Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal
sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada
kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang
saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan
uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran
kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah
karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia
prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan
di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara
maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan
ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-
hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk
menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan
mengandung komponen kristal serta matrik organic ( Sudoyo, 2001; 134 ).
Batu ginjal ( renal kalkuli ) adalah pembentukan batu di traktus
urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat,
kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika
terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sifat yang sangat normal
mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencangkup pH urin dan status cairan ( Smeltzer,
2001; 1460 ).

2. Etiologi
Meskipun penyebab pasti tidak diketahui, factor predissposisi
terjadinya batu ginjal meliputi:
a. Dehidrasi
b. Infeksi
c. Perubahan pH urin (batu kalsium karbonat terbentuk pada pH yang
tinggi; batu asam urat terbentuk pada pH yang rendah)
d. Obstruksi pada aliran urine yang menimbulkan stasis di dalam traktus
urinarius
e. Imobilisasi yang menyebabkan kalsium terlapas ke dalam darah dan
tersaring oleh ginjal
f. Factor metabolic
g. Factor makanan
h. Penyakit renal
i. Penyakit gout

2
3. Patofisiologi
Batu ginjal terbentuk ketika terjadi pengendapan substansi yang
dalam keadaan normal larut di dalam urine, seperti kalsium oksalat dan
kalsium fosfat. Dehidrasi dapat menimbulkan batu karena peningkatan
konsentrasi substansi yang membentuk batu di dalam urine.
Pembentukan batu terjadi di sekeliling suatu mukleus atau nidus
pada lingkungan yang sesuai. Kristal terbentuk dengan adanya substansi
yang membentuk batu (kalsium oksalat, kalsium karbonat, magnesium,
ammonium, fosfat atau asam urat) dan kemudian terperangkap dalam
traktus urinarius. Di tempat ini, Kristal tersebut menarik Kristal lain dan
membentuk batu. Urine yang sangat pekat dengan substansi ini akan
memudahkan pembentukan Kristal dan mengakibatkan pertumbuhan batu.
Batu ginjal dapat terjadi pada papilla renal, tubulus renal, kalises,
piala ginjal, ureter atau dalam kandung kemih. Batu yang berukuran kecil
kurang dari 5 mm biasanya akan keluar sendiri kedalam urin. Imobilisasi
yang lama dapat menimbulkan demineralisasi tulang, hiperkalsiuria, dan
pembentukan kalkulus. Penyakit gout mengakibatkan produksi asam urat
yang tinggi, hiperurikosuria, dan batu asam urat. Diet tinggi purin akan
menaikan kadar asam urat dalam tubuh. Jaringan parut yang terinfeksi
merupakan tempat ideal bagi pembenntukan batu.
Di samping itu, kalkulus yang terinfeksi dapat terbentuk apabila
bakteri membentuk nucleus dalam pembentukan batu. Statis urine
memudahkan penimbunan unsur-unsur pembentukan batu yang kemudian
saling melekat dan mendorong terjadinya infeksi yang menambah
obstruksi. Batu dapat masuk ke dalam ureter atau tetap tinggal di dalam
piala ginjal. Dalam piala ginjal, batu tersebut merusak atau
menghancurkan parenkim renal dan dapat menimbulkan nekrosis karena
penekanan.
Di dalam ureter, pembentukan batu menyebabkan obstruksi dalam
bentuk hidonefrosis dan cenderung timbul kembali. Nyeri yang
membandel dan perdarahan serius juga dapat terjadi karena batu ginjal dan

3
kerusakan yang ditimbulkan. Batu yang besar dan kasar akan menymbat
lubang sambungan uteropelvik dan meningkatkan frekuensi serta kekuatan
kontraksi peristaltic sehingga terjadi hematuria akibat trauma. Biasanya
pasien batu ginjal melaporkan rasa nyeri yang menjalar dari sudut
kostovertebral kebagian pinggang dan kemudian ke daerah suprapubik
serta genetalia eksterna (kolik renal yang klasik). Pasien degan batu ginjal
di dalam piala ginjal dan kalises dapat melaporkan nyeri konstan yang
tumpul (rasa pegal). Ia juga dapat melaporkan nyeri punggung jika batu
tersebut menyebabkan sumbatan dalam ginjal dan nyeri abdomen yang
hebat bila batu tersebut berjalan ke bawah di sepanjang ureter.

