Anda di halaman 1dari 103

Vol. 2 No.

02 Desember 2016

p-ISSN 2527-497X
e-ISSN 2580-4448

JURNAL
INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

PUSDIKLAT MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN JABATAN FUNGSIONAL

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

JURNAL INFRASTRUKTUR i
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

JURNAL
INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Susunan Redaksi Jurnal Infrastruktur

Pengarah : Dr. Ir. Andreas Suhono, M.Sc.


Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Penanggung Jawab : Ir. Asep Arofah Permana, MT., MM.

Mitra Bestari : Aine Kusumawati, ST., MT., Ph.D (Institut Teknologi Bandung)
Prof. Dr. Muhammad Yamin Jinca, MS.Tr. (Universitas Hasanuddin Makassar)
Prof. Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. (Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya)
Dr.techn. Umboro Lasminto, ST., M.Sc (Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya)

Redaktur : Ir. Yusdiana Caya, M.Si

Dewan Penyunting : Drs. Haris Marzuki Susila


Diana Febrianti, S.Kom., MMT
Luthfi Ainuddin, ST

Redaksi

Desain : Lamtiur Gustina, A.Md

Fotografer : Imam Syahid Izzatur Rahim, A.Md

Sekretariat : Mardiyan Syah, A.Md


Rosna Kumala Sary, SE
Dini Prilia Gamarlin, S.Sos., M.Si

Website : bpsdm.pu.go.id/jurnal

Email : jafung.bpsdm.pupr@gmail.com

Alamat : Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan Fungsional


Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Jl. Sapta Taruna Raya Komplek PU Pasar Jumat Jakarta Selatan
12330 Telp. 021-759 08822

Jurnal Volume No Hal Jakarta p-ISSN e-ISSN


INFRASTRUKTUR 2 02 001 - 099 Desember 2016 2527-497X 2580-4448

ii JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

DAFTAR ISI

Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

Pengantar Redaksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

1. MENJAWAB TANTANGAN JALAN TOL 1000 KM 1-1


Herry Trisaputra Zuna

2. ANALISIS KEGAGALAN KONSTRUKSI PADA BANGUNAN GEDUNG DI PROVINSI


1 - 10
JAWA BARAT
Rina Rusdiani

3. IDENTIFIKASI KEBOCORAN PIPA PDAM KOTA MALANG DENGAN METODE 1 - 16


STEP TEST
Zahra Aulia Syahidah, Suprapti Bintari

4. PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN 1 - 22


MEMPERTIMBANGKAN KETERJANGKAUAN DAYA BELI MASYARAKAT
MENGGUNAKAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Studi Kasus:
PDAM Kota Bukittinggi, Sumatera Barat
Ricky Fernandez, Suprihanto Notodarmojo

5. UPAYA TEKNIS PERBAIKAN DEFISIENSI KESELAMATAN AKIBAT


1 - 31
KETIDAKTEPATAN GEOMETRIK JALAN DAN PENYALAHGUNAAN RUANG
BAGIAN JALAN Studi Kasus: Ruas Jalan Nasional Yogyakarta – Sedayu –
Klangon – Sentolo – Milir – Wates
Tisara Sita, M. Fathoni Jalaluddin

6. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA CONTRACT CHANGE ORDER (CCO)


DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI 1 - 40
PEMBANGUNAN BENDUNG
Aceng Maulana

7. PENERAPAN TELEMETRI BERBASIS WEBSITE PADA PEMANTAUAN


DEFORMASI PERMUKAAN BENDUNGAN SERMO 1 - 52
Ajat Sudrajat

8. KAJIAN STRATEGI PERCEPATAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN SEDERHANA


1 - 60
SEWA (RUSUNAWA) BERDASARKAN SISTEM PENGADAAN DAN PENGHUNIAN

Dahlan Prayogo Midian, Iwan Kustiwan

9. ASPEK DESAIN PEMECAH GELOMBANG DAN DERMAGA TERAPUNG DENGAN 1 - 67


MENGGUNAKAN SISTEM MODULAR
Irham Adrie Hakiki, I Putu Samskerta

10. REKONTRUKSI JALAN INSPEKSI TARUM TIMUR DENGAN LAPIS PONDASI CTRB 1 - 76
DAN CHIP SEAL
Syaeful Anwar

Lampiran Abstrak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 - 87

Lampiran Pedoman Penulisan Jurnal Infrastruktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 - 97

JURNAL INFRASTRUKTUR iii


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

PENGANTAR REDAKSI
Alhamdulillah kami panjatkan, karena hanya berkat karunia dan pertolongan-Nya saja kami dapat menerbitkan
Jurnal Infrastruktur untuk edisi yang ketiga. Pada edisi kali ini, kami tetap berupaya menghadirkan ke ruang
baca Anda kesatuan gagasan tentang upaya menghadirkan tulisan bidang infrastruktur pekerjaan umum dan
perumahan rakyat melalui sepuluh ragam karya ilmiah buah tangan para Pejabat Fungsional dan Karyasiswa
dari lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Karya ilmiah dalam Jurnal Infrastruktur kali ini terdiri dari 5 kajian : Bidang Sumber Daya Air akan
diwakili tulisan yang membahas tentang desain bangunan pantai dengan system modular, dan metode
pemantauan deformasi permukaan bendungan. Untuk kajian bidang jalan, menyajikan tentang
rekonstruksi jalan inspeksi, gometrik dan penyalahgunaan ruang milik jalan, serta gagasan upaya
menjawab tantangan membangun jalan tol 1.000 km. Untuk tema Bidang Perumahan dan Permukiman
dikupas kegagalan konstruksi bangunan gedung, penghunian rumah susun sederhana sewa. Bidang
Penyehatan Lingkungan mengangkat tema mengenai identifikasi dan pengembangan sistem penyediaan
air minum. Terakhir, dari Jasa Kostruksi mengambil judul terkait contract change order dan pengaruhnya
terhadap pelaksanaan proyek konstruksi.

Kami sangat senang dapat menghadirkan Jurnal Infrastruktur Edisi Ketiga ini, sebab edisi ini akan
menjadi pintu masuk bagi Jurnal Infrastruktur untuk mendapatkan akreditasi, sekaligus membuka jalan
proses mewujudkan pengelolaan Jurnal Elektronik atau e-Jurnal. Untuk itu, pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada para kontributor yang telah merelakan tulisannya kami muat pada
jurnal ini, juga kepada para Mitra Bestari dari berbagai akademisi yang dengan tekun memeriksa naskah
yang kami sampaikan. Terima kasih juga kami sampaikan pada seluruh kerabat pengelola Jurnal
Infrastruktur yang tak henti berupaya untuk menerbitkan edisi pertama hingga edisi ketiga. Semoga
seluruh upaya kita dan seluruh pengorbanan kita dalam menghadirkan Jurnal Infrastruktur ini
mendapatkan balasan kebaikan dan keberkahan dari Allah SWT. Aamiin.

Pada kesempatan berikutnya kami senantiasa akan selalu mengajak seluruh pegawai Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, khususnya para Pejabat Fungsional untuk dapat memanfaatkan
jurnal ini sebagai sarana untuk meningkatkan kompetensi diri. Manfaat lainnya bagi para kontributor
adalah akan dapat mengoptimalkan perannya sebagai Pejabat Fungsional untuk turut berkontribusi dalam
penyelenggaraan infrastruktur PUPR melalui karya tulis atau karya ilmiah.

Akhir kata, saya ucapkan selamat membaca jurnal ini. Semoga langkah awal kami dalam pembinaan
jabatan fungsional menuju profesionalisme akan mendapatkan kesempatannya. Kritik dan saran guna
penyempurnaan jurnal ini, sangat kami nantikan.

Redaksi

Jurnal Infrastruktur

iv JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

MENJAWAB TANTANGAN JALAN TOL 1000 KM

Herry Trisaputra Zuna

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol


Badan Pengatur Jalan Tol,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
hatezet@gmail.com

Abstract

Interconnected and integrated infrastructure system is a necessity to ensure better mobility and accessibili-ty
among people and goods. Toll Road Strategic Planning is conducted to increase connectivity in supporting
competitiveness through development of more than 1000 km new toll roads and improvement of toll road user
satisfaction by providing reliable service. To fulfill the plan, toll road development policies are directed by
conducting 4 (four) main actions which are focusing in Public Private Partnership (PPP), namely: new PPP
scheme; procedure simplification; government supportsare guaranteed; and land acquisition acceleration. This
basic direction in toll road policy could improve more conducive investment climate to support accelera-tion in
toll road development and providing better toll road service.

Keywords: infrastructure, toll road, PPP, toll road

service Abstrak

Infrastruktur yang terkoneksi dan terintegrasi dapat memastikan kelancaran pergerakan manusia dan ba-
rang. Hal ini berdampak langsung pada efisiensi, peningkatan daya saing dan kelancaran kegiatan sosial-
ekonomi. Rencana strategis jalan tol dilaksakanakan dalam rangka meningkatkan dukungan konektivitas
bagi penguatan daya saing melalui pembangunan lebih dari 1000 km jalan tol baru dan meningkatkan
kepuasan pengguna jalan tol yang dipenuhi dengan pelayanan jalan tol yang handal. Untuk mencapai tu-
juan tersebut, arah kebijakan pengembangan jalan tol dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan utama
den-gan menitikberatkan pada pola Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yaitu mencari
skema KPBU baru, penyederhanaan prosedur, penambahan dukungan pemerintah, dan percepatan
pengadaan lahan. Arahan dasar kebijakan sektor jalan tol tersebut dapat menciptakan iklim investasi
yang lebih kon-dusif yang mendukung program percepatan pembangunan jalan tol dan menyediakan
pelayanan jalan tol yang lebih baik.

Kata Kunci: infrastruktur, jalan tol, KPBU, pelayanan jalan tol

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-1


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN utama dalam pengembangan suatu kawasan atau


daerah. Adanya kemudahan akses menuju suatu
1.1. Target 1000 KM Jalan Tol daerah akan memudahkan mobilitas barang dan
orang, sehingga mampu memicu pertumbuhan eko-
Sesuai program Nawa Cita butir Dimensi Pembangu-
nomi daerah tersebut. Dengan dua per tiga jaringan
nan Pemerataan dan Kewilayahan, tantangan utama
jalan nasional sudah mengalami kemacetan dan lalu
dalam pengembangan wilayah untuk pemerataan lintas diperkirakan akan tumbuh dua kali lipat dalam
pembangunan adalah mengurangi kesenjangan an- 15 tahun mendatang (Gambar 1).

Gambar 1. Perkiraan Kondisi Lalu Lintas pada Pulau Jawa Tahun 2035
(Indonesia Infrastructure Initiative, 2016)

tarwilayah yang ditunjukkan dengan semakin be- Diperlukan infrastruktur jalan tol untuk memenuhi
sarnya kontribusi wilayah luar Jawa melalui aksel- kebutuhan mobilitas masyarakat yang semakin me-
erasi pertumbuhan ekonomi di luar Jawa. Tantangan ningkat seiring pertumbuhan dan perkembangan
lainnya adalah mendorong pembangunan pusat-pusat kegiatan perekonomian di Indonesia.
pertumbuhan (industri) untuk meningkatkan nilai
tambah sektor unggulan yang diprioritaskan be-rada Menurut Indonesia Infrastructure Initiative (2016)
di luar Jawa dan Kawasan Timur Indonesia se-bagai seluruh jaringan jalan baik tol maupun non tol di
motor penggerak perekonomian wilayah yang Pulau Jawa saat ini berada pada situasi yang mem-
didukung dengan peningkatan kualitas dan kuanti-tas butuhkan penanganan segera. Hasil kajian menun-
infrastruktur dasar dan pendukung. Dalam pro-gram jukkan apabila tidak segera dilakukan penambahan
pembangunan jalan, salah satu prioritas yang jaringan baru, Pulau Jawa akan mengalami kelebi-han
mendukung agenda Nawa Cita tersebut adalah ren- kapasitas (over capacity) pada tahun 2035. Apa-bila
cana pembangunan 1000 km jalan tol pada 2015- jalan tol Trans Jawa dari Merak sampai dengan
2019 sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Banyuwangi terwujud pada tahun 2019, jalan non tol
menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yang akan lebih terurai tetapi pada kondisi yang sama pada
telah dicanangkan pemerintah(Peraturan Presiden tahun 2035 sebagian besar jaringan mengala-mi
Nomor 2 Tahun 2015). Jalan tol direncanakan un-tuk kejenuhan. Penambahan jalan tol di bagian utara dan
dibangun di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan selatan Jawa dapat meningkatkan pelayanan di-
Kalimantan untuk mendorong pertumbuhan ekono-mi karenakan lalu lintas dapat terdistribusikan melalui
dan sosial. Pembangunan jalan tol merupakan strategi jalan tol maupun non tol dengan baik.
peningkatan mobilitas pada koridor-koridor utama di
Indonesia. Selain itu, pembangunan jalan tol juga Perkembangan infrastruktur dibutuhkan dalam per-
diharapkan dapat mengurangi waktu tem-puh koridor- tumbuhan ekonomi dan pembangunan diseluruh
koridor utama serta menjadi pendorong peningkatan daerah, juga untuk persaingan dalam pasar inter-
kualitas logistik di Indonesia. Jalan tol dikembangkan nasional (Omirin, 2011). Kualitas infrastruktur di
sebagai tulang punggung transpor-tasi darat pulau- Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan den-
pulau besar di Indonesia. gan negara lain. Dalam hasil survey yang dilakukan
World Economic Forum (2016), Indonesia berada
1.2. Kebutuhan Infrastruktur Jalan Tol pada peringkat 41 dari 138 negara dengan nilai
4,52 skala 7 dalam Global Competitiveness Index
Jaringan jalan merupakan salah satu infrastruktur (GCI) dan peringkat 60 dengan nilai 4,24 dalam
1-2 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

hal perkembangan infrastruktur. Meski dengan nilai pustaka. Penelitian ini berusaha memecahkan ma-
yang sama, peringkat Indonesia turun jika diband- salah dengan menggambarkan problematika yang
ingkan dengan tahun sebelumnya yaitu peringkat terjadi. Studi pustaka digunakan untuk membukti-
37 dari 140 negara. Hal ini menunjukkan bahwa kan bahwa penelitian yang dilakukan menjawab ru-
pemerintah Indonesia perlu memajukan musan masalah yang ada, meruntutkan alur pene-
pembangu-nan salah satunya dalam hal litian dan memperkuat latar belakang (Gay, et al,
infrastruktur sehingga dapat membantu 2006).
meningkatkan perekonomian neg-ara.
3. METODE PENELITIAN
1.3. Permasalahan Jalan Tol
Penulis ingin memahami, mengkaji secara men-
Dalam rangka mewujudkan 1000 km jalan tol sam-pai dalam serta memaparkannya dalam tulisan ini
dengan tahun 2019, terdapat berbagai tantan-gan men-genai bagaimana upaya pemerintah untuk
mendasar antara lain lambatnya progress de-livery mewu-judkan program pembangunan jalan tol
yang hanya mencapai 100 km/5 tahun atau sama 1000 km, kendala apa yang dihadapi serta jalan
dengan 20km/tahun. Permasalahan utama yang keluarnya. Karena tujuan tersebut, maka relevan
menjadi hambatan dalam pengusahaan jalan tol jika peneli-tian ini dilakukan dengan menggunakan
adalah ketersediaan tanah. Pemerintah berkewa-jiban pendekatan kualitatif.
menjamin ketersediaan tanah bagi pemban-gunan
untuk kepentingan umum sebagaimana telah diatur 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang
4.1. Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum beserta peraturan-peraturan (KPBU) Jalan Tol
turunannya. Akan tetapi dengan kesiapan tanah yang Kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau
relatif belum tersedia dan kebutuhan dana ta-nah public-private partnership (PPP) merupakan kontrak
yang sangat besar membuat target penyediaan tanah jangka panjang antara pemerintah dengan
sulit untuk dicapai. perusahaan swasta untuk menyediakan servis dan
aset untuk masyarakat, perusahaan swasta yang
Permasalahan lainnya adalah kelayakan proyek
menanggung resiko dan bertanggung jawab dalam
yang tidak sepenuhnya komersial, sementara
manajemennya (World Bank, 2014). Menurut Euro-
skema pen-gusahaan jalan tol hanya terbatas pada
pean Commission (2003) KPBU dianggap sebagai
BOT dan OM sehingga mengakibatkan transaksi
suatu metode alternatif yang efektif untuk mengatur
sulit ditawarkan kepada sektor swasta. Kondisi ini
modal tambahan dan keuntungan yang didapat dari
diperberat den-gan belum tersedianya jaminan
sektor swasta. KPBU pada dasarnya bukan meru-
pemerintah serta kelangkaan dukungan
pakan sumber pendapatan, bukan privatisasi sektor
pemerintah. Disisi lain, pros-es pengadaan
publik, tidak dapat digunakan untuk seluruh proyek,
investasi membutuhkan waktu lama dan tidak final
bukan jawaban untuk segala masalah infastruktur,
sehingga perlu waktu 2 sampai 3 tahun sejak
tidak bebas dan mudah diimplementasikan, serta ti-
pengadaan sampai dengan konstruksi dimulai.
dak menjamin keberhasilan (IPD Academy, 2013).
Penyediaan jalan tol bersifat monopoli dan bukan Kebijakan menyangkut KPBU yang berlaku di Indo-
merupakan pasar yang kompetitif sehingga faktor nesia tercantum pada Peraturan Presiden Republik
kualitas pelayanan kurangberpengaruh terhadap Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 Tentang Kerjasama
keputusan pengguna jalan tol. Standar Pelayanan Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Minimum (SPM) jalan tol telah diatur dalam Per- Infrastruktur.
aturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun
Dalam Peraturan pemerintah Nomor 15 Tahun 2005,
2014, sebagai usaha pemerintah untuk melindun-gi
disebutkan bahwa pengusahaan jalan tol dilaku-kan
pengguna jalan tol. Pelayanan jalan tol secara
oleh Pemerintah dan/atau Badan Usaha yang
umum masih belum maksimal baik disebabkan oleh
memenuhi persyaratan. Dari ketentuan tersebut dapat
kurangnya usaha dari BUJT maupun disebabkan
diambil kesimpulan bahwa pengusahaan jalan tol
oleh SPM jalan tol yang belum sepenuhnya
dapat dilakukan oleh Pemerintah, Badan Usaha atau
mencer-minkan keinginan pengguna.
Pemerintah dan Badan Usaha. Pengusahaan jalan tol
1.4. Maksud dan Tujuan Penulisan oleh Pemerintah terutama diperuntukkan untuk ruas
jalan tol yang layak secara ekonomi teta-pi belum
Tulisan ini bermaksud memberikan gambaran ten- layak secara finansial, pengusahaan jalan tol oleh
tang permasalahan, tantangan dan upaya pemer- Badan Usaha diperuntukkan untuk ruas jalan tol yang
intah mendukung program 1000 km jalan tol dan layak secara ekonomi dan finansial, sedangkan
meningkatkan pelayanan jalan tol. pengusahaan jalan tol oleh Pemerintah dan Badan
Usaha diperuntukkan untuk ruas jalan tol yang layak
2. TINJAUAN PUSTAKA secara ekonomi tetapi keseluruhan proyek tidak layak
secara finansial. Skema kemi-traan Pemerintah-
Tulisan ini adalah penelitian kualitatif dengan studi
Swasta ini dapat disebut dengan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-3


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public nannya ditunda pada tahun 1997 kembali
Private Partneship (PPP). Model yang digunakan dilakukan. Selama tahun 2005-2014, panjang jalan
sampai dengan tahun 2014 adalah Build Operation tol yang telah dioperasikan adalah 213,64 km,
Transfer (BOT), Subsidize Build Operation Transfer sehingga panjang jalan tol yang beroperasi sampai
(SBOT) dan Operation and Maintenance (OM). Ske- Oktober tahun 2014 adalah sepanjang 816 km.
ma ini terus didorong oleh pemerintah karena
masih ada celah yang perlu diperbaiki. 4.2. Arah Kebijakan KPBU Sektor Jalan Tol

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan
38 Tahun 2004 tentang jalan, Jalan tol merupakan perwu-judan industri Jalan Tol yang sehat dalam
jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan mendu-kung Program Pembangunan Jalan Tol
jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya (1000 Km), disusunlah arahan dasar kebijakan
diwajibkan membayar tol atau tarif yang telah diten- KPBU sektor jalan tol (Gambar 2). Arahan tersebut
tukan. Jalan tol berguna untuk memperlancar lalu diwujudkan dalam empat kegiatan utama yaitu
lintas di daerah yang berkembang, meningkatkan Skema KPBU baru, Penyederhanaan Prosedur,
hasil dan daya guna pelayanan distribusi barang dan Penambahan Du-kungan Pemerintah dan
jasa agar menunjang pertumbuhan ekonomi, mer- Percepatan Pengadaan Ta-nah.
ingankan beban dana pemerintah melalui partisipasi
4.3. Skema KPBU baru
pengguna jalan, serta dapat meningkatkan pemer-
ataan hasil pembangunan dan keadilan. Keuntungan Arahan tersebut dilaksanakan untuk mencari model
dari jalan tol dibanding dengan jalan non tol adalah pengusahaan jalan tol alternatif. Model pengusa-
pelayanan yang diberikan. Dengan biaya yang dike- haan yang sekarang digunakan adalah pada prak-
luarkan, pengguna jalan dapat menghemat waktu tek Build Operation Transfer (BOT) konvensional
tempuh perjalanan, mendapat fasilitas seperti tem-pat dan Supported Build Operational Tender (SBOT)
beristirahat, hingga pertolongan darurat ketika dan kontrak konstruksi.
dibutuhkan.
Strategi pendanaan Jalan Tol, diupayakan menggu-
Sesuai data Badan Pengatur Jalan Tol (2014),seja-rah
nakan dana non APBN, dimana proyek harus layak
jalan tol di Indonesia dimulai pada tahun 1987 dengan
secara ekonomi dan finansial. Apabila kelayakan fi-
dioperasikannya jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi
nansial rendah/marjinal, perlu diupayakan dukun-
(Jagorawi) dengan panjang 59 km (termasuk jalan
gan pemerintah (government support) baik berupa
akses. Pembangunan jalan tol yang dimulai tahun
Viability Gap Funds (VGF) maupun dukungan kon-
1975 ini, dilakukan oleh pemerintah den-gan dana
struksi melalui kontribusi pinjaman lembaga bilat-
dari anggaran pemerintah dan pinjaman luar negeri
eral/multilateral atau APBN.
yang diserahkan kepada PT. Jasa Marga (persero)
Tbk. sebagai penyertaan modal. Selanjut-nya PT. Jasa Saat ini telah dikembangkan skema-skema baru
Marga ditugasi oleh pemerintah untuk membangun dalam penyediaan infrastruktur melalui kerjasama
jalan tol dengan tanah yang dibiayai oleh pemerintah. pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau PPP
PT. Jasa Marga kemudian bertin-dak sebagai regulator ( Gambar 3) untuk mensiasati terbatasnya alokasi
dan operator jalan tol. dana pemerintah untuk pembangunan dan menarik
lebih banyak investor untuk bekerja sama dalam
Mulai tahun 1987 swasta mulai ikut berpartisipasi
penyediaan infrastruktur (BAPPENAS, 2015). Ske-
dalam investasi jalan tol sebagai operator jalan tol
ma baru yang dimaksud adalah Performance-
dengan menanda tangani perjanjian kuasa pen-
Based Annuity Scheme/Annuity Payment
gusahaan (PKP) dengan PT Jasa Marga. Pada peri-ode
(PBAS/AP) dan penugasan BUMN untuk proyek-
1995 hingga 1997 dilakukan upaya percepatan
proyek infrastruktur tertentu.
pembangunan jalan tol melalui tender 19 ruas jalan
tol sepanjang 762 km. Namun upaya ini terhenti Pelaksanaan skema PBAS/ Availability Payment dalam
akibat adanya krisis moneter pada Juli 1997 yang pengusahaan jalan tol telah diatur dalam Peraturan
mengakibatkan pemerintah harus menunda pro-gram Presiden Nomor 38 tahun 2015 tentang KPBU dalam
pembangunan jalan tol dengan dikeluarkannya Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri
Keputusan Presiden No. 39/1997. Akibat penundaan Keuangan Nomor 190/PMK.08/2015 tentang
tersebut pembangunan jalan tol di Indonesia men- Pembayaran Ketersediaan Layanan dalam rangka
galami stagnansi, terbukti dengan hanya terban- KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur. Skema ini
gunnya 13,30 km jalan tol pada periode 1997-2001. muncul untuk menjawab tantangan besarnya du-
kungan Pemerintah untuk membiayai model SBOT
Pada tahun 2004 diterbitkan Undang-Undang No.38
dan besarnya dukungan pemerintah di awal untuk
tahun 2004 tentang Jalan yang mengamanatkan
model Design and Build. Seperti yang dikatakan oleh
pembentukan BPJT sebagai pengganti peran regula- Smith,et al. (2015) pendanaan pemerintah dibayar
tor yang selama ini dipegang oleh PT Jasa Marga. setiap tahunnya dengan jumlah bergantung den-gan
Proses pembangunan jalan tol kembali memasuki fase kinerja atau ketersediaan aset sesuai skema. Skema
percepatan mulai tahun 2005 dengan peneru-san Modified PBAS untuk jalan tol dilaksanakan
terhadap 19 proyek jalan tol yang pembangu-

1-4 JURNAL INFRASTRUKTUR


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Gambar 2. Pemilihan Skema KPBU Sektor Jalan Tol


(Badan Pengatur Jalan Tol, 2016)

Gambar 3. Skema Metode Availibility Payment PPP


(Deloitte Research, 2013)
dengan mekanisme BOT dengan AP dan BOT dengan PPP dilakukan melalui pembayaran oleh pengguna
AP dan Pinjaman Jangka Panjang. John Lee (2015) jalan tol selama masa konsesi. Sementara dalam
menjelaskan bahwa salah satu manfaat terpenting metode Availability Payment PPP pengembalian in-dari
skema PBAS/AP yaitu memberi insentif pada vestasi dilakukan secara langsung oleh pemerintah mutu
siklus hidup dalam pelaksanaan pengopera- berdasarkan capaian kinerja yang telah disepakati siannya.
Pilot Proyek Modified PBAS adalah jalan tol dalam perjanjian. Serang-Panimbang.

Selain skema PBAS, model baru pengusahaan ja-lan


Terdapat dua tipe KPBU berdasarkan metode pem- tol dilaksanakan melalui optimalisasi penugasan
bayaran yang digunakan yaitu, Revenue Based PPP BUMN. Penugasan BUMN dilaksanakan pada proyek
dan Availability Based PPP (PPIAF, 2009). Secara (Gambar 4) yang bertujuan untuk mendorong
garis besar pengembalian investasi RevenueBased pengembangan wilayah dengan kondisi terbatasnya

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-5


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

pendanaan Pemerintah untuk proyek tersebut. struktur sesuai kualitas dan waktu yang ditentukan
Pem-biayaan proyek jalan tol yang dibiayai melalui serta mewujudkan layanan infrastruktur publik
ske-ma penugasan BUMN adalah proyek jalan tol den-gan tarif yang terjangkau oleh masyarakat
Trans Sumatra antara lain Medan-Binjai, (Surach-man,2014).
Pekanbaru-Du-mai, Palembang-Indralaya, dan
Bakaheuni-Tebanggi Besar.

Gambar 4. Skema Penugasan Proyek Jalan Tol Trans Sumatra


(Badan Pengatur Jalan Tol, 2016)

4.4. Penyederhanaan Prosedur Pilihan pembiayaan lain adalah fasilitas pembiayaan


oleh PT. SMI dan fasilitas penjaminan oleh PT PII.
Penyederhanaan prosedur untuk percepatan pen- Fasilitas Pembiayaan yang dapat disediakan oleh PT.
gusahaan jalan tol dilaksanakan melalui percepatan SMI antara lain: Long Term Tenor: 25 Tahun, den-gan
proses pelelangan. Proses pelelangan yang tadinya 10 Tahun grace period; A B Loan: Pinjaman den-gan
selama ±12 bulan dipersingkat menjadi ±5 bulan. tenor lebih panjang, dan struktur pembayaran lebih
Pada proses ini, para pemangku kepentingan, yaitu fleksibel (Senior Loan); Cash Deficiency Sup-port:
pemberi pinjaman (bank), kontraktor, PT. SMI dan PII Untuk mendukung pada periode awal operasi;
(penjamin) juga dilibatkan lebih awal dan peser-ta Mezzanine Loan & Subordinated Loan: Pinjaman
lelang wajib mencantumkan nama kontraktor yang dengan prioritas bayar lebih rendah (Junior Loan);
akan melakukan konstruksi dan nama pemberi dan Equity. Sedangkan fasilitasPenjaminan PT. PII
pinjaman untuk pelaksanaan proyek. Penyempur-naan terdiri atas: Risiko Politik Tradisional, yang terdiri dari
peraturan tersebut dilaksanakan untuk menja-min Pengadaan Tanah, PenyesuaianTarif, Perubahan
kepastian konstruksi dan kepastian pembiayan Peraturan, danTerminasi; serta Risiko terkait Bank-
proyek. Sebelum proses pelelangan, dilaksanakan ability, yaitu Risiko “Ramp Up Period” (Periode awal
juga competitive dialogantara panitia lelang dengan Operasi).
peserta untuk membahas dokumen lelang; nego-
sisasi Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) dan 4.6. Percepatan Pengadaan Tanah
biaya penjaminan juga dibahas pada tahapan ini.
Proses percepatan pengadaan tanah diwujudkan
Competitive dialog dilaksanakan dengan maksud agar
Request for Proposal (RFP) yang dikirimkan peserta dengan keluarnya Undang-Undang No 2 Tahun 2012
lelang sudah final. dan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 ten-
tang Perubahan ketiga Atas Perpres No. 71 / 2012
4.5. Dukungan yang Beragam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan demi Kepent-
ingan Umum dan Peraturan Presiden Nomor 38 Ta-
Pemerintah akan menyediakan dukungan yang se- hun 2015. Keluarnya peraturan tersebut membuka
makin beragam dalam rangka mewujudkan program keran debottlenecking untuk proses pengadaan ta-nah
1000 km jalan tol baru. Dukungan tersebut berupa dalam penyediaan infrastruktur jalan tol. Ke-bijakan
Viability Gap Funds (VGF) yang diatur dalam per- baru yang diatur pada peraturan tersebut yaitu:
aturan Presiden Nomor 13 tahun 2010, atau beru-pa pengadaan tanah yang lebih awal sesuai taha-pan,
pelaksanaan sebagian konstruksi (meliputi ruas pengadaan tanah terintegrasi dengan rencana tata
Cileunyi-Sumedang-Dawuan, Ngawi-Kertosono, ruang dan kawasan, pelaksanaan dan pembiay-aan
Manado-Bitung, Balikpapan-Samarinda)dan atau pengadaan tanah ditanggung oleh pemerintah, dan
pembiayaan bersama. VGF diberikan dengan tu-juan dioptimalkannya peran Badan Layanan Umum
meningkatkan kelayakan finansial proyek guna Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN) seb-
menimbulkan minat dan partisipasi swasta, menin- agai Land Banking. Pendanaan tanah dilakukan me-
gkatkan kepastian pengadaan/lelang proyek infra- lalui skema dana talangan BUJT (Gambar 5) yang

1-6 JURNAL INFRASTRUKTUR


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

nantinya akan diganti oleh BLU LMAN ketika sudah Penerapan integrasi gerbang tol dilaksanakan pada
beroperasi penuh. Saat ini dana talangan tanah gerbang tol Cikarang Utama sampai Brebes Timur
yang disediakan oleh BUJT sebesar 32 Triliun den- pada ruas jalan tol Jakarta-Cikampek, Cikopo-Pali-
gan dana yang sudah dibayar sebesar 4,4 Triliun. manan, Palimanan-Kanci, Kanci-Pejagan, Pejagan-
Pemalang; dimana pada ruas-ruas jalan ini penggu-

Gambar 5. Rekapitulasi Kebutuhan Dana Talangan Tanah


(Badan Pengatur Jalan Tol, 2016)

4.7. Pelayanan Jalan Tol na tol cukup melaksanakan transaksi pengambilan


kartu tol pada gerbang tol masuk dan membayar
Dalam hal pengawasan, Pemerintah sebagai regula-tor
tol sesuai tarif di gerbang keluar tol tujuan.
jalan tol, menetapkan dua kebijakan mengenai
penyediaan jalan tol untuk melindungi pengguna ja- Tujuan penggunaan e-payment adalah untuk mem-
lan tol, yaitu standar pelayanan minimum jalan tol percepat transaksi pembayaran tol di gerbang tol
(Gambar 6) yang harus dipenuhi oleh operator dan dan mengurangi antrian kendaraan di gerbang
keputusan penyesuaian tarif tol yang akan diber- pem-bayaran sehingga tidak menimbulkan
lakukan kepada pengguna jalan tol. kemacetan di badan jalan.

Pemerintah juga sedang mengembangkan Intelli-gent


Transportation System (ITS) yang terencana dan
berkesinambungan dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan efektifitas layanan kepada pengguna
jalan tol. Pengembangan ITS dilakukan demi tercip-
tanya pelayanan jalan tol yang efektif, efisien, aman
dan nyaman serta berkeselamatan dengan berbasis
teknologi informasi. Ruang lingkup ITS sendiri terdi-ri
dari: Sistem Informasi Lalu Lintas, Sistem Trans-aksi
Tol, Sistem Informasi Keadaan Darurat, Sistem
Pengendalian Angkutan Berat, Sistem Manajemen
Aset dan Ruang Kendali (Gambar 7).
Gambar 6. Atribut Standar Pelayanan Minimum
(Badan Pengatur Jalan Tol, 2016)

Terdapat sembilan atribut yang perlu menjadi pri-


oritas dalam pelayanan jalan tol dan menjadi uku-
ran kepuasan pelanggan, yaitu: kelancaran lalu lin-
tas, keselamatan berkendara, kerataan permukaan
jalan, keamanan dari tindak kriminal, jumlah dan
fasilitas gardu tol, rambu lalu lintas, penerangan
ja-lan, penanganan kecelakaan, ketanggapan
perbai-kan jalan yang rusak. (Zuna et al, 2015).
Merespon atribut-atribut tersebut, pemerintah telah
menerap-kan beberapa kebijakan untuk
meningkatkan kuali-tas pelayanan jalan tol, yaitu
integrasi gerbang tol dan penggunaan e-payment. Gambar 7. Road Map ITS
Integrasi gerbang tol dimaksudkan untuk mengu-rangi (Badan Pengatur Jalan Tol, 2016)
kepadatan antrian pada barrier gate di ruas jalan tol 4.10. Progres Pembangunan 1000 Km Jalan tol
antarkota. Dengan sistem ini, pengguna ja-lan tol
hanya perlu melaksanakan transaksi masing-masing 1 Dua tahun setelah dikeluarkannya rencana jangka
kali pada saat masuk dan keluar jalan tol. menengah untuk program pembangunan 1000 km

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-7


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

jalan tol, progress pelaksanaan pembangunan jalan dengan bertambahnya panjang jalan tol yang
tersebut mengalami kemajuan yang cukup signifi-kan berop-erasi, jumlah jalan tol konstruksi, jumlah
(Gambar 8). Jalan tol yang sudah beroperasi pada PPJT yang telah ditandatangani, dan jumlah jalan
tahun 2015 adalah sepanjang 132.35 km, me-liputi tol yang se-dang dilelang. Selain itu, upaya untuk
jalan tol Gempol-Pandaan (12.05 km); jalan tol peningkatan kualitas layanan jalan tol juga sedang
Porong-Gempol (3.55 km), dan jalan tol Cikampek- digalakkan dengan tujuan akhir meningkatkan
Palimanan (116.75 km). Pada tahun 2016 sendiri kepuasan lay-anan jalan tol bagi pengguna.
direncanakan untuk membangun sebanyak 14 ruas
jalan tol dengan total ruas sepanjang 105.13 km. 5.2. Saran
Sampai denganSeptember 2016 jalan tol yang su-dah
Pemerintah secara perlahan-lahan berbenah untuk
beroperasi sepanjang 38.67 km, yaitu jalan tol
menyediakan infrastruktur jalan tol yang bisa dian-
Surabaya-Mojokerto seksi IV (18.47 km) dan jalan tol
dalkan dan menciptakan iklim yang lebih kondusif
Pejagan-Pemalang Seksi I dan II (20.20 km).
untuk industri jalan tol yang lebih sehat. Kebijakan-

Gambar 8. Progress Pembangunan Jalan Tol 2015-2016


(Badan Pengatur Jalan Tol, 2016)

Hingga saat ini, terdapat 176 km jalan tol yang kebijakan yang dikeluarkan diharapkan dapat me-
berarti 17,6% dari rencana 1000 km. Terlihat dari narik lebih banyak investor untuk bekerja sama
data, konstruksi jalan tol mencakup 30 PPJT dalam dengan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur
pembangunan 1.299 km, dan didukung rencana bagi kepentingan umum.
pelelangan 9 proyek dengan panjang total 1.158
DAFTAR PUSTAKA
km. Target ini juga termasuk dengan PPJT yang
be-lum melalui proses konstruksi sebanyak 18
Badan Pengatur Jalan Tol. (2014). Peluang Investasi
proyek dengan panjang 621 km dan dua
Jalan Tol di Indonesia. Jakarta.
diantaranya masih dilakukan ground breaking.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2015).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Public Private Partnership Infrastructure Proj-
5.1. Kesimpulan ect Plan in Indonesia 2015. Jakarta.

Program pembangunan 1000 km jalan tol bisa jadi Deloitte Research. (2013). Partnering for Value:
merupakan program yang ambisius mengingat Structuring Effective Public-Private Partner-
praktek pengusahaan jalan tol pada masa sebelum- ship for Infrastructure.
nya yang dianggap kurang berhasil dari segi capaian
European Commission. (2003). Guidelines for Suc-
panjang jalan yang dibangun. Namun demikian, be-
cessful Public-Private Partnerships. Director-
lajar dari pengalaman tersebut, pemerintah menge-
ate-General Regional Policy.
luarkan kebijakan-kebijakan baru dan berkomitmen
untuk mewujudkan program pembangunan jalan tol Gay, L. R., Mills, G. E., & Airasian, P.W. (2006).
dimaksud. Selama 2 tahun pelaksanaan program, Educational Research: Competencies for
terlihat bahwa upaya yang dilakukan pemerintah analysis and applications (8th edition). Upper
tersebut menampakkan kemajuan yang signifikan,

1-8 JURNAL INFRASTRUKTUR


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Saddle River, NJ: Merrill Prentice Hall. Gay,


pp29-44.

Indonesia Infrastructure Initiative. (2016). Facility


Review and Planning Document. Canberra.
Australian Goverment.

Innovative Program Delivery Academy. (2013). Web-


Based Course: Introduction to Public-Private
Partnership. Federal Highway Administration.

Lee, John. (2015). Indonesia’s Road Infrastructure:


Accelerating the Private Sector Contribution.
Prakarsa, 22: 22-27.

Omirin, M.N. (2011). Infrastructure Provision and


Private Lands Acquisition Grievances: Social
Benefit and Private Cost. Journal of Sustain-
able Development, 4 (6).

Presiden Republik Indonesia. (2015). Peraturan


Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Ren-
cana Pembangunan Jangka Menengah Nasi-
onal Tahun 2015-2019. Jakarta. Presiden Re-
publik Indonesia.

Public-Private Infrastructure Advisory Facility.


(2009). Main Types of PPP. Toolkit for Public-
Private Partnership in Roads and Highways.

Surachman, E.N. (2014). Dana Dukungan Tunai


Infrastruktur (Viability Gap Fund): Harapan
Baru Pembangunan Infrastruktur. http://
www.kemenkeu.go.id/kemenkeu/artikeldano-
pini (diakses Oktober 2016)

Smith, J., Agung, W., dan Tim, B. (2015). Building


Indonesia’s Future-Unblocking The Pipeline of
Projects. Prakarsa, 22: 11-16.

World Bank. (2014). Public Private Partnership :


Reference Guide (ver. 2.0). Washington D.C.

World Economic Forum. (2016). The Global Compet-


itiveness Report 2016-2017. Geneva.

Zuna, H. T., Hadiwardoyo, S., Rahadian, H. (2015).


Atribut Pelayanan Jalan Tol dalam Peningka-
tan Kualitas Berkendara di Jalan Tol Makassar.
Jurnal HPJI, 1(2), 115-126.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1-9


Vol. 2 No. 02 Desember 2016

ANALISIS KEGAGALAN KONSTRUKSI PADA BANGUNAN GEDUNG DI


PROVINSI JAWA BARAT
Rina Rusdiani1
Sarwono Hardjomuljadi2

Mahasiswa Magister Manajemen Proyek Konstruksi1


Dosen Sekolah Pascasarjana2
1,2Universitas Parahyangan

Email : rina4urusdiani@gmail.com1, sarwonohm2@yahoo.co.id2

Abstract

The failure of construction may negatively impact on the quality of building construction, especially for the
service user/owner as owner. This study aims to determine the dominant factors causing the failure of ef-forts
to reduce the construction and construction failure. Using multivariant analysis and factors with the help of the
program Statistical Package for Social Science (SPSS) version 22.0 for Windows. From the re-sults of calculation
of Relative Importance Index (RII) obtained the main factors causing the failure of con-struction, namely:
aspects of service providers/ contractors (Related Skills/Training Training and sloppiness of Labor as well as the
use of materials under Standart), aspects of planning consultants (Design & Speci-fications Not Available
Standart technical & Rules) and the General Conditions aspect is Legal. Measures to reduce construction failure,
namely: Need held a training and certification of construction of buildings to increase the ability and skills of the
workforce in construction building of buildings should be to increase the competence of work in the construction
world to improve the quality of Human Resources (HR) in the field of construction owned company, which will
also be improve the quality of the construction company, to achieve quality objectives, the project design
planning must be detailed to facilitate implemantion of con-struction. Completion of the Act and the Regulations
on Construction Failure needs to be done immediately. Review the design needs to be done by the service
providers / contractors to facilitate the implementation of construction contractors and Routine Monitoring
should be done Engineer / Consultant supervisor so that the quality and the quality of building construction as
expected.

Keywords: failure construction, dominant factor, relative importance index (RII)

Abstrak

Terjadinya kegagalan konstruksi dapat memberikan dampak buruk pada kualitas bangunan konstruksi,
terutama bagi pengguna jasa/ owner sebagai pemilik. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor
dominan penyebab kegagalan konstruksi dan usaha mengurangi kegagalan konstruksi,menggunakan
anali-sis Multivariant dan faktor dengan bantuan program Statistical Package for Social Science (SPSS) for
Win-dows version 22.0. Dari hasil Perhitungan Relative Importance Index (RII) diperoleh faktor utama
penyebab terjadinya kegagalan konstruksi yaitu: aspek penyedia jasa/ kontraktor (terkait
Keterampilan/Pelatihan dan Kecerobohan Tenaga Kerja serta penggunaan Material di bawah Standart),
aspek konsultan perencana (Desain & Spesifikasi Tidak Sesuai Standart Teknis & Peraturan) dan aspek
Ketentuan Umum adalah Ma-salah Hukum. Tindakan-tindakan untuk mengurangi kegagalan konstruksi
yaitu : Perlu di adakan pelatihan dan sertifikasi tenaga konstruksi gedung untuk menambah kemampuan
dan keterampilan tenaga kerja di bidang konstruksi banguan gedung Perlu peningkatan kompetensi kerja
dalam dunia konstruksi untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang konstruksi
yang dimiliki perusahaan, yang juga akan meningkatkan kualitas perusahaan jasa konstruksi, Untuk
mencapai sasaran mutu proyek maka perencanaan desain harus mendetail untuk memudahkan dalam
pelaksanaan konstruksi. Penyempurnaan Undang-undang dan Peraturan tentang Kegagalan Konstruksi
perlu dilakukan segera. Review desain perlu dilakukan oleh penyedia jasa/ kontraktor untuk memudahkan
kontraktor dalam pelaksanaan konstruksi dan Pengawasan Rutin harus dilakukan Engineer/Konsultan
pengawas agar mutu dan kualitas bangunan konstruksi sesuai dengan yang diharapkan.

