05 1,4
Logam 0,086 1,5 x 0,5 x 0,5 4,53 15,46
Plastik 2,439 1,5 x 0,8 x 0,5 9,05 1,87
Kaca 0,0124 0,2 x 0,5 x 0,5 4,53 14,195
Sumber: Hasil Analisis, 2018

dropping area, kantor, area pemilahan dengan con-


veyor dan pewadahan sampah, penyediaan mesin
pencacah dan bak penampungan seperti pada Tabel
4.

Kebutuhan ruang pengelolaan jenis sampah, minimal


luas lahan sebesar 532 m2 dengan dimensi berkisar
28 m x 19 m. Luas area untuk fasilitas penunjang
yang disediakan mengikuti konsep desain TPS 3R,
yaitu toilet, area pencucian dengan bak reservoir
air bersih, ruang terbuka hijau yang dapat dijadikan
tempat pengeringan bijih plastik, serta area perger-
akan dan jalan dalam TPS 3R.

4.13. Arahan Lokasi TPS 3R

TPS 3R Pasar Smart yang berada di kawasan perda-


Gambar 5. Pewadahan dan Pengangkutan gangan dan jasa, diprioritaskan untuk menampung
Sampah Sistem 3R sampah dari Pasar Smart. TPS 3R Tanjung Harapan

Gambar 6. Denah Konsep TPS 3R Kelurahan Pasangkayu


Sumber: Penulis, 2018

1-6 JURNAL INFRASTRUKTUR


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Gambar 7. Peta Arahan Lokasi TPS 3R Tahun 2017-2037 Kelurahan Pasangkayu


Sumber: Hasil Digitasi, 2018
diarahkan untuk direlokasi pada kawasan kerawa- C. Penyediaan 9 unit TPS 3R dengan luas area 532
nan sampah tinggi yang berada di area grid C8, se- m2, dengan kegaiatan pengomposan sistem aer-
dangkan untuk TPS 3R PDAM dan Tanjung Babia, obic windrow, pengelolaan sampah plastik men-
diarahkan untuk pengembangan luas area. Untuk jadi bijih plastik, tersedia tempat penyimpanan
penempatan 6 unit TPS 3R yang baru diarahkan be- sampah anorganik dengan asumsi dijual setiap 7
rada pada grid B2, grid D4, grid D7, grid D13, grid hari sekali, tersedia 9 unit wadah B3 dan 9 unit
E2, dan grid E4, E4. Lokasi ini berada pada kawasan kontainer yang diangkut setiap hari.
yang berpotensi menjadi lokasi pengembangan TPS
3R untuk mengangkut sampah di kawasan permuki- D. Fasilitas penunjang mengikuti konsep desain TPS
man kepadatan tinggi di Kelurahan Pasangkayu. 3R, yaitu toilet, area pencucian dengan bak res-
ervoir air bersih, ruang terbuka hijau, serta area
4.14. Peran Aktif Mayarakat pergerakan dan jalan dalam TPS 3R.

Kegiatan masyarakat dalam pengelolaan sampah 5.2. Saran


dilakukan dengan memilah 5 jenis sampah dari
sumber, melakukan pengelolaan dengan konsep 3R, Program 3R hendaknya diilustrasikan sebagai upaya
berkewajiban membayar iuan sampah setiap bulan, menciptakan keindahan dengan mengolah sam-
mematuhi aturan dalam pengelolaan sampah yang pah secara harmonis antara rakyat, pengelola, dan
telah ditetapkan Kelurahan Pasangkayu, dan ikut pemerintah secara bersama-sama meliputi peng-
serta dalam kegiatan menjaga lingkungan. umpulan, pengangkutan, pemrosesan, dan mend-
aur ulang sampah.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
5.1. Kesimpulan
Achmad, Ismid, I Made Sudarma, dan Syamsul Alam
TPS 3R Tanjung Harapan perlu direlokasi karena be- Paturusi.2015.Strategi Penentuan Lokasi dan
rada pada kawasan yang kurang optimal. Konsep Kebutuhan Lahan TPS (Tempat Penampungan
TPS 3R Kelurahan Pasangkayu terdiri dari: Sementara Sampah) Berdasarkan Fungsi Ka-
wasan di Kota Denpasar. Universitas Udayana
A. Pemilahan dan pewadahan sampah menjadi 5 je- Bali. Jurnal Ilmu Lingkungan, 9, 80-89.
nis sampah.
Badan Pusat Statistik.2014.Kecamatan Pasangkayu
B. Pengumpulan sampah membutuhkan 26 unit mo- dalam Angka Tahun 2014.BPS Kabupaten
tor sampah berkapasitas 1,2 m2, metode pen- Mamuju Utara.
gumpulan sampah dilakukan secara individual
(door to door) setiap hari.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-7


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Badan Pusat Statistik.2017.Kecamatan Pasangkayu


dalam Angka Tahun 2017.BPS Kabupaten
Mamuju Utara.

Dinas Penataan Ruang.2011.Rencana Detail Tata


Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perencanaan
(BWP) Kelurahan Pasangkayu Tahun 2011-
2031.Dinas Penataan Ruang Kabupaten
Mamuju Utara.

Muta’ali, Lutfi.2015.Teknik Analisis Regional Untuk


Perencanaan Wilayah, Tata Ruang, dan Ling-
kungan. Yogyakarta:Badan Penerbit Fakultas
Geografi (BPFG) Universitas Gadjah Mada.

NSPK Tahun 2017 Tentang Petunjuk Teknis TPS 3R.

Oli’I, Rizky Selly Nazarina.2015. Optimalisasi Rute


Pengangkutan Sampah di Kota Makassar.Uni-
versitas Hasanuddin.Makassar.

Osman, Moh. Yoenus dan Marly Valenty Patandi-


anan.2014.Buku Ajar Mata Kuliah Metode
Analisis Perencanaan.Unversitas Hasanuddin
Makassar.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun


2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana
dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun


2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah.

Sejati, Kuncoro.2009. Pengolahan Sampah Terpadu


Dengan Sistem Node, Sub Point, Center Point.
Yogyakarta:Kanisius.

SNI 19-3983-1995 Tentang Spesifikasi Timbulan


Sampah Untuk Kota Kecil dan Sedang di In-
donesia.

SNI 03-1733-2004 Tentang Tata cara perencanaan


lingkungan perumahan di perkotaan.

Tarigan, Robinson.2005.Perencanaan Pembangunan


Wilayah Edisi Revisi. Jakarta:Bumi Aksara.

1-8 JURNAL INFRASTRUKTUR


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

PENENTUAN BOBOT KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG


PADA FUNGSI RUMAH SAKIT

Raden Dhinny Nur’aeni1, Anton Soekiman2

1
Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi
2
Dosen Magister Teknik Sipil
1,2
Universitas Katolik Parahyangan
Email: dhinny18@gmail.com, soekiman@unpar.ac.id

Abstract

Hospital buildings are one of the growing public buildings in Indonesia. The implementation of reliable hos-
pital buildings is mandated by the Act of the Republic of Indonesia No. 28 of 2002 on Buildings. However,
there are still many hospital buildings that ignore aspects of building reliability. Ignoring the most important
aspects of the reliability of hospital buildings will affect the level of hospital services and patient dissatisfac-
tion. The purpose of this study is to determine the reliability of buildings in hospital functions. Based on the
results of weighting will be obtained important aspects/priority aspects in the reliability of hospital build-
ings. The weighting of building reliability consists of criteria and subcriteria. The analytical method uses the
Analytical Hierarchy Process (AHP) method. The results showed that the health criteria for hospital function
buildings had a higher level of importance than other criteria, followed by comfort criteria and convenience
criteria. Furthermore, the results of the calculation of the subcriteria weight as a whole, shows that sanita-
tion has the highest level of importance, followed by ventilation and lighting systems, so that these aspects
are priorities that must be prioritized in improving the reliability of buildings in hospital functions.

Keywords: health, comfort, convenience, hospital

Abstrak

Bangunan rumah sakit adalah bangunan publik yang semakin berkembang di Indonesia Penyelenggaraan
bangunan gedung yang andal merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002.
Namun, masih banyak penyelenggara bangunan rumah sakit yang mengabaikan aspek keandalan bangu-
nan. Mengabaikan aspek terpenting dalam keandalan bangunan rumah sakit akan berpengaruh terhadap
tingkat pelayanan rumah sakit dan ketidakpuasan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menen-
tukan bobot keandalan bangunan pada fungsi rumah sakit. Berdasarkan hasil pembobotan akan diperoleh
aspek penting/aspek prioritas dalam keandalan bangunan rumah sakit. Pembobotan meliputi kriteria dan
subkriteria keandalan bangunan. Metode analisis dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hier-
archy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukan bahwa kriteria kesehatan pada bangunan gedung fungsi
rumah sakit memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dari kriteria lainnya, disusul dengan kriteria
kenyamanan dan kriteria kemudahan. Selanjutnya, hasil perhitungan bobot subkriteria secara keseluruhan,
menunjukan bahwa sanitasi memiliki tingkat kepentingan paling tinggi, disusul dengan sistem penghawaan
dan pencahayaan, sehingga aspek-aspek tersebut merupakan prioritas yang harus diutamakan dalam me-
ningkatkan keandalan bangunan pada fungsi rumah sakit.

Kata Kunci: kesehatan, kenyamanan, kemudahan, rumah sakit

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-9


Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN Selain itu, dengan adanya pembobotan keandalan


bangunan rumah sakit dapat membantu penyeleng-
Bangunan rumah sakit adalah bangunan publik yang gara bangunan maupun Pemerintah dalam melaku-
semakin berkembang di Indonesia, terlihat dengan kan penilaian keandalan suatu bangunan gedung
semakin kompleksnya bangunan dan semakin ban- pada fungsi rumah sakit dengan lebih objektif dalam
yaknya jumlah bangunan rumah sakit. Penyeleng- rangka implementasi Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
garaan bangunan gedung yang andal merupakan bangunan gedung.
amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 28
Tahun 2002. Namun, kondisi bangunan rumah sakit 2. TINJAUAN PUSTAKA
saat ini masih belum memenuhi standar keanda-
lan bangunan. Berdasarkan hasil survey yang telah Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Repub-
dilakukan peneliti pada salah satu Rumah Sakit di lik Indonesia nomor 24 tahun 2016 pengertian dari
Kabupaten Bandung, menunjukan bahwa bangu- bangunan rumah sakit adalah wujud fisik hasil pe-
nan rumah sakit tidak memenuhi standar keandalan kerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
bangunan, terutama pada sistem sanitasi seperti dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang
kebersihan ruangan, kamar mandi, dan WC, serta berada di atas tanah/perairan, ataupun di bawah
sarana dan prasarana seperti fasilitas parkir. Sejalan tanah/perairan yang digunakan untuk penyeleng-
dengan Az-zahroh (2017) yang menyebutkan bah- garaan Rumah Sakit. Kesehatan, kenyamanan, dan
wa jumlah kunjungan yang tidak stabil dan adanya kemudahan bangunan merupakan indikator dalam
keluhan pasien pada rumah sakit disebabkan oleh penilaian suatu bangunan gedung rumah sakit yang
beberapa faktor diantaranya yaitu kebersihan kamar andal sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang
yang kurang terjaga, kapasitas kamar mandi yang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002.
kurang memadai, kapasitas parkir kurang luas, dan
adanya kerusakan fasilitas. 2.1. Kesehatan Bangunan

Sebagai jasa pelayanan dalam bidang kesehatan Menurut Widhianto (2015), aspek kesehatan pada
kepada masyarakat umum, tidak terpenuhinya bangunan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
bangunan rumah sakit yang andal merupakan per- faktor internal dari bangunan, faktor-faktor terse-
masalahan yang perlu menjadi perhatian seluruh but dapat terjadi pada bangunan disebabkan oleh
stakeholder. Berbagai faktor menjadi penyebab pe- hasil dari sebuah proses perancangan maupun dari
nyelenggara bangunan rumah sakit mengabaikan proses operasional dan perawatan bangunan. Ber-
beberapa aspek keandalan bangunan. Akan tetapi, dasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no-
menjadi hal yang fatal apabila mengabaikan as- mor 29/PRT/M/2006, pada kesehatan bangunan
pek terpenting dalam keandalan bangunan rumah terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan
sakit karena hal tersebut dapat menurunkan tingkat yaitu kondisi penghawaan, pencahayaan, sanitasi,
kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit. dan penggunaan bahan bangunan gedung.

Setiap bangunan gedung memiliki bobot keanda- 2.2. Kenyamanan Bangunan


lan bangunan yang berbeda-beda sesuai dengan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
fungsinya. Hal tersebut dibuktikan oleh Wuryanti
nomor 29/PRT/M/2006, kenyamanan bangunan
dan Suhedi (2016) pada beberapa fungsi bangunan
yaitu kondisi kenyamanan ruang gerak dan hubun-
gedung. Berdasarkan pengetahuan peneliti, bahwa
gan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, ke-
penelitian terkait pembobotan keandalan bangunan
nyamanan pandangan, serta tingkat getaran dan
pada fungsi rumah sakit belum pernah dilakukan se-
tingkat kebisingan oleh kinerja bangunan gedung.
belumnya.
Menurut Karyono (1999), aspek kenyamanan pada
Atas dasar uraian di atas, maka tujuan dari peneli- bangunan terbagi menjadi 4 yaitu kenyamanan ru-
tian ini adalah untuk menentukan bobot keandalan ang, kenyamanan visual kenyamanan audio dan ke-
bangunan gedung pada fungsi rumah sakit. Kean- nyamanan termal. Secara spesifik, Kusumaningrum
dalan bangunan difokuskan pada aspek kesehatan dan Martiningrum (2017) menyatakan bahwa fak-
bangunan, kenyamanan bangunan, dan kemudahan tor yang mempengaruhi kenyamanan pengunjung
bangunan. Penentuan bobot keandalan bangunan area rawat jalan adalah kenyamanan ruang (ukuran
dilakukan berdasarkan tingkat kepentingannya, se- perabot, desain perabot) dan aspek kenyamanan
hingga menghasilkan aspek penting/aspek prioritas termal (kondisi suhu ruang dan kondisi ac/kipas),
maupun aspek tidak penting/aspek sekunder dalam sedangkan pada area fasilitas rawat inap, kenya-
keandalan bangunan rumah sakit. manan pengunjung lebih dipengaruhi aspek kenya-
manan ruang (ukuran perabot, jarak antar perabot,
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi lebar tangga saat berpapasan, lebar koridor untuk
stakeholder untuk memaksimalkan aspek penting disabilitas, tinggi pijakan tangga) dan aspek kenya-
dalam keandalan bangunan rumah sakit guna me- manan visual (ketersediaan jendela, silau cahaya
ningkatkan kualitas bangunan dalam hal kesehat- lampu). Menurut Handoko (2010), sarana ruang
an, kenyamanan, dan kemudahan, sehingga dapat yang nyaman dapat memuaskan pengguna ruang,
menaikan tingkat pelayanan dan kepuasan pasien. diantaranya yaitu pengaturan suhu udara, sistem

1 - 10 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

pencahayaan, serta sirkulasi dalam ruang dan antar Pekerjaan Umum nomor 29/PRT/M/2006, kemu-
ruang. dahan bangunan meliputi persyaratan hubungan
ke, dari, dan di dalam bangunan yaitu kemudahan
2.3. Kemudahan Bangunan hubungan horisontal dalam bangunan, kemudahan
hubungan vertikal, serta kelengkapan prasarana
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung
Indonesia nomor 24 tahun 2016, bangunan rumah yang memenuhi persyaratan teknis oleh kinerja
sakit harus menyediakan fasilitas yang aksesibel bangunan gedung.
bagi penyandang cacat dan lanjut usia untuk menja-
min terwujudnya kemudahan bagi semua pengguna 3. METODE PENELITIAN
baik di dalam maupun diluar bangunan rumah sakit
secara mudah, aman, nyaman dan mandiri. Data yang digunakan pada penelitian ini dibedakan
berdasarkan klasifikasi jenis dan sumber datanya
Kemudahan bangunan terdiri dari 3 kriteria, yaitu menjadi dua, yaitu data sekunder dan data primer.
kemudahan di dalam bangunan, kemudahan di luar Data sekunder diperoleh dari kajian literatur untuk
bangunan, serta sarana dan prasarana (Wuryanti mengidentifikasi variabel kriteria dan subkriteria ke-
dan Suhedi, 2016). Berdasarkan Peraturan Menteri
Tabel 1. Tabel Penilaian Perbandingan Berpasangan

Tingkat Ke-
Definisi Keterangan
pentingan
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang
1 Sama penting
sama
Sedikit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit memihak
3
penting satu elemen dibandingkan pasangannya
Pengalaman dan penilaian dengan kuat
5 Lebih penting memihak satu elemen dibandingkan pasan-
gannya
Satu elemen sangat disukai dan secara prak-
7 Sangat penting
tis dominasinya terlihat
Mutlak sangat Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai
9
penting dibandingkan dengan pasangannya
Digunakan untuk mengkompromikan nilai-
2,4,6,8 Nilai tengah
nilai diantara nilai diatas
Kebalikan aij=1/ aij

Sumber : Saaty (1990)

Gambar 1. Struktur Hierarki AHP

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 11
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

andalan bangunan gedung. Sementara, data primer nan. Untuk lebih jelas profil responden dapat dilihat
diperoleh dengan menggunakan teknik kuesioner. pada Gambar 2.
Penyebaran kuesioner ditujukan kepada perencana
bangunan yang memiliki pengalaman dalam peren- Sebanyak 49% responden adalah perencana bangu-
canaan bangunan rumah sakit dan pengguna ban- nan dan 51% adalah pengguna bangunan. Peranan
gunan rumah sakit. perencana sangat diperlukan dalam penelitian ini
karena secara teoritis tenaga profesional ini sangat
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini paham dalam hal merencanakan setiap detail desain
adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP). bangunan yang baik, sehingga tercipta bangunan
Responden melakukan penilaian perbandingan ber- yang andal bagi penggunanya. Sedangkan, peranan
pasangan setiap kriteria dan subkriteria berdasar- pengguna bangunan diperlukan karena pengguna
kan struktur hirarki pada Gambar 1 menggunakan bangunan mengerti betul tentang kebutuhan akan
skala perbandingan AHP yang dibuat Saaty (1990) bangunan sebagai tempat mereka melakukan se-
dengan nilai 1 s.d 9 seperti ketentuan yang ditun- gala aktivitasnya.
jukkan pada Tabel 1. Jawaban responden kemudian
dijadikan dasar untuk melakukan proses pembob- Mayoritas responden yang terlibat pada penelitian
otan untuk setiap kriteria dan subkriteria. Dalam ini adalah berjenis kelamin laki-laki, yaitu seban-
penilaian tingkat kepentingan diperlukan suatu kon- yak 40% pada responden perencana bangunan dan
sistensi jawaban, Saaty menerapkan bahwa suatu 31% pada responden pengguna bangunan. Sedan-
matriks perbandingan adalah konsisten bila nilai gkan berdasarkan umur, sebanyak 20% responden
Consistency Ratio (CR) tidak lebih dari 10%. perencana bangunan berada pada kategori usia
<30 tahun dan sebanyak 20% responden pengguna
4. HASIL DAN PEMBAHASAN bangunan berada pada kategori usia 30-40 tahun.
Selanjutnya, sebanyak 76% responden perencana
4.1. Profil Responden bangunan memiliki jenjang pendidikan S1, keahl-

Gambar 2. Profil Responden


Responden yang terlibat pada penelitian ini berjum- ian responden perencana bangunan sebanyak 47%
lah 35 responden. Profil responden digunakan untuk adalah struktur dan sebanyak 41% memiliki pen-
mengetahui karakteristik responden berdasarkan galaman pada kategori <5 tahun.
peranan, jenis kelamin, umur, pendidikan, keahl-
ian, dan pengalaman. Sehingga dapat memberikan 4.2. Bobot Kriteria
gambaran yang cukup jelas mengenai karakteristik
dari responden dan kaitannya dengan masalah dan Nilai CR pada pembobotan kriteria adalah kurang
tujuan penelitian. Melalui beragam karakteristik re- dari 10% yang berarti bahwa jawaban responden
sponden diharapkan dapat menghasilkan nilai bo- untuk penilaian kriteria adalah konsisten. Tabel
bot yang lebih objektif karena setiap karakteristik 2 menyajikan hasil perhitungan bobot untuk tiga
dimungkinkan memiliki tingkat kepentingan yang kriteria keandalan bangunan gedung pada fungsi
berbeda-beda dalam penilaian keandalan bangu- rumah sakit.

Tabel 2. Bobot dan peringkat kriteria untuk bangunan gedung fungsi rumah sakit
Perencana Pengguna Akumulasi
Kriteria Bobot Bobot Bobot
Peringkat Peringkat Peringkat
(%) (%) (%)
Kesehatan 58,0 1 56,8 1 57,4 1
Kenyamanan 28,3 2 27,4 2 27,8 2
Kemudahan 13,7 3 15,8 3 14,7 3
CR 5,0 0,2 0,8

1 - 12 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Berdasarkan Tabel 2, baik perencana bangunan 30,7%, disusul dengan pencahayaan dengan nilai
maupun pengguna bangunan memiliki pendapat bobot akumulasi 22,6%, dan peringkat terakhir un-
yang sama pada penilaian kriteria keandalan ban- tuk penggunaan bahan bangunan dengan nilai bo-
gunan gedung fungsi rumah sakit, bahwa kriteria bot akumulasi 11,6%.
kesehatan bangunan lebih kepentingan dibanding-
kan kriteria lainnya dengan nilai bobot akumulasi 4.4. Bobot Subkriteria Pada Kriteria Kenya-
sebesar 57,4% disusul dengan kriteria kenyamanan manan
dengan nilai bobot akumulasi 27,8% dan kriteria
kemudahan dengan nilai bobot akumulasi 14,7%. Nilai CR pada pembobotan sub kriteria pada kriteria
Hasil wawancara secara tidak terstruktur kepada kenyamanan adalah kurang dari 10% yang berarti
responden, berpendapat bahwa aspek kesehatan bahwa jawaban responden untuk penilaian sub kri-
pada bangunan rumah sakit sangat penting kare- teria pada kriteria kenyamanan adalah konsisten.
na berkaitan dengan tujuan seseorang mendatangi Tabel 4 merupakan hasil perhitungan bobot subkri-
rumah sakit yang mengharapkan kesembuhan dan teria pada kriteria kenyamanan untuk bangunan ge-
kesehatan. dung fungsi rumah sakit.

4.3. Bobot Subkriteria Pada Kriteria Kesehatan


Tabel 3. Bobot dan peringkat subkriteria pada kriteria kesehatan
Perencana Pengguna Akumulasi
Subkriteria Bobot Bobot Bobot
Peringkat Peringkat Peringkat
(%) (%) (%)
Sistem penghawaan 31,1 2 30,2 2 30,7 2
Pencahayaan 20,9 3 24,2 3 22,6 3
Sanitasi 34,6 1 35,5 1 35,1 1
Penggunaan bahan
13,5 4 10,1 4 11,6 4
bangunan
CR 3,2 1,7 2,3

Tabel 4. Bobot dan peringkat subkriteria pada kriteria kenyamanan


Perencana Pengguna Akumulasi
Subkriteria Bobot Bobot Bobot
Peringkat Peringkat Peringkat
(%) (%) (%)
Kenyamanan ruang
gerak dan hubungan 22,7 3 25,9 2 24,4 3
antar ruang
Kondisi udara dalam
40,4 1 42,8 1 41,7 1
ruang
Kenyamanan
7,7 4 8,3 4 8,0 4
pandangan
Kenyamanan tingkat
getaran dan tingkat 29,2 2 23,0 3 25,9 2
kebisingan
CR 3,4 2,5 2,8

Nilai CR pada pembobotan sub kriteria pada krite-


ria kesehatan adalah kurang dari 10% yang berarti Berdasarkan Tabel 4, baik perencana bangunan
bahwa jawaban responden untuk penilaian subkrite- maupun pengguna bangunan memiliki pendapat
ria pada kriteria kesehatan adalah konsisten. Tabel yang sama bahwa kondisi udara dalam ruang
3 menyajikan hasil perhitungan bobot subkriteria memiliki tingkat kepentingan yang paling tinggi
pada kriteria kesehatan untuk bangunan gedung dan kenyamanan pandangan memiliki tingkat
fungsi rumah sakit. kepentingan yang paling rendah dibandingkan
Berdasarka Tabel 3, baik perencana bangunan mau- aspek lainnya. Namun, terdapat perbedaan pada
pun pengguna bangunan memiliki pendapat yang peringkat 2 dan peringkat 3. Bagi pengguna
sama pada penilaian subkriteria pada kriteria ke- bangunan, kenyamanan ruang gerak dan
sehatan dengan nilai bobot yang tidak terlalu sig- hubungan antar ruang berada pada peringkat
nifikan. Sanitasi memiliki tingkat kepentingan yang 2 dan kenyamanan tingkat getaran dan tingkat
lebih tinggi dibandingkan aspek lainnya dengan ni- kebisingan berada pada peringkat ke 3, sedangkan
lai bobot akumulasi 35,1%, peringkat kedua untuk bagi perencana bangunan adalah sebaliknya.
sistem penghawaan dengan nilai bobot akumulasi
Hasil perhitungan akumulasi menunjukan bahwa

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 13
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

kondisi udara dalam ruang memiliki bobot tertinggi bahwa kemudahan hubungan di dalam bangunan
dengan nilai 41,7%, disusul kenyamanan tingkat adalah aspek yang paling penting dibandingkan as-
getaran dan tingkat kebisingan dengan nilai 25,9%, pek lainnya dengan nilai bobot akumulasi sebesar
kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ru- 44,9%, untuk sarana dan prasaran terdapat pada
ang dengan nilai 24,4%, dan bobot terendah den- peringkat kedua dengan nilai bobot akumulasi sebe-
gan nilai 8,0% untuk kenyamanan pandangan. sar 35,4%, sedangkan kemudahan hubungan di
luar bangunan memiliki tingkat kepentingan yang
4.5. Bobot Subkriteria Pada Kriteria Kemuda- paling rendah dengan nilai bobot akumulasi sebesar
han 19,7%.
Tabel 5. Bobot dan peringkat sub kriteria pada kriteria kemudahan
Perencana Pengguna Akumulasi
Subkriteria Bobot Bobot Bobot
Peringkat Peringkat Peringkat
(%) (%) (%)
Kemudahan hubungan
46,4 1 43,5 1 44,9 1
di dalam bangunan
Kemudahan hubungan
19,1 3 20,3 3 19,7 3
di luar bangunan
Sarana dan prasarana 34,5 2 36,2 2 35,4 2
CR 1,0 3,7 2,2

Nilai CR pada pembobotan subkriteria pada krite- 4.6. Bobot Keseluruhan Keandalan Bangunan
ria kemudahan kurang dari 10% yang berarti bah- Gedung Pada Fungsi Rumah Sakit
wa jawaban responden untuk penilaian sub kriteria
pada kriteria kemudahan adalah konsisten. Tabel 5 Nilai bobot keandalan bangunan gedung pada fungsi
merupakan hasil perhitungan bobot subkriteria pada rumah sakit secara keseluruhan dapat dilihat pada
kriteria kemudahan untuk fungsi rumah sakit. Gambar 3 dan Tabel 6.

Gambar 3. Pembobotan Keandalan Bangunan Gedung Pada Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Tabel 5, baik perencana bangunan Berdasarkan hasil perhitungan bobot subkriteria se-
maupun pengguna bangunan memiliki penilaian cara keseluruhan, menunjukan bahwa sanitasi me-
yang sama terhadap subkriteria pada kriteria ke- miliki bobot tertinggi dalam keandalan bangunan
mudahan dengan nilai bobot yang tidak signifikan, gedung rumah sakit disusul dengan sistem peng-

1 - 14 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 6. Bobot dan peringkat keseluruhan

Kriteria/Sub kriteria Bobot (%) Peringkat


Kesehatan
Sistem penghawaan 17.6 2
Pencahayaan 12.9 3
Sanitasi 20.2 1
Penggunaan bahan bangunan 6.7 7

Kenyamanan
Kenyamanan ruang gerak dan
6.8 6
hubungan antar ruang
Kondisi udara dalam ruang 11.6 4
Kenyamanan pandangan 2.2 11
Kenyamanan tingkat getaran dan
7.2 5
tingkat kebisingan

Kemudahan
Kemudahan hubungan di dalam
6.6 8
bangunan
Kemudahan hubungan di luar ban-
2.9 10
gunan
Sarana dan prasarana 5.2 9
hawaan dan pencahayaan, sehingga aspek-aspek 5.2. Saran
tersebut menjadi prioritas yang harus diutamakan
dalam meningkatkan keandalan bangunan pada Disarankan pada penelitian selanjutnya untuk me-
fungsi rumah sakit. Sedangkan, kenyamanan pan- nambahkan variabel lain terkait penilaian laik fungsi
dangan memiliki bobot paling rendah dibandingkan bangunan gedung dan dilakukan penelitian penetu-
aspek lainnya, sehingga aspek ini tidak menjadi pri- an bobot keandalan bangunan gedung pada fungsi
oritas utama dalam meningkatkan keandalan ban- lainnya karena setiap fungsi bangunan gedung me-
gunan rumah sakit. miliki bobot keandalan bangunan gedung yang ber-
beda-beda.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
5.1. Kesimpulan
Az-zahroh, T. S. (2017). Pengaruh Mutu Pelayanan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka pembobotan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien
keandalan bangunan gedung pada fungsi rumah Rawat Inap di Ruang Dewasa Umum Rumah
sakit secara berurutan mulai dari kriteria/subkrite- Sakit X Kabupaten Gresik. Psikosains, 12(2),
ria yang memiliki tingkat kepentingan paling tinggi 99-111 ISSN: 1907-5235.
sampai paling rendah, yaitu:
Handoko, P. (2010). Hubungan Tata Ruang Dalam
A. Pada kriteria: kesehatan (57,4%); kenyamanan Terhadap Kenyamanan Fisik Penguna di Ru-
(27,8%); dan kemudahan (14,7%). ang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Islam Wonosobo. Skripsi. Universitas Negeri
B. Pada subkriteria secara keseluruhan: sanitasi Semarang.
(20,2%); sistem penghawaan (17,6%); penca-
hayaan (12,9%); kondisi udara dalam ruang Karyono, Tri H. (1999). Kenyamanan Suhu Dalam
(11,6%); kenyamanan tingkat getaran dan Arsitektur Tropis.
tingkat kebisingan (7,2%); kenyamanan ruang
gerak dan hubungan antar ruang (6,8%); peng- Kusumaningrum, A., & Martiningrum, I. Persepsi
gunaan bahan bangunan (6,7%); kemudahan Pengunjung Terhadap Tingkat Kenyamanan
hubungan di dalam bangunan (6,6%); sarana Bangunan Pelayanan Kesehatan (Studi Kasus
dan prasarana (5,2%); kemudahan hubungan RSIA Melati Husada Kota Malang). Universitas
di luar bangunan (2,9%); dan kenyamanan pan- Brawijaya.
dangan (2,2%).

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 15
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no-


mor 24 tahun 2016. Persyaratan Teknis Ban-
gunan dan Prasarana Rumah Sakit. Jakarta,
Indonesia.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/


PRT/M/2006. Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung. Jakarta, Indonesia.

Saaty. (1994). Analytical Hierarchy Process, Proses


Hierarky Analisis. Alfabeta. Bandung, Indone-
sia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28.


(2002). Bangunan Gedung. Jakarta, Indone-
sia.

Widhianto, M. A. (2015). Kesehatan pada Toilet


Umum Berdasarkan Sentuhan Tangan. Pro-
siding Temu Ilmiah IPLBI.

Wuryanti, W., & Suhedi, F. (2016). Penginterpreta-


sian Hasil Inspeksi Keandalan Bangunan Ge-
dung. Jurnal Permukiman, 11(2), 74-87.

1 - 16 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

MODEL EMPIRIS PERFORMA JALAN NASIONAL INDONESIA,


STUDI KASUS DI KALIMANTAN SELATAN
Windiarto Abisetyo1, Harry Evdorides 2, Sigit Priyanto3, Muhammad Zudhy Irawan4

Mahasiswa Magister Sistem dan Teknik Transportasi


1

Dosen MSc Road Management and Engineering Programme


2

3,4
Dosen pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
1,3,4
Universitas Gadjah Mada
2
University of Birmingham
Email: iamwindi@gmail.com1, h.evdorides@bham.ac.uk2, spriyanto2007@ugm.ac.id3,
zudhyirawan@ugm.ac.id4

Abstract

In general the structural and surface properties can be used to measure road performance. However, in
Indonesia, the International Roughness Index (IRI) was being used as overall road performance indicator to
describe the surface and structural properties. The surface properties were measured using Surface Distress
Index (SDI) data. Structural properties assessment was measured using Falling Weight Deflection (FWD)
data to determine surface deflection and calculate structural performance. The aim of the research is to
investigate whether road roughness can be used as an overall indicator to describe both structural and sur-
face properties of roads pavement in Indonesia. In this study, the correlation between IRI, SDI, and pave-
ment structural performance was investigated by using correlation analysis. The empirical model of IRI to
describe both SDI and pavement structural performance was developed using the Statistical Package for the
Social Science (SPSS) 24 software. The result shows that the IRI and SDI have a significant correlation at
95 percent confidence level. The result also shows that IRI cannot be used to describe pavement structural
performance. Therefore, IRI is not suggested to be used as an indicator for overall pavement performance
in Indonesia. Road maintenance and rehabilitation should consider other pavement condition assessments,
both functionally and structurally, especially pavement structural performance.

Keywords: road performance, pavement structural performance, IRI, SDI, FWD

Abstrak

Secara umum karakteristik struktural dan permukaan dapat digunakan untuk mengukur kinerja jalan. Na-
mun, di Indonesia, International Roughness Index (IRI) telah digunakan sebagai indikator utama kinerja ja-
lan untuk menggambarkan karakteristik permukaan dan struktural. Karakteristik permukaan diukur dengan
menggunakan data Surface Distess Index (SDI). Penilaian karakteristik struktural menggunakan alat Falling
Weight Deflectometer (FWD) untuk mengukur defleksi permukaan dan menghitung kinerja struktural per-
kerasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ketidakrataan jalan dapat digunakan
sebagai indikator utama untuk menggambarkan karakteristik struktural dan permukaan jalan di Indonesia.
Dalam penelitian ini, korelasi antara IRI, SDI, dan kinerja struktural perkerasan dianalisa dengan meng-
gunakan analisis korelasi. Model empiris IRI untuk menggambarkan kinerja struktural perkerasan dan SDI
dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for the Social Science (SPSS) 24.
Hasilnya menunjukkan bahwa IRI dan SDI yang memiliki korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan 95
persen. Hasilnya juga menunjukkan bahwa IRI tidak dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja struk-
tural perkerasan. Oleh karena itu, IRI tidak disarankan untuk dijadikan indikator utama kinerja perkerasan
di Indonesia. Pemeliharaan dan rehabilitasi jalan harus mempertimbangkan penilaian kondisi perkerasan
lainnya, baik secara fungsional maupun struktural, terutama kinerja struktural perkerasan.

Kata Kunci: performa jalan, kinerja struktural perkerasan, IRI, SDI, FWD

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 17
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN menggambarkan kondisi struktural. Sekalipun daya


dukungnya sempurna, perkerasan mungkin masih
Evaluasi perkerasan jalan merupakan salah satu gagal karena memburuknya kondisi permukaan ja-
komponen kunci keberhasilan PMS (Mubaraki M. lan. Kondisi permukaan umumnya dievaluasi me-
A., 2010). Pada sistem Indonesia Integrated Road lalui survei kondisi visual, di mana berbagai jenis
Management System (IIRMS), evaluasi perkerasan kerusakan dicatat menurut tingkat keparahan dan
jalan yang dilakukan oleh Bina Marga sebagai survei jenis kerusakannya (Ullidtz, 1987).
rutin adalah survei ketidakrataan jalan dan Surface
Distress Index (SDI). Survei ini dilakukan setiap 6 2.2. Ketidakrataan Jalan
bulan pada jalan nasional. Terdapat survei jenis lain
yang tidak dilakukan sebagai survei rutin di IIRMS Ada beberapa metode untuk menghitung ketida-
namun merupakan survey yang penting untuk krataan jalan, metode yang paling populer adalah
mengevaluasi perkerasan jalan secara struktural, International Roughness Index (IRI). Perhitun-
yaitu uji Falling Weight Deflectometer (FWD). Pada gan IRI adalah menkonversi profil longitudinal dan
tingkat pemrograman jalan nasional Indonesia, vertikal menjadi respons gerak kendaraan dengan
ketidakrataan jalan telah digunakan untuk menen- menggunakan model matematis. Metode tersebut
tukan penanganan jalan melebihi metode penilaian didasarkan pada simulasi respon mobil standar ter-
lainnya. Namun, terdapat sedikit studi membukti- hadap ketidakrataan jalan pada kecepatan 80 km/
kan bahwa ketidakrataan jalan dapat digunakan jam. Unit pengukurannya adalah meter per kilome-
sebagai indikator kinerja utama evaluasi perkerasan ter atau milimeter per meter (Mubaraki M. , 2016).
jalan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men-
cari hubungan antara ketidakrataan jalan, kondisi 2.3. Surface Distress Index (SDI)
permukaan dan kondisi struktural perkerasan jalan.
Kondisi permukaan jalan dapat digambarkan oleh
Hubungan tersebut akan berguna untuk menyelidiki
SDI yang merupakan salah satu metode penilaian
apakah IRI dapat digunakan untuk menggantikan
yang diadopsi Bina Marga untuk mengukur kinerja.
evaluasi perkerasan lainnya. Lokasi penelitian ini di-
Perhitungan SDI hanya difokuskan pada persentase
lakukan pada empat ruas jalan nasional di Propinsi
luas retak, lebar retak rata-rata, jumlah lubang dan
Kalimantan Selatan.
rata-rata kedalaman bekas roda (Suryoto, Siswoyo,
2. TINJAUAN PUSTAKA & Setyawan, 2017). Gambar 1 menggambarkan
contoh perhitungan SDI yang menunjukkan bahwa
2.1. Performa Perkerasan Jalan perhitungan SDI secara berurutan.

Kinerja perkerasan dapat digambarkan menjadi dua 2.4. Kinerja Struktural Perkerasan
pendekatan, fungsional dan struktural. Kinerja fung-
sionalnya terkait dengan kenyamanan berkendara. Perhitungan balik pada dasarnya adalah menghitung
Sementara kinerja struktural terkait dengan struktur ulang modulus dari lapisan perkerasan (E) dengan
perkerasan untuk mengakomodasi lalu lintas. Ked- menggunakan defleksi permukaan (Scimemi, Turet-
ua pendekatan harus dilakukan untuk memastikan ta, & Celauro, 2016). Prosesnya dilakukan dengan
perkerasan jalan mencapai umur rencana. Namun, melakukan iterasi sampai defleksi yang dihitung dan
di Indonesia, pendekatan yang paling umum untuk diukur dari data FWD memenuhi korelasi yang baik.
mengukur kinerja perkerasan adalah dengan meng-
Perhitungan mangkuk defleksi dihitung dengan
gunakan pendekatan penilaian fungsional (Suryoto,
menggunakan Method of Equivalent Thickness
Siswoyo, & Setyawan, 2017).
(MET) atau metode Odemark. MET telah digunakan
Salah satu penilaian fungsional terpenting adalah untuk mengubah sistem multilayer menjadi seten-
“kualitas berkendara” dimana penilaian ini sangat gah elastis dan setengah tak terbatas agar persa-
bergantung pada ketidakrataan jalan. Evaluasi ini maan Boussinesq dapat digunakan (Ullidtz, 1987).
tidak hanya menentukan kenyamanan pengendara Faktor koreksi “f” yang bergantung pada ketebalan
jalan tapi juga biaya pengguna jalan. Biaya peng- lapisan, rasio Poisson, jumlah lapisan, dan rasio
guna jalan akan meningkat karena perkerasan jalan modular digunakan agar perhitungan antara MET
menjadi lebih tidak rata (Ullidtz, 1987). dapat memenuhi teori elastisitas seperti yang ditun-
jukkan pada persamaan 1 (Akbariyeh, 2015). Persa-
Kondisi struktural tergantung pada daya dukung dan maan Boussinesq dapat digunakan untuk menghi-
kondisi permukaan jalan. Definisi yang tepat dari tung respons perkerasan pada beban terdistribusi
daya dukung adalah jumlah lintasan roda dari jenis seperti ditunjukkan pada persamaan 2 sampai 5
tertentu dimana perkerasan masih mampu menang- (Ullidtz, 1987). Asumsi harus mempertimbangkan
gung sebelum mencapai kondisi yang tidak dapat bahwa semua bahan bersifat homogen, isotropik
diterima secara fungsional atau struktural. Daya du- dan linier elastis.
kung tergantung pada jenis material dan ketebalan
lapisan yang berbeda pada struktur perkerasan. Bila Surface Modulus (SM) dapat digunakan untuk mem-
menggunakan teori elastisitas, modulus elastisitas perkirakan nilai modulus dari tanah dasar (Tonkin &
tiap lapisan merupakan parameter penting untuk Taylor Limited, 1998). Modulus permukaan adalah

1 - 18 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Gambar 1. Contoh Perhitungan SDI


Sumber: Aruan, 2010
modulus berbobot rata-rata dari perkerasan yang = faktor koreksi
dihitung dari defleksi permukaan menggunakan
persamaan Boussinesq (Ullidtz, 1987) seperti yang = tebal dari lapis i
ditunjukkan pada persamaan 6 dan 7.
= modulus elastis dari lapis i dan n
Konsep rasio modular yang dikembangkan oleh
Dorman dan Metcalf dapat digunakan untuk mem-
perkirakan modulus lapisan tak terikat dari modulus
tanah dasar seperti yang ditunjukkan pada persa- (2)
maan 8 (Stubstad, Jiang, & Lukanen, 2006). Akh-
irnya, iterasi perhitungan balik dilakukan dengan
menyesuaikan nilai E pada lapisan aspal.