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala batu ginjal yang mungkin meliputi:
a. Nyeri hebat akibat obstruksi
b. Nausea dan vomitus
c. Demam dan menggigil karena infeksi
d. Hematuria kalau batu tersebut menimbulkan abrasi ureter
e. Distensi abdomen
f. Anuria akibat obstruksi bilateral atau obstruksi pada ginjal yang
tinggal satu-satunya dimiliki oleh pasien

5. Komplikasi
a. Kerusakan atau destruksi parenkim renal
b. Nekrosis tekanan
c. Obstrusi oleh batu
d. Hidronefrosis
e. Perdarahan
f. Rasa nyeri
g. Infeksi

4
6. Diagnosis
Hasil pemeriksaan berikut ini dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis batu ginjal :
a. Foto rontgen BNO untuk memperlihatkan sebagian besar batu ginjal
b. Urografi ekskretori untuk membantu memastikan diagnosis dan
menentukan ukuran serta lokasi batu
c. Pemeriksaan USG ginjal untuk mendeteksi perubahan obstruksi,
seperti hidronefrosis unilateral atau bilateral dan melihat batu
radiolusen yang tidak tampak pada foto BNO.
d. Kultur urine yang memperlihatkan piuria, yaitu tanda infeksi saluran
kemih
e. Koleksi urine 24 jam untuk menentukan tingkat ekskresi kalsium
oksalat, fosfor, dan asam dalam urine.
f. Analisis batu untuk mengetahui kandungan mineralnya.
g. Pemeriksaan serial kadar kalsium dan fosfor
h. Pemeriksaan kadar protein darah untuk menentukan kadar kalsium
bebas yang tidak terikat dengan protein.

7. Penanganan
Penanganan dapat berupa :
a. Penambahan asupan cairan hingga lebih dari 3 L per hari untuk
meningkatkan hidrasi.
b. Preparat antimikroba untuk mengatasi infeksi yang jenisnya dipilih
menurut hasil kultur mikroorganisme
c. Obat-obat analgetik seperti meperidin (Demerol) atau morfin untuk
meredakan rasa nyeri.
d. Obat-obat golongan diuretik untuk mencegah statis urine dan
pembentukan batu.
e. Methenamin untuk menekan pembentukan batu jika terdapat infeksi
f. Diet rendah kalsium untuk mencegah rekurensi

5
g. Pemberian asam askorbat dosis kecil setiap hari untuk mengasamkan
urine
h. Sistoskop dengan manipulasi kalkulus untuk mengeluarkan batu ginjal
yang tidak bisa keluar sendiri karena ukurannya terlalu besar.
i. Litotripsi ultrasonik perkutaneus dan ESWL (extracorporeal shock
wave lithotripsy) atau terapi laser untuk memecahkan batu menjadi
fragmen kecil-kecil agar dapat keluar sendiri atau dikeluarkan dengan
melakukan pengisapan.
j. Operasi pengangkatan batu sistin atau batu besar atau pemasangan alat
pengalih aliran urine di sekitar kalkulus untuk menghilangkan
obstruksi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera. Partikel-
partikel benda asing seperti darah, muntahan, permen karet, gigi
palsu atau tulang. Obstruksi juga dapat disebabkan oleh lidah atau
edema karena trauma jaringan.
Jika ada kecurigaan fraktur serfikal jangan melakukan hiperetensi
leher sampai spinal dipastikan tidak ada kerusakan.
Gunakan chin life dan jawsthrust secara manual untuk membuka
jalan napas.
2) Breathing
Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan dan observasi
untuk ekspansi bilarteral dada.
Auskultasi bunyi napas dan catat adanya krekles, wising, atau tidak
adanya bunyi napas. Jika pernapasan tidak adekuat atau tidak ada
dukung pernapasan pasien dengan suatu alat oksigenasi yang
sesuai.