Kata Kunci: kegagalan konstruksi, faktor dominan, relative importance index (RII)

1 - 10 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

Sekarang ini, semakin meningkatnya kebutuhan 2.1 Pengertian Kegagalan Konstruksi


akan banguanan gedung sebagai tempat permuki-
man, perkantoran, industri, fasiliatas-fasilitas Menurut N. Ananda Coomarasamy, Senior Civil En-
umum lainnya. Oleh karena kebutuhan bangunan gineer, Construction and Maintenance Department
gedung tersebut maka berkembang pula Port of Singapore Authority, “Construction Related
perusahaan jasa konstruksi. Namun industri jasa Structural Failures”, International Conference on
konstruksi tersebut mengalami berbagai kendala Struktural Failure, ICSF 87, Singapore, 31-31
atau masalah dalam pelaksanaannnya. Masalah March 1987 mengemukakan, Struktural failure may
yang terjadi merupak-an penyebab kegagalan be de-fined as the behaviour or performance of a
konstruksi pada bangunan gedung yang sedang struc-ture not in agreement with the expected
dibangun. Hal ini mendorong Pemerintah Republik condition of stability and desired service. Failure
Indonesia mengeluarkan Un-dang-Undang Nomor can also refer to total collapse and defects of such
18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan nature that are irrepairable or uneconomical to
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Ta-hun 2000 repair for proper us-age.
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagai
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000
payung hukum terhadap kegiatan jasa kon-struksi.
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pasal 31
Industri Jasa konstruksi merupakan industri yang mendefinisikan kegagalan konstruksi adalah ke-adaan
sangat berisiko, karena pekerjaannya dilakukan di hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan
alam terbuka, sehingga cuaca dan kondisi alam spesifikasi pekerjaaan sebagaimana yang disepakati
sangat berpengaruh dalam tahap pelaksanaan kon- dalam kontrak kerja konstruksi baik se-bagian
struksi. Kualitas yang buruk atau cacat mutu pada maupun keseluruhan sebagai akibat dari ke-salahan
proses pembangunan gedung yang telah selesai dari pengguna jasa atau penyedia jasa.
atau dalam tahap pelaksanaan pembangunan akan
mengakibatkan kegagalan konstruksi. Kegagalan Pada tahun 2001 HAKI mencoba mendefinisikan
konstruksi yang berupa robohnya bangunan kegagalan konstruksi yang dikaitkan dengan Un-
gedung sehingga menimpa gedung lainnya yang dang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa
ada di seki-tar bangunan gedung tersebut dan Konstruksi, definisi umumnya yaitu suatu
menimbulkan kerugian bagi pihak lain. bangunan baik sebasgian maupun keseluruhan
dinyatakan mengalami kegagalan bila tidak
Dalam pembangunan suatu gedung harus sesuai mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja
kontrak perjanjian yang telah disepakati oleh peng- tertentu (persyaratan minimum, maksimum, dan
guna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi. toleransi) yang ditentu-kan oleh Peraturan,
Apabila terjadi kegagalan konstruksi akan menim- Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu
bulkan kerugian bagi pihak yang terlibat langsung sehingga bangunan tidak berfungsi dengan baik.
dalam proses pembangunan maupun pihak luar
Lembaga Perlindungan Konsumen dan Industri Jasa
yang tidak terlibat.
Konstruksi Indonesia (LKJK-I) juga menerangkan
Besarnya kebutuhan akan sarana gedung sebagai definisi kegagalan konstruksi sebagai rendahnya mutu
tempat industri, perkantoran, hotel, dan lain se- yang meliputi cacat fisik dan cacat prosedur hingga
bagainya maka diadakan proyek konstruksi yang terjadi keruntuhan konstruksi, disfungsi ban-gunan,
melibatkan pihak konsultan perencana, pengguna high cost economics, dimana dapat menim-bulkan
jasa,/ owner, penyedia jasa / kontraktor dan kon- sengketa konsumen jasa konstruksi, yang berujung
sultan pengawas/ engineer. Apa faktor dominan ap pada kerugian masyarakat secara materil, imateril,
penyebab kegagalan konstruksi pada bangunan ekonomi, cacat hingga kematian. Lebih lanjut lagi
gedung di provinsi Jawa Barat menurut persepsi dijelaskan bahwa kegagalan konstruksi merupakan
pengguna jasa dan penyedia jasa? bukti dan indikator tindak pidana ko-rupsi di sektor
konstruksi.
Tujuan penelitian adalah menganalisis dan mengi-
dentifikasi faktor-faktor dominan penyebab kega- 2.2. Penyebab Kegagalan Konstruksi
galan konstruksi pada bangunan gedung di provinsi
Jawa Barat. .Tindakan-tindakan apa saja yang perlu Menurut Feld dan Carper (1997), struktur bangunan
lakukan untuk mengurangi terjadinya kegagalan apabila terjadi kegagalan konstruksi bisa disebab-
konstruksi pada banguanan gedung tersebut. kan oleh:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi ma- A. Pemilihan lokasi yang berisiko: daerah yang rawan
sukan bagi para pelaku industri konnstruksi dalam gempa, angin yang cukup kencang atau perbe-daan
mengurangi terjadinya kegagalan konstruksi, teru- ketinggian tanah, atau kondisi tanah yang labil atau
tama pada konstruksi bangunan gedung yang akan ekspansif. Meskipun demikian selama risiko
datang. tersebut dapat diidentifikasi secara tepat, misalnya
dengan dilakukan penyeledikan-peny-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 11
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

elidikan khusus (tambah biaya) dan selanjutnya E. Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki
diperhitungkan secara baik pula maka tentunya kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana di-
hal tersebut tidak menjadi masalah. maksud dalam Pasal 31 yang disebabkan kesala-
han penyedia jasa atas biaya sendiri.
B. Ketentuan proyek yang tidak jelas: akibat tidak
terjadinya komunikasi yang baik antara pemilik 2.4. Pengertian Bangunan Gedung
dan pelaksana proyek maka dapat terjadi bahwa
ekspektasi pemilik ternyata berbeda dengan Pengertian bangunan gedung menurut Peraturan
yang dia harapkan pada awal mulanya. Pemerintah No 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang Undang No 28 Tahun 2002
C. Kesalahan perencanaan: akibat gambar dan Tentang Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil
spe-sifikasi yang tidak lengkap, pemilihan pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
sistem struktur yang rentan kerusakan atau kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
detail yang rawan terhadap kerusakan jangka atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang
panjang (misal rangka atap menggunakan baja berfungsi sebagai tempat manusia melakukan ke-
ringan, penutup atapnya menggunakan genteng giatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
pelentong), atau karena perencananya sendiri kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sos-
tidak mempunyai kompetensi yang cukup (asal ial, budaya, maupun kegiatan khusus.
dapat menjalankan program komputer rekayasa
dan langsung men-gadopsi hasil, meskipun 2.5. Penelitian Terdahulu
sebenarnya mengand-ung kesalahan).
Penelitian-penelitian terdahulu tentang kegaga-lan
D. Kesalahan pelaksanaan: misal pada penggalian kegagalan konstruksi yang terjadi pada proyek
tanah, kecelakaan alat, urutan pelaksanaan atau konstruksi yang dilakukan oleh 21 peneliti baik dari
metode pelaksanaan yang tidak disesuaikan dalam negeri maupun di luar negeri seperti Nigeria,
den-gan perencanaannya, atau mengganti Palestina,Uni Emirat Arab , Australia, United State dan
spesifikasi dengan sengaja untuk mendapatkan Negara lainnya. Contoh penelitian Fran Acher-mann et
keuntungan yang tidak halal. al. (2005) menggunakan metode GSS (Sport System
Group) pada proyek-proyek besar dan kompleks di
E. Material yang tidak bermutu: meskipun ada sam- barat. Dengan mengunakan analisis forensik
pel material yang diuji dan telah memenuhi spe- menemukan adanya kegagalan dalam kon-truksi
sifikasi teknis yang ada tetapi dapat saja terjadi terutama klaim karena keterlambatan proyek dan
cacat yang tidak terdeteksi dan baru ketahuan Janet K. Yates et al. (2002) Penelitian tentang
setelah ada kegagalan sehingga tidak bisa dikat- kegagalan konstruksi dengan metode forensic engi-
egorikan kesalahan perencana atau pelaksana. neering pada OSHA, suatu organisasi yang bergerak
dalam bidang Keselamatan dan Administrasi Kes-
2.3. Tugas dan Tanggung Jawab Para Pihak ehatan. Hasil investigasi kegagalan konstruksi dis-
Bila Terjadi Kegagalan Konstruksi elidiki lebih mendalam dan di dokumentasikan se-
bagai data hasil penelitian. Hasil penelitian tentang
Menurut Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000
kegagalan konstruksi adalah kegagalan yang terjadi
Tentang Penyelenggaraan jasa Konstruksi Pasal 32 selama konstruksi berlangsung dari sistem struktur
yang berkaitan dengan kegagalan konstruksi beisi yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
sebagai berikut:
3. METODE PENELITIAN
A. Perencana konstruksi bebas dari kewajiban
untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan Dengan melihat pada tujuan penelitian ini untuk
peker-jaan konstruksi sebagaimana dimaksud menganalisis faktor penyebab kegagalan konstruksi
dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan pada bangunan gedung di provinsi Jawa Barat yaitu
pengguna jasa, pelaksana konstruksi, dan sifatnya objektif, terukur, terbatas, dan data yang
pengawas kon-struksi. hendak diambil adalah melalui kuesioner/survei, maka
penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang
B. Pelaksana konstruksi bebas dari kewajiban dikuantitatifkan dengan analisis deskriptif.
untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan
peker-jaan konstruksi sebagaimana dimaksud Kuesioner yang dibuat digunakan untuk menga-nalisis
dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan tingkat kepentingan (importance) faktor pe-
pengguna jasa, perencana konstruksi, dan nyebab/yang mempengaruhi standar, pedoman dan
pengawas kon-struksi. manual pada kegagalan konstruksi banguanan ge-
dung di provinsi Jawa Barat. Responden juga akan
C. Pengawas konstruksi bebas dari kewajiban diminta pendapatnya tentang seberapa pengaruhya
untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan dalam pengalamannya dalam kegagalan konstruksi
peker-jaan konstruksi sebagaimana dimaksud banguanan gedung tersebut. Sebelum dilakukan
dalam Pasal 31 yang disebabkan kesalahan penyebaran kuesioner, maka sebelumnya dilaku-kan
pengguna jasa, perencana konstruksi, dan pengujian terhadap validitas dan reliabilitas dari
pelaksana kon-struksi. kuesioner tersebut. pengujian reliabilitas instrumen

1 - 12 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

dilakukan dengan metode Alpha. Apabila validitas kegagalan konstruksi pada bangunan gedung
dan reliabilitas dari kuesioner sudah terpenuhi diper-lihatkan pada Tabel 1.
maka dilanjutkan dengan penyebaran kuesioner
kepada responden. Hasil dari kuesioner di analisis dahulu dengan
meng-gunakan analisis Relative Importance Index
Dalam penelitian ini akan menggunakan metode (RII) yang hasilnya terlihat pada Tabel 2 dari
simple random sampling yaitu pengambilan secara pendapat pengguna jasa dan penyedia jasa dan
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam gabungan dari ke-2 pihak tersebut.
populasi itu. Jumlah sampel sebanyak 102 respon-den
yang berasal dari pengguna jasa sebanyak 30 Hasil dari kuesioner di analisis dahulu dengan
responden dari SKPD dan 72 responden penyedia meng-gunakan analisis Relative Importance Index
jasa/kontraktor yang berada di provinsi Jawa Barat. (RII) yang hasilnya terlihat pada Tabel 2 dari
Setelah uji validitas dan reliabilitas terpenuhi digu- pendapat pengguna jasa dan penyedia jasa dan
nakan Skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat gabungan dari ke-2 pihak tersebut.
dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang
4.2. Tindakan preventif mencegah
kejadian atau gejala sosial, dalam penelitian, ge-jala
sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, kegagalan konstruksi
yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Untuk mencegah terjadinya kegagalan konstruksi
(Riduwan, 2007). Tahap Akhir menggu-nakan Analisis
pada bangunan gedung di provinsin Jawa Barat
Relative Importance Index (RII) dan Analisis Mann-
per-lu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Whitney, U Test.
A. Perlu di adakan pelatihan dan sertifikasi untuk
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
menambah kemampuan dan keterampilan tena-
4.1. Penyebab Kegagalan Konstruksi ga kerja di bidang konstruksi banguan gedung.
Bangunan Gedung di Jawa Barat B. Jumlah tenaga ahli teknis yang dipersyaratkan
Tabel 1. Faktor Penyebab Kegagalan Konstruksi Bangunan Gedung

dalam dokumen kontrak harus sesuai dengan


Untuk melihat penyebab kegagalan kontruksi pada
yang melaksanakan pekerjaan konstruksi di la-
bangunan gedung di provinsi Jawa Barat ,maka
pangan.
analisis ini menggunakan 30 penyebab kegagalan
konstruksi pada bangunan gedung . Dengan asumsi C. Perlu di adakan pelatihan dan sertifikasi untuk
bahwa ke-30 peristiwa tersebut merupakan penye-bab menambah kemampuan dan keterampilan tena-
yang ditimbulkan oleh pihak-pihak yang terli-bat
ga kerja di bidang konstruksi banguan gedung
selama proses pelaksanaan. Peristiwa penyebab

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 13
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 2. Perbandingan Peringkat RII

D. Perlu peningkatan kompetensi kerja dalam yaitu 0,714, Desain & Spesifikasi yang Tidak
dunia konstruksi untuk meningkatkan kualitas Sesuai Standar Teknis & Peraturan berada di-
Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki urutan ke-2 dengan nilai RII 0,712, urutan ke-3
perusahaan, yang juga akan meningkatkan yaitu Kecerobohan Tenaga Kerja dengan nilai RII
kualitas perusa-haan jasa konstruksi. 0,709, sedangkan peringkat ke-4 yaitu Masalah
Hukum dengan nilai RII 0,703 dan Menggunakan
E. Untuk mencapai sasaran mutu proyek maka pe- Material di bawah Standart peringkat ke-5.
encanaan desain harus secara sistematis, ter-
perinci dan mendetail pada setiap tahap proyek C. Penilaian kriteria terhadap kegagalan konstruksi
dan langkah-langkah pelaksanaan konstruksi. masih perlu di kembangkan lagi untuk
mereduksi subyetifitas penilai ahli.
F. Penyempurnaan Undang-undang dan Peraturan
tentang Kegagalan Konstruksi perlu dilakukan 5.2. Saran
segera.
Perlu menganalisis lebih mendalam penyebab
G. Review desain perlu dilakukan oleh penyedia kega-galan konstruksi pada bangunan gedung
jasa/ kontraktor untuk memudahkan kontraktor yang ter-jadi di provinsi Jawa Barat dan untuk
dalam pelaksanaan konstruksi. mengurangi harus ada sanksi yang lebih tegas lagi

H. Pengawasan Rutin harus dilakukan Engineer/Kon- DAFTAR PUSTAKA


sultan pengawas agar mutu dan kualitas bangu-
Achermann, Fran and Aden, Colin, (2005) “ Using
nan konstruksi sesuai dengan yang diharapkan.
Causal Mapping with Group Support Systems
5. KESIMPULAN DAN SARAN to Elicit an Understanding of Failure in Com-
plex Projects: Some Implications for Organi-
5.1. Kesimpulan zational Research”

Berdasarkan hasil analisis data terhadap penyebab Barrie, D.S., and Paulson, B.C., Professional Con-
kegagalan konstruksi pada banguanan gedung struction Management. Mc. Graw-Hill,New
di provinsi Jawa Barat dapat disimpulkan York, 1992.
sebagai berikut :
Feld, J. and Carper, K. (1997).Construction Failure.
A. Hasil identifikasi terdapat 30 (tiga puluh) faktor- John Wiley &Sons, New York.
faktor penyebab kegagalan konstruksi pada ban-
gunan gedung di provinsi Jawa Barat yang dike-
Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 Ten-
lompokkan menjadi 6(enem ) aspek pihak yang tang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
terlibat dalam pembangunan proyek konstruksi. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 Tentang
B. Lima peringkat teratas menurut persepsi Peng- Peraturan Pelaksanaan Bangunan Gedung.
guna Jasa/Owner dan Penyedia Jasa/Kontraktor
Peraturan Pelaksanaan Undang Undang No 28
(gabungan kedua pihak) yaitu : Kurangnya Ket-
Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
erampilan/Pelatihan bagi Tenaga Kerja menem-
pat peringkat pertama dengan nilai RII tertinggi

1 - 14 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.29 Tahun


2006 (PERMEN PU NO 29 / PRT / 2006) ten-
tang persyaratan Teknis Bangunan Gedung.

Riduwan (2007). Metode dan Teknik Menyusun Te-


sis. Bandung : cetakan kedelapan, Alfabeta.

Tumilar, Steffie ,2006 “Latar Belakang dan Krite-


ria Dalam Menentukan Tolak Ukur Kegagalan
Bangunan” HAKI, Jakarta , Mei 2006.

Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun


1999 tentang Jasa Konstruksi, 2007, Bandung
Citra Umbara.

Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 28 Tahun


2002 tentang Bangunan Gedung.

Yates K, Janet and Lockley, E . Edward ,2002 “De-


cumenting And Analyzing Construction Fail-
ures”.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 15
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

IDENTIFIKASI KEBOCORAN PIPA PDAM KOTA MALANG


DENGAN METODE STEP TEST

Zahra Aulia Syahidah1


Suprapti Bintari2

Penata Penyehatan Lingkungan1


Penelaah Penyehatan Lingkungan Permukiman2
1,2Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

zahraauliasyahidah@yahoo.co.id1, bintari.suprapti168@gmail.com2

Abstract

PDAM Malang who has successfully served of clean water needs until 80.4 %, still face the potential loss that
caused by water losses. Total water losses of PDAM Malang in 2013 are 26.92 %. One of the problem is because
of pipeline leak. It is necessary to test the pipeline for identification of leak location, so that PDAM Malang can
perform curative action appropriately. Pipeline leak testing conduct at District Meter Area (DMA) Wendit, on
Malang City aims to identify the point of leakage and determine action for further improvement. In addition, this
study aims to assess the magnitude of the losses of PDAM Malang due to water losses. The method is performed
by step test method which are directly applicable on the field at night. Then the result and financial analysis are
analyzed with qualitative and quantitative method. The result of step test indicate that pipeline on Amandit
street are in the classes of high leak, with the value of dQ/dSR 0,1011. Priority handling of the leak will be
started from this area. The usage of step test method has been assist PDAM Malang to decreasing the
precentage of water losses of 3 % per month, so that it could be increasing the revenue until Rp. 1.033.000,00
per month. When the handling of water losses not taken immediately, the estimated of loss is about Rp.
32.441.472,00 per month or Rp 413.297.664,00 per year.

Keywords : step test, pipeline leakage, district meter area (DMA), PDAM Malang

Abstrak

PDAM Kota Malang yang telah berhasil melayani kebutuhan air bersih sebesar 80.4%, masih menghadapi
potensi kerugian akibat kehilangan air. Total kehilangan air yang dialami PDAM Kota Malang tahun 2013
adalah sebesar 26.92%. Salah satu penyebab kehilangan air ini adalah kebocoran pipa. Perlu dilakukan uji
identifikasi lokasi kebocoran pipa, sehingga PDAM Kota Malang dapat melakukan tindakan kuratif secara
tepat. Pengujian kebocoran pipa yang dilakukan di District Meter Area (DMA) Wendit Kota Malang bertu-
juan untuk mengidentifikasi titik kebocoran air dan menentukan langkah perbaikan selanjutnya. Selain
itu, penelitian ini bertujuan menaksir besarnya kerugian yang dialami PDAM Kota Malang akibat
kehilangan air. Metode yang dilakukan menggunakan metode step test secara langsung di lapangan pada
malam hari. Setelah itu dilakukan analisis hasil dan analisis keuangan secara kualitatif dan kuantitatif.
Hasil uji step test menunjukkan pipa yang berada di Jl. Amandit berada dalam klasifikasi kelas bocor yang
tinggi, dengan nilai dQ/dSR sebesar 0,1011. Prioritas penanganan kebocoran akan dimulai dari area ini.
Penggunaan metode step test telah membantu PDAM Kota Malang menurunkan presentase kehilangan air
sebesar 3% per bu-lannya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan sebesar Rp 1.033.000,00 per
bulan. Jika penanganan kebocoran air tidak segera dilakukan, maka estimasi kerugian mencapai Rp
32.441.472,00 per bulan atau Rp 413.297.664,00 per tahun.

Kata kunci : step test, kebocoran pipa, district meter area (DMA), PDAM Kota Malang

1 - 16 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN nentukan banyak air yang digunakan, dan keran


ke-bakaran. Dua hal penting yang harus
Sejalan dengan adanya program penyehatan PDAM di diperhatikan pada sistem distribusi adalah
seluruh Kabupaten/Kota oleh Direktorat Jenderal Cipta tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan
Karya Kementerian PUPR, maka PDAM di selu-ruh yang memenuhi (kontinui-tas pelayanan), serta
Indonesia berupaya keras meningkatkan kinerja menjaga keamanan kualitas air.
mereka. Untuk mewujudkan pelayanan prima dalam
penyediaan air bersih, PDAM Kota Malang terus Kehilangan air adalah selisih antara volume input
berusaha memuaskan pelanggannya. Hingga tahun sistem dan konsumsi resmi. Kehilangan air dalam
2014, PDAM Kota Malang telah berhasil melayani suatu perencanaan sistem distribusi ini selalu ter-
kebutuhan air bersih siap minum kepada masyara-kat jadi. Kehilangan air terdiri dari 3 macam (Modul
sebesar 80,4% dan saat ini PDAM Kota Malang tengah Ajar Sistem Penyaluran Air Minum Teknik
bekerja keras dalam mewujudkan program Lingkungan ITS, 2010), yakni:
pemenuhan target 100% akses aman air minum.
A. Kehilangan Air Rencana
Namun demikian, PDAM Kota Malang masih meng-
Kehilangan air yang dialokasikan untuk melan-
hadapi potensi kerugian akibat kehilangan air. Data
carkan operasi dan pemeliharaan fasilitas penye-
tahun 2013, menunjukkan total kehilangan air yang
diaan air bersih. Kehilangan air ini akan diperhi-
dialami PDAM Kota Malang adalah sebesar 26,92%
tungkan dalam penetapan harga air dimana
sehingga mengakibatkan potensi kerugian finansial.
biaya akan dibebankan pada konsumen.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
B. Kehilangan air percuma
mengidentifikasi kehilangan air akibat kebocoran pipa
Kehilangan ini menyangkut aspek penggunaan
adalah menggunakan metode step test. Step test
fasilitas penyediaan air bersih serta pengelolaan-
merupakan teknik untuk mencari lokasi/area dengan
nya. Hal ini sangat tidak diharapkan dan harus
jumlah kehilangan air terbesar. Pencarian lokasi
diusahakan untuk ditekan dengan cara penggu-
tersebut berdasarkan pembagian wilayah DMA
naan dan pengelolaan fasilitas air bersih secara
(District Meter Area). DMA telah sempurna dan
terisolasi dengan baik (tidak ada cross connection
baik dan benar. Kehilangan air percuma ini
aliran air dengan DMA lain) menjadi faktor penting
dibagi menjadi 2 macam yaitu:
keberhasilan penaksiran kebocoran melalui metode
1. Leakage (bocor) berarti kehilangan air percu-
ini. Untuk mendukung penggunaan metode ini, PDAM
ma pada komponen fasilitas yang tidak diken-
Kota Malang telah memasang meter induk di 130 DMA
dalikan dengan baik oleh pengelola.
dari total 155 DMA yang telah terbentuk.
2. Wastage (terbuang), berarti kehilangan air
Tujuan dilakukannya step test di PDAM Kota Malang
percuma pada proses pemakaian fasilitas oleh
adalah untuk mengidentifikasi titik kebocoran air dan
konsumen.
menentukan langkah perbaikan selanjutnya. Pada
penelitian ini juga akan ditaksir besarnya kerugian C. Kehilangan air insidentil
komersial yang dialami PDAM Kota Malang akibat Kehilangan air diluar kekuasaan manusia misal-
kehilangan air. Dengan demikian, diharapkan nya bencana alam.
pemeliharaan jaringan perpipaan yang dilakukan
PDAM dapat terbantu dan berjalan efektif, sehingga Secara umum, kehilangan air dapat berupa kehilan-
pada akhirnya dapat menekan persentase kehilan-gan gan fisik dan non-fisik (Malcolm Farley, et al., 2008).
air fisik yang dialami PDAM Kota Malang. Selain itu, Kehilangan fisik berupa kebocoran pada pipa distri-
dapat pula meningkatkan produktivitas, kinerja dan busi dan transmisi, kebocoran dan luapan dari tang-ki
meningkatkan pendapatan PDAM Kota Malang. penyimpanan PDAM, dan kebocoran di pipa dinas
hingga ke meter pelanggan. Kehilangan non-fisik
2. TINJAUAN PUSTAKA berupa konsumsi tak resmi (pencurian), sambungan
pipa ilegal, ketidakakuratan meter pelanggan, dan
Sistem distribusi air minum adalah sistem yang kesalahan penanganan data. Dalam merencanakan
langsung berhubungan dengan konsumen, yang distribusi air minum ini, harus memperhitungkan ke-
mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang bocoran agar titik pelayanan tetap dapat terpenuhi
telah memenuhi syarat ke seluruh daerah pelay-anan. kebutuhannya akan air.
Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan
perlengkapannya, hidran kebakaran, tekanan tersedia, Untuk menjaga kuantitas dan kontinuitas pelayanan
sistem pemompaan (bila diperlukan), dan reservoir air minum maka diperlukan pemeliharaan jaringan
distribusi (Enri Damanhuri, 1989). Sistem distribusi air perpipaan, dimana sistem perpipaan air minum ten-
minum ini terdiri atas perpipaan, kat-up-katup, dan tunya tidak dapat lepas dari adanya kemungkinan
pompa yang membawa air dari res-ervoir menuju kebocoran. Dalam mengidentifikasi kebocoran air,
pemukiman, perkantoran dan indus-tri yang terdapat 2 metode identifikasi yang biasa dilakukan
mengkonsumsi air. Juga termasuk dalam sistem ini (Modul Ajar Sistem Penyaluran Air Minum Teknik
adalah fasilitas penampung air yang telah diolah Lingkungan ITS, 2010), yaitu:
(reservoir distribusi), meter air untuk me-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 17
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

A. Tes Isolasi Zona B. Alat ukur tekanan (manometer)


Sistem perpipaan dibagi kedalam zona–zona
per-pipaan yang disebut waste zone. Tes ini C. Alat buka tutup valve (spendel)
dimak-sudkan untuk memastikan bahwa aliran
D. Alat komunikasi (HP atau HT)
air yang masuk ke dalam zona hanya aliran
yang melewa-ti meter air pada titik tapping
E. Alat penerangan F. Blanko step
(satu titik tapping) pada zona jaringan tertentu.
test
B. Step Test
Step test merupakan teknik untuk mencari area
dengan jumlah kehilangan air terbesar. Pencarian
lokasi tersebut berdasarkan pembagian wilayah
DMA (District Meter Area). Waktu pelaksanaan-nya
pada waktu terjadinya AMM (Aliran Malam
Minimum). Bila pada malam hari dimana pada
umumnya tidak ada pemakaian air oleh pelang-
gan, tetapi dalam pendataan melalui pemeriksaan
meter air pada suatu DMA menunjukkan terdapat
AMM, berarti kemungkinan terjadi kebocoran pada
salah satu area. Jika lokasi kebocoran telah
ditemukan (di dalam jaringan transmisi atau dis-
tribusi), pihak PDAM perlu mengetahui berbagai
jenis kebocoran, dampak waktu bocor atau ALR
pada total volume kehilangan fisik. Jenis dan lo-
kasi (misalnya pipa utama atau pipa dinas) satu
semburan berpengaruh pada total waktu bocor
Malcolm Farley, et al., 2008), yaitu:

1. Semburan yang dilaporkan


Terlihat dan biasanya dilaporkan dengan cepat
oleh masyarakat atau teramati oleh staf peru-
sahaan air minum. Waktu kesadaran pendek.

2. Semburan yang tidak dilaporkan


Biasanya terjadi di bawah tanah dan tidak ter-
lihat di permukaan. Semburan seperti ini bi- Gambar 1. Skematik DMA Wendit, Kota Malang
asanya ditemukan selama survei deteksi Sumber: PDAM Kota Malang, 2015
kebo-coran dan seringkali ada waktu
kesadaran yang panjang tentang kebocoran.

3. Kebocoran kecil (Background leakage) Akumulasi


kebocoran-kebocoran yang sangat kecil yang
sulit dan tidak efektif dari segi biaya untuk
dideteksi dan diperbaiki satu persatu.

3. METODE PENELITIAN

Metode yang dilakukan menggunakan metode step


test secara langsung di lapangan. Step test ini di-
lakukan di District Meter Area (DMA) Wendit
Gambar 2. Ultrasonic Flow Meter
Malang (Gambar 1) pada tanggal 28 Oktober 2015
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2015
pada waktu pemakaian air minimum yaitu antara
pukul 23.00 – 02.00 WIB. Jaringan yang akan
dilaku-kan pengujian terdiri dari 5 valve yang Step test (Gambar 3) dimulai dari mengukur dan
berada di Jl. Kampal hingga Jl. Kapuas. Untuk mencatat debit awal yang tertera pada watermeter
mempermudah identifikasi valve dilakukan induk, menutup valve mulai dari lokasi valve yang
pemberian nomor valve secara berurutan. terjauh dari meter induk, lalu membuka valve mu-lai
dari lokasi valve yang terdekat dari meter induk.
Kelengkapan yang diperlukan dalam uji step test Kemudian mencatat debit air saat valve dibuka dan
ini adalah: ditutup. Dengan demikian, akan diketahui secara pasti
lokasi yang diduga mengalami kebocoran.
A. Alat ukur debit/Ultrasonic Flow Meter (Gambar
2) Data sekunder berupa peta jaringan distribusi di-

1 - 18 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Gambar 3. Metodologi Penelitian


Sumber: Pengolahan Penulis, 2015
peroleh dari pihak PDAM Kota Malang serta untuk perbandingan antara nilai debit (dQ) dengan
tarif pelayanan air minum berdasarkan Peraturan jumlah sambungan rumah (dSR).
Walikota Malang Nomor 39 Tahun 2014. Analisis
ha-sil dijabarkan secara kualitatif deskriptif, Hasil uji step test (Tabel 1) menunjukkan pipa yang
sedangkan untuk analisis keuangan dijabarkan berada di Jl. Amandit (valve 4) memiliki kelas bo-cor
secara kuanti-tatif. yang tinggi, dengan dQ/dSR sebesar 0,1011. Tekanan
dalam pipa berkisar antara 1,7 – 1,9 atm. Prioritas
3.1. HASIL STEP TEST penanganan dan perbaikan akan dilakukan
Tabel 1. Hasil Pengujian Kebocoran Pipa

pada lokasi ini, dilanjutkan lokasi dengan kelas bo-


Keterangan: cor sedang. Hal ini dimaksudkan untuk mengefek-
A. Evaluasi Kelas Bocor Rendah: 0,001 - 0,0049 tifkan penanganan kebocoran pipa sehingga dapat
B. Evaluasi Kelas Bocor Sedang: 0,005 - 0,019 menghemat biaya pemeliharaan. Untuk kebocoran
dengan kelas bocor rendah, tidak dilakukan pena-
C. Evaluasi Kelas Bocor Tinggi: ≥ 0,02
nangan lebih lanjut. Hal ini dikarenakan kebocoran
Data debit yang diperoleh merupakan titik stabil debit ini sulit dan tidak efektif dari segi biaya untuk dide-
sesaat setelah valve ditutup. Losses meru-pakan teksi dan diperbaiki satu persatu.
selisih antara debit di suatu valve dengan debit di
valve sebelumnya. SR (Sambungan Rumah) Hasil ini harus diverifikasi dengan menggunakan
menunjukkan jumlah pelanggan yang terhubung analisis komponen (pendekatan top-down) atau
dalam pipa tersebut. Nilai yang diperhatikan adalah pengkajian kehilangan fisik (pendekatan bottom

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 19
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

up). Pengujian step test di PDAM Kota Malang ini A. Alat Perekam Suara (Leak Noise Logger)
telah memenuhi syarat karena DMA yang telah Leak noise logger ini menyempitkan area DMA
sem-purna dan terisolasi dengan baik (tidak ada yang berisi dugaan kebocoran. Alat ditempatkan
cross connection aliran air dengan DMA lain) di area survei dengan setiap logger ditempatkan
menjadi fak-tor penting keberhasilan penaksiran pada satu hidran, meter, atau surface fitting
kebocoran me-lalui metode ini. Untuk mendukung lain-nya. Suara-suara yang diduga disebabkan
penggunaan metode ini, PDAM Kota Malang telah oleh kebocoran dapat dikonfirmasikan, lalu
memasang meter induk di 130 DMA dari total 155 lokasi ke-bocoran dapat ditemukan dibantu
DMA yang telah terbentuk. dengan meng-gunakan peralatan lain seperti
ground micro-phone.
Kelemahan metode step test ini adalah terjadinya
pemutusan aliran sementara sehingga pelanggan B. Korelator Suara Kebocoran (Leak Noise Corella-
tidak mendapatkan air dalam waktu pengujian ber- tor)
langsung. Selain itu, terdapat resiko berupa kon- Instrumen ini menggunakan velositas suara yang
taminasi melalui lubang bocor pada jaringan saat diakibatkan kebocoran ketika melewati dinding
pengisian air kembali ke dalam pipa. Pemakaian air pipa menuju masing-masing dari dua mikrofon
oleh pelanggan pada saat step test juga tidak mu- yang ditempatkan pada fittings di salah satu sisi
dah dikontrol, oleh karena itu Net Night Flow sulit dugaan kebocoran. Keefektifan proses ini tergan-
dicapai. Namun, metode step test ini sangat tung pada kekuatan suara bocor dan kemampuan
direko-mendasikan dan dianggap masih relevan bahan pipa untuk menjadi penghantar suara.
untuk di-aplikasikan.
C. Ground Microphone
Mikrofon ini secara elektronik melipatgandakan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
suara kebocoran. Ia dapat dipasang untuk di-
gunakan baik dalam mode kontak atau survei.
Kebocoran pipa yang terjadi di Jl. Amandit (valve
Mode kontak untuk suara pada fitting, serupa
4) ini dapat terjadi karena berbagai hal seperti
dengan pipa suara elektronik. Mode survei digu-
kebo-coran pipa itu sendiri, pemasangan aksesoris
nakan untuk mencari kebocoran-kebocoran pada
yang kurang sempurna, atau kualitas aksesoris
sisi panjang jalur pipa antara fitting. Teknik men-
yang ren-dah. Secara umum, tiga komponen
cakup penempatan mikrofon di atas tanah pada
utama kehilan-gan fisik antara lain adalah:
interval-interval di sepanjang pipa dan mengi-
A. Kebocoran dari pipa transmisi dan distribusi. Ke- dentifikasi perubahan peningkatan suara ketika
bocoran ini biasanya merupakan peristiwa be- mikrofon mendekati posisi kebocoran. Ketika ke-
sar berupa semburan-semburan. Karena ukuran bocoran terdeteksi oleh alat perekam suara ke-
dan visibilitasnya, semburan dilaporkan dengan bocoran (leak noise loggers) atau korelator su-ara
cepat dan kemudian diperbaiki atau dimatikan kebocoran (leak noise correlator), PDAM bisa
segera sesudahnya. menggunakan salah satu dari dua mode untuk
menentukan lokasi kebocoran.
B. Kebocoran dan limpahan dari reservoir dan tanki
Pengurangan resiko kebocoran akibat kualitas alat dan
penyimpanan perusahaan air minum. Kebocoran ini
aksesoris yang rendah, telah dilakukan PDAM Kota
dapat diukur dengan mengamati limpahan dan
Malang dengan melakukan pengujian alat ter-lebih
memperkirakan durasi rata-rata dan laju aliran
dahulu sebelum digunakan secara tetap, untuk
peristiwa limpahan tersebut. Kebanyakan lim-
memastikan agar alat dan aksesoris tersebut memi-
pahan terjadi saat malam hari ketika kebutuhan
liki kualitas prima. PDAM Kota Malang melakukan uji
akan air rendah dan oleh karenanya perlu untuk
step test sebanyak 6 kali (dalam 2 tim) setiap bu-
melakukan pengamatan rutin setiap malam terh-
lannya untuk menekan angka kebocoran pipa. Se-
adap setiap reservoir. Pengamatan-pengamatan ini
makin cepat operator menganalisis data aliran DMA,
dapat dilakukan baik secara fisik atau dengan
semakin cepat semburan atau kebocoran dapat dik-
memasang satu alat penyimpan data (data log-
etahui lokasinya.
ger) yang kemudian akan mencatat tinggi per-
mukaan reservoir secara otomatis dalam interval
Sejauh ini PDAM Kota Malang telah berhasil mener-
yang telah ditentukan sebelumnya.
apkan metode step test dengan efektif dan terus
berupaya melakukan perbaikan. PDAM Kota Malang
C. Kebocoran pada pipa dinas hingga ke meter
telah berhasil mengurangi kebocoran sekitar 3% per
pelanggan. Jenis kebocoran seperti ini biasanya
bulannya, dan bukan mustahil pada tahun 2019 PDAM
lebih sulit dideteksi dan menghasilkan volume
Kota Malang dapat menekan angka kebocoran hingga
kehilangan fisik yang terbesar.
0%. Hal tersebut dapat dijadikan pembelaja-ran dan
contoh baik bagi PDAM di seluruh Indonesia.
Untuk memastikan penyebab kebocoran tersebut,
perlu dilakukan tindak lanjut dengan mendeteksi
Biaya air yang hilang adalah nilai air yang hilang
titik kebocoran menggunakan alat sebagai berikut:
melalui kehilangan fisik maupun nonfisik. Volume
kehilangan fisik harus dikalikan dengan biaya op-

1 - 20 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

erasional yang berubah-ubah termasuk tenaga kerja, coran seperti ground microphone, agar tindak lan-
bahan kimia dan listrik. Volume kehilangan nonfisik jut penanganan kebocoran dapat segera dilakukan,
harus dikalikan dengan tarif pelanggan ra-ta-rata. tanpa adanya hambatan kekurangan alat. Selain
Seiring dengan meningkatnya NRW, biaya yang itu, diperlukan penelitian lanjutan mengenai waktu
ditanggung karena kehilangan air akan menin-gkat efektif pembacaan watermeter saat debit mencapai
secara proporsional. Untuk menghitung jumlah titik stabil, sehingga data debit yang diperoleh
kerugian yang dialami PDAM jika tidak melakukan lebih akurat.
penanganan kehilangan air, dapat dilakukan perhi-
tungan sederhana. Debit air terproduksi PDAM sebe- DAFTAR PUSTAKA
sar 1660 liter/detik. Tarif air rata-rata PDAM Kota
Malang untuk kelompok Rumah Tangga berdasarkan Agustina, Dian Vita. 2007. Analisa Kinerja Sistem
Peraturan Walikota Malang Nomor 39 Tahun 2014 Distribusi Air Bersih PDAM Kecamatan
Tanggal 15 Oktober 2014 adalah Rp. 2.800,- dengan Banyumanik Studi Kasus Perumnas Banyu-
pemakaian 0-10 m3 setiap SR (Sambungan Rumah). manik, Kelurahan Srondol Wetan. Tesis.
Jika kehilangan air sebanyak 26,92% setara dengan Semarang: Magister Teknik Sipil
447 liter/detik, maka kehilangan air dapat menca-pai Universitas Diponegoro.
3.862 m3/hari. Dalam 1 bulan, kehilangan air
Damanhuri, Enri. 1989. Pendekatan Sistem Dalam
mencapai 115.862 m3. Jika dikalikan dengan jumlah
Pengendalian dan Pengoperasian Sistem
tarif air Rp. 2.800,00 maka kerugian PDAM dalam 1
Jar-ingan Distribusi Air Minum. Bandung:
bulan mencapai Rp 32.441.472,00. Jumlah kerugian
Juru-san Teknik Lingkungan FTSP-ITB.
yang akan dialami cukup tinggi sehingga memer-lukan
penanganan dan tindak lanjut dengan men-gupayakan Farley, Malcolm, et al. 2008. The Manager’s Non-
perbaikan fisik dan non-fisik, meliputi perbaikan Revenue Water Handbook: A Guide to
jaringan perpipaan yang bocor maupun aksesoris yang Under-standing Water Losses. Bangkok:
rusak, maupun perbaikan adminis-trasi seperti
USAID & Ranhill
pembacaan dan pencatatan meteran pelanggan yang
tepat. PDAM Kota Malang yang telah berhasil Tim Penulis. 2010. Modul Ajar Sistem Penyaluran
mengurangi kebocoran sekitar 3% per bulannya, telah Air Minum. Surabaya: Teknik Lingkungan
meningkatkan pendapatan sebesar Rp 1.033.000,00 Institut Teknologi Sepuluh November.
per bulan.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan pembahasan yang telah


diuraikan, dapat disimpulkan bahwa pengujian den-
gan metode step test secara efektif dapat mengi-
dentifikasi lokasi kebocoran dengan tepat, yang
selanjutnya dapat ditindaklanjuti dengan mende-teksi
titik kebocoran menggunakan alat perekam suara
(leak noise logger), korelator suara kebocor-an (leak
noise corellator), dan ground microphone. Pengujian
step test di PDAM Kota Malang ini telah memenuhi
syarat karena DMA yang telah sempurna dan terisolasi
dengan baik (tidak ada cross con-nection aliran air
dengan DMA lain) menjadi faktor penting keberhasilan
penaksiran kebocoran melalui metode ini. Penggunaan
metode step test telah membantu PDAM Kota Malang
menurunkan presen-tase kehilangan air sebesar 3%
per bulannya, se-hingga dapat meningkatkan
pendapatan sebesar Rp 1.033.000,00 per bulan. Jika
penanganan kebocor-an air tidak segera dilakukan,
maka estimasi keru-gian mencapai Rp 32.441.472,00
per bulan atau Rp 413.297.664,00 per tahun.