Model kinerja perkerasan harus memperhatikan
(3)
semua parameter kegagalan yang terkait dengan re-
spon struktural terhadap beban standar. Retak fatik
dan bekas roda adalah jenis kerusakan perkerasan
yang paling penting (Mubaraki M. A., 2010). Retak
fatik terjadi jika regangan tarik horizontal (ɛt) pada
bagian bawah lapisan aspal berlebih. Jika regangan
tekan vertikal (ɛv) di bagian atas tanah dasar bersi- (4)
fat berlebihan, deformasi permanen terjadi (Behiry,
2012). Model kinerja struktural perkerasan ditun-
jukkan pada persamaan 9 dan 10.


(1) (5)

dengan = tebal ekuivalen dari lapis yang


diobservasi (lapis n)

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 19
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

melakukan survei FWD. Beban besar dijatuhkan


ke satu set penyangga karet pada braket yang ter-
(6) hubung ke pelat beban untuk mensimulasikan be-
ban roda. Ketebalan perkerasan berguna dalam
perhitungan balik untuk menentukan sifat struktural
(7) perkerasan. Volume lalu lintas normal yang dikla-
& (8) sifikasikan dalam tujuh kelas kendaraan komersial
yang berbeda dicatat dengan menggunakan penghi-
tung lalu lintas otomatis. Rata-rata Lalu Lintas Hari-
dengan an Tahunan (AADT) dihitung dari data penghitungan
lalu lintas. Untuk mendapatkan performa struktural
= modulus permukaan pada pusat pelat perkerasan, AADT diubah menjadi Equivalent Sin-
beban (MPa) gle Axle Load (ESAL). ESAL dibandingkan dengan
pengulangan beban dari model kinerja struktural
= modulus permukaan pada jarak perkerasan dengan memperhitungkan tingkat per-
r dari pusat pelat beban (MPa) tumbuhan lalu lintas. Perhitungan balik digunakan
untuk menghitung modulus masing-masing lapisan
= tegangan yang diakibatkan oleh
perkerasan. Perhitungan mangkuk defleksi dihitung
beban FWD
dengan menggunakan metode Odemark
= Poisson’s ratio, umumnya dipilih
Semua kumpulan data dinilai untuk memastikan va-
0,35
liditasnya sebelum melakukan analisis. Karena data
= jarak dari pelat beban IRI, SDI, dan lalu lintas diambil dari database IIRMS,
data tersebut sudah diperiksa di semua tingkat di
= defleksi pada jarak 0 Bina Marga.

= defleksi pada jarak r 3.2. Metode Analisa Data

= jarak dari pusat pelat Awalnya, data defleksi perlu dikoreksi dengan ko-
beban, dimana r > 0 reksi faktor suhu. Lendutan disimulasikan ke dalam
rata-rata suhu perkerasan di Indonesia. Suhu Ra-
= tebal dari lapisan atasnya (mm) ta-rata Perkerasan (MAPT) ditetapkan pada 41˚ C.
Karena data FWD tidak dilakukan sebagai survei
= modulus elastistas dari lapis i dan berkala, data tidak dapat diverifikasi dengan mem-
i+1 (MPa) bandingkan data tahun sebelumnya. Untuk menga-
tasinya, uji normalitas dilakukan untuk mengecek
bahwa semua data defleksi mengikuti tren normal
(9) Setelah perhitungan balik dilakukan, modulus ma-
sing-masing lapisan perkerasan harus memberikan
(10) nilai yang wajar sehingga modulus menurun dengan
kedalaman. Jika tidak demikian, data defleksi pada
dengan lokasi tersebut harus dikeluarkan dari analisis.

= beban repetisi yang diijinkan untuk mence- Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui apak-
gah terjadinya retak fatik ah ada hubungan yang signifikan antara performa
struktural dengan IRI serta IRI dengan SDI. Untuk
= regangan tarik yang terjadi pada bagian
mengetahui korelasi tersebut signifikan atau tidak,
bawah dari lapisan aspal
p-value dapat digunakan sesuai tingkat signifikasin-
= modulus dari lapisan aspal (N/mm2) ya. Dalam penelitian ini, tingkat signifikan ditetap-
kan sebesar 5 persen.
= beban repetisi yang diijinkan untuk
mencegah terjadinya bekas roda 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

= regangan tekan vertikal pada 4.1. Menemukan Korelasi dengan IRI


permukaan dari tanah dasar
4.2. Korelasi antara IRI dengan performa
3. METODE PENELITIAN struktural perkerasan

3.1. Metode Pengumpulan Data Dari analisis korelasi pada semua ruas jalan yang
diamati, dapat disimpulkan bahwa kinerja struk-
Alat NAASRA (National Association of Australian tural IRI dan perkerasan memiliki korelasi negatif
State Road Authorityities) digunakan untuk men- yang berarti semakin besar nilai IRI maka semakin
gukur IRI. Dynatest Model 8000 digunakan untuk kecil kinerja struktural perkerasan dan sebaliknya.

1 - 20 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Pada ruas jalan 014, hubungan antara IRI dan kin-


erja struktural perkerasan berada pada arah positif,
namun besarannya sangat rendah nilainya. Kondisi
ini memiliki pengaruh yang signifikan untuk me-
wakili korelasi antara kinerja struktural IRI dan per-
kerasan. Pada ruas jalan 015 11 K, koefisien korela-
si memiliki nilai tertinggi dari semua ruas jalan yang
diamati sebanyak -0,349. Hal ini mengindikasikan
bahwa hubungan tersebut mendekati nilai -1 yang
dinyatakan sebagai koefisien korelasi yang sangat
terbalik. Namun, titik sampel pada ruas jalan 015
11 K paling sedikit dibandingkan dengan ruas jalan
lainnya. Selain itu, tidak ada ruas jalan yang telah
mengembangkan hubungan yang signifikan antara
kinerja struktural IRI dan perkerasan karena din-
yatakan bahwa p-value pada semua ruas jalan yang
diamati kurang dari 5 persen seperti yang diilustra- Gambar 4. IRI vs Performa struktural
sikan pada Tabel 1 dan Gambar 2 sampai 5. pada ruas jalan 015 11 K
Tabel 1. Ringkasan analisis korelasi antara
kinerja struktural dengan IRI

Gambar 5.  IRI vs Performa struktural


pada ruas jalan 006 14 K
4.3. Korelasi antara IRI dengan SDI

Dari analisis korelasi antara IRI dan SDI yang disa-


jikan pada Tabel 2 dan Gambar 6 sampai 9, terlihat
bahwa hasil analisis bervariasi di setiap ruas jalan.
Ini menunjukkan bahwa bahkan melalui data SDI
telah diperiksa oleh Bina Marga, terdapat kemung-
Gambar 2. IRI vs Performa struktural kinan adanya data yang tidak akurat. Pada ruas ja-
pada ruas jalan 014 lan 015-11 K dan 006-14 K, koefisien korelasi dan
p-value untuk menggambarkan hubungan antara
IRI dan SDI tidak dapat ditemukan karena nilai SDI
pada kedua ruas jalan selalu nol sepanjang ruas ja-
lan.

Mayoritas nilai IRI pada semua ruas jalan yang dia-


mati kurang dari 4 m / km. Hal ini menunjukkan
bahwa, berdasarkan kekasaran jalan, kondisi jalan
dikategorikan dalam kondisi baik. Selain itu, nilai
SDI didominasi oleh 0. Hal ini ditunjukkan tidak ada
kerusakan permukaan yang tercatat. Meskipun ada
beberapa kondisi yang memiliki IRI dan SDI yang
baik, banyak lokasi di setiap ruas jalan menunjuk-
kan nilai kecil untuk kinerja struktural perkerasan.
Hal ini menunjukkan bahwa kinerja struktural per-
kerasan belum digunakan sebagai parameter untuk
Gambar 3. IRI vs Performa struktural
menentukan pemeliharaan dan rehabilitasi jalan.
pada ruas jalan 015

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 21
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 2. Ringkasan analisis korelasi


antara IRI dan SDI

Gambar 9. IRI vs SDI pada ruas jalan 006 14 K

4.4. Model empiris

Berdasarkan analisis korelasi, hubungan antara IRI


dan SDI hanya dapat dikembangkan pada ruas jalan
014 karena p-value secara statistik signifikan pada
tingkat signifikan 5 persen seperti yang ditunjukkan
Gambar 6.  IRI vs SDI pada ruas jalan 014 pada persamaan 11. Karena rentang SDI berkisar
hingga 325 dan IRI dapat mencapai 12 m / km,
model empiris dikembangkan setelah menormalisasi
data SDI dengan faktor 10.

IRI = 2.999 + 0.431 SDI (11)

Namun, R2 sebagai koefisien determinasi sama den-


gan 32,8 persen. Ini berarti bahwa hubungan itu ti-
dak cukup kuat untuk mewakili SDI di IRI. Analisis
korelasi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara kinerja struktural IRI dan
perkerasan pada tingkat kepercayaan 95 persen
pada semua ruas jalan yang diamati.

4.5. Pembahasan

Kinerja struktural perkerasan dan IRI memiliki


Gambar 7. IRI vs SDI pada ruas jalan 015 pendekatan yang berbeda untuk mengevaluasi
kondisi perkerasan secara fungsional dan struktural.
Setelah mengamati semua ruas jalan, hubungan
antara kinerja struktural perkerasan dan IRI tidak
dapat ditemukan secara statistik pada tingkat ke-
percayaan 5 persen. Analisis dilakukan pada em-
pat ruas jalan dengan karakteristik lalu lintas dan
kondisi struktural yang berbeda. Setelah dilakukan
analisis regresi, tidak ada model yang dikembang-
kan untuk merepresentasikan kinerja struktural
perkerasan pada IRI. Korelasi yang buruk antara
kinerja struktural IRI dan perkerasan dapat mem-
benarkan untuk tidak mempertimbangkan kinerja
struktural perkerasan di IRI. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang menyarankan
untuk tidak menggabungkan kondisi fungsional dan
struktural dalam satu indeks. Sebagai tambahan,
Gambar 8. IRI vs SDI pada ruas jalan 015 11 K Ullidtz (1987) menyatakan bahwa kegagalan fung-
sional mungkin atau mungkin tidak disertai oleh
kegagalan struktural.

1 - 22 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Baik kinerja struktural perkerasan maupun IRI dapat B. Untuk mengetahui kecenderungan data defleksi,
dianggap sebagai variabel dependen. Ini menyirat- disarankan untuk melakukan pengukuran FWD
kan bahwa keduanya memiliki posisi yang sama secara berkala dan termasuk dalam database
untuk menjadi pemicu pemeliharaan jalan dan re- IIRMS. Tes FWD disarankan dilakukan setiap 100
habilitasi. Kinerja struktural perkerasan merupakan meter serta SDI dan IRI. Data defleksi akan lebih
evaluasi perkerasan yang baik karena memperke- akurat untuk mewakili lokasi tertentu. Frekuensi
nalkan fungsi “waktu” untuk menentukan kapan sampling dapat dilakukan setiap 5 tahun.
perkerasan jalan perlu dipelihara.
C. Disarankan untuk menggunakan VDF dari lalu
Dalam penelitian ini, hanya satu bagian jalan yang lintas sebenarnya dari ruas jalan daripada meng-
diamati, hubungan antara IRI dan SDI dapat diban- gunakan VDF dari area lain. Karakteristik lalu lin-
gun. Model ini secara statistik signifikan dan memi- tas yang berbeda dapat menghasilkan VDF yang
liki R2 sebesar 32,8 persen. berbeda.

Namun, prosedur pengumpulan data untuk SDI ti- D. Rekomendasi yang diusulkan dalam kaitannya
dak cukup dapat diandalkan karena dipengaruhi temuan dalam penelitian ini adalah target nasi-
oleh persepsi surveyor untuk menggambarkan onal jalan pemeliharaan di Indonesia harus mem-
kondisi permukaan perkerasan (Sinurat & Sembir- pertimbangkan penilaian kondisi perkerasan lain-
ing, 2014). nya, baik secara fungsional maupun struktural,
terutama kinerja perkerasan perkerasan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
5.1. Kesimpulan
Akbariyeh, N. (2015). A New Technique for The
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meski- Estimation of The Elastic Moduli of Pavement
pun terdapat korelasi antara IRI dan SDI namun Layers From Light Weight Deflectometer
hubungan tersebut tidak cukup kuat untuk meng- Data. Arlington: The University of Texas.
gambarkan IRI sebagai indikator kinerja perkerasan
keseluruhan. Berdasarkan hasil penelitian dan pem- Aruan, N. R. (2010). Correlation analysis between
bahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai International Roughness Index and pavement
berikut: distress (case study at national highways of
Central Java Province, Indonesia).
A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin
tinggi nilai IRI semakin tinggi nilai SDI-nya dan Behiry, A. E.-M. (2012). Fatigue and rutting lives in
sebaliknya. flexible pavement. ASEJ, 3, 367-374.

B. Dalam penelitian ini, kegagalan fungsional tidak Mubaraki, M. (2016). Highway subsurface
disertai kegagalan struktural dalam hal kinerja assessment using pavement surface distress
struktural perkerasan. and roughness data. IJPRT, 9, 393-402.

C. Korelasi antara IRI dan SDI hanya dapat dikem- Mubaraki, M. A. (2010). Predicting Deterioration
bangkan pada satu ruas jalan. for the Saudi Arabian Urban Road Network.
Nottingham: The University of Nottingham.
D. Setelah menormalisasi data SDI dengan faktor
10, model yang dapat dikembangkan dari peneli- Scimemi, G. F., Turetta, T., & Celauro, C. (2016).
tian ini adalah: IRI = 2,999 + 0,431 SDI Backcalculation of airport pavement moduli
and thickness using the Lévy Ant Colony
E. Model yang mempertimbangkan kinerja struk- Optimization Algorithm. Construction and
tural IRI, SDI, dan perkerasan tidak dapat Building Material, 288-295.
dikembangkan.
Sinurat, D., & Sembiring, I. S. (2014). Study
5.2. Saran perbandingan penentuan nilai ketidakrataan
jalan berdasarkan pengamatan visual dan
Sebagai kelanjutan dari penelitian ini, saran dibuat alat PARVID. Jur.Tek.Sip.USU, 3(1).
sebagai berikut:
Stubstad, R. N., Jiang, Y. J., & Lukanen, E. O.
A. Disarankan untuk mengukur ketebalan per- (2006). Guidelines for Review and Evaluation
kerasan dengan menggunakan Ground Penetrat- of Backcalculation Results. McLean: FHWA.
ing Radar (GPR) untuk mendapatkan ketebalan
perkerasan secara menyeluruh karena ketebalan Suryoto, Siswoyo, D. P., & Setyawan, A. (2017).
lapisan perkerasan merupakan salah satu masu- The evaluation of functional performance
kan utama dalam perhitungan kinerja struktur of national roadway using three types of
perkerasan. pavement assessment methods. Procedia
Engineering, 171, 1435-1442.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 23
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tonkin & Taylor Limited. (1998). Pavement


Deflection Measurement & Interpretation for
Design of Rehabilitation Treatments. Transit
New Zealand.

Ullidtz, P. (1987). Pavement Analysis. Amsterdam:


Elsevier Science Publishers B.V.

1 - 24 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

PENGELOLAAN DAS SAMPEAN UNTUK


KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

Yosi Darmawan Arifianto1, Joko Mulyono2, Mike Yuanita3

1
Widyaiswara Ahli Muda
2
Ahli Teknik Bendungan Besar Utama
3
Penelaah Penyehatan Lingkungan Permukiman
1
Balai Diklat PUPR Wilayah VI Surabaya, 2KNIBB, 3Satker PS PLP Jatim
Email: yosmillenia@yahoo.com1, omjoko06@yahoo.co.id2, mike.yuanita@gmail.com3

Abstract

Along with the increasing population in Bondowoso and Situbondo regencies, land use and processing is
increasing. The land use in the area is critical, resulting in sedimentation in Sampean Baru Dam. In February
2008 there has been a flood disaster in Situbondo district where almost all the city Situbondo inundated
by the overflowing Sampean river. From the analysis results obtained the average runoff discharge in the
Sampean watershed is 358.67 m3 / s, the average erosion rate is 303,98 ton / ha / year or about 25,33
mm / year and the sediment rate is 416960,9 ton / yr. Based on the Erosion Hazard Index, the Sampean
River Basin has a Low Index of 9.64% (11997.47 ha), Medium Index of 39.38% (48863.70 ha), High
Index of 3.16% (3929.83 ha), and Very High Index of 47.92% (59609.87 ha). This means that Sampean
watersheds need special handling for erosion and sedimentation problems. Conservation of water resources
is very necessary in the Sampean watershed with activities including the management of 21 (twenty one)
field reservoirs, the potential of the embung as much as 11 (eleven) locations. With good field dam and
pond management expected to reduce flood and drought, prevent erosion and sedimentation, and to raise
the water table that can be utilized for raw water supply or irrigation. Appropriate conservation efforts can
be implemented in the Sampean watershed thoroughly from upstream to downstream in order to prevent
optimum erosion and sedimentation, ie mechanically or vegetatively.

Keywords: watershed, erosion, sedimentation, conservation.

Abstrak

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Bondowoso dan Situbondo, menyebabkan
pemanfaatan dan pengolahan lahan semakin meningkat. Tata guna lahan di daerah tersebut menjadi kritis
sehingga mengakibatkan sedimentasi di Bendungan Sampean Baru. Pada bulan Pebruari tahun 2008 telah
terjadi bencana banjir di Kabupaten Situbondo dimana hampir seluruh kota Situbondo tergenang air akibat
meluapnya sungai Sampean. Dari hasil analisis diperoleh Besarnya debit limpasan rata-rata pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) Sampean sebesar 358,67 m3/dt, laju erosi rata–rata sebesar 303,98 ton/ha/th atau
sekitar 25,33 mm/th dan laju sedimen sebesar 416960,9 ton/th. Berdasarkan Indeks Bahaya Erosi, DAS
Sampean memiliki Indeks Rendah sebesar 9,64% (11997,47 ha), Indeks Sedang sebesar 39,38% (48863,70
ha), Indeks Tinggi sebesar 3,16% (3929,83 ha), dan Indeks Sangat Tinggi sebesar 47,92% (59609,87 ha).
Hal ini berarti bahwa DAS Sampean perlu penangan khusus untuk masalah erosi dan sedimentasi. Kon-
servasi sumber daya air sangat diperlukan pada DAS Sampean dengan kegiatan antara lain pengelolaan
waduk lapangan sebanyak 21 (dua puluh satu) buah, potensi embung sebanyak 11 (sebelas) lokasi. Dengan
pengelolaan waduk lapangan dan embung yang baik diharapkan dapat mengurangi banjir dan kekeringan,
mencegah erosi dan sedimentasi, serta untuk menaikkan muka air tanah yang dapat dimanfaatkan untuk
penyediaan air baku ataupun irigasi. Berbagai usaha konservasi yang tepat dapat dilaksanakan pada DAS
Sampean secara menyeluruh dari hulu ke hilir agar dapat mencegah erosi dan sedimentasi secara optimal,
yaitu secara mekanis maupun secara vegetatif.

Kata Kunci: DAS, erosi, sedimentasi, konservasi

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 25
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN

Pengelolaan DAS pada infrastuktur sungai, danau


dan waduk adalah upaya merencanakan, melak-
sanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sum-
berdaya air dan pengendalian daya rusak air agar
terciptanya konservasi sumber daya air. Untuk
menghadapi ketidakseimbangan antara ketersedi-
aan air yang cenderung menurun dan kebutuhan
air yang semakin meningkat, sumber daya air wa-
jib dikelola dengan memperhatikan fungsi teknis,
sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara ber-
kesinambungan dan selaras. Pengelolaan ini perlu
diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpad- Gambar 1. Wilayah DAS Sampean,
uan yang harmonis antar ruang wilayah, antar sek- dengan Sungai Utama Kali Sampean
tor dan antar generasi.

Untuk melaksanakan konservasi sumber daya air


pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) perlu diket-
ahui lebih dulu besarnya laju erosi dan sedimentasi
pada DAS tersebut. Besar Laju Erosi dan sedimen-
tasi DAS Sampean dalam studi ini dihitung dengan
menggunakan AV SWAT 2000.

Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat mem-


pengaruhi perubahan peruntukan lahan yang me-
nyebabkan ketidakseimbangan ekosistem, sehingga
menimbulkan permasalahan-permasalahan kom-
pleks yang menyangkut kondisi disekitar Daerah Ali-
ran Sungai (DAS) Sampean dan Bendungan Sampe-
an Baru sendiri. Permasalahan-permasalahan yang
terjadi pada DAS Sampean adalah sebagai berikut: Gambar 2. Bendungan Sampean Baru
Terletak 47,5 km dari Hulu Kali Sampean
A. Sedimentasi sangat tinggi. Volume tampungan
efektif pada Bendungan Sampean Baru yang se-
mestinya 1,5 juta m3, saat ini diperkirakan 0,9 Beberapa usaha untuk menanggulangi masalah
juta m3. banjir dan tanah longsor sudah dilakukan tetapi
akan terasa percuma apabila tidak memperhatikan
B. Kebutuhan air untuk berbagai kepentingan ma- sistem konservasi yang dapat mendorong terjadin-
syarakat seperti air baku untuk air bersih dan in- ya erosi yang berlebihan, sehingga menimbulkan
dustri serta air irigasi akan terus meningkat se- dampak di daerah hilir dalam bentuk pendangkalan
jalan dengan berkembangnya jumlah penduduk sungai karena pengendapan sedimen yang berasal
dan lingkungannya. dari erosi. Dalam studi ini dihitung laju erosi dan
sedimentasi untuk merencanakan usaha konservasi
C. Tidak maksimalnya fungsi daerah resapan dan yang tepat dilaksanakan.
bantaran sungai karena adanya perubahan pe-
runtukan lahan. 2. TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa penyebab banjir antara lain adanya aliran Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau
permukaan yang berlebihan dengan intensitas hu- Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT)
jan yang tinggi serta dengan durasi yang lama. Sun- dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1965,
gai Sampean di beberapa tempat tidak dapat me- 1978) dimana pengukuran atau pengamatan
nampung air, selain itu adanya pendangkalan atau dilakukan pada faktor-faktor yang mempengaruhi
sedimentasi pada dasar sungai mengurangi kapasi- erosi, kemudian erosi dihitung dari faktor-faktor
tas pengaliran. tersebut. USLE memperkirakan besarnya erosi rata-
rata tahunan secara kasar dengan menggunakan
pendekatan dari fungsi energi curah hujan.
Wischmeier dan Smith mengemukakan bentuk
persamaan yang dikenal dengan Universal Soil
Loss Equation (USLE) atau diterjemahkan ke
istilah Indonesia dengan nama Persamaan Umum
Kehilangan Tanah (PUKT). Persamaannya adalah:

1 - 26 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

A = R x K x L x S x C x P (1) area hru = luas hru (hydrologic response unit) (ha)

dengan : KUSLE = Sistem erodibilitas tanah USLE

A = Jumlah tanah yang hilang (ton / ha) CUSLE = faktor (pengelolaan) cara bercocok tanam
USLE
R = Indeks erosivitas hujan. Dalam hal ini oleh
USDA digunakan EI 30 (jika I dalam mm/jam, PUSLE = faktor praktek konservasi tanah
maka R = EI 30 x 10–3) (cara mekanik) USLE

K = Faktor erodibilitas tanah, yaitu angka yang LSUSLE = faktor topografi USLE
menunjukkan kemudahan tanah dan
merupakan kehilangan tanah persatuan indeks CFRG = faktor pecahan batuan kasar
erosivitas pada keadaan standard.

L = Faktor panjang lereng, yaitu nisbah kehilangan


tanah terhadap kehilangan tanah dari lahan Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam studi
dari lereng baku. L dan S disatukan menjadi ini akan menggunakan metode MUSLE (Modified
faktor LS. Universal Soil Loss Equation) dengan bantuan soft-
ware AV SWAT 2000. Software AVSWAT 2000 adalah
C = Faktor tanaman, yaitu nisbah kehilangan tanah program yang berbasis SIG yang bekerja sebagai
dari lahan yang ditanami suatu jenis tanaman ekstensi (Graphical User Interface) dalam soft-
terhadap kehilangan tanah dari lahan baku ware Arc View. Program AVSWAT 2000 dirancang
(terbuka diolah). khusus dan dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang ada dalam suatu DAS. Salah
P = Faktor pengelolaan, yaitu nisbah kehilangan satu kemampuannya adalah untuk memprediksi
tanah yang diberi pengelolaan tertentu erosi, sedimentasi dan limpasan yang ada pada DAS
terhadap kehilangan tanah dari lahan baku. tersebut.

Pada metode MUSLE faktor energi curah hujan ini AVSWAT 2000 (Arc View Soil and Water Assessment
digantikan dengan faktor limpasan permukaan, se- Tool) adalah sebuah software yang berbasis Sistem
hingga besarnya perkiraan hasil sedimen menjadi Informasi Geografis (SIG) ArcView 3.2 atau 3.3
lebih besar dan tidak memerlukan perhitungan nis- (ESRI) sebagai ekstensi (graphical user interface)
bah pelepasan sedimen (SDR). Meningkatnya perki- di dalamnya. Program ini di keluarkan oleh Texas
raan hasil sedimen ini disebabkan karena faktor lim- Water Resources Institute, College Station, Texas,
pasan permukaan merupakan fungsi dari keadaan USA. ArcView sendiri adalah salah satu dari seki-
kelembaban awal. Perhitungan besarnya Nisbah tar banyak program yang berbasis Sistem Informasi
Pelepasan Sedimen (Sediment Delivery Ratio) di- Geografis (SIG).
anggap penting dalam menentukan perkiraan yang
realistis besarnya hasil sedimen total berdasarkan Program AVSWAT 2000 merupakan perkembangan
perhitungan erosi total yang berlangsung di daerah dari versi sebelumnya, SWAT (Soil and Water As-
tangkapan air dengan menggunakan metode USLE, sessment Tool) yang tidak bekerja dalam software
karena energi dari faktor curah hujan hanya digu- ArcView. AVSWAT dirancang untuk memprediksi
nakan pada saat proses pelepasan sedimen saja. pengaruh manajemen lahan pada aliran air, sedi-
Perhitungan SDR ini tidak diperlukan dalam per- men, dan lahan pertanian dalam suatu hubungan
hitungan perkiraan hasil sedimen dengan MUSLE, yang kompleks pada suatu Daerah Aliran Sungai
karena faktor limpasan permukaan menghasilkan (DAS) termasuk di dalamnya jenis tanah, tata guna
energi yang digunakan dalam proses pelepasan dan lahan dan manajemen kondisi lahan secara periodik.
pengangkutan sedimen. Untuk tujuan pemodelan, program AVSWAT memu-
dahkan pengguna (user) dengan melakukan pem-
Rumus Modified Universal Soil Loss Equation bagian suatu wilayah DAS yang luas menjadi beber-
(MUSLE) adalah sebagai berikut: apa bagian sub DAS-sub DAS untuk memudahkan
sed = 11.8 × (Qsurf × q peak × area hru )0.56 × KUSLE × dalam perhitungan.

CUSLE × PUSLE × LSUSLE × CFRG (2) Struktur data yang digunakan sebagai represen-
dengan tasi dari kondisi asli kenampakan objek yang ada
di bumi. Di dalam pengolahan database, AVSWAT
sed = hasil sedimen per hari (ton) 2000 dibagi dalam dua kelompok database : jenis
data spasial yaitu basis data dalam struktur vektor
Qsurf = volume aliran limpasan permukaan dan basis data dalam struktur grid/raster.
(mm/ha)
Berbagai aplikasi yang sering memanfaatkan struk-
qpeak = debit puncak limpasan (peak runoff rate) tur data dalam bentuk grid antara lain adalah rep-
(m3/dtk) resentasi kondisi elevasi (DEM), kemiringan (slope),

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 27
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

atau juga sebaran dari distribusi curah hujan. Se- siun hujan yang ada di DAS Sampean, kemudian
cara skematik struktur data dari AVSWAT dapat dilakukan uji konsistensi data hujan, dan diolah
digambarkan seperti gambar dibawah ini. sebagai input data AV SWAT 2000.

Gambar 3. Model struktur data dalam AVSWAT

Dalam perhitungan prediksi ini yang ingin didapat- B. Analisis Laju Erosi dan Sedimentasi dengan
kan adalah nilai keluaran berupa limpasan, erosi, AV SWAT 2000, analisis ini diperlukan untuk
dan sedimen pada setiap titik outlet. Dimana fak- mendapatkan besarnya tingkat bahaya erosi
tor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut dalam pada DAS Sampean serta besarnya sedimentasi
perhitungan kali ini berdasarkan input adalah jen- pada Sungai Sampean.
is tanah, tata guna lahan, curah hujan dan debit.
Perkiraan hasil sedimen di DAS Sampean dengan C. Analisis potensi tampungan berupa waduk atau
model SWAT diperhitungkan dari erosi yang terjadi embung pada DAS Sampean, dalam analisis
di unit lahan, kemudian erosi yang terjadi di setiap ini dilaksanakan penelusuran di lapangan un-
unit lahan tersebut akan di bawa oleh limpasan per- tuk menginventarisasi potensi tampungan yang
mukaan sampai ke anak sungai utama sebagai erosi berupa embung atau waduk lapangan yang ada
masing-masing sub DAS, dimana sebagian akan ter- di DAS Sampean.
deposisi di cekungan-cekungan permukaan lahan,
besarnya sedimen yang berasal dari erosi tersebut D. Analisis usaha konservasi yang tepat dilaksanakan
kemudian mengalami proses transportasi sedimen pada DAS Sampean, analisis ini dilakukan setelah
melalui anak sungai (tributary channel) sebelum mendapatkan daerah mana saja pada DAS Sam-
akhirnya sampai ke sungai utama (main channel). pean yang memiliki tingkat bahaya erosi sedang
Dalam proses transportasi sedimen di anak sungai sampai dengan sangat tinggi untuk dilaksanakan
dan sungai utama tersebut besarnya desposisi dan usaha konservasi yang sesuai agar bisa optimal,
degradasi sedimen di sungai akan diperhitungkan, apakah secara mekanis, vegetatif atau cukup
kemudian total hasil sedimen di DAS Sampean di- dengan memanfaatkan potensi-potensi tampun-
hitung pada titik pengamatan di outlet sungai Sam- gan yang ada di DAS Sampean serta kombinasi
pean. antara berbagai metode konservasi.

3. METODE PENELITIAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Hidrologi, dalam studi ini analisis hidrolo- Bencana banjir telah terjadi beberapa kali di wilayah
gi diperlukan untuk mengolah data hujan harian Kabupaten Sitobondo dan Bondowoso akibat melu-
selama 14 (empat belas) tahun dari 5 (lima) sta- apnya air Kali Sampean. Banjir tersebut terjadi aki-

1 - 28 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

bat curah hujan tinggi dan kondisi DAS yang me-


nyebabkan debit banjir jauh lebih besar dibanding
kapasitas alir sungai. Upaya memperbesar kapasi-
tas alir sungai menemui banyak kendala karena di
sepanjang tepi kanan dan kiri sungai telah banyak
dimanfaatkan untuk pemukiman dan kegiatan. Ben-
2. Nama Tampungan Air: Karanganyar I
tuk DAS Sampean cenderung menyerupai mang-
kok sehingga debit puncak dari masing-masing sub
DAS mengalir sampai ke sungai utama dalam waktu
hampir bersamaan. Topografi yang cukup terjal di
hulu menyebabkan waktu konsentrasi aliran debit
banjir pendek. Dengan kondisi di atas maka ban-
jir yang terjadi di Kali Sampean bersifat banjir ban-
dang dimana debit banjir datang dalam waktu cepat
dengan magnitude besar tetapi tidak berlangsung
lama. Karena bersifat banjir bandang, maka penan-
ganannya untuk menurunkan besarnya debit banjir
adalah dengan memperbesar waktu konsentrasinya.
Salah satu upaya memperbesar waktu konsentrasi
adalah menampung air sementara di hulu sebelum
mengalir ke sungai utama. Tampungan-tampungan
air dapat berupa reservoir, waduk, kolam retensi Gambar 5. Waduk Lapangan (Embung)
maupun embung. Konsepnya adalah air hujan yang Karanganyar I
jatuh di DAS di tampung sementara. Kelebihan air
hujan dari kapasitas tampung waduk/reservoir akan
Kondisi: Tanggul dan dasar tampungan
melimpah dan dialirkan ke sungai. Dari konsep ini
ditumbuhi tanaman liar
maka debit yang mengalir ke sungai lebih kecil kare-
Volume Tampungan: 7.373,80 m3
na yang mengalir adalah kelebihan dari tampungan
Lokasi: Desa Karanganyar, Kec. Tegalampel,
dan debit puncak dari masing-masing sub DAS tidak
Kab. Bondowoso
mengalir secara bersamaan ke sungai utama.
3. Nama Tampungan Air: Pecalongan
Beberapa potensi tampungan air berupa waduk la-
pangan yang berada di DAS Sampean dan pengelo-
laannya belum optimal dari hasil penelusuran lapan-
gan terdapat 19 (sembilan belas) waduk lapangan
di Kabupaten Bondowoso, dan 2 (dua) waduk la-
pangan di Kabupaten Situbondo. Hasil penelusuran
Waduk lapangan diantaranya adalah:

1. Nama Tampungan Air: Krasak


Kondisi: Sedimentasi, tanggul dari tanah,
ditumbuhi tanaman liar
Volume Tampungan: 6.820 m3
Lokasi: Desa Krasak, Kec. Curahdami,
Kab. Bondowoso

Gambar 6. Waduk Lapangan (Embung) Pecalongan

Kondisi: Tidak berfungsi, inlet ditutup,


ditumbuhi tanaman liar
Volume Tampungan: 14.895 m3
Lokasi: Desa Pecalongan, Kec. Tlogosari,
Kab. Bondowoso

Selain embung (waduk lapangan) diatas juga ter-


dapat potensi tampungan lain sejumlah 11 (sebe-
las) buah yang berupa embung yang belum dikem-
bangkan, antara lain Embung Tasnan (Taman),
Embung Walidono 1, Embung Walidono 2, Embung
Gambar 4. Waduk Lapangan (Embung) Krasak Cangkring, Embung Mandiro, Embung Selolembu,
Embung Pandak, Embung Pakis, Embung Gubri 1,

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 29
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Embung Gubri 2 dan Embung Cabang (Lasminto Sampean dan anak-anak sungainya tidak mampu
Umboro, dkk, 2009). menampung debit banjir yang terjadi. Sementara
pada saat banjir terjadi reservoir berupa waduk
Dari hasil analisis dengan AV SWAT 2000 diperoleh dan embung yang ada di DAS belum dikelola den-
Besarnya debit limpasan rata-rata pada DAS Sam- gan baik. Banyak waduk dan embung yang tidak
pean sebesar 358,67 m3/dt, laju erosi rata–rata berfungsi sebagaimana mestinya karena pada inlet
sebesar 303,98 ton/ha/th atau sekitar 25,33 mm/ ditumbuhi tanaman liar, pada badan embung atau

Gambar 7. Lokasi Potensi Embung di DAS Sampean

th dan sedimen sebesar 416960,9 ton/th. Berdasar- waduk banyak endapan sedimen sehingga air tidak
kan Indeks Bahaya Erosi, DAS Sampean memiliki dapat tertampung dengan baik.
Indeks Rendah sebesar 9,64% (11997,47 ha), In-
deks Sedang sebesar 39,38% (48863,70 ha), In- B. Pencegahan Erosi dan Sedimentasi
deks Tinggi sebesar 3,16% (3929,83 ha), dan In-
deks Sangat Tinggi sebesar 47,92% (59609,87 ha). Kawasan disekitar waduk atau embung juga harus
Secara umum pengertian konservasi sumber daya dijaga agar tidak terjadi penebangan pohon, sedan-
air adalah upaya memelihara keberadaan serta ke- gkan pada kawasan yang gundul dilakukan penana-
berlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya man pohon. Di kawasan sekitar mata air, yakni pada
air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan radius 200 meter tidak diperkenankan untuk keg-
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan iatan budidaya. Kegiatan untuk mencegah erosi dan
mahluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun sedimentasi yang lain dapat dilakukan adalah ti-
yang akan datang. Tujuan Pengelolaan tampungan dak melakukan penggarapan tanah pada lereng ter-
air untuk konservasi sumber daya air adalah: jal. Cara lain untuk mencegah erosi adalah dengan
mencegah pemanfaatan lahan secara intensif pada
A. Pencegahan Banjir dan Kekeringan lahan yang berada di atas ketinggian lebih dari 1000
m di atas permukaan laut, serta dengan mencegah
Banjir terjadi karena sungai dan saluran-saluran pemanfaatan lahan yang memiliki nilai erosi lebih
drainase (pembuang) tidak mampu menampung tinggi dari erosi yang diperbolehkan.
air hujan yang turun ke bumi. Penuhnya air permu-
kaan pada sungai dan danau serta saluran drainase C. Menaikkan muka air tanah di sekitar waduk atau
(pembuang) disebabkan karena air hujan itu tidak embung
merembes ke bumi, melainkan mengalir menjadi
aliran permukaan. Banjir yang terjadi pada DAS Dengan pengelolaan waduk lapangan atau embung
Sampean disebabkan karena volume debit banjir yang optimal, maka tampungan tersebut akan terisi
yang terlalu besar, sehingga sungai utama yaitu Kali dengan air. Apabila sudah terisi maka akan mem-

1 - 30 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

bawa dampak pada air tanah disekitar waduk atau permukaan hanya dapat dilakukan sampai batas
embung, yaitu naiknya muka air tanah akibat terisi tertentu. Jika tidak lagi dapat dikurangi maka
oleh air embung secara terus-menerus. Untuk dapat langkah yang dapat dikerjakan adalah menampung
melaksanakan usaha-usaha konservasi tanah yang dan mengarahkan air limpasan permukaan ini
perlu dilakukan, terlebih dahulu perlu mengetahui sehingga tidak mengalir ke sembarang tempat yang
faktor penyebab kerusakan tanah, proses terjadinya dapat menyebabkan erosi. Untuk itu perlu dibuat
kerusakan tanah, serta faktor-faktor yang mem- bangunan-bangunan atau saluran yang mampu
pengaruhinya baik yang dapat mempercepat atau berfungsi untuk tujuan tersebut tanpa menyebabkan
memperlambat terjadinya proses tersebut. Setelah rusaknya bangunan itu sendiri. Contoh pengendalian
itu baru dapat menentukan tindakan pengelolaan erosi secara mekanis yaitu dengan pembuatan:
untuk memperkecil faktor-faktor yang mempercepat
erosi dan memperbesar faktor-faktor yang meng- A. Teras saluran, tujuannya untuk mengurangi
hambat erosi, serta faktor-faktor yang dapat mem- panjang dan kemiringan lereng, sehingga
perbaiki kesuburan dan produktivitas tanah. Erosi memperkecil limpasan permukaan.
terjadi karena adanya penghancuran massa tanah
oleh pukulan air hujan dan limpasan permukaan. B. Bangunan terjun (drop structure), berfungsi
Pukulan air hujan dan limpasan permukaan tersebut untuk menghindari kerusakan dasar jalan air
membawa energi yang dapat menghancurkan agre- karena adanya lereng yang curam.
gat tanah. Dengan demikian usaha konservasi harus
C. Check Dam, Pada saluran atau parit seringkali
dilakukan dengan:
perlu dibuat dam-dam yang dapat menghambat
A. Mengurangi besar energi perusak (air hujan dan kecepatan aliran. Dam-dam ini bisa dibuat
limpasan permukaan). dari batu bata atau dengan bambu dan tanah.
Pada dam penghambat tersebut diharapkan
B.
Meningkatkan ketahanan agregat tanah terjadi pengendapan tanah yang terbawa aliran
terhadap pukulan air hujan dan kikisan limpasan air. Check dam juga dibuat untuk menangkap
permukaan. sedimen terutama pada daerah hulu.

C. Memperbaiki pelindung tanah. Cara lain pengendalian erosi yaitu dengan cara
vegetatif, yaitu didasarkan pada peranan tanaman,
Untuk mengurangi besar energi perusak dapat yaitu dalam hal:
dilakukan dengan:
A. Batang, ranting dan daun-daunannya berperan
A. Menutup atau melindungi massa tanah dari menghalangi tumbukan-tumbukan langsung
pukulan langsung air hujan atau kikisan limpasan butir-butir hujan kepada permukaan tanah,
permukaan. dengan peranannya itu dapat mencegah
penghancuran agregat-agregat tanah.
B. Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.
B. Daun-daun penutup tanah serta akar-akar yang
C.
Meningkatkan kekasaran permukaan tanah, tersebar pada lapisan permukaan tanah berperan
untuk mengurangi kecepatan dan volume air mengurangi kecepatan aliran permukaan (run
hujan serta limpasan permukaan sehingga tidak off), sehingga daya kikis dan daya angkut air pada
lagi mampu mengikis tanah. permukaan tanah dapat direduksi, diperkecil
ataupun diperlambat.
Salah satu cara pengendalian erosi yaitu melalui
pengendalian erosi secara mekanis, yang ditujukan C. Daun-daunan serta ranting-ranting tanaman
untuk memperkecil energi. Dalam hal ini mengatur yang jatuh akan menutupi permukaan tanah.
dan memperkecil energi pada lapisan permukaan Peranannya dalam hal ini sebagai pemulsa
sehingga kekuatan merusaknya dapat diperkecil. tanah yang dapat mengurangi kecepatan aliran
Jadi cara mekanis dimaksudkan: permukaan serta melindungi permukaan tanah
terhadap daya kikis air. Peranannya yang
A. Memperkecil laju limpasan permukaan sehingga lain yaitu memperkaya bahan organik tanah
daya rusaknya berkurang. yang pada kenyataannya dapat mempertinggi
resistensi tanah terhadap aliran permukaan.
B. Menampung limpasan permukaan dan kemudian
mengalirkannya melalui bangunan atau saluran D. Akar-akar tanaman berperan memperbesar
yang telah dipersiapkan . kapasitas infiltrasi tanah, memperbaiki porositas,
stabilisasi agregat serta sifat kimia tanah.
Langkah mengatur limpasan permukaan termasuk
usaha untuk memperkecil volume dan kecepatan F. Akar-akar tanaman berperan dalam pengambilan
limpasan permukaan. Usaha memperkecil volume atau penghisapan air bagi keperluan tumbuhnya
dapat dilakukan dengan meningkatkan kekasaran tanaman yang selanjutnya sebagian menguap
permukaan, mengurangi kemiringan atau panjang (evaporasi) melalui daunnya ke udara.
lereng. Tentunya usaha pengurangan limpasan Pengambilan atau penghisapan air oleh akar-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 31
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

akar ini dapat meningkatkan daya hisap tanah tu ke waktu akan cepat berubah sejalan dengan
akan air, dengan demikian sedikit atau banyak perkembangan penduduk yang pesat di Kabupat-
aliran permukaan dapat dikurangi. en Situbondo dan Kabupaten Bondowoso.

5. KESIMPULAN DAN SARAN C. Dari instansi-instansi pemerintahan diharapkan


peranannya untuk ikut terjun langsung melaku-
5.1. Kesimpulan kan sosialisasi kepada masyarakat dalam ke-
giatan konservasi sesuai dengan bidang we-
Berdasarkan Indeks Bahaya Erosi, DAS Sampean wenangnya masing-masing. Sosialisasi terutama
memiliki 9,64% daerah yang masih rendah tingkat ditekankan pada petani pemilik lahan dan pet-
bahaya erosinya, 39,26% daerah yang memiliki ani penggarap yang ada dalam lokasi konser-
tingkat bahaya erosi sedang, dan 3,16% memiliki vasi, sehingga nantinya mereka dapat menjadi
tingkat bahaya erosi yang tinggi, serta 47,92% me- kader usaha konservasi, dan untuk selanjutnya
miliki tingkat bahaya erosi sangat tinggi. Hal ini be- kader-kader tersebut diharapkan dapat menye-
rarti bahwa DAS Sampean perlu penangan khusus barluaskan keterampilannya dalam menjalankan
untuk masalah erosi. Nilai Laju Erosi rata-rata sebe- usaha konservasi kepada masyarakat sekitarnya.
sar: 303,98 ton/ha/th (25,33 mm/th), nilai rata- Sebagai langkah awal untuk merangsang ma-
rata Sedimen pada sungai sebesar 416960,90 ton/ syarakat dalam menjalankan usaha konservasi,
th, dan nilai laju limpasan rata-rata sebesar: 358,67 pemerintah diharapkan dapat memberikan ban-
mm/thn. Potensi tampungan air di DAS Sampean tuan pembiayaan yang diperlukan oleh masyara-
berupa embung dan waduk lapangan masih belum kat. Selanjutnya masyarakat tersebut dapat
dikelola dengan baik, hal ini terlihat dari banyaknya mengembangkannya sendiri sebagai usaha swa-
waduk lapangan yang ditumbuhi tanaman liar, ban- karya.
yaknya sedimen, serta beberapa potensi embung
yang belum dieksploitasi. Dalam hal ini diperlukan DAFTAR PUSTAKA
goodwill dari para pemangku kepentingan untuk
bersama-sama melaksanakan upaya konservasi Arifianto, Yosi Darmawan. 2017. Studi Alterna-
demi kepentingan masyarakat. Usaha konservasi tif Pengelolaan Banjir DAS Sampean Hilir,
perlu dilakukan terutama pada daerah-daerah yang Provinsi Jawa Timur. Jurnal Infrastruktur. Vol.
memiliki tingkat bahaya erosi sedang sampai den- 3 (02): 73-80 ISSN: 2580-4448.
gan sangat tinggi. Usaha konservasi yang dilakukan
pada DAS Sampean perlu disesuaikan dengan fung- Asdak, C. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran
si lahan, tingkat bahaya erosi yang terjadi, serta ke- Sungai. Gadjah Mada University Press, Bulak-
miringan lereng. Usaha konservasi dapat dilakukan sumur Yogyakarta. 1995.
secara vegetatif dan mekanik. Pengendalian erosi
secara vegetatif yang sesuai dilaksanakan pada Asmaranto, Runi., Suhartanto, Ery dan Yuanita,
DAS Sampean misalnya tumpang sari, penanaman Mike. 2011. Aplikasi Model AV SWAT 2000 un-
rumput, pembuatan hutan rakyat, dan strip rumput. tuk Memprediksi Erosi, Sedimentasi dan Lim-
Sedangkan pengendalian erosi secara mekanik mis- pasan di DAS Sampean. Jurnal Teknik Pengai-
alnya dengan pembuatan teras bangku, teras gulud, ran, Vol.2 (1): 79-85 ISSN 2086-1761.
check dam serta gully plug.
Asmaranto, Runi., Suhartanto, Ery dan Permana,
5.2. Saran Bias Angga. 2010. Aplikasi Sistem Informasi
Geografis (SIG) untuk Identifikasi Lahan Kri-
Berdasarkan studi diatas, maka beberapa hal yang tis dan Arahan Fungsi Lahan Daerah Aliran
dapat menjadi rekomendasi adalah sebagai berikut: Sungai Sampean. Jurnal Teknik Pengairan,
Vol.1 (2): 84-105 ISSN 2086-1761.
A. Bangunan embung identik dengan bendungan
yang lebih sederhana dalam pembangunannya. Lasminto Umboro, Fifi Sofia, Butyliastri, Mularto
Embung merupakan sumber air yang sangat Listya Hery. 2009. Studi Potensi Tampungan
penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan Hulu DAS Sampean. www.researchgate.net/
masyarakat dan meningkatkan pembangunan publication/307165637.
nasional, sehingga dalam rangka pemanfaatan
dan pelestariannya dipandang perlu melakukan Sosrodarsono Suyono, 1994. Perbaikan dan Pen-
pengaturan mengenai sumber air tersebut yang gaturan Sungai. PT. Pradnya Paramita. Ja-
meliputi perlindungan, pengembangan, penggu- karta.
naan dan pengendalian dengan peraturan.
Suhartanto, Ery. 2008. Panduan AVSWAT 2000 dan
B. Perlu kajian lebih lanjut mengenai usaha kon- Aplikasinya di Bidang Teknik Sumber Daya
servasi yang paling sesuai untuk dilaksanakan Air. CV Asrori. Malang.
pada DAS Sampean. Hal ini dikarenakan masih
Utomo, WH. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia.
belum adanya pemetaan tata guna lahan secara
Malang: Unibraw.
terus-menerus, karena tata guna lahan dari wak-

1 - 32 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA KONSTRUKSI


YANG DISEBABKAN OLEH KECELAKAAN KONSTRUKSI
PADA PROYEK KONSTRUKSI STRUKTUR LAYANG/ELEVATED
Putra Duana Anugerah Sitepu

Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi


Universitas Katolik Parahyangan
Email: sitepuyol07@gmail.com

Abstract

The Increased infrastructure development in Indonesia, especially in the construction of elevated struc-
tures, it will also increase the risk of construction accidents during the construction works. It’s happened
in the period of 2017 and 2018 very frequently occurred in construction accidents, especially in the over-
pass structure construction project. When the construction accident occurs, it will became the construction
claims. The construction claims doesn’t have solution to solve the problem between the construction parties,
it will become the construction disputes. Construction disputes are very detrimental to the construction par-
ties, and that can also delay the construction work, which will have an impact on infrastructure develop-
ment in Indonesia. Based on these reasons, it’s necessary to conduct research with Taksonomi methode for
identifying what factors can lead to construction disputes that occur due to construction accidents in the el-
evated structure construction project. The output for this research is to be taken into consideration in order
to mitigate the risk of construction disputes. The results obtained while in the field stated that construction
accidents are very common in elevated structure construction projects, while construction disputes due to
construction accidents in elevated structure construction projects are quite common between contractors
and project owners. The results obtained that the variables of work methodology and material quality are
variables that have the potential for disputes, where the actor causes is the project owners on the variables
of work methodology and contractors on quality variable of the material.

Keywords: construction elevated, construction accident, claim, construction dispute

Abstrak

Semakin meningkatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia terutama pada proyek konstruksi struktur
layang maka semakin tinggi juga risiko terjadinya kecelakaan konstruksi yang terjadi pada saat pelaksa-
naan. Hal tersebut terjadi pada kurun waktu 2017 dan 2018 sangat sering terjadi kecelakaan konstruksi,
terutama pada proyek konstruksi struktur layang. Hal tersebut akan berakibat pada terjadinya klaim atas
kecelakaan tersebut, klaim konstruksi yang tidak dapat dikelola dengan baik akan berisiko terjadinya sen-
gketa konstruksi. Terjadinya sengketa konstruksi sangatlah merugikan bagi pengguna jasa ataupun pe-
nyedia jasa bahkan dapat mengganggu jalannya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Untuk itu, perlu
adanya upaya untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya
sengketa konstruksi yang terjadi akibat kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi struktur layang den-
gan menggunakan metode Taksonomi dengan tujuan untuk dapat menjadi bahan pertimbangan agar dapat
memitigasi risiko terjadinya sengketa konstruksi. Berdasarkan hasil yang diperoleh sementara dilapangan
menyatakan bahwa kecelakaan konstruksi sangat sering terjadi pada proyek konstruksi struktur layang,
sedangkan sengketa konstruksi akibat adanya kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi struktur lay-
ang cukup sering terjadi antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Hasil yang diperoleh bahwa variabel
metodologi kerja dan mutu dari material merupakan variabel yang memiliki potensi terjadinya sengketa,
dimana penyebab pelakunya adalah pengguna jasa pada variabel metodologi kerja dan penyedia jasa pada
variabel mutu dari material.

Kata Kunci: konstruksi struktur layang, kecelakaan, klaim, sengketa konstruksi

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 33
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN si. Dari 18 kasus kecelakaan konstruksi tersebut, ka-


sus kecelakaan konstruksi yang paling sering terjadi
Program pada Pemerintahan pada saat ini adalah adalah pada pelaksanaan proyek konstruksi struktur
meningkatkan pembangunan infrastruktur yang layang/elevated (sumber: pengumpulan informasi
merata di seluruh daerah di Indonesia yang ter- data kecelakaan konstruksi 2017-2018). Klaim kon-
tuang di dalam program Nawa Cita. Dengan me- struksi yang timbul akibat adanya kecelakaan kon-
ningkatnya aktivitas pembangunan infrastruktur, struksi tersebut, sangat memungkinkan terjadinya
maka akan meningkatkan juga sektor bisnis yang suatu konflik yang dapat berujung kepada terjadin-
ada di Indonesia khususnya dalam hal bisnis kon- ya perselisihan ataupun sengketa konstruksi yang
struksi, yang berdampak langsung kepada semakin diakibatkan kecelakaan konstruksi pada proyek el-
tingginya aktifitas pembangunan infrastruktur yang evated. Perselisihan atau sengketa konstruksi yang
dilaksanakan di Indonesia. Berkaitan dengan sema- diakibatkan dengan adanya kecelakaan konstruksi
kin tingginya aktifitas pembangunan infrastruktur dapat merugikan bagi kedua belah pihak yang anta-
di Indonesia dapat juga meningkatkan kemungki- ra lain adalah dapat menghambat pelaksanaan pe-
nan terjadinya permasalahan di dalam pelaksanaan kerjaan konstruksi. Oleh karena itu, pentingnya ad-
pembangunan infrastruktur di Indonesia yakni salah anya dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah
satunya adalah risiko terjadinya kecelakaan kon- kecelakaan dan sengketa konstruksi sering terjadi
struksi (Arifianto, 2018). pada proyek konstruksi eleveated serta untuk dapat
mengidentifikasi dan memetakan faktor-faktor apa
Di sisi lain, semakin tingginya aktifitas pembangu- saja serta pelaku penyebab yang dapat menyebab-
nan infrastruktur di Indonesia pada saat ini juga kan terjadinya sengketa konstruksi yang terjadi ad-
meningkatkan risiko terjadinya permasalahan yang anya kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi
timbul pada saat pelaksanaan konstruksi, yang an- dengan struktur layang/elevated.
tara lain adalah terjadinya konflik antara pengguna
ataupun penyedia jasa. Konflik pada umumnya ter- 2. TINJAUAN PUSTAKA
jadi akibat suatu keadaan yang menimbulkan wan-
prestasi antara pengguna dan penyedia jasa atau- Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu ke-
pun dengan pihak eksternal yang tidak ada solusi giatan sementara yang berlangsung dalam jangka
di dalam permasalahan tersebut, dan biasanya di- waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya ter-
awali dengan adanya klaim konstruksi. Klaim kon- tentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tu-
struksi yang diajukan oleh salah satu pihak yang gas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas
terikat dalam kontrak konstruksi tersebut apabila di mana tugas tersebut dapat berupa membangun
tidak ditemukan solusi terhadap permasalahan yang pabrik, membuat produk baru atau melakukan
timbul, akan terjadi sengketa konstruksi yang dapat penelitian dan pengembangan (Soeharto, 1997).
mengakibatkan pelaksanaan konstruksi terhambat. Menurut Sonata (2017), proyek konstruksi dengan
Penyelesaian perselisihan atau sengketa konstruksi struktur layang atau elevated structure merupakan
dapat diselesaikan melalui Mediasi, Konsiliasi dan konstruksi yang perencanaan dan pelaksanaan pe-
Arbitrase sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2017 pasal kerjaannya dilakukan diatas elevasi permukaan ta-
88 ayat 4. Perselisihan ataupun sengketa konstruksi nah.
di dalam penyelesaiannya akan sangat membutuh-
kan waktu dan biaya bagi kedua belah pihak yakni Kontrak konstruksi menurut Imam Soeharto adalah
bagi pengguna dan penyedia jasa. suatu proses di mana pemilik proyek membuat
suatu ikatan dengan agen, dengan tugas mengkoor-
Bahwa kecelakaan konstruksi akan menimbulkan dinasikan seluruh kegiatan penyelenggaraan proyek
kerugian materiil, sehingga akan timbul suatu klaim termasuk studi kelayakan, desain, perencanaan,
konstruksi yang diajukan oleh salah satu pihak yang persiapan kontrak, dan lain-lain, kegiatan proyek
terikat dalam kontrak pelaksanaan konstruksi terse- dengan tujuan meminimkan biaya dan jadwal serta
but. Klaim konstruksi tersebut akan menjadi suatu menjaga mutu proyek (Soeharto, 1997).
konfilik diantara para pihak yang terikat di dalam
kontrak apabila klaim konstruksi tersebut mengala- Salah satu risiko yang terjadi pada saat pelaksanaan
mi suatu perdebatan antara para pihak yang terikat konstruksi adalah terjadinya kecelakaan konstruk-
dalam perjanjian tersebut. Konflik yang mengalami si. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecelakaan
perdebatan dan tidak ditemukannya solusi atas per- konstruksi suatu peristiwa kecelakaan yang terjadi
masalahan yang timbul akibat kecelakaan tersebut, pada saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan ti-
akan terjadi suatu perselisihan/sengketa diantara dak harus berdampak pada jatuhnya korban jiwa,
para pihak yang terikat kontrak dalam pelaksanaan kecelakaan konstruksi merupakan suatu peristiwa
proyek konstruksi tersebut. yang mengakibatkan timbulnya kerugian baik itu
materiil ataupun immaterial (Hardjomuljadi, 2018).
Sepanjang tahun 2017 dan 2018 telah sering terjadi Hardjomuljadi juga di dalam hasil wawancara me-
kecelakaan konstruksi, berdasarkan pengumpulan nyatakan bahwa kecelakaan kerja konstruksi san-
data yang telah dilakukan sepanjang kurun waktu gatlah berbeda pemahamannya dengan kecelakaan
tersebut, telah terjadi sekitar 18 kecelakaan kon- konstruksi. Berdasarkan perkembangan ilmu pen-
struksi yang terjadi pada saat pelaksanaan konstruk- getahuan dan penelitian yang telah ada, kecelakaan

1 - 34 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

konstruksi dapat dipetakan ke dalam 2 faktor (Sur- untuk mengetahui tingkat terjadinya kecelakaan
aji, dkk., 2001) yakni proximal factor dan distal fac- dan sengketa konstruksi pada setiap suatu proyek
tor. Distal factor mengarah kepada kecelakaan kon- konstruksi elevated, sehingga diperoleh hasil un-
struksi yang disebabkan oleh manajemen proyek, tuk mengetahui seberapa pentingnya penelitian ini
konsep proyek, desain proyek, hingga para sub dilakukan untuk faktor dan pelaku penyebab ter-
kontraktor. Sedangkan proximal factor kecelakaan jadinya sengketa tersebut berdasarkan metode Tak-
konstruksi yang disebabkan atas kejadian dilapan- sonomi. Taksonomi adalah merupakan pengelom-
gan seperti manajemen lapangan, perencanaan pokan suatu hal berdasarkan hirarki atau tingkatan
konstruksi, kondisi di lapangan, pengawasan lapan- tertentu. Taksonomi dilakukan dengan mengkaji dan
gan, pengoperasian di lapangan dan prilaku pelak- menelusuri sumber-sumber tulisan yang telah dibuat
sanaan dilapangan. Dalam penelitian ini terdapat 4 dan dipublikasi sebelumnya dan akan menjadi suatu
fokus yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan literatur dalam menata pengetahuan-pengetahuan
konstruksi berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Tujuan dilakukannya
terdahulu yang pernah dilakukan (Loughborough penelitian dengan menggunakan metode Taksonomi
dan UMIST, 2003) yang antara lain adalah: a). Kon- adalah untuk memperoleh hasil akhir yakni faktor-
sep proyek, desain serta perencanaan dan proses faktor penyebab terjadinya sengketa konstruksi
pengadaan konstruksi; b). Pengorganisasian dalam yang terjadi akibat kecelakaan konstruksi pada
pelaksanaan pekerjaan dan manajemen pelaksa- proyek konstruksi dengan struktur layang/elevated
naan pekerjaan konstruksi; c). Pembagian tugas dan memetakannya berdasarkan pelaku-pelaku pe-
dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan d). nyebabnya. Tahapan dalam metode Taksonomi ini
Sumber daya manusia dalam pelalaksanaan peker- dilakukan dengan menentukan variabel penyebab
jaan konstruksi. terjadinya kecelakaan konstruksi pada proyek kon-
struksi struktur layang/elevated, kemudian menen-
Klaim konstruksi adalah klaim yang timbul dari atau tukan indikator-indikatornya berdasarkan pencar-
sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan ian berdasarkan literatur mengenai faktor-faktor
jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia terjadinya klaim dan sengketa konstruksi. Hasil
jasa atau antara penyedia jasa dengan sub penyedia pencarian atas faktor-faktor klaim dan sengketa
jasa atau pemasok bahan atau antara pihak luar dan konstruksi akan dipetakan menjadi faktor-faktor
pengguna/penyedia Jasa yang biasanya mengenai sengketa konstruksi yang berawal dari klaim kon-
permintaan tambahan waktu, biaya atau kompen- struksi. Hasil yang diperoleh tersebut akan dijadikan
sasi lainnya (Yasin, 2004). Yasin (2004) juga telah indikator atas variabel-variabel penyebab terjadinya
memetakan penyebab terjadinya klaim konstruksi kecelakaan konstruksi yang setelah di identifikasi
yang disebabkan oleh pengguna jasa, penyedia jasa merupakan faktor yang relevan dikaitkan dengan
dan sebab-sebab umum. literatur dari Loughborough dan UMIST (2013).
Setelah diperoleh hasil variabel dan indikator terse-
Hardjomuljadi (2016) menyatakan bahwa perselisi- but, selanjutnya dilakukan pemetaan berdasarkan
han/sengketa kontrak konstruksi tersebut dapat sumber pelaku penyebab atas faktor-faktor tersebut
terjadi dalam kondisi tahapan sebagai berikut: a). yang antara lain adalah pengguna jasa, penyedia
Kontraktor menyampaikan klaim tambahan biaya, jasa dan sebab-sebab umum lainnya.
perpanjangan waktu, atau hal lainnya; b). Peng-
guna jasa melalui enjiner menolak klaim tersebut 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan disertai alasan penolakan; c). Kontraktor
menyatakan tidak sependapat dengan alasan pe- Berdasarkan penelitian awal yang telah dilakukan
nolakan klaim oleh pengguna jasa melalui enjiner terhadap 68 responden para pelaku baik itu peng-
tersebut; dan d). Sehingga konflik terjadi antara guna jasa ataupun penyedia jasa pada proyek
pengguna jasa dan kontraktor yang apabila tidak konstruksi struktur layang/elevated menyatakan
dapat diatas maka terjadi sengketa kontrak kon- bahwa sebanyak 64 responden menyatakan dalam
struksi yang dapat mengakibatkan perlu adanya setiap proyek yang mereka kelola pernah terjadi
upaya penyelesaian di dalam penyelesaian sengke- kecelakaan konstruksi minimal 1 kali kejadi ke-
ta/perselisihan kontrak konstruksi tersebut. celakaan konstruksi, sedangkan 4 responden me-
nyatakan tidak pernah terjadi kecelakaan konstruksi
3. METODE PENELITIAN atas proyek elevated yang mereka kelola. Terjadin-
ya sengketa konstruksi yang disebabkan oleh ke-
Peneliti dalam penelitian ini akan menggunakan celakaan konstruksi berdasarkan hasil responden
metode survey kepada pelaku jasa konstruksi struk- yang telah dikelola juga menyatakan bahwa seng-
tur layang/elevated untuk mengetahui sering atau keta sering terjadi pada proyek elevated, dimana
tidaknya terjadi kecelakaan dan sengketa konstruk- dari 68 responden menyatakan bahwa terjadinya
si, serta dengan menggunakan metode taksonomi sengketa akibat kecelakaan konstruksi pada proyek
untuk mengetahui faktor variabel dan indikator elevated 35 responden menyatakan pernah terjadi 1
serta pelaku penyebab terjadinya sengketa kon- kali. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
struksi yang disebabkan oleh kecelakaan konstruksi
pada proyek konstruksi elevated. Dalam penelitian
ini, langkah awal dilakukan dengan metode survey

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 35
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Gambar 1. Tingkat Terjadinya Kecelakaan dan Sengketa Konstruksi


Sumber: Hasil olahan survey responden pelaku konstruksi elevated
Berdasarkan pencarian atas literatur mengenai pe- konstruksi. Klaim bukan merupakan suatu tuntutan,
nyebab terjadinya kecelakaan kerja konstruksi se- akan tetapi merupakan suatu permintaan yang dia-
cara umum sangatlah banyak ditemukan, akan jukan oleh salah satu pihak di dalam pelaksanaan
tetapi literatur mengenai penyebab terjadinya ke- kontrak konstruksi (Yasin, 2004). Sengketa kon-
celakaan konstruksi sangat jarang dibahas, terlebih struksi sesungguhnya dapat timbul antara lain kare-
lagi literatur yang mengenai kecelakaan konstruksi na klaim yang tidak dilayani, misalnya kelambatan
pada proyek konstruksi strukutur layang/elevated. pembayaran, kelambatan penyelesaian pekerjaan,
Untuk itu, penentuan variabel penyebab terjadinya perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak-
kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi stru- mampuan baik teknis maupun manajerial dari para
kutur layang/elevated dilakukan dengan pengum- pihak (Yasin, 2004). Berdasarkan hasil yang telah
pulan data sekunder dari sumber-sumber terper- diperoleh tersebut, dilakukan penyederhanaan atas
caya yang dapat dipertanggungjawabkan. Setelah faktor penyebab terjadinya klaim dan kontrak kon-
berdasarkan pencarian yang telah dilakukan dari struksi menjadi faktor penyebab terjadinya seng-
berbagai sumber yang ada, diperoleh terdapat 8 keta konstruksi yang diawali oleh adanya klaim kon-
penyebab terjadinya kecelakaan konstruksi pada struksi. Hasil penyederhanaan tersebut diperoleh
proyek konstruksi struktur layang/elevated yang terdapat 58 faktor penyebab terjadinya sengketa
akan menjadi variabel di dalam penelitian ini, dapat konstruksi yang diawali adanya klaim konstruksi,
dilihat pada Tabel 1. yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Penyebab kecelakaan konstruksi pada
konstruksi struktur layang/elevated

Sumber: Hasil olahan literatur tahun 2017-2018

Penentuan indikator atas variabel penyebab ter-


jadinya kecelakaan konstruksi pada proyek kon-
struksi struktur layang/elevated dilakukan dengan
mengidentifikasi faktor-faktor terjadinya klaim dan
sengketa konstruksi. Identifikasi yang telah dilaku-
kan berdasarkan 18 jurnal, diperoleh hasil terdapat
78 faktor penyebab terjadinya klaim kontrak kon-
struksi dan 63 faktor penyebab terjadinya sengke-
ta kontrak konstruksi. Faktor penyebab terjadinya
klaim kontrak konstruksi lebih sedikit dibanding fak-
tor penyebab terjadinya sengketa kontrak konstru-
si, hal tersebut mengindikasikan bahwa sengketa
kontrak dapat dimitigasi dengan pengelolaan klaim
yang baik. Hal tersebut menunjukan bahwa klaim
merupakan suatu hal yang lumrah di dalam dunia

1 - 36 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 2. penyebab sengketa konstruksi yang diawali adanya klaim konstruksi

Faktor Penyebab Terjadinya Sengketa Konstruksi yang Diawali Adanya Klaim Konstruksi
1 Tidak detailnya gambar rencana 30 Pekerjaan tambah kurang
2 Perencanaan yang salah 31 Masalah cash flow Penyedia Jasa akibat
dari berbagai hal
3 Administrasi kontrak 32 Kondisi cuaca
4 Manajemen serta pengawasan peker- 33 Peraturan dan Per UU yang baru keluar
jaan yang rendah oleh Pengguna mempegaruhi biaya, mutu dan waktu
5 Desain yang salah 34 Pembayaran termin yang terlambat
6 Pengguna terlambat menyetujui shop 35 Larangan pelaksanaan dengan metode
drawing kerja tertentu
7 Pengguna terlambat menyetujui sample 36 Perubahan jadwal oleh Pengguna
8 Ketersediaan tenaga kerja dan keter- 37 Sasaran waktu yang tidak realistis dari
ampilan tenaga kerja Pengguna
9 Pengguna terlambat dalam izin dan 38 Kenaikan harga material dan upah
persetujuan pada tahapan pelaksanaan
10 Klausul kontrak perintah perubahaan 39 Penambahan pekerjaan diluar kontrak
pekerjaan tidak memadai
11 Klausul alternatif penyelesaian seng- 40 Perubahan pekerjaan secara lisan dan tidak
keta tidak memadai tertuang di CCO
12 Kelengkapan dokumen 41 Pengguna terlambat dalam menyetujui
perubahan
13 Perbedaan penafsiran klausul isi kon- 42 Perubahan mutu dan material
trak
14 Perubahan metode dan lingkup peker- 43 Terlambat menyetujui proses pelaksanaan
jaan pekerjaan
15 Perubahan desain pekerjaan 44 Terlambat melakukan pemeriksaan mate-
rial/bahan
16 Perbedaan informasi terhadap kondisi 45 Keterlambatan dalam memberikan SPMK
lapangan
17 Spesifikasi material yang tidak sesuai 46 Kelalaian dalam memberikan ganti rugi dan
denda
18 Spesifikasi peralatan yang tidak sesuai 47 Pekerjaan yang cacat
19 Keterbatasan peralatan 48 Produktifitas tenaga kerja yang buruk
20 Keterbatasan material 49 Kerusakan yang disebabkan pada saat
pelaksanaan pekerjaan
21 Penundaan waktu pelaksanaan peker- 50 Kontraktor tidak menyampaikan progres
jaan dan progres yang rendah
22 Percepatan waktu pelaksanaan peker- 51 Kegagalan dalam mematuhi aturan pem-
jaan bayaran
23 Ketepatan dan keterlambatan waktu 52 Penangguhan/moratorium pekerjaan oleh
Pelaksanaan & penyelesaian pekerjaan sesuatu hal
24 Penambahan biaya pengadaan sumber 53 Penghentian pekerjaan atau pemutusan
daya proyek kontrak oleh sesuatu hal
25 Penambahan biaya atas kurangnya 54 Permintaan perpanjangan waktu
produktifitas
26 Penambahan biaya overhead 55 Force majure
27 Manajemen serta pengalaman peker- 56 Mutu pekerjaan yang tidak sesuai dengan
jaan yang rendah Penyedia harapan
28 Variasi kualitas dan kuantitas pekerjaan 57 Serah terima hasil pekerjaan
29 Efektivitas dan efisiensi pekerjaan 58 Pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan SOP
Sumber: Hasi olahan literatur klaim dan sengketa konstruksi
Berdasarkan Tabel 2 diatas tersebut, menunjukan konstruksi yang diawali dengan adanya klaim kon-
terdapat 58 faktor penyebab terjadinya sengketa struksi tersebut yang akan menjadi indikator dari

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 37
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

variabel yang telah diperoleh yakni faktor penyebab Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh
terjadinya kecelakaan konstruksi struktur layang/ para peneliti terdahulu di dalam mengelompokan
elevated. Tahap selanjutnya yang dilakukan terha- faktor-faktor penyebab terjadinya klaim konstruksi
dap 58 faktor tersebut adalah dengan melakukan ataupun sengketa konstruksi dilihat dari pelaku pe-
seleksi terhadap faktor-faktor tersebut yang memi- nyebabnya seperti yang telah diungkapkan oleh Ya-
liki keterkaitan dengan kecelakaan konstruksi den- sin (2004), yang antara lain adalah yang disebabkan
gan acuan HSE yang telah melakukan penelitian ter- oleh penyedia jasa, pengguna jasa, serta sebab-
hadap faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan sebab umum lainnya. Sehingga pada tahap selan-
konstruksi (Loughborough dan UMIST, 2003), selain jutnya dari penelitian ini adalah dengan mengelom-
itu juga dilakukan eliminasi terhadap faktor-faktor pokan ke 42 faktor tersebut berdasarkan pelaku
yang memiliki pemahaman dan arti yang sama. Dari penyebabnya yang antara lain adalah penyedia jasa,
58 faktor pada Tabel 2 tersebut diatas, diperoleh pengguna jasa dan sebab-sebab umum lainnya. Se-
sebanyak 42 faktor penyebab terjadinya sengketa lain itu, 42 faktor tersebut akan dijadikan sebagai
konstruksi yang disebabkan oleh kecelakaan kon- indikator ke dalam 8 variabel penyebab terjadinya
struksi, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi den-
Tabel 3. Faktor sengketa konstruksi yang disebabkan oleh kecelakaan konstruksi

Faktor penyebab terjadinya sengketa konstruksi yang disebabkan oleh kecelakaan konstruksi
1 Tidak detailnya gambar rencana 22 Efektivitas dan efisiensi pekerjaan
2 Perencanaan yang salah 23 Pekerjaan tambah kurang
3 Manajemen serta pengawasan peker- 24 Masalah cash flow Penyedia Jasa akibat
jaan yang rendah oleh Pengguna dari berbagai hal
4 Desain yang salah 25 Kondisi cuaca
5 Pengguna terlambat menyetujui shop 26 Larangan pelaksanaan dengan metode
drawing kerja tertentu
6 Pengguna terlambat menyetujui sample 27 Perubahan jadwal oleh Pengguna
7 Ketersediaan tenaga kerja dan keter- 28 Sasaran waktu yang tidak realistis dari
ampilan tenaga kerja Pengguna
8 Pengguna terlambat dalam izin/per- 29 Kenaikan harga material dan upah
setujuan pada tahapan pelaksanaan
9 Klausul kontrak perintah perubahaan 30 Pengguna terlambat dalam menyetujui
pekerjaan tidak memadai perubahan
10 Perubahan metode dan lingkup peker- 31 Perubahan mutu dan material
jaan
11 Perubahan desain pekerjaan 32 Terlambat melakukan pemeriksaan mate-
rial/bahan
12 Perbedaan informasi terhadap kondisi 33 Keterlambatan dalam memberikan SPMK
lapangan
13 Spesifikasi/mutu dari material yang 34 Pekerjaan yang cacat
tidak sesuai
14 Spesifikasi/performa peralatan yang 35 Produktifitas tenaga kerja yang buruk
tidak sesuai
15 Keterbatasan peralatan 36 Kerusakan yang disebabkan pada saat
pelaksanaan pekerjaan
16 Keterbatasan material 37 kontraktor tidak menyampaikan progres
dan progres yang rendah
17 Penundaan waktu pelaksanaan peker- 38 Kegagalan dalam mematuhi aturan pem-
jaan bayaran
18 Percepatan waktu pelaksanaan peker- 39 Permintaan perpanjangan waktu
jaan
19 Ketepatan dan keterlambatan waktu 40 Force majeure
Pelaksanaan & penyelesaian pekerjaan
20 Manajemen pekerjaan yang rendah 41 Mutu pekerjaan yang tidak sesuai dengan
yang disebabkan Penyedia harapan
21 Variasi kualitas dan kuantitas pekerjaan 42 Pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan SOP
Sumber: Hasil olahan literatur sengketa konstruksi yang terkait kecelakaan konstruksi

1 - 38 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

gan struktur layang/elevated. Hasil penentuan ber- Berdasarkan pengelompokan tersebut, ditemukan
dasarkan variabel penyebab terjadinya kecelakaan bahwa penyebab terjadinya sengketa konstruksi
konstruksi pada proyek konstruksi struktur layang/ yang disebabkan oleh kecelakaan konstruksi pada
elevated dan pengelompokan berdasarkan pelaku proyek konstruksi struktur layang/elevated berasal
penyebabnya dapat dilihat pada Tabel 4. dari pengguna jasa yang lebih banyak dibanding
Tabel 4. Faktor Variabel dan indikator penyebab terjadinya Sengketa konstruksi
Pengelompokan indikator terjadinya sengketa konstruksi yang disebabkan
oleh kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi struktur layang/elevated
Variabel berdasarkan pelaku penyebabnya
Sebab-sebab
Pengguna Jasa Penyedia Jasa
Umum
Desain Kon- • Tidak detailnya gambar
struksi rencana

• Perencanaan yang salah

• Desain yang salah

• Perubahan desain pekerjaan


Metodologi • Pengguna terlambat meny- • Ketepatan dan keterlam- • Klausul
kerja etujui shop drawing batan waktu Pelaksanaan & kontrak
penyelesaian pekerjaan perintah
• Pengguna terlambat meny- perubahaan
etujui sample • Masalah cash flow Penye- pekerjaan
dia Jasa akibat dari berb- tidak me-
• Pengguna terlambat dalam agai hal madai
izin dan persetujuan pada
tahapan pelaksanaan • Permintaan perpanjangan
waktu
• Perubahan metode dan ling-
kup pekerjaan • Kontraktor tidak menyam-
paikan progres dan progres
• Perbedaan informasi terha- yang rendah
dap kondisi lapangan

• Penundaan waktu pelaksa-


naan pekerjaan

• Percepatan waktu pelaksa-


naan pekerjaan

• Variasi kualitas dan kuanti-


tas pekerjaan

• Pekerjaan tambah kurang

• Larangan pelaksanaan den-


gan metode kerja tertentu

• Perubahan jadwal oleh Peng-


guna

• Sasaran waktu yang tidak


realistis dari Pengguna

• Kegagalan dalam mematuhi


aturan pembayaran
SOP dalam • Pengguna terlambat dalam • Manajemen serta pen-
pelaksanaan menyetujui perubahan galaman pekerjaan yang
pekerjaan rendah Penyedia
• Terlambat melakukan
pemeriksaan material/bahan • Efektivitas dan efisiensi
pekerjaan
• Keterlambatan dalam mem-
berikan SPMK • Pelaksanaan pekerjaan
yang tidak sesuai dengan
SOP
Sumber daya • Ketersediaan tenaga kerja
manusia dan keterampilan tenaga
kerja

• Produktifitas tenaga kerja


yang buruk
Peralatan • Performa peralatan yang
dalam tidak sesuai
pelaksanaan
pekerjaan • Keterbatasan peralatan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 39
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Pengelompokan indikator terjadinya sengketa konstruksi yang disebabkan oleh


kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi struktur layang/elevated ber-
Variabel dasarkan pelaku penyebabnya
Sebab-sebab
Pengguna Jasa Penyedia Jasa
Umum
Manajemen • Manajemen serta penga-
pengawasan wasan pekerjaan yang ren-
serta K3 dah oleh Pengguna
Mutu dari • Mutu material yang tidak • Kenaikan
material sesuai harga material
dan upah
• Keterbatasan material

• Perubahan mutu dan mate-


rial

• Pekerjaan yang cacat

• Kerusakan yang disebab-


kan pada saat pelaksanaan
pekerjaan

• Mutu pekerjaan yang tidak


sesuai dengan harapan
Cuaca yang • Kondisi cuaca
buruk dan
force majure • Force majure
Sumber: Hasil pemetaan berdasarkan kajian literatur Taksonomi
yang disebabkan oleh Penyedia Jasa, dimana ter- Variabel sumber daya manusia dan peralatan dalam
dapat 21 kriteri penyebab terjadinya sengketa kon- pelaksanaan pekerjaan di dominasi oleh penyedia
struksi yang disebabkan oleh kecelakaan konstruksi jasa sebagai pelaku penyebabnya, dimana hal terse-
pada proyek konstruksi struktur layang/elevated but mutlak merupakan risiko dan tanggung jawab
yang berasal dari pengguna jasa. Penyebab yang dari penyedia jasa. Pada variabel SOP dalam pelak-
berasal dari penyedia jasa terdapat 17 kriteri penye- sanaan pekerjaan, baik itu pengguna jasa ataupun
bab terjadinya sengketa konstruksi yang disebakan penyedia jasa memiliki masing-masing 3 faktor in-
oleh kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi dikator yang dapat menyebabkan terjadinya seng-
struktur layang/elevated. yang berasal dari penye- keta konstruksi yang disebabkan oleh kecelakaan
dia jasa. Sedangkan yang berasal dari sebab-sebab konstruksi pada proyek elevated.
umum sebanyak 4 kriteria.
Variabel desain konstruksi memiliki faktor indikator
Berdasarkan pengelompokan yang telah dilakukan, yang kesemuanya berada pada pengguna jasa yakni
terdapat bahwa variabel metodologi kerja yang sebanyak 4 faktor indikator. Bahwa dalam penelitian
merupakan variabel yang memiliki indikator ter- ini, hal yang terkait dengan konsultan perencana
banyak dalam hal terjadinya sengketa konstruksi merupakan suatu kesatuan dengan pengguna jasa.
berdasarkan kecelakaan konstruksi pada proyek el- Sedangkan variabel manajemen pengawasan serta
evated yang terdiri dari 18 faktor indikator. Peng- K3 hanya memiliki 1 faktor indikator dan berada
guna jasa merupakan pelaku penyebab terjadinya pada pengguna jasa.
sengketa yang terjadi akibat adanya kecelakaan
konstruksi pada proyek elevated yang memiliki 13 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ini den-
faktor, sedangkan penyedia jasa hanya 4 faktor indi- gan metode taksonomi dalam analisis kajian litera-
kator dan sebab-sebab umum lainnya 1 faktor. tur, dapat dinyatakan bahwa potensi terjadinya sen-
gketa konstruksi yang disebabkan oleh kecelakaan
Berdasarkan pengelompokan tersebut, terjadinya konstruksi pada proyek konstruksi struktur layang/
sengketa konstruksi yang disebabkan oleh penye- elevated lebih berpotensi diakibatkan pada variabel
dia jasa memiliki potensi terjadi pada variabel mutu metodologi kerja dan mutu dari material. Dimana
dari material dimana terdapat 6 faktor indikator pelaku penyebab terjadinya sengketa konstruksi
yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa kon- tersebut pada variabel meodologi kerja dominan
struksi yang disebabkan oleh kecelakaan konstruksi disebabkan oleh pengguna jasa, serta pelaku pe-
pada proyek konstruksi elevated. Pelaku penyebab nyebab terjadinya sengketa konstruksi pada varia-
Sebab-Sebab Umum hanya terdapat 4 faktor, dima- bel mutu dari material dominan disebabkan oleh
na faktor indikator yang paling banyak yakni seban- penyedia jasa. Pada dasarnya penyebab terjadinya
yak 2 faktor berada pada variabel cuaca yang buruk kecelakaan konstruksi pada proyek elevated me-
dan force majure. mang di dominasi oleh ke 2 variabel tersebut (Ke-
menterian PUPR, 2018).

1 - 40 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

5. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

5.1. Kesimpulan Arifianto, B., 2017. Proyek Infrastruktur Dike-


but, Kecelakaan Konstruksi Rentan Terjadi.
Berdasarkan hasil analisis dari berbagai sumber lit- Pikiran Rakyat, 28 Februari 2018. Diam-
eratur yang relevan dengan faktor-faktor yang ada bil dari: https://www.pikiran-rakyat.com/
dan data yang telah dihimpun dalam penelitian ini, nasional/2018/02/28/proyek-infrastruktur-
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dikebut-kecelakaan-konstruksi-rentan-ter-
jadi-420351. Diakses pada tanggal 2 Maret
A. Bahwa kecelakaan konstruksi untuk setiap proyek 2018.
konstruksi struktur elevated pernah terjadi pada
pelaksanaannya minimal 1 kali peristiwa ke- Hardjomuljadi, S., 2016. Buku Ketiga Alternatif Pe-
celakaan konstruksi. Sedangkan sengketa yang nyelesaian Sengketa Konstruksi di Indonesia.
diakibatkan oleh kecelakaan konstruksi untuk se- Logoz Publishing.
tiap proyek elevated pasti pernah terjadi minimal
1 kali. Pemahaman akan sengketa konstruksi Hardjomuljadi, S., 2018. Wawancara Langsung
yang cukup sering terjadi bukan berarti sengketa Mengenai Perbedaaan Kecelakaan Konstruksi
tersebut sudah sampai kepada arbitrase atau- dengan Kecelakaan Kerja Konstruksi, di Ke-
pun pengadilan, kenyataannya bahwa sengketa menterian Pekerjaan Umum dan Perumahan
dapat diselesaikan dalam beberapa tahap yang Rakyat.
antara lain konsultasi, negosiasi, mediasi, kon-
siliasi, penilaian ahli ataupun dewan sengketa Kementerian PUPR., 2018. Kementerian Pekerjaan
yang merupakan solusi terbaru di dalam peny- Umum dan Perumahan Rakyat: Kompilasi Ke-
elesaian sengketa konstruksi. celakaan Konstruksi Pembangunan Jembatan
Tahun 2017-2018. Direktorat Jenderal Bina
B. Berdasarkan pengelompokan faktor-faktor yang Marga Kementerian PUPR, Februari 2018.
berasal dari literatur-literatur yang ada me-
nyatakan bahwa pengguna jasa merupakan Loughborough, U., dan UMIST., 2003. Health &
pelaku penyebab yang dominan dalam penelitian Safety Executive: Causal Factor in Construc-
ini berdasarkan jumlah faktor indikator terjadin- tion Accidents. HSE Books.
ya kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi
elevated (21 faktor indikator). Sedangkan varia- Soeharto, I., 1997. Manajemen Proyek dari Konsep-
bel metodologi kerja merupakan variabel yang tual Sampai Operasional. Penerbit Erlangga.
dominan berdasarkan jumlah faktor indikator
Sonata, H., 2017. Kajian Lingkungan Perbaikan
terjadinya kecelakaan konstruksi pada proyek
Geometrik Melalui Pembangunan Jalan Lay-
konstruksi elevated (18 faktor indikator).
ang Sitinjau Laut Panorama I. Jurnal Teknik
C. Variabel metodologi kerja (18 faktor indika- Sipil ITP, Volume 4 No. 1, Januari 2017.
tor) dan mutu dari material (7 faktor indikator)
Suraji, A., Duff, A. R. dan Peckitt, S.J., 2001. Devel-
merupakan variabel yang berpotensi menjadi
opment of Causal Model of Construction Ac-
sengketa konstruksi. Dimana pelaku penyebab
cident Causation. Journal of Construction En-
terjadinya sengketa konstruksi tersebut pada
gineering and Management, 127(4), 337-344.
variabel meodologi kerja dominan disebabkan
oleh pengguna jasa (13 faktor indikator), serta Yasin, N., 2004. Mengenal Klaim Konstruksi & Peny-
pelaku penyebab terjadinya sengketa konstruksi elesaian Sengketa Konstruksi. PT. Gramedia
pada variabel mutu dari material dominan dise- Pustaka Utama.
babkan oleh penyedia jasa (6 faktor indikator).