6
3) Circulation
Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, dan catat irama
dan ritmennya dan mengkaji warna kulit
Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompresi dada tertutup
Kaji tekanan darah
Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena dengan jarum
besar (16-18). Mulai penggantian volume perprotokol. Cairan
kristaloid seimbang (0,9% salin normal atau ringer’s lactate)
biasanya digunakan.
Kaji adanya bukti perdarahan dan control perdarahan dengan
penekanan langsung.
b. Secondary Survey
1) Disabilty : mengukur status neurologis, status mental klien.
2) EKG/exposure
3) Fluid and Farentheit
4) Get vital sign : cek tanda- tanda vital ( tekanan darah, nadi,
pernapasan, suhu)
5) Histori
a) Keluhan utama: nyeri
b) Riwayat kesehatan sekarang: nyeri dirasakan pada daerah
costovertebral dan menjalar sampai ke pinggang. Disertai
dengan mual dan muntah dan dapat terjadi penurunan berat
badan. Hematuria juga dapat terjadi.
c) Riwayat Penyakit Dahulu /Riwayat penyakit kronis : kaji
adanya riwayat penyakit dahulu seperti penyakit ginjal, infeksi
saluran kemih, gout.
d) Nutrisi metabolic: Diet tinggi purin akan menaikan kadar asam
urat dalam tubuh.
e) Aktivitas: Imobilisasi yang lama dapat menimbulkan
demineralisasi tulang, hiperkalsiuria, dan pembentukan
kalkulus

7
6) Head to toe
a) Kepala : kaji bentuk , kesimetrisan , keadaan rambut, kondisi
kulit kepala, massa dan nyeri tekan. Biasanya tidak ada
gangguan.
b) Mata: kaji penglihatan, gerakan mata,lapang pandang,
pemeriksaan fisik mata. Biasanya dalam keadaan normal.
c) Hidung : kaji bentuk,sekat hidung, kepatenan, saluran nafas,
nyeri tekan. Biasanya tidak ada gangguan.
d) Mulut: kaji warna bibir mencegah adanya sianosis, caries gigi,
lidah. biasanya normal.
e) Leher: kaji adanya pembengkakan kelenjar getah bening,
pembesaran kelenjar tiroid, distensi vena leher. Biasanya tidak
ada gangguan.
f) Dada: posisi dan pergerakan normal, bentuk simetris umunya
tidak ada gangguan.
g) Perut: kaji bentuk, kesimetrisan, adanya masa. Dapat terjadi
distensi abdomen pada kasus ini.
h) Kelamin: kaji adanya nyeri tekan, hematoma, integritas kulit di
kelamin. Umumnya normal.
i) Lengan atas: umumnya normal
j) Lengan bawah: umumnya normal
k) Anus: umumnya normal.
l) Kulit: intrgritas kulit sekitar tubuh umunya baik , kulit pucat
biasanya terjadi pada kasus ini.
m) Psikososial: pasien biasnya mengalami kecemasan.

8
Penyimpangan KDM

9
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d. agens cedera ( biologi, fisik, dan psikologis)
b. Kekurangan volume cairan b.d. pengeluaran/kehilangan cairan aktif
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake
yang tidak adekuat
d. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan obstruksi anatomic,
dan penyebab multiple.

3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri Akut b/d agen cedera ( biologi, fisik, dan psikologis)
Tujuan : nyeri klien dapat dikontrol, berkurang.
Kriteria hasil :
1) Klien mampu mengenali serangan nyeri
2) Klien dapat menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya
teknik non farmakologis
3) Klien melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada
tenaga kesehatan
4) Klien tidak menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan,
menangis, gerakan lokalisir, Ekpresi wajah, gangguan istirahat
tidur, agitasi, iritabilitas meningkat, diaphoresis, penurunan
konsentrasi, kehilangan nafsu makan, nausea)
5) Tanda – tanda vital dalam rentang normal
6) Klien menunjukkan perubahan dampak dari nyeri
Intervensi:
1) Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, dan factor presipitasi dari nyeri)
2) Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya
3) Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
gangguan aktifitas, penurunan konsentrasi, dan lainnya)
4) Jelaskan pada klien penyebab nyeri

10
5) Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase
ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang)
6) Ajari klien penggunaan teknik non farmakologis untuk mengurangi
nyeri
7) Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi
disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas
toleransi jantung.
8) Monitoring kepuasan pasien atas pelaksanaan manajemen nyeri
9) Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi: Analgetik,
antispasmodic, Kortikosteroid

b. Kekurangan volume cairan b.d. pengeluaran/kehilangan cairan aktif


Tujuan: volume cairan adekuat
Kriteria Hasil:
1) Intake dan output seimbang
2) Tanda vital stabil (TD 120/80 mmHg. Nadi 60-100, RR16-20, suhu
36.5°-37°C)
3) Membran mukosa lembab
4) Turgor kulit baik.
Intervensi:
1) Catat insiden muntah, diare, perhatikan karakteristik, dan
frekuensi.
2) Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 lt / hari sesuai toleransi jantung.
3) Awasi tanda vital, evaluasi nadi, turgor kulit dan membran
mukosa.
4) Timbang berat badan tiap hari
5) Kolaborasi:
a) Awasi Hb,Ht,elektrolit.
b) Berikan cairan IV
c) Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut s/d toleransi
d) Berikan obat s/d indikasi antiemetik,(misal compazin)

11
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d intake yang
tidak adekuat
Tujuan: masukan nutrisi adekuat
Kriteria Hasil: BB stabil, nilai lab untuk nutirsi normal
Intervensi:
1) Kaji kebutuhan nutrisi klien
2) Observasi tanda-tanda kekurangan nutrisi
3) Pantau berat badan secara periodik
4) Berikan makanan sedikit tapi sering.
5) Berikan makanan yang lembut, mudah dicerna seperti kentang,
nasi, dsb.
6) Beri nutrisi parenteral bila perlu
7) Berikan obat anti emetik
8) Pantau nilai lab untuk nutrisi

d. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan obstruksi anatomic,


dan penyebab multiple.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
klien dapat melakukan eliminasi urine.
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu mengontrol berkemih, mengatur pola berkemih, dan
toilet training dengan teratur.
2) Klien mampu mengosongkan bladder dengan baik (mengeluarkan
urine > 100-200 cc)
3) Tidak adanya infeksi traktus urinarius
4) Menunjukkan patensi eliminasi (bau, jumlah, warna, kepekatan)
5) Intake cairan adekuat
6) Tidak adanya komponen gangguan dalam urine (endapan, darah)
7) Tidak ada sensasi gangguan dalam urine (nyeri, rasa terbakar,
hesistansi, frekuensi, urgensi, retensi, nokturia, inkontinensia)

12
Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien untuk mengosongkan kandung kemih
2) Kaji pasien untuk terjadinya potensi inkontinensia
3) Buat jadwal BAK secara periodic dan anjurkan klien untuk miksi
sesuai jadwal yang ditentukan
4) Hindari klien berada dalam toilet lebih dari 5 menit untuk
mencegah terjadinya urgensi berulang
5) Ajari dan pantau klien mengenai pelaksanaan bladder training
6) Monitoring eliminasi urine ( frekuensi, konsitensi, bau, volume,
warna)
7) Monitoring tanda dan gejala retensi urine
8) Bantu klien untuk eliminasi urine dengan memasang kateter
9) Anjurkan kllien untuk minum air putih yang cukup sesuai diet
10) Instruksikan klien untuk mengosongkan bladder secara periodic

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Batu ginjal merupakan suatu kelainan dimana terdapatnya komponen berupa
kristal di traktus urinarius ketika konsentrasi kalsium oksalat, kalsium fosfat dan
asam urat meningkat.
Penyebab pastinnya belum diketahui, faktor predisposisinya ; dehidrasi, infeksi,
perubahan pH urine, obstruksi, imobilisasi, faktor metabolik, faktor makanan,
penyakit ginjal dan gout. yang dapat menimbulkan tanda yang mungkin seperti ;
nyeri hebat akibat obstruksi, nausea dan vomitus, demam dan menggigil karena
infeksi, hematuria kalau bati tersebut menimbulkan abarasi ureter, distensi
abdomen dan anuria.
Masalah keperawatan yang dapat kita angkat diantaranya ; nyeri akut,
kekurangan volume cairan, ketidak seimbangan nutrisi, gangguan eliminasi urine.

14
Daftar Pustaka
Mansjoer Arief, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Kedua, Medikal
Aesculapius, FKUI, Jakarta, 2000
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Buku saku Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 –
NANDA International
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2012, Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
NOC (Edisi 9). Jakarta: ECG
Carpenito, Linda Juall (1995) Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan ( terjemahan,) PT EGC, Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai