Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru, adalah unsur penting yang menentukan berhasil tidaknya pendidikan. Jika guru
berkualitas baik, maka pendidikanpun akan baik. jikalau tindakan para guru dari hari ke hari
bertambah baik, maka akan menjadi lebih baik pulalah keadaan dunia pendidikan kita.
Sebaliknya, kalau tindakan dari hari ke hari makin memburuk, maka makin parahlah dunia
pendidikan kita. Guru-guru kita dapat disamakan dengan pasukan tempur yang menentukan
kemenangan atau kekalahan dalam perang.
Dari berbagai studi yang telah dilakukan, tingkat kesejahteraan merupakan penentu yang
amat penting bagi kinerja guru dalam menjalankan tugasnya. Dilaporkan bahwa negara-negara
yang memberikan perhatian khusus pada gaji guru, lebih baik mutu pendidikannya. Dan langkah-
langkah ke arah lebih meningkatkan kesejahteraan guru untuk meningkatkan mutu pendidikan
telah banyak dilakukan oleh banyak negara.
Tema-tema kesejahteraan guru dalam arti luas meliputi gaji, tunjangan, dan rasa aman dalam
menjalankan tugasnya perlu dikedepankan mengingat kesejahteraan guru di Indonesia masih
memprihatinkan. Lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 merupakan
legalitas formal yang menjamin perlindungan hukum bagi para guru untuk dapat bekerja secara
aman, kreatif, profesional, dan menyenangkan.
Implementasi Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 telah menuntut guru
untuk memenuhi kualifikasi akademik yaitu S1 atau D/Akta IV, memiliki seperangkat
kompetensi secara integral holistik yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kualifikasi akademik dan seperangkat
kompetensi tersebutlah yang akan mengantarkan guru untuk mengikuti sertifikasi guna
memperoleh tunjangan profesi dari pemerintah.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan sejak dulu. Upaya-
upaya yang telah dilakukan antara lain menata sarana dan prasarana, melakukan perubahan
kurikulum, meningkatkan kualitas guru baik melalui peningkatan kualifikasi pendidikan guru,
memberikan berbagai diklat atau penataran, maupun peningakatan tunjangan profesi guru dalam
arti meningkatkan kesejahteraan guru. Semua ini dilakukan guna tercapainya tujuan pendidikan
nasional yang bermutu secara merata.
Disebutkan dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) dan Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan salah
satu upaya pemerintah untuk menata kembali sistem pendidikan nasional. Undang-undang
Sisdiknas merupakan pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 yang dianggap tidak
mengusung prinsip reformasi yang mulai digembor-gemborkan pada tahun 1998. Sedangkan
Undang-undang Guru dan Dosen memuat berbagai pasal yang mengatur berbagai hal tentang
tenaga pendidik.
Melihat fakta bahwa banyaknya undang-undang yang dilahirkan di Indonesia ternyata tidak
membawa perubahan yang diharapkan, sebut saja UU Lalu Lintas yang belum mampu
mewujudkan disiplin berlalu lintas sehingga kemacetan dan kecelakaan masih banyak terjadi,
atau UU Perlindungan Anak yang belum mampu menjamin berkurangnya kekerasan pada anak,
maka akankah UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen, baik substansi maupun pelaksanaannya
nantinya dapat menyelesaikan masalah pendidikan Indonesia.
Guru sebagai tenaga profesional memiliki peran strategis untuk mewujudkan visi
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip profesionalitas, sehingga untuk
mewujudkan profesionalitas guru perlu perbaikan tata kelola guru, di samping itu mengingat
bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru perlu penyesuaian untuk
mengakomodasi perkembangan tata kelola guru sebagai pendidik profesional sehingga perlu
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 ini.
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 49411 diubah salah satunya adalah dalam Ketentuan Pasal 1.
Implementasi dari Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Agar
sertifikasi guru dapat direalisasikan dengan baik perlu pemahaman bersama antara berbagai
unsur yang terlibat, baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan sertifikasi agar pesan Undang-Undang tersebut dapat dilaksanakan
sesuai dengan harapan. berdasarkan amanat UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 42 dan 61, UU No. 14
Tahun 2005 Pasal 8, dan PP No.19 Tahun 2005 Pasal 29, guru pada jenis dan jenjang pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah wajib memiliki kualifikasi akademik
minimal S1 atau D IV sesuai dengan bidang tugasnya, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Di samping persyaratan tersebut,
seorang guru harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Keempat
kompetensi tersebut tercermin secara integratif dalam kinerja guru dan dibuktikan dengan
sertifikat pendidik yang diperoleh melalui uji kompetensi. Sertifikasi pendidik bagi guru dalam
jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio dan jalur pendidikan. Penetapan peserta
sertifikasi melalui penilaian portofolio berdasarkan pada urutan prioritas masakerja sebagai guru,
usia, pangkat/golongan, beban mengajar, tugas tambahan, dan prestasi kerja. Dengan persyaratan
tersebut diperlukan waktu yang cukup lama bagi guru muda yang berprestasi untuk mengikuti
sertifikasi. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan sertifikasi guru dalam jabatan yang mampu
mengakomodasi guru-guru muda berprestasi yaitu melalui jalur pendidikan. Pelaksana sertifikasi
melalui jalur pendidikan ini adalah LPTK yang ditunjuk sesuai keputusan Mendiknas No.
122/P/2007. Mengingat pelaksanaan program sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur
pendidikan ini melibatkan berbagai institusi terkait dan dalam upaya melakukan penjaminan
mutu maka diperlukan pedoman penyelenggaraan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14


TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat
menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3)
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang; (4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurangkurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja
negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut
kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah.

Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang
adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia.
Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang
sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan kedudukan bahwa
pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip
profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh
pendidikan yang bermutu.

Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut:

1. mengangkat martabat guru dan dosen;


2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen;
3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen;
4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen;
5. meningkatkan mutu pembelajaran;
6. meningkatkan mutu pendidikan nasional;
7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu,
kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan
antardaerah; dan 9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi
untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan
dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat
pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai
tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis
guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga
profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang
meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai
dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan
pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik,
maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan
dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen
dalam pelaksanaan tugas profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan
martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang
bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru
dan dosen sebagai tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari
pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan,
keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen
sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.

B. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN


2005 TENTANG GURU DAN DOSEN.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan
Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk menata kembali sistem pendidikan nasional. Undang-undang Sisdiknas
merupakan pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 yang dianggap tidak mengusung
prinsip reformasi yang mulai digembor-gemborkan pada tahun 1998. Sedangkan Undang-undang
Guru dan Dosen memuat berbagai pasal yang mengatur berbagai hal tentang tenaga pendidik.
Uraian lengkap tentang Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
yaitu sebagai berikut:
a. Bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman,
bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan
relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan;
c. Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis
dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c perlu dibentuk UndangUndang tentang Guru dan Dosen;
Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia

Memutuskan:

Undang-Undang Tentang Guru Dan Dosen.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,


membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional
tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau
kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan
pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat
yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru
atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat
syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan
kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki
oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di
tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada
guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan
dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas
oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan
menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan
dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara
berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial
sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai
pendidik profesional.
17. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang
mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan
darurat lain.
18. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau
pemerintah kota.
21. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang
pendidikan nasional.
BAB II

KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 3

(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan
tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 4

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Pasal 5

Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran,
pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat
berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Pasal 6

Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem
pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB III

PRINSIP PROFESIONALITAS

Pasal 7

(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia;
c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas;
d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan; dan
i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

(2) Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan


melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan,
tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik
profesi.

BAB IV

GURU

Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi

Pasal 8

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan
tinggi program sarjana atau program diploma empat.

Pasal 10

(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi


pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru
yang telah memenuhi persyaratan.

(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.

(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama
untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.

Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan
kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik
dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban

Pasal 14

(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:


a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan,
kode etik guru, dan peraturan perundangundangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi
akademik dan kompetensi; dan/atau
k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
l.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 16

(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15


ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat.

(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1
(satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja,
dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi
tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.

Pasal 18

(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15


ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.

