TABLE OF CONTENT
VARIABLE-VARIABEL YANG BERPENGARUH
TERHADAP KEBERLANJUTAN PROGRAM KAMPUNG 33 - 40
TANGGUH BENCANA DI LOBANINGRATAN DAN
PRAWIRODIRJAN, YOGYAKARTA
Suharjito1*, 2
1
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Lubuklinggau; 2Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Andi Herius1*
1
Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Sriwijaya
EDITORIAL
Pengarah : Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya
Wakil Pengarah : 1 Pembantu Direktur I
2 Pembantu Direktur II
3 Pembantu Direktur III
4 Pembantu Direktur IV
Ketua Dewan
: Dr. Indrayani, S.T.,M.T.
Penyunting
Dewan Penyunting
: 1 Ir. Kosim, M.T.
Pelaksana
2 Sumiati, S.T.,M.T.
Tim Reviewer : 1 Dr. Cut Zukrina Oktaviani, S.T.,M.T.(Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh)
2 Dr. Ir. Nurly Gofar, M.Sc.E (Universitas Bina Darma Palembang)
3 Dr. Andriani, S.T.,M.T. ( Jurusan teknik Sipil Universitas Andalas, Padang)
4 Dr. Melawati Agustien, S.Si., M.T. (Universitas Sriwijaya, Palembang)
5 Dr. Elsa Tri Mukti, S.T.,M.T. (Universitas Tanjungpura, Pontianak)
6 Dr. Rudi Sugiono Suyono, S.T.,M.T. (Universitas Tanjungpura, Pontianak)
7 Dr. Mona Foralisa Toyfur, S.T., M.T. (Universitas Sriwijaya, Palembang)
8 Ir. Yusri, M.T. (Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang)
9 Drs. Sudarmadji, S.T.,M.T. (Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang)
10 Ahmad syapawi, S.T.,M.T. (Politeknik Negeri Sriwijaya, Palembang)
suharjito11@gmail.com
Naskah diterima : 14 Januari 2021. Disetujui: 18 Januari 2021. Diterbitkan : 30 September 2021
ABSTRAK
Karena letaknya yang secara geografis berada di wilayah rawan bencana alam, Indonesia menghadapi potensi
ancaman bencana, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, tsunami, dll. Paradigma
penanggulangan bencana alam di kalangan pemangku kepentingan di Indonesia telah berubah dari tanggap
kemanusiaan dan pertolongan. ke pendekatan pengurangan risiko bencana. Pada tahun 2013, Pemerintah Kota
Yogyakarta mulai mengembangkan program Kampung Tangguh Bencana sebagai salah satu cara untuk
mengurangi risiko bencana berbasis masyarakat itu sendiri. Salah satu kampung yang pertama ditetapkan sebagai
Kampung Tangguh Bencana adalah Kampung Lobaningratan dan Prawirodirjan. Program berbasis masyarakat
sangat bergantung pada partisipasi masyarakat dan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan untuk menjaga
keberlanjutan program. Oleh karena itu, program keberlanjutan seringkali menjadi persoalan. Program yang
berkelanjutan akan menjamin kelangsungan manfaatnya bagi masyarakat. Makalah ini bertujuan untuk
mengidentifikasi variable-variabel yang berpengaruh terhadap keberlanjutan program Kampung Tangguh Bencana
di Kampung Lobaningratan dan Prawirodirjan, Yogyakarta. Analisis tersebut mengkonfirmasi 7 variabel laten
(yaitu, Stabilitas Pendanaan, Kemitraan, Kapasitas Organisasi, Evaluasi Program, Adaptasi Program, Komunikasi,
dan Perencanaan Strategis) dan 28 variabel indikator yang secara signifikan berpengaruh pada keberlanjutan
program. Tiga variabel yang paling signifikan adalah Evaluasi Program, Kapasitas Organisasi, dan Kemitraan.
bahaya, dan ini penting untuk pencapaian responden yang terlibat dalam program KTB di
pembangunan berkelanjutan. Lobaningratan dan Prawirodirjan. Jumlah
Pada tahun 2013, Pemerintah Kota sampel dalam penelitian ini adalah 150
Yogyakarta mulai mengembangkan program responden. Ini mengacu pada Hair et al., (2010)
Kampung Tangguh Bencana (KTB) sebagai [4] yang menyatakan bahwa sampel sebaiknya
salah satu cara untuk mengurangi risiko lebih dari 100 agar analisis faktor dapat
bencana. Hingga 2018, telah terbentuk 100 dilanjutkan.
Kampung Tangguh Bencana. Program KTB Pengumpulan data dilakukan mulai
merupakan salah satu program pengurangan April – Mei 2020. Kuesioner menggunakan
risiko bencana yang berbasis pada masyarakat skala likert lima poin untuk mengukur persepsi
itu sendiri. Di Kampung Tangguh Bencana, responden terhadap pernyataan yang diajukan.
masyarakat dilibatkan secara aktif dalam Skala tersebut meliputi Sangat Tidak Setuju
pengkajian, analisis, penanganan, pemantauan, (SD) = Skor 1, Tidak Setuju (D) = Skor 2, Netral
evaluasi, dan pengurangan risiko bencana di (N) = Skor 3, Setuju (A) = Skor 4, dan Sangat
wilayah mereka, terutama dengan Setuju (SA) = Skor 5.
memanfaatkan sumber daya lokal untuk
memastikan keberlanjutan. 2.2. Variable Penelitian
Kampung Lobaningratan merupakan
salah satu kampung pertama yang ditetapkan Variabel penelitian yang digunakan
sebagai Kampung Tangguh Bencana (KTB) di dalam penelitian ini terdiri dari 8 variabel laten
Kota Yogyakarta pada tahun 2013. Setahun dan 40 variabel indikator. Variabel-variabel ini
kemudian, Kampung Prawirodirjan juga diambil dari Program Sustainability
ditetapkan sebagai KTB. Sehubungan dengan Assessment Tool (PSAT) yang diperkenalkan
adanya Peraturan Walikota nomor 72 tahun oleh Luke et al., (2014) [5].
2018 tentang Pedoman Pembentukan
Tabel 1. Variable Penelitian
Kepengurusan Kampung, KTB Lobaningratan Variabel laten Indicator variable
dan Prawirodirjan telah dilebur menjadi KTB X1
Para tokoh politik mendukung
Prawirodirjan. program tersebut
Program ini memiliki tokoh yang
Masalah yang sering muncul dalam X2 kuat yang mampu mengumpulkan
program berbasis masyarakat adalah Dukungan
sumber daya yang dibutuhkan
Politik /
keberlanjutan program. Program berbasis Program ini mendapat dukungan
Political
X3 politik dalam organisasi yang
masyarakat sangat bergantung pada partisipasi Support
lebih besar
(PS)
masyarakat dan ketersediaan sumber daya yang X4
Program ini mendapat dukungan
dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan politik dari luar organisasi
Program ini memiliki dukungan
program. Keberlanjutan program/proyek berarti X5
advokasi yang kuat
kapasitas program untuk terus memberikan Program ini ada dalam
manfaat yang diinginkan dalam jangka panjang X6 iklim/keadaan ekonomi yang
mendukung
(Bamberger dan Cheema, 1990) [1]. Memahami Program ini mempunyai kebijakan
Kestabilan
variabel yang berpengaruh pada keberlanjutan Pendanaan/
X7 untuk memastikan pendanaan
program sangat penting untuk perbaikan dan yang berkelanjutan
Funding
Program ini didanai melalui
replikasi program di tempat lain. Oleh karena Stability X8
berbagai sumber
(FS)
itu, tujuan dari makalah ini adalah untuk X9
Program ini memiliki pendanaan
mengidentifikasi variabel-variabel yang yang stabil dan fleksibel
Program ini memiliki pendanaan
berpengaruh terhadap keberlanjutan program X10
berkelanjutan
Desa Tangguh Bencana di Lobaningratan dan Beragam organisasi masyarakat
X11 berperan untuk keberhasilan
Prawirodirjan. program
Komunikasi dengan tokoh
X12
2. METODE PENELITIAN Kemitraan/ masyarakat berjalan baik
Partnerships Tokoh masyarakat dilibatkan
X13
(P) dalam program ini
2.1. Sampling Anggota komunitas berkomitmen
X14
penuh pada program
Data yang digunakan dalam penelitian ini Komunitas terlibat dalam
adalah data primer dari survei kepada X15
pengembangan tujuan program
signifikansi 0,01) dan ± 1,96 (tingkat d) RMSEA (Root Mean Square of Error
signifikansi 0,05). Approximation).
