Anda di halaman 1dari 3

Pedagang Kaki Lima (PKL)

Latar Belakang
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut
penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan
karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah 2 kaki
pedagang ditambah 3 kaki gerobak. Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk
pedagang di jalanan pada umumnya.

Istilah kaki 5 berasal dari masa penjajahan kolonial belanda. Peraturan


pemerintah waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun
hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan
adalah 5 kaki atau sekitar 1,5 meter.

Persoalan PKL muncul :


- Kemiskinan (krisis ekonomi)
- Kesempatan kerja

Masalah PKL dari berbagai kebutuhan


- Pendekatan kebutuhan
o Kebutuhan fisiologis
Makan, minum, perumahan, seks, istirahat
terapan :
 Ruang istirahat
 udara bersih
 air untuk minum
 cuti
 balas jasa
 jaminan sosial
o Kebutuhan keamanan dan rasa aman
Perlindungan dan stabilitas
terapan :
 Pengembangan karyawan
 Kondisi kerja yang aman
 Serikat kerja
 Rencana senioritas
 jaminan
o Kebutuhan sosial
Cinta, persahabatan, perasaan memiliki dan diterima dalam
kelompok
terapan :
 Kelompok kerja
o Kebutuhan harga diri
Status atau kedudukan, kepercayaan diri, pengakuan, reputasi
terapan :
 Kekuasaan
 Ego
 Promosi
o Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri
Penggunaan potensi diri, pengembangan diri
Terapan :
 Menyelesaikan penugasan-penugasan yang bersifat
menantang

Permasalahan PKL :
- Penggunaan ruang publik bukan untuk fungsi semestinya dapat
membahayakan orang lain maupun PKL itu sendiri
- Pencemaran yang dilakukan sering diabaikan oleh PKL
- Sebagian besar PKL tidak mendapat perlindungan dari ancaman jiwa,
kesehatan maupun jaminan masa depan. Resiko semacam itu belum
mendapat perhatian karena perhatian masih tertuju pada pemenuhan
kebutuhan pokok.
- Kemungkinan terjadi persaingan tidak sehat antara pengusaha yang
membayar pajak resmi dengan pelaku ekonomi informal yang tidak
membayar pajak resmi (walaupun mereka sering membayar pajak tidak
resmi), contohnya ada dugaan bahwa pemodal besar dengan berbagai
pertimbangan memilih melakukan kegiatan ekonominya secara informal
dengan menyebarkan operasinya melalui unit-unit PKL
- Ketiadaan perlindungan hukum menyebabkan pekerja di ekonomi
informal rentan eksploitasi, baik pelaku di PKL itu sendiri, rekanan usaha
dari sektor formal maupun dari oknum tertentu baik dari pemegang
kebijakan lokal yang resmi maupun preman
- Mobilitas sebagian PKL di satu sisi merupakan alat survival namun di sisi
lain menyulitkan upaya pemberdayaan
- Timbulnya “parallel structure” yaitu kerangka aliran ruang yang berupa
setoran di luar aliran uang resmi atau pajak ke pemerintah. Hal tersebut
menyebabkan ketergantungan sebagian oknum pemerintah pada
keberadaan PKL.

Penanganan PKL
- Mempercantik taman kota, seperti pengadaan pot besar untuk
menghalangi PKL berdagang disitu
- Di ruas jalan yang jelas-jelas disebutkan tidak boleh ditempati PKL atau
bebas PKL, sejak dini harus dilakukan pengawasan secara terus-menerus
sebelum jumlah PKL yang mangkal di daerah terlarang bertambah
banyak.
- Pemerintah harus menegakkan aturan yang ada
- Pedagang kaki lima harus mematuhi aturan yang ada, mereka harus
menyadari bahwa mencari nafkah tidak berarti boleh merugikan orang
lain dengan memakai fasilitas umum dan badan jalan.
- Daya dukung lingkungan, bagi PKL yang berada dikawasan tertentu yang
masih memungkinkan untuk ditoleransi agar dapat berdagang pada
kawasan yang ramai dengan bersedia diatur para PKL sedemikian rupa

Memikirkan solusi masalah PKL dengan membuat penampungan atau pasar baru
hanya akan bersifat sementara saja. Justru hal tersebut akan semakin
mengundang pedagang kaki lima baru untuk melakukan hal yang sama di
tempat lain
Kalau mereka ditertibkan maka mereka nantinya akan meminta pemerintah
mencarikan solusi baginya, padahal mereka sendiri yang muncul tanpa
diundang.

Anda mungkin juga menyukai