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini se-


lanjutnya adalah perlu dilakukan analisis untuk
mencari faktor dominan yang paling memberikan
pengaruh atas terjadinya sengketa konstruksi yang
disebabkan oleh kecelakaan konstruksi pada proyek
konstruksi struktur layang/elevated.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 41
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

MODEL ADOPSI TEKNOLOGI BETON PRACETAK

Jaka Aditya Rama Pranajaya

Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi


Universitas Katolik Parahyangan
Email: archiaditya@gmail.com

Abstract

The application of technology has been developed in the construction industry and it is realized that it can
increase productivity and accelerate the implementation of construction work. The precast concrete technol-
ogy that has long been present in the Indonesian construction industry, namely since 1979 by bringing a
better advantage of conventional concrete, does not necessarily make precast technology a prima donna in
this industry. In the course of the precast industry in Indonesia has a limited market with lower competition.
Acceptance of precast concrete technology in the Indonesian construction industry still gives many contrac-
tors consideration. The invention results from related literature, formulated a technology adoption model in
the construction world and it is known what factors influence contractors to adopt precast technology. There
are 28 factors that are divided into factors of relative advantage, compatibility, complexity triability, and
observability. Using the Technology Acceptance Model (TAM) which has a construct and ease of use as the
main construct is expected to be able to answer the behavioral intention of the contractor to adopt precast
concrete technology.

Keywords: technology acceptance model, precast, technology adoption

Abstrak

Penerapan teknologi banyak dikembangkan pada industri konstruksi dan disadari dapat meningkatkan
produktivitas dan mempercepat pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Teknologi beton pracetak yang sudah
lama hadir di industri konstruksi Indonesia yaitu sejak tahun 1979 dengan membawa keunggulan yang
lebih baik dari beton konvensional tidak serta merta menjadikan teknologi pracetak sebagai primadona
di industri ini. Dalam perjalanannya industri pracetak di Indonesia memiliki pasar yang terbatas dengan
persaingan yang lebih rendah. Penerimaan teknologi beton pracetak di industri konstruksi Indonesia masih
memberikan banyak pertimbangan kepada kontraktor. Hasil invensi bersumber dari literatur-literatur yg
terkait, dirumuskan model adopsi teknologi di dunia konstruksi dan diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kontraktor mengadopsi teknologi pracetak. Ditemukan 28 faktor yang terbagi kedalam
faktor relative advantage, compatibility, complexity triability, dan observability. Menggunakan Technology
Acceptance Model (TAM) yang memiliki konstruk dan kemudahan penggunaan sebagai konstruk utama
diharapkan mampu menjawab niat perilaku kontraktor mengadopsi teknologi beton pracetak.

Kata kunci: model penerimaan teknologi, beton pracetak, adopsi teknologi

1 - 42 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN hanya berpotensi memberikan keuntungan marginal


(Sijabat dan Nurjaman, 2007 dalam Abduh, 2007).
Penerapan teknologi telah banyak dikembangkan Tidak mengherankan bahwa berdasarkan data Glob-
pada industri konstruksi dan disadari dapat me- al Ranking Logistic Performance Indeks (LPI) yang
ningkatkan produktivitas dan mempercepat pelak- dikeluarkan World Bank 2016, indeks kualitas infra-
sanaan pekerjaan konstruksi ketika teknologi kon- struktur Indonesia berada di peringkat 63, mengal-
struksi diterapkan. Dalam perjalanannya, teknologi ami penurunan peringkat dibandingkan tahun 2014
industri konstruksi dirasakan sangat lambat jika yang berada di peringkat 53. Peringkat kualitas in-
berkaca pada industri telekomunikasi atau indus- frastruktur Indonesia masih dibawah Singapura yang
tri lainnya. Data dari Agen Federal menunjukkan LPI-nya 5, Malaysia (32), Thailand (45). Di ASEAN,
produktivitas industri konstruksi khususnya Amerika peringkat Indonesia hanya lebih tinggi dari negara
Serikat (AS) memiliki sejarah penurunan yang pan- Vietnam (64), Filipina (71), Kamboja (73), Myan-
jang dan berlanjut hingga saat ini. Professor Riset mar (113) dan Laos (152). (http://industri.bisnis.
Teknik sipil Universitas Emeritus, Paul Teichoz per- com/read/20160824/45/578140, diakses tanggal
nah mengatakan bahwa:“Jika anda melihat produk- 12 Oktober 2017). Berdasarkan data Asosiasi Pe-
tivitas tenaga kerja industri manufaktur telah lama rusahaan Pracetak dan Prategang Indonesia (AP3I)
lepas landas dengan tingkat 5% – 6% per tahun, saat ini baru 25,45 juta ton atau sekitar 18,6 persen
sedangkan industri konstruksi mengalami penu- penggunaan beton pracetak sedangkan Kementeri-
runan produktivitas sekitar 0,32% per tahun”(The an PUPR menargetkan penetrasi beton pracetak dan
National Society of Professional Engineers, 2014). prategang sebesar 30 persen pada 2019. Teknologi
Dosen Senior Universitas Meulbourne Matt Stevens pracetak dan prategang untuk beton sudah dikuasai
juga menemukan bahwa:“Kecuali lonjakan produk- oleh industri dalam negeri. Pentingnya dorongan,
tivitas pada tahun 2008 dan 2009, produktivitas in- sosialisasi yang masif dan contoh pemakaian oleh
dustri konstruksi menurun, lebih rendah daripada pihak terkait masih sangat dibutuhkan. (https://
tahun 1993” (The National Society of Professional www.antaranews.com/berita/584301/kemen-pu-
Engineers, 2014). Industri konstruksi memang ti- pr-penetrasi-beton-pracetak-30-persen-di-2019,
dak sepenuhnya merangkul pemanfaatan teknologi diakses tanggal 11 November 2017). Penerimaan
dalam pelaksanaan berkonstruksi. Indonesia send- teknologi beton pracetak di industri konstruksi Indo-
iri sebagai negara berkembang yang masih gencar nesia masih memberikan banyak pertimbangan ke-
dalam pembangunan infrastrukturnya juga, memi- pada kontraktor. Selain pertimbangan biaya yang di-
liki fenomena yang sama dalam penerapan teknolo- anggap lebih tinggi (Khakim, 2011; Rani dan Fuadi,
gi yang ada, contoh, penggunaan teknologi beton 2016) juga dibutuhkan investasi yang besar (Wijaya
pracetak. Meski teknologi ini tidak bisa disebut baru dan Dinariana, 2012; Sianturi, 2012), perencanaan
namun penerapannya dalam industri konstruksi na- awal yang rumit sehingga membutuhkan analisa
sional, terutama untuk proyek-proyek konstruksi yang lebih detail dan kebutuhan peralatan pada saat
bangunan gedung masih relatif terbatas. Penggu- produksi dan transportasi (Wijaya dan Dinariana,
naan teknologi beton pracetak terbukti mengung- 2012; Dewi, 2011; Sianturi, 2012) dan teknologi
guli beton konvensional berdasarkan kriteria kesela- beton pracetak juga dianggap hanya cocok pada pe-
matan kerja (Khakim et al., 2011), kekuatan struktur kerjaan berulang/komponen sejenis (Irianie, 2013;
terjamin (Khakim et al., 2011; Irianie, 2013; Dewi, Dewi, 2011) hal ini menjadi pertimbangan risiko
2011), mutu hasil produksi terjamin (Khakim et al, bagi kontraktor. Keengganan untuk meninggalkan
2011; Dewi, 2011), waktu pelaksanaan pekerjaan metode konvensional dan bergerak keluar dari zona
di lapangan lebih singkat (Khakim et al, 2011; Wi- nyaman merupakan faktor-faktor yang sering mun-
jaya dan Dinariana, 2012; Dewi, 2011; Adiasa et al, cul di dalam perusahaan-perusahaan itu sendiri,
2015; Sijabat dan Nurjaman, 2007 dalam Abduh, masih banyak pertimbangan-pertimbangan yang
2007; Nurjannah, 2011; Rani dan Fuadi, 2016), dan mungkin tidak terlihat jelas dari kacamata kontrak-
tidak dipengaruhi oleh perubahan cuaca (Khakim et tor sehingga penerapan teknologi pracetak di Indo-
al, 2011; Wijaya dan Dinariana, 2012; Dewi, 2011), nesia bergerak sangat lambat dibandingkan dengan
selain itu penggunaan beton pracetak bisa dilakukan industri-industri lainnya. Beberapa penelitian yang
dengan lebih terkontrol, memenuhi efisiensi ener- ditemukan mempersepsikan keuntungan dan ken-
gi, dan mendukung pelestarian lingkungan (Irian- dala dalam penerapan teknologi beton pracetak na-
ie, 2013; Wijaya dan Dinariana, 2012; Nurjannah, mun belum ada penelitian yang mendalam untuk
2011). Melihat kehadiran teknologi beton pracetak menilai faktor-faktor tersebut berkorelasi terhadap
yang sudah lama hadir di industri konstruksi Indo- tingkat adopsi teknologi beton pracetak bagi kon-
nesia yaitu sejak tahun 1979 (Sijabat dan Nurja- traktor serta seberapa besar tingkat adopsi teknolo-
man, 2007 dalam Abduh, 2007) dengan membawa gi beton pracetak saat ini. Untuk itu, penelitian ini
keunggulan yang lebih baik dari beton konvensional ditujukan untuk menyusun model yang sesuai dalam
tidak serta merta menjadikan teknologi pracetak se- pengukuran tingkat adopsi teknologi beton pracetak
bagai primadona di industri ini. Dalam perjalanannya di industri konstruksi yang sudah dimiliki namun
industri pracetak di Indonesia memiliki pasar yang belum sepenuhnya diterapkan secara maksimal oleh
terbatas dengan persaingan yang lebih rendah. Den- kontraktor-kontraktor di Indonesia. Winarko dan
gan demikian industri ini tidak terlalu menarik dan Mahadewi (2013) merangkum beberapa model teori

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 43
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

dasar adopsi teknologi baru; hasilnya terdapat sem- gunakan. Model teori ini telah dipakai oleh Tubula-
bilan model untuk mengukur adopsi teknologi yaitu wony (2010), Akman dan Misra (2015), Hasugian,
: Theory of Reasoned Action (TRA), Technology Ac- (2010) untuk mengukur teknologi e-Procurement;
ceptance Model (TAM), Motivational Model (MM), Lee et al., (2012) mengukur teknologi BIM dan Ma-
Theory of Plan Behavior (TPB), Kombinasi TAM/TPB, thieson et al, (2001) menambahkan Sumber Daya /
Model of PC Utilization (MPCU), Innovation Diffusion Resources ke dalam TAM menjadi TRAM untuk men-
Theory (IDT), Social Cognitive Theory (SCT), Uni- gukur sistem informasi pada internal kontraktor.
fied Theory of Acceptance and Use of Technology
(UTAUT). Kesembilan model berkembang dari satu Beton pracetak adalah beton yang pembuatan adu-
model yaitu (TRA) di mana pada dasarnya mengu- kan, pengecoran dan perawatannya dikerjakan bu-
kur teknologi informasi dan komunikasi serta sistem kan di tempat tujuan akhir. Jarak perjalanannya
informasi. Bersumber dari literatur-literatur yang di- mungkin hanya beberapa meter untuk menghindari
kumpulkan, hasil invensi pada literatur industri lain biaya pengangkutan, atau mungkin ratusan kilome-
(informasi dan komunikasi dan pertanian), dirumus- ter dengan masih mempertimbangkan biaya pem-
kan model adopsi teknologi di dunia konstruksi dan buatan dan pengangkutan (Elliott, 2002). Pracetak
mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempenga- adalah komponen struktur yang dibangun jauh dari
ruhi kontraktor mengadopsi teknologi pracetak. lokasi kemudian dilanjutkan dengan ereksi meru-
pakan metode konstruksi yang seumur dengan
2. TINJAUAN PUSTAKA beton bertulang itu sendiri (Bachman dan Steinle,
2011). Istilah beton pracetak dipergunakan untuk
Definisi mengenai model telah dijabarkan oleh menguraikan berbagai jenis varietas unit beton
Haryati (2012) berdasarkan penelitian Ming et al., yang dicetak dalam acuan, baik di pabrik maupun di
2005; Law dan Kelton (1991) dan Sudarman (1998) lapangan, dan tidak dipasang pada bangunan sam-
menyimpulkan bahwa model adalah suatu desain pai bagian ini mengeras sepenuhnya (Murdock dan
yang menggambarkan bekerjanya suatu sistem Brook, 1991 dalam Siswadi dan Ervianto, 2009). Se-
dalam bentuk bagan yang menghubungkan bagan lanjutnya Wijaya dan Dinariana (2012) mengatakan
atau tahapan melalui langkah-langkah spesifik dan bahwa pracetak merupakan sebuah metode yang
dapat dipergunakan mengukur keberhasilan untuk mana komponen dari sebuah gedung seperti ko-
tujuan mengembangkan keputusan secara valid. lom, balok, plat lantai, dan lain-lain tidak dicetak
Keabsahan suatu model dapat dipertanggung jaw- ditempat atau dicor pada tempat pemasangan kom-
abkan karena model disusun melalui pengkajian ponen tersebut, melainkan dicetak di pabrik. Dari
teoritis dan prosedur ilmiah. pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa beton
pracetak adalah komponen struktur suatu bangunan
Adopsi teknologi yaitu keputusan untuk memanfaat- yang pengerjaannya dilakukan dipabrik dan akan di-
kan penuh inovasi sebagai tindakan terbaik yang rangkai di lokasi proyek setelah umur beton telah
telah tersedia (Roger, 1995 dalam Habets dan Si- mencapai mutu yang disyaratkan.
jde, 2007). Adopsi juga diartikan sebagai langkah-
langkah yang diambil oleh pengambil keputusan se- Penelitian terkait teknologi beton pracetak yang
bagai pertimbangan untuk menerima atau menolak membahas mengenai produk teknologi beton prac-
teknologi baru (Roger, 2003 dalam Sepasgozar et etak ditemukan pada Nurjannah (2011), Tunafiah
al., 2015). Adopsi juga diartikan sebagai peneri- (2017), Setyastuti (2017) dan Rusli et al (2018),
maan, penerapan, penggunaan dan pemanfaatan pembahasan mengenai rantai pasok teknologi be-
(Mizar et al., 2008). Dari literatur yang telah diper- ton pracetak ditemukan pada Abduh (2007), Suy-
oleh model adopsi teknologi dapat diartikan sebagai atna (2017), Puspita dan Nurcahyo (2017) dan
suatu sistem yang menggambarkan langkah-lang- pembahasan mengenai hasil dan evaluasi teknologi
kah spesifik untuk mengukur sejauh mana tingkat beton pracetak ditemukan pada Ervianto (2007),
penerimaan suatu teknologi (dalam hal ini yaitu Dewi (2011), Khakim (2011), Wijaya dan Dinariana
beton pracetak) telah dimanfaatkan oleh organisasi (2011), Rani dan Fuadi (2016) dan Nanyam et al
dalam pengambilan keputusan untuk mencapai tu- (2017). Hasil kajian literatur ini kemudian dirang-
juan proyek. kum menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi
kontraktor mengadopsi teknologi beton pracetak
Model adopsi teknologi dengan pendekatan psikologi yang diterjemahkan menjadi konstruk model yang
telah dikembangkan oleh Davis (1989) yaitu Tech- telah dibangun berdasarkan penelitian Davis (1989)
nology Acceptance Model (TAM) untuk mengukur dan Roger (1995) sehingga menghasilkan hipotesis
teknologi sistem informasi berdasarkan dari model pada setiap konstruk yang mempengaruhinya.
teori TRA oleh Ajzen dan Fishbien (1980) yang pada
dasarnya menggunakan konstruk kegunaan persep- 3. METODE PENELITIAN
sian (perceived usefulness) dan kemudahan peng-
gunaan (perceived ease of use) sebagai construct Metode penelitian yang dilakukan adalah kajian
utama yang akan mempengaruhi niat perilaku in- literatur agar menghasikan konstruk model teori
dividu (behavioral intention). Pemakai teknologi adopsi teknologi dengan pendekatan psikologi yang
akan mempunyai niat menggunakan teknologi jika dikembangkan Davis (1989) dengan konstruk ke-
merasa sistem teknologi bermanfaat dan mudah di- gunaan persepsian dan kemudahan penggunaan,

1 - 44 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

selain itu teori model teknologi dengan pendeka- (2000) dalam Son (2015)”. Penelitian sebelumnya
tan sosial dengan konstruk relative advantage, membuktikan bahwa PU memiliki efek langsung
perceive compatibility, perceive complexity, per- pada niat perilaku pengguna untuk menggunakan
ceive triability dan observability yang dikembang- teknologi (Son, 2015). Dengan demikian hipotesis
kan Roger (1995) juga digunakan karena dianggap pertama dinyatakan bahwa:
mampu menjelaskan karakteristik teknologi prac-
etak berdasarkan temuan literatur. Faktor-faktor H1. PU akan memiliki efek positif pada BI
yang ditemukan dalam teknologi pracetak secara
umum mempertimbangkan biaya, mutu, waktu, PEOU didefinisikan sebagai “sejauh mana pengguna
SDM, pengaruh lingkungan, manajamen pengem- percaya bahwa menggunakan teknologi akan bebas
bangan industri, informasi teknologi, keberlanjutan dari usaha”. PEoU memiliki efek langsung pada PU
pasar, perijinan, regulasi, sosialisasi teknologi, jum- dan kedua keyakinan memiliki efek langsung pada
lah produksi, bentuk/desain proyek dan rantai pa- BI untuk mengunakan teknologi. Penelitian sebel-
sok material produksi. umnya telah membuktikan bahwa PEOU memiliki
efek langsung pada niat perilaku pengguna meng-
4. HASIL DAN PEMBAHASAN gunakan teknologi (Son, 2015). Dengan demikian
hipotesis kedua dinyatakan bahwa:
Menurut TAM perilaku adopsi ditentukan oleh man-
faat yang dirasakan/perceived usefulness dan per- H2. PEOU akan memiliki efek positif pada BI.
sepsi kemudahan penggunaan/perceived ease
of use sistem itu. Penelitian ini memperluas TAM H3. PEOU akan memiliki efek positif pada PU.
berdasarkan karakteristik inovasi teknologi beton
Relative Advantage (RA) / Keuntungan relatif adalah
pracetak. Dalam membangun faktor yang mempen-
sejauh mana suatu inovasi dirasakan lebih baik dari-
garuhi adopsi teknologi beton pracetak. Dua karak-
pada ide itu digantikan. Tingkat keuntungan relatif
teristik yaitu Triability dan Observability yang tidak
dapat diukur dalam istilah ekonomi, tetapi faktor
ditemukan dari literatur teknologi beton pracetak
prestise sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga
kemudian di modifikasi berdasarkan pengertian dari
sering merupakan komponen penting. Tidak ma-
Roger (1995) selanjutnya dapat dilihat pada Gam-
salah apakah inovasi memiliki banyak keuntungan
bar 1.
“obyektif”. Apa yang penting adalah apakah ses-

Gambar 1. Model Analisis Adopsi Teknolongi Beton Pracetak


Peneliti kemudian menterjemahkan kesesuaian kon-
struk yang ada dalam teori model dan mengelom- eorang menganggap inovasi itu menguntungkan.
pokkan faktor-faktor yang diperoleh dari kajian lit- Semakin besar manfaat relatif yang dirasakan dari
eratur kedalam model. Penelitian ini menggunakan suatu inovasi, semakin cepat tingkat adopsi yang
variabel dan indikator yang telah dikaji pada bab akan terjadi. Dengan demikian hipotesis keempat
sebelumnya. Variabel tersebut merupakan indika- dinyatakan bahwa:
tor yang merupakan aktivitas pelaksanaan terkait
H4. RA akan memiliki efek positif pada PU.
konsep dan karakteristik teknologi beton pracetak.
indikator dan subindikator disajikan pada Tabel 1. Compatibility (CB) / Kompatibilitas adalah sejauh
mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan
TAM mendalilkan bahwa niat perilaku pengguna
nilai-nilai yang ada, pengalaman masal lalu, dan
(BI) menggunakan teknologi ditentukan oleh dua
kebutuhan pengadopsi potensial. Sebuah ide yang
keyakinan : perceived usefulness (PU) dan per-
tidak kompatibel dengan nilai-nilai dan norma-nor-
ceived ease of use (PEoU) didefinisikan sebagai “se-
ma umum sistem sosial tidak akan diadopsi secepat
jauh mana pengguna percaya bahwa menggunakan
inovasi yang kompatibel. Adopsi inovasi yang tidak
teknologi meningkatkan kinerja pekerjaannya Davis

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 45
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 1. Faktor Pengaruh Penentuan Estimasi Biaya Tidak Langsung Proyek Konstruksi
Kode Indikator Literatur
RA Relative Advantage
RA.1 Menggunakan teknologi beton pracetak Wijaya dan Dinariana (2012);Adia-
menghasilkan konstruksi yang ramah ling- sa et al. (2015);Tam et al (2007)
kungan
RA.2 Menggunakan teknologi beton pracetak Wijaya dan Dinariana (2012);
dapat mengurangi total biaya kontruksi Abduh, (2007) dalam Dewi,
(2011);Adiasa et al. (2015);Rusli
et al. (2018);Tam et al (2007):
Nanyam et al (2017)
RA.3 Menggunakan teknologi beton pracetak Abduh (2007) dalam Dewi (2011)
menghasilkan mutu pekerjaan lebih baik
RA.4 Menggunakan teknologi beton pracetak Wijaya dan Dinariana (2012);
mempersingkat waktu pekerjaan Abduh, (2007) dalam Dewi,
(2011);Adiasa et al. (2015);Rani
dan Fuadi (2016);Rusli et al.
(2018);Tam et al (2007); Nanyam
et al (2017)
RA.5 Menggunakan teknologi beton pracetak Abduh, (2007) dalam Dewi, (2011)
dapat mengurangi formwork di lapangan
CB Compatibility
CB.1 Teknologi beton pracetak dapat disesuaikan Rusli et al. (2018);Tam et al (2007)
dengan desain perencanaan yang diinginkan

CB.2 Keterbatasan jumlah produsen, instalator Suyatna, (2017); Nanyam et al


dan pelaksana tidak menjadi kendala untuk (2017)
menggunakan teknologi beton pracetak

CB.3 Keterbatasan SDM Ahli yang terbatas ti- Suyatna, (2017); Nanyam et al
dak menjadi kendala untuk menggunakan (2017)
teknologi beton pracetak
CB.4 Regulasi teknis tidak menjadi kendala untuk Suyatna, (2017); Nanyam et al
menggunakan teknologi beton pracetak (2017)

CB.5 Informasi produk teknologi beton pracetak Suyatna, (2017); Nanyam et al


dapat ditemukan dengan mudah (2017)
CX Complexity
CX.1 Menggunakan teknologi beton pracetak Wijaya dan Dinariana (2012), Tam
mempermudah quality control pada saat et al (2007)
pelaksanaan
CX.2 Menggunakan teknologi beton pracetak Abduh, (2007) dalam Dewi,
mempermudah perencanaan kontruksi (2011);Tam et al (2007)

CX.3 Menggunakan teknologi beton pracetak tidak Wijaya dan Dinariana (2012)
terpengaruh terhadap cuaca
CX.4 Menggunakan teknologi beton pracetak han- Adiasa et al. (2015)
ya membutuhkan sedikit sumber daya ma-
nusia
CX.5 Investasi awal yang besar tidak menghalangi Wijaya dan Dinariana (2012);Rani
pengguna dan penyedia jasa untuk menggu- dan Fuadi (2016);Tam et al
nakan teknologi beton pracetak (2007); Nanyam et al (2017)
CX.6 Kebutuhan peralatan konstruksi tidak meng- Wijaya dan Dinariana (2012);Rani
halangi pengguna dan penyedia jasa untuk dan Fuadi (2016);Suyatna, (2017);
menggunakan teknologi beton pracetak Nanyam et al (2017)

CX.7 Analisa awal yang rumit tidak menjadi ken- Wijaya dan Dinariana (2012); Nan-
dala untuk menggunakan teknologi beton yam et al (2017)
pracetak
CX.8 Keterbatasan area proyek tidak menjadi ken- Tam et al (2007); Nanyam et al
dala untuk menggunakan teknologi beton (2017)
pracetak

CX.9 Masalah sambungan beton pracetak dan Tam et al (2007); Nanyam et al


konvensional tidak menjadi kendala untuk (2017)
menggunakan teknologi beton pracetak

1 - 46 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

kompatibel sering membutuhkan penerapan sistem H6. Compatibility akan memiliki efek positif
nilai baru sebelumnya. Dengan demikian hipotesis pada Perceived Ease Of Use.
kelima dan keenam dinyatakan bahwa:
H7. Complexity akan memiliki efek positif pada
H5. CB akan memiliki efek positif pada PU. Perceived Ease Of Use.

H6. CB akan memiliki efek positif pada PEOU. H8. Triability akan memiliki efek positif pada
Perceived Ease Of Use.
Complexity (CX) / Kompleksitas adalah sejauh mana
inovasi dianggap sulit untuk dipahami dan digunak- H9. Observability akan memiliki efek positif
an. Beberapa inovasi mudah dipahami oleh sebagian pada Perceived Ease Of Use.
besar anggota sistem sosial; yang lain lebih rumit
dan akan diadopsi lebih lambat. Dengan demikian 5.2. Saran
hipotesis ketujuh dinyatakan bahwa:
Perlu dilakukan analisis lebih lanjut apakah faktor-
H7. CX akan memiliki efek positif pada PEOU. faktor relative advantage, perceive compatibility,
perceive complexity, perceive triability dan observ-
Triability (T) / Kemungkinan dicoba adalah sejauh ability dan 28 indikator didalamnya mempengaruhi
mana inovasi dapat bereksperimen dengan basis niat perilaku kontraktor menerapkan teknologi be-
terbatas. Ide-ide baru yang bisa dicoba direncana ton pracetak. Selain itu diperlukan analisis untuk
pemasangan umumnya akan diadopsi lebih cepat mencari faktor yang paling dominan yang mempen-
daripada inovasi yang tidak dapat dibagi. Dengan garuhi adopsi teknologi beton pracetak. Hipotesis
demikian hipotesis kedelapan dinyatakan bahwa: yang diperoleh perlu dilakukan analisis lebih lanjut
sehingga diperoleh validitas dalam mengukur model
H8. T akan memiliki efek positif pada PEOU. yang dibangun.

Observability (O)/ Kemungkinan diamati adalah se- DAFTAR PUSTAKA


jauh mana inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Se-
makin mudah bagi individu untuk melihat hasil dari Dedy Wijaya dan Dwi Dinariana. 2012. Efisiensi
sebuah inovasi, semakin besar kemungkinan mer- Harga Metode Pracetak pada Bangunan Bert-
eka untuk mengadopsi. Dengan demikian hipotesis ingkat Rusunawa Prototipe di Wilayah Ja-
kedelapan dinyatakan bahwa: karta dan Papua. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM : Sains, Teknologi dan
H9. O akan memiliki efek positif pada PEOU. Kesehatan / Volume 3. No. 1 – 2012, ISSN
2089-3582 : 211-216
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Halimah Tunafiah (2017). “Keterkaitan Skkni Terha-
5.1. Kesimpulan dap Pelatihan Sektor Jasa Konstruksi Khusus
Bidang Teknologi Beton Pracetak Prategang”.
Berdasarkan temuan literatur yang berkaitan den-
IKRAITH Teknologi / Volume. 1, No. 2 – No-
gan model adopsi teknologi. Model TAM dapat di-
vember 2017. Hal. 38-43
gunakan sebagai acuan untuk menjelaskan niat
perilaku kontraktor menerapkan teknologi beton Hyojoo Son, Sungwook Lee dan Changwan Kim.
pracetak. peneliti juga menemukan lima faktor (2015) “What drives the adoption of build-
utama dan terdapat 28 sub faktor yang dapat di- ing information modeling in design organi-
hubungkan dengan karakter teknologi beton prac- zations? An empirical investigation of the
etak untuk membentuk model adopsi teknologi be- antecedents affecting architects’ behavioral
ton pracetak berdasarkan niat dan perilaku yang intentions”. Automation in Construction, El-
menghasilkan hipotesis pada setiap konstruk yang savier (49): 92 – 99
dibangun yaitu :
Ibrahim Akman dan Alok Mishra. (2015) “Sector
H1. Perceived Usefulness akan memiliki efek positif diversity in Green Information Technology
pada Behavioral Intention practices: Technology Acceptance Model
perspective”. Computers in Human Behavior.
H2. Perceived Ease Of Use akan memiliki efek posi-
Elsavier (49). Hal 477 – 486.
tif pada Behavioral Intention.
Marlinda Dewi Puspita dan Cahyono Bintang Nur-
H3. Perceived Ease Of Use akan memiliki efek posi-
cahyo. (2017) “Analisis Risiko Rantai Pasok
tif pada Perceived Usefulness.
Dinding Beton Pracetak Pada Proyek Pem-
H4. Relative Advantage akan memiliki efek positif bangunan Apartemen Puncak Dharmahusada
pada Perceived Usefulness. Surabaya”, Jurnal Teknik ITS / Volume 6, No.
2 – 2017, ISSN 2337 – 3539.
H5. Compatibility akan memiliki efek positif
pada Perceived Usefulness.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 47
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Muhammad Abduh. 2007. Inovasi Teknologi dan


Sistem Beton Pracetak di Indonesia : Sebuah
Analisa Rantai Nilai. Konstruksi Tahan Gempa
di Indonesia. Seminar dan Pameran HAKI.

Ratih Sarwendah Komala Dewi. 2011. Konstruksi


Pracetak Tahan Gempa pada Rumah Susun
Sewa Sederhana Universitas Muhammadiyah
Malang. Media Teknik Sipil / Volume 9. No. 1
– Februari 2011, 61-69.

Samad M E Sepasgozar dan Leonhard E Bernold.


(2012). “Factors Influencing the Decision of
Technology Adoption in Construction”. ICS-
DEC, ASCE: 654 – 661.

The National Society of Professional Engineers.


2014. Construction Productivity in Decline.
The Magazine for Proffesional Engineers.
Construction Communities.

Thijs Habets dan Peter Van Der Sijde. (2007) “


Adoption Of Innovative Production Technolo-
gies In The Road Construction Industry”.
International Journal of Innovation and
Technology Management, Volume. 4, No. 3:
283–303

1 - 48 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESUKSESAN


HUBUNGAN KERJA SAMA KONTRAKTOR DENGAN
PEMASOK PERALATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI

Heru Utama1, Anton Soekiman2

1
Mahasiswa Magister Teknik Sipil, 2Dosen Magister Teknik Sipil
1,2
Universitas Katolik Parahyangan
Email: heru_utama98@yahoo.com1, soekiman@unpar.ac.id2

Abstract

Limited resources requires the contractor to cooperate or collaborate to be able to participate in the tender process
because of the job requirements demanding the existence of equipment that must be owned by prospective
contractors in participating the bidding. Ideally, cooperation is the most innovative way to anticipate lack of
resources and reduce disputes. However, obstacles such as weak cooperation, lack of trust, and ineffective
communication are due to different backgrounds and are not easy to unite in a team work. Therefore, knowledge
is needed about the factors that lead to the success of collaborative relationships. Based on this, this study
aims to identify factors that influence the success of the collaborative relationship between contractors and
construction equipment suppliers in Dharmasraya Regency followed by weighting factors. Influential factors
were obtained from the results of studies of previous research literature, these factors were then validated
by expert respondents. The method of analysis is carried out by applying the Analytical Hierarchy Process
(AHP). Based on the results of the analysis using AHP obtained nine dominant factors that affect the success
of collaborative relationships, namely: (1) Effective communication; (2) Application of risk management in
collaboration arrangements; (3) Efficient coordination; (4) The technical expertise and experience of expert
personnel; (5) Availability of capital; (6) Commitment to quality; (7) Mutual understanding of changes that
occur during work; (8) Reputation; (9) Respect. This study shows that there are significant indications that
these factors greatly influence the success of collaborative relationships while finding factors that are a major
component in building a successful collaborative relationship.

Keywords: collaborative, success, factors, relationship, AHP

Abstrak

Keterbatasan sumber daya mengharuskan kontraktor melakukan kerja sama atau kolaborasi untuk dapat
mengikuti proses tender karena persyaratan pekerjaan menuntut ketersediaan peralatan yang harus dimiliki
kontraktor. Idealnya, kerja sama merupakan cara paling inovatif untuk mengantisipasi keterbatasan sumber
daya dan mengurangi perselisihan. Namun, kendala seperti lemahnya kerja sama, kurangnya kepercayaan, dan
komunikasi tidak efektif disebabkan karena latar belakang yang berbeda dan tidak mudah untuk menyatukan
dalam sebuah tim. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mengarah pada
kesuksesan hubungan kerja sama. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang berpengaruh pada kesuksesan hubungan kerja sama antara kontraktor dengan pemasok
peralatan konstruksi di Kabupaten Dharmasraya dilanjutkan dengan pembobotan faktor. Faktor-faktor yang
berpengaruh diperoleh dari hasil kajian literatur penelitian terdahulu dan kemudian divalidasi oleh responden
ahli. Metode analisis dilakukan dengan penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan hasil
analisis diperoleh sembilan faktor dominan yang mempengaruhi kesuksesan hubungan kerja sama, yaitu: (1)
Komunikasi yang efektif; (2) Penerapan manajemen risiko dalam pengaturan kerja sama; (3) Koordinasi yang
efisien; (4) Keahlian dan pengalaman personil utama; (5) Ketersediaan modal; (6) komitmen kepada kualitas;
(7) Saling pengertian terhadap perubahan yang terjadi selama pekerjaan; (8) Reputasi; (9) Respect. Penelitian
ini menunjukkan adanya indikasi yang signifikan bahwa faktor-faktor tersebut sangat besar mempengaruhi
kesuksesan hubungan kerja sama sekaligus menemukan faktor yang menjadi komponen utama dalam
membangun hubungan kerja sama yang sukses.

Kata Kunci: kerja sama, sukses, faktor, hubungan, AHP

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 49
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN manajemen dan aktivitas koordinasi dengan


pemilik proyek sementara pemasok berperan dalam
Pada masa lalu, nilai kegiatan konstruksi relatif kecil penyediaan peralatan konstruksi. Kelemahan dari
dibandingkan dengan input sumber daya konstruksi hubungan kerja sama ini adalah ketika pemasok
yang tersedia. Material, sumber daya manusia, peralatan menarik dukungan atau kontraktor
teknologi, dan peralatan dianggap melimpah mengalihkan dukungan dan jika salah satu pihak
untuk mendukung investasi konstruksi setiap berniat menelantarkan proyek, maka pihak lain akan
tahunnya. Menurut Soeparto dan Trigunarsyah ikut menanggung risikonya, sementara fakta bahwa
(2005) kendala yang masih sering terjadi pada pemasok peralatan melaksanakan sebahagian
jasa konstruksi nasional adalah masih terdapatnya besar dari pekerjaan dalam pola kerja sama ini.
kelemahan manajemen, penguasaan teknologi, Dengan demikian, sangat penting untuk menyelidiki
permodalan, logistik, pengadaan serta keterbatasan hubungan kerja sama kontraktor dengan pemasok
tenaga profesional dan tenaga terampil dan peralatan untuk menjamin keberhasilan tujuan
keterlambatan waktu pelaksanaan. Karena masih infrastruktur dan mengingat penelitian mengenai
adanya keterbatasan sumber daya, mengharuskan hubungan kontraktor dengan pemasok peralatan
kontraktor melakukan kolaborasi atau kerja sama belum banyak diteliti oleh peneliti sebelumnya.
untuk dapat mengikuti proses tender karena Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
persyaratan pekerjaan (lampiran syarat-syarat faktor-faktor yang berpengaruh pada kesuksesan
khusus kontrak) menuntut adanya peralatan yang hubungan kerja sama antara kontraktor dengan
harus dimiliki calon kontraktor dalam mengikuti pemasok peralatan proyek konstruksi di Kabupaten
lelang proyek pemerintah. Dengan alasan tersebut, Dharmasraya.
mulai terpikirkan untuk membentuk suatu kerja
sama sementara dalam suatu hubungan kemitraan Adapun manfaat dari penelitian ini adalah bagi
(Smith, 1995 dalam Chandra et al., 2002). pihak kontraktor, dapat meningkatkan kemampuan
Pentingnya kolaborasi atau kerja sama diantara melalui transfer knowledge, serta efisiensi dan
pengusaha lokal yang memiliki sumber daya yang efektifitas dengan melakukan pengendalian faktor-
berbeda dalam usaha memenuhi persyaratan faktor yang teridentifikasi sehingga terhindar dari
ketersediaan peralatan konstruksi/ material untuk keterlambatan yang menyebabkan pembengkakan
mendapatkan dan melaksanakan proyek dimaksud. biaya. Bagi pihak pemasok peralatan, dapat
meningkatkan pangsa pasar dan memperlancar
Masalah keterlambatan progres pekerjaan cash flow perusahaan. Memberikan pemahaman
sering ditemui karena beberapa hal seperti tidak kepada pemilik proyek tentang faktor-faktor kunci
harmonisnya hubungan kerja sama yang terbentuk kesuksesan hubungan kerja sama antara kontraktor
antara kontraktor dengan pemasok, lemahnya dengan pemasok peralatan dan menentukan
koordinasi dalam pelaksanaan pekerjaan serta langkah-langkah prioritas untuk membangun
lemahnya komitmen antara kontraktor dengan hubungan kerja sama yang kuat agar proyek jalan
pemasok. Penerapan kemitraan dalam pelaksanaan di Dharmasraya dapat tercapai sesuai dengan target
proyek konstruksi pemerintah Indonesia antara yang harapkan.
kontraktor dengan pemasok diharapkan menjadi
solusi yang efektif untuk mewujudkan hasil konstruksi 2. TINJAUAN PUSTAKA
yang sesuai mutu yang disyaratkan, biaya yang
dianggarkan dan tepat waktu dalam pelaksanaan. 2.1. Hubungan Kerja Sama dalam Proyek
Perusahaan konstruksi yang melakukan kerja sama Konstruksi
dengan perusahaan lain akan meningkatkan efisiensi
dan mengurangi sumber daya yang dibutuhkan Pengaturan kerja sama yang selanjutnya disebut pola
sehingga dapat meningkatkan keuntungan (Wu et kemitraan dalam konstruksi pada dasarnya diatur
al.,2008). melalui penjelasan umum ayat 2 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang
Dengan tujuan mengatasi masalah yang disebutkan, menyebutkan bahwa asas kemitraan mengandung
peneliti sebelumnya telah menyelidiki hubungan pengertian hubungan kerja sama para pihak yang
antara klien, kontraktor dan konsultan (Anvuur dan harmonis, terbuka, bersifat timbal balik, dan sinergis
Kumaraswamy, 2007; Bresnen dan Marshall, 2002). antara kontraktor jasa, baik yang berskala besar,
Namun, hasil penelitian tersebut belum cukup menengah dan kecil maupun yang berkualifikasi
produktif dalam mengurangi masalah ini. Dalam umum, spesialis dan terampil. Kerja sama usaha
pengadaan proyek di kabupaten Dharmasraya, merupakan salah satu cara para pelaku bisnis untuk
pemilik proyek membuat persyaratan peralatan mengembangkan usahanya hingga menjadi maju.
konstruksi yang harus dipenuhi kontraktor, Menjalin hubungan kerja sama usaha ini mengandung
alternatif cara yang ditempuh mengatasi kendala manfaat yang sangat banyak diantaranya adalah
keterbatasan sumber daya adalah membuat kerja berbagi ilmu, pengalaman, trik bisnis, atau dapat
sama dengan kontraktor pemilik alat, material juga berupa kerja sama penanaman modal untuk
dan pemilik sumber daya lainnya (selanjutnya memajukan usaha yang mereka jalankan, disamping
disebut pemasok peralatan). Dalam kerja sama untuk memperoleh keuntungan atau menaikkan
ini, kontraktor berperan dalam melaksanakan produktifitas perusahaan.

1 - 50 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Dalam melakukan suatu kegiatan bisnis adakalanya erat disebabkan oleh berbagai alasan yang dapat
suatu badan usaha kurang mampu (karena bersifat sukarela dengan mekanisme bertahap
keterbatasan sumber daya), Salah satu alternatif atau direkayasa oleh mekanisme yang ditetapkan
solusi yang dapat dilakukan adalah kerja sama (Bresnen dan Marshall, 2002). Misalnya, organisasi
operasi dengan perusahaan lain. Apalagi semakin bekerja sama secara sukarela untuk meningkatkan
besar dan komplek ukuran maupun lingkup proyek efisiensi internal (Ellinger, 2000; Fawcett dan
mengakibatkan kontraktor tidak mungkin bekerja Magnan, 2002) atau diperlukan adanya berkolaborasi
sendiri, perlu adanya kerja sama atau kemitraan dalam menanggapi tuntutan/tantangan eksternal
dengan pihak lain. Pihak lain dapat berupa (Planning Advisory Service, 2007). Berdasarkan
kontraktor lain, subkontraktor lain, subkontraktor uraian di atas, penelitian ini akan memeriksa alasan
atau supplier (pemasok). perlunya bekerja sama dari dua perspektif. Seperti
pada Gambar 1. yang menggambarkan tekanan
Permasalahan yang merupakan kelemahan eksternal dan tuntutan internal (Wu et al., 2008).
kemitraan adalah ketika salah satu pihak
memutuskan partisipasinya dalam proses hubungan
kerja sama, akan menimbulkan perselisihan
diantara kontraktor yang bermitra. Bahkan apabila
mempengaruhi prestasi pekerjaan maka pihak
owner juga akan menderita dampak hal tersebut.