(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1
(satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja,
dan kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus,
berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan
tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,
asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk
memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk
kesejahteraan lain.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:

a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu,


serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara


berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru,


serta nilai-nilai agama dan etika; dan

e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Pasal 21

(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja
kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi
akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru
dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 22

(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi
calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau
kepentingan pembangunan daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23

(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di


lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu
pendidikan

(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf
internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan


Pemberhentian

Pasal 24

(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta
untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan
kewenangan.

(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah,
kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal sesuai dengan kewenangan.

(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh
masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi
akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.

Pasal 25

(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai
dengan peraturan perundangundangan.

(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 26

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan
pada jabatan struktural.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia
wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 28

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat
dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun
antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau
promosi.

(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan
permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota,
antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah
memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan
kewenangan.

(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1) Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan
pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali,
dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani
pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2
(dua) tahun.

(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas
selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah
tersedia guru pengganti.

(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib
menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran
pada satuan pendidikan yang bersangkutan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 30

(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara
terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan
penyelenggara pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih
secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.

(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan
dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan
setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.

(2) Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi
finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 32

(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi
dan karier.

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui jabatan fungsional.

(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33

Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 34

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk


meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 35

(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih
peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.

(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya
24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh)
jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam

Penghargaan

Pasal 36

(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus
berhak memperoleh penghargaan.

(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh
penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 37

(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,


organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.

(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat
kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau
tingkat internasional.

(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan
pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.

(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang
tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun
kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari
guru nasional, dan/atau hari besar lain.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang
diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketujuh

Perlindungan

Pasal 39

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan


pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan
hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi,
atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan
terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan
perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam
menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan
lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja,
dan/atau risiko lain.

Bagian Kedelapan

Cuti
Pasal 40

(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundangundangan.

(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesembilan

Organisasi Profesi dan Kode Etik

Pasal 41

(1) Guru membentuk organisasi profesiyang bersifat independen.

(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan
profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan
profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.

(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.

(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru
dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

Pasal 42

Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:


a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi guru;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. memajukan pendidikan nasional.

Pasal 43

(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam
pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.

(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang
mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.

Pasal 44

(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.

(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.

(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk
mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian
sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.

(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar
organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.

(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V

DOSEN

Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik

Pasal 45

Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi
tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.

Pasal 46

(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh


melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan
bidang keahlian.

(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:

a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat
menjadi dosen.

(4) Ketentuan . . .

(5) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan
tinggi.
Pasal 47

(1) Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan
setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun;
b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan
program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan
kebutuhan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 48

(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.

(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala,
dan profesor.

(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki


kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan
oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

(1) Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang
mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta
menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat
istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat
menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan
perundangundangan.

Pasal 50

(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik
tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi,
dan pengalaman yang dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban

Pasal 51

(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:


a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber
belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat;
e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan
peserta didik; dan
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi
profesi keilmuan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 52

(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta
penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan
khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas
sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.

Pasal 53

(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52


ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat.

(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1
(satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa
kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 54

(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal


52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.

(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara.

Pasal 55

(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52


ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.

(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1
(satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.

(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 56

(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat


oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali
gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.

(2) Ketentuan . . .
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 57

(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan
tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan,
asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan
untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan,
atau bentuk kesejahteraan lain.

(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 58

Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 59

(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak
memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas
yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan.
Pasal 60

Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:

a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;

b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi


hasil pembelajaran;

c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara


berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta
didik dalam pembelajaran;

e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta


nilai-nilai agama dan etika; dan

f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Bagian Ketiga

Wajib Kerja dan Ikatan Dinas

Pasal 61

(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja
kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi
akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah
khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen
dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 62

(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi
kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan
pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan

Pemberhentian

Pasal 63

(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan
secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu.

Pasal 64

(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah
pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 65

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di
Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.

Pasal 66

Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pasal 67

(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. meninggal dunia;
b. mencapai batas usia pensiun;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas)
bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan
penyelenggara pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. melanggar sumpah dan janji jabatan;
b. melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih
secara terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.

(5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70
(tujuh puluh) tahun.

(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai
dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan
sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68

(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat
dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.

(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh
kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.

Bagian Kelima

Pembinaan dan Pengembangan

Pasal 69

(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan


profesi dan karier.