2) Menguji unidimensionalitas e) Tucker-Lewis Index / Non-Normed Fit
Pengukuran unidimensionalitas Index (TLI)
berarti bahwa sekumpulan variabel f) Comparative Fit Index (CFI)
(indikator) yang diukur hanya dapat g) CMIN/DF
dijelaskan oleh satu konstruk fundamental. 5) Menguji validitas model
Jika lebih dari dua struktur yang terlibat, Peneliti harus berharap untuk
unidimensi sangatlah penting. Dalam menemukan loading factor yang cukup
kasus seperti itu, setiap atribut yang tinggi saat mengevaluasi model
dihitung dianggap hanya berlaku untuk pengukuran. Aturan umum bahwa loading
model tertentu. Semua pembebanan silang factor hendaklah setidaknya 0,5 dan,
diyakini negatif jika terjadi struktur idealnya 0,7 atau lebih tinggi [4]. Peneliti
unidimensi [4]. juga harus menilai signifikansi statistik
3) Identifikasi dari setiap each estimated coefficient.
Tiga level identifikasi dalam hal Nilai t-value harus lebih dari 1,96 pada
identifikasi konstruk [4]: confidence level 95% [7]. Angka yang
a) Unidentified dimana taksiran jumlah tidak signifikan menunjukkan bahwa
parameter (t) lebih besar dari jumlah komponen tersebut akan dibuang.
varians dan kovarian unik variabel 6) Menguji realibilitas model.
yang diamati (s / 2). Dalam hal ini, Ini dihitung dari jumlah kuadrat
analisis model tidak dapat dilakukan. factor loading (Li) untuk setiap konstruk
b) Just-identified dengan kriteria t = s / dan jumlah error variance untuk konstruk
2. Artinya model yang dibentuk tidak (ei) sebagai berikut:
memiliki kemampuan untuk
menggeneralisasi sehingga analisis
tidak dapat dilakukan.
c) Over-identified dengan kriteria t ≤ s /
2. Sehingga untuk model over- …..(3)
identified, diperlukan pengujian
model CFA. Hal tersebut Reliabilitas suatu konstruk dikatakan
menunjukkan bahwa derajat baik jika nilai Construct Reliability ≥ 0,70 [7].
kebebasannya positif sehingga dapat Aturan umum bahwa reliabilitas yang baik
dilakukan beberapa level generalisasi adalah adalah 0,7 atau lebih [4]. Reliabilitas
untuk mendapatkan model yang antara 0,6 dan 0,7 mungkin dapat diterima,
paling sesuai. Oleh karena itu, over- asalkan indikator lain dari validitas konstruk
identified adalah keadaan yang model baik. Reliabilitas konstruk yang tinggi
diinginkan untuk model CFA dan menunjukkan adanya konsistensi internal,
SEM secara umum. artinya semua ukuran secara konsisten
4) Melakukan pengujian kesesuaian antara merepresentasikan konstruk laten yang sama.
model dan data dengan menggunakan
kriteria goodness of fit (GOF) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tidak ada ukuran tunggal untuk
menilai kelayakan model. Berikut ini 3.1. Pengujian Normalitas Multivariat
adalah beberapa ukuran kesesuaian model
yang sering digunakan untuk menilai CFA (analisis faktor konfirmatori)
kelayakan suatu model [2]: memiliki asumsi multivariat normal yang harus
a) Chi Square/𝜒2 Test dipenuhi dalam analisis multivariat. Dalam
b) GFI (Goodness of Fit Index) penelitian ini, semua variabel memiliki skor Z
c) AGFI (Adjusted Goodness of Fit (baik skewness maupun kurtosis) antara -1,96
Index) dan +1,96 pada tingkat signifikan 0,05. Data
berdistribusi multivariat normal [4][8].
Lod. Lod.
Variabel t Variabel t
Fac. Fac.
X30<---
X6FS 0,675 0,562 7,078
PA
X31<---
X7FS 0,835 5,922 0,681
C
X32<---
X8FS 0,329 3,251 0,735 8,196
C
X33<---
X9<---FS 0,227 2,376 0,658 7,172
C
X10<--- X34<---
0,129 1,384 0,648 6,517
FS C
X35<---
X11<---P 0,215 0,601 6,004
C
X36<---
X12<---P 0,627 2,417 0,361
SP
X37<---
X13<---P 0,777 2,448 0,685 3,768
SP
X38<---
X14<---P 0,744 2,441 0,689 3,786
SP
X39<---
X15<---P 0,388 2,227 0,642 3,156
SP
X16<-- X40<---
0,825 0,583 2,892
OC SP
X17<-- X1<---
0,802 11,384 0,087
OC PS
Tujuh variabel laten memberikan [4] Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J.,
pengaruh yang signifikan terhadap & Anderson, R. E, 2014. Multivariate
keberlanjutan program DRV di Desa Data Analysis. Pearson Education
Lobaningratan dan Prawirodirjan, yaitu Limited.
Stabilitas Pendanaan, Kemitraan, Kapasitas
Organisasi, Evaluasi Program, Adaptasi [5] Luke, D. A., Calhoun, A., Robichaux,
Program, Komunikasi, dan Perencanaan C B., Elliott, M. B., & Russell, S. M.,
Strategis. Selain itu, 28 variabel indikator 2014. The Program Sustainability
berpengaruh terhadap variabel laten tersebut. Assessment Tool: A New Instrument
Tiga variabel yang paling signifikan adalah for Public Health Programs. Centers
Evaluasi Program, Kapasitas Organisasi, dan for Disease Control and Prevention.
Kemitraan. Vol. 11.