2.2. Critical Success Factors (CSF)

Konsep Critical Success Factors (CSF) pertama kali


diperkenalkan oleh D. Ronald Daniel pada tahun
1960, konsep ini kemudian dikembangkan oleh John
F. Rockhart (Massachusetts Institute of Technology Gambar 1. Alasan membentuk kerja sama yang
Sloan School of Management) yang timbul karena lebih erat dalam konstruksi
adanya kesadaran dari pemilik perusahaan betapa
pentingnya informasi dalam pengambilan keputusan Seiring dengan meningkatnya kompleksitas
pada era akhir 1970-an dan awal 1980-an. Rockhart pekerjaan dan teknologi konstruksi serta
dan tim Massachusetts Institute of Technology persaingan pasar yang kuat pada industri konstruksi
(MIT) berkonsentrasi untuk membuat suatu menyebabkan munculnya tekanan eksternal.
pendekatan mengidentifikasi dan menentukan Sehingga memaksa suatu perusahaan konstruksi
kebutuhan mereka. Pendekatan dilakukan harus menciptakan hubungan kerja dengan
dengan mengembangkan teori manajemen yang perusahaan lain. Sedangkan tuntutan internal pada
dikemukakan oleh Daniel dengan pendekatan CSF. dasarnya dikarenakan perusahaan tersebut saling
Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan sistem membutuhkan dan saling menguntungkan.
informasi sehingga organisasi hanya berfokus pada
faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan 3. METODE PENELITIAN
program organisasi. Rockhart melakukan
Tahapan untuk mencapai tujuan penelitian ini dimulai
penyaringan faktor-faktor keberhasilan yang paling
dengan merumuskan suatu masalah atau research
berpengaruh dan organisasi akan mengambil
problem untuk menentukan fokus dari penelitian
keputusan penting berdasarkan informasi faktor
yang akan dilakukan. Fokus penelitian pada faktor-
yang paling berpengaruh. Dari sudut pandang
faktor yang mempengaruhi kesuksesan hubungan
manajemen konstruksi, CSF adalah karakteristik,
kerja sama kontraktor dengan pemasok peralatan
kondisi atau variabel yang memiliki dampak
Selanjutnya berdasarkan hasil identifikasi, kemudian
signifikan terhadap suksesnya proyek (Babu dan
disusun daftar kriteria dan subkriteria faktor-faktor
Sudhakar, 2015).
tersebut untuk diajukan kepada responden ahli
Kemitraan atau dalam istilah bahasa Inggrisnya untuk dilakukan validasi. Daftar tersebut akan
partnering merupakan komitmen jangka divalidasi dengan menggunakan teknik wawancara
panjang antara dua atau lebih organisasi dalam semi-terstruktur (dengan pertanyaan terbuka) yang
rangka mencapai tujuan bisnis tertentu dengan melibatkan para pemangku kepentingan (pemilik
memaksimalkan efektivitas sumber daya masing- proyek, kontraktor dan pemasok peralatan) yang
masing peserta. Hubungan ini didasarkan pada memiliki pengalaman pada proyek dengan pola
kepercayaan, dedikasi untuk tujuan bersama, dan kerja sama. Gambar 2 berikut adalah bagan alir
pemahaman tentang nilai dan harapan masing- penelitian ini.
masing individu (Construction Industry Institute,
1991).

Alasan kontraktor dan pemasok bekerja sama


adalah karena adanya hubungan supply-demand di
antara mereka. Namun, bekerja sama secara lebih

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 51
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian


Variabel penelitian ini adalah kriteria dan sub kriteria hubungan kerja sama proyek yang sesuai dengan
faktor-faktor kesuksesan hubungan kerja sama kondisi di Dharmasraya. Sementara untuk variabel
kontraktor dengan pemasok proyek konstruksi yang berbeda dari literatur akan ditambahkan atau
jalan yang diperoleh dari pengolahan 18 jurnal apabila memiliki kesamaan makna maka variabel
ilmiah, 1 penelitian akhir tesis, dan 1 buku ilmiah akan digabungkan.
yang berhubungan dengan analisis faktor yang
berpengaruh terhadap kesuksesan kerja sama. 3.2. Instrumen Penelitian

3.1. Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian ini didasarkan pada survei dan penilaian
tingkat pengaruh dengan menggunakan kuesioner.
Tabel 1. Jumlah Sampel Target Responden Kuesioner terdiri dari dua bagian yang terkait dengan
Jumlah informasi responden dan tingkat kepentingan faktor-
No Target Responden faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan
Sampel hubungan kerja sama kontraktor dengan pemasok.
Pemilik Proyek Responden diminta pendapatnya mengenai
1 30 Sampel seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut
(Owner)
terhadap kesuksesan hubungan kerja sama. Ini akan
2 Kontraktor 30 Sampel didistribusikan di antara pemilik proyek, kontraktor
3 Pemasok Peralatan 15 Sampel dan pemasok peralatan di Dharmasraya. Sasaran
Populasi untuk penelitian ini adalah 45 kontraktor
Total maka berdasarkan Taro Yamane yang dikutip
75 Sampel
Sampel dari Ferdian (2014), ukuran sampel yang sesuai
adalah 30 kontraktor. Kontraktor dipilih karena
Berdasarkan hasil kajian literatur, wawancara kepada pengalaman mereka dalam berurusan dengan
responden ahli dan bimbingan diperoleh 50 variabel pemasok peralatan. Tabel 1 berikut merupakan
faktor kesuksesan hubungan kerja sama proyek. target responden penelitian ini.
Kemudian kriteria dan sub kriteria akan divalidasi oleh
responden ahli. Validasi oleh responden ahli untuk 3.3. Analisis Metode AHP
menentukan kriteria dan sub kriteria kesuksesan

1 - 52 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Teknik analisis data pada penelitian ini dilakukan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy
Process (AHP). Metode AHP dikembangkan oleh 4.1 Validasi Variabel Penelitian
Thomas L. Saaty seorang Guru Besar Matematika
dari University of Pittsburgh pada tahun 1970. Seperti telah dibahas pada Bagian 3, validasi
Metode ini ditujukan untuk menguantitatifkan variabel dilakukan untuk menentukan variabel-
pendapat responden yang bersifat kualitatif. AHP variabel yang akan digunakan pada penelitian ini
memaksa responden untuk membandingkan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik proyek
faktor satu dengan yang lainnya mengenai tingkat di Kabupaten Dharmasraya. Singkatnya, ini adalah
pengaruhnya terhadap kesuksesan hubungan sistem yang didasarkan pada penilaian peneliti
kerja sama, sehingga responden dituntut untuk dan tujuan studi. Ini sangat berguna dalam tahap
mempertimbangkan konsistensi jawaban. awal studi dengan topik yang luas (Babbie, 1988).
Hal ini dilakukan untuk penyusunan instrumen
Tahapan-tahapan yang dilakukan dengan pengumpulan data. Tahap awal meminta lima
menggunakan metoda AHP adalah: responden responden ahli untuk mengidentifikasi
sepuluh faktor teratas yang mereka yakini penting
A. Pembuatan struktur hierarki, Langkah pertama untuk mencapai hubungan yang sukses dan terdapat
yaitu menentukan kriteria dan sub kriteria yang dua dari lima responden yang mengidentifikasi lebih
akan digunakan di dalam analisis dan membuat dari sepuluh faktor. Tahap berikutnya responden
struktur hierarki berdasarkan kriteria dan sub diberikan daftar kriteria dan subkriteria kemudian
kriteria tersebut. responden diminta untuk memberikan pendapat
berupa setuju dan tidak setuju dengan variabel-
B. Pembuatan matriks perbandingan berpasangan variabel tersebut beserta komentar.
antar kriteria dan sub kriteria
4.2 Penggabungan Faktor-Faktor Kesuksesan
C. Menghitung perkalian matriks A dengan bobot Kerja Sama
vektor
Dalam tahap ini peneliti menggunakan metode
D. Analisis konsistensi, Dalam penilaian tingkat wawancara dimana para ahli diminta untuk
kepentingan diperlukan suatu konsistensi menggabungkan dua atau lebih variabel apabila
jawaban, misalnya: bila A > B dan B > C, maka terdapat kesamaan arti atau kemiripan tujuan
seharusnya A > C. Namun dalam kenyataan, dari variabel tersebut. Hasil wawancara tersebut
konsistensi 100% sulit untuk dicapai akibat kemudian disimpulkan oleh peneliti untuk
keterbatasan kemampuan numerik manusia memperoleh indikator yang digunakan pada
dimana prioritas yang diberikan untuk penelitian ini. Variabel dikelompokkan menjadi
sekumpulan penilaian tidaklah selalu konsisten empat kriteria yaitu, kriteria manajemen proyek,
secara logis. Oleh karena itu, perlu dihitung operasional, sosial dan budaya, eksternal. Secara
nilai Indeks Konsistensi/Consistency Index lengkap hasil validasi (penggabungan dan eliminasi)
(CI) dan Consistency Ratio (CR) dari matriks variabel penelitian dari 50 (lima puluh) variabel
perbandingan berpasangan dengan Persamaan menjadi 18 (delapan belas) variabel. Tabel 3
(a) dan (b) untuk mengetahui tingkat konsistensi menunjukkan hasil validasi variabel penelitian oleh
jawaban responden. responden ahli.

(a)

(b)

dengan CI = consistency index, λ max = nilai eigen


terbesar, n = jumlah elemen yang dibandingkan, CR
= consistency ratio, RI = random index, di mana
nilai RI ditentukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Tabel Nilai Random Index
Orde matriks 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

Sumber : Ferdian (2014)

Saaty menerapkan bahwa suatu matriks


perbandingan adalah konsisten bila nilai CR tidak
lebih dari 10%.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 53
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 3. Hasil validasi variabel penelitian terhadap responden ahli


Referensi Tinjauan Literatur Hasil Validasi
Kriteria Proses Metode
[1],[2],[3],[4],[5],[6],[7],[8],[9],
Komunikasi yang efektif (1) Komunikasi yang efektif
[10],[11],[12],[13],[14]

[4],[9],[15] Pembentukan dan komunikasi strategi


penyelesaian konflik (2)

[1],[3],[6],[9],[7],[11],[15] Mengembangkan gaya konsensus, kom- Kemampuan pemecahan


promi dan kooperatif dalam pemecahan masalah
masalah (3)

[6],[11],[16] Pembagian risiko & manfaat yang setara Penerapan manajemen


(4) risiko dalam pengaturan
[6],[11] Klausul kontrak yang adil (5) kerjasama

[17] Manfaat antara kolaborator dirasakan


seimbang (6)

[1],[3],[4],[9] Koordinasi yang efisien (7) Koordinasi yang efisien


[3],[15] Pemantauan proses kemitraan secara
regular (8)
[15],[3],[4],[7],[10] Definisi tanggung jawab yang jelas (9)
[3],[5],[6],[11] Kerja sama antar pihak yang efektif (10)
[2],[3],[4],[5],[11] Pemahaman yang jelas tentang peran (11)
[7] Berbagi andil dalam proses dan hasil (12)
[6] Pengelolaan tim proyek (13)
[2],[9],[11], [17] Struktur organisasi dan gaya manajemen Sistem dan prosedur ad-
perusahaan yang fleksibel (14) ministrasi yang ringkas
Kriteria Tujuan dan Pengelolaan Sumber Daya
[2],[4],[5],[7],[8],[9] Keahlian teknis dan kompetensi kerja yang Keahlian dan pengalaman
baik (15) Personil utama
[18] Kemampuan dan Keadilan manejer proyek
yang bagus (16)
[17] Sumber daya staf yang memadai (17)
[7],[17] Perencanaan proyek yang jelas dan pemili-
han Anggota serta penempatan tugas yang
tepat (18)

[1],[2],[3],[4],[5],[6],[10], [11],[15] Saling percaya (19) Kepercayaan


[1],[2],[3],[4],[5],[9] Komitmen jangka panjang (20)

[1],[6],[7],[8],[9],[19] Tujuan yang kompetibel (21) Konsistensi terhadap


[2],[4],[5],[8] Konsistensi terhadap tujuan (22) tujuan dan sasaran
[1],[3],[4],[6],[8],[18] Komitmen untuk Sikap Win-Win (23)
[17] Sumber daya waktu yang tersedia (24)

[2],[4],[5] Komitmen kepada kualitas (25) Komitmen kepada kualitas

[14],[18],[20] Ketepatan waktu pembayaran (26) Ketepatan waktu pem-


bayaran

[17],[7],[9],[18] Sumber anggaran yang memadai (27) Ketersediaan modal (finan-


[2],[4],[5] Keamanan keuangan (28) sial)
Kriteria Karakteristik Keanggotaan
[7],[19] Kemampuan beradaptasi (29) Beradaptasi untuk mem-
[2],[5] Kecocokan budaya yang baik (30) pertahankan kerjasama

[4],[5],[7] Fleksibilitas untuk perubahan (31) Saling pengertian dalam


perubahan yang terjadi
selama pekerjaan

[6] Perilaku : belajar dan berbagi (32) Berbagi ilmu (shared


knowledge)
[9] Respect (33) Saling menghargai, men-
jaga Hubungan baik
Karakteristik Lingkungan
[7],[9],[11] Pengalaman/ Riwayat kolaborasi (34) Reputasi

[1],[3],[4],[10],[17],[15] Keterlibatan pemangku kepentingan (35) Keterlibatan dari Owner


[7] Iklim politik yang menguntungkan (36) (Pemilik Proyek)

[Hasil wawancara] Fleksibilitas aturan dari pemilik proyek (37) Fleksibilitas aturan dari
pemilik proyek

Sumber : Hasil olahan, 2018

1 - 54 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Referensi faktor : [1]Cheng et al. (2000); [2]Black Kuesioner perbandingan berpasangan AHP terdiri
et al. (2000); [3]Dikmen et al. (2008); [4]Awodele dari dua tingkatan perbandingan yaitu perbandingan
et al. (2007); [5]Chen dan Kao (2010) ; [6]Wu antar kriteria dan antar subkriteria bobot total
et al. (2008); [7]Mattessich dan Monsey (1992); penilaian kriteria dan sub kriteria yang diperoleh
[8]Karlsen et al. (2008); [9]Wong dan Cheung seperti ditunjukkan di dalam Tabel 4.
(2005); [10]Shelbourn et al. (2007); [11]Adnan et
al. (2011) [12]Arditi and Guanaydin (1998); [13] Penilaian perbandingan kepentingan untuk kriteria
Walker (1996); [14]Fryer (1997); [15]Chan et al. memiliki rasio konsistensi (CR) sebesar 0,06%
(2004); [16]Chua et al. (1999); [17]Akintoye dan atau lebih kecil dari nilai batas konsistensi (α) yang
Main (2007); [18]McCord dan Gunderson (2014); dipersyaratkan, begitu juga CR untuk masing-
[19]Hollands (1997); [20]Allen et al. (1996); masing sub kriteria yang berarti penilaian oleh
responden sudah konsisten.
Kuesioner yang disebarkan sebanyak 75 kuesioner
dan yang diterima kembali sebanyak 60 set dengan Berikut ini adalah faktor kesuksesan hubungan kerja
demikian diperoleh response rate sebesar 80%. sama antara kontraktor dan pemasok peralatan yang
dominan di Kabupaten Dharmasraya berdasarkan
4.3 Pembobotan Kriteria dan Sub kriteria AHP keseluruhan kategori responden.
Tabel 4. Bobot Akhir dan Ranking Tingkat Pengaruh Kriteria dan Sub kriteria
Sub kri- Kriteria Subkriteria
Kriteria teria Deskripsi
Bobot Rank Bobot Rank

X1 Proses Metode 36,5% 2

X11 Komunikasi yang efektif 30,8% 1

X12 Kemampuan pemecahan masalah 15,9% 4

Penerapan manajemen risiko dalam pengaturan


X13 19,6% 3
kerjasama

X14 Koordinasi yang efisien 19,9% 2

X15 Sistem dan prosedur administrasi yang ringkas 13,8% 5

Consistency Ratio (CR) Sub kriteria 0,5%

X2 Tujuan dan Pengelolaan Sumber Daya 37,4% 1

X21 Keahlian dan pengalaman personil utama 21,2% 1

X22 Kepercayaan 14,9% 4

X23 Konsistensi terhadap tujuan dan sasaran 13,8% 6

X24 Komitmen kepada kualitas 17,0% 3

X25 Komitmen ketepatan waktu pembayaran 14,0% 5

X26 Ketersediaan modal (finansial) 19,1% 2

Consistency Ratio (CR) Sub kriteria 0,6%

X3 Karakteristik Keanggotaan 12,7% 4

X31 Beradaptasi untuk mempertahankan kerjasama 26,6% 3

Saling pengertian terhadap perubahan yang terjadi


X32 27,7% 1
selama pekerjaan

X33 Berbagi ilmu (shared knowledge) 18,5% 4

Respect (saling menghargai dan menjaga hubun-


X34 27,2% 2
gan baik)

Consistency Ratio (CR) Sub kriteria 0,1%

X4 Karakteristik Lingkungan 13,4% 3

X41 Reputasi 44,8% 1

X42 Keterlibatan dari Owner (Pemilik Proyek) 31,9% 2

X43 Fleksibilitas aturan dari Owner 23,3% 3

Consistency Ratio (CR) Sub kriteria 0,3%

Consistency Ratio (CR) Kriteria 0,06%

Sumber : Hasil olahan, 2018

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 55
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

A. Kriteia Proses/Metode 1. Keahlian dan pengalaman personil utama (X21)

1. Komunikasi yang efektif (X11) Bekerja sama dengan orang yang ahli sesuai
bidangnya akan meningkatkan kepercayaan
Semua responden memiliki kesamaan paham mitra, kepercayaan akan menciptakan rasa aman
dengan memberikan bobot tertinggi terhadap bagi mitra sehingga kerja sama dapat berjalan
faktor ini. Hasil penelitian ini menguatkan dengan baik. Hasil ini bertepatan dengan Baker
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan et al. (1988) bahwa kinerja teknis secara integral
oleh Cowan et al. (1992) yang menyebutkan terkait dengan keberhasilan yang dirasakan dari
bahwa keberhasilan suatu hubungan kerja dapat suatu proyek. Keahlian dan pengalaman personil
ditunjukkan dengan tingkat kualitas komunikasi utama mempengaruhi komitmen kontraktor
yang tinggi. Komunikasi adalah aspek yang dan pemasok peralatan dalam mengarahkan
sangat penting dari kerjasama, dan dianggap gambar dan spesifikasi untuk mendapatkan
sebagai “ekspektasi bilateral” bahwa perusahaan kualitas yang dibutuhkan dan kinerja yang baik
akan secara proaktif memberikan informasi yang serta memudahkan kontraktor dalam menangani
berguna untuk mitra (Heide dan John, 1992). pemasok peralatan di lokasi. Sejalan dengan
Lendra dan Andi (2006) yang menyebutkan
2. Penerapan manajemen risiko dalam pengaturan bahwa sumber daya manusia (termasuk skill)
kerja sama (X13) dan pengalaman perusahaan menangani tipe
pekerjaan dan ukuran proyek yang sama
Untuk meningkatkan komunikasi yang efektif
merupakan parameter-parameter yang paling
maka langkah yang perlu dilakukan adalah
mempengaruhi kepercayaan dalam hubungan
memberikan pemahaman yang jelas mengenai
kemitraan.
pentingnya penerapan manajemen risiko proyek
dalam mencapai kesuksesan kerja sama. 2. Ketersediaan modal (finansial) (X26)
Cetindamar et al. (2005) membuktikan bahwa
membangun mekanisme komunikasi dalam Sifat situasi politik dan ekonomi pemerintah
rantai pasokan akan meningkatkan kepercayaan dalam membiayai proyek menyebabkan
dan berbagi pengetahuan, sehingga mengarah keterlambatan pembayaran kepada kontraktor,
ke manajemen kolaborasi yang efektif. Apabila sehingga kontraktor harus memiliki keuangan
tidak terjalin komunikasi yang baik maka akan yang baik dan kuat kemampuan untuk dapat
berpengaruh pada kegiatan lain seperti proses membayar pemasok peralatan dengan segera
pemecahan masalah, pengaturan kontrak, agar proyek dapat diselesaikan dengan benar
pengaturan koordinasi dan setiap prosedur dan tepat waktu. Keterlambatan akan berdampak
administrasi akan dipandang sebagai penghalang negatif terhadap keseluruhan kinerja proyek dan
kesuksesan kerja sama. kemudian berpengaruh negatif pada hubungan
kerja sama. Hasil ini sejalan dengan Arditi dan
3. Koordinasi yang efisien (X14) Chotibhongs (2005) dan Enshassi et al. (2009)
yang menyatakan bahwa ketepatan waktu
Kontraktor dan pemasok peralatan harus
pembayaran dari pemilik proyek berpengaruh
menyadari jika pola koordinasi baik, maka
banyak terhadap pemasok, pembayaran tertunda
kesuksesan kerja sama akan mempunyai
dari kontraktor yang juga menerima pembayaran
lebih besar kemungkinan untuk tercapai jika
tertunda dari pemilik adalah penyebab gesekan
dibandingkan dengan pola koordinasi yang
antara kedua pihak dan mempengaruhi kinerja
buruk. Disamping itu koordinasi dapat dilihat
proyek.
sebagai proses pengelolaan sumber daya
secara terorganisir sehingga tingkat efisiensi 3. Komitmen kepada kualitas (X24)
operasional yang lebih tinggi dapat dicapai untuk
suatu proyek (Hossain, 2009). Di sinilah fungsi Bentuk komitmen kontraktor adalah dengan
manajemen proyek dalam mengkoordinasikan memenuhi segala kebutuhan sumber daya
proses yang saling terkait seperti merencanakan, dan biaya dalam usaha pencapaian kualitas.
mengatur dan mengendalikan kegiatan Kontraktor menyadari bahwa kualitas hasil
konstruksi untuk memperoleh hasil yang terbaik pekerjaan yang dihasilkan pada tahap
(Babu dan Sudhakar, 2015). Sejalan dengan pelaksanaan akan mempengaruhi kelangsungan
hasil Enshassi et al. (2009) dan Eom et al. penggunaan hasil pekerjaan dimasa yang akan
(2008) yang mengkonfirmasi bahwa koordinasi datang. Sejalan dengan pendapat Awodele
yang terus menerus dan hubungan kolaboratif dan Ogunsemi (2007) bahwa sikap para pihak
antara peserta proyek diperlukan selama siklus terhadap komitmen memiliki pengaruh besar
hidup proyek untuk memecahkan masalah, untuk pada kualitas hasil. Selain itu hasil pekerjaan
meningkatkan tingkat kerjasama, produktivitas yang tepat mutu dapat menekan biaya
dan mengembangkan kinerja proyek. pemeliharaan serta dapat menghindari komplain
dari owner akibat kerusakan jalan. Namun
B. Kriteria Tujuan dan Pengelolaan Sumber Daya demikian berdasarkan persepsi ketiga kategori

1 - 56 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

tersebut faktor komitmen kepada kualitas masih proyek dimulai, kepercayaan dan kesetaraan
berada pada tingkat pengaruh yang kuat. Artinya menjadi penentu dominan pada masa depan
masyarakat konstruksi masih menempatkan hubungan kerja sama.
kualitas sebagai kriteria utama selain biaya dan
waktu sebagai tujuan yang ingin dicapai dalam 5. KESIMPULAN DAN SARAN
suatu proyek.
5.1 Kesimpulan
C. Kriteria Karakteristik Keanggotaan
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor
1. Saling pengertian terhadap perubahan yang yang mempengaruhi kesuksesan kerja sama
terjadi selama pekerjaan (X32) kontraktor dengan pemasok peralatan konstruksi
yang telah identifikasi dalam penelitian ini, dapat
Karakteristik proyek yang dinamis menyebabkan ditarik kesimpulan sebagai berikut :
kemungkinan terjadinya perubahan. Menghadapi
perubahan tentunya butuh pengertian dari A. Teridentifikasi 18 faktor kesuksesan kerja sama
berbagai pihak. Hasil ini sejalan dengan Enshassi antara kontraktor dan pemasok peralatan
dan Shoman (2008) yang menyebutkan kerjasama di Dharmasraya. Faktor-faktor tersebut
dan saling pengertian antara kontraktor dan dikelompokkan menjadi empat kriteria yaitu
personil utama dapat meningkatkan efisiensi proses/metode, tujuan dan pengelolaan sumber
dan kinerja pekerjaan dan dapat meminimalkan daya, karakteristik keanggotaan, karakteristik
konflik dan perselisihan. Fleksibilitas masing- lingkungan.
masing pihak menurut kontraktor menjadi faktor
yang harus dimiliki oleh masing-masing pihak. B. Berdasarkan hasil pembobotan dengan
Bagaimana pihak-pihak yang terlibat memandang pendekatan Analitical Hierarchy Process (AHP)
bahwa perubahan dalam proyek harus sama- terhadap kontraktor, pemasok peralatan dan
sama dimengerti dan dicarikan penyelesaiannya owner, diperoleh beberapa faktor dominan yang
untuk menjaga kesuksesan hubungan kerja mempengaruhi kesuksesan kerja sama. Hasil
sama. tersebut menunjukkan adanya indikasi yang
signifikan bahwa faktor-faktor tersebut sangat
2. Respect (saling menghargai dan menjaga besar mempengaruhi kesuksesan kerja sama.
hubungan baik) (X34) Faktor-faktor dominan tersebut adalah:

Sikap Respect ditunjukkan dengan cara 1. Kriteria proses/metode, yaitu: Komunikasi


menghargai setiap hasil usaha yang telah yang efektif
dilakukan mitra dengan memberikan reward atau
bisa juga berbentuk ketertarikan selama proses 2. Kriteria pujuan dan pengelolaan sumber
diskusi. Sehingga mitra akan merasakan bahwa daya, yaitu: Keahlian dan pengalaman
hubungan kerja sama memberikan nilai manfaat. personil utama
Wood and McDermott (1999) dalam Wong dan
3. Kriteria karakteristik keanggotaan, yaitu:
Cheung (2005) menyampaikan bahwa kinerja
Saling pengertian terhadap perubahan yang
mitra pada dasarnya bisa dipantau dengan
terjadi selama pekerjaan
menghormati upaya yang telah dilakukan dan
menghargai yang telah diberikan. 4. Kriteria karakteristik lingkungan, yaitu:
Reputasi
D. Kriteria Karakteristik Lingkungan
C. Memberikan kontribusi bagi pihak owner,
1. Reputasi (X41)
kontraktor dan pemasok peralatan dalam
Kontraktor berpendapat bahwa sangat penting menentukan komponen utama dalam membangun
mempertimbangkan reputasi mitra kerja hubungan kerja sama yang sukses dan menentukan
sama, kontraktor akan berusaha mencari tahu langkah-langkah untuk membangun hubungan
bagaimana reputasi calon mitra kerja sama kerja sama yang kuat.
nantinya. Reputasi adalah aset tidak berwujud
(intangible asset) dan didefinisikan dalam studi ini
sebagai persepsi pembeli terhadap keadilan dan
kejujuran perusahaan pemasok dan gambaran
tentang perusahaan pembeli (Ganesan,
1994). Ghosh dan John (2009) menambahkan
sebagai aset tidak berwujud, reputasi memberi
isyarat informasi tentang kualitas dan kinerja
perusahaan. Wagner et al. (2011) menyatakan
reputasi pemasok di awal proyek penting bagi
masa depan hubungan kerja sama, tetapi setelah

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 57
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

5.2 Saran Wagner, S. M., Coley, L. S., Lindemann, E. (2011).


“Effects of Suppliers’ Reputation on The
Perlu pengembangan lebih lanjut mengenai Future of Buyer–Supplier Relationships: The
tingkat pengaruh masing-masing faktor yang Mediating Roles of Outcome Fairness and
mempengaruhi kesuksesan kerja sama kontraktor Trust”. Journal of Supply Chain Management.
dengan pemasok peralatan konstruksi. Disamping Vol. 47, No. 2, pp. 29-48.
itu, penelitian selanjutnya perlu untuk mengetahui
dan menganalisis perbedaan pandangan antara
pihak owner, kontraktor, pemasok peralatan
sehubungan faktor yang paling berpengaruh
terhadap kesuksesan hubungan kerja sama antara
kontraktor dengan pemasok peralatan.

DAFTAR PUSTAKA

Anvuur, A. M., Kumaraswamy, M. M. (2007).


“Conceptual model of partnering and
alliancing”. Journal of Construction Engineering
Management, vol. 133, pp. 225-234.

Babu, S.S., dan Sudhakar. (2015). “Critical


Success Factors Influencing Performance of
Construction Projects”. International Journal
of Innovative Research in Science, Engineering
and Technology, Vol. 4, 3285-3292.

Black, C., Akintoye, A., dan Fitzgerald, E. (2000).


“An analysis of success factors and benefits
of partnering in construction”. International
Journal of Project Management, vol. 18, pp.
423-434.

Bresnen, M., Marshall, N. (2002). “The engineering


or evolution of co-operation? A tale of two
partnering projects”. International Journal of
Project Management, 20 (7), 497-505.

Chan, A. P. C., Chan, D. W. M., Chiang, Y. H.,


Tang, B. S., Chan, E. H. W., and Ho, K. S. K.
(2004). “Exploring critical success factors for
partnering in construction projects”. Journal of
Construction Engineering and Management,
pp. 188-198.

Eom, C.S.J., Yun, S.H. and Paek, J.H. (2008).


“Subcontractor Evaluation and Management
Framework for Strategic Partnering”. Journal
of Construction Engineering and Management,
134(11), pp. 842-851.

Hossain, L. (2009). “Communication and coordination


in construction projects”. Construction
Management and Economics, 27:1, pp 25-39.

Mattessich, P. W., Monsey, B.R. (1992).


“Collaboration: What Makes It Work, A Review
of Research Literature on Factors Influencing
Successful Collaboration”. The Amherst H.
Wilder Foundation. USA.

Saaty, L, T. (1990). “How to Make a Decision : The


Analytic Hierarchy Process”. European Journal
of Operational Research, Vol. 48, No. 1. 9–26.

1 - 58 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

ANALISA RISIKO PEMELIHARAAN


PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR BAKU
DI KAWASAN PERBATASAN
Studi Kasus Kegiatan Penerapan Teknologi Pengolahan Air Baku
di Kawasan Perbatasan Paloh – Sajingan Besar, Dusun Sebuluh,
Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas,
Provinsi Kalimantan Barat

Hermansyah1 dan Anton Soekiman2

Mahasiswa Magister Teknik Sipil,


1

2
Dosen Magister Teknik Sipil
1,2
Universitas Katolik Parahyangan
Email: athalan_hermansyah@yahoo.com1, soekiman@unpar.ac.id2

Abstract

Every activity has risks, as well as the Project Maintenance Activities for the Implementation of Raw Water
Treatment Technology in the Border Areas, often maintenance of construction buildings is neglected so that
the age of buildings and their benefits is short. Quantitative analysis based on FMEA results obtained the
top two ranks which have the greatest risk: Broken pipes and filtration tanks, reservoir tanks and leaky
clean water storage tanks. Using the Decision Trea, it will be decided whether the highest risk detected is
maintenance work will be delayed or continue to be carried out. the costs incurred are quite large. then
the risk response carried out is by avoidance or by intensifying supervision on prototypes without adding
labor as well as repairs with material purchased from the local area with careful planning will be better and
intensify supervision in the field to mitigate the impact if this happens.

Keywords: prototype, mitigate, risk, RPN, FMEA

Abstrak

Setiap kegiatan memiliki risiko, begitu pula kegiatan Proyek Pemeliharaan Penerapan Teknologi Pengolahan
Air Baku di Kawasan Perbatasan, seringkali pemeliharaan terhadap bangunan konstruksi terabaikan
sehingga umur bangunan dan manfaatnya menjadi pendek, Analisis kuantitaif berdasarkan pada hasil
FMEA diperoleh dua peringkat teratas yang memiliki risiko paling besar yaitu : Pipa putus dan Bak filtrasi,
Bak reservoar serta Tangki penampung air bersih bocor. Menggunakan Decision Trea, akan diputuskan
apakah dengan risiko tertinggi yang terdeteksi tersebut pekerjaan pemeliharaan akan tertunda atau tetap
dilaksanakan. biaya yang dikeluarkan cukup besar. maka respon risiko yang dilakukan adalah dengan
avoidance (menghindari) atau dengan lebih mengintensifkan pengawasan pada prototip tanpa menambah
tenaga kerja begitu pun pada kegiatan perbaikan dengan bahan material membeli dari daerah setempat
dengan perencanaan yang matang akan lebih baik dan mengintensifkan pengawasan dilapangan melakukan
mitigate (mengurangi) terhadap dampak yang ditimbulkan jika hal tersebut terjadi.

Kata Kunci: prototip, mitigate, risiko, RPN, FMEA

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 59
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan perbatasan merupakan batas teritorial 2.1. Teori Risiko


Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
masih terdapat konflik mengenai batas negara yang Istilah risiko sering disamakan dengan ketidakpastian
dapat mempengaruhi pertahanan dan keamanan (uncertainty, padahal keduanya memiliki perbedaan,
nasional. Kawasan perbatasan juga memiliki nilai yakni risiko lebih memiliki peluang lebih besar
strategis dalam mendukung pembangunan nasional untuk terjadi dibandingkan ketidakpastian (Frame,
agar tidak terjadi kesenjangan dengan kawasan 2003). Lebih lanjut menurut Vaughan (1997),
perbatasan negara tetangga, untuk mendukung ketidakpastian merupakan suatu kondisi pikiran
pembangunan kawasan perbatasan, sebagai seseorang yang penuh keraguan diakibatkan oleh
kawasan strategis nasional dalam konteks ekonomi, kekurangan informasi tentang apa yang akan terjadi
pertahanan, dan keamanan. atau tidak dimasa depan.

Penanganan yang diperlukan untuk masyarakat Risiko memiliki dua komponen penting, yaitu peluang
Kecamatan Paloh adalah air bersih dengan terjadinya (likehood) dan konsekuensi yang terjadi
memanfaatkan sumber air baku yang ada dengan (impact) (Kerzner, 1998 p.905). jika kemungkinan
membuat prototip instalasi pengolahan air bersih di suatu risiko lebih besar terjadi, maka semakin tinggi
Kecamatan Paloh. risikonya, semakin besar dampak dari risiko yang
ditimbulkan.
Setelah Teknologi Pengolahan Air Baku selesai
dibuat dan berhasil dioperasikan muncul suatu 2.2. Manajemen Risiko
permasalahan baru yaitu bagaimana cara merawat
prototipe tersebut agar mesin prototipe tahan Manajemen risiko proyek adalah proses yang
lama, perawatan yang teratur (berkelanjutan), sistematis dalam merencanakan, mengidentifikasi,
aman digunakan oleh warga, terutama pada musim menganalisis, merespon dan mengontrol risiko
kemarau, dimana terjadi penurunan kuantitas proyek (Project Risk Management Handbook,
sehingga diperlukan alternatif pemilihan sumber 2003). Manajemen risiko adalah proses pengukuran
air baku, sedangkan dari segi kualitas diperlukan atau penilaian risiko serta pengembangan strategi
teknologi pengolahan air baku yang tepat guna. pengelolaannya.
Dengan adanya pemeliharaan terhadap prototipe
2.3. Tahapan Manajemen Risiko
teknologi ini diharapkan mampu melayani sebesar
72 KK (360 orang) Penduduk Dusun Sebuluh, Desa Proses-proses yang dilakukan dalam manajemen
Sebubus. risiko diantaranya (American National Standard,
2004):
1.1. Rumusan Masalah
A. Perencanaan manajemen risiko;
Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan
B. Identifikasi risiko;
diatas, maka penulis melakukan perumusan masalah
C. Menganalisis dampak risiko, baik Kualitatif
sebagai berikut :
maupun Kuantitatif
Permasalahan yang muncul adalah seringkali
2.4. Penanganan Risiko
pemeliharaan bangunan konstruksi diabaikan, umur
bangunan dan pemanfaatannya semakin pendek Tujuan dari tahap penanganan risiko adalah
dan tidak tersedianya sumber daya manusia (Tenaga mengubah ketidakpastian menjadi keuntungan
kerja) yang handal. Pada kajian ini dibatasi pada dengan cara menghambat terjadinya dan
permasalahan terjadinya kerusakan dan kemacetan meningkatkan peluang.
pada mesin prototipe pengolahan sumber air baku
dan belum tersusunnya jadwal pemeliharaan yang 2.5. Monitoring dan Pengontrolan Risiko
berkala.
Menurut (American National Standard, 2004), yang
1.2. Tujuan Penelitiaan dimaksud dengan monitoring dan pengontrolan risiko
adalah proses mengidentifikasi, menganalisis, dan
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi risiko merencanakan risiko-risiko yang akan muncul, tetap
yang mungkin terjadi, Menganalisis risiko dengan mengawasi daftar risiko yang telah diidentifikasi,
metoda FMEA ( Failure Mode and Effect Analysis) menganalisis ulang risiko yang sudah ada,
dan memberikan usulan penanganan risiko. memonitor kondisi pemicu terhadap kemungkinan
rencana, mengontrol risiko yang masih ada dan
Manfaat yang diharapkan adalah pemikiran mengenai
mengevaluasi keefektifan pelaksanaan penanganan
manajemen dan asesmen risiko pemeliharaan
risiko.
penerapan teknologi pengelolaan air baku sehingga
dapat meminimalisir risiko kritis atau risiko besar
yang mungkin terjadi.

1 - 60 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

2.6. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) A. Pekerjaan Persiapan


B. Pekerjaan Pengoperasian
FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk
mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin 2.12. Air Hasil Pengolahan
mode kegagalan (failure mode).
Air hasil pengolahan dapat dialirkan dengan cara
2.7. Pohon Keputusan (Decision Tree) sebagai berikut:

Pohon keputusan adalah pemetaan mengenai A. Alirkan air secara gravitasi dengan cara “mengatur
alternatif-alternatif pemecahan masalah yang dapat bukaan kran”(KR-1) pada Bak penampung Air
diambil dari masalah tersebut. Pohon tersebut Bersih.
juga memperlihatkan faktor-faktor kemungkinan/
probablitas yang akan mempengaruhi alternatif- B. Alirkan air dengan menggunakan pompa Shimizu
alternatif keputusan tersebut, disertai dengan (P-2) ke Tangki Penampung Air Bersih dengan
estimasi hasil akhir yang akan didapat bila kita cara membuka “Ballvalve” (BV-8-9) dan
mengambil alternatif keputusan tersebut. “mengatur bukaan kran”(KR-1-2-3) pada
Tangki Penampung Air Bersih.
2.8. Proses Pengolahan Air Bersih
2.13. Pompa
Proses pengolahan adalah suatu usaha teknik yang
dilakukan untuk mengolah kualitas air yang ada Pompa adalah suatu alat atau mesin untuk
menjadi kualitas yang diinginkan (sesuai dengan memindahkan cairan dari satu tempat ketempat
baku mutu yang berlaku). Dalam proses pengolahan lain melalui suatu media perpipaan dengan cara
air, dikenal dua proses pengolahan antara lain: menambahkan energi pada cairan yang dipindahkan
dan berlangsung secara terus menerus.
A. Pengolahan sebagian.
B. Pengolahan lengkap (complete treatment Sistem perawatan pada pompa sentrifugal dibagi
process). menjadi 3 macam yaitu:

2.9. Kriteria Pemilihan Lokasi dan Pemilihan A. Routine Maintenance:


Unit Pengolahan Sumber Air Baku B. Predictive Maintenance:
C. Preventive Maintenance:
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih
sumber air untuk sistem penyediaan air baku 2.14. Klasifikasi Pompa
diantaranya adalah : Kualitas sumber air, Kuantitas
(debit) sumber air baku, Kontinuitas dari sumber Sehubungan aplikasi pompa sangat luas, maka
air, Aksesbilitas / kemudahan untuk dijangkau, jenis-jenis pompa yang beredar di pasaran
Pertimbangan ekonomi (finansial). dan yang dibuat oleh produsen pompa cukup
banyak, baik ditinjau dari sisi konstruksi, tipe dan
2.10. Sistem Pengolahan materialnya. Tapi berdasarkan prinsip kerjanya,
pompa dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu:
Secara garis besar diagram alir prototip teknologi
penerapan air baku di kawasan perbatasan terdiri A. Pompa Aksial
dari prototip instalasi pengolahan air baku di B. Pompa Campuran
kawasan perbatasan dan unit-unitnya, terdiri dari: C. Pompa Centrifugal
D. Ciri – ciri pompa sentrifugal
A. Sistem Pengadukan Cepat; E. Prinsip Kerja Pompa Sentrifugal
B. Sistem Pengadukan Lambat; F. Masalah – Masalah pada Pompa Sentrifugal
C. Sistem Pengendapan;
D. Sistem Penyaringan; 2.15. Perawatan Pompa
E. Tangki Pembubuh Kougulan;
Setelah dilakukan perencanaan perawatan maka
2.11. Pengoperasian Prototip Pengolahan Air selanjutnya dilakukanlah tindakan perawatan.
Baku di Kawasan Perbatasan Tindakan perawatan di Unit Utility bertujuan untuk
mempertahankan kelancaran produksi agar sesuai
Salah satu faktor yang penting dari suatu sistem dengan target yang telah ditetapkan. Kegiatan-
Prototipe Instalasi Pengolahan Air Baku Di Kawasan kegiatan perawatan meliputi:
Perbatasan adalah prosedur operasi. Dalam
mengoperasikan sistem tersebut diperlukan operator A. Routine Maintenance.
dan petunjuk pengoperasian sehingga sistem B. Predictive Maintenance
tersebut dapat berjalan sesuai rencana. Petunjuk C. Preventive Maintenance
pengoperasian Prototipe Instalasi Pengolahan Air
Baku adalah sebagai berikut:

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 61
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

3. METODE PENELITIAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap ini merupakan langkah awal dalam membuat 4.1. Identifikasi Risiko
analisa mengenai keadaan proyek dan mengambil
kesimpulan, dimana tahap pengumpulan data ini Identifikasi risiko memegang peranan penting
merupakan pengumpulan data untuk pengolahan pada penilaian risiko. Baik identifikasi maupun
data menggunakan metode FMEA (Failure Mode penilaian risiko merupakan rangkaian tahap dari
Effect Analysis). Adapun data-data yang diperoleh manajemen risiko. Identifikasi risiko penting
dari pelaksanaan Pemeliharaan Prototip dikawasan karena merupakan tahap pertama yang harus
perbatasan adalah sebagai berikut: dilakukan karena dalam tahap ini dilakukan
penentuan risiko – risiko beserta karakteristiknya
A. Data historis yang mungkin mempengaruhi proyek. Kegagalan
B. Data wawancara dalam tahapan ini berpengaruh besar terhadap
tahapan manajemen risiko selanjutnya dan tentu
3.1. Pengumpulan Data akan mempengaruhi reliabilitas bagi proyek karena
banyaknya kerentanan / celah yang mungkin akan
terjadi di masa yang akan datang.