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70

Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.

Pasal 71

(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan


kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat.

(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.

(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan


pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat.

Pasal 72

(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran,
membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta
melakukan pengabdian kepada masyarakat.

(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya sepadan
dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam
belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Penghargaan

Pasal 73

(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus
berhak memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh
penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 74

(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,


organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.

(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan


tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat
internasional.

(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.

(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang
tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang
tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan
nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh
Perlindungan

Pasal 75

(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan


pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam
pelaksanaan tugas.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup


perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,
intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.

(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup


perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang
meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan
tugas.

(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja,
dan/atau risiko lain.
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk
menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan
perundangundangan.

Bagian Kedelapan

Cuti

Pasal 76

(1) Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

SANKSI

Pasal 77

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak guru;
d. penurunan pangkat;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang
tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.

(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.

(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi
profesi.

(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.

Pasal 78

(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak dosen;
d. penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e. pemberhentian dengan hormat; atau
f. pemberhentian tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang
tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.

Pasal 79

(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran


terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39,
Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a. teguran;

b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 80

(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:


a. guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan
memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah
memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.

b. dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan


fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan
memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat
(2) paling lama 10

(sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban


memiliki sertifikat pendidik.

(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 81

Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan
UndangUndang ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam
waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud pada UndangUndang ini wajib memenuhi kualifikasi
akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya
Undang-Undang ini.

Pasal 83

Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-


Undang ini harus diselesaikan selambatlambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak
berlakunya UndangUndang ini.

Pasal 84

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

C. Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang


Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa konsekuensi logis terhadap
orientasi pengembangan profesionalitas Guru yang diarahkan untuk mengembangkan
kompetensinya. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen mengamanatkan bahwa Guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi bersifat
holistik dan merupakan suatu kesatuan yang menjadi ciri Guru profesional. Untuk menjamin
pelayanan pendidikan yang bermutu sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman maka
peningkatan kompetensi ini merupakan suatu proses yang berkelanjutan.
Pembangunan pendidikan terutama yang terkait dengan pembinaan Guru dan tenaga
kependidikan pada periode tahun 2010-2014 telah menunjukkan keberhasilan yang baik. Namun
demikian masih terdapat permasalahan dan tantangan penting yang akan dihadapi pada periode
tahun 2015-2019. Beberapa permasalahan dan isu strategis serta agenda prioritas pembangunan
bidang pendidikan dalam 5 (lima) tahun kedepan sebagaimana tertuang dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 diantaranya: (i) pelaksanaan wajib belajar
12 (dua belas) tahun yang berkualitas; (ii) peningkatan kualitas pembelajaran; (iii) peningkatan
manajemen Guru, pendidikan keguruan, dan reformasi Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan
(LPTK); (iv) peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini; (v) peningkatan
keterampilan kerja dan penguatan pendidikan orang dewasa; dan (vi) penguatan tata kelola
pendidikan dan efisiensi pembiayaan pendidikan. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari peran
seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian untuk dapat bersinergi dalam pencapaian
target seluruh agenda prioritas pembangunan bidang pendidikan tersebut.

Tantangan dalam pembangunan pendidikan adalah mempercepat peningkatan taraf


pendidikan seluruh Masyarakat untuk memenuhi hak seluruh penduduk usia sekolah dalam
memperoleh layanan Pendidikan Dasar yang berkualitas, dan meningkatkan akses pendidikan
pada jenjang Pendidikan Menengah dan tinggi; menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan
antar kelompok sosialekonomi, antar wilayah dan antar jenis kelamin, dengan memberikan
pemihakan bagi seluruh anak dari keluarga kurang mampu; serta meningkatkan pembelajaran
sepanjang hayat. Dalam rangka melakukan revolusi karakter bangsa, tantangan yang dihadapi
adalah menjadikan proses pendidikan sebagai sarana pembentukan watak dan kepribadian siswa
yang matang dengan internalisasi dan pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum,
sistem pembelajaran, dan sistem penilaian dalam pendidikan.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tantangan yang dihadapi ke depan adalah dalam
pelaksanaan tata kelola pendidik dan tenaga kependidikan antara lain meliputi:

1. Ketersediaan Guru dan tenaga kependidikan yang merata, dengan cara: meningkatkan
perencanaan kebutuhan, penyediaan, pengangkatan, distribusi, dan pemerataan pendidik dan
tenaga kependidikan; meningkatkan kapasitas daerah dalam mengelola perekrutan,
penempatan, dan peningkatan mutu Guru secara efektif dan efisien; mengawasi proses
pengangkatan Guru di daerah berdasarkan kriteria mutu dan kebutuhan wilayah; serta
meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pendidikan oleh LPTK dengan rencana
penyediaan Guru di daerah.