5.2. Saran

Untuk meningkatkan kinerja penggunaan metode


step test di PDAM Kota Malang, maka diperlukan
penambahan pengadaan alat pendeteksi titik kebo-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 21
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN


MEMPERTIMBANGKAN KETERJANGKAUAN DAYA BELI MASYARAKAT
MENGGUNAKAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Studi Kasus:
PDAM Kota Bukittinggi, Sumatera Barat
Ricky Fernandez1
Suprihanto Notodarmojo2

Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan1 Dosen Jurusan Teknik Lingkungan2 1,2Institut Teknologi
Bandung Email: ricky_fdz@yahoo.com1, suprihanto@ftsl.itb.ac.id2

Abstract

This study aims to provide recommendation alternatives of drinking water supply system in Bukittinggi
city West Sumatera based on the selection of the best system and financial feasibility by the affordability
of community purchasing ability consideration. Results of the CVM method shows that the value of ability
to pay (ATP) is Rp. 3.732 /m 3 and value of Willingness To Pay (WTP) is Rp. 7.442 /m 3. The result of
analysis show that system 4 has the best financial feasibility by the affordability of community purchasing
ability consideration. This system use Sutijo Waters spring with capacity 300 liters/second and established
in two phase: phase I (2016-2024) with capacity 100 liters/second and phase II (2024-2035) with
capacity 200 liters/second. This system need total investment in phase I is Rp. 39.529.387.287 and phase
II is Rp. 39.529.387.287. Investment of this system will be funded through “penyertaan modal
pemerintah” pro-gram, 100% raw water unit will be funded by APBN through Directorate General of Water
Resources, 70% of production unit will be funded by APBN through Directorate General of Human
Settlements and 30% will be funded by APBD of Bukittinggi city, 30% of distribution network will be
funded by APBD of Bukittinggi city and 70% will be funded by Bank loan. With water sales rate is Rp.
3.700/m3, this financing scheme is financial feasible with NPV Rp. 55.580.153.601, BCR 1,25 and BEP in 7
years with production cost Rp. 2.432/m 3. This result of sensitivity analysis shows that this system is still
feasible with risk of 10% increase in operating and capital cost, also 10% decrease in revenue.

Keyword: drinking water system development, affordability of community purchasing ability, CVM, finan-
cial feasibility.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan sebuah alternatif sistem pengembangan air minum di Kota Bukit-
tinggi Sumatera Barat yang layak secara finansial dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat untuk air
minum. Hasil penelitian keterjangkauan daya beli masyarakat untuk air minum dengan menggunakan
Contingent Valuation Method (CVM) menunjukan bahwa nilai yang mampu dibayar oleh masyarakat (Ability To
Pay/ATP) adalah sebesar Rp. 3.732/m3 sementara nilai yang mau dibayar masyarakat dengan adanya
peningkatan pelayanan (Willingness To Pay) adalah sebesar Rp. 7.442/m3. Berdasarkan nilai keterjangkau-an
daya beli masyarakat tersebut maka sistem 4 merupakan sistem terpilih karena memiliki kelayakan fi-nansial
yang terbaik dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Sistem 4 merupakan sistem pengembangan air minum
dengan menggunakan mata air Sutijo sebagai sumber air baku dengan kapasitas 300 L/detik. Pembangunan
akan dilaksanakan melalui dua tahap, tahap I pada tahun 2016-2024 sebesar 100 L/detik dan tahap II pada
tahun 2024-2035 sebesar 200 L/detik. Sistem ini membutuhkan biaya investasi pada tahap I sebesar Rp.
39.529.387.287 dan tahap II sebesar Rp. 64.821.997.789. Kebutuhan investasi akan didanai melalui
penyertaan modal pemerintah dimana unit air baku 100% dibiayai oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,
unit produksi 70% dibiayai oleh Direkrtorat Jenderal Cipta Karya dan 30% melalui pinja-man Bank sementara
unit distribusi 30% dibiayai oleh APBD Kota Bukittinggi dan 70% melalui pinjaman Bank. Dengan penggunaan
tarif dasar air minum sebesar Rp. 3.700/m 3 maka skema pembiayaan ini layak secara finansial dengan nilai
NPV, BCR dan BEP secara berurutan sebesar Rp. 55.580.153.601, 1,25 dan 7 tahun serta Harga Pokok Produksi
sebesar Rp. 2.432/m3. Analisa sensitivitas menunjukan bahwa sistem ini masih layak untuk dilaksanakan
dengan adanya resiko kenaikan biaya operasional, kenaikan biaya in-vestasi, dan penurunan pendapatan air
masing-masing sebesar 10%.

Kata kunci: Pengembangan sistem penyediaan air minum, keterjangkauan daya beli masyarakat, Con-
tingent Valuation Method (CVM), kelayakan finansial

1 - 22 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN yang pada dasarnya menanyakan kepada masyara-


kat berapa besarnya Willingness to Pay (WTP) untuk
Kota Bukittinggi merupakan salah satu kota yang manfaat tambahan dan/atau berapa besarnya Will-
terletak di Sumatera Barat dengan jumlah pen-duduk ingness to Accept (WTA) sebagai kompensasi dari
126.896 jiwa. Perusahaan Daerah Air Mi-num (PDAM) kerusakan lingkungan (Merryna, 2009). Perbandin-
Kota Bukittinggi merupakan salah satu unit usaha gan teknik CVM dengan teknik lainnya untuk perbai-
milik daerah yang bertanggung jawab dalam kan lingkungan ditunjukan pada Tabel 1.
pelayanan air bersih bagi masyarakat. Saat
Tabel 1. Perbandingan Metode Valuasi Ekonomi Lingkungan

Sumber : Hoevanagel dalam Merryna 2009

ini PDAM Kota Bukittinggi memiliki jumlah pelang- 2.2. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
gan ± 13.800 pelanggan aktif dan ± 3.900 pelang-
gan non aktif. Pelanggan non aktif adalah Dalam melakukan prediksi laju pertumbuhan pen-
pelanggan PDAM yang telah diputus sambungan duduk, dapat digunakan beberapa metode statistik
langsung ke tempat tinggalnya akibat sejumlah sebagai berikut :
persoalan. Ber-dasarkan data yang didapat bahwa
pelayanan PDAM Kota Bukittinggi sampai tahun A. Metode Aritmatik
2014 baru mencapai 42.56%. Hal ini disebabkan
B. Metode Geometrik
oleh beberapa faktor diantaranya jumlah penduduk
yang semakin me-ningkat yang tidak sebanding C. Metode Regresi Linear
dengan sumber air baku yang diolah. Peningkatan
pertumbuhan pen-duduk yang cukup signifikan di D. Metode Eksponensial
Kota Bukittinggi membuat PDAM Kota Bukittinggi
kesulitan untuk menyediakan air bersih, hal ini juga E. Metode Logaritmik
tidak didukung dengan penambahan sumber air
baku baru. Akibat-nya banyak pelanggan yang Dari kelima metode diatas untuk memproyeksikan
selalu kecewa dengan pelayanan PDAM. jumlah penduduk, harus dipilih satu metode yang
paling mewakili pola pertumbuhan penduduk di
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum wilayah perencanaan, dengan cara melakukan per-
Nomor : 18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan hitungan faktor korelasi, standar deviasi dan ke-
Pengembangan Sistem Penyedian Air Minum me- adaan perkembangan Kota/Kabupaten di masa
nyatakan bahwa dalam perencanaan pengemban-gan yang akan datang. Metode proyeksi penduduk
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perlu dis-usun yang dipi-lih adalah metode yang memiliki nilai
studi kelayakan pengembangan salah satunya dengan faktor kore-lasi yang paling besar (paling
memperhatikan keterjangkauan daya beli masyarakat. mendekati 1) dan nilai standar deviasi paling kecil.
Maka dari itu dalam penelitian ini akan diketahui
keterjangkauan daya beli masyarakat un-tuk air 2.3. Proyeksi Kebutuhan Air
minum sehingga akan diperoleh alternatif
Dalam perencaan suatu Sistem Penyediaan Air Mi-
pengembangan sistem penyediaan air minum yang
num, perlu diketahui jumlah kebutuhan dan pe-
layak secara finansial dan sesuai dengan keterjang-
makaian air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh jum-
kauan daya beli masyarakat.
lah populasi penduduk, musim, iklim, kebiasaan
2. TINJAUAN PUSTAKA dan pola hidup masyarakat, fasilitas plumbing yang
tersedia dan kegiatan industri (Andey et al. 2009
2.1. Metode CVM dalam Dewi 2015).

CVM menggunakan pendekatan secara langsung

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 23
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

2.4. Analisa Hidrolis (EPANET) Rencana ini menggambarkan proyeksi tarif yang
direncanakan.
EPANET adalah program komputer yang dapat me-
nampilkan simulasi hidrolis dan kualitas air dalam E. Proyeksi Cashflow Proyek SPAM
jaringan pipa bertekanan. Program ini dapat mengi- Proyeksi cashflow dilakukan dengan menghitung
dentifikasi aliran air dan headloss dalam setiap pipa rencana cash-in dan rencana cash-out proyek
dan tekanan pada setiap node selama periode simu- se-lama periode operasional proyek.
lasi. EPANET adalah alat bantu analisis hidrolis yang
mampu (Rossman, 2000 dalam Dewi 2015): 1. Rencana cash-in proyek, yaitu pendapatan
penjualan air, pendapatan sambungan baru,
A. Menganalisis jaringan seluas mungkin tanpa ba- pendapatan biaya administrasi, dan
tasan tertentu pendapa-tan biaya beban)

B. Menghitung kehilangan tekan akibat friksi 2. Rencana cash-out proyek, yaitu biaya op-
dengan menggunakan persamaan Hazen- erasional (gaji pegawai, listrik, bahan kimia,
William, Darcy-Weisbach, atau Chezy-Manning pembelian air curah), biaya non operasional
(penyusutan dan bunga tahun berjalan), bi-
C. Menghitung headloss minor untuk bend, fitting, aya pemeliharaan, pajak, dan angsuran hu-
dan sambungan lain tang pokok pinjaman.

D. Menghitung energi pompa dan biaya yang diper- F. Valuasi Kelayakan Proyek
lukan Merupakan hasil perhitungan kelayakan keuan-
gan proyek yang terdiri atas Net Present Value
E. Memodelkan berbagai jenis valve (NPV),Benefit Cost Ratio (BCR) dan Break Event
Point (BEP) serta analisa sensitivitas proyek
F. Memungkinkan perhitungan untuk berbagai ben-
yang direncanakan.
tuk tangki penampungan
G. Proyeksi Neraca dan Rugi Laba Proyek
G. Memperhitungkan berbagai kategori demand
Merupakan proyeksi perhitungan rugi laba dan
pada setiap node dengan pola dan variasi waktu
neraca proyek.
masing-masing
3. METODE PENELITIAN
H. Memodelkan berbagai emitter (kepala sprinkler)
Untuk mengukur nilai keterjangkauan daya beli
I. Dapat dioperasikan dengan sistem dasar pada
masyarakat yakni nilai Willingness To Pay (WTP) maka
tangki sederhana dan pada kontrol waktu yang
digunakan metode Contingent Valuation Method
lebih kompleks
(CVM). CVM merupakan suatu pendekatan untuk
2.5 Analisa Finansial mengetahui seberapa besar nilai yang diberi-kan
seseorang untuk memperoleh suatu barang
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Willingness To Pay, WTP) (Carson dkk, dalam Za-
Nomor 21/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis karia, 2013). Nilai tersebut dapat ditentukan den-gan
Kelayakan Investasi Pengembangan Sistem bertanya kepada seseorang untuk memberi-kan
Penyediaan Air Minum oleh Perusahaan Daerah Air sejumlah satuan yang ingin dibayarkan. Dalam
Minum, dalam menganalisa kelayakan finansial penelitian ini kuisioner adalah teknik yang dipakai
suatu proyek perlu dibuat suatu proyeksi keuangan dalam penentuan nilai tersebut dengan metode per-
proyek yang men-cakup sebagai berikut: mainan penawaran (bidding games). Alasan pemili-
han metode bidding game karena hanya metode ini
A. Rencana Investasi Proyek yang secara tegas mencerminkan nilai maksimum
Rencana ini menggambarkan besaran total in- WTP. Pada metode ini responden akan ditawarkan
vestasi proyek SPAM berdasarkan rencana teknis beberapa nilai yang mau dibayar untuk peningka-tan
SPAM mencakup unit air baku, unit produksi, dan pelayanan air minum. Nilai maksimum yang mau
unit distribusi, serta tahapan pembangunannya. dibayar oleh responden merupakan nilai WTP dari
responden tersebut. WTP dapat diduga dengan
B. Pembiayaan Investasi menggunakan nilai rata-rata dari penjumlahan ke-
Rencana ini menggambarkan porsi pembiay-aan seluruhan nilai WTP dibagi dengan jumlah respon-den.
investasi pembangunan aset-aset produktif Nilai WTP dihitung dengan menggunakan Pers-
SPAM, baik berupa porsi dana equity maupun amaaan 1 (Amanda, 2009).
porsi dana pinjaman.

C. Rencana Volume Air Terjual ........................................ (1)


Rencana ini menggambarkan proyeksi air terjual Dimana :
dalam satuan m3/tahun.
WTP = Nilai rata-rata WTP
D. Rencana Proyeksi Tarif

1 - 24 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Wi = Nilai WTP ke-i memiliki nilai yang berbeda-beda untuk masing-


ma-sing pelanggan Rumah Tangga. (Irawan,2009).
n = Jumlah responden
Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang Perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk di-
untuk membayar jasa pelayanan yang telah diteri- lakukan untuk mengetahui perkiraan jumlah pen-
manya berdasarkan penghasilan yang dianggap duduk di wilayah rencana pengembangan di masa
ideal. Analisa ATP dibuat berdasarkan pengeluaran yang akan datang. Perhitungan proyeksi penduduk
untuk biaya air bersih dari penghasilan per keluar- digunakan dengen beberapa metode diantaranya
ga per bulan dan jumlah pemakaian air bersih per metode Aritmatik, Geometrik, Regresi Linear,
keluarga per bulan. Persamaan yang dipakai untuk Ekspo-nensial, Logaritmik.
perhitungan nilai ATP ditunjukkan pada Persamaan
2 (Nasrullah dkk, 2006). Selanjutnya dilakukan analisa kelayakan proyek
yang mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 21/PRT/M/2009 tentang Pedoman
.......................................... (2) Teknis Kelayakan Investasi Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum oleh Perusahaan Daerah Air
Dimana : Minum
It = Total pendapatan keluarga perbulan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
(Rp/bu-lan)
4.1. Alternatif Pengembangan SPAM
Pp = % pengeluaran untuk air besih per bulan dari
total pendapatan keluarga (%) Dalam pemgembangan Sistem Penyediaan Air Mi-
Tt = Total pemakaian air bersih keluarga per num di Kota Bukittinggi digunakan 6 alternatif
bulan (m3/bulan) sistem. Alternatif sistem 1 - 3 mempunyai perbe-
daan yang cukup nyata, dimana alternatif sistem 1
Untuk menentukan faktor-faktor yang apa saja
dengan memanfaatkan sumber mata air dengan
yang mempengaruhi nilai kemauan membayar
jarak yang cukup jauh ke reservoir, sementara al-
masyara-kat maka dilakukan dengan menggunakan
ternatif sistem 2 dengan memanfaatkan sumber air
analisa faktor dengan menggunakan software
sungai Batang Sianok yang cukup dekat ke
SPSS. Analisa faktor dilakukan untuk mengetahui
reservoir. Sedangkan alternatif sistem 3
apakah variabel-variabel tersebut secara bersama-
merupakan gabungan antara alternatif 1 dan 2.
sama (serentak) memberi pengaruh terhadap
kemauan membayar responden (Afroz dkk., 2009). Alternatif sistem 4 – 6 pada dasarnya sama den-
Analisa diskriminan bertujuan untuk mengetahui gan alternatif 1 – 3, namun pada sistem 4 – 6 ren-
berapa faktor yang akan terbentuk dari faktor- cana pengembangan SPAM akan dibagi menjadi
faktor yang didapat me-lalui analisa faktor dua tahap, dimana tahap I (2016-2024) dan tahap
sehingga memberikan sebuah bentuk persamaan II (2025-2035). Sehingga nanti akan dilihat sistem
diskriminan dari faktor-faktor terpilih. alternatif mana yang layak secara finansial dan ter-
jangkau oleh daya beli masyarakat untuk setiap
Penyebaran kuesioner dilakukan apabila kuesioner
tarif yang akan ditetapkan.
dinyatakan valid dan reliabel. Secara umum, uku-
ran sampel yang dibutuhkan dapat dihitung dengan Semua alternatif pengembangan sistem penyedi-
menggunakan rumus Slovin yang ditunjukkan pada aan air minum yang akan direncanakan melayani
Persamaan 3 wilayah administratif Kota Bukittinggi yang ter-diri
dari 3 Kecamatan: Kecamatan Aur Birugo Tigo
.......................................... (3)
Baleh, Kecamatan Guguk Panjang dan Kecamatan
Keterangan : mandiangin Koto Selayan. Selain itu jaringan yang
direncanakan dalam penelitian ini hanya sampai ja-
n = ukuran sampel ringan distribusi utama.
N = ukuran populasi
4.2. Analisa Teknis
E = persen kesalahan pengambilan sampel (10%)
Berdasarkan analisa hidrolis menggunakan soft-
Jika jumlah Kepala Keluarga Kota Bukittinggi
ware Epanet 2.0 didapatkan bahwa semua
adalah 23.652 KK maka jumlah sampel yang
alternatif sistem pengembangan SPAM sudah
dibutuhkan adalah 99.57 ≈ 108 sampel
sesuai dengan kriteria teknis SNI 06-4829-2005
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah mengenai kecepa-tan, headloss dan tekanan .
simple random sampling dimana teknik sampling
4.3. Analisa Keterjangkauan Daya Beli
dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan
Ma-syarakat
strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.
Penggunaan sampling ini didasarkan pada alasan di Berdasarkan hasil olahan data kuisioner, pelayanan
mana besarnya WTP dan ATP yang diestimasi akan PDAM berdasarkan aspek kuantitas, kontiniutas,

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 25
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

kualitas serta rata-rata tagihan per bulan dari re- umnya belum memenuhi kebutuhan masyarakat
sponden secara berurutan ditunjukan pada Gambar kota Bukittinggi. Dengan perhitungan statistik di-
1, Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. dapatkan nilai rata-rata tagihan air PDAM
responden adalah sebesar Rp. 67.172 per bulan.

4.3.1. Nilai ATP

Dari hasil kuisioner diperoleh nilai rata-rata pendapa-


tan keluarga, rata-rata pengeluaran air bersih, serta
persentase pengeluaran air bersih per bulan sehing-ga
dapat dihitung nilai ATP rata –rata sebesar:

Dari persamaan diatas didapatkan nilai ATP rata-rata


sebesar Rp. 4.051/m3. Jika dibandingkan den-gan
Gambar 1. Aspek kuantitas air PDAM penggunaan Upah Minimum Provinsi Sumatera Barat
sebesar Rp. 1.615.000 dan berdasarkan Per-aturan
Menteri Dalam Negeri No 23 Tahun 2006 ten-tang
Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air
Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum yang
menyatakan bahwa tarif air minum tidak boleh me-
lebihi rata-rata persentase pengeluaran air bersih
sebesar 4% dari total pendapatan maka didapatkan
nilai ATP rata-rata adalah :

Gambar 2. Aspek kontiniutas air PDAM Berdasarkan hasil diatas, nilai ATP yang didapat
melalui data primer dalam penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan nilai ATP jika menggunakan Upah
Minimum Provinsi (UMP), dimana nilai ATP dari data
primer sebesar Rp. 3.732/m3 dan nilai berdasarkan
Upah Minumum Provinsi (UMP) sebesar Rp. 3.588/ m 3
dengan selisih nilai ATP sebesar Rp. 144/m3

4.3.2. Nilai WTP

Hasil perhitungan rata-rata nilai WTP dari


responden ditunjukan pada Tabel 2.
Gambar 3. Aspek kualitas bau air PDAM Tabel 2. Nilai rata-rata WTP

Gambar 4. Tagihan air PDAM per Bulan

Berdasarkan aspek kuantitas hanya sebanyak 10%


responden menyatakan sangat memenuhi, 51% re-
sponden menyatakan pengaliran air 7 hari dalam
seminggu dan 8% responden menyatakan pengali-ran
selama 24 jam, sementara dari aspek kualitas hanya
sebanyak 8% responden menyatakan bahwa tidak
pernah terdapat bau pada air PDAM. Berdasar-kan
Gambar.5 Perbandingan nilai ATP, WTP dan nilai
analisa persepsi ini dapat diketahui bahwa dari aspek
kuantitas, kontiniutas dan kualitas pada um- tarif PDAM

1 - 26 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Perbandingan nilai tarif pdam, nilai ATP tahun


2009, nilai ATP berdasarkan Upah Minimum
Provinsi, serta nilai ATP dan WTP berdasarkan hasil
penelitian ini ditunjukan pada Gambar 5.

Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa tarif


yang berlaku saat ini lebih kecil dari nilai ATP dan
WTP. Kondisi ini menunjukan bahwa kemam-puan
masyarakat sangat baik, karena tarif yang
diberlakukannya ternyata lebih kecil dari daya beli
masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu
membeli jasa atau barang yang ditawarkan tanpa
memikirkan untuk mencari alternatif lain (Nasrullah
dkk, 2006). Gambar 6. Proyeksi Volume Air Terjual Tabel 4.
Biaya Operasional dan Pemeliharaan
Selain itu, nilai ATP yang didapat lebih kecil dari ni-
lai WTP sehingga dapat dikatakan bahwa kemauan
membayar masyarakat untuk membayar pelayanan
PDAM lebih besar daripada kemampuannya.

Jika dibandingkan dengan tarif ditetapkan oleh


pemerintah saat ini adalah sebesar Rp. 800/m 3 hal ini
sudah sesuai dengan daya beli masyarakat. Na-mun
apabila dilihat dari nilai ATP dan WTP dapat di-katakan
bahwa masyarakat masih mampu dan mau membayar
lebih dari tarif yang ditetapkan sekarang dengan Tabel 5. Tarif Dasar Air Minum Berdasarkan
harapan adanya peningkatan pelayanan. Hal ini
Keterjangkauan Daya Beli Masyarakat
menjelaskan bahwa ada potensi untuk me-ningkatkan
jaringan pelayanan PDAM di Kota Bukit-tinggi dengan
melihat kemampuan dan kemauan membayar
masyarakat yang cukup tinggi.

Hasil analisa faktor menunjukan bahwa faktor


kontiniutas dan kualitas adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai kemauam membayar masyara-
kat dengan model persamaan sebagai berikut :

WTP = 0.357 Kontiniutas + 0.228

Kualitas 4.4. Analisa Finansial

Analisa finansial terdiri dari kebutuhan investasi


(Tabel 3), proyeksi volume air terjual (Gambar 6),
proyeksi biaya operasional dan pemeliharaan
(Tabel 4), proyeksi pendapatan berdasarkan tarif
dasar air minum (Tabel 5), proyeksi pendapatan
tarif (Gam-bar 6, Gambar 7, dan Gambar 8),
proyeksi casflow (Gambar 9, Gambar 10, dan
Gambar 11), valuasi kelayakan proyek berdasarkan Gambar 6. Proyeksi Pendapatan Tarif I
rekapitulasi analisa kelayakan finansial (Tabel 6).
Tabel 3. Kebutuhan Investasi

Gambar 7. Proyeksi Pendapatan Tarif II

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 27
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 6. Rekapitulasi Analisa Kelayakan Finansial


Untuk Setiap Alnternatif Sistem dan Tarif

Gambar 8. Proyeksi Pendapatan Tarif III

Gambar 9. Proyeksi Cashflow Tarif I 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Nilai kemauan membayar masyarakat (Willingness To


Pay /WTP) jika ditawarkan adanya peningkatan
pelayanan adalah sebesar Rp. 7.442/m 3 sementara
nilai kemampuan membayar masyarakat (Ability To
Pay /ATP) sebesar Rp. 3.732/m3. Nilai kemauan
membayar (WTP) yang lebih besar daripada kemam-
puan membayar (ATP) menunjukan bahwa adanya
keinginan yang sangat tinggi dari masyarakat untuk
peningkatan pelayanan air minum di Kota Bukitting-
gi. Nilai yang didapat dengan metode ini tidak jauh
berbeda jika menggunakan ketentuan Permendag-ri
Gambar 10. Proyeksi Cashflow Tarif II No 23 Tahun 2006 dan Upah Minimum Provinsi (UMP)
Sumatera Barat. Selain itu evaluasi metode ini juga
menunjukan bahwa metode CVM yang di-gunakan
dalam penelitian ini mampu menjelaskan 87% faktor-
faktor yang mempengaruhi kemau-an membayar
masyarakat untuk pengembangan sistem penyediaan
air minum.

Berdasarkan analisa finansial yang dilakukan den-


gan mempertimbangkan nilai keterjangkauan daya
beli masyarakat maka alternatif sistem terpilih
adalah sistem pengembangan penyediaan air mi-
num dengan menggunakan Mata Air Sutijo sebesar
300 L/detik yang akan dibangun melalui dua tahap
: tahap I (2016-2025) dengan kapasitas 100 L/detik
Gambar 11. Proyeksi Cashflow Tarif III dan tahap II (2026-2035) dengan kapasitas 200 L/
detik. Nilai investasi yang dibutuhkan untuk sistem ini
pada tahap I sebesar Rp. 39,529,387,287 dan pada
tahap II sebesar Rp. 64,821,997,789.

1 - 28 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Skema pembiayaan terpilih adalah skema pembiay- air baku selama periode perencanaan.
aan dimana unit air baku 100% dibiayai oleh Direk-
torat Jenderal Sumber Daya Air, unit produksi 70% DAFTAR PUSTAKA
dibiayai oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya dan
30% melalui pinjaman Bank, sementara unit distri- Armijo, Carlos Quintanilla. Pineda, Felipe Perez
busi 30% dibiayai oleh APBD Kota Bukittinggi dan (2012) : Estimating Willingness to Pay and
70% melalui pinjaman Bank. Berdasarkan analisa Financial Feasibility in Small Water Project in
finansial sistem pembiayaan ini layak dengan peng- El Salvador. Journal of Business Research 66
gunaan tarif 0–10 m3 sebesar Rp. 3.700/m3, 10-20 (2013) 1750-1758.
m3 sebesar Rp. 5.700/m3 dan >20 m3 sebesar Rp.
Badan Pusat Statistik Kota Bukittinggi. (2014) :
7.700m/3. Skema pembiayaan ini menghasilkan ni-
Bukittinggi Dalam Angka 2014. Badan Pusat
lai NPV, BCR dan BEP secara berurutan sebesar Rp.
Statistik Kota Bukittinggi, Bukittinggi.
55,580,153,601, 1.25 dan 7 tahun dengan harga
pokok produksi sebesar Rp. 2.432/m3. Brouwer, Roy. Khan, Nasreen Islam. Yang, Hong
(2012) : Household’s Willingness to Pay for
Analisa sensitivitas terhadap alternatif sistem
Arsenic Safe Drinking Water in Bangladesh.
pengembangan dengan skema pembiayaan dan tarif
terpilih menunjukan terjadi perubahan nilai kelay-akan
Journal of Enviromental Management 143
finansial untuk setiap perubahan parameter. Namun (2014) 151-161.
jika dilihat secara umum bahwa dengan ad-anya
Dinas Prasarana, Tata Ruang dan Permukiman
perubahan parameter seperti kenaikan biaya
Provinsi Sumatera Barat (2014). : Penyu-
operasional, kenaikan biaya investasi dan penu-runan
sunan Studi Kelayakan SPAM Regional Kota
pendapatan, alternatif sistem pengembangan
Bukittinggi dan Kabupaten Agam Provinsi
penyediaan air minum terpilih di Kota Bukittinggi
Su-matera Barat. Dinas Prasarana, Tata
masih layak untuk dilaksanakan
Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera
5.2. Saran Barat, Padang.

Evangelinos.K.I, Halvadakis.C.P, Jones.N, Polyzou.E,


Beberapa hal yang harus diperhatikan lebih lanjut
: Willingness To Pay for Drinking Water Qual-
antara lain:
ity Improvement and The Infuence of Social
A. PDAM Kota Bukittinggi harus mempunyai aturan Capital . The Journal of Socio-Economics 40
yang jelas untuk setiap pelanggaran oleh pelang- (2011) 74-80.
gan terutama dalam penggunaan pompa oleh
Fitria Aidillah., Siswanto., Ari Sandhyavitri. : Anali-
pelanggan untuk mengalirkan air agar sampai ke
sa Willingness To Pay (WTP) dan Kebutuhan
rumah. Hal ini akan mengakibatkan distribusi air
Air Bersih Di Kecamatan Rengat Kabupaten
yang tidak merata kepada setiap pelanggan.
Indragiri Hulu. Jurusan Teknik Sipil Fakultas
B. Keterjangkauan daya beli masyarakat hendaknya Teknik Universitas Riau, Pekanbaru.
menjadi pertimbangan PDAM, Pemerintah Dae-rah
He, Jie. Kamata, Takuya. Kim, Yoonhee. Wang,
dan DPRD dalam penetapan tarif air minum.
Hua. (2013) : Willingness To Pay for Water
C. Sebaiknya PDAM Kota Bukittinggi melakukan pe- Qual-ity Improvments in Chines Reivers.
nyesuaian tarif untuk air minum mengingat tarif Journal of Enviromental Management 131
yang ada sekarang tidak layak secara finansial (2013) 256-269.
untuk pengembangan SPAM di Kota Bukittinggi,
Ntengwe, F.W (2004) : The Impact of Consumer
selain itu nilai keterjangkauan daya beli ma-
Awareness of Water Sector Issues on Willing-
syarakat masih jauh diatas nilai tarif yang ber-
ness To Pay and Cost Recovery in Zambia .
laku sekarang.
Physic and Chemistry of the Earth 29 (2004)
D. Dalam penyebaran kuisioner untuk mengukur ni-lai 1301-1308.
keterjangkauan daya beli masyarakat sebai-knya
digunakan teknik sampling proportionate stratified
PDAM Kota Bukittinggi Pemerintah Kota Bukittinggi.
random sampling yakni pengambilan sampel yang (2006) : Coorporate Plan. PDAM Kota Bukit-
dilakukan secara acak dan berstrata secara tinggi Pemerintah Kota Bukittinggi, Bukitting-
porposional. Hal ini bertujuan agar nilai yang gi.
diperoleh mewakili semua masyarakat baik yang
PDAM Tirta Jam Gadang Kota Bukittinggi. (2015) :
berpenghasilan tinggi maupun berpenghas-ilan
Laporan Kinerja Untuk Tahun Buku Yang
sedang dan rendah.
Ber-akhir Tanggal 31 Desember 2014. PDAM
E. Sebaiknya dilakukan analisa lebih rinci untuk ke- Tirta Jam Gadang Bukittinggi, Bukittinggi.
andalan sumber air baku yang digunakan sebagai
PDAM Tirta Jam Gadang Kota Bukittinggi. (2014) :
sumber air minum untuk menjamin ketersediaan
Proposal Reklasifikasi Pelanggan dan Perhi-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 29
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

tungan Tarif. PDAM Tirta Jam Gadang Bukit-


tinggi, Bukittinggi.

Pemerintah Kota Bukittinggi Dinas Pekerjaan Umum.


(2010) : Penyusunan Master Plan / Rencana
Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kota
Bukittinggi. Pemerintah Kota Bukittinggi Di-
nas Pekerjaan Umum, Bukittinggi.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun


2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara
Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan
Daerah Air Minum

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/


PRT/M2009 Tentang Pedoman Teknis Kelay-
akan Investasi Pengembangan Sistem Penye-
diaan Air Minum Oleh Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16


Tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum.

Putri, Nessa Riana dkk. (2015) : Analisa Willingness


To Pay (WTP) dan Kebutuhan Air Bersih Di
Kota Pekanbaru. Jom FTEKNIK Volume 2 No.
1 Februari 2015.

Sembiring, Emenda (2011) : Ekonomi Teknik. Insti-


tut Teknologi Bandung, Bandung.

Setiawan, Endang. (2013) : Telaah Terhadap Kem-


auan Membayar Tinjauan Konsep dan Metode
Serta Potensi Aplikasi. Bandung.

Zakaria, Rasdiana. (2013) : Analisis Kemauan


Membayar Untuk Peningkatan Kualitas Pen-
gelolaan Sampah di Kota Makassar Menggu-
nakan Contingent Valuation Method. Institut
Teknologi Bandung, Bandung.

1 - 30 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

UPAYA TEKNIS PERBAIKAN DEFISIENSI KESELAMATAN AKIBAT


KETIDAKTEPATAN GEOMETRIK JALAN DAN PENYALAHGUNAAN RUANG
BAGIAN JALAN
Studi Kasus: Ruas Jalan Nasional Yogyakarta – Sedayu – Klangon –
Sentolo – Milir – Wates

Tisara Sita1
M. Fathoni Jalaluddin2

Mahasiswa Magister Sistem dan Teknik Transportasi1 Perancang Teknik Pembangunan Jalan
dan Jembatan2 1Universitas Gajah Mada
2Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DI Yogyakarta

Email: tisarasita@gmail.com1, mfathonyj@gmail.com2

Abstract

The national highway Yogyakarta – Sedayu – Klangon – Sentolo – Milir – Wates is one of the roads in Yogya-
karta with a relatively high accident rate. This statement indicates that this road has deficiency of infrastruc-ture
or road safety deficiency. Therefore, it is necessary to identify road geometric problems and abusement of road
space utilization, thus technical recommendations can be obtained to achieve the principles of for-giving road,
self-explaining road, self-regulating road, and self-enforcing road. Technical recommendations to improve road
safety deficiencies obtained through field observation by dividing roads into four segments and then examine
the problems of: (1) the geometric conditions; (2) the condition of the pavement; (3) harmonization of signs
and markings; and (4) abusement of road space utilization. The results showed that the improvement of road
safety deficiencies in the accident-prone locations prioritized to: (1) the widening of the road; (2) improvement
of transverse slope; (3) maintenance of pavement; (4) the construction of the road divider; (5) remarking; (6)
paved road shoulder; (7) the harmonization of signs and signals; and (8) controlling the use of road space
utilization, road space asset, and road space supervision.

Keywords: road safety deficiencies, road improvement, forgiving road

Abstrak

Ruas Jalan Nasional Yogyakarta – Sedayu – Klangon – Sentolo – Milir – Wates merupakan salah satu ruas jalan
di Yogyakarta dengan angka kecelakaan yang relatif tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pada ruas jalan
tersebut terdapat defisiensi keselamatan berkendaraan, oleh karena itu diperlukan identifikasi permasalahan
geometrik jalan dan penyalahgunaan terhadap pemanfaatan ruang bagian jalan, sehingga didapatkan
rekomendasi teknik untuk mencapai prinsip jalan berkeselamatan (forgiving road), self-explain-ing road, self-
regulating road, dan self-enforcing road. Rekomendasi teknik untuk memperbaiki defisiensi keselamatan
berkendaraan didapatkan melalui peninjauan lapangan dengan membagi ruas jalan tersebut menjadi empat
segmen dan kemudian mencermati permasalahan: (1) kondisi geometrik jalan; (2) kondisi perkerasan jalan; (3)
harmonisasi rambu dan marka; dan (4) penyalahgunaan terhadap pemanfaatan ru-ang bagian jalan. Hasil
analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa penanganan defisiensi keselamatan berkendaraan di lokasi rawan
kecelakaan diprioritaskan pada: (1) pelebaran jalan; (2) perbaikan kemirin-gan melintang; (3) pemeliharaan
perkerasan jalan; (4) penambahan median jalan; (5) pemarkaan ulang;
(6) perkerasan bahu jalan; (7) harmonisasi rambu dan sinyal; dan (8) penertiban pemanfaatan ruang
man-faat jalan (rumaja), ruang milik jalan (rumija), dan ruang pengawasan jalan (ruwasja).

Kata Kunci: defisiensi keselamatan berkendaraan, perbaikan jalan, jalan berkeselamatan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 31
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN mengganggu jarak pandang, dan ketidaksesuaian


geometrik jalan terhadap peraturan yang ada. Kondisi
Jalan merupakan infrastruktur fisik yang pent-ing tersebut menggambarkan bahwa infrastruk-tur jalan
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan yang ada sekarang ini belum memenuhi prinsip a
perkembangan sosial budaya suatu wilayah. Hal ini forgiving road environment, a self-explain-ing road, a
didukung dengan sasaran strategis yang ditetapkan self-regulating road, dan a self-enforcing road
dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jen- (Mulyono et al., 2009). Tindakan reaktif dan proaktif
deral (Ditjen) Bina Marga Tahun 2015-2019, yaitu harus segera dilakukan untuk menangani defisiensi
meningkatnya dukungan konektivitas bagi pengua-tan keselamatan berkendaraan, antara lain dilihat dari
daya saing dan meningkatnya kemantapan jalan sudut pandang persoalan: penyimpan-gan geometrik
nasional, dicapai melalui tiga kegiatan utama, yaitu jalan, kondisi kerusakan perkerasan,
pengembangan jalan nasional, manajemen aset, serta ketidakharmonisan perlengkapan jalan, dan peny-
dukungan terhadap jalan daerah. Salah satu kendala alahgunaan terhadap pemanfaatan ruang bagian ja-
dalam mencapai sasaran strategis terse-but adalah lan. Penanganan defisiensi keselamatan berkenda-
angka kecelakaan lalu lintas yang cuk-up tinggi. raan dilakukan dengan mengamati kondisi lapangan
World Health Organization (WHO) dalam Road Map dan mencari rekomendasi atau upaya teknis yang
Strategi Nasional Dekade Aksi Kesela-matan tentang harus segera diimplementasikan sehingga tercipta
Global Status Report on Road Safety (2015) jalan berkeselamatan atau forgiving road.
menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas telah
mengambil sedikitnya 1.25 juta penduduk se-tiap A. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan reko-
tahunnya dengan tingkat fatalitas kecelakaan tertinggi mendasi teknis yang perlu dilakukan untuk perbai-
pada negara-negara berpenghasilan ren-dah. kan defisiensi keselamatan akibat ketidaktepatan
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2006) geometrik jalan dan penyalahgunaan ruang bagian
menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas 93.52% jalan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi-
disebabkan oleh faktor manusia, 3.23% oleh faktor kan masukan kepada lembaga penegak aturan
jalan, 2.76% oleh faktor kendaraan, serta 0.49% oleh berlalu lintas dan memberikan gambaran kepada
faktor lingkungan dan cuaca. The Global Com- penyelenggara jalan. Batasan dalam penelitian ini
petitiveness Report 2014-2015 yang dipublikasikan adalah:
oleh World Economic Forum (WEF), daya saing atau
Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia bera- A. Lokasi penelitian adalah ruas jalan nasional Prov.
da pada peringkat ke-34 dunia, sedangkan kualitas D. I. Yogyakarta, sesuai dengan Surat Keputusan
infrastruktur Indonesia menempati peringkat ke-56 (SK) Jalan Nasional No. 631/KPTS/M/2009, yaitu
dari 144 negara dunia yang disurvai. Gambaran Yogyakarta – Sedayu – Klangon – Sentolo – Milir
tersebut memperlihatkan rendahnya kualitas infra- – Wates;
struktur jalan di Indonesia.
B. Survei lapangan yang terdiri dari pengukuran em-
pat aspek keselamatan jalan: aspek geometrik
Mulyono et al. (2010) menyatakan bahwa penguran- jalan, aspek perkerasan jalan, aspek harmonisasi
gan resiko dan potensi kecelakaan dapat dilakukan perlengkapan jalan, dan aspek penyalahgunaan
dengan koordinasi penyelenggara jalan dan pihak- terhadap pemanfaatan ruang bagian jalan; serta
pihak terkait yang memiliki wewenang serta kepent-
ingan sektoral yang berbeda, yaitu Ditjen Bina Mar- 3. Survei dilaksanakan pada Maret 2015.
ga, Ditjen Perhubungan Darat, Kepolisian Republik
2. TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia (Polri), Kementerian Kesehatan, Kemen-
terian Pendidikan dan Kebudayaan, serta lembaga
Mulyono et al. (2009) melakukan penelitian men-
nonpemerintah serta organisasi masyarakat. Ditjen
genai Audit Keselamatan Infrastruktur Jalan (Studi
Bina Marga dan Ditjen Perhubungan Darat merupak-
Kasus: Jalan Nasional KM 78-KM 79 Jalur Pantura
an lembaga pemerintah yang menangani infrastruk-
Jawa, Kabupaten Batang) secara kuantitatif dan
tur keselamatan jalan raya di Indonesia. Ditjen Bina
kualitatif berdasarkan hasil ukur defisiensi kesela-
Marga sebagai pihak penyelenggara dan pengelola
matan di lapangan agar menjadi model evaluasi bagi
jalan, memiliki wewenang dan tanggung jawab po-kok
auditor jalan. Hasil audit keselamatan jalan
dalam perencanaan dan desain jalan berkese-
menunjukkan bahwa beberapa bagian fasilitas ja-lan
lamatan, pembangunan dan pemeliharaan jalan, dan
berada dalam kategori “bahaya” dan atau “san-gat
perbaikan lokasi rawan kecelakaan. Ditjen
berbahaya”, yang harus segera diperbaiki untuk
Perhubungan Darat memiliki tanggung jawab un-tuk
memperkecil potensi terjadinya kecelakaan, yaitu:
merencanakan dan melaksanakan harmonisasi rambu
aspek geometrik yang meliputi jarak pandang me-
atau petunjuk keselamatan jalan terhadap fungsi
nyiap, posisi elevasi bahu jalan terhadap elevasi tepi
jalan.
perkerasan, radius tikungan; aspek perkerasan yang
Permasalahan-permasalahan yang masih sering di- meliputi kerusakan berupa alur bekas roda kenda-
jumpai di lapangan antara lain: jalan berlubang dan raan; dan aspek harmonisasi yang meliputi rambu
kerusakan jalan yang tidak segera ditangani, jum-lah batas kecepatan di tikungan, lampu penerangan ja-
rambu yang masih kurang dan marka yang tidak lan, dan sinyal sebelum masuk tikungan.
jelas, bangunan utilitas atau papan reklame yang

1 - 32 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

2.1. Dasar Peraturan pangan menyimpulkan bahwa kecelakaan lalu lintas


dapat dipengaruhi oleh faktor manusia, kendaraan
Penyelenggaraan jalan di Indonesia diatur dalam dan lingkungan jalan, serta interaksi dan kombinasi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 ta- dua atau lebih faktor tersebut di atas (Austroads,
hun 2004 tentang Jalan (UU No. 38/2004), 2002, dalam Prihartono, 2012), seperti terlihat pada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Gambar 1. Keselamatan Lalu Lintas dan An-gkutan
tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Jalan berdasarkan UU No. 22/2009 adalah suatu
(UU No. 22/2009), Peraturan Pemerintah Nomor 34 keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko
tahun 2006 tentang Jalan (PP No. 34/2006), kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkun-
11/PRT/M/2010 tentang Tata Cara dan Pesyaratan gan. Jalan berkeselamatan harus memenuhi empat
Laik Fungsi Ja-lan (Permen PU No. 11/2010), aspek penting untuk meminimalkan defisiensinya: a
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor forgiving road environment, a self-explaining road, a
19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan self-regulating road, dan a self-enforcing road
dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan (Permen PU (Mulyono et al., 2009).
No. 19/2011), dan Pan-duan Teknis Pelaksanaan
Laik Fungsi Jalan Ditjen Bina Marga tahun 2012. 3. METODE PENELITIAN

2.2. Kecelakaan dan Keselamatan Lalu Lintas Penelitian ini dilakukan di ruas jalan nasional
Yogyakarta – Sedayu – Klangon – Sentolo – Milir
– Wates dengan panjang total pengamatan 26,12
km, yang selanjutnya dibagi menjadi empat seg-
men, seperti terlihat pada Gambar 2 dan Tabel 1.