Gambar 1. Diagram Influence Pekerjaan Pemeliharaan Prototipe


Sumber : Data Primer yang diolah, 2018

Disusun berdasarkan data dan informasi kegiatan 3.2. Analisis Risiko Kualitatif
yang diperoleh dari hasil survei awal, tahap
pelaksanaan pembangunan konstruksi prototip Selanjutnya dilakukan Analysis Risiko Kualitatif
serta tahap pengkajian kinerja prototip yang telah dengan menggunakan Failure Modes Effects Analysis
dilakukan oleh tim pelaksana. Lokasi kegiatan (FMEA) untuk mendetailkan risko yang mungkin
Pemeliharaan Penerapan Teknologi Pengolahan terjadi dan mitigasinya yang disarankan untuk
Air Baku di Kawasan Perbatasan terletak di dilaksanakan. Berikut beberapa proses Analisis
Dusun Sebuluh, Desa Sebubus Kecamatan Paloh, Risiko Kualitatif dengan FMEA.
Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.
Dipilih lokasi tersebut karena lokasi prototip sangat Pada tahapan pelaksanaan pekerjaan mobilisasi
jauh dari pusat kota terutama kuantitas sumber air beberapa yang berpotensi menyebabkan risiko,
baku di daerah tersebut cukup banyak. serta tindakan yang direkomendasikan siapa yang
bertanggung jawab terkait pengambilan keputusan
Pengolahan data menggunakan metode FMEA menyangkut penyelesaian dan tindakan yang
bertujuan untuk mendapatkan risiko kritis yang diambil., Dapat dilihat pada Tabel 1.
merupakan risiko-risiko yang akan dianalisis lebih
lanjut. Risiko kritis tersebut diperoleh setelah
dilakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN)
untuk setiap risiko yang telah teridentifikasi.

1 - 62 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 1. Analisa Risiko Kualitatif dengan FMEA pada Mobilisasi Lingkungan


Potential
Potential Potential Actions Rec- Respon Actions
Key Failure
Failure Causes ommended sibility Taken
Process Mode Current
Effects SEV (potensi OCC DET RPN NR (Tindakan (yang ber- (Tindakan SEV OCC DET RPN NR
Step or (potensi Controls
(potensi penye- yang direko- tanggung yang
Input kegaga-
efek) babnya) mendasikan) jawab) diambil)
lan)

Pekerjaan
Mobil- Mengo-
Cuaca survey Karena Melihat Dinas PU
isasi Mengumpulkan lah data
kurang tidak dapat 4 Hujan 5 kondisi 4 80 20 (Sub Peren- 4 4 4 64 16
(Ling- data cuaca kondisi
baik dilak- Besar cuaca canaan)
kungan) cuaca
sanakan

Kondisi Mencari
Pekerjaan
lokasi ke informasi Pengawas la- Monitoring
  prototip
sulit/
survey
akan
3
Jalan ru-
sak berat
4 keru-
sakan
3 36 12
Survey keru-
sakan jalan
pangan (Tam
Survey)
kerusakan
jalan
4 3 3 36 12
terlambat
rusak jalan

Melaku- Melakukan
Pengru- Pekerjaan Pengru- Melakukan
kan pen- Dinas PU
  sakan survey sakan pengamanan di pengaman-
3 4 gamanan 3 36 12 setempat, 4 4 3 48 16
oleh pihak akan oleh pihak an di lokasi
ketiga terlambat ketiga
di lokasi
survey y
lokasi surve
Kepolisian
survey

Jadwal
Pelaksa-
naan survei
Jarak ke Jarak ke Menyewa Menyewa
untuk
lokasi lokasi kenda- Kendaraan
  sangat
jauh dari
pemeli-
haraan
3 sangat
jauh dari
4 raan
selama
4 48 12
Menyewa
kendaraan
Ketua Tim selama
pekerjaan
3 3 3 27 9
akan lama/
kota kota survey survey
Terlambat,
perkiraan
biaya besar

Sumber: Data Primer yang diolah, 2018


Keterangan :
Setelah dilakukan analysis risiko kualitatif dengan
- SEV : Saverity menggunakan FMEA maka selanjutnya kita
- OCC : Occurance melakukan pemeringkatan berdasarkan hasil FMEA
- DET : Detection yaitu pemeringkatan terhadap sepuluh peringkat
- RPN : Risk Priority Number risiko tertinggi yang dirasa masih memiliki risiko,
- NR : Nilai Risiko dengan urutan sebagai berikut:

Hal yang sama dilakukan pada tahapan mobilisasi A. Analysis Risiko Kuantitaif
peralatan, membreakdown segala potensi risiko
dilapangan ,memberikan rekomendasi pencegahan, Berdasarkan pada hasil FMEA diperoleh dua peringkat
siapa yang bertanggung jawab dan tindakan yang teratas yang memiliki risiko paling besar yaitu : Pipa
diambil. Dapat dilihat pada Tabel 2. putus dan Bak filtrasi, Bak reservoar Serta Tangki
Tabel 2. Analisa Risiko Kualitatif dengan FMEA pada Mobilisasi Peralatan
Respon
Actions
Potential Potential Potential sibility Actions
Key Pro- Recommended
Failure Mode Failure Effects Causes Current (yang Taken (Tin-
cess Step SEV OCC DET RPN NR (Tindakan yang SEV OCC DET RPN NR
(potensi (potensi (potensi pe- Controls bertang- dakan yang
or Input direkomenda-
kegagalan) efek) nyebabnya) gung diambil)
sikan)
jawab)

Mobil- Kondisi alat- Data hasil


Tidak ada Pemeli- Penjadwalan Dinas PU Melakukan
isasi alat sudah survey tidak
4 pemeliharaan 3 haraan 3 36 12 pemeliharaan (Bagian pemeliharaan 3 3 3 27 9
(Pera- tidak layak valid
peralatan alat peralatan TU) secara teratur
latan)

Lakukan
Pekerjaan
Alat yang Keterbatasan identifikasi PPK,
survey Pengadaan alat Pengadaan
  diperlukan 3 persediaan 3 alat; Pe- 4 36 9 Dinas 4 3 3 36 12
pemeliharaan baru alat baru
terbatas alat minjaman PU
terlambat
alat

Tidak pernah
Pekerjaan
Alat yang ada update Lakukan PPK,
survey Pengadaan alat Pengadaan
  diperlukan 3 (pemba- 3 identifikasi 4 36 9 Dinas 4 3 3 36 12
pemeliharaan baru alat baru
terbatas haruan) alat PU
terlambat
peralatan

Alat yang Pekerjaan


Lakukan PPK,
diperlukan survey Tidak pernah Pengadaan alat Pengadaan
  4 4 kalibrasi 4 64 16 Dinas 4 3 3 36 12
belum ter- pemeliharaan dikalibrasi baru alat baru
alat PU
kalibrasi terlambat

penampung air bersih bocor. Untuk metoda analysis


Hal yang sama dilakukan pada tahapan Mobilisasi kuantitatif pada pekerjaan pemeliharaan ini adalah
Manajerial dan Mobilisasi Ekonomi, melakukan menggunakan Decision Trea, akan diputuskan
identifikasi risiko, membreakdown risiko dan apakah dengan risiko tertinggi yang terdeteksi
memberikan rekomendasi pencegahan, siapa yang tersebut pekerjaan pemeliharaan akan tertunda
bertanggung jawab, dan tindakan yang diambil, atau tetap dilaksanakan.
Tabel 3 Analisa Risiko Kualitatif dengan FMEA pada
Mobilisasi Manajerial dan Ekonomi.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 63
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 3. Analisa Risiko Kualitatif dengan FMEA pada Mobilisasi Manajerial dan Ekonomi
Potential Respon
Potential Actions Rec-
Key Failure Potential sibility
Failure ommended Actions Taken
Process Mode Causes Current (yang

OCC

OCC
RPN

RPN
DET

DET
SEV

SEV
NR

NR
Effects (Tindakan (Tindakan
Step or (potensi (potensi pe- Controls bertang-
(potensi yang direko- yang diambil)
Input kegaga- nyebabnya) gung
efek) mendasikan)
lan) jawab)

Pekerjaan Adakan
Tidak me- Sebelumnya
survey pelatihan Adakan Dinas Mengadakan
mahami tidak pernah
  tidak dapat 4 3 dan pen- 3 36 12 pelatihan / PU, pelatihan 4 3 3 36 12
penggu- ada peker-
dilak- genalan training Pusair atau training
naan alat jaan survei
sanakan alat

Anggota
Pelak- Lakukan Tim
Komuni- Lakukan
Mobil- sanaan Komunikasi pertemuan Lakukan (bag.
kasi antar pertemuan
isasi survey antar pihak terjadwal pertemuan penjad-
pihak yang 3 3 4 36 9 terjadwal 4 3 3 36 12
(Mane- pemeli- yang kurang dengan dengan pihak walan)
kurang dengan pihak
jarial) haraan baik pihak terkait yang
baik terkait
terlambat terkait ditunjuk
Ketua

Anggota
Pelak- Tim
Alur
sanaan Alur Koor- (bag.
Koordinasi Lakukan Lakukan Lakukan
survey dinasi antar penjad-
  antar pi- 3 3 meeting 3 27 9 meeting meeting 3 3 3 27 9
pemeli- pihak tidak walan)
hak tidak mingguan mingguan mingguan
haraan jelas yang
jelas
terlambat ditunjuk
Ketua

Anggota
Penyam- Pelak- Pembagian Tim
paian/ sanaan Distribusi tugas (bag.
Lakukan Lakukan
perse- survey Data/Infor- adminis- penjad-
  3 3 3 27 9 komunikasi komunikasi 3 3 2 18 9
baran data pemeli- masi yang trasi harus walan)
yang baik yang baik
informasi haraan kurang baik berimbang yang
tidak jelas terlambat dan tepat ditunjuk
Ketua

Pelak-
Penjadwa-
sanaan Lakukan
lan untuk Penjadwalan Lakukan
survey Jadwal ha- koordinasi Ketua
  rapat 3 yang kurang 3 3 27 9 Penjadwalan 3 4 3 36 12
pemeli- rus tepat untuk pen- Tim
koordinasi baik yang baik
haraan jadwalan
tidak jelas
terlambat

Penamba- Pendapatan Penambahan Penambahan


Eko- Daya beli Sesuai
han Biaya 4 penduduk 3 4 48 12 biaya ang- Dinas PU biaya ang- 4 4 4 64 16
nomi rendah SOP
Anggaran rendah garan garan

Anggaran Pelaksnaan
Penam-
belanja survey Kegiatan di Penambahan Penambahan
bahan
  pemeli- dapat 4 Dinas PU 4 3 48 16 biaya ang- Dinas PU biaya ang- 4 4 4 64 16
Rencana
haraan dilak- sedikit garan garan
Kegiatan
terbatas sanakan

Sumber: Data Primer yang diolah, 2018


B. Pekerjaan pemeliharaan Maka total biaya yang dibutuhkan untuk
pemeliharaan adalah Rp. 10.500.000,-
1. Adapun biaya yang dikeluarkan ketika tidak
menambah pekerja dan kerusakan diakibatkan 2. Namun apabila biaya yang dikeluarkan ketika
oleh faktor alam seperti tanah longsor, untuk tidak menambah pekerja dan kerusakan pada
pengawasan pada pekerjaan pemeliharaan prototipe disebabkan oleh pencurian piva maka
prototip adalah sebagai berikut: biaya pemeliharaan adalah :

a. Panjang piva yang mengalami kerusakan a. Panjang piva hilang akibat pencurian
= 150 meter = 200 meter

b. Harga satuan Pipa pvc, diameter 2 meter b. Harga satuan Pipa pvc, diameter 2 meter
= 70.000 = 70.000.,-

Gambar 2. Decision Trea, pekerjaan pemeliharaan prototype pada pengawasan Piva


Sumber: Data Primer yang diolah, 2018

1 - 64 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 4. Sepuluh peringkat yang memiliki risiko


Actions
Potential Respon-
Potential Recom-
Key Failure Potential sibility Actions
Failure mended
Process Mode Causes Current (yang Taken (Tin-
Effects SEV OCC DET RPN NR (Tindakan SEV OCC DET RPN NR
Step or (potensi (potensi pe- Controls bertang- dakan yang
(potensi yang di-
Input kegaga- nyebabnya) gung diambil)
efek) rekomen-
lan) jawab)
dasikan)

Pelak-
sanaan
Penga- Dinas
perbaikan Tingkatkan
Pera- Piva wasan Survei ke PU (Sub
dapat di- 4 Piva terputus 5 4 80 20 pengamanan 4 4 5 80 16
latan putus terhadap Lokasi Perenca-
laksanakan pengawasan
piva naan)
dipemeli-
haraan

Penga-
Bak fil-
wasan
trasi, Bak Pelak-
terhadap
reservoar sanaan
bak fil-
dan perbaikan Menginten-
Pera- Roboh dan trasi, bak Intensifkan
Tangki dapat di- 4 5 4 80 20 sifkan pen- Dinas PU 4 4 5 80 16
latan Bocor reservoar Pengawasan
penam- laksanakan gawasan
dan
pung air dipemeli-
tangki
bersih haraan
penam-
bocor
pung

Mobil- Pekerjaan Dinas


Cuaca Melihat Mengum- Mengolah
isasi survey tidak Karena Hujan PU (Sub
kurang 4 5 kondisi 4 80 20 pulkan data data kondisi 4 4 4 64 16
(Ling- dapat dilak- Besar Perenca-
baik cuaca cuaca cuaca
kungan) sanakan naan)

Pekerjaan Men- Dinas


Karena Hujan Mengum-
Tanah tidak dapat gamati PU (Sub Mengolah
  4 dengan intensi- 5 4 80 20 pulkan data 4 4 4 64 16
Longsor dilak- kondisi Perenca- data cuaca
tas tinggi cuaca
sanakan cuaca naan

Pekerjaan
Tidak paham Penambahan
Kesalahan tidak dapat Ketua
Desain 4 akan gambar 4 Pelatihan 4 64 16 Pelatihan anggaran 4 4 4 64 16
Desain dilak- Tim
rencana biaya
sanakan

Adanya
perubah-
Pekerjaan Gambar Peruba-
an desain Perubahan Penambahan
tidak dapat tidak sesuai han Ketua
Desain dan 4 4 4 64 16 gambar anggaran 4 4 4 64 16
dilak- dengan kondisi gambar Tim
lingkup rencana biaya
sanakan lapangan rencana
peker-
jaan

Pengru- Melaku-
Mobil- Melakukan Melakukan
sakan Pekerjaan Pengrusakan kan pen- Dinas PU
isasi pengaman- pengamanan
oleh survey akan 3 oleh pihak 4 gamanan 3 36 12 setempat, 4 4 3 48 16
(Ling- an di lokasi di lokasi
pihak terlambat ketiga di lokasi Kepolisian
kungan) survey survey
ketiga survey

Penamba- Pendapatan Penamba- Penambahan


Daya beli Sesuai
Ekonomi han Biaya 4 penduduk 3 4 48 12 han biaya Dinas PU biaya ang- 4 3 4 48 12
rendah SOP
Anggaran rendah anggaran garan

Anggaran
Pelaksnaan Penam-
belanja Penamba- Penambahan
survey Kegiatan di Di- bahan
Ekonomi pemeli- 4 4 3 48 16 han biaya Dinas PU biaya ang- 4 3 4 48 12
dapat dilak- nas PU sedikit Rencana
haraan anggaran garan
sanakan Kegiatan
terbatas

Demo- Pelaksa-
bilisasi naan survei
Demo- Melihat Mengum- Mengolah
Pekerja untuk
bilisasi 4 Hujan 5 kondisi 4 80 20 pulkan data Dinas PU data kondisi 4 4 3 48 16
dan pemelihara-
tertunda cuaca cuaca cuaca
Pera- an prototipe
latan terhambat

Demo- Pelaksa-
Mengalo- Melakukan
bilisasi naan survei
Demo- kasikan identifi- Penambahan
Pekerja untuk Anggaran
bilisasi 4 3 biaya 3 36 12 kasi untuk Dinas PU anggaran 4 4 3 48 16
dan pemelihara- terbatas
tertunda tamba- tambahan biaya
Pera- an prototipe
han biaya
latan terhambat

Sumber: Data Primer yang diolah, 2018


Maka total biaya yang dibutuhkan untuk Maka nilai EMV apabila pekerjaan pemeliharaan
pemeliharaan adalah Rp. 14.000.000,00.,- dengan menggunakan tenaga petugas pengawas
tambahan adalah
1. Apabila biaya pemeliharaan prototipe dikeluarkan
dengan menambah petugas pengawas satu EMV = Rp. 13.200.000,-
orang maka biaya sebagai berikut :
Dari nilai EMV dapat dilihat apabila kita melakukan
a. Upah 1 orang petugas = 1.100.000.,- pekerjaan dengan menambah satu orang petugas
b. Lama waktu pekerjaan pengawas dilapangan maka akan menambah biaya
= 1 tahun ( dua belas bulan). pekerjaan.

Maka total biaya yang diperlukan adalah Rp. C. Perbaikan bak


13.200.000.,-
Pilihan dalam pekerjaannya sebagai berikut:
Berikut adalah perhitungan nilai EMV jika melakukan
pekerjaan pemeliharaan tetapi tidak menambah 1. Perbaikan menggunakan material membeli dari
petugas pengawas adalah: daerah setempat dimana kualitas barang lebih
rendah, dengan probabilitas 0,35.
EMV = (0,6 x 10.500.000.,-)+(0,4 x 14.000.000,-)
= 6.300.000,- + 5.600.000,- 2. Perbaikan dengan menggunakan material
= 11.900.000,- membeli dari luar daerah tetapi kualitas lebih
baik dengan probabilitas 0,65.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 65
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

3. Do nothing yaitu Pekerjaan yang memerlukan 5. KESIMPULAN DAN SARAN


penambahan personil agar tiap hari dapat
dilakukan pengawasan dan pemeliharaan. 5.1. Kesimpulan

4. Apa bila perbaikan dengan menggunakan material Setiap pekerjaan memiliki potensi risiko, pada
dengan membeli dari daerah setempat dengan pembahasan Analisa Risiko Pemeliharaan Penerapan
kualitas rendah, maka keperluan biayanya Teknologi Pengolahan Air Baku Di Kawasan
adalah: Perbatasan (Studi Kasus Kegiatan Penerapan
Teknologi Pengolahan Air Baku di Kawasan
a. Perbaikan, dengan rincian kebutuhan: Perbatasan Paloh – Sajingan Besar, Dusun Sebuluh,
Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten
- Semen = 30 Sak x 80.000,- = 2.400.000,- Sambas, Provinsi Kalimantan Barat). Risiko terbesar
- Pasir = 5 m³x 4.00.000,- = 2.000.000,- yang diperoleh adalah:
- Split = 2 x 600.000,- = 1.200.000,-
- Upah = 1 Org x 1.200.000,- = 1.200.000,- A. Karena pipa yang terputus dan Bak filtrasi, Bak
reservoar dan tangki penampung air bersih
Total biaya yang dibutuhkan adalah Rp. bocor, biaya yang dikeluarkan cukup besar.
8.600.000,00.-
B. Karena nilai kerugian selisihnya tidak begitu besar
b. Apabila perbaikan yang dilaksanakan maka respon risiko yang dilakukan terhadap
menggunakan material dengan membeli risiko adalah dengan avoidance (menghindari)
bahan material dari luar kota, maka rincian atau dengan lebih mengintensifkan pengawasan
biaya nya adalah pada prototip tanpa menambah tenaga kerja.

- Semen =30 Sak x 80.000,- =2.400.000,- C. Begitu pun pada kegiatan perbaikan dengan
bahan material membeli dari daerah setempat
- Pasir =5 m³ x 1.000.000,- =5.000.000,- dan dengan perencanaan yang matang akan
lebih baik serta mengintensifkan pengawasan
- Split =2 x 1.500.000,- =3.000.000,-
dilapangan melakukan mitigate (mengurangi)
- Upah = 1 x 1.200.000,- =1.200.000,- terhadap dampak yang ditimbulkan jika hal
tersebut terjadi.
Total biaya yang dibutuhkan adalah Rp. 11.600.000,-
D. Upaya mitigate dan rekomendasi aksi yang
Nilai EMV apabila perbaikan dilaksanakan dengan dilakukan adalah tanggung jawab kepala dinas PU
membeli material di daerah setempat dan di daerah setempat selaku team leader sebelum kegiatan
lain adalah: pemeliharaan dilaksanakan.

EMV= (0,35 x 6.800.000,-) + (0,65 X 11.600.000) 5.2. Saran


= 2.380.000,- + 7.540.000,-
= 9.920.000,- Dari hasil analisis dan pembahasan terhadap
pelaksanaan kegiatan pada TAHAP PEMELIHARAAN,
Nilai EMV apabila do nothing yang dilaksanakan maka Saran yang dapat diberikan untuk upaya
adalah Rp. 13.200.000,- perbaikan adalah karena beberapa data merupakan
asumsi-asumsi untuk mempermudah dalam
Dari data diatas dapat dilihat apabila perbaikan melengkapi data, maka diperlukan data-data yang
dengan do nothing dilaksanakan maka biaya yang lebih akurat agar nilai-nilai yang diperoleh lebih
diperlukan lebih besar. tepat.

Gambar 3. DecisionTrea pekerjaan pemeliharaan prototype pada perbaikan bak penampung air
Sumber: Data Primer yang diolah, 2018

1 - 66 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

6. DAFTAR PUSTAKA

American National Standard. (2004), A guide to the


Project Management Body of Knowledge, (3rd
ed.). Newtown Square: Project Management
Institute.

Chong, Y.Y. and Brown, E.M. (2000). Managing


Project Risk – Business Risk Management for
Project Leader, Prentice Hall.

Dallas, M. (2006). Value and risk management: a


guide to best practice, Blackwell Publishing
Ltd.

Flanagan, R., and Norman, G. (1993). Risk


Management and Construction, Wiley-
Blackwell Science.

Frame, J Davidson. (2003). Managing Risk in


Organizations, a guide for managers. Jossey
Bass. San Fransisco, USA.

Heikal Mohammad Adiansyah. (2014), Influence


Diagram Beserta Aplikasinya, (Online).
Diunduh melalui : https://industri3604.
wordpress.com/2014/12/27/influence-
diagram-beserta-aplikasinya-oleh-m-
adiansyah-heikal-1102124311/

Januar et.all. (2014), Penerapan Teknologi


Pengolahan Air Baku di Kawasan Perbatasan,
Bandung, Balai Lingkungan Keairan, Pusat
Litbang Sumber Daya Air.

Kendrick, T. (2003). Identifying and managing


project risk: essential tools for failure-
proofing your project, American Management
Association.

Muhammad Luthfi Kasim (2013) Tentang Pohon


Keputusan (Decision Trea). Diunduh melalui
: http://dua7an.blogspot.com/2013/12/
tentang-pohon-keputusan-decision-tree.html

PMBOK – Fith Edition. (2013), .A Guide to the Project


Management Boy of Knowledge. Project
Management Institute.

Puslitbang Pengairan. (1994), Instalasi pengolahan


air gambut untuk penyediaan air minum,
Puslitbang Pengairan, Balitbang PU,
Departemen Pekerjaan Umum, Bandung.

Siahaan, H., (2007). Manajemen Resiko, Konsep,


Kasus dan Implementasi. Penerbit Elex Media
Komputindo. Jakarta

Sularso, (1989). Pompa dan Kompressor,


Association For International Technical
Promotion, Tokyo, Japan.

Vaughan,C.Arthur.(1976). Risk Management and


Insurance. New York: Mc Graw - Hill.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 67
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

KETERLAMBATAN TUMPANG TINDIH DAN


ALOKASI PEMBERIAN KOMPENSASI PADA PROYEK PEMERINTAH

Sulistyo Widodo

Mahasiswa Magister Teknik Sipil


Universitas Katolik Parahyangan
Email: sulistyo_widodo@rocketmail.com

Abstract

One indicator of the success project is that the project can be completed according to plan. In its implemen-
tation, project delays can be sourced from the owner, contractor and neither both can control. Research
concurrent delay has not been done much in Indonesia and research on the project delays are usually done
only for looking for the dominant sources. Decision of a penalty or a compensation will be so much easier
if the project delays are sourced from only 1 (one) source. In reality, project delays can be sourced from
several sources at once. This research was conducted with a qualitative approach by giving questionnaires
and brief interviews to the owner, contractors and the consultants in the Ministry of Public Works and Public
Housing. The results shows that there are differences on each perceptions and point of views on the giving
a penalties and compensation in concurrent delays given.

Keywords: project, delay, concurrent delay, penalty, compensation

Abstrak

Salah satu indikator keberhasilan proyek adalah proyek dapat selesai sesuai dengan rencana. Pada pelaksa-
naannya, keterlambatan proyek dapat bersumber pada pengguna jasa, penyedia jasa maupun dari sumber
lainnya dan dapat mengakibatkan kerugian dari berbagai pihak. Penelitian tentang keterlambatan yang
tumpang tindih belum banyak dilakukan di Indonesia dan biasanya penelitian tentang keterlambatan proyek
dilakukan hanya mencari sumber keterlambatan yang dominan saja. Pemberian sanksi atau kompensasi
akan lebih mudah apabila keterlambatan proyek bersumber pada 1 (satu) sumber saja. Pada kenyataannya
keterlambatan proyek dapat bersumber dari beberapa sumber secara sekaligus. Penelitian ini dilakukan
dengan pendekatan kualitatif dengan memberikan kuesioner dan wawancara singkat kepada pengguna
jasa, penyedia jasa dan konsultan pengawas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi dan pandangan terhadap alokasi pem-
berian kompensasi pada skenario-skenario keterlambatan yang tumpang tindih yang diberikan.

Kata Kunci: proyek, keterlambatan, keterlambatan tumpang tindinh, sanksi, kompensasi

1 - 68 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN keterlambatan tipe E.

1.1. Latar Belakang B. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non-


Excusable Delay), yakni keterlambatan yang
Salah satu indikator keberhasilan penyelesaian suatu disebabkan tindakan, kelalaian atau kesalahan
proyek adalah proyek diselesaikan sesuai dengan kontraktor, atau biasa dikenal dengan keterlam-
waktu yang telah direncanakan. Pada pelaksanaan- batan tipe C.
nya, banyak ditemukan kendala yang menyebabkan
adanya perbedaan penyelesaian suatu proyek pada C. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable
perencanaan dan realisasi penyelesaiannya. Perbe- Delay), yakni keterlambatan yang disebabkan
daan yang sering ditemukan adalah perbedaan atau kejadian-kejadian di luar kendali baik pemilik
deviasi penyelesaian proyek antara rencana pen- maupun kontraktor, atau biasa dikenal dengan
jadwalan dalam kontrak dan realisasinya (Kamaru- keterlambatan tipe N.
zzaman, 2012). Ketidakmampuan menyelesaikan
proyek sesuai dengan batasaan waktu pada kontrak Pemberian sanksi dan kompensasi akan mudah apa-
dapat diartikan keterlambatan. bila keterlambatan bersumber hanya dari 1 (satu)
sumber saja. Apabila penyedia jasa teridenifikasi
Keterlambatan penyelesaian proyek dapat men- sebagai sumber keterlambatan proyek pemerin-
gakibatkan kerugian pada pihak-pihak yang terlibat tah, hukum di Indonesia (Peraturan Presiden Ten-
dalam proyek tersebut, baik kepada pihak pengguna tang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah No.
jasa maupun pihak penyedia jasa (Arditi dan Pat- 04 2015) jelas dituliskan bahwa penyedia jasa di-
tanakichamroon pada Wibowo, 2009). Bahkan, pi- ancam sanksi berupa denda, pemutusan kontrak
hak enjinir (konsultan pengawas) pun mengalami sepihak oleh pengguna jasa sampai dengan me-
kerugian. Pada pihak pengguna jasa, keterlambatan masukkan penyedia jasa kedalam daftar hitam.
penyelesaian proyek berakibat tidak dapat diman- Selepas dari sanksi tersebut, apa bila penyedia
faatkannya bangunan tersebut sesuai dengan ren- jasa merasa bahwa pengguna jasa adalah sumber
cana. Sementara pada pihak enjinir, mereka akan dari keterlambatan tersebut, maka Undang-Undang
mengalami kerugian waktu, serta terlambat dalam Jasa Konstruksi No. 2 tahun 2017, pada pasal 47
mengerjakan proyek yang lainnya. Pada pihak pe- mengatur tentang tentang cakupan uraian kontrak
nyedia jasa, akibat yang dapat terjadi adalah mem- kerja konstruksi yang pada ayat satu huruf g me-
bengkaknya biaya tidak langsung (overhead) atau nyebutkan wanprestasi oleh salah satu pihak yang
biasa disebut cost-overrun yang akan mengakibat- lebih lanjut pada penjelasan pasal tersebut dijelas-
kan menurunnya keuntungan kontraktor atau bah- kan pemberian kompensasi atas wanprestasi oleh
kan tidak dapat mendapatkan keuntungan sama salah satu pihak. Pasal 47 ayat 1 huruf g tersebut
sekali (Kamaruzzaman, 2012). berbunyi; wanprestasi, memuat ketentuan tentang
tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak
Di Indonesia sudah banyak penelitian-penelitian melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjian.
yang membahas tentang keterlambatan proyek Selanjutnya pada penjelasan pasal tersebut dijelas-
antara lain; Waluyo (2009) meneliti tentang fak- kan; cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah
tor penyebab keterlambatan proyek di Kota Pangkal satu pihak dalam kontrak kerja konstruksi:
Pinang; Handayani et al. (2013) meneliti tentang
faktor-faktor penyebab keterlambatan pelaksanaan A. Tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan; dan
pekerjaan proyek gedung di Kabupaten Jembrana; atau
Kamaruzzaman (2012) melakukan penelitian untuk
mengetahui faktor utama yang menyebabkan keter- B. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi ti-
lambatan penyelesaian proyek konstruksi pada Kota dak sesuai dengan yang diperjanjikan dan atau
Pontianak pada tahun 2010 dan masih banyak lagi
penelitian yang membahas tentang keterlambatan. C. Melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlam-
bat ; dan atau
Dari penelitian-penelitian tersebut ditemukan ban-
yak sekali faktor yang berkontribusi pada keter- D. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian ti-
lambatan penyelesaian suatu proyek. Faktor ket- dak boleh dilakukannya.
erlambatan dapat bersumber dari pengguna jasa,
Lebih lanjut dijelaskan bahwa tanggung jawab
penyedia jasa dan dari sumber yang berada di luar
adalah berupa pemberian kompensasi, penggantian
kendali dari kedua belah pihak tersebut (kondisi
biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau
kahar atau force majeure). Kraiem dan Diekmann
pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak ses-
(1987) mengelompokkan penyebab keterlambatan
uai dengan apa yang diperjanjikan, atau pemberian
proyek konstruksi kedalam tiga kelompok, yaitu;
ganti rugi.
A. Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti
Dari pasal ini, asumsi penulis adalah kedua-belak
rugi (Compensable Delay), yakni keterlambatan
pihak baik pengguna jasa dan penyedia jasa dapat
yang disebabkan tindakan, kelalaian atau kesala-
mengajukan klaim untuk menuntut kompensasi atas
han pemilik proyek, atau biasa dikenal dengan
hak-haknya yang hilang. Kompensasi yang dapat di-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 69
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

berikan dapat berupa penambahan waktu dan atau kasi sanksi dan kompensasi pada keterlambatan
uang. yang tumpang tindih. Bagaimana dengan persepsi
pelaku konstruksi di Kementerian Pekerjaan Umum
Faktanya, pada pelaksanaan proyek konstruksi pe- dan Perumahan Rakyat dalam menyikapi keterlam-
nyelesaian suatu proyek dapat bersumber lebih dari batan yang tumpang tindih? Belum adanya panduan
satu sumber sekaligus. Pengguna jasa, penyedia atau payung hukum yang menjelaskan tentang ket-
jasa bahkan suatu sumber yang berada diluar ken- erlambatan yang tumpang tindih dan mekanisme
dali dari kedua pihak tersebut dapat berkontribusi alokasi kompensasi di Indonesia menjadikan su-
sekaligus pada keterlambatan (Wibowo, 2010). Apa- litnya pengambilan keputusan atas keterlambatan
bila hal ini terjadi pada aktivitas-aktivitas yang kri- yang tumpang tindih.
tis dan tumpang tindih, yang secara langsung men-
gakibatkan terlambatnya penyelesaian suatu proyek 1.3. Tujuan Penelitian
secara keseluruhan, hal tersebut disebut keterlam-
batan yang tumpang tindih atau concurrent delay. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari persepsi

Gambar 1. Ilustrasi keterlambatan yang tumpang tindih (diagram balok)


Sumber: Long (2015)
Pada negara-negara yang dunia konstruksinya dini- alokasi pemberian kompenasi dari pelaku konstrusi
lai lebih maju, penelitian tentang keterlambatan pemerintah di lingkungan Kementerian Pekerjaan
yang tumpang tindih telah dilakukan. Namun, Umum dan Perumahan Rakyat, khususnya penggu-
dalam menyikapi skenario tersebut terdapat banyak na jasa, apabila dihadapi dengan skenario-skenario
perselisihan dan ketidak sepakatan dalam pengam- Keterlambatan yang tumpang tidih.
bilan keputusan, seperti yang terdapat pada peneli-
tian Ostrowsky (2006). 2. TINJAUAN PUSTAKA

Di Indonesia, masih belum banyak penelitian yang 2.1. Penjadwalan Proyek


dilakukan tentang keterlambatan yang tumpang
tindih serta alokasi pemberian sanksi dan kompen- Melakasanakan suatu proyek merupakan sebuah
sasinya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi ref- proses merubah kegiatan-kegiatan dan sumber
erensi kepada para pelaku dunia konstruksi dalam daya menjadi suatu rangkaian kegiatan yang logis.
mengambil keputusan apabila dihadapkan dengan Penjadwalan proyek adalah suatu alat yang dapat
keterlambatan yang tumpang tindih. menunjukkan kapan berlangsungnya suatu keg-
iatan, sehingga dapat digunakan pada waktu me-
1.2. Rumusan Msalah rencanakan kegiatan-kegiatan maupun untuk pen-
gendalian pelaksanaan proyek secara keseluruhan
Pada negara-negara yang dinilai lebih maju dunia (Dipohusodo, 1996;52). Perencanaan penjadwalan
konstruksinya, masih terdapat ketidak-sepakatan yang logis dan terinci dapat menentukan kelancaran
dalam mengambil keputusan dalam pemberian alo- pelaksanaan proyek, karena proyek dengan mudah

1 - 70 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

dapat di jadwalkan, dianggarkan, di monitoring dan tentang keterlambatan bertumpuk masih banyak
dikendalikan dengan baik. didebatkan. Definisi tentang keterlambatan bertum-
puk masih bergantung kepada para peneliti dan para
2.2. Keterlambatan Proyek analis masih tergantung kepada perpektif mereka
tentang keterlambatan bertumpuk tersebut. Definisi
Menurut Wibowo (2009), ketidaksesuaian antara keterlambatan bertumpuk dapat dibagi menjadi tiga
realisasi dengan ekspektasi yang diharapkan pada kategori; (1) berdasarkan kejadian, (2) berdasar-
proyek konstruksi akan berpotensi menimbulkan kan sebab dan akibat dan (3) berdasarkan gabun-
kerugian bagi pemilik, kontraktor pelaksana, atau gan dari keduanya.
keduanya. Salah satu dimensi ketidaksesuaian
adalah waktu pelaksanaan, yaitu proyek disele- A. Berdasarkan kejadian
saikan di luar waktu yang telah ditetapkan. Keti-
daksesuaian penyelesaian pelaksanaan pada suatu Banyak peneliti dan analis cenderung menentukan
proyek konstruksi maka akan mengakibatkan proyek keterlambatan yang tumpang tindih atas dasar ter-
tersebut menjadi terlambat. Biaya, mutu dan waktu jadinya peristiwa keterlambatan yang sebenarnya
merupakan salah satu penyebab terjadinya keter- saja. Definisi mereka tampaknya mengemukakan
lambatan yang sering dialami pada kegiatan proyek argumen bahwa terjadinya keterlambatan bertum-
konstruksi. Dalam memenuhi ketiga hal tersebut puk berdasarkan peristiwa aktual yang menyebab-
ada permasalahan yang saling berkaitan, misalnya kan keterlambatan, tidak perduli kapan penyebab-
untuk mencapai standar mutu yang diharapkan, di- nya mulai terjadi.
perlukan biaya dan waktu dalam jumlah tertentu,
jika tidak terpenuhi maka hal tersebut akan saling B. Berdasarkan sebab dan akibat
mempengaruhi dan akan menimbulkan keterlam-
batan. Pemikiran lain menganggap keterlambatan dapat
disebut bertumpuk hanya jika akibat dan atau pe-
Kraien dan Dickmann (1987) mengelompokkan pe- nyebabnya terjadi pada waktu yang sama.
nyebab keterlambatan proyek konstruksi kedalam
tiga kelompok, yaitu: C. Gabungan

A. Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti Menurut karakterisasi ini untuk mendefinisikan ket-
rugi (Compensable Delay), yakni keterlambatan erlambatan bertumpuk, peneliti berpendapat bahwa
yang disebabkan tindakan, kelalaian atau kesala- keterlambatan bertumpuk dapat terjadi baik ketika
han pemilik proyek, atau biasa dikenal dengan peristiwa keterlambatan yang sebenarnya terjadi
keterlambatan tipe E. pada saat yang sama atau sebab dan akibat dari
keterlambatan terjadi pada waktu yang sama.
B. Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non-
Excusable Delay), yakni keterlambatan yang 3. METODE PENELITIAN
disebabkan tindakan, kelalaian atau kesalahan
Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mencari
kontraktor, atau biasa dikenal dengan keterlam-
tahu persepsi dari pelaku konstruksi pemerintah
batan tipe C.
di ingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan
C. Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Perumahan Rakyat khususnya dari pihak peng-
Delay), yakni keterlambatan yang disebabkan guna jasa. Metode yang dilakukan adalah dengan
kejadian-kejadian di luar kendali baik pemilik pendekatan kualitatif dengan cara membagikan
maupun kontraktor, atau biasa dikenal dengan kuesioner. Skenario-skenario keterlambatan yang
keterlambatan tipe N. tumpang tindih dibagikan kepada masing-masing
pihak pengguna jasa (9 responden), penyedia jasa
2.3. Keterlambatan yang Tumpang Tindih (4 responden) dan konsultan pengawas (4 respon-
den). Para responden merupakan tenaga kerja yang
Long, (2015), mendeskripsikan; keterlambatan yang minimal sudah bekerja di bidang konstruksi minimal
tumpang tindih atau concurrent delay adalah suatu selama 10 dan memiliki kapabilitas dalam mem-
ungkapan untuk menggambarkan sebuah keadaan berikan keputusan. Persepsi masing-masing pelaku
dimana terdapat lebih dari satu jenis ketelambatan konstruksi atas pengambilan keputusan atas pem-
yang tumpang tindih atau bertumpuk pada suatu berian kompensaasi atas skenario-skenario keter-
aktivitas dan atau pada aktivitas yang paralel den- lambatan yang tumpang tindih tersebut kemudian
gan aktivitas lainnya sehingga dapat mempenga- dibandingkan satu sama lainnya. Kemudian akan
ruhi durasi waktu aktivitas yang lain sehingga dapat dicari tahu apakah ada kesamaan persepsi tentang
mempengaruhi peyelesaian pekerjaan proyek kon- pengambilan keputusan tentang pemberian kom-
struksi secara keseluruhan. pensasi atas skenario- skenario keterlambatan yang
tumpang tindih antar pelaku konstruksi pada proyek
Arif dan Morad (2014), mengungkapkan bahwa ket- pemerintah. Skenario-skenario keterlambatan yang
erlambatan bertumpuk juga sering disebut keter- tumpang tindih yang diberikan dalam kuesioner
lambatan yang simultan, keterlambatan yang ber- adalah sebagai berikut:
campur atau keterlambatan yang berjalan. Definisi

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 71
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

A. Skenario 1 pengguna jasa juga menyumbang keterlambatan

Gambar 2. Skenario keterlambatan yang tumpang tindih

Sebuah proyek di jadwalkan selesai selama 6 bulan pada aktivitas D selama selama 2 bulan.
(gambar 2). Masing-masing aktivitas A, B, C, D, E
dan F dijadwalkan 2 bulan tanpa ada float (semua Ternyata penyedia jasa berinisiatif melakukan akle-
jalur kritis).Pada saat implementasi, ternyata pe- serasi untuk mengejar ketertinggalannya pada ak-
nyedia jasa menyumbang keterlambatan pada ak- tifitas-aktivitas yang tersisa. Pada akhirnya proyek
tivitas A selama 1 bulan. Kemudian pada perjala- tetap terlambat selama 15 hari.
nannya ternyata pengguna jasa juga menyumbang
keterlambatan pada aktivitas D selama 2 bulan. Pengguna jasa berniat menjatuhkan sanksi kepa-
Proyek selesai dalam waktu 8 bulan. da penyedia jasa atas keterlambatan penyelesaian
proyek tersebut. Penyedia jasa mengajukan klaim
Pengguna jasa berniat menjatuhkan sanksi kepa- untuk mendapatkan kompensasi, maka jenis kom-
da penyedia jasa atas keterlambatan penyelesaian pensasi yang dapat diberikan oleh pengguna jasa
proyek tersebut. Kemudian penyedia jasa men- adalah, apakah berupa kompensasi penambahan
gajukan klaim untuk mendapatkan kompensasi, waktu, kompensasi penambahan biaya, kompensasi
maka jenis kompensasi yang dapat diberikan oleh penambahan waktu dan biaya atau tidak diberikan
pengguna jasa adalah, apakah berupa kompensasi kompensasai sama sekali?
penambahan waktu, kompensasi penambahan bi-
aya, kompensasi penambahan waktu dan biaya atau C. Skenario 3
tidak diberikan kompensasai sama sekali?
Sebuah proyek di jadwalkan selesai selama 8 bulan.
B. Skenario 2 Seperti yang digambarkan pada CPM pada Gambar
3. Masing-masing aktivitas A, B, C, dan D dijadwal-
Sebuah proyek di jadwalkan selesai selama 6 bulan. kan selesai dalam 2 bulan. Sedangkan aktivitas E
Seperti yang digambarkan pada CPM pada Gam- dan F dijadwalkan selesai dalam 4 bulan tanpa ada
bar2. Masing-masing aktivitas A, B, C, D, E dan F float (semua jalur kritis).

Gambar 3. Skenario keterlambatan yang tumpang tindih 3

dijadwalkan 2 bulan tanpa ada float (semua jalur Padas saat implementasi, ternyata penyedia jasa
kritis). menyumbang keterlambatan pada aktivitas A sela-
ma 1 bulan. Kemudian pada perjalanannya ternyata
Pada saat implementasi, ternyata penyedia jasa me- pengguna jasa juga menyumbang keterlambatan
nyumbang keterlambatan pada aktivitas A selama pada aktivitas D selama 2 bulan.
1 bulan. Kemudian pada perjalanannya ternyata

1 - 72 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Pengguna jasa sadar akan terjadi keterlambatan Keterangan gambar:


pada proyek tersebut. Maka pengguna jasa mengin-
struksikan kepada penyedia jasa agar melakukan X = Pengguna jasa
akselerasi agar proyek tidak terlambat. Proyek sele- Y = Penyedia Jasa
sai tepat pada waktunya. Z = Konsultasn pengawas

Karena penyedia jasa melakukan akselerasi atas in- Dari rekapitulasi hasil wawancara dan kesoner atas
struksi dari pengguna jasa dan merasa akselerasi keterlambatan yang tumpang tindih, dapat ditarik
adalah usaha tambahan yang tidak tertera dalam kesimpulan sebagai berikut;
kontrak, penyedia jasa mengajukan klaim untuk
mendapatkan kompensasi, maka jenis kompen- 1. Skenario 1
sasi yang dapat diberikan oleh pengguna jasaa-
dlah, apakah berupa kompensasi penambahan Pengguna jasa sepakat kompensasi yang dapat di-
waktu, kompensasi penambahan biaya, kompensasi berikan atas pada skenario keterlambatan yang
penambahan waktu dan biaya atau tidak diberikan tumpang tindih 1 adalah kompensasi penambahan
kompensasai sama sekali? waktu.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Sedangkan penyedia jasa dan konsultan pengawas


mayoritas sepakat dengan pengguna jasa bahwa
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan kompensasi penambahan waktu adalah kompen-
pada beberapa proyek di lingkungan Kementeran sasi yang cocok untuk skenario keterlambatan yang
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Respon- tumpang tindih skenario 1, namun terdapat masing-
den terdiri dari pemilik proyek, kontraktor, serta masing 1 orang responden dari penyedia jasa dan
konsultan pengawas pada proyek yang dapat ber- konsultan pengawas berpendapat bahwa kompen-
peran sebagai wakil dari pemilik proyek (owner). sasi yang tepat untuk skenario keterlambatan yang
Masing-masing pihak dicari perwakilan yang memi- tumpang tindih 1 adalah kompensasi penambahan
liki kekuatan dalam pengambilan keputusan. Hasil waktu dan biaya.
kuesioner yang diberikan dan wawancara, didapat
hasil sebagai berikut. 2. Skenario 2

A. Jumlah responden Mayoritas pengguna jasa, penyedia jasa dan konsul-


Tabel 1. Jumlah Responden tan pengawas berpendapat bahwa pemberian kom-
pensasi yang tepat untuk skenario keterlambatan
Pengguna Jasa 9 Responden
yang tumpang tindih 2 adalah kompensasi penam-
Penyedia Jasa 4 Responden bahan waktu. 1 orang responden dari pengguna
Konsultan Pengawas 4 Responden jasa berpendapat bahwa keterlambatan ini tidak
layak diberikan kompensasi. Sedangkan 1 respon-
B. Hasil wawancara dan kuesioner den dari penyedia jasa menilai bahwa kompensasi
Tabel 2. Rekapitulasi Kuesioner
Tambahan Waktu Tidak Ada Kom-
Tambahan Waktu Tambahan Biaya
dan Biaya pensasi
X1, X2, X3, X4,
X5, X6, X7, X8,
X9

Skenario 1 Y1, Y3, Y4

Z1, Z2, Z4 Y2

Z3
X1, X2, X3, X4, X8
X5, X6, X7, X9
Skenario 2
Y1, Y3, Y4
Y2
Z1, Z2, Z3, Z4
X8 X1, X2, X3. X4,
X5, X6, X7, X9
Y1, Y3, Y4
Skenario 3
Y2
Z1, Z3, Z4
Z2

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 73
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

penambahan waktu dan biaya merupakan kompe- 5.2. Saran


nasi yang cocok atas skenario keterlambatan yang
tumpang tindih 2. Menngingat batasan-batasan yang ada, maka sa-
ran yang dapat diberikan sebagai tindak lanjud
3. Skenario 3 dalam penelitian ini adalah; Agar penelitian beri-
kutnya dapat mengembangkan rekomendasi yang
Pada skenario 3, terjadi ketidaksepahaman antara lebih mendalam dalam upaya penerapan kompenasi
pengguna jasa, penyedia jasa dan konsultan pen- dalam dunia kerja konstruksi. Tidak hanya pada
gawas. konstruksi pemerintah saja namun perlu dilakukan
penelitian yang lebih mendalam tentang pembuatan
Pada skenario 3 ini, mayoritas konsultan pengawas peraturan atau regulasi terhadap pemberian kom-
sependapat dengan mayoritas penyedia jasa. Bah- pensasi khususnya pada situasi dimana terjadi ket-
wa kompensasi yang tepat adalah penambahan bi- erlambatan yang tumpang tindih.
aya. Mereka berpendapat bahwa akselersi yang di-
instruksikan oleh pengguna jasa merupakan usaha DAFTAR PUSTAKA
yang lebih berat dan biasanya tidak ada dalam kon-
trak. Kompensasi yang diterima mereka anggap se- Undang-Undang No. 2 Tahun 2017, Undang-Undang
bagai pengganti biaya mobilisasi dan de-mobilisasi Jasa Konstruksi
alat, pekerja dan lain-lain.
Peraturan Presiden No. 04 Tahun 2015 Tentang Pen-
Sedangkan pengguna jasa berpendapat bahwa pe- gadaan Barang Jasa Pemerintah
nyedia jasa tidak perlu diberikan kompensasi, wa-
laupun pengguna jasa menginstruksikan akselerasi Istimawan Dipohusodo (1996) “ Manajemen Proyek
kepada penyedia jasa. dan Konstruksi”

5. KESIMPULAN DAN SARAN Andreas Wibowo (2009) “Causal Modeling Penyebab


Keterlambatan Proyek Konstruksi Pemerintah”
5.1. Kesimpulan
Andreas Wibowo (2010) “Metode Komputasi Potensi
Dari hasil kuesioner yang di berikan kepada para Keterlmbatan Proyek Konstruksi dan Konstri-
pelaku konstruksi di-Kementerian Pekerjaan Umum busi Keterlambatan Aktifitas”
dan Perumahan Rakyat mengenai keterlambatan
yang tumpang tindih, dapat diketahui bahwa peng- Farrukh Arif, A.M.ASCE1; and Ayman A. Morad
guna jasa berpendapat bahwa pemberian kom- (2013) “Concurrent Delays inconstruction: In-
pensasi penambahan waktu pada skenario 1 dan 2 ternational Legal Perspective”Findy, Kamaru-
dapat diberikan walaupun masing-masing pengguna zzaman (2012) “ Studi Keterlambatan Peny-
jasa dan penyedia jasa masing-masing menyum- elesaian Proyek Konstruksi”. Ria Handayani1,
bang keterlambatan walaupun pada aktifitas yang Ariany Frederika2, A.A. Wiranata2 (2013)
berbeda. “Analisis Faktor-faktor Penyebab Keterlam-
batanPelaksanaan Pekerjaan ProyekGedunng
Pada skenario 3, pengguna jasa menginstruksikan di Kabupaten Jembrana”
akselerasi karena terjadi keterlambatan. Akselerasi
yang dilakukan penyedia jasa atas instruksi peng- Richard J. Long, P.E (2015) “Analisys of concurrent
guna jasa tidak tercantum dalam kontrak, dan di- delay on construction claims”
asumsikan membutuhkan biaya tambahan untuk
overhead oleh penyedia jasa. pada skenario 3 ini, Rudi Waluyo (2009) “ Kajian Faktor Penyebab Ket-
pengguna jasa berpendapat bahwa ketepatan peny- erlmbatan Waktu Pelaksanaan Proyek Kon-
elesaian pekerjaan adalah tanggung jawab dari pe- struksi”
nyedia jasa, walaupun ada instruksi untuk melaku-
Stephen Scott (1997) “Delay Claims in UK. Con-
kan akselerasi. Pada skenario ini pengguna jasa
tracts:”
wajib memberikan kompensasi tambahan biaya atas
akselrasi yang diinstruksikan apabila penyedia jasa Victor M. Ostrowski, PSP, dan Michael T. Midgette,
mengajukan klaim atas akselerasi yang di-instrusi- PSP. (2006) “Concurrent Delay Analysis in
kan, mengingat pengguna jasa juga menyumbang Litigation”
keterlambatan pada proyek ini. Namun pada ske-
nario ini responden dari pengguna jasa sepakat un- Zaki M. Kraiem,1 dan James E. Diekmann (1987)
tuk tidak memberikan kompensasi apapun atas ak- “Concurrent Delay in Conxtructiom Projects”
selerasi yang diperintahkan kepada penyedia jasa.
sedangkan mayoritas respnden penyedia jasa dan
konsultan pengawas sepakat ntuk menuntut pem-
berian kompensasi tambahan biaya.

1 - 74 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

STUDI PERIZINAN PEMANFAATAN RUMIJA TOL SECARA ELEKTRONIK


UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK

Diki Zulkarnaen

Widyaiswara Ahli Muda


Balai Diklat PUPR Wilayah III Jakarta
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Email: zulkarnaen204@yahoo.com

Abstract

The complexity of the licensing process affects Business Entitity, organizations or community often to
find difficulties when they apply for it in order to utilize part of toll road. Many applicants are confused
because of the complexity of the licensing stage, those are which unit is responsible for processing license,
who is authorized for publishing license, dispensation, design recommendations and approvals in toll road
utilization, and several other issues. In order to simplify the licensing process for toll road part utilization and
achieve fast, easy, transparent and accountable services, the Directorate General of Highways, the Ministry
of Public Works and Public Housing has established electronic licensing services through the issuance of
Circular Director General of Highways Number 11 in 2017. Licensing services for utilization of toll roads
sections consist of submission of permits, Document Requirements, Document Verification and Evaluation
Process and Field Review, Issuance of Minutes, and Issuance of License Approval /Refusal of License.
The advantage of this service is the number of permits in one stage and issued by one Unit. The time for
licensing can be completed in a maximum of 11 (eleven) working days. In addition to through electronic
systems, the advantages of this circular are the establishment of a Licensing Service Unit (UPP) that has
a special task to provide services. Therefore, the Directorate General of Highways at the Ministry of Public
Works can further improve public services, in accordance with the principles of good public service to realize
excellent service in accordance with the paradigm of the New Public Service (NPS).

Keywords: space of road, licensing, public service

Abstrak

Rumitnya proses perizinan menyebabkan Badan Usaha, organisasi ataupun kelompok masyarakat selaku
pemohon seringkali kesulitan dalam mengajukan izin pemanfaatan bagian-bagian jalan tol. Bahkan banyak
pemohon kebingungan karena rumitnya tahapan perizinan, ketidakjelasan unit kerja mana yang memproses
perizinan, ketidaktahuan siapa pihak yang berwenang mengeluarkan izin, dispensasi, rekomendasi dan
persetujuan desain dalam pemanfaatan jalan tol, serta berbagai permasalahan lainnya. Sebagai usaha
untuk menyederhanakan proses perizinan untuk pemanfaatan bagian-bagian jalan tol dan mencapai
layanan yang lebih cepat, mudah, transparan, dan akuntabel, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah membentuk layanan perizinan elektronik melalui penerbitan
Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 11 Tahun 2017 tentang Prosedur Perizinan Pemanfaatan
Bagian-Bagian Jalan Tol. Pelayanan perizinan untuk pemanfaatan rumija tol terdiri dari Penyerahan izin,
Persyaratan Dokumen, Proses Verifikasi dan Evaluasi Dokumen dan Review Lapangan, Penerbitan Risalah,
dan Penerbitan Surat Persetujuan / Penolakan Perizinan. Kelebihan dari layanan ini adalah jumlah izin dalam
satu tahap dan dikeluarkan oleh satu Unit. Kemudian waktu untuk pemberian izin dapat dilakukan dalam
waktu maksimum 11 (sebelas) hari kerja. Selain melalui sistem elektronik, kelebihan dari Surat Edaran
ini adalah dibentuknya Unit Layanan Perizinan yang memiliki tugas khusus untuk menyediakan layanan.
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dapat lebih meningkatkan
pelayanan publik, sesuai dengan prinsip-prinsip pelayanan publik yang baik untuk mewujudkan layanan
yang prima sesuai dengan paradigma Pelayanan Publik Baru (NPS).

Kata Kunci: rumija, perizinan, pelayanan publik

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 75
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

1. PENDAHULUAN gawasan Jalan (Ruwasja) Tol adalah ruang tertentu


di luar Ruang Milik Jalan Tol yang penggunaannya
Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 1 Tahun diawasi oleh penyelenggara jalan tol agar tidak
2017 tentang Prosedur Perizinan Pemanfaatan Ba- mengganggu pandangan bebas pengemudi, kon-
gian-Bagian Jalan Nasional, dalam perkembangan- struksi jalan tol dan fungsi jalan tol. Utilitas adalah
nya disempurnakan untuk meningkatkan pelayanan fasilitas jaringan yang menyangkut kepentingan
kepada masyarakat di dalam perizinan pemanfaatan umum meliputi listrik, telekomunikasi, informasi,
bagian-bagian jalan tol. Dalam rangka penyederha- air, minyak, gas, dan bahan bakar lainnya, sanitasi
naan proses perizinan pemanfaatan bagian-bagian dan sejenisnya.
jalan tol guna mewujudkan pelayanan yang cepat,
mudah, transparan, pasti, dan akuntabel maka Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) adalah badan yang
diterbitkan Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor dibentuk oleh Menteri, berada di bawah, dan ber-
11 Tahun 2017 tentang Prosedur Perizinan Peman- tanggung jawab terhadap Menteri. BPJT mempunyai
faatan Bagian-Bagian Jalan Tol sebagai penggan- wewenang untuk melakukan sebagian wewenang
ti Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 1 Ta- Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan tol yang
hun 2018. Maksud ditetapkannya Surat Edaran ini meliputi pengaturan, pengusahaan, pengawasan
adalah sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelay- Badan Usaha Jalan Tol sehingga dapat memberikan
anan perizinan pemanfaatan bagian-bagian jalan tol manfaat yang maksimal bagi negara untuk sebesar-
sesuai dengan kewenangan penyelenggara jalan, besarnya kemakmuran rakyat.
dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR). Sedangkan tujuannya Unit Pelayanan Perizinan Jalan Bebas Hambatan
adalah agar pelaksanaan pelayanan perizinan ba- (UPP JBH) Unit yang dibentuk khusus pada Direk-
gian-bagian jalan tol dapat dilakukan secara cepat, torat Jenderal Bina Marga dan diberi tugas untuk
efektif, efisien, transparan dan berorientasi pada menjalankan proses adminstrasi izin pemanfaatan
peningkatan pelayanan masyarakat sesuai dengan rumija tol dan melakukan pemeriksaan permohonan
jangka waktu yang ditentukan. izin, pemeriksaan rekomendasi teknis, dan kelay-
akan teknis pemberian izin.
Ruang lingkup Surat Edaran Dirjen Bina Marga No-
mor 11 Tahun 2017 terdiri dari pelayanan perizinan, 2.1. Landasan Teori
standar pelayanan minimal, mekanisme pelayanan,
pemanfaatan sistem teknologi informasi dan sara- Pelayanan publik adalah sebagai segala bentuk ke-
na, prasarana, dan/atau pelayanan. Surat Edaran giatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh
ini mengatur tata cara pemberian izin, dispensasi Instansi Pemerintahan di Pusat dan Daerah, dan di
dan rekomendasi pemanfaatan bagian-bagian jalan lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan/
tol, agar seluruh pihak-pihak yang berkepentingan atau jasa, baik dalam pemenuhan kebutuhan ma-
memiliki acuan yang sama dalam proses peman- syarakat (Purwanto, dkk, 2017). Sedangkan definisi
faatan dan penggunaan bagian-bagian jalan tol se- yang saat ini menjadi rujukan utama dalam peny-
lain peruntukannya. Dengan adanya Surat Edaran elenggaraan pelayanan publik sebagaimana ter-
ini, Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR dapat se- muat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
makin meningkatkan tingkat pelayanan kepada ma- Tentang Pelayanan Publik, definisi pelayanan pub-
syarakat, sesuai dengan Sembilan prinsip pelayan- lik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
an publik yang baik untuk mewujudkan pelayanan rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
prima yaitu partisipatif, transparan, responsif, non dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
diskriminatif, mudah dan murah, efektif dan efisien, warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/
aksesibel, akuntabel, dan berkeadilan. atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa definisi lain dari pelayanan publik yang
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Bina Marga No. banyak digunakan (Purwanto, dkk, 2017) adalah:
11 Tahun 2017, terdapat beberapa istilah-isitilah
yang perlu dimengerti, antara lain: Ruang Milik Ja- A. Lovelock, Christoper H, 1991:7, mengatakan
lan (Rumija) Tol adalah ruang manfaat jalan tol dan bahwa ”service adalah produk yang tidak ber-
sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan tol yang wujud, berlangsung sebentar dan dirasakan atau
diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan tol, peleba- dialami” artinya service merupakan produk yang
ran jalan tol, penambahan jalur lalu lintas di masa tidak ada wujud atau bentuknya sehingga tidak
datang serta kebutuhan ruangan untuk pengaman- ada bentuk yang dapat dimiliki, dan berlangsung
an jalan tol dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan sesaat atau tidak tahan lama, tetapi dialami dan
tinggi tertentu. Sedangkan definisi Ruang Manfaat dapat dirasakan oleh penerima layanan.
Jalan (Rumaja) Tol adalah ruang sepanjang jalan tol
B. Davit Mc Kevitt; dalam bukunya Managing Core
yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ter-
Public Services (1998), membahas secara spesi-
tentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan tol
fik mengenai inti pelayanan publik yang menjadi
dan digunakan untuk badan jalan tol, saluran tepi
tugas pemerintah dan pemerintah daerah, me-
jalan tol, dan ambang pengamanannya. Ruang Pen-

1 - 76 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

nyatakan bahwa “Core Public Services maybe de- keberadaan, posisi, peran dan tujuan pembentu-
fined asthose sevices which are important for the kan Negara (birokrasi). Untuk menjawab tantangan
protection and promotion of citizen well-being, tersebut munculah paradigma baru pelayanan yang
but are in are as where the market is in capable disebut New Public Service (NPS). Paradigma ini
of reaching or even approaching a socially opti- menekankan pentingnya keberadaan Negara dalam
mal state; health, education, welfare and securi- menyiapkan pelayanan yang dibutuhkan oleh ma-
ty provide the most obvious best know example”. syarakat. Negara ada dan menunjukkan eksistensi
dan keberpihakan terhadap penyediaan layanan
Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang dasar bagi masyarakatnya
diuraikan tersebut di atas, maka pelayanan publik
dapat penulis simpulkan sebagai pemberian layanan Dalam Purwanto dkk, 2017, definisi yang lebih sem-
kepada orang atau masyarakat dan/atau organisasi pit lagi, pelayanan publik bahkan seringkali disalah
lain yang mempunyai kepentingan pada organisasi pahami sebagai pelayanan administratif yang dise-
itu, sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang lenggarakan oleh pemerintah terkait dengan pelak-
ditentukan dan ditujukan untuk memberikan kepua- sanaan undang-undang atau peraturan, dalam kla-
san kepada penerima pelayanan. Dengan demikian, sifikasi Ripley (1985) masuk dalam ranah protective
terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, regulatory policy (kebijakan protektif) dan competi-
yaitu unsur pertama, adalah organisasi penyelengg- tive regulatory policy (kebijakan kompetitif). Kebi-
ara pelayanan publik, unsur kedua, adalah penerima jakan protektif dibuat oleh pemerintah dengan cara
layanan (pelanggan) yaitu orang, masyarakat atau membatasi ruang gerak individu agar tidak merugi-
organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, kan individu yang lain, sementara itu kebijakan kom-
adalah kepuasan yang diberikan dan atau diterima petitif mengatur kompetisi diantara sektor swasta
oleh penerima layanan/pelanggan agar cara kerja mereka tidak merugikan masyarakat
sebagai konsumen. Instrumen untuk mewujudkan
Di masa yang lalu, pelayanan publik didefinisikan tujuan melindungi warga negara dari perilaku warga
sebagai semua jenis pelayanan yang diselenggara- negara yang lain maka dilakukan oleh pemerintah
kan oleh pemerintah. Pameo yang terkenal saat itu dengan membuat peraturan tentang perizinan, per-
adalah “what ever government does is public ser- izinan, pemberian sertifikat, pemberian akte, dan
vice”. Artinya semua barang/jasa public yang dibu- lain-lain. Dengan aturan tersebut, maka seorang
tuhkan oleh masyarakat dan diselenggarakan oleh warga negara tidak dapat melakukan suatua aktivi-
Negara disebut sebagai pelayanan public (Dwiyan- tas, misalnya membuka usaha, sebelum pemerintah
to, 2010:14). Paradigma yang melihat pelayanan memberikan ijin usaha. Contoh lainnya, Undang-
public seperti ini sering disebut sebagai paradigm undang mensyaratkan setiap warga negara harus
kuno atau Old Public Administration (OPA). Dalam memiliki identitas kewarganegaraan, agar setiap
paradigm OPA tersebut Negara dianggap sebagai warga negara memperoleh pengakuan dari negara
satu-satunya lembaga yang paling mampu me- akan hak-hak mereka. Oleh karena itu pelayanan
nyelesaikan segala persoalan yang dihadapi oleh publik dipahami sebagai pelayanan pengurusan
masyarakat. Cara pandang yang demikian terjadi Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi
karena pada saat itu sektor swasta dan juga ma- (SIM), Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat
syarakat sipil belum berkembang dan mampu men- Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), pelayanan mem-
jadi alternative untuk membantu pemerintah dalam per oleh Paspor, dan sebagainya.
menyelasaikan masalah publik. Perkembangan par-
adigma pelayanan publik yang sudah mulai memun- Perkembangan perubahan paradigma pelayanan
culkan peran swasta dalam menyediakan pelayanan dari Old Public Administration (OPA) kemudian
publik terjadi pada masa New Public Management berubah menjadi New Public Management (NPM)
(NPM). Pada masa ini para manajer pelayanan pub- dan seterusnya menjadi New Public Service (NPS)
lik dan penyedia jasa layanan public deprogram dan dapat dilihat pada Tabel 1.
dididik untuk menjalankan pelayanan yang berori-
entasi pada profit. Karena itu pelayanan jasa sep-
erti dirumah sakit yang dulu masih tinggi keberpi-
hakannya kepada masyarakat dan cenderung gratis
atau murah, berubah menjadi pelayanan yang un-
tuk mendapatkannya, harus dengan mengeluarkan
sejumlah biaya yang cukup mahal. Beberapa neg-
ara Eropa seperti contoh di Inggris, akibat ketidak
mampuan membayar asuransi kesehatan yang san-
gat mahal untuk mendapatkan pelayanan di rumah
sakit, membuat banyak masyarakat tidak mampu
berusaha mengobati penyakitnya sendiri tanpa
mendapatkan pelayanan dari penyedia layanan kes-
ehatan. Setelah kenyataan ini terungkap ke publik,
maka banyak mempertanyakan serta menggugat

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 77
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 1. Perbandingan Paradigma Pelayanan Publik


OPA NPM NPS
Menaruh perhatian pada pe- Menekankan penggunaan me- Negara harus menjadi lebih
nyediaan layanan secara lang- kanisme dan terminologi pasar kuat dan menyediakan ben-
sung kepada masyarakat me- sehingga memandang hubun- tuk-bentuk pelayanan dasar
lalui badan-badan publik gan antara badan-badan yang justru GRATIS sehingga
publik dengan pelanggannya bisa dinikmati dan dirasakan
sebagaimana layaknya trans- hasil kerja pemerintahannya
aksi yang terjadi antara pen-
jual dan pembeli
Organisasi publik beroperasi Peran manajer publik ditantang Memperkuat peran adminis-
paling efisien sebagai sistem untuk menemukan cara-cara trator publik untuk menunju-
sehingga keterlibatan warga inovatif dalam menswastakan kan eksistensi dan keberpi-
negara dalam pemerintahan berbagai fungsi yang semula hakan negara dalam melayani
dibatasi dijalankan pemerintahan masyarakat. Negara ada untuk
melayani
1887 - 1937 1992 - 2000 2003 – sekarang
Sumber: Purwanto, dkk, 2017

Ruang Milik Jalan (Rumija) Tol menurut Peraturan


Pemerintah No 15 tentang Jalan Tol Pasal 27 adalah
adalah ruang manfaat jalan tol dan sejalur tanah
tertentu di luar manfaat jalan tol yang diperuntuk-
kan bagi ruang manfaat jalan tol, pelebaran jalan
tol, penambahan jalur lalu lintas di masa datang
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan
tol dan dibatasi oleh lebar, kedalaman, dan tinggi
tertentu.

Pemanfaatan ruang milik jalan tol hanya diperun-


tukkan bagi ruang manfaat jalan tol, penambahan
lajur lalu lintas, serta ruang untuk pengamanan Gambar 1. Pemanfaatan Rumija Tol di Jalan Tol
jalan. Tetapi dengan tetap memperhatikan kesela- Jakarta – Cikampek
matan dan kelancaran lalu lintas dan keamanan (Sumber: https://metro.tempo.co)
konstruksi jalan tol, masyarakat dapat menggu-
nakan ruang milik jalan tol selain peruntukannya. 3. METODE PENELITIAN
Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik
jalan selain peruntukannya meliputi bangunan dan Studi Pustaka dari berbagai macam literatur, den-
jaringan utilitas, iklan, media informasi, bangun– gan obyek utama Surat Edaran Dirjen Bina Marga
bangunan, dan bangunan gedung di dalam ruang nomor 11 Tahun 2017, tentang Prosedur Perizinan
milik jalan. Contoh pemanfaatan Ruang Milik Jalan Pemanfaatan Bagian-Bagian Jalan Tol. Surat Edaran
adalah penempatan pilar-pilar Light Rail Transport ini merupakan penyempurnaan Surat Edaran Dirjen
(LRT) di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, seperti ditun- Bina Marga Nomor 1 Tahun 2017 tentang Prosedur
jukan pada Gambar 1. Perizinan Pemanfaatan Bagian-Bagian Jalan Nasi-
onal. Dalam tulisan ini penulis juga mencoba meng-
Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik kaji beberapa literatur yang berkaitan erat dengan
jalan selain peruntukannya tersebut di atas, wajib pelayanan publik dan pemanfaatan jalan tol.
memperoleh izin dari Ditjen Bina Marga, Kement-
erian PUPR. Permohonan izin dapat diajukan oleh 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
perseorangan, kelompok masyarakat, organisasi,
badan usaha, badan hukum, instansi pemerintah Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR telah
pusat maupun pemerintah daerah sesuai peraturan menetapkan pelayanan perizinan secara elektronik
yang berlaku. melalui Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 11
Tahun 2017 tentang Prosedur Perizinan Pemanfaatan
Bagian-Bagian Jalan Tol. Di dalam Surat Edaran No 11
Tahun 2017 ini, Ditjen Bina Marga juga membentuk
Unit Pelayanan Perizinan (UPP). UPP adalah unit yang
dibentuk khusus pada Ditjen Bina Marga dan diberi
tugas untuk menjalankan proses adminstrasi izin
pemanfaatan rumija tol dan melakukan pemeriksaan
permohonan izin, pemeriksaan rekomendasi
teknis, dan kelayakan teknis pemberian izin. Di

1 - 78 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

dalam pelaksanaan pelayanan perizinan ini, Ditjen yang hendak dicapai untuk melaksanakan
Bina Marga telah mewujudkan pelayanan prima mandat konstitusi dan mencapai tujuan-tujuan
dengan prinsip-prinsip pelayanan publik yang dapat strategis negara dalam jangka panjang dan
diuraikan sebagai berikut: cara mewujudkan tujuan tersebut dilakukan
dengan prosedur yang sederhana, tenaga kerja
A. Partisipatif. Di dalam penyelenggaraan pelayanan yang sedikit, dan biaya yang murah. Dengan
perizinan, Ditjen Bina Marga PUPR melibatkan diterbitkannya Surat Edaran No 11 Tahun 2017,
masyarakat pemohon dalam merencanakan, waktu dan tahapan pelayanan perizinan bisa
melaksanakan, dan mengevaluasi permohonan dilaksanakan dengan lebih singkat.
perizinan pemanfaatan bagian-bagian jalan tol.
G. Aksesibel. Pelayanan publik yang diselenggarakan
B. Transparan. Dalam penyelenggaraan proses oleh pemerintah harus dapat dijangkau oleh
perizinan, Ditjen Bina Marga PUPR menyediakan warga Negara yang membutuhkan dalam arti
akses bagi Pemohon untuk mengetahui hal- fisik yaitu dekat, terjangkau dengan kendaraan
hal yang terkait dengan proses perizinan, publik, mudah dilihat, gampang ditemukan
seperti persyaratan, prosedur, biaya, dan dan dapat dijangkau dalam arti non-fisik yang
sejenisnya. Pemohon juga harus diberi akses terkait dengan biaya dan persyaratan yang harus
yang sebesar-besarnya untuk mempertanyakan dipenuhi oleh masyarakat untuk mendapatkan
dan menyampaikan pengaduan apabila mereka layanan tersebut. Masyarakat pemohon dapat
merasa tidak puas dengan pelayanan perizinan. mengakses website Unit Pelayanan Perizinan UPP
Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR setelah
C. Responsif. Di dalam penyelenggaraan mendapatkan username dan password.
pelayanan publik pemerintah wajib mendengar
dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga H. Akuntabel. Penyelenggaraan pelayanan publik
negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dilakukan dengan menggunakan fasilitas dan
dan jenis pelayanan publik yang mereka sumber daya manusia yang dibiayai oleh warga
butuhkan, akan tetapi juga terkait dengan negara melalui pajak. Oleh karena itu semua
mekanisme penyelenggaraan layanan, jam bentuk penyelenggaraan pelayanan publik harus
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan dapat dipertanggung-jawabkan secara terbuka
pelayanan. Kementerian PUPR menyediakan kepada masyarakat. Pertanggung jawaban disini
media komunikasi/pengaduan pada website Unit tidak hanya secara formal kepada atasan akan
Pelayanan Perizinan untuk menampung aspirasi tetapi yang lebih penting harus di pertanggung
masyarakat pemohon layanan perizinan. jawabkan secara terbuka kepada masyarakat
luas melalui media publik baik cetak maupun
D. Tidak diskriminatif. Pelayanan publik yang elektronik. Mekanisme pertanggungjawaban
diselenggarakan oleh pemerintah tidak boleh yang demikian sering disebut sebagai social
dibedakan antara satu warga Negara dengan accountability melalui website UPP yang bisa
warga negara yang lain atas dasar perbedaan diakses secara luas oleh masyarakat pemohon.
identitas warga negara, seperti status sosial,
pandangan politik, agama, profesi, jenis kelamin, I. Berkeadilan. Penyelenggaraan pelayanan publik
difabel, dan sejenisnya. Proses pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah memiliki
perizinan tidak membeda-bedakan kelompok berbagai tujuan. Salah satu tujuan yang penting
masyarakat. Sepanjang memenuhi persyaratan, adalah melindungi warga negara dari praktik
seluruh permohonan izin akan diproses sesuai buruk yang dilakukan oleh warga negara yang
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. lain, termasuk praktik buruk dari birokrat kepada
masyarakat. Sistem pelayanan perizinan secara
E. Mudah dan Murah. Penyelenggaraan pelayanan elektronik dapat dijadikan sebagai alat melindungi
publik dimana masyarakat harus memenuhi kelompok rentan dan mampu menghadirkan rasa
berbagai persyaratan untuk memperoleh keadilan bagi masyarakat yang bermaksud untuk
layanan, harus diterapkan prinsip mudah dan mengajukan permohonan perizinan.
murah. Murah dalam arti biaya yang dibutuhkan
oleh masyarakat untuk mendapatkan layanan
tersebut terjangkau oleh seluruh warga negara.
Hal ini perlu ditekankan karena pelayanan
publik yang diselenggarakan oleh pemerintah
tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan
melainkan untuk memenuhi mandat konstitusi.
Ditjen Bina Marga PUPR tidak mengenakan
biaya apapun alias gratis pada layanan perizinan
pemanfaatan rumija tol.

F. Efektif dan Efisien. Penyelenggaraan pelayan


publik harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 79
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 2. Perbandingan Surat Edaran Dirjen Bina Marga No. 1 dan No. 17 Tahun 2017
No SE No 1 Tahun 2017 SE No 11 Tahun 2017 Keterangan
1 Unit Kerja yang memproses periz- Unit Kerja yang memproses per- Proses Perizinan
inan ada 2 yaitu Ditjen BM dan BPJT izinan ada dalam 1 atap yaitu dalam 1 atap
UPP Ditjen BM
2 Yang menerbitkan izin adalah 2 unit Yang menerbitkan izin adalah 1 Izin dari 1 unit kerja
kerja (Ditjen BM dan BPJT) unit kerja (Ditjen BM)
3 Proses perizinan 2 tahap : Proses Perizinan 1 Tahap yaitu Proses perizinan
Izin dari Ditjen Bina Marga lebih singkat
1) Izin Prinsip dari Ditjen BM
2) Proses sewa lahan kepada BUJT
3) Persetujuan DED dari BPJT
4 Ada 9 tahapan perizinan yaitu : Ada 6 tahapan perizinan yaitu: Tahapan perizinan
lebih singkat
1) Pengajuan izin pemanfaatan 1) Pengajuan Surat Permoho-
oleh Pemohon nan Koordinasi Ke BUJT
2) Pemeriksaan Kelengkapan Ad- 2) Pengajuan permohonan izin
ministrasi oleh Ditjen BM kepada Ditjen BM
3) Proses Evaluasi Teknis dan Pen- 3) Pemeriksaan Kelengkapan
injauan Lapangan Dokumen Persyaratan oleh
UPP
4) Penerbitan Persetujuan prinsip
dari Ditjen BM 4) Proses verifikasi dan evalu-
asi dolumen serta tinjauan
5) Pemohon melengkapi per-
lapangan
syaratan kepada BPJT
5) Penerbitan Berita Acara
6) Pemeriksaan DED dan Metode
Pelaksanaan oleh BPJT 6) Penerbitan Surat Persetu-
juan / Penolakan dari Ditjen
7) Pembuatan Berita Acara Pemer-
Bina Marga
iksaan DED dan Metode Kerja
8) Proses Sewa Lahan kepada
BUJT
9) Penerbitan Surat Persetujuan
DED oleh BPJT
5 Lama proses perizinan 49 hari kerja Lama proses perizinan 11 hari Lama proses periz-
atau lebih karena tahapan Nomor 5 kerja dihitung dari tahapan no- inan lebih singkat
dan 8 tidak dihitung dalam waktu mor 2
proses perizinan
6 Proses perizinan manual Proses perizinan online. Data Proses perizinan
Ruang Milik jalan tersedia di berbasis on line
website UPP,
Sumber: Hasil Analisis

Keterangan :

BM : Bina Marga
BPJT : Badan Pengatur Jalan Tol
BUJT : Badan Usaha Jalan Tol
DED : Detailed Engineering Design
UPP : Unit Pelayanan Perizinan

1 - 80 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Gambar 2. Prosedur Izin Pemanfaatan Rumija Tol

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 81
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Gambar 3. Bagan Alir Koordinasi ke BUJT

5. KESIMPULAN DAN SARAN 11 (sebelas) hari kerja. Selain itu dengan Sistem
elektronik yang online, proses pelayanan dapat di-
5.1. Kesimpulan laksanakan dengan lebih efektif, efisien dan murah.
Selain itu terbentuk Unit Pelayanan Perizinan (UPP)
Pelayanan perizinan pemanfaatan rumija tol terdiri yang mempunya tugas khusus untuk menyelengga-
dari tahapan permohonan ke BUJT, pengajuan izin ke rakan pelayanan perizinan.
Ditjen Bina Marga, pemeriksaan kelengkapan doku-
men persyaratan, proses verifikasi dan evaluasi do- Dengan diberlakukannya Surat Edaran Nomor 11
kumen serta tinjauan lapangan, penerbitan berita Tahun 2017 ini, senantiasa perlu dilakukan eval-
acara, dan penerbitan surat persetujuan/ penolakan uasi secara teratur dan berkesinambungan un-
izin dari Ditjen Bina Marga. Kelebihan Surat Edaran tuk mengindentifikasi kelebihan dan kekurangan
Nomor 11 Tahun 2017 adalah bahwa perizinan di- dari Surat Edaran ini. Seiring dengan berjalannya
laksanakan dalam 1 tahap dan diterbitkan oleh 1 waktu, tentu seluruh peraturan perundangan per-
instansi yaitu Ditjen Bina Marga. Waktu pemberian lu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan
izin dapat dilaksanakan dalam waktu paling lama perkembangan zaman.

1 - 82 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 4 No. 02 Desember 2018

5.2. Saran Permen PUPRNomor 20/PRT/M/2016 Tentang Or-


ganisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Tek-
Berdasarkan studi diatas, maka beberapa hal yang nis di Kementerian Pekerjaan Umum dan Pe-
dapat menjadi rekomendasi adalah sebagai berikut: rumahan Rakyat.

A. Peningkatan kapasitas server Unit Pelayanan Permen PUPRNomor 43/PRT/M/2015 tentang Badan
Perizinan (UPP) yang lebih besar untuk dapat Pengatur Jalan Tol.
melayani semua permohonan perizinan dengan
lebih optimal. Dengan berjalannya waktu, jum- Purwanto, E. A., Tyastianti, Damayanti., Taufik,
lah permohonan masyarakat akan terus semakin Andi., Novianto, Widhi (2017). Pelayanan
meningkat. Oleh karena itu server UPP senan- Publik, Modul Pelatihan Dasar Calon PNS,
tiasa harus dipelihara dan ditingkatkan kapasitas Lembaga Adminsitrasi Negara.
penyimpanannya.
Standar Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk
B. Penambahan jumlah personil PNS dan tenaga Jalan Tol Nomor 007/BM/2009; dan Pd T-
profesional untuk meningkatkan pelayanan ke- 13-2004-B tentang Pedoman Penempatan
pada masyarakat. Untuk tenaga profesional, Utilitas pada Daerah Milik Jalan.
diharapkan dapat bekerja tidak terhambat oleh
masa Pengadaan Jasa Konsultan, sehingga dapat Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 58/SE/M/2015
bekerja satu tahun penuh. tentang Tata Cara Pengamanan dan Peman-
faatan Barang Milik Negara Kementerian Pe-
C. Jabatan Kepala UPP sebagai jabatan fungsional kerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang
yang khusus menangani perizinan yang tidak Dikelola oleh Badan Usaha Jalan Tol.
dirangkap oleh pejabat struktural. Diharapkan
dengan adanya pemisahan tugas dan tanggung Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 01 Tahun
jawab antara pejabat struktural dan pejabat 2017 tentang Prosedur Perizinan Peman-
yang khusus menangani perizinan, akan dapat faatan Bagian-Bagian Jalan Nasional.
lebih optimal di dalam peningkatan pelayanan
layanan perizinan kepada masyarakat. Surat Edaran Dirjen Bina Marga Nomor 11 Tahun
2017 tentang Prosedur Perizinan Peman-
DAFTAR PUSTAKA faatan Bagian-Bagian Jalan Tol.

Denhardt,J.V dan Denhardt,R.B., (2003). The New Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Ta-
Public Service: Serving, not Steering. York hun 2004 tentang Jalan.
and London: M.E. SharpeNew.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Dwiyanto, Agus (2010). Manajemen Pelayanan Pub- Pelayanan Publik.
lik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif. Yogya-
karta: Gamapress.

Kepmen Kimpraswil Nomor 354/KPTS/M/2001 ten-


tang Kegiatan Operasi Jalan tol.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15


Tahun 2005 tentang Jalan Tol.

Permen PU Nomor 02/PRT/M/2007 tentang Petunjuk


Teknis Pemeliharaan Jalan Tol dan Jalan Tol
Penghubung.

Permen PU Nomor11/PRT/M/2006 tentang We-


wenang dan Tugas Penyelenggaraan Jalan Tol,
pada Direktorat Jenderal Bina Marga, BPJT
dan BUJT.

Permen PU Nomor 20/PRT/M/2010 tentang Pedo-


man Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-
Bagian Jalan.

Permen PUPR Nomor 15/PRT/M/2015 tentang Or-


ganisasi dan Tata Kerja Kementerian Peker-
jaan Umum dan Perumahan Rakyat.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 83
Vol. 4 No. 02 Desember 2018 Lampiran

KONSEP DAN PENATAAN TPS 3R DI KELURAHAN PASANGKAYU


KABUPATEN MAMUJU UTARA

Rizqi Audyah Rahmat1, Muhammad Yamin Jinca2, Yashinta Kumala Dewi3,

1
Mahasiswa Program Studi S1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota,
2, 3
Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
1,2,3
Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Email: audyahrizqi@yahoo.co.id1, my_jinca@yahoo.com2, yashintasutopo@yahoo.com3

Abstract

The sorting and reduction of waste from the source is not optimal yet even though the container has been
available for both organic and inorganic. There are 4 units of Trash Management Place Reuse Reduce Re-
cycle (TPS 3R) but only 2 units are operating, so the garbage piled up without management of 3R principle.
The limitations of facilities for the service areas that are more than 1 km caused the people to use water
area as the garbage disposal. This research objective to consider the ideal factor of location, to evaluate the
existing characteristics, and to direct the future demand concept. Bayes Theory to determine the factors
of consideration and assessment, and also Arcgis spatial analysis for the determination of TPS 3R location
which became the development concept. The waste generation from settlement area reaches about 11 ton/
day. The analysis result shows that the land requirement for accommodation and waste generation shelter
management in the 20-year are 532 m2, it’s required 9 units of TPS 3R which location considered based
on location criteria, accessibility, environment, population, the active role of community, and solid waste
system.

Keywords: waste generation, TPS 3R location, transportation

Abstrak

Pemilahan dan pengurangan sampah dari sumbernya belum optimal walaupun wadahnya telah tersedia
untuk organik dan anorganik. Terdapat 4 unit Tempat Pengelolaan Sampah Reuse Reduce Recycle (TPS 3R)
namun hanya 2 unit yang beroperasi, sehingga sampah menumpuk tanpa pengelolaan dengan prinsip 3R.
Keterbatasan sarana untuk layanan daerah yang lebih dari 1 km menyebabkan masyarakat memanfaatkan
daerah perairan untuk membuang sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor pertim-
bangan lokasi yang ideal, mengevaluasi karakteristik eksisting, dan arahan konsep kebutuhan kedepan.
Menggunakan metode pembobotan Teori Bayes untuk menentuan faktor pertimbangan dan penilaian, serta
analisis spasial Arcgis untuk penentuan lokasi TPS 3R yang menjadi konsep pengembangan. Timbulan sam-
pah yang berasal dari kawasan permukiman mencapai sekitar 11 ton/hari. Hasil analisis menunjukkan bah-
wa kebutuhan lahan untuk menampung dan mengelola timbulan sampah hunian selama 20 tahun sebesar
532 m2, dibutuhkan 9 unit TPS 3R yang lokasinya dipertimbangkan berdasarkan kriteria lokasi, aksesibilitas,
lingkungan, kependudukan, peran aktif masyarakat, dan sistem persampahan.

Kata Kunci: timbulan sampah, lokasi TPS 3R, transportasi

1 - 84 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 4 No. 02 Desember 2018

PENENTUAN BOBOT KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG


PADA FUNGSI RUMAH SAKIT

Raden Dhinny Nur’aeni1, Anton Soekiman2

1
Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi
2
Dosen Magister Teknik Sipil
1,2
Universitas Katolik Parahyangan
Email: dhinny18@gmail.com, soekiman@unpar.ac.id

Abstract

Hospital buildings are one of the growing public buildings in Indonesia. The implementation of reliable hos-
pital buildings is mandated by the Act of the Republic of Indonesia No. 28 of 2002 on Buildings. However,
there are still many hospital buildings that ignore aspects of building reliability. Ignoring the most important
aspects of the reliability of hospital buildings will affect the level of hospital services and patient dissatisfac-
tion. The purpose of this study is to determine the reliability of buildings in hospital functions. Based on the
results of weighting will be obtained important aspects/priority aspects in the reliability of hospital build-
ings. The weighting of building reliability consists of criteria and subcriteria. The analytical method uses the
Analytical Hierarchy Process (AHP) method. The results showed that the health criteria for hospital function
buildings had a higher level of importance than other criteria, followed by comfort criteria and convenience
criteria. Furthermore, the results of the calculation of the subcriteria weight as a whole, shows that sanita-
tion has the highest level of importance, followed by ventilation and lighting systems, so that these aspects
are priorities that must be prioritized in improving the reliability of buildings in hospital functions.

Keywords: health, comfort, convenience, hospital

Abstrak

Bangunan rumah sakit adalah bangunan publik yang semakin berkembang di Indonesia Penyelenggaraan
bangunan gedung yang andal merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002.
Namun, masih banyak penyelenggara bangunan rumah sakit yang mengabaikan aspek keandalan bangu-
nan. Mengabaikan aspek terpenting dalam keandalan bangunan rumah sakit akan berpengaruh terhadap
tingkat pelayanan rumah sakit dan ketidakpuasan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menen-
tukan bobot keandalan bangunan pada fungsi rumah sakit. Berdasarkan hasil pembobotan akan diperoleh
aspek penting/aspek prioritas dalam keandalan bangunan rumah sakit. Pembobotan meliputi kriteria dan
subkriteria keandalan bangunan. Metode analisis dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hier-
archy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukan bahwa kriteria kesehatan pada bangunan gedung fungsi
rumah sakit memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dari kriteria lainnya, disusul dengan kriteria
kenyamanan dan kriteria kemudahan. Selanjutnya, hasil perhitungan bobot subkriteria secara keseluruhan,
menunjukan bahwa sanitasi memiliki tingkat kepentingan paling tinggi, disusul dengan sistem penghawaan
dan pencahayaan, sehingga aspek-aspek tersebut merupakan prioritas yang harus diutamakan dalam me-
ningkatkan keandalan bangunan pada fungsi rumah sakit.

Kata Kunci: kesehatan, kenyamanan, kemudahan, rumah sakit

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 85
Vol. 4 No. 02 Desember 2018 Lampiran

MODEL EMPIRIS PERFORMA JALAN NASIONAL INDONESIA,


STUDI KASUS DI KALIMANTAN SELATAN
Windiarto Abisetyo1, Harry Evdorides 2, Sigit Priyanto3, Muhammad Zudhy Irawan4

Mahasiswa Magister Sistem dan Teknik Transportasi


1

Dosen MSc Road Management and Engineering Programme


2

3,4
Dosen pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
1,3,4
Universitas Gadjah Mada
2
University of Birmingham
Email: iamwindi@gmail.com1, h.evdorides@bham.ac.uk2, spriyanto2007@ugm.ac.id3,
zudhyirawan@ugm.ac.id4

Abstract

In general the structural and surface properties can be used to measure road performance. However, in
Indonesia, the International Roughness Index (IRI) was being used as overall road performance indicator to
describe the surface and structural properties. The surface properties were measured using Surface Distress
Index (SDI) data. Structural properties assessment was measured using Falling Weight Deflection (FWD)
data to determine surface deflection and calculate structural performance. The aim of the research is to
investigate whether road roughness can be used as an overall indicator to describe both structural and sur-
face properties of roads pavement in Indonesia. In this study, the correlation between IRI, SDI, and pave-
ment structural performance was investigated by using correlation analysis. The empirical model of IRI to
describe both SDI and pavement structural performance was developed using the Statistical Package for the
Social Science (SPSS) 24 software. The result shows that the IRI and SDI have a significant correlation at
95 percent confidence level. The result also shows that IRI cannot be used to describe pavement structural
performance. Therefore, IRI is not suggested to be used as an indicator for overall pavement performance
in Indonesia. Road maintenance and rehabilitation should consider other pavement condition assessments,
both functionally and structurally, especially pavement structural performance.

Keywords: road performance, pavement structural performance, IRI, SDI, FWD

Abstrak

Secara umum karakteristik struktural dan permukaan dapat digunakan untuk mengukur kinerja jalan. Na-
mun, di Indonesia, International Roughness Index (IRI) telah digunakan sebagai indikator utama kinerja ja-
lan untuk menggambarkan karakteristik permukaan dan struktural. Karakteristik permukaan diukur dengan
menggunakan data Surface Distess Index (SDI). Penilaian karakteristik struktural menggunakan alat Falling
Weight Deflectometer (FWD) untuk mengukur defleksi permukaan dan menghitung kinerja struktural per-
kerasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ketidakrataan jalan dapat digunakan
sebagai indikator utama untuk menggambarkan karakteristik struktural dan permukaan jalan di Indonesia.
Dalam penelitian ini, korelasi antara IRI, SDI, dan kinerja struktural perkerasan dianalisa dengan meng-
gunakan analisis korelasi. Model empiris IRI untuk menggambarkan kinerja struktural perkerasan dan SDI
dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package for the Social Science (SPSS) 24.
Hasilnya menunjukkan bahwa IRI dan SDI yang memiliki korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan 95
persen. Hasilnya juga menunjukkan bahwa IRI tidak dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja struk-
tural perkerasan. Oleh karena itu, IRI tidak disarankan untuk dijadikan indikator utama kinerja perkerasan
di Indonesia. Pemeliharaan dan rehabilitasi jalan harus mempertimbangkan penilaian kondisi perkerasan
lainnya, baik secara fungsional maupun struktural, terutama kinerja struktural perkerasan.

Kata Kunci: performa jalan, kinerja struktural perkerasan, IRI, SDI, FWD

1 - 86 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 4 No. 02 Desember 2018

PENGELOLAAN DAS SAMPEAN UNTUK


KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

Yosi Darmawan Arifianto1, Joko Mulyono2, Mike Yuanita3

1
Widyaiswara Ahli Muda
2
Ahli Teknik Bendungan Besar Utama
3
Penelaah Penyehatan Lingkungan Permukiman
1
Balai Diklat PUPR Wilayah VI Surabaya, 2KNIBB, 3Satker PS PLP Jatim
Email: yosmillenia@yahoo.com1, omjoko06@yahoo.co.id2, mike.yuanita@gmail.com3

Abstract

Along with the increasing population in Bondowoso and Situbondo regencies, land use and processing is
increasing. The land use in the area is critical, resulting in sedimentation in Sampean Baru Dam. In February
2008 there has been a flood disaster in Situbondo district where almost all the city Situbondo inundated
by the overflowing Sampean river. From the analysis results obtained the average runoff discharge in the
Sampean watershed is 358.67 m3 / s, the average erosion rate is 303,98 ton / ha / year or about 25,33
mm / year and the sediment rate is 416960,9 ton / yr. Based on the Erosion Hazard Index, the Sampean
River Basin has a Low Index of 9.64% (11997.47 ha), Medium Index of 39.38% (48863.70 ha), High
Index of 3.16% (3929.83 ha), and Very High Index of 47.92% (59609.87 ha). This means that Sampean
watersheds need special handling for erosion and sedimentation problems. Conservation of water resources
is very necessary in the Sampean watershed with activities including the management of 21 (twenty one)
field reservoirs, the potential of the embung as much as 11 (eleven) locations. With good field dam and
pond management expected to reduce flood and drought, prevent erosion and sedimentation, and to raise
the water table that can be utilized for raw water supply or irrigation. Appropriate conservation efforts can
be implemented in the Sampean watershed thoroughly from upstream to downstream in order to prevent
optimum erosion and sedimentation, ie mechanically or vegetatively.

Keywords: watershed, erosion, sedimentation, conservation.

Abstrak

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Bondowoso dan Situbondo, menyebabkan
pemanfaatan dan pengolahan lahan semakin meningkat. Tata guna lahan di daerah tersebut menjadi kritis
sehingga mengakibatkan sedimentasi di Bendungan Sampean Baru. Pada bulan Pebruari tahun 2008 telah
terjadi bencana banjir di Kabupaten Situbondo dimana hampir seluruh kota Situbondo tergenang air akibat
meluapnya sungai Sampean. Dari hasil analisis diperoleh Besarnya debit limpasan rata-rata pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) Sampean sebesar 358,67 m3/dt, laju erosi rata–rata sebesar 303,98 ton/ha/th atau
sekitar 25,33 mm/th dan laju sedimen sebesar 416960,9 ton/th. Berdasarkan Indeks Bahaya Erosi, DAS
Sampean memiliki Indeks Rendah sebesar 9,64% (11997,47 ha), Indeks Sedang sebesar 39,38% (48863,70
ha), Indeks Tinggi sebesar 3,16% (3929,83 ha), dan Indeks Sangat Tinggi sebesar 47,92% (59609,87 ha).
Hal ini berarti bahwa DAS Sampean perlu penangan khusus untuk masalah erosi dan sedimentasi. Kon-
servasi sumber daya air sangat diperlukan pada DAS Sampean dengan kegiatan antara lain pengelolaan
waduk lapangan sebanyak 21 (dua puluh satu) buah, potensi embung sebanyak 11 (sebelas) lokasi. Dengan
pengelolaan waduk lapangan dan embung yang baik diharapkan dapat mengurangi banjir dan kekeringan,
mencegah erosi dan sedimentasi, serta untuk menaikkan muka air tanah yang dapat dimanfaatkan untuk
penyediaan air baku ataupun irigasi. Berbagai usaha konservasi yang tepat dapat dilaksanakan pada DAS
Sampean secara menyeluruh dari hulu ke hilir agar dapat mencegah erosi dan sedimentasi secara optimal,
yaitu secara mekanis maupun secara vegetatif.

Kata Kunci: DAS, erosi, sedimentasi, konservasi

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 87
Vol. 4 No. 02 Desember 2018 Lampiran

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA KONSTRUKSI


YANG DISEBABKAN OLEH KECELAKAAN KONSTRUKSI
PADA PROYEK KONSTRUKSI STRUKTUR LAYANG/ELEVATED
Putra Duana Anugerah Sitepu

Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi


Universitas Katolik Parahyangan
Email: sitepuyol07@gmail.com

Abstract

The Increased infrastructure development in Indonesia, especially in the construction of elevated struc-
tures, it will also increase the risk of construction accidents during the construction works. It’s happened
in the period of 2017 and 2018 very frequently occurred in construction accidents, especially in the over-
pass structure construction project. When the construction accident occurs, it will became the construction
claims. The construction claims doesn’t have solution to solve the problem between the construction parties,
it will become the construction disputes. Construction disputes are very detrimental to the construction par-
ties, and that can also delay the construction work, which will have an impact on infrastructure develop-
ment in Indonesia. Based on these reasons, it’s necessary to conduct research with Taksonomi methode for
identifying what factors can lead to construction disputes that occur due to construction accidents in the el-
evated structure construction project. The output for this research is to be taken into consideration in order
to mitigate the risk of construction disputes. The results obtained while in the field stated that construction
accidents are very common in elevated structure construction projects, while construction disputes due to
construction accidents in elevated structure construction projects are quite common between contractors
and project owners. The results obtained that the variables of work methodology and material quality are
variables that have the potential for disputes, where the actor causes is the project owners on the variables
of work methodology and contractors on quality variable of the material.

Keywords: construction elevated, construction accident, claim, construction dispute

Abstrak

Semakin meningkatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia terutama pada proyek konstruksi struktur
layang maka semakin tinggi juga risiko terjadinya kecelakaan konstruksi yang terjadi pada saat pelaksa-
naan. Hal tersebut terjadi pada kurun waktu 2017 dan 2018 sangat sering terjadi kecelakaan konstruksi,
terutama pada proyek konstruksi struktur layang. Hal tersebut akan berakibat pada terjadinya klaim atas
kecelakaan tersebut, klaim konstruksi yang tidak dapat dikelola dengan baik akan berisiko terjadinya sen-
gketa konstruksi. Terjadinya sengketa konstruksi sangatlah merugikan bagi pengguna jasa ataupun pe-
nyedia jasa bahkan dapat mengganggu jalannya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Untuk itu, perlu
adanya upaya untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya
sengketa konstruksi yang terjadi akibat kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi struktur layang den-
gan menggunakan metode Taksonomi dengan tujuan untuk dapat menjadi bahan pertimbangan agar dapat
memitigasi risiko terjadinya sengketa konstruksi. Berdasarkan hasil yang diperoleh sementara dilapangan
menyatakan bahwa kecelakaan konstruksi sangat sering terjadi pada proyek konstruksi struktur layang,
sedangkan sengketa konstruksi akibat adanya kecelakaan konstruksi pada proyek konstruksi struktur lay-
ang cukup sering terjadi antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Hasil yang diperoleh bahwa variabel
metodologi kerja dan mutu dari material merupakan variabel yang memiliki potensi terjadinya sengketa,
dimana penyebab pelakunya adalah pengguna jasa pada variabel metodologi kerja dan penyedia jasa pada
variabel mutu dari material.

Kata kunci: konstruksi struktur layang, kecelakaan, klaim, sengketa konstruksi

1 - 88 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 4 No. 02 Desember 2018

MODEL ADOPSI TEKNOLOGI BETON PRACETAK

Jaka Aditya Rama Pranajaya

Mahasiswa Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi


Universitas Katolik Parahyangan
Email: archiaditya@gmail.com

Abstract

The application of technology has been developed in the construction industry and it is realized that it can
increase productivity and accelerate the implementation of construction work. The precast concrete technol-
ogy that has long been present in the Indonesian construction industry, namely since 1979 by bringing a
better advantage of conventional concrete, does not necessarily make precast technology a prima donna in
this industry. In the course of the precast industry in Indonesia has a limited market with lower competition.
Acceptance of precast concrete technology in the Indonesian construction industry still gives many contrac-
tors consideration. The invention results from related literature, formulated a technology adoption model in
the construction world and it is known what factors influence contractors to adopt precast technology. There
are 28 factors that are divided into factors of relative advantage, compatibility, complexity triability, and
observability. Using the Technology Acceptance Model (TAM) which has a construct and ease of use as the
main construct is expected to be able to answer the behavioral intention of the contractor to adopt precast
concrete technology.

Keywords: technology acceptance model, precast, technology adoption

Abstrak

Penerapan teknologi banyak dikembangkan pada industri konstruksi dan disadari dapat meningkatkan
produktivitas dan mempercepat pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Teknologi beton pracetak yang sudah
lama hadir di industri konstruksi Indonesia yaitu sejak tahun 1979 dengan membawa keunggulan yang
lebih baik dari beton konvensional tidak serta merta menjadikan teknologi pracetak sebagai primadona
di industri ini. Dalam perjalanannya industri pracetak di Indonesia memiliki pasar yang terbatas dengan
persaingan yang lebih rendah. Penerimaan teknologi beton pracetak di industri konstruksi Indonesia masih
memberikan banyak pertimbangan kepada kontraktor. Hasil invensi bersumber dari literatur-literatur yg
terkait, dirumuskan model adopsi teknologi di dunia konstruksi dan diketahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kontraktor mengadopsi teknologi pracetak. Ditemukan 28 faktor yang terbagi kedalam
faktor relative advantage, compatibility, complexity triability, dan observability. Menggunakan Technology
Acceptance Model (TAM) yang memiliki konstruk dan kemudahan penggunaan sebagai konstruk utama
diharapkan mampu menjawab niat perilaku kontraktor mengadopsi teknologi beton pracetak.

Kata kunci: model penerimaan teknologi, beton pracetak, adopsi teknologi

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 89
Vol. 4 No. 02 Desember 2018 Lampiran

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESUKSESAN


HUBUNGAN KERJA SAMA KONTRAKTOR DENGAN
PEMASOK PERALATAN PADA PROYEK KONSTRUKSI

Heru Utama1, Anton Soekiman2

1
Mahasiswa Magister Teknik Sipil, 2Dosen Magister Teknik Sipil
1,2
Universitas Katolik Parahyangan
Email: heru_utama98@yahoo.com1, soekiman@unpar.ac.id2

Abstract

Limited resources requires the contractor to cooperate or collaborate to be able to participate in the tender process
because of the job requirements demanding the existence of equipment that must be owned by prospective
contractors in participating the bidding. Ideally, cooperation is the most innovative way to anticipate lack of
resources and reduce disputes. However, obstacles such as weak cooperation, lack of trust, and ineffective
communication are due to different backgrounds and are not easy to unite in a team work. Therefore, knowledge
is needed about the factors that lead to the success of collaborative relationships. Based on this, this study
aims to identify factors that influence the success of the collaborative relationship between contractors and
construction equipment suppliers in Dharmasraya Regency followed by weighting factors. Influential factors were
obtained from the results of studies of previous research literature both at home and abroad, these factors were
then validated by expert respondents. The method of analysis is carried out by applying the Analytical Hierarchy
Process (AHP). Based on the results of the analysis using AHP obtained the dominant factors that influence the
success of collaborative relationships, namely: (1) Effective communication; (2) Application of risk management
in collaboration arrangements; (3) Efficient coordination; (4) The technical expertise and experience of expert
personnel; (5) Availability of capital; (6) commitment to quality; (7) Mutual understanding of changes that
occur during work; (8) reputation; (9) Respect. This study shows that there are significant indications that
these factors greatly influence the success of collaborative relationships while finding factors that are a major
component in building a successful collaborative relationship.

Keywords: collaborative, success, factors, relationship, AHP

Abstrak

Keterbatasan sumber daya mengharuskan kontraktor melakukan kerja sama atau kolaborasi untuk dapat
mengikuti proses tender karena persyaratan pekerjaan menuntut ketersediaan peralatan yang harus dimiliki
calon kontraktor dalam mengikuti tender. Idealnya, kerja sama merupakan cara paling inovatif untuk
mengantisipasi keterbatasan sumber daya dan mengurangi perselisihan. Namun, kendala seperti lemahnya
kerja sama, kurangnya kepercayaan, dan komunikasi tidak efektif disebabkan karena latar belakang yang
berbeda dan tidak mudah untuk menyatukan dalam sebuah tim. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan
tentang faktor-faktor yang mengarah pada kesuksesan hubungan kerja sama. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada kesuksesan hubungan
kerja sama antara kontraktor dengan pemasok peralatan konstruksi di Kabupaten Dharmasraya dilanjutkan
dengan pembobotan faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh diperoleh dari hasil kajian literatur penelitian
terdahulu baik di dalam maupun luar negeri, faktor-faktor tersebut kemudian divalidasi oleh responden ahli.
Metode analisis dilakukan dengan penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan hasil analisis
menggunakan AHP diperoleh faktor-faktor dominan yang mempengaruhi kesuksesan hubungan kerja sama,
yaitu: (1) Komunikasi yang efektif; (2) Penerapan manajemen risiko dalam pengaturan kerja sama; (3)
Koordinasi yang efisien; (4) Keahlian dan pengalaman personil utama; (5) Ketersediaan modal; (6) komitmen
kepada kualitas; (7) Saling pengertian terhadap perubahan yang terjadi selama pekerjaan; (8) Reputasi;
(9) Respect. Penelitian ini menunjukkan adanya indikasi yang signifikan bahwa faktor-faktor tersebut sangat
besar mempengaruhi kesuksesan hubungan kerja sama sekaligus menemukan faktor yang menjadi komponen
utama dalam membangun hubungan kerja sama yang sukses.

Kata Kunci: kerja sama, sukses, faktor, hubungan, AHP

1 - 90 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 4 No. 02 Desember 2018

ANALISA RISIKO PEMELIHARAAN


PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR BAKU
DI KAWASAN PERBATASAN
Studi Kasus Kegiatan Penerapan Teknologi Pengolahan Air Baku
di Kawasan Perbatasan Paloh – Sajingan Besar, Dusun Sebuluh,
Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas,
Provinsi Kalimantan Barat

Hermansyah1 dan Anton Soekiman2

Mahasiswa Magister Teknik Sipil,


1

2
Dosen Magister Teknik Sipil
1,2
Universitas Katolik Parahyangan
Email: athalan_hermansyah@yahoo.com1, soekiman@unpar.ac.id2

Abstract

Every activity has risks, as well as the Project Maintenance Activities for the Implementation of Raw Water
Treatment Technology in the Border Areas, often maintenance of construction buildings is neglected so that
the age of buildings and their benefits is short. Quantitative analysis based on FMEA results obtained the
top two ranks which have the greatest risk: Broken pipes and filtration tanks, reservoir tanks and leaky
clean water storage tanks. Using the Decision Trea, it will be decided whether the highest risk detected is
maintenance work will be delayed or continue to be carried out. the costs incurred are quite large. then
the risk response carried out is by avoidance or by intensifying supervision on prototypes without adding
labor as well as repairs with material purchased from the local area with careful planning will be better and
intensify supervision in the field to mitigate the impact if this happens.

Keywords: prototype, mitigate, risk, RPN, FMEA

Abstrak

Setiap kegiatan memiliki risiko, begitu pula kegiatan Proyek Pemeliharaan Penerapan Teknologi Pengolahan
Air Baku di Kawasan Perbatasan, seringkali pemeliharaan terhadap bangunan konstruksi terabaikan
sehingga umur bangunan dan manfaatnya menjadi pendek, Analisis kuantitaif berdasarkan pada hasil
FMEA diperoleh dua peringkat teratas yang memiliki risiko paling besar yaitu : Pipa putus dan Bak filtrasi,
Bak reservoar serta Tangki penampung air bersih bocor. Menggunakan Decision Trea, akan diputuskan
apakah dengan risiko tertinggi yang terdeteksi tersebut pekerjaan pemeliharaan akan tertunda atau tetap
dilaksanakan. biaya yang dikeluarkan cukup besar. maka respon risiko yang dilakukan adalah dengan
avoidance (menghindari) atau dengan lebih mengintensifkan pengawasan pada prototip tanpa menambah
tenaga kerja begitu pun pada kegiatan perbaikan dengan bahan material membeli dari daerah setempat
dengan perencanaan yang matang akan lebih baik dan mengintensifkan pengawasan dilapangan melakukan
mitigate (mengurangi) terhadap dampak yang ditimbulkan jika hal tersebut terjadi.

Kata Kunci: prototip, mitigate, risiko, RPN, FMEA

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 91
Vol. 4 No. 02 Desember 2018 Lampiran

KETERLAMBATAN TUMPANG TINDIH DAN


ALOKASI PEMBERIAN KOMPENSASI PADA PROYEK PEMERINTAH

Sulistyo Widodo

Mahasiswa Magister Teknik Sipil


Universitas Katolik Parahyangan
Email: sulistyo_widodo@rocketmail.com

Abstract

One indicator of the success project is that the project can be completed according to plan. In its implemen-
tation, project delays can be sourced from the owner, contractor and neither both can control. Research
concurrent delay has not been done much in Indonesia and research on the project delays are usually done
only for looking for the dominant sources. Decision of a penalty or a compensation will be so much easier
if the project delays are sourced from only 1 (one) source. In reality, project delays can be sourced from
several sources at once. This research was conducted with a qualitative approach by giving questionnaires
and brief interviews to the owner, contractors and the consultants in the Ministry of Public Works and Public
Housing. The results shows that there are differences on each perceptions and point of views on the giving
a penalties and compensation in concurrent delays given.

Keywords: project, delay, concurrent delay, penalty, compensation

Abstrak

Salah satu indikator keberhasilan proyek adalah proyek dapat selesai sesuai dengan rencana. Pada pelaksa-
naannya, keterlambatan proyek dapat bersumber pada pengguna jasa, penyedia jasa maupun dari sumber
lainnya dan dapat mengakibatkan kerugian dari berbagai pihak. Penelitian tentang keterlambatan yang
tumpang tindih belum banyak dilakukan di Indonesia dan biasanya penelitian tentang keterlambatan proyek
dilakukan hanya mencari sumber keterlambatan yang dominan saja. Pemberian sanksi atau kompensasi
akan lebih mudah apabila keterlambatan proyek bersumber pada 1 (satu) sumber saja. Pada kenyataannya
keterlambatan proyek dapat bersumber dari beberapa sumber secara sekaligus. Penelitian ini dilakukan
dengan pendekatan kualitatif dengan memberikan kuesioner dan wawancara singkat kepada pengguna
jasa, penyedia jasa dan konsultan pengawas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi dan pandangan terhadap alokasi pem-
berian kompensasi pada skenario-skenario keterlambatan yang tumpang tindih yang diberikan.

Kata Kunci: proyek, keterlambatan, keterlambatan tumpang tindinh, sanksi, kompensasi

1 - 92 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 4 No. 02 Desember 2018

STUDI PERIZINAN PEMANFAATAN RUMIJA TOL SECARA ELEKTRONIK


UNTUK PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK

Diki Zulkarnaen

Widyaiswara Ahli Muda


Balai Diklat PUPR Wilayah III Jakarta
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Email: zulkarnaen204@yahoo.com

Abstract

The complexity of the licensing process affects Business Entitity, organizations or community often to
find difficulties when they apply for it in order to utilize part of toll road. Many applicants are confused
because of the complexity of the licensing stage, those are which unit is responsible for processing license,
who is authorized for publishing license, dispensation, design recommendations and approvals in toll road
utilization, and several other issues. In order to simplify the licensing process for toll road part utilization and
achieve fast, easy, transparent and accountable services, the Directorate General of Highways, the Ministry
of Public Works and Public Housing has established electronic licensing services through the issuance of
Circular Director General of Highways Number 11 in 2017. Licensing services for utilization of toll roads
sections consist of submission of permits, Document Requirements, Document Verification and Evaluation
Process and Field Review, Issuance of Minutes, and Issuance of License Approval /Refusal of License.
The advantage of this service is the number of permits in one stage and issued by one Unit. The time for
licensing can be completed in a maximum of 11 (eleven) working days. In addition to through electronic
systems, the advantages of this circular are the establishment of a Licensing Service Unit (UPP) that has
a special task to provide services. Therefore, the Directorate General of Highways at the Ministry of Public
Works can further improve public services, in accordance with the principles of good public service to realize
excellent service in accordance with the paradigm of the New Public Service (NPS).

Keywords: space of road, licensing, public service

Abstrak

Rumitnya proses perizinan menyebabkan Badan Usaha, organisasi ataupun kelompok masyarakat selaku
pemohon seringkali kesulitan dalam mengajukan izin pemanfaatan bagian-bagian jalan tol. Bahkan banyak
pemohon kebingungan karena rumitnya tahapan perizinan, ketidakjelasan unit kerja mana yang memproses
perizinan, ketidaktahuan siapa pihak yang berwenang mengeluarkan izin, dispensasi, rekomendasi dan
persetujuan desain dalam pemanfaatan jalan tol, serta berbagai permasalahan lainnya. Sebagai usaha
untuk menyederhanakan proses perizinan untuk pemanfaatan bagian-bagian jalan tol dan mencapai
layanan yang lebih cepat, mudah, transparan, dan akuntabel, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah membentuk layanan perizinan elektronik melalui penerbitan
Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 11 Tahun 2017 tentang Prosedur Perizinan Pemanfaatan
Bagian-Bagian Jalan Tol. Pelayanan perizinan untuk pemanfaatan rumija tol terdiri dari Penyerahan izin,
Persyaratan Dokumen, Proses Verifikasi dan Evaluasi Dokumen dan Review Lapangan, Penerbitan Risalah,
dan Penerbitan Surat Persetujuan / Penolakan Perizinan. Kelebihan dari layanan ini adalah jumlah izin dalam
satu tahap dan dikeluarkan oleh satu Unit. Kemudian waktu untuk pemberian izin dapat dilakukan dalam
waktu maksimum 11 (sebelas) hari kerja. Selain melalui sistem elektronik, kelebihan dari Surat Edaran
ini adalah dibentuknya Unit Layanan Perizinan yang memiliki tugas khusus untuk menyediakan layanan.
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dapat lebih meningkatkan
pelayanan publik, sesuai dengan prinsip-prinsip pelayanan publik yang baik untuk mewujudkan layanan
yang prima sesuai dengan paradigma Pelayanan Publik Baru (NPS).

Kata Kunci: rumija, perizinan, pelayanan publik

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 93
Vol. 4 No. 02 Desember 2018 Lampiran

PEDOMAN PENULISAN
JURNAL INFRASTRUKTUR

JUDUL ARTIKEL

(HURUF KAPITAL, Verdana, 12 pt, bold, centered, tidak lebih dari 12 kata)
(satu baris spasi kosong, 12 point font)

Penulis Pertama1), Penulis Kedua2), dst


(Verdana, 10 pt, bold, centered, dengan gelar)
(satu baris spasi kosong, 10 point font)

1
Institusi (Verdana, 10 pt)
2
Institusi (Verdana, 10 pt)
E-mail: author@address.com (Verdana, 10 pt)
(satu baris spasi kosong, 10 point font)

Abstract
(Verdana, 9 pt, bold, at most 200 words)
(satu baris spasi kosong, 9 point font)

Abstract should be written in English. The abstract is written with Verdana size 9, and single spacing. The
abstract should summarize the content of the paper, including problems, the aim of the research, research
method, and the results, and the conclusions of the paper. It should not contain any references or displayed
equations. The abstract should be no more than 200 words.
(satu baris spasi kosong, 9 point font)
Keywords: up to 5 keywords in English (Verdana, 9 pt, italics)
(dua baris spasi kosong, 9 point font)

Abstrak
(Verdana, 9 pt, bold)
(satu baris spasi kosong, 9 point font)

Abstrak dalam Bahasa Indonesia. Ditulis dengan font Verdana size 9 dan single spacing. Abstrak harus
merangkum isi makalah, termasuk permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, dan hasil, dan
kesimpulan dari makalah. Abstrak tidak mengandung referensi dan/atau persamaan.Tidak boleh lebih dari
200 kata.
(satu baris spasi kosong, Verdana, 9 point font)

Kata Kunci: terdiri dari 5 kata kunci (Verdana, 9 pt, italics)


(dua baris spasi kosong, Verdana, 9 point font)
1. PENDAHULUAN
Template ini digunakan sebagai pedoman penulisan Jurnal Infrastruktur di Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan
Fungsional Badan Pengembangan Sumbar Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Artikel
harus memuat Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode penelitian, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, serta Daftar
Pustaka. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia menggunakan jenis huruf Verdana, font size 9, spasi 1.5, rata kiri kanan,
margin kiri – kanan – atas – bawah masing-masing 3 cm, menggunakan kertas ukuran A4 (210 mm x 297 mm). Panjang naskah
8 – 12 halaman, termasuk gambar dan tabel. Bagian pendahuluan meliputi: latar belakang, rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian, dan tujuan penelitian. Penulisan bagian-bagian dari pendahuluan ini tanpa menggunakan subbab/subjudul. Sumber
referensi berasal dari sumber-sumber primer (jurnal) terbitan 5 tahun terakhir. Sumber acuan yang dicantumkan di awal
kalimat ditulis menggunakan sistem Nama (tahun), sedangkan bila dicantumkan di akhir kalimat menggunakan sistem (Nama,
tahun). Kutipan langsung lebih dari 3 baris, ditulis menggunakan spasi 1, indentasi kiri-kanan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan topik/ masalah yang dibahas (dapat berupa definisi), yang
digunakan untuk menjawab masalah yang dibahas. Tinjauan Pustaka tidak sekedar berisi kutipan dari berbagai sumber, tetapi
harus ditarik benang merahnya sehingga penulis mempunyai kesimpulan sendiri. Dalam Tinjauan Pustaka, dapat disertakan
hipotesis yaitu jawaban sementara atas masalah yang dibahas (jika diperlukan).
3. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian setidak-tidaknya menguraikan pendekatan yang digunakan dalam penelitian, populasi dan sampel penelitian,
menjelaskan definisi operasional variabel beserta alat pengukuran data atau cara mengumpulkan data, dan metode analisis
data.
Apabila alat pengukuran data menggunakan kuesioner, maka perlu dicantumkan hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen
penelitian.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Cara penyajian pada bagian ini dapat dilakukan: 1) pembahasan terpisah dari hasil atau 2) pembahasan menyatu dengan
penyajian hasil. Hasil yang dimaksud adalah rangkuman hasil-hasil analisis data, bukan hasil penelitian dalam bentuk
data mentah. Hasil analisis data dari software pengolah data statistik, disajikan dengan mengetik ulang dalam tabel yang
disesuaikan dengan kebutuhan, bukan dengan cara meng-copy output hasil analisis. Contoh penyajian data dalam bentuk
tabel seperti Tabel 1. (Lampiran tidak diperbolehkan ada dalam jurnal ini. Jika ada lampiran, mohon disertakan ke dalam
Hasil dan Pembahasan)

1 - 94 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 4 No. 02 Desember 2018

Tabel 1. Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Sumber: Data sekunder yang diolah, Tahun 2015

Contoh penyajian data dalam bentuk gambar, grafik dan sejenisnya seperti pada Gambar 1 (resolusi minimal 150 dpi).

Gambar 1. Hasil Uji Structural Equation Model (SEM)


Sumber: Data primer yang diolah, 2015

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Simpulan merupakan ringkasan atas temuan penelitian dan implikasinya. Saran diberikan untuk pengembangan
dan penelitian lanjutan.

Saran dibuat berdasarkan kelemahan, pengalaman, kesulitan, kesalahan, temuan baru yang belum pernah
dibahas dan berbagai kemungkinan arah pembahasan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka merupakan bagian akhir dari makalah, ditulis dalam urutan alfabetis mengikuti APA Style
(http://www.apastyle.org/). Susunannya memuat: nama penulis, tahun publikasi, judul paper atau textbook,
nama jurnal atau penerbit, dan halaman. Berikut ini beberapa contoh cara penulisan daftar pustaka menurut
APA Style.
Daftar Pustaka : Berdasarkan Jumlah Penulis

Jika ada 2 (dua) Orang Penulis.


Wegener, D. T., & Petty, R. E. (1994). Mood management across affective states: The hedonic contingency
hypothesis. Journal of Personality & Social Psychology, 66, 1034-1048.

Jika ada 3 (tiga) sampai 7 (tujuh) Orang Penulis.


Kernis, M. H., Cornell, D. P., Sun, C. R., Berry, A., Harlow, T., & Bach, J. S. (1993). There’s more to self-esteem
than whether it is high or low: The importance of stability of self-esteem. Journal of Personality and Social
Psychology, 65, 1190-1204.

Jika ada lebih dari 7 (tujuh) Orang Penulis.


Miller, F. H., Choi, M. J., Angeli, L. L., Harland, A. A., Stamos, J. A., Thomas, S. T., . . . Rubin, L. H. (2009). Web
site usability for the blind and low-vision user. Technical Communication 57, 323-335.

Jika Organisasi sebagai Penulis.


American Psychological Association. (2003).

Jika Penulis tidak diketahui.


Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10th ed.).(1993). Springfield, MA: Merriam-Webster.

Jika ada 2 (dua) atau lebih Buku/Jurnal dengan Penulis yang sama.
Berndt, T. J. (1981).
Berndt, T. J. (1999).
Berndt, T. J. (1999). Friends’ influence on students’ adjustment to school. Educational Psychologist, 34, 15-28.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 95
Vol. 4 No. 02 Desember 2018 Lampiran

Berndt, T. J., & Keefe, K. (1995). Friends’ influence on adolescents’ adjustment to school. Child Development,
66, 1312-1329.
Wegener, D. T., Kerr, N. L., Fleming, M. A., & Petty, R. E. (2000). Flexible corrections of juror judgments:
Implications for jury instructions. Psychology, Public Policy, & Law, 6, 629-654.
Wegener, D. T., Petty, R. E., & Klein, D. J. (1994). Effects of mood on high elaboration attitude change: The
mediating role of likelihood judgments. European Journal of Social Psychology, 24, 25-43.

Jika ada 2 (dua) atau lebih Buku/Jurnal dengan Penulis yang sama di tahun yang sama.
Berndt, T. J. (1981a). Age changes and changes over time in prosocial intentions and behavior between
friends. Developmental Psychology, 17, 408-416.
Berndt, T. J. (1981b). Effects of friendship on prosocial intentions and behavior. Child Development, 52, 636-
643.

Jika pustaka diambil dari Pendahuluan, Kata Pengantar, Dan Penutup.


Funk, R., & Kolln, M. (1998). Introduction. In E.W. Ludlow (Ed.), Understanding English Grammar (pp. 1-2).
Needham, MA: Allyn and Bacon.
Daftar Pustaka : Artikel dalam Periodik

Artikel dalam Jurnal berdasarkan Volume.


Harlow, H. F. (1983). Fundamentals for preparing psychology journal articles. Journal of Comparative and
Physiological Psychology, 55, 893-896.

Artikel dalam Jurnal berdasarkan Terbitan.


Scruton, R. (1996). The eclipse of listening. The New Criterion, 15(30), 5-13.

Artikel dalam Majalah.


Henry, W. A. (1990, April 9). Making the grade in today’s schools. Time, 135, 28-31.

Artikel dalam Koran.


Schultz, S. (2005, December 28). Calls made to strengthen state energy policies. The Country Today, pp. 1A,
2A.

Review
Baumeister, R. F. (1993). Exposing the self-knowledge myth [Review of the book The self-knower: A hero
under control ]. Contemporary Psychology, 38, 466-467.
Daftar Pustaka : Sumber-Sumber lain
Ensiklopedia.
Bergmann, P. G. (1993). Relativity. In The new encyclopedia britannica (Vol. 26, pp. 501-508). Chicago:
Encyclopedia Britannica.

Abstrak dalam Disertasi.


Yoshida, Y. (2001). Essays in urban transportation (Doctoral dissertation, Boston College, 2001). Dissertation
Abstracts International, 62, 7741A.

Dokumen Pemerintahan.
National Institute of Mental Health. (1990). Clinical training in serious mental illness (DHHS Publication No.
ADM 90-1679). Washington, DC: U.S. Government Printing Office.

Prosiding Seminar.
Schnase, J. L., & Cunnius, E. L. (Eds.). (1995). Proceedings from CSCL ‘95: The First International Conference
on Computer Support for Collaborative Learning. Mahwah, NJ: Erlbaum.
Daftar Pustaka : Sumber Non-Cetak lain

Interview, Email, dan Komunikasi Personal.


(E. Junaedi, Interview, 4 January 4, 2008).
A. Herman mengklarifikasi terkait kesalahan dalam pembangunan Jalan Tol di Gresik (Interview, 10
Desember, 2008).

1 - 96 JURNAL INFRASTRUKTUR
Jl. Sapta Taruna Raya No. 26, Komplek PU PUSDIKLAT MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL
Pasar Jumat, Pondok Pinang, Kebayoran Lama BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
Jakarta Selatan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
(021) 759 069 46 / (021) 759 069 46
Email: jafung.bpsdm.pupr@gmail.com
Web: bpsdm.pu.go.id/jurnal

Anda mungkin juga menyukai