2. Pembinaan Guru dan tenaga kependidikan, dengan cara: meningkatkan kualifikasi Guru dan
tenaga kependidikan; memperkuat sistem uji kompetensi Guru, dan mengitegrasikan dengan
sistem Sertifikasi; menerapkan sistem penilaian kinerja Guru yang sahih, andal, transparan,
dan berkesinambungan; meningkatkan kompetensi Guru secara berkelanjutan melalui
pendidikan dan pelatihan; menyelaraskan kurikulum pendidikan dan pelatihan Guru dan
tenaga kependidikan dengan kebutuhan peserta didik, dunia kerja, dan Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI); memperkuat fungsi penjaminan mutu pendidikan di tingkat
pusat dan daerah; memperkuat kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Guru,
kepala satuan pendidikan, pengawas dan Masyarakat dalam mengawal penerapan kurikulum;
pemberdayaan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah
(KKPS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Musyawarah Kerja Pengawas
Sekolah (MKPS); memperbaiki sistem penyaluran Tunjangan Profesi; dan memperbaiki
sistem karir, penghargaan, dan perlindungan Guru dan tenaga kependidikan.

D. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Perubahan


Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru

Menimbang:

a. bahwa guru sebagai tenaga profesional memiliki peran strategis untuk mewujudkan visi
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip profesionalitas;
b. bahwa untuk mewujudkan profesionalitas guru perlu perbaikan tata kelola guru;
c. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru perlu penyesuaian untuk
mengakomodasi perkembangan tata kelola guru sebagai pendidik profesional sehingga perlu
diubah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4586);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4941).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4941) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
b. Kualifikasi Akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh
Guru sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
c. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk Guru.
d. Sertifikat Pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada Guru
sebagai tenaga profesional.
e. Gaji adalah hak yang diterima oleh Guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
f. Tunjangan Profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada Guru yang memiliki Sertifikat
Pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
g. Organisasi Profesi Guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan
diurus oleh Guru untuk mengembangkan profesionalitas Guru.
h. Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama adalah perjanjian tertulis antara Guru dan
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak
dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
i. Guru Tetap adalah Guru yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau diangkat oleh
pimpinan penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat berdasarkan
perjanjian kerja dan telah bertugas untuk jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun secara
terus menerus serta tercatat pada satuan administrasi pangkal di satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau masyarakat.
j. Guru Dalam Jabatan adalah Guru pegawai negeri sipil dan Guru bukan pegawai negeri sipil
yang sudah mengajar pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan pemerintah pusat,
pemerintah daerah, maupun masyarakat penyelenggara pendidikan yang sudah mempunyai
Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
k. Pemutusan Hubungan Kerja atau Pemberhentian Kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama Guru karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara Guru dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
l. Taman Kanak-kanak yang selanjutnya disingkat TK adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program
pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
m. Raudhatul Athfal yang selanjutnya disingkat RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya
disingkat BA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama
Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
n. Pendidikan Dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi
jenjang pendidikan menengah yang diselenggarakan pada satuan pendidikan yang berbentuk
sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu
kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk sekolah menengah
pertama dan madrasah tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
o. Sekolah Dasar yang selanjutnya disingkat SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar.
p. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disingkat MI adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam
pada jenjang Pendidikan Dasar.
q. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disingkat SMP adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan
Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.
r. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disingkat MTs adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam
pada jenjang Pendidikan Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat
atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.
s. Pendidikan Menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang
merupakan lanjutan Pendidikan Dasar, berbentuk sekolah menengah atas, madrasah aliyah,
sekolah menengah kejuruan, dan madrasah aliyah kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.
t. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disingkat SMA adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan
Menengah sebagai lanjutan dari SMP, Mts, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
u. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disingkat MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal dalam binaan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama
yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
v. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
w. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam
pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
x. Sarjana yang selanjutnya disingkat S-1.
y. Diploma Empat yang selanjutnya disingkat D-IV.
z. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

aa. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom.