ABSTRAK
Kota Palembang sebagai salah satu kota besar yang mengalami peningkatan jumlah kendaraan pribadi. Sehingga
mengakibatkan kemacetan diruas-ruas jalan Palembang. Pertumbuhan kendaraan pribadi baik mobil atau sepeda
motor mengakibatkan tidak nyamannya lingkungan meningkat, kemacetan dan kapasitas jalan yang sudah tidak
mampu lagi menampung kendaraan-kendaraan di masa mendatang. Oleh karena itu pemerintah Kota Palembang
mengembangkan transportasi misal yaitu Bus Rapid Transit. Namun masyarakat kurang minat untuk
menggunakan angkutan umum karena merasa pelayanan yang tidak baik. Studi ini bertujuan untuk merumuskan
kinerja pelayanan BRT Koridor Kota Palembang secara berkelanjutan dengan pengoptimalisasi penggunaan BRT
rute Pusri – PS Mall. Sehingga dapat menemukan faktor – faktor permasalahan yang mempengaruhinya sehingga
dapat dirumuskan langkah – langkah perbaikan dan peningkatan mutu pelayanannya, dan rekomendasi perbaikan
kualitas pelayanan kepada operator. Studi ini dengan menerapkannya sustainable transportation atau transportasi
berkelanjutan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kinerja pelayanan berdasarkan persepsi menunjukkan
cukup memuaskan. Namun ada beberapa persepsi yang merasa kurang yaitu pelayanan operator, perpindahan
moda, ketetapan waktu dan waktu tunggu. Sedangkan berdasarkan penelitian dengan standar Departemen
Perhubungan telah menunjukkan baik.
Kata kunci : BRT, Kinerja Pelayanan, Load Factor, jumlah armada, frekuensi
yang akan diisi, apa saja yang harus titik, titik pertama pengamatan yaitu
diamati, serta waktu-waktu yang harus dari rute PS Mall – Pusri – PS Mall dan
diisi pada tabel formulir. titik kedua dari rute Pusri – PS Mall –
6. Pengumpulan Data Primer (survei Pusri.
lapangan) Survei ini dilakukan oleh masing-
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan masing 1 orang per titik pada bus yang
peninjauan ke lapangan selesai dilakukan. dinaiki dengan waktu mulai survey
Pengambilan data Trans Musi meliputi 3 yang sama. Survei dilakukan dengan
survei, yaitu: tiga sesi, sesi pertama yaitu pada jam
a. Survei di halte-halte 07.00 – 9.00 WIB, sesi kedua 11.00 –
Pada survei ini dilakukan 13.00 WIB, sesi ketiga 14.00 – 16.00
pengumpulan data selama satu hari WIB.
penuh, selama jam sibuk. Survei c. Survei pengumpulan data geometrik
dilakukan mulai dari pukul 07.00 WIB Untuk pengumpulan data ini hanya
sampai dengan 17.00 WIB. Waktu pada data jarak antar halte saja yang di
tersebut diambil berdasarkan jam survei ulang karena ada perubahan
mulai sampai selesainya bus Trans halte dan jarak, survei ulang ini
Musi beroperasi. dilakukan pada pukul 14.00 WIB
Tahapan yang dilakukan: sampai selesai. Selebihnya
1) Mencatat waktu kedatangan tiap- menggunakan data survei tahun 2012.
tiap bus di halte. Data tersebut sebagai berikut:
2) Mencatat jumlah penumpang yang 1) Mengukur panjang, lebar, dan
turun. tinggi halte
3) Mencatat jumlah sisa penumpang 2) Mengukur panjang dan lebar
di halte bus. marka atau jalur khusus bus
4) Mencatat jumlah penumpang yang 3) Mengukur infrastruktur halte yang
naik. ada seperti lebar pintu masuk dan
5) Mencatat waktu keberangkatan keluar, pintu tempat menurunkan
bus. dan menaikan penumpang dan
6) Mencatat waktu isi penumpang. tangga halte
Survei ini dilakukan untuk 4) Mengukur jarak rambu halte.
mendapatkan waktu tunggu 7. Kompilasi Data
penumpang di dalam halte yang akan Kompilasi data adalah pengelompokan
digunakan dalam perhitungan Load data-data yang telah didapatkan dari hasil
Factor. Periode waktu yang digunakan survei yang telah diolah dan telah siap
dalam survei ini dalam jam, menit, dan digunakan untuk dianalisis. Data-data yang
detik. akan dikelompokkan adalah jumlah waktu
b. Survei di dalam bus keberangkatan, jumlah waktu isi
Survei ini dilakukan setelah penumpang, jumlah waktu keberangkatan,
mendapatkan data sekunder yang jarak antar halte dan jumlah penumpang.
diperoleh dari SP2J unit Bus Rapid Data tersebut digunakan untuk perhitungan
Transit Trans Musi, salah satu data load factor, headway dan jumlah bus yang
merupakan data hari sibuk akan dibutuhkan satu rute.
pengoperasian BRT Trans Musi.
Survei ini dilakukan didalam bus 2.3.1 Survei lapangan (data primer)
dalam perjalanan rute awal (PS Mall)
sampai perhentian akhir (Terminal − Mengamati karakteristik dan kondisi
Pusri). Setelah mendapatkan data hari kinerja layanan bus rapid transit bagi
sibuk, survei dilakukan selama penumpang.
seminggu. Waktu survey dimulai pada − Melihat pola lalu lintas bus di halte rapid
pukul 07.00 – 17.00 WIB sampai transit Trans Musi dalam mengangkut
dengan bus berhenti di pemberhentian penumpang
akhir. Survei ini dilakukan dengan dua
Vol. 16 No. 02, September 2021 | 43
Kebutuhan Angkutan Pada Koridor Bus Rapid Transit (BRT) Kota Palembang
− Mencatat jumlah penumpang yang naik Tabel 2. Rata-rata Jumlah Penumpang di Bus
turun, dan jumlah tempat duduk di dalam Trans Musi di hari yang tenang
Nomor Bus Nomor penumpang
bus
K3.25 5
K3.43 6
2.3.2 Survei kelembagaan (data sekunder) K3.01 4
K3.27 5
− Data berupa gambar jalur Trans Musi dari K3.03 1
Dinas Perhubungan K3.06 5
− Data berupa data jumlah bus di koridor dan K3.38 3
Average 4
jumlah bus yang beroperasi dari PT. SP2J.
3.2. Load factor
Tabel 3. Faktor beban rata-rata
di Bus Trans Musi di Hari Sibuk
Nomor Bus Load factor
K3.37 14
K3.24 19
K3.06 38
K3.27 15
K3.20 12
K3.24 19
K3.06 18
K3.27 40
Rata-rata 22
Daftar Pustaka
[1] Iskandar, A., 2014. Urban
Transportation Management.
Secretariat of the Indonesian
Transportation Society, Jakarta.
restuputra2231@yahoo.com
Naskah diterima : 05 Oktober 2020. Disetujui: 24 Juli 2021. Diterbitkan : 30 September 2021
ABSTRAK
Saat ini angkutan umum didominasi oleh bus dan angkot yang masih terasa kurang aman dan nyaman
bagi penumpang. Untuk itu, dibutuhkan kebijakan transportasi untuk mendukung pengembangan transportasi yang
berkelanjutan, terutama penggunaan transportasi umum massal di perkotaan yang efisien dan berkualitas. Upaya
Pemerintah kota Palembang pada tahun 2010 mulai merealisasikan transportasi umum massal BRT (Bus Rapid
Transit) yang dikenal Trans Musi yang dikelola oleh PT. Sarana Pembangunan Palembang Jaya (PT. SP2J). Untuk
keberlangsungan penggunaan Trans Musi diperlukan peningkatan pelayanan terhadap Trans Musi agar berguna
bagi masyarakat di masa sekarang maupun akan datang sehingga Trans Musi yang beroperasi saat ini agar lebih
di prioritaskan dibandingkan angkutan umum lainnya. . Oleh karena itu, dilakukan survei tentang pelayanan pada
Trans Musi untuk mengetahui apakah pelayanan bus Trans Musi sudah memenuhi standar yang telah ditentukan.
Penelitian ini dilakukan pada koridor III: Plaju – PS Mall. Pemilihan pada koridor ini karena banyak digunakan
masyarakat menuju sekolah, kantor dan pusat perbelanjaan. Oleh karena itu, dilakukan survei di dalam bus Trans
Musi dan di terminal dengan menghitung jumlah armada Trans Musi, waktu keberangkatan dan waktu kedatangan
bus di tiap halte, waktu pelayanan, jumlah penumpang, waktu perjalanan, dan jumlah kapasitas bus. Hasil
penelitian diperoleh headway rata-rata sebesar 13 menit 58 detik, waktu perjalanan rata-rata sebesar 1 jam 31 menit
41 detik, waktu isi rata-rata sebesar 262 detik, jumlah penumpang rata-rata 61 penumpang/kendaraan, dan load
factor sebesar 83%. Dari analisis pelayanan diperoleh persamaan, y = 0,0006x2 - 0,0186x + 42,936. Hal ini
diperlihatkan bahwa nilai load factor dan waktu isi tidak memenuhi standar pelayanan angkutan umum. Waktu isi
tersebut terlalu lama sehingga perlu dilakukan penambahan terhadap bus agar jumlah penumpang sesuai dengan
kapasitas.
Kata kunci : Bus Rapid Transit, headway, load factor, waktu isi, jumlah armada bus
ABSTRACT
Currently public transport is dominated by buses and public transportation still feels less secure and
comfortable for passengers. For this reason, a transportation policy is needed to support the development of
sustainable transportation, especially the efficient and quality use of mass public transportation in urban areas.
The efforts of the Palembang City Government in 2010 began to realize the BRT (Bus Rapid Transit) mass public
transportation known as Trans Musi which is managed by PT. Palembang Jaya Development Facility (PT. SP2J).
For the continued use of Trans Musi, it is necessary to improve services for Trans Musi to be useful for the
community now and in the future so that Trans Musi, which operates today, is prioritized compared to other public
transportations. . Therefore, a survey of services in Trans Musi was conducted to find out whether the Trans Musi
bus service had met the specified standards. This research was conducted in corridor III: Plaju - PS Mall. The
election in this corridor is because many people use it to go to schools, offices and shopping centers. Therefore, a
survey was carried out on Trans Musi buses and at terminals by counting the number of Trans Musi bus, the time
of departure and the arrival time of buses at each stop, service time, number of passengers, travel time, and total
bus capacity. The results obtained an average headway of 13 minutes 58 seconds, an average travel time of 1 hour
31 minutes 41 seconds, an average load time of 262 seconds, an average number of passengers 61 passengers /
vehicle, and a load factor of 83 %. From the analysis of services obtained by the equation, y = 0,0006x 2 - 0,0186x
+ 42,936. This shows that the load factor and time content do not meet public transport service standards. The
contents time is too long so it needs to be added to the bus so that the number of passengers is in accordance with
capacity.
Keywords: Bus Rapid Transit, headway, load factor, fill time, number of fleet bus
Tabel 1. Standar Pelayanan Angkutan Umum [2] Walikota Palembang tanggal 22 Oktober 2009
No. Kriteria Ukuran No. 551-2/002394/Dishub sebagai Pengelola
sekaligus Operator Bus Rapid Transit (BRT)
1. Waktu menunggu Transmusi Palembang baik pengadaan APBD
Rata-rata 5 – 10 menit
tahun 2009 maupun bantuan Kementerian
Maksimum 10 – 20 menit
2. Jarak jalan kaki ke Perhubungan, dibawah Pengawasan Dinas
shelter Perhubungan Kota Palembang (UPTD
300 – 500 menit
Wilayah padat Angkutan Massal). Peluncuran Bus Rapid
500 – 1000 menit
Maksimum Transit (BRT) Transmusi Palembang dilakukan
3. Jumlah penggantian pada tanggal 22 Februari 2010.
moda
0 – 1 kali
Rata-rata
2 kali 2. METODE PENELITIAN
Maksimum
4. Waktu perjalanan bus
Rata-rata 1 – 1,5 jam Pada penelitian ini teknik pengumpulan
Maksimum 2 – 3 jam data berupa survei lapangan dilakukan dengan
5. Kecepatan perjalanan cara survei dala bus dan di halte, dengan hari
bus pengambilan data diwakilkan hari sabtu
Daerah padat dan mix 10 – 12 km/jam
dikarenakan jam sibuk Trans Musi.
traffic 15 – 18 km/jam
Daerah lajur khusus bus 25 km/jam
Daerah kurang padat 2.1 Teknik Pengumpulan Data
6. Biaya perjalanan
1 . Survei Lapangan (Data Primer)
Dari pendapatan rata-
10 % 2 . Survei Instasional (Data Sekunder)
rata
14:39:17
= Gambar 1. Grafik Perbandingan Headway Rata-
41
= 01:31:41 (1 jam 31 menit 41 detik) rata dengan Standar Pelayanan Minimal
= 61 Penumpang = 22 kendaraan
Jadi, jumlah kendaraan yang ideal untuk
3.1.5 Load Factor
beroperasi sesuai dengan PT. Sarana
ƩJumlah Load Factor(%) Pembangunan Palembang Jaya (PT. SP2J) yaitu
= x 100 % sebanyak 22 kendaraan. Penambahan jumlah
Banyak Data
kendaraan dilakukan karena nilai load factor
3550.2 yang didapat di lapangan melebihi standar
= x 100 %
43 pelayanan minimum SP2J dan SK Dirjen
= 83 % Perhubungan No. 687 Tahun 2002.
3.2.3 Analisis Headway dan Waktu isi sebesar 44 %, sedangkan load factor dengan
Tabel 4. Hubungan Antara Headway dan Waktu
waktu isi 262 detik sebesar 79%.
Isi Bus pada Koridor III
Headway Waktu Isi
Jam Sibuk
(Jam : (Jam : 180,0
No. Operasi (Peak
menit : menit : y = 0,0006x2 - 0,0186x + 42,936
Hour) 160,0
detik) detik) R² = 0,6687
140,0
Pagi (07:30-
1 00:13:27 00:01:33
08:30) 120,0
Load Factor
Siang (11.30-
2 00:14:54 00:02:06 100,0
12:30)
Sore (16:30- 80,0
3 00:13:32 00:02:41
17:30)
60,0
20,0
Pada titik pengamatan di halte Cinde, 0,0
waktu isi rata-rata (2 menit 7 detik) lebih kecil 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
[1] Adris A Putra. 2019. Analisis [10] Undang Undang Republik Indonesia
Keseimbangan Jumlah Armada Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Angkutan Umum Berdasarkan Lintas dan Angkutan Jalan.
Kebutuhan Penumpang. Jurnal dan
Terapan Ilmu Bidang Teknik Sipil. [11] Company Profile Bus Rapid Transit
Transmusi.
[2] Departemen Perhubungan, Direktorat
Jendral Perhubungan Darat. 2002.
Pedoman Teknis Penyelenggaraan
Angkutan Umum di Wilayah
Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan
Teratur. Jakarta
ABSTRAK
Tanah memiliki peranan penting bagi bangunan sipil karena seluruh bangunan berada di atas tanah. Salah satu
jenis tanah yang banyak ditemukan di Sumatera Selatan yaitu tanah lempung. Tanah lempung merupakan jenis
tanah yang berbutir halus yang sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah dan mempunyai sifat yang cukup kompleks.
Hal ini sangat tidak menguntungkan jika tanah lempung dijadikan sebagai tanah dasar untuk bangunan jalan. Oleh
karena itu tanah lempung perlu distabilisasi dengan penambahan bahan additive. Untuk memperbaiki kekuatan
dari tanah lempung pada penelitian ini digunakan petrasoil dan kapur sebagai bahan tambah pada tanah lempung.
Sampel tanah lempung yang digunakan berasal dari Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Bahan tambah kapur
didapatkan dari salah satu toko bangunan di Palembang. Variasi penambahan campuran kapur yang digunakan
yaitu 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% dari berat total tanah. Hasil penelitian menunjukkan dengan penambahan
petrasoil dan kapur dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis tanah lempung. Untuk pengujian sifat fisik dan
mekanis yang dilakukan, persentase optimum yang baik digunakan untuk stabilisasi tanah lempung pada penelitian
ini adalah dari persentase variasi penambahan petrasoil dan kapur 9,83% sampai dengan penambahan petrasoil
dan kapur 14,21%.
ABSTRACT
Land has an important role for civil buildings because all buildings are on the ground. One type of soil that is
found in South Sumatra is clay. Clay soil is a type of fine-grained soil that is strongly influenced by soil water
content and has quite complex properties. This is very unprofitable if clay is used as a subgrade for road building.
Therefore, clay soils need to be stabilized by adding additives.
to improve the strength of clay soil, in this study petrasoil and lime are used as added material in clay. The clay
sample used came from the Banyuasin district, South Sumatra. The added lime material was obtained from one of
the building shops in Palembang. The addition of lime mixture variation used is 0%, 5%, 10%, 15%, and 20%.
The result showed that the addition of petrasoil and lime couldimprove the physical nd mechanical properties
carried out, the optimum percentage used for clay soil stabilization in this study is from the percentage variation
of the addition of petrasoil and lime 9,83% to the addition of petrasoil and lime 14,21%.
3.2. Hasil Pengujian Pemadatan Pada gambar 3 terlihat bahwa nilai berat isi
Pegujian pemadatan ini dilakukan pada 5 maksimal menunjukkan kenaikan sampai dengan
variasi pencampuran. Hasil dari pengujian ini penambahan kapur 10%.
didapatkan nilai kadar air optimum dan berat isi
1,5
kering maksimal setiap variasi.
1,45
Kapur 10%
4 Tanah Lempung +
20 24,80
Kapur 15%
5 Tanah Lempung +
15 20,69
Kapur 20%
10
0 5 10 15 20 Dari tabel di atas didapatkan grafik sebagai
Persentase Penambahan Kapur berikut.
35
Gambar 2. Garfik Hasil Pengujian Kadar Air
30
Optimum
25
Nilai CBR (%)
20
Pada gambar 2 terlihat bahwa nilai kadar air
15
optimum mengalami penurunan sampai dengan
10
pemanbahan kapur 10%. Nilai kadar air optimum
semua variasi campuran lebih kecil dibandingkan 5
150
[4] Indrayani, Herius, A., 2020. Analisis Kuat
100
Geser Tanah Lempung Menggunakan
50 Kapur dan Petrasoil. Jurnal Teknologi
0 Terpadu Politeknik Negeri Balikpapan,
0 5 10 15 20 Vol. 8, No. 1, pp 64-68.
Persentase Penambahan Kapur
Gambar 5. Grafik Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas [5] Indrayani, Herius, A., Darma, P., Ade,
2020. Analisis Peningkatan Nilai CBR
Pada gambar 5 terlihat bahwa nilai kuat Tanah Rawa Menggunakan Campuran
tekan bebas menunjukkan kenaikan dengan Petrasoil Dan Kapur. Jurnal Rekayasa
adanya penambahan kapur. Sipil, Vol. 17, No. 2, pp 108-115.
ABSTRAK
Banyak jembatan yang ada saat ini sudah mendekati masa umur layanannya, maka dibutuhkan intensitas
pemeriksaan dan penanganan yang lebih intensif lagi dalam menahan laju kerusakan yang terjadi pada
masing-masing bangunan atas jembatan. Tujuannya tidak lain meminimalisir dampak terjadinya kerusakan
pada elemen-elemen jembatan dan menghindari suatu kegagalan fungsional maupun strukturalnya. Metode Bridge
Management System (BMS) dan Analityc Hierarchy Process (AHP) yang sering digunakan untuk pengelolaan
jembatan, akan tetapi masih adanya keputusan penanganan yang masih memberikan kesan subjektif dalam
penilaiannya.Penelitian ini melakukan studi komperatif yang membandingkan dan mencari pengaruh dari kriteria-
kriteria AHP terhadap model penanganan BMS. Analisis penelitian menggunakan statistik deskriptif dan
inferensial dari software SPSS-statistics. Tes-tes ini menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan secara
statistik antar kelompok penanganan dan bagaimana persamaan empiris dalam menghasilkan suatu sistem
penilaian pada program penanganan. Hasil Uji-T untuk penanganan rutin dan berkala menempatkan kriteria biaya
(0,013), dampak ekonomi(0,035) dan kebijakan (0,032) mempunyai dampak signifikan dimana nilai sig. (2-tailed)
nya < 0,05 maka terdapat hubungan antar kriterianya, sedangkan pada rehabilitasi dan penggantian, kriteria kondisi
yang paling signifikan dengan nilai sig. (2-tailed) 0,014< 0,05. Sedangkan analisis Anova two way menunjukan
nilai F hitung sebesar 2,558 dengan tingkat signifikansi (Sig.) sebesar 0,037 < 0,05. Hasil hipotesis yang
menunjukan Ho atau hipotesis nol ditolak, artinya terdapat pengaruh kriteria pada AHP terhadap rekomendasi
penanganan yang di pilih dari BMS.
Kata Kunci: BMS, AHP, studi komperatif, kriteria penilaian, penanganan jembatan.
ABSTRACT
Many of the existing bridges are approaching their service life, so more intensive inspection and handling is
needed to contain the rate of damage that occurs to each bridge superstructure. The aim is to minimize the impact
of damage to the bridge elements and avoid a functional or structural failure. The Bridge Management System
(BMS) and Analytical Hierarchy Process (AHP) methods are often used for bridge management, but there are still
handling decisions that still give a subjective impression in the assessment. This study conducted a comparative
study that compared and sought the effect of the AHP criteria on the BMS treatment model. The research analysis
used descriptive and inferential statistics from SPSS-statistics software. These tests determine whether there are
statistically significant differences between treatment groups and how empirically similar they are in producing a
scoring system for treatment programmes. The results of the T-Test for routine and periodic handling place the
criteria of cost (0.013), economic impact (0.035) and policy (0.032) having a significant impact where the value
of sig. (2-tailed) < 0.05 then there is a relationship between the criteria, while in rehabilitation and replacement,
the most significant condition criterion is sig. (2-tailed) 0.014 < 0.05. While the two-way Anova analysis shows
the calculated F value of 2.558 with a significance level (Sig.) of 0.037 <0.05. The results of the hypothesis show
that Ho or the null hypothesis is rejected, which means that there is an effect of the criteria on the AHP on the
treatment recommendations selected from the BMS.
dilakukan yaitu pemeriksaan jembatan untuk Gambar 1. Penurunan kinerja jembatan selama
memastikan bahwa tidak terjadinya perubahan masa layan [2]
tiba-tiba atau tak terduga yang terjadi pada
kondisi jembatan secara keseluruhan. Beberapa Hasil pemeriksaan pada struktur
penyebab kerusakan jembatan[1], antara lain: jembatan yang mengalami kondisi rusak berat,
a) Lemahnya pemeliharaan rutin; dimana potensi kerusakan paling sering terjadi
b) Mutu beton tidak sesuai dengan persyaratan; pada bangunan atas jembatan. Disisi lain hasil
c) Pengaruh lingkungan; pemeriksaan akan menentukan bentuk program
d) Adanya beban berlebih/dimensi kendaraan penanganan yang masih seringkali bergantung
(truk) tidak standar; dengan tingkat yang sangat besar pada
e) Perubahan fungsi jalan. pengalaman, judgement dan fleksibilitas
insinyur jembatan, sehingga melahirkan
Faktor-faktor di atas juga akan problem yang serius akibat sifat subjektivitas
mempengaruhi penurunan kinerja yang terjadi penilaian [3].
di setiap struktur jembatan dilihat adanya bahan
penyusun material pada elemen-elemen Penelitian pengembangan model
jembatan telah mengalami berbagai tingkat penilaian yang belum banyak dilakukan
kerusakan (ringan, sedang dan berat) sehingga tujuannya mencari suatu model penanganan
dapat menyebabkan kegagalan fungsional atau yang lebih efektif dan mengurangi subjektivitas
bahkan kegagalan struktural. jika dibandingkan dengan database hasil
pemeriksaan jembatan yang hanya sebatas
Umumnya kerusakan struktur jembatan skrining dan ranking dalam penyiapan program
disebabkan oleh keausan, korosi, beban penanganan jembatan.
kendaraan yang berlebih, genangan air hujan,
banjir, perubahan iklim/ cuaca, struktur yang Maka dari itu dibutuhkan program
tidak stabil akibat pergeseran tanah/ gempa, dan penanganan yang tepat sasaran agar jembatan
lambatnya tindakan penanganan yang dapat memenuhi kebutuhan transportasi dan
dilakukan sehingga membuat elemen-elemen menambah nilai investasi suatu wilayah.
pada jembatan rentan mengalami kerusakan. Sehingga penanganan yang akan dilakukan
tidak hanya fokus terhadap struktur jembatan
Penurunan kinerja jembatan selalu saja melainkan berorientasi dalam hal
dipantau melalui proses pengumpulan data fisik memperbaiki sistem penilaian untuk keperluan
dan kondisi struktur jembatan melalui kegiatan program penanganan pada jembatan di masa
pemeriksaan jembatan. Kinerja jembatan sangat mendatang.
dipengaruhi oleh kondisi dimana sebelum
Vol. 16 No. 02, September 2021| 58
M. Ade Surya Pratama, Anggi Nidya Sari, Hendi Warlika Sedo Putra
Kriteria-Kriteria
BMS (X1) Jembatan
Penentuan program penanganan dibuat
berdasarkan skala prioritas (BMS) yang Program
Penanganan (Y)
didalamnya terdapat beberapa kriteria yang AHP (X2)
dapat memberi pengaruh dalam mengambil
keputusannya. Dalam penelitian ini dipilih
kriteria-kriteria penting (dari peneliti terdahulu) Gambar 3. Konsep penelitian
untuk proses perhitungan skala prioritas
penanganan jembatan. Kriteria-kriteria Kriteria-kriteria tersebut dikelompokkan,
tersebut: dicari nilai rata-rata (mean) antar kriterianya,
dilihat distribusi frekuensi antar kriteria dan
Tabel 1. Pemilihan kriteria penelitian dihitung standar deviasi yang ada melalui
Kriteria analisis statistik deskriptif. Rumus yang
No. BMS AHP digunakan dalam menghitung mean dan standar
1 Rutin (x1a) Kondisi (x2a) deviasi.
2 Berkala (x1b) Lalu lintas (x2b)
3 Rehabilitasi (x1c) Usia jembatan (x2c)
4 Penggantian Klasifikasi jalan (x2d)
Rata-rata (mean)
5 (x1d) Biaya (x2e)
∑ 𝑋𝑖
6 Dampak ekonomi (x2f) 𝑥̅ = (1)
7 Kebijakan (x2g) 𝑛
Keterangan:
Data primer pada penelitian ini terdiri
𝑥̅ = rata-rata hitung
dari daftar pertanyaan melalui kuisioner
Ʃxi = nilai sampel ke-i
dengan hirarki kriteria yang telah ditetapkan.
n = jumlah sampel
Jumlah responden yang dipilih untuk pengisian
kuisioner adalah 17 orang (BBPJN V, Satker,
Simpangan rata-rata (standar deviasi)
Konsultan). Mereka terdiri dari pihak-pihak
yang banyak berperan dalam
(𝑥𝑖 −𝑥̅ )2
merekomendasikan pengambilan keputusan dan 𝑆=√ 𝑛−1
(2)
kebijakan penanganan jembatan di wilayah
Sumatera Selatan. Keterangan:
S = simpangan rata-rata
Selanjutnya data sekunder yaitu data
(𝑥𝑖 − 𝑥̅ 2 ) = hasil penjumlahan kuadrat
yang diperoleh dari stakeholder berupa data-
data dalam pengelolaan jembatan, melakukan n-1 = derajat kebebasan
review pada penelitian-penelitian terdahulu Langkah selanjutnya mencari tahu
yang dikaitkan dengan referensi-referensi yang
pengaruh antar kriteria pada metode
relevan. Setelah mengidentifikasi dari penanganan jembatan. Pengaruh tersebut
Vol. 16 No. 02, September 2021| 60
M. Ade Surya Pratama, Anggi Nidya Sari, Hendi Warlika Sedo Putra
jembatan, memprioritaskan kriteria biaya (x2e) (rutin dan berkala). Sampel yang digunakan
sebesar 70,6% menganggap kriteria ini relatif tidak memiliki korelasi (independent) melalui
penting dalam memprogramkan penanganan. uji perbandingan (uji-T) independent.
Kriteria biaya menunjukan seberapa banyak
penanganan yang dapat dilakukan pada tahun Tabel 6. Nilai uji-T
anggaran berjalan. Urutan berikutnya yaitu IndependentLevene's
Samples Test
kriteria kondisi, lalu lintas dan kebijakan Test for t-test for Equality of
Equality of Means
memiliki kesamaan nilai sebesar 52,9% dimana
anggapan terhadap kriteria ini penting. F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Berikutnya diikuti kriteria dampak ekonomi Kondisi Equal variances 5,976 0,020 -1,796 32 0,082
47,1%, klasifikasi jalan 41,2% dan usia (x2a) assumed
jembatan 35,3%. Equal variances -1,796 31,189 0,082
not assumed
Lalulintas Equal variances 7,191 0,011 -1,265 32 0,215
Langkah selanjutnya ialah mencari nilai
(x2b) assumed
rata-rata dari suatu kelompok[14], serta Equal variances -1,265 28,800 0,216
menentukan dan menghitung standar not assumed
deviasinya. Usia Equal variances 0,000 1,000 0,000 32 1,000
Jembatan assumed
(x2c) Equal variances 0,000 32,000 1,000
Tabel 5. Nilai rata-rata (mean)
not assumed
Statistics Klasifikasi Equal variances 5,976 0,020 1,437 32 0,160
x2a x2b x2c x2d x2e x2f x2g Jalan assumed
N Valid 17 17 17 17 17 17 17 (x2d) Equal variances 1,437 31,189 0,161
Missing 0 0 0 0 0 0 0 not assumed
Biaya Equal variances 8,784 0,006 -2,646 32 0,013
Mean 6,059 5,235 3,588 3,471 3,118 3,118 3,118
(x2e) assumed
Std. Deviation 1,249 1,393 1,970 1,940 1,111 1,495 1,654 Equal variances -2,646 30,118 0,013
not assumed
Dampak Equal variances 30,476 0,000 -2,209 32 0,034
Dari hasil perhitungan diatas dapat
Ekonomi assumed
dilihat bahwa nilai rata-rata untuk kriteria (x2f) Equal variances -2,209 23,327 0,037
kondisi (x2a) sebesar 6,059 dengan standar not assumed
deviasi 1,249 yang menunjukan bahwa Kebijakan Equal variances 11,176 0,002 -2,248 32 0,032
(x2g) assumed
sebagian responden setuju kriteria ini paling Equal variances -2,248 29,927 0,032
dominan digunakan sebagai indikator untuk not assumed
program penanganan jembatan. Krieria kondisi
menunjukan suatu keadaan eksisting dari Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai Sig.(2-
elemen/ struktur jembatan (sama halnya pada tailed) yang didapatkan pada hasil analisis
metode BMS). Selanjutnya nilai rata-rata lalu komparatif t-test independent. Pada dasar
lintas (x2b) sebesar 5,235 dengan standar pengambilan keputusan, nilai sig. (2-tailed)
deviasi 1,393 dan seterusnya hingga kriteria x2e=0,013, x2f=0,035 dan x2g=0,032. < 0,05
kebijakan (x2g). maka terdapat hubungan antara kedua variabel.
Berdasarkan hasil penelitian maka artinya
4.2. Statistik Inferensial terdapat hubungan atau korelasi antara kriteria
Statitistik inferensial ialah bagian ilmu biaya, dampak ekonomi dan kebijakan terhadap
statistik yang digunakan untuk menaksir atau model penanganan pada BMS. Sebaliknya nilai
menguji karakteristik suatu sampel yang Sig.(2-tailed) yang didapatkan pada x2a= 0,082,
menjadi dugaan sementara dalam penelitian, x2b=0,216 , x2c=1 , x2d=0,160 > 0,05 maka
menggambarkan karakteristik melalui uji tidak terdapat hubungan antara kedua sampel,
perbandingan. Langkah awal dari statistik yaitu kriteria kondisi, lalu lintas, usia jembatan
inferensial ialah melakukan uji-t, dimana dan klasifikasi jalan terhadap rekomendasi
menunjukan pengaruh masing-masing variabel penanganan.
independent (X1 dan X2) dalam menerangkan
b. Rehabilitasi dan penggantian
variabel dependent (Y).
Tahap ini menguji perbandingan kriteria-
a. Pemeliharaan rutin dan berkala kriteria AHP untuk penanganan melalui dua
Tahap ini menguji perbandingan kriteria- variabel perbandingan (rehabilitasi dan
kriteria AHP melalui dua variabel perbandingan penggantian). Sampel yang digunakan tidak
memiliki korelasi (independent) melalui uji yang diuji lebih dari dua kategori (k sampel)
perbandingan atau uji-T. secara bersamaan[15]. Berikut untuk hasil uji
normalitasnya.
Tabel 7. Nilai uji-T
IndependentLevene's
Samples Test Tabel 8. Normalitas Anova two way
Test for t-test for Equality of Tests of Normality
Equality of Means Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
F Sig. t df Sig. (2- Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tailed) Standardized 0,206 68 0,063 0,931 68 0,096
Kondisi Equal variances 44,119 0,000 2,588 32 0,014 Residual for
(x2a) assumed Metode
Equal variances 2,588 22,951 0,016 a. Lilliefors Significance Correction
not assumed
Lalulintas Equal variances 3,060 0,090 1,044 32 0,304
(x2b) assumed Hasil uji normalitas nilai Sig.
Equal variances 1,044 31,738 0,304 Kolmogorov-Smirnov 0,063> 0,05 maka nilai
not assumed standar residual normal dan Hasil uji normalitas
Usia Equal variances 13,787 0,001 1,403 32 0,170 nilai Sig. Shapiro-Wilk 0,096> 0,05 maka nilai
Jembatan assumed
(x2c) Equal variances 1,403 24,807 0,173
standar residualnya juga normal. Syarat
not assumed berikutnya yang harus terpenuhi ialah uji
Klasifikasi Equal variances 0,000 1,000 1,741 32 0,091 homogenitas.
Jalan assumed
(x2d) Equal variances 1,741 32,000 0,091 Tabel 9. Uji homogenitas
not assumed
Levene's Test of Equality of Error Variances a,b
Biaya Equal variances 4,283 0,047 1,086 32 0,285
(x2e) assumed
Levene
df1 df2 Sig.
Equal variances 1,086 31,318 0,286 Statistic
not assumed Analisis Based on Mean 9,175 10 56 0,093
Dampak Equal variances 1,793 0,190 1,754 32 0,089 Based on Median 1,200 10 56 0,311
Ekonomi assumed
Based on Median 1,200 10 35,175 0,324
(x2f) Equal variances 1,754 31,812 0,089
and with adjusted
not assumed
Kebijakan Equal variances 0,000 1,000 -0,333 32 0,741 df
(x2g) assumed Based on trimmed 7,543 10 56 0,183
Equal variances -0,333 32,000 0,741 mean
not assumed Tests the null hypothesis that the error variance of the
dependent variable
a. Dependent is equal
variable: across groups.
Analisis
Pada Tabel 7 menunjukkan hasil analisis b. Design: Intercept + Program + Hasil + Program * Hasil
komparatif t-test independent. Pada dasar
pengambilan keputusan nilai sig. (2-tailed)
Hasil uji homogenitas nilai Sig. based on
x2a=0,014< 0,05 maka terdapat hubungan
mean = 0,093> 0,05 maka nilai varian variabel
antara kedua variabel. Berdasarkan hasil
AHP untuk program penanganan memiliki
penelitian maka artinya terdapat hubungan atau
kesamaan antar variabel yang diuji (homogen).
korelasi antara kriteria kondisi terhadap model
Mencari Nilai Anova (Tabel 10).
penanganan pada BMS. Sebaliknya nilai Sig.(2-
tailed) yang didapatkan pada x2b= 0,304, Tabel 10. Nilai Anova two way
x2c=0,173 , x2d=0,091 , x2e=0,286, x2f=0,089 Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:
dan x2g=0,741> 0,05 maka tidak terdapat Type III
Mean
hubungan antara kedua sampel, yaitu kriteria, Source Sum of df
Square
F Sig.
Squares
lalu lintas, usia jembatan, klasifikasi jalan,
Corrected Model 3.317a 11 0,302 1,563 0,136
biaya, dampak ekonomi dan kebijakan terhadap Intercept 86,833 1 86,833 450,215 0,000
rekomendasi penanganan. Program 0,321 3 0,107 0,554 0,647
Hasil 0,809 3 0,270 1,399 0,253
c. Analisis varian dua arah (Anova two way) Program * Hasil 2,467 5 0,493 2,558 0,037
Analisis Anova two way untuk menguji Error 10,801 56 0,193
nilai kesamaan dari rata-rata variabel yang Total 128,000 68
Tabel 10 diketahui bahwa nilai F hitung two way menunjukan hasil adanya pengaruh
sebesar 2,558 dengan tingkat signifikansi (Sig.) antara rekomendasi program penanganan dari
sebesar 0,037 < 0,05, yang berarti ada pengaruh variabel-variabel AHP maupun BMS.
antara rekomendasi program penanganan dari
variabel-variabel terikat (dependent): variabel 5. KESIMPULAN
penanganan BMS (X1) dan kriteria-kriteria
AHP (X2), maka model analisis dengan kriteria Setelah semua proses penelitian telah
ini dapat dipakai untuk memperbaiki sistem selesai maka dapat diambil beberapa
penilaian yang ada. kesimpulan, hasil analisis statistik menunjukan
variabel-variabel yang dikonsepsikan dalam
4.3. Hasil kriteria-kriteria BMS maupun AHP sebagai
pemilihan model penanganan jembatan telah
Pengembangan model penanganan
tepat dan konsisten. Kriteria kondisi (x2a)
jembatan dalam penilaian masing-masing
dengan nilai sebesar 6,059 dan standar deviasi
metode yang mempertimbangkan hubungan
1,249 menunjukan nilai terbesar dari rata-rata
keterkaitan kriteria akan dapat menghasilkan
pilihan responden untuk kriteria yang paling
model penanangan hasilnya lebih baik karena
dominan digunakan sebagai indikator program
kesistematisan dan konsistensinya. Kriteria-
penanganan jembatan. Sedangkan frekuensi
kriteria tersebut diuji kesahihannya melalui
kriteria biaya (x2e) sebesar 70,6% menganggap
beberapa tahap pengujian. Dimana hasil
kriteria ini relatif penting dalam
distribusi frekuensi menunjukan kriteria biaya
memprogramkan penanganan. Kriteria biaya
juga “relatif penting” dalam menentukan suatu
menunjukan seberapa banyak penanganan yang
program penanganan jembatan dimana selama
dapat dilakukan pada tahun anggaran berjalan.
ini BMS hanya menilai prioritas penanganan
Hasil Uji-T untuk penanganan rutin dan
hanya dari kriteria kondisi, lalu lintas,
berkala menempatkan kriteria biaya, dampak
pembebanan dan ekonomi. Disamping itu
ekonomi dan kebijakan mempunyai dampak
sebagian responden menilai kriteria kondisi
signifikan dimana nilai sig. (2-tailed)
masih dianggap penting karena menunjukan
x2e=0,013, x2f=0,035 dan x2g=0,032. < 0,05
suatu keadaan eksisting dari elemen/ struktur
maka terdapat hubungan antar kriterianya,
jembatan.
sedangkan pada rehabilitasi dan penggantian,
Hasil Uji-T yang dilakukan melalui kriteria kondisi yang paling signifikan dengan
proses statistik terhadap hipotesis awal, dimana nilai sig. (2-tailed) x2a=0,014< 0,05.
nilai sig. (2-tailed) x2e=0,013, x2f=0,035 dan Analisis Anova two way menunjukan
x2g=0,032. < 0,05 maka terdapat hubungan atau nilai F hitung sebesar 2,558, pada taraf
korelasi antara kriteria biaya, dampak ekonomi signifikasi 0.05 (tingkat kepercayaan 95%) hal
dan kebijakan terhadap model penanganan rutin tersebut dapat dibuktikan dari hasil pengujian
dan berkala, sedangkan untuk penanganan yang dilakukan
rehabilitasi dan penggantian kriteria kondisi dengan tingkat signifikansi (Sig.)
memiliki nilai sig. (2-tailed) x2a=0,014< 0,05. sebesar 0,037 < 0,05. Hasil hipotesis yang
Dimana kriteria biaya, dampak ekonomi dan menunjukan Ho atau hipotesis nol ditolak,
kebijakan mempunyai dampak signifikan dalam artinya terdapat pengaruh kriteria pada AHP
memutuskan suatu program penanganan rutin terhadap rekomendasi penanganan yang di pilih
dan berkala. Pada kegiatan rehabilitasi dan dari BMS.
penggantian, kriteria kondisi yang paling Rekomendasi terhadap kriteria-kriteria
signifikan dalam merekomendasikan pendukung keputusan menunjukkan bahwa
penanganan. kriteria-kriteria metode AHP dapat digunakan
sebagai salah satu kriteria penentu untuk
Pada analisis Anova two way hasil uji mendukung program penanganan jembatan
normalitasnya menunjukan nilai standar secara baik.
residualnya juga normal (data terdistribusi
normal). Pada uji homogenitas menunjukan Ucapan Terima Kasih
nilai varian variabel AHP untuk program Ucapan terima kasih penulis apresiasikan
penanganan memiliki kesamaan antar variabel untuk pihak-pihak yang meluangkan waktu,
yang diuji sehingga dapat dilanjutkan ke tahap tenaga dan pikirannya baik secara langsung
analisis. Berdasarkan perhitungan nilai Anova
Vol. 16 No. 02, September 2021| 64
M. Ade Surya Pratama, Anggi Nidya Sari, Hendi Warlika Sedo Putra
maupun tidak langsung untuk membantu dalam [9] E. H. Onsa, S. E. Y. Hassan, and A. G.
menyelesaikan penelitian ini. Mahmoud, 2016. “Applied Assessment
Process for Priority of Bridge
Daftar Pustaka Maintenance in Sudan,” Int’l J. Res.
Chem. Metall. Civ. Engg., vol. 3, no. 1,
[1] Kementerian Pekerjaan Umum dan pp. 101–108.
Perumahan Rakyat, 2018. “Sistem
Manajemen Jembatan,” in Pemeriksaan [10] A. Nurdin, 2017. “Penentuan Skala
Jembatan. Prioritas Pemeliharaan dan Rehabilitasi
Jembatan di Kabupaten Pinrang,” J.
[2] A. E. Aktan et al., “Condition Phys., vol. 795, pp. 1–7.
Assessment for Bridge Management,
1996. ” J. Infrastruct. Syst., vol. 2, no. [11] H. Fitriani, M. A. Surya Pratama, Y.
3, pp. 108–117, doi: 10.1061/(asce) Idris, and G. Tanzil, 2019.
1076-0342(1996)2: 3(108). “Determination of Prioritization for
Maintenance of the Upper Structure of
[3] Setiono and S. Marwoto, 2010. Truss Bridge,” MATEC Web Conf., vol.
“Pemodelan Logika Fuzzy Terhadap 276, p. 01036, doi: 10.1051/ matecconf/
Kerusakan Jembatan Beton,” Media 201927601036.
Tek. Sipil, vol. X, p. 28.
[12] M. J. Kallen, 2007. “Markov Processes
[4] N. Suksuwan and B. H. W. for Maintenance Optimization of Civil
Hadikusumo, 2010. “Condition Rating Infrastructure in the Netherlands,” Delft
System for Thailand ’ s Concrete University of Technology.
Bridges,” J. Constr. Dev. Ctries., vol.
15, no. 1, pp. 1–27. [14]Sugiyono, 2007. Statistika Untuk
Penelitian. Bandung: Alfabheta.
[5] M. J. Ryall, 2010. Bridge Management.
Amsterdam: Oxford. [15] A. Rinaldi, Novalia, and M. Syazali,
2020. Statistika Inferensial. IPB Press.
[6] F. Hariman, H. Christady H., and A.
Triwiyono, 2007. “Evaluasi Dan
Program Pemeliharaan Jembatan
Dengan Metode Bridge Management
System (Bms) (Studi Kasus : Empat
Jembatan Propinsi D.I. Yogyakarta),”
Civ. Eng. Forum Tek. Sipil, vol. 17, no.
3, pp. 581-593–593.