Survei kondisi lapangan dilaksanakan dengan men-


gamati dan mencatat berbagai persoalan geometrik
jalan dan penyalahgunaan terhadap pemanfaatan
ruang bagian jalan. Data sekunder yang didapatkan
dari Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Ja-
lan Nasional Provinsi D.I. Yogyakarta (Satker P2JN
DIY), antara lain: data ruas jalan nasional Prov. D. I.
Yogyakarta, peta jaringan jalan nasional Prov. D.
I. Yogyakarta, strip map kondisi jalan nasional
Prov. D. I. Yogyakarta, data survei lalu lintas
berupa Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) jalan
nasional Prov. D. I. Yogyakarta tahun 2014, dan
Gambar 1. Faktor-faktor penyebab kecelakaan Rencana Strategis (Renstra) program penanganan
Sumber: Austroads (2002) dalam Prihartono jalan Prov. D. I. Yo-gyakarta Tahun 2015-2019.
(2012) Alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Kecelakaan lalu lintas menurut UU No. 22/2009


adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga
dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan
atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan
korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Ha-
sil kajian beberapa penelitian dan pengamatan di la-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 33
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 1. Segmentasi Lokasi Penelitian

Gambar 3. Alur Penelitian


Analisis data dilakukan dengan mengamati 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
defisien-si jalan dan membandingkan dengan
peraturan yang berlaku. Aspek yang ditinjau Data kecelakaan lalu lintas dari Direktorat Lalu Lin-tas
meliputi: (1) kondisi geometrik jalan; (2) kondisi Kepolisian Daerah D. I. Yogyakarta mengidenti-fikasi
perkerasan jalan; (3) kondisi harmonisasi terdapat empat ruas yang memiliki fungsi dan peran
perlengkapan jalan; dan (4) pe-nyalahgunaan yang sama, dengan tingkat kecelakaan yang relatif
terhadap pemanfaatan ruang bagian jalan. tinggi yaitu Jalan Wates, Jalan Magelang, Ja-lan
Yogyakarta-Solo, dan Jalan Lingkar/Ring Road
Rekomendasi dalam hal ini upaya teknis terhadap (Anshari, 2013). Lokasi yang ditinjau dalam peneli-
defisiensi keselamatan akibat ketidaktepatan pener- tian ini teridentifikasi sebagai black spot atau daerah
apan geometrik jalan, kondisi perkerasan jalan, har- rawan kecelakaan di Prov. D. I. Yogyakarta, yaitu ruas
monisasi perlengkapan jalan, dan penyalahgunaan jalan nasional Yogyakarta – Sedayu – Klangon
terhadap pemanfaatan ruang bagian jalan (Tabel 2). – Sentolo – Milir – Wates. Analisis data dilakukan
Rencana strategis (renstra) program penanganan dengan memberikan rekomendasi teknis sebagai
jalan Prov. D.I. Yogyakarta tahun 2015-2019 akan upaya perbaikan defisiensi keselamatan berkenda-
dikemukakan sebagai informasi penanganan ja-lan raan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan.
yang akan dilakukan oleh penyelenggara jalan, dalam Aspek yang ditinjau meliputi: kondisi geometrik ja-
hal ini Ditjen Bina Marga. lan, kondisi perkerasan jalan, kondisi harmonisasi

1 - 34 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 2. Rekomendasi Teknis Perbaikan Defisiensi Keselamatan Berkendaraan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 35
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 3. Rencana Strategis Program Penanganan Jalan Prov. D. I. Yogyakarta tahun


2015-2019 di Ruas Jalan Yogyakarta – Sedayu – Klangon – Sentolo – Milir – Wates

perlengkapan jalan, dan penyalahgunaan terhadap mengindikasikan bahwa jalan tidak self-regulating
pemanfaatan ruang bagian jalan. Hasil pengukuran road, artinya komponen-komponen jalan tidak ses-
dan pengamatan lapangan menunjukkan bahwa be- uai dengan peraturan yang berlaku, dalam hal ini
berapa defisiensi keselamatan infrastruktur jalan yang Permen PU No. 19/2011. Median jalan juga ber-
memberikan peluang terhadap kejadian ke-celakaan fungsi sebagai self-enforcing road, terutama pada
berkendaraan, antara lain lebar lajur yang akses-akses persil, sehingga dapat memaksa peng-
substandard, yaitu penampang melintang badan ja- guna jalan untuk patuh, tidak menyebrang jalan di
lan hanya 2-7-2, bahkan ada lajur yang lebarnya lokasi yang rawan kecelakaan.
kurang dari 2 meter; tidak ada median jalan, sesuai
persyaratan teknis jalan, untuk jalan arteri primer Rekomendasi teknis sebagai upaya perbaikan de-
wajib dipisahkan dengan median jalan; ruas ja-lan fisiensi keselamatan berkendaraan dapat dilihat
tidak memiliki ambang pengaman; kemiringan pada Tabel 2. Ditjen Bina Marga, dalam hal ini Sat-
melintang badan jalan sudah tidak memadai akibat ker P2JN DIY selaku penyelenggara jalan, telah
kerusakan permukaan (rutting, lendutan); kondisi menyusun Renstra Program Penanganan Jalan ta-
permukaan perkerasan jalan sangat licin ketika ter- hun 2015-2019. Program yang telah direncanakan
jadi hujan karena luasan rutting dan lendutan pada sebagai langkah perbaikan defisiensi keselamatan
permukaan sudah melebihi ambang batas minimal berkendaraan terkait dengan penanganan di ruas
yang masih diperbolehkan; rambu batas kecepatan jalan Yogyakarta – Sedayu – Klangon – Sentolo –
dan petunjuk arah yang kurang, serta tidak ada lam- Milir – Wates dapat dilihat pada Tabel 3.
pu sinyal sehingga pengemudi tidak mengurangi ke-
Aspek yang mempunyai peran penting dalam men-
cepatan ketika melintasi ruas jalan yang menikung
gakibatkan defisiensi keselamatan berkendaraan
walaupun dengan lebar lajur yang sudah standar.
berdasarkan hasil analisis data, antara lain:
Tingkat fatalitas korban kecelakaan yang paling parah
terjadi pada kejadian kecelakaan yang dipicu oleh A. Defisiensi aspek geometrik jalan, terjadi
kondisi permukaan jalan yang licin ketika hujan yang pada permasalahan berikut ini:
didukung oleh kondisi bahu jalan dan guardrail yang
1. Lebar lajur kiri jalan yang substandard, yaitu
kurang memadai. Perletakan rambu batasan
kurang dari 3.5 meter. Hal ini tidak sesuai
kecepatan yang tidak sesuai sehingga pengguna ja-
dengan Permen PU No. 19/2011 yang me-
lan mengemudikan kendaraaannya dengan kecepa-
nyatakan bahwa untuk jalan raya arteri prim-er
tan tinggi tanpa informasi yang jelas, serta didukung
lebar jalur lalu lintas adalah 2 x (2 x 3.50)
tidak adanya sinyal peringatan. Kondisi ketidakhar-
meter untuk jalan raya medan datar dengan
monisan rambu, sinyal, marka, guardrail, dan kondi-si
LHR 61.000 smp/hari (sesuai data LHR dari
bahu jalan terhadap fungsi jalan ini mengindika-sikan
Satker P2JN DIY). Dengan demikian, lebar
infrastruktur jalan tidak self explaining road, artinya
badan jalan maupun lebar rumija dan rumaja
jalan tidak mampu menjelaskan informasi
juga substandard. Lebar badan jalan yang
keselamatan kepada pengguna dengan benar dan
kurang mengakibatkan kecelakaan akibat
tepat, sehingga pengguna kurang hati-hati ketika
volume kendaraan yang tinggi dan ditambah
melintasi ruas jalan yang menikung walaupun lebar
dengan kecepatan yang tinggi.
lajur yang ada cukup memadai. Kondisi permukaan
perkerasan jalan yang licin karena didukung luasan 2. Permasalahan tidak adanya median jalan
rutting dan lendutan yang melebihi ambang batas juga sangat berperan dalam defisiensi ke-
minimal dapat mengindikasikan jalan tidak forgiving selamatan berkendaraan. Jalan raya arteri
road, artinya jalan tidak menghargai nyawa peng- primer diharuskan menggunakan median
guna ketika pengguna melakukan kelalaian ber-buat untuk menghindari head-on collision.
kesalahan dengan pengereman mendadak di atas
permukaan jalan yang licin. Kondisi lebar jalan yang 3. Kemiringan melintang badan jalan dan ke-
substandard dan tidak adanya median jalan miringan pada superelevasi kurang, sehingga

1 - 36 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

mengakibatkan kendaraan tergelincir. dapat mengakibatkan kendaraan tergelincir. Per-


kerasan bahu jalan seharusnya disamakan spesifi-
4. Tikungan (alinyemen horisontal) dan akses jalan kasinya dengan perkerasan jalan karena peran bahu
yang terdapat pada lokasi “Tugu Potlot”. Selain jalan sangat penting untuk mengantisipasi kendara-an
itu, banyak warga yang menyebrang jalan, baik yang mengalami overlap karena terlambat men-
pejalan kaki maupun pengendara, tepat di gurangi kecepatan pada saat menikung. Kemiringan
tikungan. Hal ini tentunya sangat berbahaya melintang pada alinyemen horisontal tidak standar
dan dapat mengakibatkan ke-celakaan yang dan tidak dilengkapi dengan marka serta median.
fatal akibat jarak pandang pengendara yang Jalan raya arteri primer wajib menggunakan median
kurang dan kemiringan alinyemen horisontal sebagai pemisah arus lalu lintas berlawanan arah,
yang tidak standar. sesuai Permen PU No. 19/ 2011.

B. Defisiensi aspek perkerasan jalan, terjadi per- Perletakan rambu yang diperlukan pada tikungan ini
masalahan pada perkerasan jalan yang men- yaitu: rambu peringatan; rambu batas kecepatan; dan
galami rutting, potholes, maupun deformasi. rambu petunujuk arah. Rambu yang pertama kali
Kondisi perkerasan jalan yang cukup parah ini ditempatkan merupakan rambu peringatan mengenai
mengakibatkan kendaraan tergelincir sehingga adanya tikungan tajam yang berbahaya. Rambu ini
terjadi kecelakaan. Hal ini didukung dengan diletakkan 80 m sebelum tikungan, ram-bu batas
data dari Satker P2JN DIY, bahwa nilai IRI di kecepatan diletakkan 75 m sebelum tikun-gan, dan
beberapa spots adalah 6-7. Drainase yang rambu peringatan empat persegi panjang diletakkan
tidak memadai juga mempercepat penurunan 70 m sebelum tikungan. Rambu empat persegi
umur perkerasan jalan, seperti tidak ada dan panjang diletakkan sepanjang tikungan, ja-rak
tidak terpeliharanya selokan samping. masing-masing rambu disesuaikan dengan ke-
butuhan (untuk tikungan ini jarak masing-masing
C. Defisiensi aspek harmonisasi perlengkapan
rambu adalah 10 m).
jalan, terjadi pada permasalahan rambu
(rambu batas kecepatan, rambu petunjuk arah Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota,
dan rambu peringatan), lampu sinyal, lampu Ditjen Bina Marga (1997) menyatakan bahwa den-gan
pen-erangan jalan, dan guardrail. Harmonisasi jari-jari kelengkungan diasumsikan sebesar 150 m
perlengkapan jalan yang tidak memadai ini maka batas kecepatan yang diijinkan yaitu 30
mengakibatkan pengendara kurang waspada km/jam. Perubahan kecepatan yang cukup sig-nifikan
terhadap tikungan tajam dan hambatan lain. ini (dari 80 km/jam ke 30 km/jam) dapat membuat
pengemudi merasa terkejut, oleh karena itu
D. Defisiensi aspek penyalahgunaan terhadap diperlukan road humps. Road humps atau di In-
pemanfaatan ruang bagian jalan, terjadi pada donesia disebut dengan polisi tidur merupakan gun-
permasalahan penggunaan ruang jalan sebagai dukan kecil selebar jalur jalan yang berfungsi untuk
tempat usaha, on street parking, media iklan, memperingatkan pengemudi agar tetap waspada
dan penempatan tiang listrik yang berada di serta memberi kesempatan kepada pengemudi untuk
rumaja. Hal ini mengakibatkan badan jalan membaca rambu jalan (rambu peringatan, rambu
yang semakin sempit sehingga dapat batas kecepatan maupun rambu petunjuk arah).
mengakibatkan kecelakaan. Sinyal peringatan diperlukan agar pengemudi
waspada dan mengurangi kecepatan di tikungan.
Aspek-aspek tersebut saling mempengaruhi se-
Dengan demikian, maka program aksi yang perlu
hingga mengakibatkan tingkat fatalitas kecelakaan
segera dilakukan adalah pelebaran jalan, perbaikan
yang lebih besar. Perkerasan yang mengalami rut-
kemiringan melintang, pemeliharaan perkerasan ja-
ting dapat menyebabkan kendaraan tergelincir, ter-
lan, penambahan median jalan, pemarkaan ulang,
utama saat musim hujan. Resiko fatalitas dapat di-
perkerasan bahu jalan, penambahan rambu dan
perkecil apabila tersedia bahu jalan yang memadai,
lampu sinyal, serta penambahan road humps, sep-erti
namun pada kondisi di lapangan, bahu jalan kurang
terlihat pada Gambar 4.
memenuhi syarat. Harmonisasi perlengkapan jalan
yang kurang memadai dapat membuat pengendara
menjadi kurang waspada terhadap adanya
tikungan dan hambatan lain, oleh sebab itu
dilakukan perbai-kan-perbaikan sebagai berikut.

4.1. Upaya Teknis terhadap Defisiensi Kondisi


Geometrik Jalan dan Kondisi Harmonisasi
Perlengkapan Jalan

Kondisi bahu jalan yang kurang memadai karena ti-


dak diperkeras dan lebar badan jalan yang kurang
dapat mengakibatkan kecelakaan yang fatal. Hal ini
diperparah dengan kerusakan permukaan jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 37
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Gambar 4. Upaya teknis terhadap defisiensi kondisi geometrik jalan dan kondisi
harmon-isasi perlengkapan jalan
4.2. Upaya Teknis terhadap Defisiensi Kondisi 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Perkerasan Jalan dan Defisiensi Peny-
alahgunaan terhadap Pemanfaatan 5.1. Kesimpulan
Ruang Bagian Jalan
Defisiensi keselamatan berkendaraan dapat di-
Kerusakan perkerasan jalan dan kemiringan melint- perbaiki dengan beberapa upaya teknis dengan
ang (crown) yang kurang akan mengakibatkan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kendaraan tergelincir. Hal ini diperparah dengan lebar defisiensi keselamatan berkendaraan dan deskripsi
badan jalan yang kurang dan tidak adanya marka defisiensi keselamatan infrastruktur jalan.
yang jelas, maupun median pemisah jalur kendaraan.
Penyalahgunaan terhadap pemanfaatan ruang bagian 5.2. Saran
jalan, yaitu penggunaan rumaja seb-agai ruang usaha
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang
maupun media iklan mengakibat-kan jarak pandang
telah dilakukan, saran yang dapat diberikan
pengemudi berkurang dan dapat mengakibatkan
adalah sebagai berikut:
kecelakaan.
A. perlu dilakukan perbaikan geometrik jalan dan
On-street parking dikarenakan terdapat ruang us-
penertiban penyalahgunaan pemanfaatan
aha di rumaja yang tidak mempunyai lahan parkir
mengakibatkan badan jalan semakin sempit. Den- ruang bagian jalan;
gan demikian, maka program aksi yang perlu
B. penyelenggara jalan, dalam hal ini Ditjen Bina
segera dilakukan adalah pelebaran jalan, perbaikan
Marga dan Ditjen Perhubungan Darat, perlu
kemir-ingan melintang, pemeliharaan perkerasan
menindaklanjuti temuan ini sehingga angka
jalan, penambahan median jalan, pemarkaan
kecelakaan dapat diturunkan dan tercapai jalan
ulang, pen-ertiban pemanfaatan ruang manfaat
yang berkeselamatan;
jalan (rumaja), ruang milik jalan (rumija), maupun
ruang peng-wasan jalan (ruwasja), seperti terlihat C. perlu dilakukan analisis defisiensi keselamatan
pada Gambar 5. berkendaraan di ruas jalan lain, sehingga ter-
cipta prinsip jalan yang berkeselamatan
(forgiv-ing road), self-explaining road, self-
regulating road, dan self-enforcing road; serta

Gambar 5. defisiensi kondisi perkerasan jalan dan defisiensi penyalahgunaan terhadap


pemanfaatan ruang bagian jalan

1 - 38 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

D. perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan de-


tail dengan tinjauan aspek yang menyeluruh,
dilengkapi dengan detail ukuran atau dimensi
jalan dan jembatan, serta stastioning yang
tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Anshari, F. (2013). Analisis Daerah Rawan


Kecelakaan (Studi Kasus: Ruas Jogja-Solo km
6-16,5; Segmen Jogja Prambanan). Tugas
Akhir, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Departemen Pekerjaan Umum, Dirjen Bina Marga.


(1997). Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota (No. 038/TBM/1997).
Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga. (2015). Rencana


Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Bina
Marga 2015-2019. Jakarta.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. (2006).


Laporan Akhir Pedoman Teknis Kampanye
Program Keselamatan. Jakarta: Departemen
Perhubungan.

Mulyono, A. T., Kushari, B., & Gunawan, H. E.


(2009). Audit Keselamatan Infrastruktur
Jalan (Studi Kasus Jalan Nasional KM 78-KM
79 Jalur Pantura Jawa, Kabupaten Batang).
Jurnal Teknik Sipil , 16 (3), 163-174.

Mulyono, A. T., Rusmanawati, D., Budiarto, A. T.,


& Liady, A. R. (2010). Implementasi Model
Audit Defisiensi Keselamatan Infrastruktur
Jalan untuk Mengurangi Potensi Kecelakaan
Berkendaraan. Simposium XIII FSTPT, Unika
Soegijapranata. Semarang.

Prihartono, B. (2012, November 21). Koordinasi


Keselamatan Jalan (Implementasi RUNK
Jalan 2011-2035). Peringatan Hari Korban
Kecelakaan Lalu Lintas Sedunia . Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum-Bappenas.

World Health Organization. (2015). Global Status


Report on Road Safety 2015. Geneva: WHO
Press.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 39
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA CONTRACT CHANGE ORDER (CCO)


DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI
PEMBANGUNAN BENDUNG
Aceng Maulana

Mahasiswa Magister Teknik Sipil


Universitas Katolik Parahyangan
Email: amk180279@gmail.com

Abstract

The construction project is a series of activities carried out only one time and short term nature.
Implemen-tation of the project faced with the problems such Contract Change Order which will result in
amendments to the contract. This study is a policy study or applied studies whose purpose is to find or
formulate solutions to problems related to the Contract Change Order (CCO) of the Cost variant (different
budgets) and Time variant (the time difference). The data used is the dam construction contract
document data X. Based on an analysis of all amendments and Influence diagrams of all the factors that
influence each other in the end boils down to three variables, namely: Changes in the value of the
contract, the contract completion time change, change contract administration, change contract
administration is the outcome of all the changes in the contract and the factors that cause changes in the
contract. Amendment of the most common is the change in value of the contract caused by escalation
(price adjustments) four times, additional work is less based on calculations MC twice, and design changes
once. Technically all of the greatest influence and im-pact on changes in the value of the contract is the
design changes that result in the addition of a contract value of 25.11% of the value of the initial contract,
followed by escalation of 5.64% and a result of calcula-tion by 3.91% MC. But the greatest influence and
impact on the contractual completion timeline changes are extreme weather conditions, removal of quarry
locations and additional scope of work that resulted in the addition time for 21.92% of the initial contract
period, whereas only design changes resulted in an addition of 10.96% of time contract initially.

Keywords: project construction, amendment, price adjustments, changes in time, completion of contract

Abstrak

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya
berjangka pendek. Pelaksanaan proyek dihadapkan pada permasalahan diantaranya Contract Change Or-der
yang akan menghasilkan amandemen kontrak. Penelitian ini merupakan studi kebijakan ataupun studi terapan
yang tujuannya adalah untuk mengetahui atau merumuskan solusi terhadap permasalahan terkait Contract
Change Order (CCO) terhadap Cost variant (perbedaan anggaran)dan Time variant (perbedaan waktu). Data
yang digunakan adalah data dokumen kontrak pembangunan bendung X. Berdasarkan analisis dari semua
amandemen dan Influence diagram dari semua faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain pada akhirnya
bermuara kepada tiga variable yaitu : Perubahan nilai kontrak, Perubahan waktu penyelesa-ian kontrak,
Perubahan administrasi kontrak, perubahan administrasi kontrak merupakan muara dari semua perubahan
dalam kontrak dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kontrak. Amande-men yang paling
sering terjadi adalah perubahan nilai kontrak yang disebabkan oleh eskalasi (penyesuaian harga) sebanyak
empat kali, pekerjaan tambah kurang berdasarkan perhitungan MC sebanyak dua kali, dan perubahan desain
sebanyak satu kali. Secara teknis kesemuanya itu yang paling besar pengaruh dan dam-paknya terhadap
perubahan nilai kontrak adalah perubahan desain yang mengakibatkan penambahan nilai kontrak sebesar
25,11% dari nilai kontrak awal, disusul eskalasi sebesar 5,64% dan akibat perhitungan MC sebesar 3,91%.
Namun yang paling besar pengaruh dan dampaknya terhadap perubahan waktu penyelesa-ian kontrak adalah
kondisi cuaca ekstrem, pemindahan lokasi quarry dan penambahan lingkup kerja yang mengakibatkan
penambahan waktu sebesar 21,92% dari waktu kontrak awal, sedangkan perubahan desain hanya
mengakibatkan penambahan sebesar 10,96% dari waktu kontrak awalnya.

Kata kunci : proyek konstruksi, amandemen, penyesuaian harga, perubahan waktu, penyelesaian kontrak

1 - 40 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN pelaksanaannya, proyek konstruksi ini diharapkan


memiliki kinerja waktu proyek yang maksimal, di-
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian ke- mana proyek dapat selesai tepat waktu, atau bah-kan
giatan yang mengolah sumber daya proyek men- lebih cepat dari jadwal yang direncanakan, mengingat
jadi elemen-elemennya. Proyek konstruksi memiliki ketepatan waktu ini sangat mempenga-ruhi
3 karakteristik yaitu: membutuhkan sumber daya penyerapan dana dan realisasi fisik di lapangan yang
(manusia, uang, mesin, metoda, material), bersi- merupakan indikator kinerja dari Pemerintah
fat unik, , dan membutuhkan organisasi (Ervianto,
2002). Seperti halnya proyek-proyek konstruksi pada um-
umnya, pada proyek pembangunan Daerah Irigasi X
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi sering diha- ini dalam perjalanan pelaksanaan konstruksinya
dapkan pada permasalahan, salah satunya adalah mengalami banyak perubahan kontrak yang me-
terjadinya perubahan-perubahan. Perubahan terse-but nyebabkan perpanjangan waktu (time extension),
dapat terjadi pada tahap awal, tahap pertenga-han, penambahan maupun pengurangan nilai (harga)
maupun tahap akhir proyek. Hana et al. (2002) kontrak sebagai akibat dari perubahan (revisi) desain
mendefinisikan perubahan atau change order (CO) karena alasan-alasan maupun penyebab-penyebab
pada proyek konstruksi sebagai sebuah kejadian yang lainnya. Semua proses prosedur, doku-men-dokumen
berakibat pada terjadinya modifikasi baik pada lingkup pendukung dan hasil dari perubahan kontrak yang
kerja, waktu pelaksanaan, atau biaya. Hal ini tidak telah disetujui dan disepakati dituang-kan dalam
dapat dihindari pada sebagian besar proyek akibat dokumen Amandemen Kontrak.
dari keunikan dari tiap proyek dan terbatas-nya waktu
dan uang dalam proses perencanaan. Akibat tidak Dalam proyek-proyek pemerintah, khususnya bi-dang
dapat dihindarinya CO, Alaryan et al. (2014) sumber daya air sebagian besar menggunakan sistem
menyatakan bahwa CO adalah bagian yang tidak Kontrak Harga Satuan Pekerjaan. Sistem kontrak ini
dapat dipisahkan pada industri konstruksi. dinilai paling mudah untuk dilaksanakan dan
menganut pembagian risiko perubahan kontrak yang
Menurut Hinze (2001) dan Abdel Rashid., et al. seimbang antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.
(2012) sumber perubahan itu dapat disebabkan Dengan sistem Kontrak Harga Satuan peker-jaan,
karena permintaan owner, kondisi lapangan yang sangat dimungkinkan terjadinya perubahan-
tidak terduga, permintaan kontraktor, dan kesala- perubahan kontrak baik perubahan waktu pelaksa-
han konsultan dalam perancangan. Untuk itu perlu naan maupun perubahan volume, desain dan nilai
dilakukan penyesuaian dan hal ini seringkali (harga) kontrak.
berkon-sekuensi pada perubahan biaya dan
perubahan wak-tu pelaksanaan proyek. Pada Dengan adanya Contract Change Order (CCO),
gilirannya penyesuaian yang dilakukan harus juga memberikan dampak yang besar terhadap pelaksa-
diakomodasi pada aspek administrasi dan kontrak naan kontrak konstruksi, khususnya proyek-proyek
berupa Contract Change Order (CCO) pemerintah bidang sumber daya air, seperti dian-
taranya anggaran proyek menjadi lebih besar dari
Menurut Donald S. Barrie (1992), pengaruh change rencana, waktu pelaksanaan mengalami perpanjan-
order pada pelaksanaan proyek dibagi menjadi 3 gan, munculnya desain atau item pekerjaan baru yang
kategori antara lain: Biaya langsung, Perpanjangan semula belum direncanakan, dan sebagainya. Dari
waktu dan Biaya-biaya. Hanna (2002), menyatakan latar belakang permasalahan tersebut maka di-
bahwa pengaruh change order pada suatu proyek lakukan suatu penelitian dengan mengangkat judul
konstruksi sering terjadi productivity loss, jika ter-jadi “Faktor Penyebab Terjadinya Contract Change Or-der
productivity loss akan terjadi penambahan waktu dan (CCO) dan Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan
biaya proyek yang tidak sedikit. Menurut Proyek Konstruksi pada Pembangunan Bendung X
Schaufelberger & Holm (2002), jika terjadi change
order akan terjadi penambahan tenaga kerja diser-tai Berdasarkan latar belakang di atas dan melihat
dengan penambahan peralatan proyek kondisi di lapangan secara langsung proyek pem-
bangunan Bendung X, permasalahan yang
Terjadinya change order pada proyek konstruksi dapat teridenti-fikasi adalah sebagai berikut:
memberikan dampak negatif secara langsung dan
tidak langsung, baik bagi kontraktor maupun bagi A. Terjadinya keterlambatan (penambahan waktu
pemilik. Dampak change order secara langsung adalah penyelesaian) dalam pelaksanaan proyek dari
penambahan biaya item pekerjaan karena adanya waktu yang direncanakan.
penambahan volume dan material, kon-flik jadwal
pelaksanaan, pekerjaan ulang, mening-katkan B. Terjadinya penambahan biaya dari anggaran
overhead dan meningkatkan biaya tenaga kerja. yang direncanakan.
Dampak change order secara tidak langsung adalah
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
terjadinya perselisihan antara pemilik dan kontraktor
adalah:
(Hanna et al, 1999). Begitu kompleksnya dampak dari
change order, sehingga sangat berpen-garuh pada
kinerja suatu proyek konstruksi. Dalam

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 41
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

A. Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan sum-


Contract Change Order (CCO) pada proyek ber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat
Pem-bangunan Bendung X. (2) huruf c, terdiri atas:

B. Mengetahui dampak atau akibat dari faktor-faktor A. Kontrak Pengadaan Tunggal;


tersebut terhadap cost variant (perbedaan biaya)
dan time variant (perbedaan waktu). B. Kontrak Pengadaan Bersama; dan

2. TINJAUAN PUSTAKA C. Kontrak Payung (Framework Contract).

Kontrak dalam dunia konstruksi tercantum dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan jenis
Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) No. 18 pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Tahun 1999 Pasal 1 ayat (5), “Kontrak kerja kon- huruf d, terdiri atas:
struksi adalah keseluruhan dokumen yang men-
gatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan A. Kontrak Pengadaan Pekerjaan Tunggal; dan
penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan
B. Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi.
konstruksi”. Dalam Peraturan Presiden Republik In-
donesia No. 70 Tahun 2012, Pasal 1 ayat (22), Ketentuan mengenai perubahan kontrak dalam Per-
juga terdapat pengertian mengenai kontrak,
pres No. 70 Tahun 2012 terdapat pada pasal 87
“Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya
disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi
PPK den-gan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana lapan-gan pada saat pelaksanaan, dengan gambar
swake-lola”. dan/ atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam
Doku-men Kontrak, PPK bersama Penyedia
2.1. Bentuk-Bentuk Kontrak Konstruksi
Barang/Jasa dapat melakukan perubahan pada
Pembagian jenis-jenis kontrak konstruksi terdapat Kontrak yang meliputi:
dalam Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 Ten- A. Menambah atau mengurangi volume pekerjaan
tang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No.
yang tercantum dalam Kontrak;
54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, Pasal 50, yang bunyinya sebagai beri- B. Menambah dan/atau mengurangi jenis peker-
kut. jaan;

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa meliputi: C. Mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai


dengan kebutuhan lapangan; atau
A. Kontrak berdasarkan cara pembayaran;
D. Mengubah jadwal pelaksanaan.
B. Kontrak berdasarkan pembebanan Tahun
Angga-ran; Perubahan Kontrak yang disebabkan masalah ad-
ministrasi, dapat dilakukan sepanjang disepakati
C. Kontrak berdasarkan sumber pendanaan;
kedua belah pihak.
dan D. Kontrak berdasarkan jenis pekerjaan. Ketentuan mengenai Perubahan Kontrak dalam
Per-men PU No: 14/PRT/M/2013 pada dasarnya
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan cara
men-gacu pada ketentuan Perubahan Kontrak pada
pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Per-pres No. 70 Tahun 2012, hanya saja dalam
huruf a, terdiri atas:
Permen PU No: 14/PRT/M/2013, terdapat
A. Kontrak Lump Sum; penjelasan yang lebih terperinci. Ketentuan
tersebut diatur dalam pasal 36, 37, 38, 39 dan 40.
B. Kontrak Harga Satuan; Perubahan harga kon-trak akibat adanya
penyesuaian harga (eskalasi/de-eskalasi).
C. Kontrak gabungan Lump Sum dan Harga Satuan;
2.2. Istilah-Istilah Dalam Perubahan Kontrak
D. Kontrak Persentase; dan
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, terjadin-ya
E. Kontrak Terima Jadi (Turnkey). perubahan kontrak merupakan hal yang umum
terjadi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan pem- yang mempengaruhi pelaksanaan peker-jaan
bebanan Tahun Anggaran sebagaimana dimaksud konstruksi itu sendiri. Besarnya kemungkinan
pada ayat (2) huruf b, terdiri atas: terjadinya perubahan dalam pelaksanaan peker-jaan
konstruksi menyebabkan perlunya pengaturan yang
A. Kontrak Tahun Tunggal; jelas mengenai perubahan kontrak konstruksi. Dalam
hal perubahan kontrak konstruksi tersebut, terdapat
dan B. Kontrak Tahun Jamak.
tiga istilah yang sering digunakan, yaitu

1 - 42 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Adendum, Contract Change Order (CCO), dan der bisa didefinisikan sebagai modifikasi dari origi-
Varia-tion Order. Agar lebih mudah dipahami, nal contract. Pengertian Change Order menurut
berikut akan diberikan penjelasan mengenai Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pe-
definisi dari masing-masing istilah tersebut. kerjaan Umum (1999) adalah pekerjaan tambah
kurang untuk menyesuaikan volume lapangan atau
2.3. Adendum dan Amandemen perubahan skedul tanpa merubah pasal-pasal kon-
trak. Berdasarkan pengertian tersebut, change or-
Dilihat dari arti katanya, addendum adalah der dapat didefinisikan sebagai suatu kesepakatan
lampiran, suplemen, tambahan. Pendapat lain antara pemilik proyek dan kontraktor untuk mere-
menyatakan jika pada saat kontrak berlangsung visi pekerjaan (baik volume maupun skedul) sesuai
ternyata ter-dapat hal-hal yang belum cukup diatur dengan kondisi lapangan.
dalam kon-trak tersebut, dapat dilakukan
musyawarah untuk suatu mufakat akan hal yang Lebih lanjut, Untung Slamet menyatakan bahwa Ad-
belum diatur tersebut. Untuk itu ketentuan atau endum dan Amandemen Kontrak merupakan produk
hal-hal yang belum dia-tur tersebut harus lanjutan dari CCO (Contract Change Order). Jika ter-
dituangkan dalam bentuk tertulis sama seperti jadi CCO berarti akan terjadi Adendum atau Aman-
kontrak yang telah dibuat. Pengaturan ini umum demen Kontrak, sedangkan jika terjadi Adendum atau
disebut dengan adendum atau amande-men. Amandemen Kontrak belum tentu telah terjadi CCO.
Hal ini dikarenakan Adendum atau Amande-men bisa
Banyak pihak yang menganggap sama arti dari kata
hanya merubah atau menambah isi atau pasal yang
adendum dan amandemen. Dari segi arti kat-anya,
terdapat dalam kontrak tanpa merubah ruang lingkup
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Online
pekerjaan, sehingga Adendum atau Amandemen tidak
Version), definisi kata adendum dan amandemen
selalu diikuti dengan CCO.
memang terlihat mirip. Amandemen/amendemen
berarti : 1. Usul perubahan undang-undang yang 2.5. Variation Order
dibicarakan di Dewan Perwakilan Rakyat dsb: hak -;
2. penambahan pada bagian yang sudah ada. Berdasarkan FIDIC dalam klausa 13, perubahan
Aden-dum : 1. Jilid tambahan (pada buku); kontrak didefinisikan dalam bentuk istilah variasi
lampiran; 2. ketentuan atau pasal tambahan, misal (variation) fan penyesuaian (Adjusment). Variasi be-
dalam akta. Jadi menurut Kamus Besar Bahasa rarti semua perubahan terhadap Pekerjaan, yang di-
Indonesia, kata amandemen dan adendum sama- perintahkan atau disetujui sebagai suatu perubahan
sama mengand-ung arti ‘penambahan’. berdasarkan Klausula 13 [Variasi dan Penyesuaian].
Sedangkan penyesuaian merupakan bagian dari va-
Berdasarkan arti kata tersebut diatas, dapat dilihat riasi yang dibagi dalam dua jenis yaitu penyesuaian
bahwa kata amandemen memiliki makna yang lebih akibat perubahan peraturan dan penyesuaian aki-bat
luas dari adendum. Kata amandemen mengandung perubahan biaya. Perubahan dalam penyesuaian
arti merubah, sedangkan kata adendum (berasal dari berasal dari faktor eksternal proyek misalnya keter-
bahasa inggris add) mengandung arti penam-bahan. lambatan pekerjaan karena perubahan perundang-
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jika undangan dan perubahan biaya proyek akibat nilai
adendum merupakan bagian dari amandemen, dimana tukar mata uang yang menurun.
jika terjadi penambahan/pengurangan, maka otomatis
terjadi perubahan. Dalam perkem-bangannya, istilah 2.6. Amandemen Kontrak
yang umum digunakan dalam kontrak konstruksi di
Indonesia adalah adendum, seperti yang disebutkan Amandemen Kontrak adalah perubahan Kontrak atas
dalam Permen PU No: 07/ PRT/M/2011 Tentang dasar kesepakatan kedua belah Pihak yaitu Kontraktor
Standar Dan Pedoman Pen-gadaan Pekerjaan dan Pengguna Jasa dan harus mengikuti peraturan
Konstruksi Dan Jasa Konsultansi, Pasal 34 ayat (1). perundangan yang berlaku. Berdasar-kan ketentuan-
ketentuan yang ada sebenarnya CCO (Contract
Change Order), Addendum dan Aman-demen Kontrak
2.4. Change Order adalah istilah yang sama, hanya Addendum dan
Amandemen Kontrak merupakan produk lanjutan dari
Dalam setiap proyek konstruksi sering kali terjadi CCO (Contract Change Order). Jika terjadi CCO berarti
perubahan atau yang biasa disebut dengan change akan terjadi Addendum atau Amandemen Kontrak,
order. Change order tersebut bisa terjadi sejak awal, sedangkan jika terjadi Ad-dendum atau Amandemen
pertengahan maupun pada akhir pekerjaan konstruksi. belum tentu telah terjadi CCO. Dilihat dari dasar
Menurut Fisk (2006) change order meru-pakan surat alasannya Perpres 54 tahun 2010 Pasal 87 Ayat 1
kesepakatan antara pemilik proyek dan kontraktor tentang Perubahan Kontrak menyatakan, dalam hal
untuk menegaskan adanya revisi-revisi rencana, dan terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat
jumlah kompensasi biaya kepada kon-traktor yang pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi
terjadi pada saat pelaksanaan kon-struksi, setelah teknis yang ditentukan dalam Dokumen Kontrak, PPK
penandatanganan kontrak kerja antara pemilik dan bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan
kontraktor. Pendapat lain, yaitu menurut perubahan Kontrak yang meliputi:
Schaufelbeger & Holm (2002), change or-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 43
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

A. menambah atau mengurangi volume pekerjaan A. Adendum akibat perubahan jadwal pelaksanaan
yang tercantum dalam Kontrak; pekerjaan atau sering disebut Adendum Waktu.

B. menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan; B. Adendum akibat penyesuaian harga/eskalasi


atau sering disebut sebagai Adendum
C. mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai Penyesuaian Harga/Eskalasi atau sering disebut
dengan kebutuhan lapangan; atau Adendum Harga/Nilai Kontrak. Basanya
adendum jenis ini untuk kontrak tahun jamak
D. mengubah jadwal pelaksanaan.
(multy years con-tract) atau terdapat kenaikan
harga bahan bakar minyak.
Perka LKPP No. 2 tahun 2011 tentang Standar
Dokumen Pengadaan pada Bagian Syarat-syarat 2.7. Prosedur Amandemen Kontrak Pada
Umum Kontrak (SSUK) Klausul Addendum atau
ProyekPembangunan Bendung X
Perubahan Kontrak dalam hal ini diambil dari
Standar Dokumen Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Bendung X yang merupakan salah
Metoda Pascakualifikasi. satu paket pekerjaan dalam proyek Pembangunan
Daerah Irigasi (D.I.) adalah salah satu proyek PIR-
Berdasarkan ketentuan di atas jelas dapat diketahui
IMP yang sumber dananya berasal dari dana pin-
bahwa Perubahan kontrak dapat dilakukan dengan
jaman (loan) Bank Pemerintah Jepang (JBIC/JICA).
Adendum Kontrak. Artinya segala sesuatu peruba-han Oleh karena itu segala peraturan yang berkaitan
pada kontrak dilakukan melalui Adendum Kon-trak. dengan pendanaan mengikuti peraturan dari JBIC/
Jenis Adendum Kontrak adalah: JICA. Begitu pula peraturan tentang amandemen
kontrak, terdapat prosedur dan persyaratan yang
A. Adendum akibat perubahan lingkup pekerjaan
harus dipenuhi oleh penyedia jasa. Lingkup pe-
(CCO) atau sering disebut Adendum Tambah/
rubahan/amandemen kontrak yang disetujui oleh
Kurang, yang terbagi menjadi 4 (empat) jenis
penyandang dana dapat dikelompokkan menjadi
perlakuan, yaitu:
tiga kelompok, seperti terlihat pada Gambar 1, Se-
1. Adendum Tambah/Kurang, nilai kontrak tetap; dangkan untuk prosedur pengajuan dan persetu-
juan amandemen, seperti terlihat pada Gambar 2
2. Adendum Tambah/Kurang, nilai kontrak ber- dan Gambar 3. Untuk prosedur pengajuan dan per-
tambah; syaratan pekerjaan tambah (additional work) dan
klaim penyesuaian harga, dapat dilihat pada Gam-
3. Adendum Tambah/Kurang, nilai kontrak bar 4 dan Gambar 5.
tetap, target/sasaran berubah.

4. Adendum Tambah/Kurang, nilai kontrak


bert-ambah, target/sasaran berubah.

Gambar 1. Lingkup Amandemen Kontrak


(Sumber: Hartoyo, 2012)

1 - 44 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Gambar 2. Alur Dokumen Amandemen Kontrak


(Sumber: Hartoyo, 2012)

Gambar 3. Alur Amandemen Berdasarkan Kontrak


(Sumber: Hartoyo, 2012)

Gambar 4. Prosedur Amandemen Pekerjaan Tambah


(Sumber: Hartoyo, 2012)

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 45
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Gambar 5. Alur Klaim Penyesuaian Harga


(Sumbe: Hartoyo, 2012)

2.8. Lampiran Amandemen Pekerjaan Tambah


(Additional Work)

A. Surat perintah PPK

B. Surat Konfirmasi Kontraktor & Usulan utk


penambahan Waktu atau penambahan biaya;

C. Berita Acara Negosiasi berikut data pendukung;

D. Surat usulan PPK ke Direktorat; dan

E. Persetujuan Explanatory Note dari JICA.

2.9. Lampiran Amandemen Klaim Penyesuaian


Harga (Price Adjustment)

A. Surat pengajuan Kontraktor; dan

B. LHP BPKP dan Surat Deputi Investigasi BPKP.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi kebijakan ataupun


studi terapan yang tujuannya adalah untuk menge-
tahui permasalahan terkait Contract Change Order
(CCO) terhadap Cost variant (perbedaan angga-
ran)dan Time variant (perbedaan waktu)s, dengan
pendekatan metode Influence Diagram. Data yang Gambar 6. Diagram Alir Metode Penelitian
digunakan adalah data dokumen kontrak pemban-
Karakterisasi sistem merupakan pendekatan kondisi
gunan bendung, dokumen amandemen kontrak,
dunia nyata yang berhubungan dengan suatu per-
gambar konstruksi, schedule dan dokumen lainnya
masalahan digambarkan dalam sebuah sistem. Solusi
yang terkait dengan Amandemen. Langkah-
dari permasalahan didefinisikan sebagai tu-juan
langkah penelitian yang akan dilakukan dapat
(goal). Proses mendeskripsikan suatu sistem
dilihat pada Gambar 6.

1 - 46 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

membutuhkan pemahaman inti dan konsep yang Langkah selanjutnya adalah membuat Influence
digunakan dalam pendekatan sistem (system ap- Diagram, dengan cara menggabungkan semua dia-
proach). Permasalahan dalam dunia nyata, biasanya gram alir kronologis amandemen yang sudah dibuat
sangat kompleks. Jika sistem dilihat dan dideskripsi- sebelumnya. Melalui Influence Diagram dapat dik-
kan secara keseluruhan, maka permasalahan men-jadi etahui adanya keterkaitan dan ketergantungan an-
tercampur (involved) dan tidak teratur (unman- tara variabel penyebab amandemen yang satu den-
ageable). Tidak semua fitur dunia nyata relevan gan yang lainnya. Dari diagram ini semakin jelas
sebagai solusi, sehingga penjelasan secara parsial teridentifikasi faktor-faktor apa saja yang menjadi
biasa digunakan. Penjelasan secara parsial biasanya faktor independent penyebab terjadinya CCO.
disebut sebagai karakterisasi sistem. Karakterisasi
sistem hanya melibatkan fitur-fitur yang relevan Tahap terakhir adalah mengetahui dampak/akibat
membuat sebuah solusi. Karakterisasi sistem meru- dari faktor-faktor tersebut yang berpengaruh ter-
pakan proses penyederhanaan (simplification) dan hadap pelaksanaan proyek terutama pengaruhnya
idealisasi (idealization). terhadap perbedaan waktu (time variant) dan per-
bedaan biaya (cost variant).
Sebuah sistem didefinisikan sebagai sekumpulan
objek yang saling berhubungan. Objek memiliki 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
atribut-atribut yang dideskripsikan sebagai param-
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan pada
eter dan variabel. parameter adalah atribut
intrinsik sebuah objek. Sedangkan variabel adalah proyek Pembangunan Bendung X, terjadi sampai
sesuatu yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan 15 kali amandemen. Kejadian tersebut bukanlah
interak-si atau hubungan antar objek-objek dalam ses-uatu yang diinginkan semua pihak namun
suatu sistem. Karakterisasi sistem dapat kejadian tersebut mengharuskan diadakannya
digambarkan dalam influence diagram. Influence perubahan untuk mencapai suatu tujuan dan untuk
diagram sering digunakan untuk menggambarkan memper-baiki sesuatu yang dinilai masih kurang.
suatu pendeka-tan proses.
Dari keseluruhan kronologis terjadinya amande-
Influence diagram adalah representasi grafis dari men ke-1 sampai dengan ke-16, dapat
suatu model keputusan yang digunakan untuk digabungkan menjadi satu kesatuan sistem dalam
membantu perancangan model, pengembangan bentuk Influ-ence diagram, seperti terlihat pada
dan pemahaman. Kata influence merujuk pada gambar berikut ini.
keter-gantungan suatu variabel pada tingkatan
Mengacu pada Gambar 7, kejadian tersebut bermu-la
tertentu terhadap variabel yang lainnya. Ada 4
atau diawali oleh sebanyak sepuluh faktor yang
simbol utama yang digunakan untuk membuat
merupakan variabel yang bersifat bebas (indepen-
influence diagram, yaitu:
dent), yaitu variabel yang tidak dipengaruhi atau
A. Kotak (rectangle) menunjukkan variabel kepu- disebabkan oleh variabel lain, tapi justru mempen-
tusan, kepastian, sesuatu yang dapat dikendal- garuhi/menyebabkan timbulnya variabel lain, se-
ikan (decision, certainty, controllable); hingga variabel inilah yang merupakan faktor-faktor
penyebab terjadinya CCO. Kesepuluh faktor penye-
B. Lonjong (oval) menunjukkan variabel bab terjadinya CCO adalah:
ketidakpas-tian, sesuatu yang tidak dapat
A. Kebijakan/Peraturan Pemerintah
dikendalikan (un-certainty, uncontrollable);

C. Segi enam (hexagonal) menunjukkan variabel B. Kondisi lapangan/lokasi


hasil, keluaran baik bersifat intermediate mau-
pekerjaan C. Kondisi cuaca
pun final (result, output); dan
D. Perubahan kondisi alam pada Daerah Aliran
D. Garis panah (arrow) menunjukkan pengaruh
Sun-gai (DAS)
hubungan, ketergantungan diantara variabel.
E. Penyelidikan tanah kurang detail
3.1. Proses Analisis Data
F. Inflasi
Dalam melakukan analisis data, proses awal yang
dilakukan adalah membuat diagram kronologis ter-
G. Kebijakan penyandang dana Loan dari JICA
jadinya CCO pada setiap dokumen Amandemen I
(com-mitment charge)
sampai dengan XVI. Dari setiap diagram kronol-ogis
amandemen I s/d XVI selanjutnya mencari H. Kebijakan penyedia jasa
(mengidentifikasi) penyebab awal yang mendasari
terjadinya CCO (amandemen) tersebut. Penyebab I. Cash flow kontraktor tidak mampu mengejar
awal inilah yang disebut dengan faktor independent, progress
yaitu faktor atau variable yang tidak dipengaruhi/
disebabkan oleh faktor atau variable lainnya. J. Desain (shop drawing)

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 47
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Gambar 7. Influence Diagram Proses Terjadinya CCO


Sumber: Hasil Olahan Data Pada Dokumen Proyek Pembangunan Bendung X
Terlihat pada Gambar 7, terdapat sembilan faktor faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pe-
penyebab yang merupakan variabel yang bersifat rubahan nilai kontrak. Berikut Tabel 2 di bawah ini tidak
pasti (uncertainty/uncontrollable), dan hanya adalah faktor penyebab terjadinya CCO yang men-satu
faktor yang bersifat pasti (certainty/control- gakibatkan perubahan nilai kontrak. lable) yaitu faktor desain
(shop drawing).
Tabel 1. Kronologis Perubahan Nilai Kontrak

Sumber: Hasil Olahan Pada Dokumen Proyek Pembangunan Bendung

Amandemen kontrak yang terjadi pada proyek Pem- Dari Tabel 1 dan 2, terlihat bahwa terdapat tiga
bangunan Bendung X yang berpengaruh terhadap ala-san yang mengakibatkan perubahan nilai
perubahan nilai kontrak, terbagi menjadi dua pe- kontrak yaitu:
rubahan, yaitu perubahan penambahan dan pengu-
rangan. Akan tetapi perubahan penambahan adalah A. Perubahan Desain, yaitu perubahan pada de-
yang paling dominan terjadi dan yang paling mem- sain rencana struktur pondasi bendung setelah
pengaruhi terhadap perubahan nilai kontrak. Pe- dilakukan penyelidikan tanah ulang, mengaki-
rubahan pengurangan hanya sebagian kecil terjadi batkan penambahan sebesar 25,11% dari nilai
dan tidak terlalu berpengaruh. Perubahan nilai kon- kontrak awal.
trak dari setiap amandemen disajikan pada Tabel 1.
B. Eskalasi, sesuai dengan kesepakatan dalam kon-
Dari alasan-alasan perubahan amandemen, ber- trak bahwa untuk proyek multi years dapat di-
dasarkan Influence Diagram dapat dicari faktor- lakukan penyesuaian harga (eskalasi), mengaki-

1 - 48 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 2. Faktor yang Mengakibatkan Perubahan Nilai Kontrak

Sumber : Hasil Olahan Pada Dokumen Proyek Pembangunan Bendung X


batkan penambahan sebesar 5,64% dari nilai 2. Desain rencana (shop drawing) yang kurang
kontrak awal. detail dan teliti

C. Perhitungan Mutual Check (MC), mengakibatkan Perubahan waktu pelaksanaan kontrak yang terjadi
pengurangan sebesar 3,91% dari nilai kontrak pada proyek Pembangunan Bendung X adalah pe-
awal. Pada saat dilakukan perhitungan MC, ter- rubahan penambahan waktu yang sebagian besar
jadi pengurangan volume pekerjaan dan pengu- disebabkan oleh faktor cuaca. Penambahan waktu
rangan beberapa item pekerjaan yang tidak jadi penyelesaian kontrak dari setiap amandemen disa-
dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena pada jikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kronologis Perubahan Waktu Kontrak

Sumber : Hasil Olahan Pada Dokumen Proyek Pembangunan Bendung X

tahap perencanaan, desain terlalu boros dan Dari Tabel 3, penambahan waktu yang terjadi
kurang detail dalam melakukan pengukuran vol- adalah sebesar 360 hari atau sebesar 32,88% dari
ume di lokasi pekerjaan. waktu penyelesaian kontrak awal, dengan rincian
alasan perubahan sebagai berikut:
Berdasarkan Tabel 2, faktor penyebab perubahan
nilai kontrak dibagi menjadi dua, yaitu: A. Perubahan desain, mengakibatkan penambahan
waktu sebesar 120 hari atau sebesar 10,96%
A. Faktor yang mengakibatkan penambahan nilai dari waktu kontrak awal.
kontrak :
B. Pemindahan lokasi quarry, kondisi cuaca,
1. Penyelidikan tanah yang kurang detail pada peruba-han desain dan penambahan lingkup
saat tahap perencanaan pekerjaan, secara total mengakibatkan
penambahan waktu sebesar 240 hari atau
2. Desain rencana (shop drawing) yang kurang sebesar 21,92% dari wak-tu kontrak awal.
matang
Berdasarkan Influence Diagram dan Tabel 3, faktor
3. Inflasi penyebab terjadinya perubahan waktu
penyelesaian kontrak seperti pada Tabel 4.
B. Faktor yang mengakibatkan pengurangan nilai
kontrak :

1. Kondisi lapangan/lokasi pekerjaan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 49
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 4. Faktor yang Mengakibatkan Perubahan Waktu Kontrak

Sumber : Hasil olahan pada Dokumen proyek Pembangunan Bendung X


10,96% dari waktu kontrak awalnya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan waktu


kontrak adalah sebagai berikut:
5.1. Kesimpulan
1. Kondisi cuaca ektrem disebabkan oleh faktor
Berdasarkan hasil analisis yang telah di lakukan cu-aca, pemindahan lokasi quarry disebabkan
pada ke enam belas amandemen, yang paling oleh faktor adanya Kebijakan/Peraturan
sering terjadi dan mengakibatkan amandemen itu Pemerintah Daerah dan penambahan lingkup
terbit adalah adanya perubahan nilai kontrak yang kerja disebab-kan oleh faktor perubahan kondisi
dise-babkan oleh eskalasi (penyesuaian harga) alam pada Daerah Aliran Sungai.
sebanyak empat kali, pekerjaan tambah kurang
berdasarkan perhitungan MC sebanyak dua kali, 2. Perubahan desain disebabkan oleh faktor peny-
dan perubahan desain sebanyak satu kali. elidikan tanah yang kurang detail; dan gambar
desain yang kurang matang.
Secara teknis kesemuanya itu yang paling besar
pengaruh dan dampaknya terhadap perubahan nilai Dari semua kesimpulan diatas secara teknis CCO
kontrak adalah perubahan desain yang mengakibat- terjadi karena adanya perubahan desain yang dise-
kan penambahan nilai kontrak sebesar 25,11% dari babkan oleh penyelidikan tanah yang kurang detail
nilai kontrak awal, disusul eskalasi sebesar 5,64% dan sehingga waktu dan biaya jadi bertambah.
akibat perhitungan MC sebesar 3,91%.
5.2. Saran
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan nilai
kontrak adalah sebagai berikut: Solusi agar kejadian tidak terulang maka diperlu-
kan perencanaan yang sedetail mungkin dan
A. Perubahan desain disebabkan oleh faktor peny- dilaku-kan feasibility study untuk meminimalisir
elidikan tanah yang kurang detail; dan gambar terjadinya perubahan desain yang bisa
desain yang kurang matang. mengakibatkan waktu dan penambahan biaya.

B. Eskalasi disebabkan oleh faktor inflasi. DAFTAR PUSTAKA

C. Perhitungan MC disebabkan oleh faktor kondisi Abdel Rashid Ibrahim; El-Mikawi Mohamed A. &
lapangan/lokasi pekerjaan; dan gambar desain Saleh Mohammed E. Abdel-Hamid, (2012),
yang kurang detail dan teliti. “The Impact of Change Orders on Construc-
tion Projects Sports Facilities Case Study”,
Disamping karena perubahan nilai kontrak, aman- Journal of American Science, 8(8), pp: 628
demen juga disebabkan oleh adanya perubahan – 631
waktu penyelesaian kontrak yang disebabkan oleh
perubahan desain yang terjadi sebanyak dua kali, Alaryan A., Emadelbeltagi, Elshahat A., Dawood M,
dan pemindahan lokasi quarry, kondisi cuaca yang (2014), ”Causes and Effects of Change Orders
ekstrem, dan penambahan lingkup kerja yang on Construction Projects in Kuwait”, Int. Jour-
mas-ing-masing terjadi hanya satu kali. nal of Engineering Research and Applications,
Vol. 4, Issue 7( Version 2), pp.01-08
Namun yang paling besar pengaruh dan dampaknya
terhadap perubahan waktu penyelesaian kontrak Amin, Jurisman., Said, Taufiq., dan Mubarak. (2013).
adalah kondisi cuaca ekstrem, pemindahan lokasi “Penyebab Variation Order dan Dampak Pada
quarry dan penambahan lingkup kerja yang men- Pelaksanaan Proyek Konstruksi Jembatan
gakibatkan penambahan waktu sebesar 21,92% dari (Studi Kasus Pada Pelaksanaan Proyek Kon-
waktu kontrak awal, sedangkan perubahan de-sain struksi Jembatan di Provinsi Aceh)”, Jurnal
hanya mengakibatkan penambahan sebesar Teknik Sipil, Pascasarjana Universitas Syiah

1 - 50 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Kuala, Banda Aceh. Volume 2, ISSN 2302- kumen Pengadaan pada Bagian Syarat-
0253. syarat Umum Kontrak (SSUK) Klausul
Addendum atau Perubahan Kontrak.
Barrie, Donald S, and Paulson, Boyd C Jr. (1992).
Professional Construction Management, Permen PU No: 14/PRT/M/2013 Tentang Standar
third edition. Singapore, Mc Graw-Hill Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Kon-
struksi Dan Jasa Konsultansi.
Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ten-
tang Perikatan. Perpres No. 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Ked-
ua Atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010
Direktorat Bina Marga, Departemen Pekerjaan Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Umum dan Kimpraswil, Bagian Proyek Pen-
ingkatan Sistim dan Kinerja Manajemen Sapulette, Willem. (2009). “Analisa Penyebab dan
Pelaksana Tengah, Direktorat Bina Pelaksana Pengaruh Change Order Pada Proyek Infra-
Wilayah Tengah. (1999). Pedoman Praktis struktur dan Bangunan Gedung di Ambon”,
Kendali Mutu Pelaksanaan Proyek. Direktorat Jurnal Teknologi, Volume 6 Nomor 2 (627 –
Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum 633).
dan Kimpraswil, Jakarta.
Schaufelberger, John E., and Holm, Len. (2002).
Echols, John M., dan Shadily, Hassan. (2014). Ka- Management of Construction Project A Con-
mus Inggris Indonesia. PT. Gramedia structor’s Perspective. Prentice Hall, New Jer-
Pustaka Utama, Jakarta. sey.

Ervianto, Wulfram I. (2002). “Manajemen Proyek Schaufelberger, John E., and Holm, Len. (2002).
Konstruksi”. Andi, Yogyakarta. Management of Construction Project A Con-
structor’s Perspective, New Jersey, Prentice
Fakhrizal. (2013). “Identifikasi Penyebab dan Dam- Hall
pak Contract Change Order Terhadap Biaya
dan Kualitas Pada Proyek Gedung di Kota Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) No. 18 Ta-
Padang”, Artikel, Program Studi Teknik Sipil, hun 1999.
Program Pascasarjana, Universitas Bung Hat-
ta. Wicaksono, Frans S. (2008). “Panduan lengkap
membuat surat-surat kontrak”. Visimedia,
Gumolili, Sandy A., dan Sompie, B. F., dan Rantung, Jakarta.
J.P. (2012). “Analisa Faktor-Faktor Penyebab
Change Order dan Pengaruhnya Terhadap http://id.wikipedia.org/wiki/Addendum, tanggal 06
Kinerja Waktu Pelaksanaan Proyek Konstruksi April 2015, pukul 17:06 WIB.
di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi
http://id.wikipedia.org/wiki/Amendemen, tanggal
Utara”, Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol. 2,
06 April 2015, pukul 17:02 WIB.
No. 4, ISSN 2087-9334 (247-256).

Hanna, A. S., Camlic, R., Peterson, P. A.,


Nordheim, E. V. (2002), “Quantitative http://kbbi.web.id/amendemen, tanggal 06 April
Definition of proj-ects Impacted by Change 2015, pukul 16:20 WIB.
Orders”, Journal of Construction Engineering
http://kbbi.web.id/adendum, tanggal 06 April
and Management. 128(1)
2015, pukul 16:22 WIB.
Hanna, Award S., Russel, Jeffrey S., Gotzion, Timo-
http://kbbi.web.id/variasi, tanggal 09/04/2015,
thy W., Nordheim, erik V (1999). “Impact of
pu-kul 11:56 WIB.
Change Order on Labor Efficiency for Mechani-
cal Construction”. Journal of Construc-tion En- http://pengadaaneprocurement.blogspot.com/
gineering and Management, 125,p.176-184 2014/12/pengertian-cco-contract-change-
order.html, tanggal 08/04/2015,pukul 16:33
Hartoyo. (2012). Amandemen Kontrak Loan dan
APBN.

Hinze, J., “Construction Contracts”, McGraw Hill,


Second Edition (2001)

Knapp, Charless L. dan Nathan M. Crystal, 1993:2,


dalam Salim H.S. (2010). Hukum Kontrak.
Sinar Grafika, Jakarta.

Perka LKPP No. 2 tahun 2011 tentang Standar Do-

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 51
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

PENERAPAN TELEMETRI BERBASIS WEBSITE PADA


PEMANTAUAN DEFORMASI PERMUKAAN BENDUNGAN SERMO
Ajat Sudrajat

Teknik Pengaian Ahli Madya


Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak,
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Email: irajat9@gmail.com

Abstract

Corresponding decision of the Director General of Water Resources / Dam Safety Commission Chairman,
Since the dam exploited examinations performed on the results of periodic checks on the deformation that
occurs in the foundation rocks, cliffs pedestal, and the body of the dam. The accuracy of data regarding
this should be checked every year, in order to anticipate the prevention of the occurrence of disasters
caused by deformation due to the movement of dam horizontally or vertically because of a movement of
the dam as earthquakes, avalanches, leakage, etc. can be done through monitoring the deformation of
the surface of the dam Sermo with telemetry-based website.

Keyword: deformation monitoring, dam

Abstrak

Sesuai Keputusan Direktur Jenderal Sumber Daya Air/ Ketua Komisi Keamanan Bedungan, Sejak bendungan
dieksploitasikan dilakukan pemeriksaan pada hasil pemeriksaan berkala mengenai deformasi yang terjadi pada
batuan fondasi, tebing tumpuan, dan tubuh bendungan. Ketelitian data mengenai ini harus diperiksa setiap
tahun, agar dapat diantisipasi pencegahan dari terjadinya bencana akibat terjadinya deformasi akibat
pergerakan bendungan secara horizontal maupun vertikal yang disebabkan terjadinya pergerakan Bendungan
seperti Gempa bumi, longsoran, kebocoran, dan sebagainya, dapat dilakukan melalui pemantauan deformasi
permukaan bendungan sermo dengan telemetri berbasis website.

Kata Kunci: pemantauan deformasi, Bendungan

1 - 52 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN antara lain bendungan, jembatan, gedung-gedung


tinggi, pelabuhan udara, serta pelabuhan laut,
Bendungan Sermo berada di Propinsi Daerah dan hal ini perlu mendapatkan pemantauan secara
Istimewa Yogyakarta, terletak di Kabupaten Kulon intensif agar fungsi dari infrastruktur tersebut dapat
Progo, lebih kurang 37 km dari kota Yogyakarta. dipertahankan.
Studi kelayakan bendungan Sermo dilakukan oleh
Mac. Donald tahun 1980, dilanjutkan oleh PT. Indra Kebutuhan akan sistem pemantauan deformasi
Karya tahun 1985 dan 1991, dan “Final Assesment of bendungan secara real time dengan menggunakan
Sermo Dam” dilakukan oleh ELC-Electrocosult pada sensor secara tiga dimensi dan satu dimensi baik
tahun 1992. Pelaksanaan pembangunan Bendungan untuk static dan dynamic movements sangat
Sermo dilakukan oleh Kontraktor Hyundai-Duta penting dilakukan. Sebagai langkah uji coba,
Graha Indah, JO. Kontrak kerja ditandatangani 28 sebuah kegiatan penerapan teknologi pemantauan
Februari 1994, dengan waktu pelaksanaan 32 bulan. deformasi bendungan berbasis stasiun aktif GPS/
Pengawas pelaksanaan konstruksi dilakukan oleh GNSS – CORS (Global Positioning System/Global
proyek dibantu oleh konsultan pengawas asosiasi Navigation Satellite System - Continously Operating
antara ELC-Electroconsult dari Itali dengan PT. Bina Reference Station) akan diimplementasikan di
Karya dan PT. Wiratman dari Indonesia. bendungan Sermo di desa Hargowilis, kecamatan
Kokap, kabupaten Kulon Progo, propinsi Daerah
Manfaat dibangunnya Bendungan Sermo adalah Istimewa Yogyakarta
untuk suplesi daerah irigasi Sistem Kalibawang
dengan total area 7.152 Ha, yang merupakan 1.2. Maksud
interkoneksi dari beberapa daerah irigasi yang terdiri
dari DI (Daerah Irigasi) Kalibawang, DI Clereng, Kegiatan ini adalah merupakan implementasi dari
DI Kamal, DI Pengasih, dan DI Pekikjamal. Selain early warning system atau peringatan dini yang
kebutuhan irigasi, air dari bendungan Sermo juga dimaksudkan untuk melakukan antisipasi dari
digunakan untuk air baku air minum Kabupaten terjadinya deformasi, yang diakibatkan oleh gempa
Kulon Progo sebesar 150 lt/dtk (baru dimanfaatkan antara lain dapat meningkatkan deformasi tubuh
30 lt/dtk) dan penggelontoran kota Wates sebesar bendungan, seperti pergeseran secara horizontal,
50 lt/dtk. Data teknis bendungan Sermo ditunjukkan penurunan atau settlement timbunan, longsoran
dalam Tabel 1. atau sliding yang bermanfaat menjaga keselamatan
Tabel 1. Tabel Data Teknis Bendungan Sermo

1.1. Latar Belakang warga masyarakat yang tinggal di sekitar


bangunan tersebut, dan infrastruktur
Wilayah Negara Republik Indonesia berada pada
perbenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Untuk mendukung implementasi peralatan atau
Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng India-Australia infrastruktur monitoring deformasi bendungan
dan apabila kita tinjau secara geologis wilayah Negara yang akan dipasang di bendungan Sermo
Republik Indonesia berada pada pertemuan 2 jalur diperlukan daya dukung sistem komunikasi data
gempa utama yaitu jalur gempa Sirkum Pasifik dan yang handal. Mengingat letak peralatan atau
jalur gempa Alpide Transasiatic, dengan melihat infrastruktur monitoring bendungan yang tersebar
kondisi ini, pergerakan-pergerakan permukaan bumi dibeberapa titik di area waduk Sermo dan sistem
yang bersumber dari aktivitas gunung api dan gempa monitoring yang harus dapat diakses oleh pada
bumi merupakan kejadian yang sangat sering pemangku kepentingan di kantor Balai Besar
dijumpai, bahkan gempa yang cukup besar Wilayah Sungai Serayu Opak di Janti Yogyakarta,
berkekuatan 5,9 SR melanda Daerah Istimewa maka diperlukan perancangan komunikasi data
Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 dan gempa nirkabel yang handal dan sesuai dengan kebutuhan
dengan kekuatan 7,3 SR melanda Tasikmalaya pada sistem monitoring deformasi pada bendungan yang
tanggal 2 September 2009. Hal ini akan akan diimplementasikan tersebut.
mempengaruhi posisi-posisi infrastruktur

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 53
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1.3. Tujuan.
Tujuan dari Kegatan ini adalah merupakan
kegiatan pemantauan agar dapat diantisipasi
pencegahan dari terjadinya bencana akibat
terjadinya deformasi akibat pergerakan bendungan
secara horizontal maupun vertikal yang disebabkan
terjadinya pergerakan Bendungan seperti Gempa
bumi, longsoran, kebocoran, dan sebagainya,
melalui sistem informasi yang diperoleh secara
terus menerus dan waktu nyata (real time). Selain
itu metode pemantauan dilakukan secara simultan
menggunakan beberapa sensor baik statik maupun
dinamik dan di tempat-tempat tertentu dipasang
Video Surveilance System menggunakan Internet
Protocol (IP) Camera. Data hasil pemantauan
dibentuk dalam satu sistem pemantuan yang
mudah diakses oleh para pemangku kepentingan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pemantauan Deformasi menggunakan melalui


sistem informasi telemetri berbasis web site yang
dilakukan secara terus menerus dengan waktu
nyata (real time) dibandingkan dengan Hasil yang
diperoleh dengan menggunakan metode
konvensional akan lebih efisien

Hasil studi menunjukkan korelasi yang jelas antara


perubahan tingkat air waduk dan deformasi
bendungan, sehingga membuktikan Pemantauan
Deformasi telemetri berbasis website menjadi alat Gambar 1. Diagram Alir
yang efektif untuk studi deformasi permukaan
bendungan. Kegiatan E. Tower perangkat radio.
Untuk mendukung hasil kerja dari setiap peralatan
F. Tower penangkal petir menggunakan teknologi
pemantau deformasi bendungan, dipadukan
Early Streamer Emission.
dengan sistem pengamatan manual, selisih hasil
menunjukan sampai milli meter (Sunantyo,2012). G. Prisma reflektor.

3. METODE PENELITIAN H. Server database.

Kegiatan ini merupakan kerjasama penelitian antara I. Personal Computer (PC).


Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia
melalui Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak J. IP Camera yang dilengkapi Infra Red.
dengan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
K. GPS/ GNSS (Global Navigation Satelite System)
3.1. Alur Kegiatan untuk referensi dari Leica.

Alur kegiatan dapat dilihat pada Gambar 1. L. Network Data Logger dari Campbell Sci.
Peralatan yang diperlukan dalam Pelaksanaan
M. Inclination sensor dari RST Instrument
Pemantauan Deformasi, meliputi:
(mengukur kemiringan tubuh bendung).
A. Robotic Total Station dari Leica.
N. Crack meter dari RST Instrument (mengukur
B. Master Station Access Point untuk perangkat rekahan pada tubuh bendung).
radio komunikasi data jalur lebar (Broadband
O. Piezometer Electric (mengukur bocoran air pada
Wireless Access) dari Cambium Networks.
tubuh bendung).
C. Client Station Rover untuk perangkat radio
P. Koneksi internet dengan menggunakan IP publik
komunikasi data jalur lebar (Broadband
(paska bayar dari Internet Service Provider
Wireless Access) dari Cambium Networks.
lokal) di lokasi server.
D. Tower Robotic Total Station.
Q. Koneksi internet dengan menggunakan IP dinamis
(paska bayar dari Internet Service Provider lokal)

1 - 54 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

di lokasi pemantauan. didapatkan tersebut.

R. Website Sistem Monitoring Bendungan Sermo Untuk mendapatkan informasi posisi GPS yang presisi,
yang digunakan untuk pemantauan kondisi secara ideal diperlukan beberapa titik penerima GPS
bendungan secara real time. di area waduk sermo, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3 dengan kode SRM1 sampai dengan SRM5
3.2. Pemantauan Deformasi. dan BKO1. Koreksi diferensial terhadap posisi global
yang diterima oleh GPS yang dipasang di area Sermo
Sistem Pemantauan Deformasi Bendungan berbasis akan diberikan oleh stasiun CORS (Continuously
stasiun aktif GPS/GNSS – CORS yang Operating Reference System) yang dimiliki oleh
direkomendasikan oleh Fakultas Teknik Universitas Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM, yang
Gadjah Mada melalui melalui Jurusan Teknik Geodesi ditunjukkan dengan kode GMU1.
secara umum dideskripsikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Prinsip Sistem Pemantauan Deformasi Gambar 3. Prinsip GNSS-CORS sebagai Referensi
Bendungan mengacu Stasiun Aktip GPS/GNSS – Pemantau Deformasi Bendungan Pada Studi Kasus
CORS online berbasis website. di Waduk Sermo

Pemantauan deformasi bendungan pada dasarnya Best practice penempatan infrastruktur atau peralatan
adalah mengamati pergerakan 3 dimensi (pergerakan sistem pemantau deformasi bendungan Sermo
dalam sumbu x, y dan z) pada beberapa titik berbasis GNSS CORS yang direkomendasikan Fakultas
pengamatan yang sudah ditentukan. Pemantauan Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada ditunjukkan
dilakukan oleh peralatan yang disebut Robotic Total dalam Gambar 3 dan Tabel 2 (Sunantyo, Lelono, Adi,
Station. Perangkat tersebut melakukan pengamatan Djawahir, 2010).
dari Stasiun Pemantau dengan mengukur jarak titik-
titik pengamatan yang sudah ditentukan secara Untuk membentuk sistem monitoring deformasi
periodis dan mengolahnya menjadi data dan informasi bendungan sermo berbasis GNSS CORS, akan
pergerakan titik ukur tersebut. dipasang 3 sensor utama yaitu: (a) Robotic
Monitoring Station, (b) GPS GNSS untuk monitoring
Stasiun Pemantau Robotic ditempatkan pada suatu station dan rover atau reference station, dan (c)
jarak tertentu terhadap titik-titik pengamatan. Titik AWLR (Automatic Water Level Recorded). Sistem ini
pengamatan merupakan suatu posisi di tubuh akan mempunyai unjuk kerja seperti yang
bendungan dan pada titik tersebut ditempatkan disampaikan di atas. Terdapat empat area di Sermo
prima pengamatan. Robotic Total Station akan yang akan digunakan untuk menempatkan peralatan
memancarkan/menembakkan sinar laser kearah monitoring deformasi bendungan Sermo ini yaitu:
sebuah prima dan menangkap sinar laser yang
dipantulkan oleh prisma tersebut dan mengolahnya A. Area Kantor DMU (Dam Monitoring Unit), di area
menjadi data jarak atau posisi prisma relatif ini akan ditempatkan Stasiun Pemantau Robotic
terhadap Stasiun Pemantau Robotic tersebut. dan Stasiun Pemantau GPS GNSS
Proses ini dilakukan untuk sejumlah 18 buah
prisma yang ditempatkan di titik-titik ukur ditubuh B. Area Upstream dan Downstream, di sini akan
bendungan dan pengukuran diulang secara periodik ditempatkan 18 prisma titik pengamatan
dan otomatis. pergerakan deformasi.

Stasiun Pemantau Deformasi enggunakan Robotic C. Area Intake, di sini akan ditempatkan AWLR, IP
kemudian secara logikal diikatkan dengan sistem camera dan sebuah prisma pengamatan
posisi global dengan GPS/GNSS yang dipasang di deformasi.
atasnya. GPS/GNSS akan memberikan posisi global
D. Area Stasiun Klimatologi, di sini akan ditempatkan
yang terstandart sehingga pergerakan titik-titik
ukur dapat direferensikan pada posisi global yang sebuah GPS GNSS rover dan sebuah prisma

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 55
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 2. Koordinat Letak/Posisi Peralatan

Gambar 4. Posisi alat Pengamatan Deformasi, Data komunikasi


nirkabel Sermo – JTETI FT UGM – BBWS SO

pengamatan deformasi. CORS juga sudah dilakukan di PT. Adaro Indonesia.


CORS membutuhkan komunikasi data stabil yang
Data koreksi deferensial dari stasiun CORS terus menerus. karakteristik lokasi penambangan
Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM menjadikan permasalahan disisi komunikasi data
perlu dikoneksikan dengan sistem monitoring karena area yang luas serta berbukit - bukit yang
ini dan pemangku kepentingan di Balai Besar cukup tinggi. PT Adaro Indonesia menggunakan
Wilayah Sungai Serayu Opak merencanakan 4 radio sebagai master station melalui jaringan
sistem monitoring deformasi bendungan Sermo LAN, dan untuk area yang terhalang oleh topologi
ini dapat diakses di kantor Jl. Solo Yogyakarta, permukaan tanah digunakan radio pancar ulang
dengan demikian transmisi data perlu dibentuk (repeater) (Nuhidayat, Bahri, 2010).
untuk menghubungkan tiga tempat yaitu: (a)
Sermo, (b) Fakultas Teknik UGM, dan (c) Kantor Penelitian untuk menguji ketelian pengamatan
Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, seperti GPS menggunakan metode RTK NTRIP (Real Time
ditunjukkan dalam Gambar 4. Implementasi GPS Kinematic – Networked Transport of RTCM via

1 - 56 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Internet Protokol) dengan stasiun CORS UGM sebagai di area waduk sermo dan kantor Balai Besar Wilayah
base station terhadap 13 titik sampel TDT (Titik Dasar Sungai Serayu Opak adalah seperti yang ditunjukkan
Teknik) di desa Banyuraden Gamping Sleman Daerah pada Gambar 6. Dari hasil penelitian ini dapat kita
Istimewa Yogyakarta telah dilakukan. Pada titik
sampel TDT digunakan GPS JAVAD GNSS dengan
komunikasi data menggunakan jaringan komunikasi
data berbasis GSM 3G dari providermobile internet di
Indonesia, yaitu provider Telkomsel, XL dan Indosat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keandalan
layanan data berpengaruh secara signifikan pada
pengujian tersebut dan provider Telkomsel
menunjukkan ketelitian paling rendah dan provider XL
menunjukkan ketelitian paling tinggi (Sari, Sunantyo,
Aries, Subhianto, 2010).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa

Penelitan untuk menganalisis pengaruh kecepatan Gambar 6. Penempatan Infrastruktur Sistem


koneksi internet dalam komunikasi data NMEA Pemantauan Deformasi Bendungan Sermo.
(National Marine Electronics Association) secara real-
time berbasis TCP-IP dengan membandingkan
lihat data dan informasi visual diperoleh pada
kecepatan mengunggah dan mengunduh telah
kondisi real time, dan comprehensive (lengkap),
dilakukan. Komputer monitor station dalam
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah juga
komunikasi data NMEA berperan untuk mengunduh
dengan pengetesan yang dilakukan secara
data dan kecepatan mengunduh lebih berpengaruh.
pengukuran manual, perbedaan sampai milimeter.
Komputer monitor station dipasang dengan koneksi
internet Kampus Teknik Geodesi UGM dengan
4.2. Data Yang Ditampilkan
kecepatan mengunduh data sebesar 0.98 mbps.
Komputer rover station dalam komunikasi data NMEA Data yang ditampilkan meliputi:
berperan untuk mengunggah data, kecepatan yang
berpengaruh adalah kecepatan mengunggah data. A. Data pantauan periodik (bisa per 1 jam, per
Komputer rover station dikoneksikan dengan modem hari, per minggu, dan per tahun).
dengan kecepatan mengunggah data sebesar 0,04
mbps dan 0,05 mbps. Hasil penetilitan
B. Data statistik dalam bentuk grafik atau tabel.

Gambar 5. Topologi jaringan komunikasi nirkabel.

menunjukkan bahwa proses transmisi mengalami


keterlambatan rata-rata selama 5 detik. Data pemantauan bendungan Sermo dapat dilihat
menggunakan gadget apapun, contoh dapat dilihat
Untuk mendukung unjuk kerja dari setiap peralatan menggunakan PC, notebook, ataupun smartphone
pemantau deformasi bendungan yang akan dengansyaratperangkattersebutterkoneksiinternet.
diimplementasikan dan membentuk fungsi Pada contoh gambar diatas (Gambar 7) pemantauan
monitoring seperti yang tersebut, maka dirancang real time bendungan sermo menggunakan tablet
topologi jaringan komunikasi nirkabel yang Samsung Galaxy Tab A. Data pemantauan juga dapat
ditunjukkan pada Gambar 5. Penempatan peralatan didownload dalam bentuk gambar maupun

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 57
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

(A) (B) (C)

(D)
(E) (F)
Gambar 7. (A) Tampilan halaman awal website sistem monitoring bendungan sermo, (B) Hasil
pemantauan real time tinggi muka air harian, (C) Hasil pemantauan tinggi muka air mingguan, (D) Hasil
pemantauan tinggi muka air bulanan, (E) Hasil pemantauan tinggi muka air tahunan, (F) Tampilan
visual tinggi muka air secara real time.
tabel excel (Gambar 8), sehingga memudahkan
pemangku kepentingan untuk membuat laporan
mengenai bendungan Sermo. Pada contoh
tampilan website diatas menggunakan contoh
pemantauan tinggi muka air bendungan Sermo,
juga terdapat indikator level peringatan,
penjelasannya jika grafik menyentuh warna hijau,
maka tinggi muka air memasuki peringatan siaga 3
(>136,60 mdpl), jika menyentuh warna kuning
maka memasuki level siaga 2 (>139,10 mdpl), dan
jika menyentuh warna merah maka memasuki
peringatan siaga 1 (>140,90 mdpl). Sistem
peringatan level siaga ini digunakan sebagai
implementasi dari Early Warning System dalam
pemantauan bendungan secara real time.

4.3. Pemeliharaan Sistem


Pemeliharaan untuk berfungsinya sistem monitoring
Gambar 8. Hasil download pemantauan
bendungan Sermo secara terus menerus, maka
bendungan Sermo dalam bentuk tabel excel. diperlukan pemeliharaan instrumen yang meliputi:

1 - 58 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

A. Pemeliharaan yang dibutuhkan untuk Sistem 4. Sensor pemantau rekahan tubuh bendungan
Structural Deformation Monitoring bendungan
Sermo, meliputi: 5. Sensor pemantau rembesan air di OW
(Observation Wheel).
1. Robotic Total Station Monitoring Sensor dengan
prisma yang terpasang di tubuh bendungan. 6. Sensor Piezometer Electric.

2. DTM Meteosensor. 7. Sensor Piezometer Vibrating Wire.

3. Dedicated Power Supply menggunakan Solar 5. KESIMPULAN DAN SARAN


Cell dan Deep Cycle Battery.
5.1. Kesimpulan
4. Lighting Protection dengan
Keamanan bendungan ditujukan untuk melindungi
Grounding Systems.
bendungan dari kegagalan bendungan dan melindungi
B. Pemeliharaan sistem Structural jiwa, harta, serta prasarana umum yang berada di
Monitoring bendungan Sermo, meliputi: wilayah yang terpengaruh oleh potensi bahaya akibat
kegagalan bendungan. Dalam rangka memperkecil
1. Inclination Sensor dan Piezometer Electric. resiko kegagalan bendungan, perlu dilakukan
pemantauan yang intensif, dan dimana saja melalui
2. Dedicated Power Supply menggunakan Solar data maupun visualisasi dan real time. Dari hasil
Cell dan Deep Cycle Battery. penelitian ini dapat kita lihat data dan informasi visual
diperoleh pada kondisi real time, dan comprehensive
C. Pemeliharaan sistem telemetri Water Level Meter
(lengkap), dapat dipertanggung jawabkan secara
yang terdapat di Intake dan telemetri Water Level
ilmiah juga dengan pengetesan yang dilakukan
Meter untuk memonitor level air di V-Notch. saecara pengukuran manual.
D. Pemeliharaan sistem pemantauan cuaca. 5.2. Saran
Pemeliharaan sistem Video Surveilance untuk
pemantauan visual secara real time kondisi Pengamanan Bendungan melalui pemantauan yang
bendungan Sermo. intensif, dan dimana saja melalui data maupun
visualisasi dan real time terus menerus dengan
E. Pemeliharaan Control Room untuk Monitoring
Telemetry berbasis Website adalah sangat efektif
System bendungan Sermo dan koneksi internet,
untuk diterapkan pada setiap Bendungan di seluruh
meliputi: Indonesia.
1. Server untuk pemantauan bendungan Sermo.
DAFTAR PUSTAKA
2. Koneksi VPN yang saat ini terpasang.
Sunantyo TARSISIUS. ARIS1, Suryolelolo KABUL.
3. Perekaman Video Surveilance. BASAH.2, Djawahir FAKRURAZZI.1,
wastana ADIN., Darmawan ADHI .2, and
4. Dedicated Internet Connection dengan IP Adityo SUSILO4, Design and installation for
publik. Dam Monitoring Using Multi sensors: A
Case Study at Sermo Dam, Yogyakarta
5. Additional License untuk Automatic Geodetic Province, Indonesia, 6-10 May 2012
Deformation Monitoring System.
Ali R. , Cross P., and El-Sharkawy A., 2005, High
F. Pemeliharaan perangkat radio komunikasi data Accuracy Real-time Dam Monitoring Using
jalur lebar, meiputi: Low-cost GPS Equipment, FIG Working
Week 2005 and GSDI-8 Cairo, Egypt April
1. Perangkat radio Access Point sebagai Master
16-21
Station.
Azdan D. dan Samekto, 2008, Kritisnya Kondisi
2. Perangkat radio client untuk Rover Station. Bendungan di Indonesia, Seminar on
Indonesian National Committee on Large Dams
G. Kalibrasi sensor – sensor yang
(INACOLD) di Surabaya 2-3 Juli 2008).
terpasang, meliputi:
Brown N., Kaloustian S., Roeckle M., 2011,
1. Sensor pantau deformasi bendungan (robotic
Monitoring of Open Pit Mines using
dan prisma).
Combined GNSS Satellite Receivers and
2. Sensor GPS/GNSS dan CORS. Robotic Total Stations, Internet accesed, 6
May 2011.
3. Sensor pemantau level air di bendungan dan
Ankur Manake & Madhav N. Kulkarni, Page 497-
V-Notch.
50,: 19 Jul 2013, Study Of The
Deformation Of Koyna Dam Using The
Global Positioning System.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 59
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

KAJIAN STRATEGI PERCEPATAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN


SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BERDASARKAN SISTEM PENGADAAN
DAN PENGHUNIAN
Dahlan Prayogo Midian1
Iwan Kustiwan2

Mahasiswa Magister Studi Pembangunan1 Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan


Pengembangan Kebijakan2 Institut Teknologi Bandung12

Email: dahlanprayogo05@gmail.com1, iwank@pl.itb.ac.id

Abstract

Building of low-cost housing (Rusunawa) Ujungberung completed in 2012, was populated by 22 occupancy (8
%) of the total capasity of 267 residential. The purpose of this study is to describe the study of the causes of the
building of low-cost housing (Rusunawa) late inhabited by planning/procurement system in the building of low-
cost housing (Rusunawa), rsidential selection system, the factors that influence residents to inhabit the building
of low-cost housing (Rusunawa), described the acceleration strategies residential building of low-cost housing
(Rusunawa) based procurement system and residential.Methods of research using quantitative analysis with the
help of SPSS (Statistical Program for Sosial Science ) with descriptive statistical analysis of crosstabs. Data was
collected by using a questionnaire distributed at building of low-cost housing (Rusunawa) Ujungberung dwellers
and as a comparison, also distributed a questionnaire on building of low-cost housing (Rusunawa) Leuwigajah
dwellers, with the number of questionnaires of 50 respondents.From the analysis, which is problematic in
residential phase can be caused by a previous phase. This phase is the phase of budget planning. Budget
building of low-cost housing (Rusunawa) are located in the central government and eventually assets Budget
building of low-cost housing (Rusunawa) will be handed over from the center to the regions. This is an obstacle,
because the handover of assets building of low-cost housing (Rusunawa) from central to local needs and process
a long time.

Keywords: building of low-cost housing (rusunawa), procurement system building of low-cost housing
(rusunawa), residential, factors affecting the occupants to inhabit building of low-cost
housing (rusunawa).

Abstrak

Rusunawa Ujungberung selesai dibangun tahun 2012, mulai dihuni sebanyak 22 hunian (8 %) dari total
kapasitas 267 hunian. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kajian penyebab terlambat dihuni
berdasarkan perencanaan/sistem pengadaan Rusunawa, sistem seleksi penghunian, faktor-faktor yang
mempengaruhi penghuni untuk menghuni Rusunawa, dan strategi percepatan penghunian Rusunawa
berdasarkan sistem pengadaan dan penghunian.Metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan
bantuan software statistik SPSS (Statistical Program for Sosial Science) dengan analisis statistik deskriptif
tabulasi silang (crosstabs). Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dibagikan pada penghuni
Rusunawa Ujungberung dan sebagai pembanding, dibagikan juga kueisoner pada penghuni Rusunawa
Leuwigajah, dengan jumlah kuesioner sebanyak 50 responden. Dari analisis yang dilakukan, fase yang
bermasalah di atau pada penghunian bisa diakibatkan oleh fase sebelumnya. Fase ini adalah fase
perencanaan anggaran. Anggaran Rusunawa berada di Pemerintah Pusat dan nantinya aset Rusunawa ini
akan diserahterimakan dari pusat ke daerah. Hal ini menjadi kendala, karena serah terima aset Rusunawa
dari pusat ke daerah perlu proses dan waktu yang lama.

Kata Kunci: rusunawa, sistem pengadaan rusunawa, penghunian, faktor-faktor yang mempengaruhi
penghuni untuk menghuni rusunawa

1 - 60 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN juga rumah sewa. Rumah dengan sistem sewa


pada dasarnya menunjukkan adanya hubungan
Pada dasarnya pemukiman kumuh adalah ciri khas yang sangat erat antara pemilik dan penyewa.
permasalahan yang terjadi hampir di seluruh kawasan Sistem sewa ditandai dengan terjalinnya perjanjian
perkotaan di Indonesia. Kepadatan penduduk yang baik secara lisan atau tertulis antara pemilik dan
disebabkan oleh tingginya angka urbanisasi serta penyewa. Sistem rumah sewa dapat diterapkan di
keadaan ruang yang tetap sementara kebutuhan akan perumahan formal maupun informal selama telah
ruang yang semakin bertambah menjadi salah terjalin kesepakatan di antara keduanya (UN
penyebab munculnya kantong-kantong pemukiman Habitat, 2003)
kumuh di daerah perkotaan. Kawasan atau
pemukiman kumuh sendiri merupakan suatu kawasan 2.2. Karakteristik Masyarakat
dengan tingkat kepadatan populasi yang tinggi di Penghuni Rumah Susun
sebuah kota yang pada umumnya dihuni oleh
Berdasarkan penelitian Wu (2006) mobilitas tempat
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selama ini
tinggal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
kawasan atau pemukiman kumuh dianggap sebagai
pendidikan, status perkawinan, jenis pekerjaan, status
sumber dari masalah sosial dan di berbagai kawasan
kependudukan, alasan memilih rumah dan lokasi
miskin pemukiman kumuh juga menjadi pusat bagi
rumah serta luas rumah yang dihuni saat ini. Di
masalah kesehatan karena kondisinya yang tidak
Indonesia pada umumnya, umur tidak menjadi faktor
higienis.
yang mempengaruhi mobilitas tempat tinggal.
Pembangunan Rusunawa di Indonesia melalui Misalnya di usia sekolah seorang pelajar dikoskan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum selain menjawab isu orang tuanya. Dalam hal ini pengambil keputusan
pemanfaatan lahan perkotaan secara efisien, juga adalah orang tua si pelajar bukan pelajar yang
mendukung penataan kembali area-area bersangkutan. Demikian juga dengan jenis kelamin.
perumahan/permukiman yang tidak layak, khususnya Kepala keluarga pada umumnya adalah pria, namum
ditujukan untuk memfasiltasi hunian layak bagi pada saat ini banyak wanita yang menjadi kepala
masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), termasuk keluarga karena berbagai alasan, sehingga jenis
terciptanya layanan prasarana dan sarana serta kelamin diduga bukan faktor yang mempengaruhi
utilitas yang layak sesuai Rencana Pembangunan mobilitas tempat tinggal. Sedangkan perubahan
Jangka Menengah (RPJM) yang dimiliki Direktorat status keluarga yang menurut Wu (2006) yang juga
Jenderal Cipta Karya sudah dimulai sejak tahun 2003- disebut oleh Han dan Baum
2009 serta Rencana Strategis (Renstra) Kementerian (2002), Rossi (1995), Clark et. al (1994) dan Deurlo
Pekerjaan Umum 2010-2014. Berdasarkan data et. al (1994). Seseorang yang belum menikah dan
Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Permukiman mempunyai anak, tentu akan memiliki kebutuhan
Perkotaan Strategis (Satker PKPSS), Direktorat yang berbeda dengan yang telah menikah, belum
Pengembangan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta mempunyai anak atau dengan yang telah menikah
Karya dari tahun 2003-2013 sudah terbangun 353,5 mempunyai anak. Besar kecilnya jumlah anggota
Twin Blok (TB), Rusunawa yang sudah terhuni 240 TB keluarga yang tinggal serumah juga mempengaruhi
(67,89 %), Rusunawa yang belum terhuni 113,5 TB kenyamanan bertinggal. Jarak rumah dengan lokasi
(32,11 %). Dari data tersebut dapat kita ketahui kerja menurut Turner (1968) juga mempengaruhi
bahwa ternyata pembangunan Rusunawa yang telah mobilitas tempat tinggal untuk memperoleh potensi
dilaksanakan di Indonesia belum dimanfaatkan secara yang lebih baik, misalnya dari sekedar memyewa
maksimal oleh masyarakat. Hal tersebut terlihat dari sampai kemudian dapat memiliki rumah sendiri.
besarnya persentase Rusunawa yang belum dihuni Pernyataan Turner tersebut lebih bersifat spekulasi.
yaitu sebesar 32,11 %. Tujuan penelitian ini adalah Faktor kedekatan jarak antara rumah dan tempat
mendeskripsikan kajian penyebab Rusunawa pekerjaan juga diutarakan Henley (1998). Mobilitas
terlambat dihuni berdasarkan perencanaan/sistem tidak semata-mata untuk mencari keuntungan tetapi
pengadaan Rusunawa, mendeskripsikan kajian lebih karena mutasi pekerjaan. Kotler dan Armstrong
penyebab Rusunawa terlambat dihuni berdasarkan (2004) harga telah menjadi faktor utama yang
sistem seleksi penghunian, mendeskripsikan kajian mempengaruhi pilihan pembeli. Dalam penelitian ini,
faktor-faktor yang mempengaruhi penghuni untuk batasan harga sewa/tarif retribusi Rusunawa dianggap
menghuni Rusunawa, mendeskripsikan strategi cenderung mempengaruhi keputusan mobilitas tempat
percepatan penghunian Rusunawa berdasarkan sistem tinggal penghuni Rusunawa.
pengadaan dan penghunian.
3. METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Metode penelitian yang dipakai adalah metode


penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif
2.1. Rusun Sewa sebagai Social/Public Housing merupakan salah satu jenis penelitian yang
spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan
Sistem yang diterapkan dalam menunjukkan terstruktur dengan jelas sejak awal hingga
kepemilikan terhadap rumah yang dihuni oleh pembuatan desain penelitiannya. Teknik yang
seseorang selain merupakan rumah milik, terdapat digunakan untuk mengumpulkan data dalam

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 61
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner diberikan


kepada penghuni Rusunawa Ujungberung dan
penghuni Rusunawa Leuwigajah sebanyak 50
responden. Untuk menemukan faktor-faktor yang
mempengaruhi penghuni Rusunawa Ujungberung
untuk mempercepat penghuniannya dengan
menggunakan analisis statistik deskriptif dengan
bantuan software statistik SPSS (Statistical Program
for Social Science). Analisis deskriptif yang digunakan
adalah analisis crosstabs (tabulasi silang) yang dapat
menunjukkan distribusi bersama dan pengujian
hubungan antara dua variabel.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rusunawa Ujungberung dibangun di atas tanah Gambar 3. Rusunawa Leuwigajah


milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Gambar 1
dan Gambar 2), terdiri dari 3 (Twin blok) TB, 1 TB Rusunawa Ujungberung dan Rusunawa Leuwigajah
dibangun oleh Kementerian Perumahan Rakyat dan (Gambar 3) adalah bantuan dalam bentuk kerja
2 TB yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan sama, antara Kementerian Pekerjaan Umum dan
Umum masing-masing terdiri dari lima lantai, lantai Pemerintah Daerah (Tabel 1), Kementerian
dasar terdiri dari 2 hunian difable, 1 ruang Pekerjaan Umum membantu membangun
pengelola, lantai 2 terdiri dari 24 hunian, lantai 3 Rusunawa, sedangkan Pemerintah Daerah
terdiri dari 24 hunian, lantai 4 terdiri 24 hunian, menyiapkan lahan matang beserta fasilitas dan
lantai 5 terdiri dari 24 hunian. utilitas pendukungnya agar bangunan Rusunawa
Ujungberung dan Rusunawa Leuwigajah dapat
dimanfaatkan secara layak oleh penghuninya.
Tabel 1. Kelembagaan antara Pusat dan Daerah

Gambar 1. Lokasi studi Rusunawa Ujungberung

4.1. Analisis Potensi Pelaku


Pengadaan Rusunawa

Penyelenggaraan Rusunawa menyangkut kesiapan


Kementerian Pekerjaan Umum dan juga kesiapan
Pemerintah Daerah calon penerima bantuan, maka
diperlukan kesepakatan antara para pihak agar
tercapai keserasian kegiatan di Pusat dan Daerah.
Kesepakatan tersebut disusun berjenjang
Gambar 2. Rusunawa Ujungberung menunjukkan komitmen para pihak pada setiap
tahapan.
Rusunawa Leuwigajah dibangun di atas tanah milik
Pemerintah Kota Cimahi terdiri dari 3 (Twin blok) 4.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Penghuni
TB, yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan
4.2.1. Usia Penghuni
Umum terdiri dari lima lantai, lantai dasar terdiri
dari 2 hunian difable, 1 ruang pengelola, lantai 2 Usia responden berkisar 22 tahun – 43 tahun,
terdiri dari 24 hunian, lantai 3 terdiri dari 24 didominasi usia 26 tahun – 30 tahun sebanyak 36
hunian, lantai 4 terdiri 24 hunian, lantai 5 terdiri
% (Gambar 4).
dari 24 hunian.

1 - 62 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, tidak ada Berdasarkan hasil perhitungan statistik, ada hubungan
hubungan antara rencana menghuni dengan usia antara rencana menghuni dengan tempat tinggal asal.
penghuni. Hal ini tidak sesuai dengan teori Wu Hal ini sesuai dengan teori Turner (1968) bahwa
(2006) yang menyatakan bahwa penduduk yang mereka yang biasanya melakukan mobilitas tempat
melakukan mobilitas tempat tinggal berada pada tinggal adalah masyarakat miskin. Motivasi rencana
usia produktif. pindah ke Rusunawa terbesar adalah harga sewa/tarif
retribusi yang lebih murah

Gambar 6. Tempat Tinggal Asal


Gambar 4. Usia Penghuni
4.2.4. Pekerjaan Penghuni
4.2.2. Jumlah Anggota Keluarga
Responden umumnya bekerja sebagai PNS dengan
Jumlah anggota keluarga responden berkisar 2 jumlah 59 %, honorer berjumlah 36 %, karyawan
orang – 3 orang, didominasi 3 orang sebanyak 64 swasta 5 % (Gambar 7). Pekerjaan responden
% (Gambar 5). Hal ini menunjukkan responden didominasi PNS. Hal ini disebabkan karena syarat
merupakan keluarga muda dengan suami, istri, dan menghuni Rusunawa Ujungberung adalah PNS/
1 anak. Honorer.

Gambar 5. Jumlah Anggota Keluarga


Gambar 7. Pekerjaan Penghuni
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, tidak ada
hubungan antara rencana menghuni dengan jumlah Berdasarkan hasil perhitungan statistik, tidak ada
anggota keluarga. Hal ini tidak sesuai dengan teori hubungan antara rencana menghuni dengan
Rossi (1955) bahwa mobilitas tempat tinggal pekerjaan penghuni. Dari keadaan ini dapat
dilakukan oleh keluarga-keluarga untuk diartikan bahwa rencana penghuni untuk menghuni
menyesuaikan rumah mereka dengan kebutuhan Rusunawa Ujungberung ternyata tidak dipengaruhi
akan rumah yang dipicu oleh perubahan komposisi oleh jenis pekerjaannya.
keluarga 4.2.5. Penghasilan Penghuni
4.2.3. Tempat Tinggal Asal
Penghasilam responden umumnya berkisar 1 juta
Responden yang tidak punya rumah dengan jumlah 41 – 2,5 juta per bulan berjumlah 45 %, < 1 juta
%. Responden yang tempat tinggal asalnya dari berjumlah 32 %, 2,5 jta – 5 juta berjumlah 23 %
kontrakan berjumlah 50 % (Gambar 6). Responden (Gambar 8).
yang sebelumnya tinggal di rumah sendiri berjumlah 0
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, ada hubungan
%. Responden yang sebelumnya tinggal di rumah
antara rencana menghuni dengan penghasilan
orang tua dengan jumlah berjumlah 9 %. Tempat
penghuni. Hal ini sesuai dengan teori Dipasquale
tinggal asal responden didominasi yang sebelumnya ,
(1996) bahwa permintaan barang publik akan
pada umumnya (50 %) tinggal di kontrakan.
ditentukan oleh faktor harga dari barang

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 63
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

tersebut. Kondisi ini juga sesuai dengan teori Responden yang memberikan persepsi kondisi unit
Kotler dan Armstrong (2004) bila konsumen hunian lebih baik dibandingkan rumah sebelumnya
menganggap bahwa harga lebih rendah daripada dengan jumlah 64 % (Gambar 10). Responden
nilai produk, mereka akan membelinya. yang memberikan persepsi kondisi unit hunian
lebih buruk dibandingkan dengan rumah
sebelumnya dengan jumlah 0 %.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, tidak ada


hubungan antara rencana menghuni dengan
kondisi unit hunian. Dari keadaan ini dapat
diartikan bahwa rencana penghuni untuk menghuni
Rusunawa Ujungberung ternyata tidak dipengaruhi
oleh kondisi unit hunian.

4.3.3. Harga Sewa/Tarif Retribusi Rusunawa


Harga sewa rusunawa ditunjukkan pada Gambar
Gambar 8. Penghasilan Penghuni
11. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, ada
hubungan antara rencana menghuni dengan harga
4.3. Persepsi Penghuni terhadap Sarana dan
sewa. Hal ini sesuai dengan teori Dipasquale
Prasarana
(1996) bahwa permintaan barang publik akan
4.3.1. Jarak Rusunawa ke Tempat Pekerjaan ditentukan oleh faktor harga dari barang tersebut.
Kondisi ini juga sesuai dengan teori Kotler dan
Jarak Rusunawa ke tempat pekerjaan didominasi Armstrong (2004) bila konsumen menganggap
responden dengan jarak 2 km – 5 km (Gambar 9). bahwa harga lebih rendah daripada nilai produk,
mereka akan membelinya.

Gambar 9. Jarak Rusunawa ke Tempat kerja


Gambar 11. Harga Sewa Rusunawa
Berdasarkan hasil perhitungan statistik, ada
hubungan antara rencana menghuni dengan jarak 4.5. Strategi Percepatan Penghunian
Rusunawa ke tempat pekerjaan. Hal ini sesuai Rusunawa berdasarkan Perencanaan/
dengan Teori Henley (1998) dan Turner (1968) Sistem Pengadaan
yang menjelaskan mengenai faktor kedekatan
4.6. Rusunawa
dengan tempat pekerjaan diperkirakan menjadi
faktor utama bagi mereka untuk memilih
Untuk mendorong strategi percepatan penghunian
bertempat tinggal di Rusunawa.
Rusunawa (Tabel 2), maka untuk dana pembangunan
4.3.2. Kondisi Unit Hunian Rusunawa dapat berupa dana bansos/dana hibah ke
Pemerintah Daerah, yang membangun Rusunawa
adalah Pemerintah Daerah, sehingga tidak ada
kendala dalam serah terima asetnya, karena sejak
perencanaan Rusunawa memang sudah disiapkan
untuk menjadi milik Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat memberikan bimbingan teknis.

4.6. Strategi Percepatan Penghunian Rusunawa


berdasarkan Sistem Seleksi Penghunian

Untuk mendorong strategi percepatan penghunian


dari sistem seleksi penghunian (Tabel 3), sejak awal
proses pembangunan Rusunawa, sudah dibuat sistem
Gambar 10. Kondisi Unit Hunian pendaftaran penghuni Rusunawa dengan sistem
online. Dengan sistem pendaftaran online ini

1 - 64 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

maka akan ada daftar tunggu untuk calon penghuni 2. Faktor yang mempengaruhi penghuni tinggal
Rusunawa. Hal ini sudah dilakukan oleh Pemerintah di Rusunawa adalah tempat tinggal asal,
Kota Bandung dengan membuat sistem online untuk penghasilan penghuni, jarak Rusunawa
pendaftaran calon penghuni apartemen rakyat. Jadi ke tempat pekerjaan, kemudahan untuk
ketika apartemen rakyar ini selesai, sudah terdapat mendapatkan angkutan umum, harga sewa.
daftar tunggu calon penghuninya.
Tabel 2. Timeline Strategi Percepatan Penghunian Rusunawa

Tabel 3. Timeline Strategi Percepatan Sistem Seleksi Penghunian

5. KESIMPULAN DAN SARAN B. Dalam penelitian ini, perbedaan karakteristik


penghuni Rusunawa Ujungberung dan
5.1. Kesimpulan Rusunawa Leuwigajah berdasarkan faktor-
faktor yang mempengaruhi penghuni untuk
A. Dari analisis yang dilakukan, fase yang
mempercepat penghuniannya relatif tidak
penghunian yang bermasalah diakibatkan ada.
oleh fase sebelumnya antara lain:
5.2. Saran
1. Fase perencanaan anggaran : Birokrasi proses
administrasi serah terima dari Pemerintah Pusat Untuk strategi percepatan penghunian Rusunawa
ke Pemerintah Daerah sesuai dengan Peraturan adalah sebagai berikut:
Pemerintah Nomor 87 Tahun 1987 tentang
Penyerahan Aset dan Peraturan Menteri A. Anggaran pembangunan Rusunawa dapat berupa
Keuangan Nomor 168 Tahun 2008 tentang dana bansos/dana hibah ke Pemerintah Daerah
Hibah Daerah, mulai dari Ditjen Cipta Karya, ke dan tugas Pemerintah Pusat memberikan
Sekretariat Jenderal Kementerian PU, bimbingan teknis kepada Pemerintah Daerah.
Kementerian Keuangan, Sekretariat Negara,
terakhir ke Presiden. B.Perubahan pada Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 168 Tahun 2008 tentang Hibah Daerah
2. Keterbatasan anggaran Pemda untuk bahwa aset yang akan diserahterimakan yang
pengadaan listrik dan air bersih. perlu persetujuan Presiden, nilai asetnya di atas

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 65
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

100 miliar. Sehingga aset Rusunawa yang nilainya PMK.06/2007 tentang Tatacara
berkisar 10 miliar, untuk proses serah terima Penggunaan, Pemanfaatan,
asetnya hanya sampai Kementerian Keuangan. Penghapusan dan Pemindahtanganan BMN.

C. Pengadaan listrik dan air bersih berasal dari Rapoport, Amos ,1969, House, Form and
dana APBN melalui Kementerian PU. Culture, Prentice Hall, inc. London.

D. Sistem pendaftaran penghuni Rusunawa dengan Rossi, P.H. 1995. Why Families Move : A
sistem online. Dengan sistem pendaftaran study of The Social Psychology of
online ini maka akan ada daftar tunggu untuk Urban \ Residential
calon penghuni Rusunawa.
Mobility. New York, The Free Press.
E. Menurunkan harga sewa/tarif retribusi Rusunawa
Satuan Kerja Pengembangan Kawasan
sehingga dapat menarik calon penghuni untuk
Permukiman Perkotaan Strategis,Direktorat
menghuni Rusunawa Ujungberung, meningkatkan
Pengembangan Permukiman, Ditjen Cipta
sosialisasi kepada calon penghuni tentang adanya
Karya, 2013.
Rusunawa Ujungberung.

DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo E dan Harjohuboyo S. 1993. Kota


Berwawasan Lingkungan, Bandung Alumni.

Budihardjo, Eko. 1994. Percikan Masalah


Arsitektur, Perumahan, Perkotaan
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Cresswell, John W. 2010. Research Design –


Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

DiPasquale, Denise et al. 1996. Urban


Economics and Real Estate Markets.
Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Direktorat Pengembangan Permukiman, 2013,


Draft Pedoman Penyelenggaraan
Rusunawa, Direktorat Pengembangan
Permukiman, Ditjen Cipta Karya,
Kementerian Pekerjaan Umum.

Kotler and Armstrong, Gary. 2004. Principles


of Marketing. Edisi IX, Jilid I. PT.
Indeks, Jakarta.

Meisheng, Nie. 2004. Policies and Measures


on Housing of Chinese Low-income
Households.

Environtment and Planning A, 36, pp. 1285-1304.

Peraturan Pemerintah Nomor 6/2006 tentang


Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/


PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/


PMK.06/2007 tentang Penggolongan
dan Kodefikasi BMN.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/

1 - 66 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

ASPEK DESAIN PEMECAH GELOMBANG DAN DERMAGA


TERAPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MODULAR
Irham Adrie Hakiki1
I Putu Samskerta2

Penelaah Standar dan Pedoman1


Kepala Seksi Layanan2
Balai Penelitian dan Pengembangan Pantai,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat1,2
Email: adriehakiki@gmail.com1, samskerta@gmail.com2

Abstract

Floating breakwater and floating dock are kind of structures that will be constructed with floating modular
system. Floating structures are still a new field for Ministry of Public Works and People Housing, so there are
many important factors that still not known. Therefore a guide needed for supporting the Ministry. For starter,
the guide need to cover about design criteria of floating structures, especially for breakwater and dock. The
guide made by doing literature study and adopting from international standard. Criteria for breakwater consist
of material usage, dimension determination, and performance of floating breakwater. Criteria for floating dock
consist of dimension of target ships, component needed, and dock dimension determination. Also mooring
system needed for station keeping and one of the most important component.

Keyword: criteria of floating breakwater, criteria of floating dock, modular floating system, mooring

system Abstrak

Pemecah gelombang terapung dan dermaga terapung merupakan bagian dari struktur yang akan dibuat
dengan menggunakan sistem modular wahana terapung. Struktur terapung masih merupakan hal baru
bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sehingga belum banyak yang
mengetahui faktor-faktor yang diperlukan dalam merencakan struktur terapung. Maka diperlukan sebuah
pedoman yang sudah disesuaikan bagi kebutuhan Kementerian PUPR. Pada tahap awal, pedoman yang
diperlukan adalah pedoman mengenai kriteria struktur terapung, terutama bagi pemecah gelombang dan
dermaga. Penyusunan pedoman dengan melakukan kajian literatur dan mengadopsi kriteria-kriteria yang
telah lazim digunakan di dunia internasional. Kriteria bagi pemecah gelombang terapung antara lain
berkaitan dengan penggunaan material, penentuan dimensi, dan performa dari pemecah gelombang
terapung. Kriteria bagi dermaga apung antara lain penentuan target kapal, komponen-komponen yang
diperlukan, serta penentuan dimensi. Sistem mooring diperlukan untuk menjaga posisi dari struktur
terapung ini dan merupakan salah satu komponen terpenting.

Kata Kunci: kriteria pemecah gelombang terapung, kriteria dermaga terapung, sistem modular wahana
apung, sistem mooring

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 67
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN struktur, batasan-batasan dalam perencanaan, dan


kriteria-kriteria yang perlu diperhitungkan dalam
Sistem modular wahana apung merupakan salah satu perencanaan struktur.
kegiatan terpadu yang mulai diinissiasi Balitbang pada
tahun 2015. Kegiatan ini merupakan konsep Penelitian ini bertujuan untuk memetakan
pengembangan suatu kawasan pesisir dengan komponen-komponen penting pada perencanaan
mengapungkan infrastruktur pada kawasan tersebut, struktur apung, kriteria dan batasan dalam
jadi pondasi yang digunakan untuk struktur berdiri perencanaan dimensi dan pemilihan material, dan
adalah air. Infrastruktur yang dimaksud adalah aspek-aspek perencanaan yang tidak boleh
jembatan, hunian, dan dermaga. Struktur tersebut dilewatkan untuk membangun dermaga dan
akan ditaruh pada ponton yang disusun dari modul- pemecah gelombang terapung.
modul terapung (Balai Pantai, 2015).
2. Tinjauan Pustaka
Akan tetapi membuat struktur terapung di laut
bukanlah perkara mudah, gaya-gaya yang ada di laut 2.1. Prinsip Pemecah Gelombang Apung
seperti gelombang, arus, dan angin sangat rentan
untuk membuat struktur tidak stabil. Struktur yang Pemecah gelombang apung meredam gelombang
tidak stabil dapat mengalami pergerakan yang sangat dengan prinsip interferensi yaitu dengan membuat
besar sehingga menyebabkan struktur terguling dan gelombang yang berbeda fasa bertemu dengan
tenggelam. Selain itu, gaya yang terjadi secara terus gelombang datang sehingga saling meniadakan
menerus ini, dapat menyebabkan struktur lelah dan dan atau menggunakan gesekan atau turbulensi
akhirnya mengalami kegagalan baik pada sttuktur untuk mengilangkan energi gelombang datang
utamanya ataupun pada sambungannya. (Watanabe, (van Tol, 2008).
Wang, Utsunomiya, & Moan, 2004)
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, tipe pemecah
Balai Litbang Pantai berperan untuk melakukan gelombang terapung dibagi menjadi (van Tol, 2008):
penelitian struktur apung untuk penggunaanya
A. Reflecting
sebagai dermaga dan pemecah gelombang. Dermaga
Dinding vertikal didukung dengan rangka A
merupakan fasilitas bersandar bagi kapal dan dalam
terapung. Refleksi energi tergantung draft
operasinya aspek keselamatan sangat penting untuk
dinding vertikal dan pergerakan lateral
diperhatikan. Bila dermaga dijadikan terapung maka
pemecah gelombang terapung. Sway dibuat
penting bagi dermaga untuk tidak tenggelam karena
menjadi roll untuk mengurangi gaya tali.
kelebihan beban ataupun mengalami kegagalan
karena perencanaan yang tidak tepat. Bila digunakan B. Displacement
sebagai pemecah gelombang maka perlu dipahami Struktur menyerap energi gelombang dan
bagaimana cara perencanaan struktur tersebut agar ditransmisikan kembali dengan fasa yang
dapat berfungsi untuk mengurangi energi gelombang.
diubah. Struktur lebih stabil bisa dicapai pada
Dan bagi kedua struktur tersebut sangat penting
tipe ini
untuk tetap bertahan pada posisinya (tidak berpindah
tempat) dalam menerima beban lingkungan yang C. Dissipative
terjad serta tidak mengalami kegagalan seperti yang Energi gelombang didisipasi ke dalam turbulensi.
telah diutarakan sebelumnya.
Pada struktur tipe displacement, pemecah
gelombang terapung akan mengalami pergerakan
Maka untuk dapat memperoleh struktur dermaga akibat gelombang datang. Struktur yang terapung
dan pemecah gelombang terapung yang tepat bebas memiliki 6 derajat kebebasan (Gambar 1).
guna perlu diketahui komponen-komponen pada

Gambar 1. Derajat kebebasan struktur terapung


(McCormick , 2010)

1 - 68 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Pergerakan struktur akan menghasilkan gelombang. yang sudah ada tentang perencanaan struktur
Selain itu terdapat juga energi yang mengalir dari terapung bagi pemecah gelombang dan dermaga.
bawah struktur (underflow). Maka gelombang yang Sumber yang digunakan antara lain mengacu dari
ditransmisikan adalah penjumlahan dari gelombang tesis-tesis penelitian tentang pemecah gelombang
dan dermaga terapung dan standar-standar resmi
yang dikeluarkan oleh instansi-instansi yang telah
mendapatkan pengakuan dunia. Tesis-tesis yang
digunakan antara lain master tesis oleh (Fousert ,
2006) dan (van Tol, 2008) yang berfokuskan pada
studi redaman struktur terapung, serta (Saleh,
2010) yang membahas mengenai struktur masif
yang terapung. Standar yang digunakan antara lain
(OCDI, 2002) yang merupakan standar teknis
untuk perencanaan fasilias pelabuhan dan dermaga
Gambar 2. Prinsip pemecah gelombang di Jepang dan telah banyak diterapkan juga dalam
terapung pekerjaan dermaga di Indonesia.

yang dibangkitkan oleh pergerakan struktur dan 4. Hasil dan pembahasan


gelombang akibat underflow. Ilustrasi dari prinsip
4.1. Pemecah Gelombang Apung
keja pemecah gelombang terapung ditunjukkan
pada Gambar 2. Selain itu sistem mooring yang 4.1.1. Kondisi Batas Pemecah Gelombang
semakin kaku dapat meredam gelombang dengan
Apung
lebih baik (Gaythwaite, 1990).
Dalam perencanaan pemecah gelombang terapung
2.1. Bentuk Dermaga Terapung
(Gambar 4) perlu diidentifikasi batasan-batasan
yang ada bagi struktur tersebut. Batasan yang
Kapal akan berlabuh pada modul terapung yang
diidentifikasi ditinjau dari aspek interaksi struktur
dibentuk menjadi dermaga dengan layout menjari
terhadap lingkungan, interaksi struktur terhadap
(pier). Dermaga disusun dari modul terapung
sistem mooring (penjagaan posisi), dan interaksi
yang dijaga posisinya dengan sistem mooring,
struktur terhadap sambungan. Selain itu
dapat berupa rangkaian dari ponton-ponton dan
didefinisikan juga batasan bagi struktur itu sendiri,
dihubungkan ke darat dengan jembatan akses
yaitu (Van Tol, 2008):
(OCDI, 2002). Sistem mooring Ilustrasi dermaga
apung dengan sistem modul terapung ditunjukkan A. Lingkungan
Gambar 3. Beban lingkungan terhadap struktur adalah
(Tirimanna & Falbr):

1. Gaya angin

2. Gaya gelombang

3. Gaya arus

4. Gaya hidrostatik

Kondisi batas pada lingkungan antara lain:

1. Struktur hanya dapat meredam gelombang


Gambar 3. Dermaga apung pada frekuensi terbatas
(OCDI, 2002)
2. Batas frekuensi ditentukan dari batas aman
3. Metode PENELITIAN
diizinkannya operasi (berkaitan dengan
pergerakan yang boleh terjadi pada struktur
Sebagai kajian awal penelitian, penyusunan aspek
yang dilindungi)
desain ini dilakukan dengan melakukan studi literatur
dan adopsi dari berbagai kriteria dari standar-standar

Gambar 4. Sistem dua pemecah gelombang terapung

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 69
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

3. Kegiatan operasi dihentkan saat gelombang Parameter desain ini akan berpengaruh kepada
lebih besar dari batas izin, sehingga komponen-komponen struktur yang digunakan,
gelombang ini tidak perlu diredam dimensi, dan pemilihan material untuk menghasilkan
struktur yang efisien. Parameter desain yang ditinjau
4. Bila gelombang transmisi oleh 1 struktur untuk perencanaan struktur pemecah gelombang
masih terlalu besar, dapat digunakan sistem terapung adalah (Fousert , 2006):
2 struktur untuk menghasilkan redaman
yang lebih kecil. A. Dimensi
Dimensi berkaitan dengan ukuran penampang
B. Sistem mooring struktur (lebar dan tinggi). Dimensi akan
Kondisi batas pada sistem mooring antara lain: menentukan perilaku struktur pada gelombang.

1. Sistem mooring berperan untuk B. Material


menjaga posisi struktur Material berkaitan dengan massa struktur dan
permeabilitas struktur yang akan menentukan
2. Sistem mooring jangan membatasi perilaku
performa dari pemecah gelombang terapung.
dinamik pemecah gelombang terapung yang
Material yang dapat digunakan antara lain:
menguntungkan bagi performa pemecah
gelombang terapung (terutama heave). 1. Baja

3. Sistem mooring boleh membatasi, meski 2. Beton


tidak harus, perilaku dinamik yang tidak
menguntungkan bagi performa 3. Komposit
pemecah gelombang terapung.
Faktor penentuan material:
C. Sambungan
Kondisi batas pada sambungan antara lain: 1. Kondisi struktur yang berada di air

1. Tidak boleh terjadi damage, baik akibat 2. Lokasi center of gravity (COG) yang
fatigue atau benturan antar unit struktur ditentukan oleh massa dan distribusi
massanya
2. Sambungan jangan membatasi perilaku
dinamik pemecah gelombang terapung yang C. Sistem mooring
menguntungkan bagi performa pemecah Sistem mooring berkaitan dengan penjagaan
gelombang terapung (terutama heave). posisi dari struktur. Faktor penentuan sistem
mooring:
3. Sambungan boleh membatasi, meski
tidak harus, perilaku dinamik yang tidak 1. Tidak membatasi pergerakan yang
menguntungkan bagi performa menungtungkan performa struktur
pemecah gelombang terapung.
2. Ketersediaan ruang dalam
4. Sambungan mampu menyalurkan gaya penggunaan sistem mooring
antar elemen
3. Gaya maksimum yang diizinkan pada
5. Sambungan tetap menyambung pada sistem struktur dan mooring
kondisi gelombang ekstrim
D. Sambungan
D. Struktur Sambungan berkaitan dengan konstruksi satu
Kondisi batas bagi struktur antara lain: sistem pemecah gelombang terapung (struktur
pemecah gelombang terapung dan mooring-
1. Struktur berbentuk balok dan merupakan nya). Dalam satu sistem pemecah gelombang
tipe pemecah gelombang dengan prinsip dapat terdiri dari beberapa unit yang
displacement. dihubungkan dengan sambungan. Tipe
sambungan yang dapat digunakan antara lain:
2. Struktur terapung akibat gaya hidrostatik
1. Sambungan kaku
3. Badan struktur harus dapat menahan Tidak memungkinkan pergerakan
penjumlahan dari tekanan hidrostatik, tekanan
gelombang, dan gaya akibat percepatan 2. Sambungan lunak
Memungkinkan pergerakan dan memiliki
4.1.2. Parameter Desain koefisien pegas

Dengan telah diketahuinya batasan dari struktur maka 3. Tidak disambung


berikutnya perlu diidentifikasi parameter-parameter Memungkinkan pergerakan, tidak memiliki
desain agar memenuhi batasan tersebut. koefisien pegas

1 - 70 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Faktor penentuan sambungan: sama dengan periode natural heave untuk


mendapat performa yang baik, maka COG harus
1. Daerah yang dilindungi oleh satu sistem dibuat setinggi atau serendah mungkin selama
pemecah gelombang terapung kestabilan mengizinkan dari center of buoyancy
(COB). Namun COG harus diletakkan setinggi
2. Performa struktur yang diinginkan dari satu
mungkin untuk menghindari pengaruh buruk
sistem pemecah gelombang terapung dari gabungan pergerakan sway dan roll dalam
3. Gaya maksimum yang diizinkan pada sistem meredam gelombang.
struktur dan mooring B. Rasio lebar/draft
Rasio lebar/draft menentukan range periode
E. Panjang struktur
gelombang yang dapat diredam. Struktur mampu
Panjang struktur berkaitan dengan panjang satu
meredam gelombang pada rentang terlebar pada
sistem pemecah gelombang terapung. Faktor
rasio lebar/draft sama dengan 5 (lima).
penentuan panjang elemen:
C. Ukuran
1. Stabilitas struktur bila struktur diperpanjang
Dalam rasio lebar/draft yang sama, struktur
2. Gaya maksimum yang diizinkan pada sistem yang lebih besar dapat meredam gelombang
struktur dan mooring yang lebih panjang. Selain itu ukuran struktur
ditentukan dari gelombang terpanjang yang
3. Daerah yang dilindungi oleh satu sistem ingin diredam.
pemecah gelombang terapung
4.2. Dermaga Apung
F. Pembagian elemen
Pembagian elemen berkaitan dengan konstruksi Perbedaan utama dermaga apung dan dermaga
konvensional berada pada desain strukturnya.

a. Tidak dibagi; b. Pembagian memanjang; c. Pembagian


melintang Gambar 5. Tipe pembagian elemen

satu unit struktur. Tipe pembagian elemen Dengan mengapungkan struktur dermaga maka
pembebanan yang perlu diperhitungkan juga
(Gambar 5) yang dapat digunakan antara lain:
berbeda. Selain itu desain struktur juga perlu
1. Tidak dibagi memperhitungkan masalah stabilitas. Namun
untuk perencanaan prasarana dermaga pada
2. Pembagian memanjang prinsipnya masih banyak kemiripan dengan
dermaga konvensional. Dalam aspek desain ini
3. Pembagian melintang dibahas kriteria-kriteria yang perlu dipenuhi dalam
perencanaan dermaga apung.
Faktor penentuan pembagian elemen:

1. Kemudahan dan kecepatan konstruksi

2. Stabilitas pada saat instalasi

4.1.3. Perilaku Struktur pada Gelombang

Desain dari struktur akan berpengaruh terhadap


perilaku struktur tersebut apabila terkena
gelombang yang berimplikasi juga dengan
performa pemecah gelombang terapung dalam
meredam gelombang. Dengan memahami perilaku
struktur bila terkena gelombang, maka perencana
dapat menghasilkan suatu struktur yang optimal.

Perilaku struktur pada gelombang ditentukan oleh


3 hal di berikut (van Tol, 2008):

A. Lokasi Center of Gravity (COG)


COG menentukan periode natural roll struktur.
Periode natural roll dapat diubah dengan
menggeser COG. Periode natural roll tidak boleh

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 71
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

4.2.1. Dimensi Kapal memiliki periode yang sama dengan periode


natural roll kapal dan panjang gelombang tidak
Target dimensi kapal yang akan berlabuh menyamai panjang kapal.
di dermaga dapat mengacu pada Tabel 1.
4.2.2.2. Kolam Pelabuhan
Tabel 1. Target dimensi kapal (OCDI, 2002)
Kedalaman kolam pelabuhan adalah sama dengan
kedalaman alur pelayaran. Tinggi gelombang (H 1/3)
yang diizinkan pada kolam adalah 0.3 m saat
kondisi normal dan 0.5 m saat badai. Pada daerah
kolam yang digunakan untuk berlabuh, dermaga
yang digunakan berupa berupa tipe pier, maka
diberikan jarak antar pier sebagai berikut:

A. Bila kapal yang berlabuh lebih kecil sama degan 3


= 1 L (L=panjang kapal)

B. Bila kapal yang berlabuh lebih besar sama


degan 4 = 1.5 L

C. Pada daerah kolam yang digunakan untuk


manuver (kolam putar) memiliki area sebesar
lingkaran dengan diameter 3L.

4.2.3. Fasilitas Pelindung

Layout fasilitas pelindung harus dapat memfasilitasi


keluar masuk yang aman bagi kapal pada saat terjadi
perubahan cuaca secara mendadak dan menyediakan
area kolam yang cukup (Thoresen, 2003). Arah pintu
pelabuhan diatur agar dermaga tidak menerima
gelombang dan arus secara langsung, dan juga pintu
tidak boleh tertutup oleh sedimen yang terbawa arus.
Pintu dermaga harus berada pada kisaran 45° - 90°
dari arah datangnya angin untuk keamanan kapal
masuk. Struktur pelindung harus mampu
menyediakan perairan yang tenang dan ketinggian
struktur juga harus mempertimbangkan jarak
pandangan yang aman bagi kapal yang bernavigasi
(OCDI, 2002).

4.2.4. Layout Fasilitas Mooring

4.2.2. Alur Pelayaran Dan Kolam Pelabuhan Penyusunan layout fasilitas mooring berkaitan
dengan penentuan jarak antar pier dengan
4.2.2.1. Alur pelayaran dimensi kapal yang direncanakan. Penyusunan
layout dapat mengacu pada Gambar 6.
Pada perairan dengan arus dan angin yang kencang,
arah alur pelayaran dibuat agar tidak mempersulit 4.2.5. Tinggi jagaan (freeboard)
navigasi kapal (OCDI, 2002). Lebar alur pelayaran
adalah lebih dari dua kali panjang kapal pesiar Tinggi jagaan (freeboard) berkisar 30 – 50 cm
terbesar yang menggunakan mesin dan lebih dari lima dari permukaan air.
kali panjang kapal persiar terbesar yang tidak
4.2.6. Pembebanan
menggunakan mesin. Kedalaman alur pelayaran
adalah draft kapal terbesar ditambah 0.6 m sampai 1 Pembebanan yang ditinjau pada modul terapung
m. Sudut belokan diharuskan tidak lebih dari 30°. Bila
untuk dermaga adalah:
melebihi 30°, maka harus dibuat dalam lengkungan
dengan radius lebih dari empat kali panjang kapal. 1. Gaya arus
Bila kapal mempunyai mobilitas tinggi, maka belokan
dapat disesuaikan dengan kemampuan manuver 2. Gaya gelombang
kapal. Panjang alur pelayaran dari pintu pelabuhan ke
daerah kolam pelabuhan ditentukan berdasarkan 3. Beban hidup (akibat pejalan kaki)
jarak berhenti kapal. Alur pelayaran di desain agar
4. Beban fasilitas (bollard, fender)
gelombang pada alur tidak

1 - 72 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

5. Gaya akibat kapal (berthing & mooring) Jenis-jenis mooring yang dapat digunakan antara
lain (Saleh, 2010):
6. Gaya hidrostatik
1. Dolphin-Frame guide
4.2.7. Kriteria Stabilitas

Gambar 7. Posisi pembebanan (OCDI, 2002)

Kriteria stabilitas ini berkaitan dengan stabilitas 2. Pier/Quay Wall


stuktur ketika menerima beban pejalan kaki atasnya.
Pembebanan difokuskan pada salah satu sisi struktur 3. Kabel/Rantai
seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Untuk mencapai
kondisi stabil maka pada saat menerima beban 4. Sliding piles
maksimun pada kondisi diatas disyaratkan:
4.3.2. Kondisi Batas
1. Kemiringan maksimum 1:10
Kondisi batas pada sistim mooring menyatakan
2. Sisi struktur yang diberi beban tidak syarat-syarat yang menjadi batasan dan perlu
terendam air dipenuhi untuk meminimalisir pengaruh buruk dari
gaya mooring pada struktur. Rekomendasi sebagai
4.2.8. Jembatan akses (access bridge) berikut:

1. Lebar minimum 75 cm. 1. Mooring pada dua sisi berada pada satu garis
aksi yang sama (simetris)
2. Kemiringan maksimum 1:4
2. Mooring pada struktur didistribusikan secara
4.3. Sistem Mooring seragam

Sistem mooring pada struktur apung diperlukan 3. Penggunaan bearing spring dan atau dashpot
bukan hanya untuk menjaga posisi struktur tetapi pada titik sambungan untuk meredam efek
juga menahan gaya-gaya akibat lingkungan. Gaya- amplifikasi dari respon dinamik
gaya lingkungan akan menentukan jumlah dan
posisi mooring. Posisi mooring direkomendasikan 4. Penggunaan shock absorber pada titik
sesimetris mungkin untuk memastikan sambungan angkur untuk menguragi efek
kesetimbangan horizontal dan respon struktur yang gaya gelombang
simetris (Saleh, 2010).Gaya pada sistem mooring
ditentukan oleh: 4.3.2. Jenis Mooring

a. Jenis mooring 4.3.2.1. Dolphin-Frame Guide

b. Material mooring Sistem mooring ini menggunakan rangka batang


yang dipancang pada dasar laut. Sistem ini
c. Ukuran mooring digunakan ketika pergerakan struktur apung
secara pada sisi lateral yang diperlukan sangat
d. Kedalaman perairan kecil. Ilustrasi ditunjukkan Gambar 8.
e. Posisi mooring

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 73
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

C. Tension leg mooring


Tali mooring menahan struktur yang
mempunyai kelebihan gaya apung sehingga
pergerakan vertical dibatasi.

4.3.2.5. Metode Mooring Tali/Rantai

Metode mooring yang dapat dilakukan dengan


sistem kabel/rantai adalah sebagai berikut (Saleh,
2010):

A. Single point mooring (SPM)


Gambar 8. Tipe Dolphin-Frame Struktur dijaga posisinya dengan satu tali
guide 4.3.2.2. Pier/Quay Wall mooring, akibatnya struktur dapat
menyesuaikan posisi terhadap kondisi
Sistem ini digunakan untuk menahan pergerakan gelombang, angin, dan arus. Namun gaya
akibat arus pada satu arah. Ilustrasi ditunjukkan pada struktur akibat mooring sangat besar,
Gambar 9. selain itu memerlukan tempat yang luas untuk
berubah posisi.

B. Multi-buoy mooring (MBM)/ Spread


moorings Struktur dijaga posisinya dengan
banyak tali sehingga stuktur tidak bisa
bergerak bebas.
Namun gaya pada struktur akibat mooring lebih
terdistribusi.

C. Dynamic positioning system (DPS)


Posisi struktur dipertahankan menggunakan
Gambar 9. Tipe Pier/Quay mesin thruster yang juga dikombinasikan
dengan sistem mooring lainnya.
Wall 4.3.2.3. Kabel/Rantai
4.3.2.6. Sliding Piles
Sistem Kabel/Rantai terdiri dua bagian, yaitu bagian
tali mooring dan angkur. Tali mooring yang Pile berfungsi sebagai rel struktur yang dapat
digunakan dapat memakai kabel, rantai, atau mengizinkan struktur untuk bergerak secara
kombinasi keduanya. Tali mooring dihubungkan ke vertikal, namun pergerakan horizontal dibatasi.
dasar laut dengan menggunakan angkur atau
4.3.2.7. Jenis Angkur
pancang. Ilustrasi ditunjukkan Gambar 10.
Jenis-jenis angkur yang dapat digunakan
antara lain:

A. Soft soil anchors


Digunakan untuk diletakan pada perairan
dalam dan tanah yang sangat lunak. Angkur
berupa beton bertulang yang dilengkapi pipa
untuk jet air. Angkur disimpar di dasar laut,
kemudian jet air dihidupkan untuk membuat
angkur tenggelam di lapisan tanah lunak dan
Gambar 10. Tipe kabel/rantai mengunci angkur. Kapasitas angkur
dipengaruhi oleh tekanan pasif tanah.

4.3.2.4. Jenis Tali/Rantai B. Pile anchors


Digunakan untuk perairan yang kurang dari 27
Jenis tali mooring yang dapat digunakan adalah: m dan berada di dasar yang keras. Angkur
terdiri dari dua H-pile yang dipancang
A. Catenary line mooring
berbarengan dengan suatu kedalaman tertentu.
Bentuk tali melengkung karena dipengaruhi
Kedua pile disambung untuk meningkatkan
berat tali, gaya pengembali akibat berat tali
kapasitas angkur.
B. Taut line mooring
C. Caisson gravity anchor
Bentuk catenary dihilangkan akibat berat tali
Digunakan untuk perairan dalam yang tanahnya
yang ringan, gaya pengembali diakibatkan
keras. Dibuat dari beton bertulang dalam balok.
oleh elastisitas tali.

1 - 74 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

D. Multi-slab gravity anchor dapat difungsikan sebagai dermaga. Selain itu


Angkur dibuat dari slab beton bertulang dan aspek-aspek prasarana juga harus dipenuhi sesuai
dipasang bertumpuk-tumpuk. Mirip dengan dengan rencana jenis kapal dan jumlah kapal yang
sistem caisson hanya saja dalam bentuk berlabuh serta penyusunan denah dermaga dan
modular sehingga lebih mudah dibuat dan fasilitasnya agar tidak mempersulit manuver kapal
dipasang. Digunakan untuk perairan dalam dan untuk operasi dan pemeliharaan dermaga.
dan dangkal yang bertanah keras.
Sistem mooring diperlukan untuk menjaga posisi
E. Suction pile anchor struktur terapung agar tidak terbawa oleh gaya-
Angkur dibuat dari kasing baja yang satu sisinya gaya lingkungan. Pemilihan jenis sistem mooring
ditutup. Dipasang ke dasar oleh gaya hisap air. ditentukan dari kondisi geoteknik, kedalaman
Panjang pile ditentukan dari besar gaya yang ingin perairan, dan nilai ekonimis dari pekerjaan di
ditahan. Digunakan pada tanah lunak. daerah tersebut.

4.4. Prosedur Perencanaan Mooring DAFTAR PUSTAKA

Prosedur perencanaan mooring dapat mengikuti Balai Pantai. (2015). PROPOSAL KEGIATAN
langkah-langkah berikut (Saleh, 2010): PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SISTEM
MODULAR WAHANA APUNG . Buleleng: Tidak
A. Memilih jenis mooring dipublikasi.
Direncakan jenis mooring yang akan
dipakai untuk kemudian dicari beban Fousert , M. (2006). Floating Breakwater
mooring-nya untuk berbagai scenario. Theoretical study of a dynamic wave
attenuating system. Master Thesis, Delft.
B. Jumlah mooring dan layout
Perilaku struktur untuk berbagai kondisi beban Gaythwaite, J. W. (1990). Design of
diperiksa untuk mengetahui pergerakan Marine·Facilities , for the Berthing, Mooring,
struktur. Kemudian diskenariokan posisi dan and Repair-of Vessels. New York: VAN
jumlah mooring agar gaya mooring NOSTRAND REINHOLD .
terdistribusi rata.
McCormick , M. E. (2010). Ocean
C. Perencanaan spesifikasi mooring Engineering Mechanics With Applications.
Penentuan spesifikasi dari jenis mooring yang New York:
dipilih dan beban mooring yang diskenariokan. Cambridge University Press .

D. Pemilihan material OCDI. (2002). Technical Standards And


Pemilihan jenis material ditentukan dari kondisi Commentaries For Port And Harbour Facilities
lingkungan, durabilitas, dan faktor ekonomi. In Japan. Tokyo: Daikousha Printing Co., Ltd.

5. Kesimpulan DAN SARAN Saleh, A. H. (2010). MEGA FLOATING CONCRETE


BRIDGES. Master Thesis, Delft.
5.1. Kesimpulan
Thoresen, C. (2003). Port Designer’s Handbook:
Dalam perencanaan pemecah gelombang terapung Recommendations and Guidelines. London:
batasan-batasan yang ada bagi struktur ThomasTelford.
merupakan aspek pertama yang perlu ditinjau.
Dengan telah diketahuinya batasan dari struktur Tirimanna, D., & Falbr , J. (n.d.). CONCRETE
maka dapat diturunkan parameter-parameter FLOATING STRUCTURE TECHNOLOGY.
desain yang perlu diperhitungkan oleh perencana. Amsterdam.
Parameter desain ini akan menentukan komponen-
van Tol, P. (2008). Floating breakwaters A
komponen struktur yang digunakan, dimensi, dan
Theoretical Study and Preliminary Design of
pemilihan material bagi struktur rencana. Perilaku
a Dynamic Wave Attenuating System
struktur apung rencana sangat terpengaruh oleh
gelombang yang berimplikasikan pada performa (Master Thesis). Delft.
pemecah gelombang terapung dalam meredam Watanabe, E., Wang, C., Utsunomiya, T., & Moan,
gelombang sehingga dengan memahami perilaku T. (2004). VERY LARGE FLOATING
struktur bila terkena gelombang, maka perencana
STRUCTURES: APPLICATIONS, ANALYSIS
dapat menghasilkan suatu struktur yang optimal.
AND DESIGN. Singapore: Centre for Offshore
5.2. Saran Research and Engineering National
University of Singapore.
Dalam perencanaan dermaga apung perlu meninjau
aspek stabilitas dari struktur dan syarat kemiringan
saat dibebani dan freeboard agar struktur apung

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 75
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

REKONTRUKSI JALAN INSPEKSI TARUM TIMUR


DENGAN LAPIS PONDASI CTRB DAN CHIP SEAL
Syaeful Anwar

Teknik Jalan dan Jembatan Ahli Madya Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI Jakarta, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Email: syaeful58@gmail.com

Abstract

The road is a land transport infrastructure that is essential in economic relations and facilitate the activities of
other social activities. Changes in the area around Jalan Inspection East Tarum of agriculture into the industrial
area causes a change in the function of the road that had road inspection into the access road to the industrial
area. Changes in the functions that had low traffic increased to medium traffic, so the strength and function of
the road should be adjusted to the development, where the existing road is no longer able to serve existing
traffic. It is necessary for the proper handling and efficient costs, see the existing condition that tingga road
base irregularly should be no innovations to material existing reuse recycle with construc-tion CTRB (Cement
Treated Recycling Base) so that the strength of the foundation structure increases can serve traffic conditions is
required. So that the condition CTRB stay protected from the weather and traffic by overburden Chip Seal is the
provision of a single layer of asphalt followed by administration of a single layer of Chiping (stone of a certain
size, from price comparison between construction purposes foundation class A and Hotmix in terms of lower
cost CTRB + chip Seal.

Keyword: recycling, CTRB, chip seal.

Abstrak

Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting dalam memperlancar kegiatan hubungan
ekonomi dan kegiatan sosial lainnya. Perubahan kawasan di sekitar Jalan Inspeksi Tarum Timur dari perta-nian
menjadi daerah industri menyebabkan perubahan pada fungsi jalan yang tadinya jalan inspeksi men-jadi jalan
akses menuju daerah industri. Perubahan fungsi jalan yang tadinya lalu lintas rendah meningkat menjadi lalu
lintas sedang, sehingga kekuatan maupun fungsi dari jalan tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan,
dimana jalan eksisting sudah tidak mampu lagi melayani lalu lintas yang ada. Untuk itu perlu penanganan yang
tepat dan efisien dari biaya, melihat kondisi eksisting yang tingga pondasi jalan yang tidak beraturan perlu ada
inovasi agar material eksisting dapat digunakan kembali dengan mendaur ulang yaitu dengan konstruksi CTRB
(Cement Treated Recycling Base) sehingga kekuatan struktur pondasi meningkat dapat melayani kondisi lalu
lintas yang diperlukan. Agar kondisi CTRB tetap terlindungi dari cu-aca dan lalu lintas diberi lapisan penutup
Chip Seal yaitu pemberian satu lapisan aspal yang diikuti dengan pemberian satu lapisan Chiping (batu dengan
ukuran tertentu, dari perbandingan harga antara konstuksi pondasi klas A dan Hotmix ditinjau dari biaya lebih
murah CTRB + Chip Seal.

Kata Kunci: recycling, CTRB, chip seal.

1 - 76 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

1. PENDAHULUAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jalan Inspeksi Tarum Timur adalah ruas jalan lo-kal 4.1. Perkerasan Eksisting
2 lajur dua arah dengan volume lalu lintas ren-dah
yang berada di wilayah Kabupaten Karawang, Perkerasan Jalan Inspeksi Tarum Timur adalah
Provinsi Jawa Barat (Gambar 1). Jalan ini awalnya jalan beraspal dengan lebar 5 m dengan volume
hanya berfungsi sebagai jalan inspeksi dari saluran lalu lin-tas harian < 1000 smp/hari. Adapun secara
irigasi tarum timur yang merupakan bagian dari umum komposisi lapis perkerasan yang ada dapat
jaringan irigasi Waduk Jatiluhur. Seiring dengan dilihat pada Gambar 2.
perkembangan kawasan industri yang diikuti den-
gan meningkatnya jumlah penduduk yang bermu-
kim di sekitar saluran, fungsi jalan tersebut menin-
gkat menjadi jalan akses untuk beberapa desa dan
kegiatan industri baik manufaktur atau pertanian di
sepanjang saluran irigasi tarum timur.

Gambar 2. Lapis perkerasan eksisting

4.2. Survei dan Penyelidikan Lapangan

4.2.1. Survei Kondisi Visual

Pengamatan secara visual yang dilaksanakan pada


ruas Jalan Inspeksi Tarum Timur untuk mendata
dan mengidentifikasi kondisi perkerasan jalan
Gambar 1. Lokasi Jalan Inspeksi Tarum Timur tersebut. Hasil survey kondisi visual dapat dilihat
Sumber: google earth Mei 2010 pada Gam-bar 3.
Kondisi terakhir jalan pada awal tahun 2010
menun-jukan bahwa perkerasan jalan sudah
mengalami kerusakan yang serius. Kurangnya
pemeliharaan mengakibatkan kerusakan jalan yang
terjadi se-makin bertambah parah, sehingga warga
sebagai pengguna harus dihadapkan dengan jalan
yang me-miliki tingkat pelayanan rendah,
berlubang dan ter-genang air pada musim hujan
serta berdebu pada musim kemarau.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Laburan aspal satu lapis (Burtu) adalah lapisan


penutup pada permukaan jalan yang terdiri dari
Gambar 3. Kondisi Eksisting Jalan Inspeksi
lapisan aspal yang ditaburi agregat. Sedangkan la-
Tarum Timur
buran aspal dua lapis (Burda) adalah lapisan penu-
tup pada permukaan jalan yang terdiri lapisan Hasil survey kondisi visual pada tahun 2009 menun-
penu-tup pada permukaan jalan yang terdiri dari jukan bahwa kondisi perkerasan Jalan Inspeksi Ta-
lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua rum Timur Km. 0+500 – Km. 4+370 dalam keadan
kali se-cara berurutan (Departemen PU, 2007) rusak berat, tipe kerusakan yang terjadi merupakan
kombinasi dari berbagai macam kerusakan seperti
3. METODOLOGI PENELITIAN retak buaya, jalan berlubang, pelepasan butir agre-
gat dan kegagalan pada lapis pondasi jalan.
Pelaksanaan dilakukan diawali dengan persiapan
lapangan seperti menutup lubang yang tidak rata, 4.2.2. Tes Pit dan Pengambilan Contoh
pengukuran panjang dan lebar jalan, pemeriksaan Material
sistem drainase, kalibrasi aspal, dan pemberian la-
pis resap ikat pada permukaan aspal. selanjutnya Tes pit pada perkerasan dilaksanakan untuk
adalah pengangkutan aspal ke lapangan, pengham- menge-tahui kondisi, jenis dan ketebalan material
paran lapisan pertama, penyiraman aspal, peneba- yang me-nyusun lapis perkerasan jalan. Dari 10
ran agregat, pemadatan dan penyapuan, dan peng- lokasi tes pit yang dilaksanakan pada Km. 0+835
hamparan lapis kedua (Departemen PU, 1995). dan Km. 2+528 diperoleh data ketebalan dan jenis
material seperti terlihat pada Gambar 2.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 77
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Contoh material RAP (Reclaimed asphalt miliki ketinggian kurang lebih sama dengan elevasi
pavement) dan RAM (Reclaimed Aggregate awal jalan yang ada. Keputusan ini diambil dengan
Material) pada ked-ua lokasi tes pit kemudian pertimbangan efisiensi biaya dan keselamatan peng-
diambil dan dibawa ke Laboratorium BBPJN IV guna jalan. Peningkatan elevasi permukaan jalan akan
untuk di uji dan digunakan sebagai bahan mengakibatkan perbedaan ketinggian antara badan
pembuatan formula campuran ren-cana CTRB. jalan dan bahu jalan bertambah. Perbedaan yang
cukup signifikan akan mengakibatkan faktor
4.2.3. Pengujian Dynamic Cone Penetrometer keselamatan pengguna jalan terganggu, untuk itu
(DCP) maka elevasi bahu jalan yang ada juga harus diting-
katkan mengikuti elevasi muka jalan baru dan itu
Pada Tabel 1 ditampilkan data hasil pengujian Dy-
secara langsung akan menambah jumlah biaya yang
namic Cone Penetrometer (DCP) yang telah dilak- harus di keluarkan untuk item pekerjaan bahu jalan.
sanakan pada tanggal 16 juni 2008. Oleh karena itu maka rencana perbaikan diarahkan
Tabel 1. Nilai CBR tanah dasar hasil pengujian DCP Jalan Inspeksi Tarum Timur, Karawang

4.2.4. Kesimpulan Hasil Survai dan penyelidi-


menggunakan metode perbaikan yang tidak me-
kan Lapangan
nambah elevasi muka jalan secara signifikan.
Berdasarkan pengamatan secara visual dan pengu-
4.3.2. Desain Struktur Perkerasan
jian di lapangan, alur dengan retak buaya pada la-
pis permukaan adalah jenis kerusakan paling domi- Desain struktur perkerasan dilakukan dengan mem-
nan pada Jalan Inspeksi Tarum Timur Km. 0+500 pertimbangkan besarnya volume lalulintas harian,
– KM. 4+370. Kerusakan tipe ini disebabkan oleh
kondisi jalan eksisting, kondisi geografis, biaya dan
terjadinya deformasi pada lapis pondasi jalan atau
kemudahan pelaksanaan. Pada bagian 1 telah dise-
pada lapisan tanah dasar, sehingga lapisan diatas-nya
butkan dua opsi desain perkerasan yang dapat digu-
yang memiliki tingkat kekakuan (Stiffness) lebih tinggi
nakan untuk memperbaiki kerusakan Jalan Inspeksi
mengalami retak. Kurangnya daya dukung ta-nah
Tarum timur. Desain rencana perbaikan tersebut
dasar dapat kita lihat dari data hasil pengujian DCP
adalah seperti ditampilkan adalam Gambar 4.
dengan nilai CBR rerata sebesar 4.75 % kurang

Gambar 4. Opsi desain perkerasan pada Jalan Inspeksi Tarum Timur

dari spesifikasi minimum CBR untuk tanah dasar Perbaikan dengan pelaksanaan CTRB dan Chip Seal
sebesar 6 %. dijadikan pilihan utama dengan dasar
pertimbangan berikut:
4.3. Rencana Perbaikan
A. Kondisi volume lalulintas harian yang rendah dan
4.3.1. Desain Elevasi Permukaan Jalan didominasi kendaraan ringan sehingga tidak me-
merlukan struktur lapis permukaan dengan nilai
Pada tahap perencanaan telah diputuskan bahwa
kekakuan/modulus tinggi. Pada kondisi ini lapis
elevasi muka jalan yang akan diperbaiki akan me-
permukaan lebih berfungsi sebagai lapis kedap

1 - 78 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

air serta memberikan kerataan dan kekesatan puan lebih baik dalam mereduksi tegangan yang
(skid resistance) pada permukaan jalan. di terima oleh tanah dasar dibandingkan lapis
pondasi granular dengan ketebalan lebih tinggi.
B. Jalan ini merupakan jalan inspeksi yang berada Sehingga kegagalan subgrade, lubang dan keti-
pada tanggul Saluran Irigasi Tarum Timur, se- dak rataan jalan berkurang.
hingga lapisan tanah dasar dan pondasi jalan akan
selalu terpengaruh oleh air yang mengalir pada C. Intrusi air akibat drainase lingkungan yang buruk
saluran dan merembes ke dalam tanggul (muka air merupakan musuh utama dari lapis pondasi ja-lan.
tanah tinggi). Oleh karena itu diperlu-kan lapis Perkerasan yang di stabilisasi dengan semen
pondasi yang memiliki ketahanan lebih baik membentuk struktur yang lebih kedap, mence-gah
terhadap pengaruh air (kondisi drainase dan curah intrusi air kedalam struktur perkerasan se-hingga
hujan). Lapis pondasi yang di stabilisasi dengan kekuatan dan kekakuan struktur tetap terjaga
semen memiliki tingkat ketahanan lebih baik bahkan pada kondisi jenuh air sekalipun.
dibandingkan dengan lapis pondasi granular.
D. Lapis CTRB dapat mengurangi kemungkinan ter-
C. Untuk lapis pondasi CTRB, agregat yang digu- jadinya pumping dan intermixing subgrade fines.
nakan adalah sebagian besar merupakan agre-
gat lama (existing), sehingga peningkatan nilai
struktur yang dicapai tidak diikuti secara signifi-
kan oleh peningkatan biaya konstruksi.

D. Metode recycling juga mereduksi penggunaan


material baru sehingga laju kerusakan lingkun-
gan dapat dikurangi.

Poin-poin diatas merupakan representasi dari ke-


butuhan yang ada, sedangkan karakteristik dan
keunggulan dari material CTRB dan Chip Seal send-
iri adalah sebagai berikut:
Gambar 5. Mekanisme penyaluran beban dan
4.3.3. Cement Treated Recycling Base (CTRB) reduksi tegangan permukaan pada tanah dasar
akibat perbedaan jenis material pondasi jalan.
Pondasi yang baik merupakan bagian penting dari Sumber: www.cement.org
suatu struktur, tidak terkecuali dengan perkerasan
Gambar 5 memperlihatkan bagaimana perlakuan
jalan. Lapis pondasi (base) menyediakan ketebalan
lapis pondasi jalan dalam menyalurkan tegangan
(thickness) dan kekakuan (stiffness) yang diperlu-
pada permukaan tanah dasar/subgrade.
kan untuk memikul beban lalu lintas yang melewat-
inya. 4.3.4. Chip Seal
CTRB adalah lapis pondasi jalan yang diperoleh dari Chip seal adalah pemberian satu lapisan aspal yang
proses daur ulang perkerasan lama yang distabil- diikuti dengan pemberian satu lapisan chiping (Gam-
isasi semen dengan atau tanpa penambahan agre- bar 6). Pemberian aspal dan chiping ini dapat di-
gat baru. CTRB memberikan nilai struktur dan nilai lakukan berkali-kali dengan teknik dan ukuran chip
ekonomis lebih tinggi dibandingkan lapis pondasi
yang sesuai dengan tipe chip seal yang diinginkan.
granular karena memiliki ketahanan yang lebih
Tujuan dari chip seal adalah untuk memberikan suatu
baik terhadap pengaruh drainase dan daya dukung
lapisan penutup (seal) pada lapisan pondasi (base)
tanah dasar yang buruk. Keuntungan dari
dan untuk memberikan lapisan yang durable dengan
penggunaan material CTRB adalah sebagai berikut:
tahanan gelincir yang memadai
A. Stabilisasi menggunakan semen akan menin-
gkatkan kekuatan dan kekakuan material lapis
pondasi. Pondasi yang lebih kaku akan mengu-
rangi lendutan yang terjadi akibat beban lalu
lin-tas, sehingga menghasilkan tegangan yang
lebih rendah di permukaan atasnya. Hal ini akan Gambar 6. Ilustrasi dari pengertian Chip seal
mem-perlambat terjadinya kerusakan
permukaan sep-erti fatigue cracking dan
Untuk chip yang memiliki daya lekat (adhesi) yang
memperpanjang umur perkerasan.
rendah ataupun untuk memperpanjang umur chip
B. Dukungan yang kuat dan seragam diberikan oleh seal, precoating pada chip yang digunakan perlu
lapis pondasi CTRB sehingga mengurangi tegan- dilakukan untuk meningkatkan adhesinya. Precoat-
gan permukaan yang diterima oleh lapisan tanah ing juga berguna untuk menghindari permasalahan
dasar atau subgrade. Dengan ketebalan yang lebih yang berkaitan dengan debu ataupun kelembaban.
tipis, lapis pondasi CTRB memiliki kemam- Precoating dapat dilakukan dengan menggunakan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 79
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

aspal cair ataupun aspal emulsi yang mengandung diminimalisir.


adhesion agent 0,5 – 1 % terhadap kandungan bi-
tumen. Beberapa bahan tambah yang umumnya C. Memberikan karakteristik tekstur dan kekesatan
di-gunakan sebagai adhesion agent antara lain permukaan yang baik.
adalah amine, diamine, megamine ataupun
D. Dapat memberikan profil longitudinal dan
lelamine (An-war et al, 2008).
kenya-manan berkendara yang baik.
Pada umumnya semua jenis aspal dapat digunak-an
untuk pekerjaan chip seal, akan tetapi untuk E. Mengurangi jumlah penggunaan material
mendapatkan sifat adhesi yang baik antara aspal agregat dan aspal bila dibandingkan dengan
dengan agregat dan mengurangi kepekaan terha-dap lapis hot mix dan perkerasan berpori
temperatur sebaiknya aspal yang digunakan adalah (porous)sehingga biaya yang dikeluarkan untuk
aspal polimer yang memiliki sifat adhesivi-tas dan titik panjang jalan yang sama dapat dikurangi.
lembek tinggi (diatas rata-rata tem-peratur
F. Dapat digunakan pada permukaan lapis pondasi
perkerasan). Kedua sifat tersebut sangat menentukan
(base) untuk jalan baru, dan overlay pada per-
tingkat keberhasilan chip seal dalam melayani beban
kerasan lama baik perkerasan beton atau per-
lalu lintas. Dengan menggunak-an aspal polimer yang
kerasan lentur.
memiliki daya adhesi yang tinggi, maka kemungkinan
terjadinya pelepasan bu-tiran chip (ravelling)dapat 4.3.5. Analisis Perencanaan Lapis Perkerasan
diminimalisir. Temperatur rata-rata perkerasan di
daerah Pantura Jawa yang tinggi mengakibatkan Dari penjelasan singkat mengenai lapis pondasi
adanya kebutuhan terha-dap aspal yang memiliki CTRB dan lapis permukaan chip seal, untuk jalan
tingkat kepekaan rendah terhadap perubahan dengan volume lalu lintas rendah dan memiliki
temperatur dan memiliki titik lembek (softening point) kondisi eksisting lapis perkerasan yang buruk pili-
tinggi untuk menghindari terjadinya kerusakan han rehabilitasi dengan kedua material tersebut
fatigue, dan deformasi struk-tur (alur, bleeding, dapat menjadi suatu pilihan yang tepat. Selain dili-
flushing). Pada lapisan chip seal angka titik lembek hat dari segi teknis, biaya pelaksanaan dan
yang diperlukan untuk meng-hindari terjadinya penggu-naan material juga harus dilihat sebagai
deformasi harus lebih tinggi jika dibandingkan dengan salah satu faktor penting dalam mendesain suatu
titik lembek pada aspal yang digunakan pada hot mix, struktur lapis perkerasan.
mengingat pada lapisan
Tabel 2. Rasio umur pelayanan dan biaya bahan Catatan : nilai SN dan Biaya pada tabel diatas
dihitung dengan tebal pondasi sebesar 20 cm.

chip seal tidak digunakan material filler dan butiran Dari Tabel 2 kita dapat membandingkan secara
halus yang dapat meningkatkan stabilitas struktur umum biaya yang digunakan untuk memperbaiki
dan mencegah keluarnya aspal (bleeding, flushing) Jalan Inspeksi Tarum Timur dari kedua opsi yang
dari campuran seperti pada lapisan hot mix. ada. Dengan membandingkan biaya dari kedua
opsi struktur perkerasan tersebut kita dapat
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan memilih opsi mana yang lebih efisien dari segi
lapis chip seal pada permukaan jalan adalah pembiayaan untuk dilaksanakan.
sebagai berikut:
Rasio perbandingan antara peningkatan kapasitas
A. Mengembalikan/menambah kekesatan (skid re- struktur dan biaya yang dikeluarkan untuk
sistance) dan memberikan sifat kedap air pada berbagai jenis pondasi jalan dapat kita lihat pada
permukaan jalan, baik untuk jalan baru atau tabel 2 beri-kut ini
per-mukaan jalan lama dengan kondisi struktur
yang relatif masih baik. Dari tabel tersebut dapat kita hitung selisih biaya
pondasi antara kedua opsi perbaikan yang di jelas-
B. Dapat dilaksanakan dalam waktu yang relatif kan dalam gambar 4 untuk mengetahui seberapa
singkat, untuk kegiatan preservasi gangguan lalu besar efisiensi biaya yang bisa kita dapat.
lintas akibat adanya pekerjaan perbaikan dapat

1 - 80 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

A. Jika perkerasan dilaksanakan dengan opsi per- kita bandingkan dengan penggunaan single
tama dimana lapis pondasi menggunakan LP A layer chip seal dengan ukuran chip agregat 9
dan LP B, maka peningkatan kapasitas struktur mm den-gan volume pemakaian agregat sekitar
pondasi dan biaya yang dikeluarkan adalah : 18 kg/ m2, sehingga dapat kita hitung ada
penghematan agregat sekitar 95 kg/m 2 hampir
Kapasitas Struktur (SN) LP A lima kali kebu-tuhan agregat untuk Chip Seal.

Kapasitas Struktur (SN) LP B Dari perhitungan desain, nilai struktur yang dihi-tung
untuk mengakomodasi beban lalu lintas dan
Rasio Biaya : LP A memperhatikan kapasitas daya dukung tanah dasar
adalah sebesar 5,1, sehingga dengan menggunakan
LP B
lapis pondasi CTRB struktur jalan tersebut tidak lagi
Total biaya untuk pekerjaan pondasi LP A dan LP B memerlukan lapis permukaan yang memberikan
tambahan nilai struktur terhadap lapis perkerasan di
adalah 1, 75.
bawahnya. Sedangkan jika menggunakan lapis
B. Jika Perkerasan dilaksanakan dengan Opsi ked- pondasi granular (LP A dan LP B) masih diperlukan
ua dimana lapis pondasi menggunakan lapisan tambahan nilai struktur (SN) dari lapis permukaan
CTRB, maka peningkatan kapasitas struktur sebesar 0,4.
pon-dasi dan biaya yang dikeluarkan adalah :
Dengan memberikan lapisan hot mix diatas lapis
Kapasitas struktur (SN) CTRB pondasi granular nilai struktur jalan tersebut akan
meningkat, tetapi jumlah biaya yang dikeluarkan
Rasio Biaya : CTRB akan tidak sebanding dengan nilai struktur yang
dibutuhkan. Jika kita melihat pada rasio biaya kon-
Total biaya pondasi CTRB adalah 1,86 struksi pondasi CTRB, nilainya memang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan nilai biaya konstruksi LP
Gambaran mengenai perbandingan biaya untuk pe- A dan LP B, tetapi nilai tersebut dikompensasi
kerjaan chip seal dan hot mix dapat kita lihat dari dengan rasio peningkatan kapasitas struktur/nilai
persentase pengunaan material aspal dan agregat struk-turnya sehingga biaya yang dibutuhkan
pada kedua tipe lapis permukaan dalam uraian dan untuk lapis permukaan dapat dikurangi dengan
Gambar 7. jumlah yang cukup signifikan yaitu untuk aspal
dapat di hemat sekitar 4,5 kg/m 2 hampir tiga kali
kebutuhan aspal dan agregat sekitar 95 kg/m 2
hampir 5(lima) kali kebutuhan agregat.

4.3.6. Desain rencana campuran material per-


Gambar 7. Perbandingan wearing course dengan kerasan
Chip seal
Setelah jenis struktur perkerasan yang akan dik-
A. Penggunaan aspal erjakan ditetapkan, tahap pekerjaan selanjutnya
Dengan asumsi kadar aspal 6 % untuk lapisan adalah mempersiapkan desain rencana campuran
wearing course, maka untuk memproduksi 1 ton untuk material struktur perkerasan baik untuk lapis
hot mix kita akan membutuhkan aspal seban- pondasi maupun lapis permukaan.
yak 60kg. Dengan asumsi berat jenis campuran
sebesar 2.4 ton/m3, maka untuk mendapatkan Desain rencana campuran CTRB dilakukan di labo-
5 cm lapis beraspal kita memerlukan minimal 6 ratorium BBPJN IV untuk mendapatkan kadar se-
kg/m2 (5.8 liter/m2). Sedangkan jika kita meng- men minimum, kadar air optimum dan nilai berat
gunakan single layer chip seal dengan asumsi isi kering pada kadar air optimum campuranyang
penggunaan aspal sebesar 1,5 liter/m2 , maka memenuhi nilai UCS minimal 30 kg/cm2. Resume
biaya aspal yang dapat di hemat sekitar 4,5 kg/ desain rencana campuran ditampilkan dalam Tabel
m2 hampir 3(tiga) kali kebutuhan aspal untuk 3.
Chip Seal. Perbandingan wearing course dan
chip seal dapat dilihat pada Gambar 7.
B. Penggunaan agregat
Jika asumsi kadar aspal pada campuran hot mix
adalah sebesar 6 %, maka jumlah agregat yang
dibutuhkan untuk 1 ton campuran adalah seban-
yak 940 kg. jika ketebalan hamparan hot mix
adalah 5 cm berarti setiap 1 ton hot mix dapat
dihampar menjadi 8,3 m2 di lapangan. Dari ni-lai
tersebut jumlah agregat yang digunakan per meter
persegi adalah sebesar 113,3 kg/ m2. Jika

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 81
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 3. Resume desain rencana campuran CTRB Jalan Inspeksi Tarum Timur

Sedangkan untuk lapisan chip seal dengan mem- seal, pada permukaan CTRB di berikan lapis prime
perhatikan volume lalu lintas dan temperatur per- coat dengan aspal emulsi. Data properties material
kerasan yang berkisar pada 60 °C, maka pekerjaan chip agregat dan aspal polimer E-65 yang digunak-
single layer chip seal yang dilaksanakan adalah tipe an untuk Jalan Inspeksi Tarum Timur ditampilkan
ALD 9 mm (Average least dimention), dengan peng- dalam Tabel 4 dan Tabel 5.
gunaan agregat sebesar 18 kg/m 2 dan aspal polimer
E-65 sebesar 1.5 lt/m2. Precoating chip agregat den- Material yang digunakan untuk pekerjaan
gan aspal emulsi dilakukan sebelum digunakan pada perbaikan Jalan Inspeksi Tarum Timur telah
lapis chip seal untuk meningkatkan adhesi antara melalui uji labo-ratorium dan dinyatakan
aspal dan chip agregat. Sedangkan untuk menin- memenuhi spesifikasi dan layak untuk digunakan.
gkatkan bonding antara permukaan CTRB dan chip
Tabel 4. Resume hasil pengujian properties agregat ex. Crusher PT. Kadi Internasional

Tabel 5. Resume hasil pengujian properties aspal polimer E-65

1 - 82 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

4.4. Pelaksanaan Pekerjaan Perbaikan Jalan


Inspeksi Tarum Timur

Pelaksanaan pekerjaan perbaikan Jalan Inspeksi


Tarum Timur mulai direalisasikan pada tanggal 20
April 2010 yang diawali dengan pekerjaan CTRB
pada km. 4+370.

4.4.1. Pelaksanaan Pekerjaan CTRB

Pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi CTRB dilak-


sanakan dengan metoda pencampuran dilapangan
dengan kadar semen minimum 3,8 % dan kadar air Gambar 10. Pencampuran RAM, semen dan air
optimum 10,4 %. Adapun tahapan-tahapan pelak- F. Padatkan campuran CTRB dengan Sheep Foot
sanaan pekerjaan CTRB adalah sebagai berikut: Roller untuk pemadatan lapisan bawah dan
Vibro Roller untuk lapis permukaan (Gambar 11
A. Penyiapan permukaan jalan, termasuk dan Gambar 12)
pembersi-han dan pengalihan arus lalulintas.

B. Penggemburan perkerasan lama dengan alat WR


2500s sesuai dengan kedalaman 30 cm sesuai
rencana (Gambar 8).

Gambar 11. Pemadatan dengan Sheep foot roller

Gambar 8. Penggemburan perkerasan lama

C. Pemadatan kembali ke elevasi awal jalan.

D. Ukur kadar air RAM kemudian hamparkan


semen (PC) pada permukaan jalan sesuai
dengan kadar semen minimum pada formula
campuran ren-cana (Gambar 9).

Gambar 12. Pemadatan dengan Vibro roller


G. Bentuk kemiringan dan elevasi muka jalan den-
gan menggunakan motor grader sesuai desain
rencana (Gambar 13).

Gambar 9. Penghamparan semen


E. Lakukan pencampuran RAP dan RAM dengan
semen dan air menggunakan alat WR 2500s,
penambahan air sesuai dengan kadar air opti-
mum rencana dengan memperhatikan kadar air
awal RAP dan RAM (Gambar 10).
Gambar 13. Pembentukan kemiringan dan
elevasi muka jalan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 83
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

H. Pemadatan akhir lapisan CTRB dengan menggu- Untuk tahapan pelaksanaan pekerjaan chip seal,
nakan penggilas roda karet (Gambar 14). lproses pengerjaannya adalah sebagai berikut:

A. Penyiapan permukaan jalan, termasuk


pembersi-han dan pengalihan arus lalulintas.

B. Lakukan precoating terhadap agregat/chip untuk


meningkatkan adhesivitas antara aspal dan chip
agregat, pada pekerjaan ini precoating dilaku-kan
dengan menggunakan aspal emulsi terhadap chip
agregat dengan ukuran maksimal 9 mm.

C. Semprotkan aspal emulsi sebagai lapisan prime


coat pada permukaan lapisan CTRB (Gambar
17) sebelum pekerjaan chip seal dilaksanakan
Gambar 14. Pemadatan akhir dengan alat untuk memberikan lekatan/bonding yang kuat
penggilas roda karet
antara chip seal dengan lapisan CTRB.
I. Lakukan Curing untuk menghindari terjadinya
retakan yang diakibatkan dari proses hidrasi se-
men (Gambar 15).

Gambar 15. Curing dengan menggunakan Gambar 17. Pelaksanaan Pekerjaan Prime Coat
water tank

4.4.2. Pelaksanaan Pekerjaan Chip seal D. Setelah pekerjaan prime coat selesai, maka pe-
kerjaan chip seal siap untuk dikerjakan. Aspal
Pelaksanaan pekerjaan single layer chip seal dilak- polimer E-65 dan chip agregat dengan uku-ran
sanakan dengan menggunakan alat Synchronous Chip maksimum 9 mm yang sudah di precoating
Sealer/Binder-Chip Spreader (Gambar 16) yang dimuat ke atas tangki dan bin pada
mengintegrasikan aspal sprayer dengan agre-gat/chip synchronous chip sealer (Gambar 18).
spreader. Keunggulan metode pelaksa-naan dengan
menggunakan metode ini adalah wak-tu antara
penyemprotan aspal kepermukaan jalan dengan
penaburan agregat/chiping hampir bersa-maan
sehingga suhu aspal masih dalam kondisi pa-nas
ketika ditaburi agregat, akibatnya lekatan aspal
dengan agregat akan menjadi lebih kuat.

Gambar 18. Proses loading chip agregat ke-


dalam bin Syncronous chip sealer

E. Lakukan kalibrasi alat (Gambar 19) untuk men-


getahui besar bukaan chip spreader dan aspal
Gambar 16. Syncronous Chip Sealer/Binder –
sprayer serta kecepatan laju kendaraan yang
Chip Spreader
sesuai dengan rencana pekerjaan chip seal

1 - 84 JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Tabel 6. Resume hasil pengujian UCS

Gambar 19. Proses kalibrasi alat


(agregat 18 kg/m2, aspal 1.5 lt/m2)

F. Setelah proses kalibrasi alat selesai, pekerjaan


chip seal siap dilaksanakan dengan kecepatan
alat 10 km/jam (Gambar 20).

Gambar 20. Pelaksanaan Pekerjaan Chip Seal


dengan alat Syncronous chip sealer.

G. Setelah aspal dan agregat dihamparkan, laku-


kan pemadatan dengan menggunakan penggilas
roda karet (Gambar 21).
Tabel 7. Resume hasil pengujian sand cone

Gambar 21. Pemadatan dengan Peng-


gilas Roda Karet

4.4.3. Pengendalian Kualitas Pekerjaan

Tingkat keberhasilan pekerjaan perbaikan Jalan In-


speksi Tarum Timur Sangat ditentukan oleh pros-es
pengendalian kualitas pekerjaan selama proses
konstruksi jalan berlangsung. Untuk mendapatkan
kualitas yang baik, maka pengawasan dan pengu-
Dari kedua tabel diatas, hasil pekerjaan CTRB
jian yang ketat dilakukan pada setiap tahapan pe-
untuk pekerjaan Jalan Inspeksi Tarum Timur
kerjaan, seperti pengujian kuat tekan/UCS dan
sand cone untuk pekerjaan CTRB dan proses (Gambar 22) dapat dinyatakan baik dan layak
kalibrasi alat pada pelaksanaan pekerjaan chip digunakan sebagi lapis pondasi jalan.
seal. Hasil pen-gujian UCS dan sand cone CTRB
dapat dilihat dalam Tabel 6 dan Tabel 7.

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 85
Vol. 2 No. 02 Desember 2016

nya untuk aspal butuh 3(tiga) kali kebutuhan


untuk Chip Seal dan untuk Agregatnya butuh
5(lima) kali kebutuhan agregat untuk Chip
Seal.

2. Dari hasi perhitungan harga jauh lebih men-


guntungkan menggunakan Opsi 2 walaupun
pada pondasi sedikit lebih mahal tetapi dari
SN lebih tinggi

5.2. Saran

Pilihan konstruksi untuk mengatasi kondisi lingkun-


gan sekitar yaitu dengan sungai dan kondisi ta-nah
dasar dibawah batas spesifikasi, pilihan opsi 2
Gambar 22. JalanInspeksi Tarum Timur den-gan menggunakan pondasi CTRB dan Surface Chip Seal
lapis pondasi CTRB dan Bitumen surface treatment merupakan pilihan yang tepat, ditinjau dari kebutu-
dengan single layer chip seal. han SN masih mampu untuk mendukung lalulintas
5. KESIMPULAN DAN SARAN dan dari biaya pelaksanaan ternyata lebih murah

5.1. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA

A. Dari hasil Survay Lapangan Kondisi jalan Eksist- Depertemen Pekerjaan Umum, (2007), Spesifikasi
ing dalam keadaan rusak berat, tipe kerusakan Umum – Seksi 6.2, Laburan Aspal Satu Lapis
yang terjadi merupakan kombinasi dari berbagai (Burtu) dan Laburan Aspal Dua Lapis (Burda),
macam kerusakan seperti retak buaya, jalan Depertemen Pekerjaan Umum, Indonesia.
ber-lubang, pelepasan butir agregat dan
Depertemen Pekerjaan Umum, (1995), Tata Cara
kegagalan pada lapis pondasi.
Pelaksanaan Laburan Aspal Satu Lapis (Burtu)
B. Daya dukung tanah (CBR) hasil DCP antara 2,53 untuk Perkerasan Jalan, SNI 03-3979-1995,
- 9,47 % rerata 4,75 % kurang dari spesifikasi Depertemen Pekerjaan Umum, Indonesia.
minimum CBR untuk tanah dasar sebesar 6%.
Depertemen Pekerjaan Umum, (1995), Tata Cara
C. Hasil perhitungan desain untuk 10 (sepuluh) ta- Pelaksanaan Laburan Aspal Dua Lapis (Burda)
hun membutuhkan Struktur Number (SN) 5,1 untuk Perkerasan Jalan, SNI 03-3980-1995,
terhadap perkerasan eksisting yang ada. Depertemen Pekerjaan Umum, Indonesia.

D. Perbandingan pilihan konstruksi yang akan digu- Depertemen Pekerjaan Umum, (2002), Spesifikasi
nakan pada pelaksanaan adalah sebagai berikut: Bahan Laburan Aspal Satu Lapis (Burtu) dan
Laburan Aspal Dua Lapis (Burda), SNI 03-
1. Opsi 1 menggunakan podasi dengan Kontrusi 6750-1995 Depertemen Pekerjaan Umum,
LPA tebal 15 cm dan LPB tebal 20 cm dengan Indonesia.
Struktur Number (SN) = 4,7 sementara ke-
butuhan SN adalah 5,1 sehingga masih diper- Depertemen Pekerjaan Umum, (1983), Petunjuk
lukan lapisan Surface menggunakan Wearing Pelaksanaan Laburan Aspal Satu Lapis (Bur-
Course tebal 5 cm Struktur Number(SN) = 0,28 tu), No.08/PT/B/1983, Depertemen Peker-
x 5 = 1,4 jumlah keseluruhan SN = 6,1 jaan Umum, Indonesia.

2. Opsi 2 menggunakan CTRB Struktur Number Depertemen Pekerjaan Umum, (1983), Petunjuk
(SN) = 5,1 kebutuhan SN terpenuhi dan tidak Pelaksanaan Laburan Aspal Dua Lapis (Bur-
perlu lagi tambahan, tetapi sebagai surface da), No.14/PT/B/1983, Depertemen Peker-
treatmen perlu di lapis dengan Chip Seal. jaan Umum, Indonesia.

3. Dari dua opsi tersebut opsi 2 dengan pondasi Direktorat Bina Marga, (2007), Spesifikasi Khusus
CTRB dan Surface Chip Seal masih mampu “Cement Treated Recycling Base dan
untuk mendukung Struktur Number (SN) 5,1 SubBase (CTRB & CTSB) dicampur di tempat
(Mix In Place)
E. Pilihan Desain Struktur pekerasan dari ke dua
opsi ditinjau dari Rasio umur pelayanan dan bi- http://www.cement.org/pavements/pv_fdr_start.
aya bahan lapis pondasi adalah sebagai berikut: asp, Cement Treated Base (CTB) (2010)

1. Opsi 1 pondasi LPA dan LPB = 1,75 dan Opsi 2 Wirtgen, 2004, “Wirtgen Cold Recycling Manual”,
pondasi CTRB = 1,86 berarti lebih mahal opsi 2 2th Edition, Germany.
tetapi apabila di bandingkan dengan surface

1 - 86 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 2 No. 02 Desember 2016

MENJAWAB TANTANGAN JALAN TOL 1000 KM

Herry Trisaputra Zuna

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol


Badan Pengatur Jalan Tol,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
hatezet@gmail.com

Abstract

Interconnected and integrated infrastructure system is a necessity to ensure better mobility and accessibili-ty
among people and goods. Toll Road Strategic Planning is conducted to increase connectivity in supporting
competitiveness through development of more than 1000 km new toll roads and improvement of toll road user
satisfaction by providing reliable service. To fulfill the plan, toll road development policies are directed by
conducting 4 (four) main actions which are focusing in Public Private Partnership (PPP), namely: new PPP
scheme; procedure simplification; government supportsare guaranteed; and land acquisition acceleration. This
basic direction in toll road policy could improve more conducive investment climate to support accelera-tion in
toll road development and providing better toll road service.

Keywords: infrastructure, toll road, PPP, toll road

service Abstrak

Infrastruktur yang terkoneksi dan terintegrasi dapat memastikan kelancaran pergerakan manusia dan ba-
rang. Hal ini berdampak langsung pada efisiensi, peningkatan daya saing dan kelancaran kegiatan sosial-
ekonomi. Rencana strategis jalan tol dilaksakanakan dalam rangka meningkatkan dukungan konektivitas
bagi penguatan daya saing melalui pembangunan lebih dari 1000 km jalan tol baru dan meningkatkan
kepuasan pengguna jalan tol yang dipenuhi dengan pelayanan jalan tol yang handal. Untuk mencapai tu-
juan tersebut, arah kebijakan pengembangan jalan tol dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan utama
den-gan menitikberatkan pada pola Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yaitu mencari
skema KPBU baru, penyederhanaan prosedur, penambahan dukungan pemerintah, dan percepatan
pengadaan lahan. Arahan dasar kebijakan sektor jalan tol tersebut dapat menciptakan iklim investasi
yang lebih kon-dusif yang mendukung program percepatan pembangunan jalan tol dan menyediakan
pelayanan jalan tol yang lebih baik.

Kata Kunci: infrastruktur, jalan tol, KPBU, pelayanan jalan tol

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 87
Vol. 2 No. 02 Desember 2016 Lampiran

ANALISIS KEGAGALAN KONSTRUKSI PADA BANGUNAN GEDUNG DI


PROVINSI JAWA BARAT
Rina Rusdiani1
Sarwono Hardjomuljadi2

Mahasiswa Magister Manajemen Proyek Konstruksi1


Dosen Sekolah Pascasarjana2
1,2Universitas Parahyangan

Email : rina4urusdiani@gmail.com1, sarwonohm2@yahoo.co.id2

Abstract

The failure of construction may negatively impact on the quality of building construction, especially for the
service user/owner as owner. This study aims to determine the dominant factors causing the failure of ef-forts
to reduce the construction and construction failure. Using multivariant analysis and factors with the help of the
program Statistical Package for Social Science (SPSS) version 22.0 for Windows. From the re-sults of calculation
of Relative Importance Index (RII) obtained the main factors causing the failure of con-struction, namely:
aspects of service providers/ contractors (Related Skills/Training Training and sloppiness of Labor as well as the
use of materials under Standart), aspects of planning consultants (Design & Speci-fications Not Available
Standart technical & Rules) and the General Conditions aspect is Legal. Measures to reduce construction failure,
namely: Need held a training and certification of construction of buildings to increase the ability and skills of the
workforce in construction building of buildings should be to increase the competence of work in the construction
world to improve the quality of Human Resources (HR) in the field of construction owned company, which will
also be improve the quality of the construction company, to achieve quality objectives, the project design
planning must be detailed to facilitate implemantion of con-struction. Completion of the Act and the Regulations
on Construction Failure needs to be done immediately. Review the design needs to be done by the service
providers / contractors to facilitate the implementation of construction contractors and Routine Monitoring
should be done Engineer / Consultant supervisor so that the quality and the quality of building construction as
expected.

Keywords: Failure Construction, Dominant Factor, Relative Importance Index (RII)

Abstrak

Terjadinya kegagalan konstruksi dapat memberikan dampak buruk pada kualitas bangunan konstruksi,
terutama bagi pengguna jasa/ owner sebagai pemilik. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor
dominan penyebab kegagalan konstruksi dan usaha mengurangi kegagalan konstruksi,menggunakan
anali-sis Multivariant dan faktor dengan bantuan program Statistical Package for Social Science (SPSS) for
Win-dows version 22.0. Dari hasil Perhitungan Relative Importance Index (RII) diperoleh faktor utama
penyebab terjadinya kegagalan konstruksi yaitu: aspek penyedia jasa/ kontraktor (terkait
Keterampilan/Pelatihan dan Kecerobohan Tenaga Kerja serta penggunaan Material di bawah Standart),
aspek konsultan perencana (Desain & Spesifikasi Tidak Sesuai Standart Teknis & Peraturan) dan aspek
Ketentuan Umum adalah Ma-salah Hukum. Tindakan-tindakan untuk mengurangi kegagalan konstruksi
yaitu : Perlu di adakan pelatihan dan sertifikasi tenaga konstruksi gedung untuk menambah kemampuan
dan keterampilan tenaga kerja di bidang konstruksi banguan gedung Perlu peningkatan kompetensi kerja
dalam dunia konstruksi untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang konstruksi
yang dimiliki perusahaan, yang juga akan meningkatkan kualitas perusahaan jasa konstruksi, Untuk
mencapai sasaran mutu proyek maka perencanaan desain harus mendetail untuk memudahkan dalam
pelaksanaan konstruksi. Penyempurnaan Undang-undang dan Peraturan tentang Kegagalan Konstruksi
perlu dilakukan segera. Review desain perlu dilakukan oleh penyedia jasa/ kontraktor untuk memudahkan
kontraktor dalam pelaksanaan konstruksi dan Pengawasan Rutin harus dilakukan Engineer/Konsultan
pengawas agar mutu dan kualitas bangunan konstruksi sesuai dengan yang diharapkan.

Kata Kunci: Kegagalan Konstruksi, Faktor Dominan, Relative Importance Index (RII)

1 - 88 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 2 No. 02 Desember 2016

IDENTIFIKASI KEBOCORAN PIPA PDAM KOTA MALANG


DENGAN METODE STEP TEST

Zahra Aulia Syahidah1


Suprapti Bintari2

Penata Penyehatan Lingkungan1


Penelaah Penyehatan Lingkungan Permukiman2
1,2Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

zahraauliasyahidah@yahoo.co.id1, bintari.suprapti168@gmail.com2

Abstract

PDAM Malang who has successfully served of clean water needs until 80.4 %, still face the potential loss that
caused by water losses. Total water losses of PDAM Malang in 2013 are 26.92 %. One of the problem is because
of pipeline leak. It is necessary to test the pipeline for identification of leak location, so that PDAM Malang can
perform curative action appropriately. Pipeline leak testing conduct at District Meter Area (DMA) Wendit, on
Malang City aims to identify the point of leakage and determine action for further improvement. In addition, this
study aims to assess the magnitude of the losses of PDAM Malang due to water losses. The method is performed
by step test method which are directly applicable on the field at night. Then the result and financial analysis are
analyzed with qualitative and quantitative method. The result of step test indicate that pipeline on Amandit
street are in the classes of high leak, with the value of dQ/dSR 0,1011. Priority handling of the leak will be
started from this area. The usage of step test method has been assist PDAM Malang to decreasing the
precentage of water losses of 3 % per month, so that it could be increasing the revenue until Rp. 1.033.000,00
per month. When the handling of water losses not taken immediately, the estimated of loss is about Rp.
32.441.472,00 per month or Rp 413.297.664,00 per year.

Keywords : step test, pipeline leakage, district meter area (DMA), PDAM Malang

Abstrak

PDAM Kota Malang yang telah berhasil melayani kebutuhan air bersih sebesar 80.4%, masih menghadapi
potensi kerugian akibat kehilangan air. Total kehilangan air yang dialami PDAM Kota Malang tahun 2013
adalah sebesar 26.92%. Salah satu penyebab kehilangan air ini adalah kebocoran pipa. Perlu dilakukan uji
identifikasi lokasi kebocoran pipa, sehingga PDAM Kota Malang dapat melakukan tindakan kuratif secara
tepat. Pengujian kebocoran pipa yang dilakukan di District Meter Area (DMA) Wendit Kota Malang bertu-
juan untuk mengidentifikasi titik kebocoran air dan menentukan langkah perbaikan selanjutnya. Selain
itu, penelitian ini bertujuan menaksir besarnya kerugian yang dialami PDAM Kota Malang akibat
kehilangan air. Metode yang dilakukan menggunakan metode step test secara langsung di lapangan pada
malam hari. Setelah itu dilakukan analisis hasil dan analisis keuangan secara kualitatif dan kuantitatif.
Hasil uji step test menunjukkan pipa yang berada di Jl. Amandit berada dalam klasifikasi kelas bocor yang
tinggi, dengan nilai dQ/dSR sebesar 0,1011. Prioritas penanganan kebocoran akan dimulai dari area ini.
Penggunaan metode step test telah membantu PDAM Kota Malang menurunkan presentase kehilangan air
sebesar 3% per bu-lannya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan sebesar Rp 1.033.000,00 per
bulan. Jika penanganan kebocoran air tidak segera dilakukan, maka estimasi kerugian mencapai Rp
32.441.472,00 per bulan atau Rp 413.297.664,00 per tahun.

Kata kunci : step test, kebocoran pipa, district meter area (DMA), PDAM Kota Malang

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 89
Vol. 2 No. 02 Desember 2016 Lampiran

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN


MEMPERTIMBANGKAN KETERJANGKAUAN DAYA BELI MASYARAKAT
MENGGUNAKAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Studi
Kasus : PDAM Kota Bukittinggi, Sumatera Barat
Ricky Fernandez1
Suprihanto Notodarmojo2

Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan1 Dosen Jurusan Teknik Lingkungan2 1,2Institut Teknologi
Bandung Email: ricky_fdz@yahoo.com1, suprihanto@ftsl.itb.ac.id2

Abstract

This study aims to provide recommendation alternatives of drinking water supply system in Bukittinggi
city West Sumatera based on the selection of the best system and financial feasibility by the affordability
of community purchasing ability consideration. Results of the CVM method shows that the value of ability
to pay (ATP) is Rp. 3.732 /m 3 and value of Willingness To Pay (WTP) is Rp. 7.442 /m 3. The result of
analysis show that system 4 has the best financial feasibility by the affordability of community purchasing
ability consideration. This system use Sutijo Waters spring with capacity 300 liters/second and established
in two phase: phase I (2016-2024) with capacity 100 liters/second and phase II (2024-2035) with
capacity 200 liters/second. This system need total investment in phase I is Rp. 39.529.387.287 and phase
II is Rp. 39.529.387.287. Investment of this system will be funded through “penyertaan modal
pemerintah” pro-gram, 100% raw water unit will be funded by APBN through Directorate General of Water
Resources, 70% of production unit will be funded by APBN through Directorate General of Human
Settlements and 30% will be funded by APBD of Bukittinggi city, 30% of distribution network will be
funded by APBD of Bukittinggi city and 70% will be funded by Bank loan. With water sales rate is Rp.
3.700/m3, this financing scheme is financial feasible with NPV Rp. 55.580.153.601, BCR 1,25 and BEP in 7
years with production cost Rp. 2.432/m 3. This result of sensitivity analysis shows that this system is still
feasible with risk of 10% increase in operating and capital cost, also 10% decrease in revenue.

Keyword : drinking water system development, affordability of community purchasing ability, CVM,
finan-cial feasibility.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan sebuah alternatif sistem pengembangan air minum di Kota Bukit-
tinggi Sumatera Barat yang layak secara finansial dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat untuk air
minum. Hasil penelitian keterjangkauan daya beli masyarakat untuk air minum dengan menggunakan
Contingent Valuation Method (CVM) menunjukan bahwa nilai yang mampu dibayar oleh masyarakat (Ability To
Pay/ATP) adalah sebesar Rp. 3.732/m3 sementara nilai yang mau dibayar masyarakat dengan adanya
peningkatan pelayanan (Willingness To Pay) adalah sebesar Rp. 7.442/m3. Berdasarkan nilai keterjangkau-an
daya beli masyarakat tersebut maka sistem 4 merupakan sistem terpilih karena memiliki kelayakan fi-nansial
yang terbaik dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Sistem 4 merupakan sistem pengembangan air minum
dengan menggunakan mata air Sutijo sebagai sumber air baku dengan kapasitas 300 L/detik. Pembangunan
akan dilaksanakan melalui dua tahap, tahap I pada tahun 2016-2024 sebesar 100 L/detik dan tahap II pada
tahun 2024-2035 sebesar 200 L/detik. Sistem ini membutuhkan biaya investasi pada tahap I sebesar Rp.
39.529.387.287 dan tahap II sebesar Rp. 64.821.997.789. Kebutuhan investasi akan didanai melalui
penyertaan modal pemerintah dimana unit air baku 100% dibiayai oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,
unit produksi 70% dibiayai oleh Direkrtorat Jenderal Cipta Karya dan 30% melalui pinja-man Bank sementara
unit distribusi 30% dibiayai oleh APBD Kota Bukittinggi dan 70% melalui pinjaman Bank. Dengan penggunaan
tarif dasar air minum sebesar Rp. 3.700/m 3 maka skema pembiayaan ini layak secara finansial dengan nilai
NPV, BCR dan BEP secara berurutan sebesar Rp. 55.580.153.601, 1,25 dan 7 tahun serta Harga Pokok Produksi
sebesar Rp. 2.432/m3. Analisa sensitivitas menunjukan bahwa sistem ini masih layak untuk dilaksanakan
dengan adanya resiko kenaikan biaya operasional, kenaikan biaya in-vestasi, dan penurunan pendapatan air
masing-masing sebesar 10%.

Kata kunci : Pengembangan sistem penyediaan air minum, keterjangkauan daya beli masyarakat, Con-
tingent Valuation Method (CVM), kelayakan finansial

1 - 90 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 2 No. 02 Desember 2016

UPAYA TEKNIS PERBAIKAN DEFISIENSI KESELAMATAN AKIBAT


KETIDAKTEPATAN GEOMETRIK JALAN DAN PENYALAHGUNAAN RUANG
BAGIAN JALAN (Studi Kasus: Ruas Jalan Nasional Yogyakarta – Sedayu
– Klangon – Sentolo – Milir – Wates)

Tisara Sita1
M. Fathoni Jalaluddin2

Mahasiswa Magister Sistem dan Teknik Transportasi1 Perancang Teknik Pembangunan Jalan
dan Jembatan2 1Universitas Gajah Mada
2Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DI Yogyakarta

Email: tisarasita@gmail.com1, mfathonyj@gmail.com2

Abstract

The national highway Yogyakarta – Sedayu – Klangon – Sentolo – Milir – Wates is one of the roads in Yogya-
karta with a relatively high accident rate. This statement indicates that this road has deficiency of infrastruc-ture
or road safety deficiency. Therefore, it is necessary to identify road geometric problems and abusement of road
space utilization, thus technical recommendations can be obtained to achieve the principles of for-giving road,
self-explaining road, self-regulating road, and self-enforcing road. Technical recommendations to improve road
safety deficiencies obtained through field observation by dividing roads into four segments and then examine
the problems of: (1) the geometric conditions; (2) the condition of the pavement; (3) harmonization of signs
and markings; and (4) abusement of road space utilization. The results showed that the improvement of road
safety deficiencies in the accident-prone locations prioritized to: (1) the widening of the road; (2) improvement
of transverse slope; (3) maintenance of pavement; (4) the construction of the road divider; (5) remarking; (6)
paved road shoulder; (7) the harmonization of signs and signals; and (8) controlling the use of road space
utilization, road space asset, and road space supervision.

Keywords: road safety deficiencies, road improvement, forgiving road

Abstrak

Ruas Jalan Nasional Yogyakarta – Sedayu – Klangon – Sentolo – Milir – Wates merupakan salah satu ruas jalan
di Yogyakarta dengan angka kecelakaan yang relatif tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pada ruas jalan
tersebut terdapat defisiensi keselamatan berkendaraan, oleh karena itu diperlukan identifikasi permasalahan
geometrik jalan dan penyalahgunaan terhadap pemanfaatan ruang bagian jalan, sehingga didapatkan
rekomendasi teknik untuk mencapai prinsip jalan berkeselamatan (forgiving road), self-explain-ing road, self-
regulating road, dan self-enforcing road. Rekomendasi teknik untuk memperbaiki defisiensi keselamatan
berkendaraan didapatkan melalui peninjauan lapangan dengan membagi ruas jalan tersebut menjadi empat
segmen dan kemudian mencermati permasalahan: (1) kondisi geometrik jalan; (2) kondisi perkerasan jalan; (3)
harmonisasi rambu dan marka; dan (4) penyalahgunaan terhadap pemanfaatan ru-ang bagian jalan. Hasil
analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa penanganan defisiensi keselamatan berkendaraan di lokasi rawan
kecelakaan diprioritaskan pada: (1) pelebaran jalan; (2) perbaikan kemirin-gan melintang; (3) pemeliharaan
perkerasan jalan; (4) penambahan median jalan; (5) pemarkaan ulang;
(6) perkerasan bahu jalan; (7) harmonisasi rambu dan sinyal; dan (8) penertiban pemanfaatan ruang
man-faat jalan (rumaja), ruang milik jalan (rumija), dan ruang pengawasan jalan (ruwasja).

Kata Kunci: defisiensi keselamatan berkendaraan, perbaikan jalan, jalan berkeselamatan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 91
Vol. 2 No. 02 Desember 2016 Lampiran

FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA CONTRACT CHANGE ORDER (CCO)


DAN PENGARUHNYA TERHADAP PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI
PEMBANGUNAN BENDUNG
Aceng Maulana

Mahasiswa Magister Teknik Sipil


Universitas Katolik Parahyangan,
Email: amk180279@gmail.com

Abstract

The construction project is a series of activities carried out only one time and short term nature.
Implemen-tation of the project faced with the problems such Contract Change Order which will result in
amendments to the contract. This study is a policy study or applied studies whose purpose is to find or
formulate solutions to problems related to the Contract Change Order (CCO) of the Cost variant (different
budgets) and Time variant (the time difference). The data used is the dam construction contract
document data X. Based on an analysis of all amendments and Influence diagrams of all the factors that
influence each other in the end boils down to three variables, namely: Changes in the value of the
contract, the contract completion time change, change contract administration, change contract
administration is the outcome of all the changes in the contract and the factors that cause changes in the
contract. Amendment of the most common is the change in value of the contract caused by escalation
(price adjustments) four times, additional work is less based on calculations MC twice, and design changes
once. Technically all of the greatest influence and im-pact on changes in the value of the contract is the
design changes that result in the addition of a contract value of 25.11% of the value of the initial contract,
followed by escalation of 5.64% and a result of calcula-tion by 3.91% MC. But the greatest influence and
impact on the contractual completion timeline changes are extreme weather conditions, removal of quarry
locations and additional scope of work that resulted in the addition time for 21.92% of the initial contract
period, whereas only design changes resulted in an addition of 10.96% of time contract initially.

Keywords: project construction, amendment, price adjustments, changes in time, completion of contract

Abstrak

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya
berjangka pendek. Pelaksanaan proyek dihadapkan pada permasalahan diantaranya Contract Change Or-der
yang akan menghasilkan amandemen kontrak. Penelitian ini merupakan studi kebijakan ataupun studi terapan
yang tujuannya adalah untuk mengetahui atau merumuskan solusi terhadap permasalahan terkait Contract
Change Order (CCO) terhadap Cost variant (perbedaan anggaran)dan Time variant (perbedaan waktu). Data
yang digunakan adalah data dokumen kontrak pembangunan bendung X. Berdasarkan analisis dari semua
amandemen dan Influence diagram dari semua faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain pada akhirnya
bermuara kepada tiga variable yaitu : Perubahan nilai kontrak, Perubahan waktu penyelesa-ian kontrak,
Perubahan administrasi kontrak, perubahan administrasi kontrak merupakan muara dari semua perubahan
dalam kontrak dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kontrak. Amande-men yang paling
sering terjadi adalah perubahan nilai kontrak yang disebabkan oleh eskalasi (penyesuaian harga) sebanyak
empat kali, pekerjaan tambah kurang berdasarkan perhitungan MC sebanyak dua kali, dan perubahan desain
sebanyak satu kali. Secara teknis kesemuanya itu yang paling besar pengaruh dan dam-paknya terhadap
perubahan nilai kontrak adalah perubahan desain yang mengakibatkan penambahan nilai kontrak sebesar
25,11% dari nilai kontrak awal, disusul eskalasi sebesar 5,64% dan akibat perhitungan MC sebesar 3,91%.
Namun yang paling besar pengaruh dan dampaknya terhadap perubahan waktu penyelesa-ian kontrak adalah
kondisi cuaca ekstrem, pemindahan lokasi quarry dan penambahan lingkup kerja yang mengakibatkan
penambahan waktu sebesar 21,92% dari waktu kontrak awal, sedangkan perubahan desain hanya
mengakibatkan penambahan sebesar 10,96% dari waktu kontrak awalnya.

Kata kunci : proyek konstruksi, amandemen, penyesuaian harga, perubahan waktu, penyelesaian kontrak

1 - 92 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 2 No. 02 Desember 2016

PENERAPAN TELEMETRI BERBASIS WEBSITE PADA


PEMANTAUAN DEFORMASI PERMUKAAN BENDUNGAN
SERMO
Ajat Sudrajat

Teknik Pengaian Ahli Madya


Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak,
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Email: irajat9@gmail.com

Abstract

Corresponding decision of the Director General of Water Resources / Dam Safety Commission Chairman,
Since the dam exploited examinations performed on the results of periodic checks on the deformation that
occurs in the foundation rocks, cliffs pedestal, and the body of the dam. The accuracy of data regarding
this should be checked every year, in order to anticipate the prevention of the occurrence of disasters
caused by deformation due to the movement of dam horizontally or vertically because of a movement of
the dam as earthquakes, avalanches, leakage, etc. can be done through monitoring the deformation of
the surface of the dam Sermo with telemetry-based website.

Keyword: deformation monitoring, dam

Abstrak

Sesuai Keputusan Direktur Jenderal Sumber Daya Air/ Ketua Komisi Keamanan Bedungan, Sejak bendungan
dieksploitasikan dilakukan pemeriksaan pada hasil pemeriksaan berkala mengenai deformasi yang terjadi pada
batuan fondasi, tebing tumpuan, dan tubuh bendungan. Ketelitian data mengenai ini harus diperiksa setiap
tahun, agar dapat diantisipasi pencegahan dari terjadinya bencana akibat terjadinya deformasi akibat
pergerakan bendungan secara horizontal maupun vertikal yang disebabkan terjadinya pergerakan Bendungan
seperti Gempa bumi, longsoran, kebocoran, dan sebagainya, dapat dilakukan melalui pemantauan deformasi
permukaan bendungan sermo dengan telemetri berbasis website.

Kata Kunci: pemantauan deformasi, Bendungan

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 93
Vol. 2 No. 02 Desember 2016 Lampiran

KAJIAN STRATEGI PERCEPATAN PENGHUNIAN RUMAH SUSUN


SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) BERDASARKAN SISTEM PENGADAAN
DAN PENGHUNIAN
Dahlan Prayogo Midian1
Iwan Kustiwan2

Mahasiswa Magister Studi Pembangunan1 Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan


Pengembangan Kebijakan2 Institut Teknologi Bandung12

Email: dahlanprayogo05@gmail.com1, iwank@pl.itb.ac.id

Abstract

Building of low-cost housing (Rusunawa) Ujungberung completed in 2012, was populated by 22 occupancy (8
%) of the total capasity of 267 residential. The purpose of this study is to describe the study of the causes of the
building of low-cost housing (Rusunawa) late inhabited by planning/procurement system in the building of low-
cost housing (Rusunawa), rsidential selection system, the factors that influence residents to inhabit the building
of low-cost housing (Rusunawa), described the acceleration strategies residential building of low-cost housing
(Rusunawa) based procurement system and residential.Methods of research using quantitative analysis with the
help of SPSS (Statistical Program for Sosial Science ) with descriptive statistical analysis of crosstabs. Data was
collected by using a questionnaire distributed at building of low-cost housing (Rusunawa) Ujungberung dwellers
and as a comparison, also distributed a questionnaire on building of low-cost housing (Rusunawa) Leuwigajah
dwellers, with the number of questionnaires of 50 respondents.From the analysis, which is problematic in
residential phase can be caused by a previous phase. This phase is the phase of budget planning. Budget
building of low-cost housing (Rusunawa) are located in the central government and eventually assets Budget
building of low-cost housing (Rusunawa) will be handed over from the center to the regions. This is an obstacle,
because the handover of assets building of low-cost housing (Rusunawa) from central to local needs and process
a long time.

Keywords: building of low-cost housing (rusunawa), procurement system building of low-cost housing
(Rusunawa), residential, factors affecting the occupants to inhabit building of low-cost
housing (Rusunawa).

Abstrak

Rusunawa Ujungberung selesai dibangun tahun 2012, mulai dihuni sebanyak 22 hunian (8 %) dari total
kapasitas 267 hunian. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kajian penyebab terlambat dihuni
berdasarkan perencanaan/sistem pengadaan Rusunawa, sistem seleksi penghunian, faktor-faktor yang
mempengaruhi penghuni untuk menghuni Rusunawa, dan strategi percepatan penghunian Rusunawa
berdasarkan sistem pengadaan dan penghunian.Metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif dengan
bantuan software statistik SPSS (Statistical Program for Sosial Science) dengan analisis statistik deskriptif
tabulasi silang (crosstabs). Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dibagikan pada penghuni
Rusunawa Ujungberung dan sebagai pembanding, dibagikan juga kueisoner pada penghuni Rusunawa
Leuwigajah, dengan jumlah kuesioner sebanyak 50 responden. Dari analisis yang dilakukan, fase yang
bermasalah di atau pada penghunian bisa diakibatkan oleh fase sebelumnya. Fase ini adalah fase
perencanaan anggaran. Anggaran Rusunawa berada di Pemerintah Pusat dan nantinya aset Rusunawa ini
akan diserahterimakan dari pusat ke daerah. Hal ini menjadi kendala, karena serah terima aset Rusunawa
dari pusat ke daerah perlu proses dan waktu yang lama.

Kata Kunci: Rusunawa, Sistem Pengadaan Rusunawa, Penghunian, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penghuni untuk Menghuni Rusunawa

1 - 94 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 2 No. 02 Desember 2016

ASPEK DESAIN PEMECAH GELOMBANG DAN DERMAGA


TERAPUNG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MODULAR
Irham Adrie Hakiki1
I Putu Samskerta2

Penelaah Standar dan Pedoman1


Kepala Seksi Layanan2
Balai Penelitian dan Pengembangan Pantai,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat1,2
Email: adriehakiki@gmail.com1, samskerta@gmail.com2

Abstract

Floating breakwater and floating dock are kind of structures that will be constructed with floating modular
system. Floating structures are still a new field for Ministry of Public Works and People Housing, so there are
many important factors that still not known. Therefore a guide needed for supporting the Ministry. For starter,
the guide need to cover about design criteria of floating structures, especially for breakwater and dock. The
guide made by doing literature study and adopting from international standard. Criteria for breakwater consist
of material usage, dimension determination, and performance of floating breakwater. Criteria for floating dock
consist of dimension of target ships, component needed, and dock dimension determination. Also mooring
system needed for station keeping and one of the most important component.

Keyword: criteria of floating breakwater, criteria of floating dock, modular floating system, mooring

system Abstrak

Pemecah gelombang terapung dan dermaga terapung merupakan bagian dari struktur yang akan dibuat
dengan menggunakan sistem modular wahana terapung. Struktur terapung masih merupakan hal baru
bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sehingga belum banyak yang
mengetahui faktor-faktor yang diperlukan dalam merencakan struktur terapung. Maka diperlukan sebuah
pedoman yang sudah disesuaikan bagi kebutuhan Kementerian PUPR. Pada tahap awal, pedoman yang
diperlukan adalah pedoman mengenai kriteria struktur terapung, terutama bagi pemecah gelombang dan
dermaga. Penyusunan pedoman dengan melakukan kajian literatur dan mengadopsi kriteria-kriteria yang
telah lazim digunakan di dunia internasional. Kriteria bagi pemecah gelombang terapung antara lain
berkaitan dengan penggunaan material, penentuan dimensi, dan performa dari pemecah gelombang
terapung. Kriteria bagi dermaga apung antara lain penentuan target kapal, komponen-komponen yang
diperlukan, serta penentuan dimensi. Sistem mooring diperlukan untuk menjaga posisi dari struktur
terapung ini dan merupakan salah satu komponen terpenting.

Kata Kunci: kriteria pemecah gelombang terapung, kriteria dermaga terapung, sistem modular wahana
apung, sistem mooring

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 95
Vol. 2 No. 02 Desember 2016 Lampiran

REKONTRUKSI JALAN INSPEKSI TARUM TIMUR


DENGAN LAPIS PONDASI CTRB DAN CHIP SEAL
Syaeful Anwar

Teknik Jalan dan Jembatan Ahli Madya Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Email: syaeful58@gmail.com

Abstract

The road is a land transport infrastructure that is essential in economic relations and facilitate the activities of
other social activities. Changes in the area around Jalan Inspection East Tarum of agriculture into the industrial
area causes a change in the function of the road that had road inspection into the access road to the industrial
area. Changes in the functions that had low traffic increased to medium traffic, so the strength and function of
the road should be adjusted to the development, where the existing road is no longer able to serve existing
traffic. It is necessary for the proper handling and efficient costs, see the existing condition that tingga road
base irregularly should be no innovations to material existing reuse recycle with construc-tion CTRB (Cement
Treated Recycling Base) so that the strength of the foundation structure increases can serve traffic conditions is
required. So that the condition CTRB stay protected from the weather and traffic by overburden Chip Seal is the
provision of a single layer of asphalt followed by administration of a single layer of Chiping (stone of a certain
size, from price comparison between construction purposes foundation class A and Hotmix in terms of lower
cost CTRB + chip Seal.

Keyword: recycling, CTRB, chip seal.

Abstrak

Jalan merupakan prasarana angkutan darat yang sangat penting dalam memperlancar kegiatan hubungan
ekonomi dan kegiatan sosial lainnya. Perubahan kawasan di sekitar Jalan Inspeksi Tarum Timur dari perta-nian
menjadi daerah industri menyebabkan perubahan pada fungsi jalan yang tadinya jalan inspeksi men-jadi jalan
akses menuju daerah industri. Perubahan fungsi jalan yang tadinya lalu lintas rendah meningkat menjadi lalu
lintas sedang, sehingga kekuatan maupun fungsi dari jalan tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan,
dimana jalan eksisting sudah tidak mampu lagi melayani lalu lintas yang ada. Untuk itu perlu penanganan yang
tepat dan efisien dari biaya, melihat kondisi eksisting yang tingga pondasi jalan yang tidak beraturan perlu ada
inovasi agar material eksisting dapat digunakan kembali dengan mendaur ulang yaitu dengan konstruksi CTRB
(Cement Treated Recycling Base) sehingga kekuatan struktur pondasi meningkat dapat melayani kondisi lalu
lintas yang diperlukan. Agar kondisi CTRB tetap terlindungi dari cu-aca dan lalu lintas diberi lapisan penutup
Chip Seal yaitu pemberian satu lapisan aspal yang diikuti dengan pemberian satu lapisan Chiping (batu dengan
ukuran tertentu, dari perbandingan harga antara konstuksi pondasi klas A dan Hotmix ditinjau dari biaya lebih
murah CTRB + Chip Seal.

Kata Kunci: Recycling, CTRB, Chip Seal.

1 - 96 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 2 No. 02 Desember 2016

PEDOMAN PENULISAN
JURNAL INFRASTRUKTUR

JUDUL ARTIKEL

(HURUF KAPITAL, Verdana, 12 pt, bold, centered, tidak lebih dari 12 kata)
(satu baris spasi kosong, 12 point font)

Penulis Pertama1), Penulis Kedua2), dst


(Verdana, 10 pt, bold, centered, dengan gelar)
(satu baris spasi kosong, 10 point font)

1Institusi (Verdana, 10 pt)


2Institusi (Verdana, 10 pt)
E-mail: author@address.com (Verdana, 10 pt)
(satu baris spasi kosong, 10 point font)

Abstract
(Verdana, 9 pt, bold, at most 200 words)
(satu baris spasi kosong, 9 point font)

Abstract should be written in English. The abstract is written with Verdana size 9, and single spacing. The
abstract should summarize the content of the paper, including problems, the aim of the research, research
method, and the results, and the conclusions of the paper. It should not contain any references or displayed
equations. The abstract should be no more than 200 words.
(satu baris spasi kosong, 9 point font)
Keywords: up to 5 keywords in English (Verdana, 9 pt, italics)
(dua baris spasi kosong, 9 point font)

Abstrak
(Verdana, 9 pt, bold)
(satu baris spasi kosong, 9 point font)

Abstrak dalam Bahasa Indonesia. Ditulis dengan font Verdana size 9 dan single spacing. Abstrak harus
merangkum isi makalah, termasuk permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, dan hasil, dan
kesimpulan dari makalah. Abstrak tidak mengandung referensi dan/atau persamaan.Tidak boleh lebih
dari 200 kata.
(satu baris spasi kosong, Verdana, 9 point font)

Kata Kunci: terdiri dari 5 kata kunci (Verdana, 9 pt, italics)


(dua baris spasi kosong, Verdana, 9 point font)
1. PENDAHULUAN
Template ini digunakan sebagai pedoman penulisan Jurnal Infrastruktur di Pusdiklat Manajemen dan Pengembangan Jabatan
Fungsional Badan Pengembangan Sumbar Daya Manusia Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Artikel harus
memuat Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode penelitian, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, serta Daftar Pustaka.
Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia menggunakan jenis huruf Verdana, font size 9, spasi 1.5, rata kiri kanan, margin kiri – kanan –
atas – bawah masing-masing 3 cm, menggunakan kertas ukuran A4 (210 mm x 297 mm). Panjang naskah 8 – 12 halaman, termasuk
gambar dan tabel. Bagian pendahuluan meliputi: latar belakang, rumusan masalah atau pertanyaan penelitian, dan tujuan penelitian.
Penulisan bagian-bagian dari pendahuluan ini tanpa menggunakan subbab/subjudul. Sumber referensi berasal dari sumber-sumber
primer (jurnal) terbitan 5 tahun terakhir. Sumber acuan yang dicantumkan di awal kalimat ditulis menggunakan sistem Nama
(tahun), sedangkan bila dicantumkan di akhir kalimat menggunakan sistem (Nama, tahun). Kutipan langsung lebih dari 3 baris, ditulis
menggunakan spasi 1, indentasi kiri-kanan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka berisi tentang teori-teori yang berkaitan dengan topik/ masalah yang dibahas (dapat berupa definisi),
yang digunakan untuk menjawab masalah yang dibahas. Tinjauan Pustaka tidak sekedar berisi kutipan dari berbagai
sumber, tetapi harus ditarik benang merahnya sehingga penulis mempunyai kesimpulan sendiri. Dalam Tinjauan Pustaka,
dapat disertakan hipotesis yaitu jawaban sementara atas masalah yang dibahas (jika diperlukan).
3. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian setidak-tidaknya menguraikan pendekatan yang digunakan dalam penelitian, populasi dan sampel
penelitian, menjelaskan definisi operasional variabel beserta alat pengukuran data atau cara mengumpulkan data, dan
metode analisis data.
Apabila alat pengukuran data menggunakan kuesioner, maka perlu dicantumkan hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen
penelitian.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Cara penyajian pada bagian ini dapat dilakukan: 1) pembahasan terpisah dari hasil atau 2) pembahasan menyatu dengan
penyajian hasil. Hasil yang dimaksud adalah rangkuman hasil-hasil analisis data, bukan hasil penelitian dalam bentuk data
mentah. Hasil analisis data dari software pengolah data statistik, disajikan dengan mengetik ulang dalam tabel yang
disesuaikan dengan kebutuhan, bukan dengan cara meng-copy output hasil analisis. Contoh penyajian data dalam bentuk
tabel seperti Tabel 1. (Lampiran tidak diperbolehkan ada dalam jurnal ini. Jika ada lampiran, mohon disertakan ke dalam
Hasil dan Pembahasan)

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 97
Vol. 2 No. 02 Desember 2016 Lampiran

Tabel 1. Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Sumber: Data sekunder yang diolah, Tahun 2015

Contoh penyajian data dalam bentuk gambar, grafik dan sejenisnya seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil Uji Structural Equation Model (SEM)


Sumber: Data primer yang diolah, 2015
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan merupakan ringkasan atas temuan penelitian dan implikasinya. Saran diberikan untuk
pengembangan dan penelitian lanjutan.

Saran dibuat berdasarkan kelemahan, pengalaman, kesulitan, kesalahan, temuan baru yang belum pernah
dibahas dan berbagai kemungkinan arah pembahasan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka merupakan bagian akhir dari makalah, ditulis dalam urutan alfabetis mengikuti APA Style
(http://www.apastyle.org/). Susunannya memuat: nama penulis, tahun publikasi, judul paper atau textbook,
nama jurnal atau penerbit, dan halaman. Berikut ini beberapa contoh cara penulisan daftar pustaka menurut
APA Style.
Daftar Pustaka : Berdasarkan Jumlah Penulis
Jika ada 2 (dua) Orang Penulis.
Wegener, D. T., & Petty, R. E. (1994). Mood management across affective states: The hedonic contingency
hypothesis. Journal of Personality & Social Psychology, 66, 1034-1048.

Jika ada 3 (tiga) sampai 7 (tujuh) Orang Penulis.


Kernis, M. H., Cornell, D. P., Sun, C. R., Berry, A., Harlow, T., & Bach, J. S. (1993). There’s more to self-
esteem than whether it is high or low: The importance of stability of self-esteem. Journal of Personality
and Social Psychology, 65, 1190-1204.

Jika ada lebih dari 7 (tujuh) Orang Penulis.


Miller, F. H., Choi, M. J., Angeli, L. L., Harland, A. A., Stamos, J. A., Thomas, S. T., . . . Rubin, L. H. (2009).
Web site usability for the blind and low-vision user. Technical Communication 57, 323-335.

Jika Organisasi sebagai Penulis.


American Psychological Association. (2003).

Jika Penulis tidak diketahui.


Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10th ed.).(1993). Springfield, MA: Merriam-Webster.

Jika ada 2 (dua) atau lebih Buku/Jurnal dengan Penulis yang sama.
Berndt, T. J. (1981).
Berndt, T. J. (1999).
Berndt, T. J. (1999). Friends’ influence on students’ adjustment to school. Educational Psychologist, 34, 15-28.
Berndt, T. J., & Keefe, K. (1995). Friends’ influence on adolescents’ adjustment to school. Child
Development, 66, 1312-1329.
Wegener, D. T., Kerr, N. L., Fleming, M. A., & Petty, R. E. (2000). Flexible corrections of juror judgments:
Implications for jury instructions. Psychology, Public Policy, & Law, 6, 629-654.
Wegener, D. T., Petty, R. E., & Klein, D. J. (1994). Effects of mood on high elaboration attitude change: The
mediating role of likelihood judgments. European Journal of Social Psychology, 24, 25-43.

1 - 98 JURNAL INFRASTRUKTUR
Lampiran Vol. 2 No. 02 Desember 2016

Jika ada 2 (dua) atau lebih Buku/Jurnal dengan Penulis yang sama di tahun yang sama.
Berndt, T. J. (1981a). Age changes and changes over time in prosocial intentions and behavior between
friends. Developmental Psychology, 17, 408-416.
Berndt, T. J. (1981b). Effects of friendship on prosocial intentions and behavior. Child Development, 52,
636-643.

Jika pustaka diambil dari Pendahuluan, Kata Pengantar, Dan Penutup.


Funk, R., & Kolln, M. (1998). Introduction. In E.W. Ludlow (Ed.), Understanding English Grammar (pp. 1-2).
Needham, MA: Allyn and Bacon.
Daftar Pustaka : Artikel dalam Periodik
Artikel dalam Jurnal berdasarkan Volume.
Harlow, H. F. (1983). Fundamentals for preparing psychology journal articles. Journal of Comparative and
Physiological Psychology, 55, 893-896.

Artikel dalam Jurnal berdasarkan Terbitan.


Scruton, R. (1996). The eclipse of listening. The New Criterion, 15(30), 5-13.

Artikel dalam Majalah.


Henry, W. A. (1990, April 9). Making the grade in today’s schools. Time, 135, 28-31.

Artikel dalam Koran.


Schultz, S. (2005, December 28). Calls made to strengthen state energy policies. The Country Today, pp.
1A, 2A.

Review
Baumeister, R. F. (1993). Exposing the self-knowledge myth [Review of the book The self-knower: A hero
under control ]. Contemporary Psychology, 38, 466-467.
Daftar Pustaka : Sumber-Sumber lain
Ensiklopedia.
Bergmann, P. G. (1993). Relativity. In The new encyclopedia britannica (Vol. 26, pp. 501-508). Chicago:
Encyclopedia Britannica.

Abstrak dalam Disertasi.


Yoshida, Y. (2001). Essays in urban transportation (Doctoral dissertation, Boston College, 2001).
Dissertation Abstracts International, 62, 7741A.

Dokumen Pemerintahan.
National Institute of Mental Health. (1990). Clinical training in serious mental illness (DHHS Publication No.
ADM 90-1679). Washington, DC: U.S. Government Printing Office.

Prosiding Seminar.
Schnase, J. L., & Cunnius, E. L. (Eds.). (1995). Proceedings from CSCL ‘95: The First International Conference
on Computer Support for Collaborative Learning. Mahwah, NJ: Erlbaum.
Daftar Pustaka : Sumber Non-Cetak lain

Interview, Email, dan Komunikasi Personal.


(E. Junaedi, Interview, 4 January 4, 2008).
A. Herman mengklarifikasi terkait kesalahan dalam pembangunan Jalan Tol di Gresik (Interview, 10
Desember, 2008).

JURNAL INFRASTRUKTUR 1 - 99

Anda mungkin juga menyukai