bb. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

cc. Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang
mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain.

dd. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

ee. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”

2. Pasal 6 dihapus.
3. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 8
Sertifikasi Pendidik bagi calon Guru dilaksanakan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.”
4. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 10
(1) Sertifikat Pendidik ditetapkan oleh pemimpin perguruan tinggi.

(2) Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diregistrasi oleh Menteri.

(3) Sertifikat Pendidik sah berlaku bagi guru untuk melaksanakan tugas setelah mendapat nomor
registrasi Guru.

(4) Calon Guru dapat memperoleh lebih dari satu Sertifikat Pendidik, tetapi hanya diberi satu
nomor registrasi Guru.”

4. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A sehingga berbunyi
sebagai berikut:

“Pasal 10A
(1) Setiap orang yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan oleh satuan pendidikan, baik
yang sudah atau belum memenuhi kualifikasi akademik S-1/D-IV dan tidak memiliki
Sertifikat Pendidik dapat diangkat menjadi Guru.

(2) Pengangkatan Guru yang memiliki keahlian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

a. diperuntukkan bagi Guru produktif pada SMK;

b. belum terdapat program studi di perguruan tinggi yang menghasilkan lulusan di bidang
keahlian khusus; dan

c. tidak diperuntukkan untuk mengisi formasi khusus pegawai negeri sipil.

(3) Pengangkatan menjadi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah lulus uji
kesetaraan dan uji kelayakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penyetaraan pemenuhan
kualifikasi akademik S-1/D-IV.

(5) Uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pemenuhan Sertifikasi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kesetaraan dan uji kelayakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.”

5. Pasal 12 dihapus.
6. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 13
(1) Perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi harus memenuhi kriteria:

a. memiliki program studi yang relevan dan terakreditasi paling rendah B atau sebutan lain
yang setara;
b. memiliki pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan
tinggi; dan
c. memiliki sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai sesuai dengan standar nasional
pendidikan tinggi.
(2) Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan tinggi dapat menetapkan kriteria tambahan untuk
penetapan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi atas dasar pertimbangan:
a. tercapainya pemerataan cakupan pelayanan penyelenggaraan pendidikan profesi;

b. letak dan kondisi geografis; dan/atau

c. kondisi sosial-ekonomi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan tinggi.”
7. Pasal 14 dihapus.
8. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 15
(1) Tunjangan Profesi diberikan kepada:
a. Guru;

b. Guru yang diberi tugas sebagai kepala satuan pendidikan; atau

c. Guru yang mendapat tugas tambahan.

(2) Tugas tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. wakil kepala satuan pendidikan;

b. ketua program keahlian satuan pendidikan;

c. kepala perpustakaan satuan pendidikan;

d. kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan;

e. pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau
pendidikan terpadu; atau

f. tugas tambahan selain huruf a sampai dengan huruf e yang terkait dengan pendidikan di
satuan pendidikan.

(3) Dalam hal Guru diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan, akan diberikan tunjangan
profesi pengawas satuan pendidikan dan tidak diberikan Tunjangan Profesi.

(4) Tunjangan Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan syarat sebagai
berikut:

a. memiliki 1 (satu) atau lebih Sertifikat Pendidik;

b. memiliki nomor registrasi Guru;

c. memenuhi beban kerja;

d. aktif mengajar sebagai Guru mata pelajaran dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan
yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat Pendidik yang dimiliki;

e. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;

f. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas;

g. memiliki nilai hasil penilaian kinerja minimal baik; dan

h. mengajar di kelas sesuai rasio Guru dan siswa.

(5) Guru yang memiliki lebih dari 1 (satu) Sertifikat Pendidik dan/atau mengajar lebih dari 1
(satu) satuan pendidikan hanya berhak mendapat 1 (satu) Tunjangan Profesi.

(6) Pemenuhan beban kerja sebagai Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat
diperoleh dari ekuivalensi beban kerja tugas tambahan Guru sebagai berikut:
a. 12 (dua belas) jam tatap muka untuk tugas tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a sampai dengan huruf d;

b. 6 (enam) jam tatap muka untuk untuk tugas tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf e; dan

c. paling banyak 6 (enam) jam tatap muka untuk untuk tugas tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf f.

(7) Tunjangan Profesi diberikan terhitung mulai bulan Januari awal tahun anggaran berikutnya
setelah yang bersangkutan memiliki nomor registrasi Guru dari Menteri.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai rasio Guru dan siswa sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf h dan ekuivalensi beban kerja tugas tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diatur dengan Peraturan Menteri.”

9. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 16
Menteri menetapkan persyaratan pemberian Tunjangan Profesi untuk pemegang Sertifikat
Pendidik yang bertugas:

a. pada satuan pendidikan khusus;

b. pada satuan pendidikan layanan khusus; atau

c. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.”


10. Pasal 17 dihapus.
11. Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 18
Tunjangan profesi bagi Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat dianggarkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
12. Pasal 19 dihapus.
13. Pasal 20 dihapus.
14. Pasal 21 dihapus.
15. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 23
(1) Tunjangan Profesi dan tunjangan khusus bagi Guru Tetap bukan pegawai negeri sipil
diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang berlaku bagi
Guru pegawai negeri sipil.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.”

16. Pasal 24 dihapus.


17. Pasal 25 dihapus.
18. Pasal 26 dihapus.
19. Pasal 27 dihapus.
20. Pasal 28 dihapus.
21. Pasal 29 dihapus.
22. Ketentuan ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, serta ayat (3) Pasal 52 diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 52
(1) Beban kerja Guru mencakup kegiatan pokok:
a. merencanakan pembelajaran atau pembimbingan;

b. melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan;

c. menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan;

d. membimbing dan melatih peserta didik; dan

e. melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan
beban kerja Guru.

(2) Beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memenuhi 24
(dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka
dalam 1 (satu) minggu.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.”

23. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


“Pasal 54
(1) Beban kerja kepala satuan pendidikan sepenuhnya untuk melaksanakan tugas manajerial,
pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan.

(2) Dalam keadaan tertentu selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepala satuan pendidikan dapat melaksanakan tugas pembelajaran atau pembimbingan untuk
memenuhi kebutuhan Guru pada satuan pendidikan.

(3) Beban kerja pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas
kelompok mata pelajaran dalam melakukan tugas pengawasan, pembimbingan, dan pelatihan
profesional Guru ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam pembelajaran
tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja kepala satuan pendidikan dan beban kerja
pengawas yang ekuivalen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.”

24. Ketentuan Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat
(4), sehingga Pasal 58 berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 58
(1) Pengangkatan dan/atau penempatan Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan/atau penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Kementerian melakukan koordinasi perencanaan kebutuhan Guru secara nasional dalam
rangka pengangkatan dan penempatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Perencanaan kebutuhan Guru secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
dengan mempertimbangkan pemerataan Guru antar satuan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat, antarkabupaten atau antarkota, dan antarprovinsi,
termasuk kebutuhan Guru di Daerah Khusus.

(4) Ketentuan mengenai perencanaan kebutuhan, pengangkatan, dan/atau penempatan Guru


dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau Masyarakat penyelenggara
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.”
25. Ketentuan ayat (1) Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 59
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib menandatangani
pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di Daerah Khusus paling singkat selama 10
(sepuluh) tahun.

(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang telah bertugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak pindah tugas setelah tersedia Guru pengganti.

(3) Dalam hal terjadi kekosongan Guru, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib
menyediakan Guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada
satuan pendidikan yang bersangkutan.”

26. Ketentuan Pasal 61 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 61
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat ditempatkan pada
jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas, atau jabatan fungsional lainnya yang
membidangi pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penempatan pada jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas, atau jabatan fungsional
lainnya yang membidangi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
setelah:

a. Guru yang bersangkutan bertugas sebagai Guru paling singkat 8 (delapan) tahun; dan

b. kebutuhan Guru telah terpenuhi.

(3) Guru yang ditempatkan pada jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas, atau
jabatan fungsional lainnya yang membidangi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kehilangan haknya untuk memperoleh Tunjangan Profesi dan tunjangan khusus.

(4) Guru yang ditempatkan pada jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas, atau
jabatan fungsional lainnya yang membidangi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat ditugaskan kembali sebagai Guru dan mendapatkan hak sebagai Guru sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Hak sebagai Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang berupa Tunjangan Profesi
diberikan sebesar Tunjangan Profesi berdasarkan jenjang jabatan sebelum Guru yang
bersangkutan ditempatkan pada jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas, atau
jabatan fungsional lainnya yang membidangi pendidikan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Guru pada jabatan pimpinan tinggi,
administrator, pengawas, atau jabatan fungsional lainnya yang membidangi pendidikan dan
pengembaliannya pada jabatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.”

27. Ketentuan Pasal 62 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 62
(1) Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemindahan Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
yang didirikan Masyarakat dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kerja atau Kesepakatan
Kerja Bersama.

(3) Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Guru yang bersangkutan bertugas
pada satuan pendidikan paling singkat selama 4 (empat) tahun, kecuali Guru yang bertugas
di Daerah Khusus.

(4) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat memberikan penugasan khusus kepada
Guru untuk melaksanakan tugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

28. Ketentuan Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 64
Perguruan tinggi yang sudah ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan profesi Guru
tetapi berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Menteri tidak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.”
29. Ketentuan Pasal 66 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 66
(1) Bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat sampai dengan akhir tahun 2015 dan sudah
memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV tetapi belum memperoleh Sertifikat Pendidik
dapat memperoleh Sertifikat Pendidik melalui pendidikan profesi Guru.

(2) Pendidikan profesi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.”
30. Diantara Pasal 67 dan Pasal 68 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 67A sehingga
berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 67A
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Guru yang diangkat sebagai pengawas
satuan pendidikan tetap diberikan Tunjangan Profesi sampai dengan ditetapkan tunjangan
profesi pengawas satuan pendidikan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah
ini diundangkan.”

Menimbang a. bahwa daiam rangka melaksanakan Pasaf 82 ayat (I) UndangUndang


Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, perlu melaksanakan
sertifikasi pendidik bagi guru;
b. bahwa berdasarkan Pasal 1 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pemerintah perlu mene•apkan
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasj yang ditugasl menye enggarakan
sertifikasi guru;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud datam huruf
a dan huruf b, oerlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan
Nasicnal tentang Penetapan Lernbaga Pendldikan
Tenaga Kependidikan (LPT K) Penyelenggara Pendidikan Profesi Bagi
Guru Dalam Jabatan,
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301)'
D. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 122/P/2007 Tentang Penetapan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) Penyelenggara
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor157, Tambahan Cembaran Negara
Republik Indonesia Nomor4586);
Peraturan Pernerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Lembaran Negara Republjk Indonesia Tahun2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
2. Peralatan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas
Fungsi, Susunan Organisasl dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006,
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M/ 2004
mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden

Nomor 31/P Tahun


4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun
2007 tentang Pendidikan Profesi Bagi Guru Dalam Jabatan;

MEMUTUSKAN

Menetapkan KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG


PENETAPAN LEMBAGA PENDIDIKAN TENAGA KEPENDID|KAN
(LPTK) PENYELENGGARA PENDIDIKAN PROFESI BAGI GURU
DALAM JABATAN
PERTAMA CPTK sebagaimana tersebut dalam kolom (2) Lampiran Keputusan ini
ditetapkan sebagai perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi
bagi guru dalam jabatan.
KEDIJA CPTK sebagaimana dimaksud dalam Diktum Pertama bertugas
melakukan pendidikan profesi guru untuk bidang pendidikan profesi guru
sebagaimana tersebut pada kolom (3) Lampiran Keputusan ini
KETiGA Biaya pendidikan profesi uru yang timbul sebagai akibat dari Keputusan
ini dibebankan pada anggaran Departemen Pendidlkan Nasional yang
reievan.
KEEMPAT Penetapan LPTK penyelenggara pendidikan profesi bagi guru dalam
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Pertama berlaku untuk
tahun 2007 dan tahun 2008

KELIMA Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai