Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Karakteristik

Karakter (watak) adalah kepribadian yang dipengaruhi motivasi yang

menggerakkan kemauan sehingga orang tersebut bertindak (Sunaryo, 2004).

Sumadi (1985 dalam Sunaryo, 2004) mengatakan, bahwa karakter (watak) adalah

keseluruhan atau totalitas kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara emosional

seseorang yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari dalam (dasar,

keturunan, dan faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar (pendidikan dan

pengalaman, serta faktor-faktor eksogen).

Karakteristik berarti hal yang berbeda tentang seseorang, tempat, atau hal

yang menggambarkannya. Sesuatu yang membuatnya unik atau berbeda.

Karakteristik dalam individu adalah sarana untuk memberitahu satu terpisah dari

yang lain, dengan cara bahwa orang tersebut akan dijelaskan dan diakui. Sebuah

fitur karakteristik dari orang yang biasanya satu yang berdiri di antara sifat-sifat

yang lain (Sunaryo, 2004).

Setiap individu mempunyai ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity)

dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan; karakteristik bawaan

merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang

menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Pada masa lalu,

terdapat keyakinan serta kepribadian terbawa pembawaan (heredity) dan

lingkungan. Hal tersebut merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor yang

terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu

Universitas Sumatera Utara


bawaan dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri. Akan tetapi, makin

disadari bahwa apa yang dirasakan oleh banyak anak, remaja, atau dewasa

merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor

biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan. Natur dan nurture merupakan

istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik

individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat

perkembangan. Sejauh mana seseorang dilahirkan menjadi seorang individu atau

sejauh mana seseorang dipengaruhi subjek penelitian dan diskusi. Karakteristik

yang berkaitan dengan perkembangan faktor biologis cenderung lebih bersifat

tetap, sedangkan karakteristik yang berkaitan dengan sosial psikologis lebih

banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Sunaryo, 2004).

Siagian (2008 dalam Lase, 2011) menyatakan bahwa, karakteristik

biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan,

jumlah tanggungan dan masa kerja. Sedangkan Notoatmodjo (2010) menyebutkan

ciri-ciri individu digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu:

1. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur

2. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan

sebagainya.

3. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan

dapat menolong proses penyembuhan penyakit.

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya Anderson (1998 dalam Notoatmodjo, 2010) percaya bahwa:

1. Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai

perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola

penggunaan pelayanan kesehatan.

2. Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, mempunyai gaya hidup,

dan akhirnya mempunyai perbedaan pola pengguanan pelayanan kesehatan.

3. Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.

Karakteristik seseorang sangat mempengaruhi pola kehidupan seseorang,

karakteristik bisa dilihat dari beberapa sudat pandang diantaranya umur, jenis

kelamin dan tingkat pendidikan seseorang, disamping itu keseriusan seseorang

dalam menjaga kesehatannya sangat mempengaruhi kualitas kehidupannya baik

dalam beraktivitas, istirahat, ataupun secara psikologis. Dan banyak orang yang

beranggapan bahwa orang terkena penyakit gagal ginjal akan mengalami

penurunan dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik

seseorang sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang terutama yang

mengidap penyakit gagal ginjal kronik (Yuliaw, 2010).

2.2. Karakteristik Pasien

Karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, agama, suku/budaya, dan ekonomi/penghasilan.

2.2.1. Usia

Usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau

diadakan). Usia meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit

Universitas Sumatera Utara


tertentu. Pada umumnya kualitas hidup menurun dengan meningkatnya umur.

Penderita gagal ginjal kronik usia muda akan mempunyai kualitas hidup yang

lebih baik oleh karena biasnya kondisi fisiknya yang lebih baik dibandingkan

yang berusia tua. Penderita yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk

sembuh mengingat dia masih muda mempunyai harapan hidup yang lebih tinggi,

sebagai tulang punggung keluarga, sementara yang tua menyerahkan keputusan

pada keluarga atau anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah tua,

capek hanya menunggu waktu, akibatnya mereka kurang motivasi dalam

menjalani terapi hemodialisa. Usia juga erat kaitannya dengan prognose penyakit

dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun kecenderungan untuk

terjadi berbagai komplikasi yang memperberat fungsi ginjal sangat besar bila

dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun (Indonesiannursing, 2008).

Budiarto dan Anggraeni (2002) menambahkan, bahwa pada hakikatnya

suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan umur, tetapi

ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang golongan umur

tertentu. Penyakit-penyakit kronis mempunyai kecenderungan meningkat dengan

bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit akut tidak mempunyai suatu

kecenderungan yang jelas. Walaupun secara umum kematian dapat terjadi pada

setiap golongan umur, tetapi dari berbagai catatan diketahui bahwa frekuensi

kematian pada golongan umur berbeda-beda, yaitu kematian tertinggi pada

golongan umur 0-5 tahun dan kematian terendah terletak pada golongan umur 15-

25 tahun dan akan meningkat lagi pada umur 40 tahun ke atas. Dari gambaran

tersebut dapat dikatakan bahwa secara umum kematian akan meningkat dengan

Universitas Sumatera Utara


meningkatnya umur. Hal ini disebutkan berbagai faktor, yaitu pengalaman

terpapar oleh faktor penyebab penyakit, faktor pekerjaan, kebiasaan hidup atau

terjadinya perubahan dalam kekebalan. Penyakit kronis seperti hipertensi,

penyakit jantung koroner, dan karsinoma lebih banyak menyerang orang dewasa

dan lanjut usia, sedangkan penyakti kelamin, AIDS, kecelakaan lalu lintas,

penyalahgunaan obat terlarang banyak terjadi pada golongan umur produktif yaitu

remaja dan dewasa. Hubungan antara umur dan penyakti tidak hanya pada

frekuensinya saja, tetapi pada tingkat beratnya penyakit, misalnya staphilococcus

dan escheria coli akan menjadi lebih berat bila menyerang bayi daripada golongan

umur lain karena bayi masih sangat rentan terhadap infeksi.

Penelitian Depkes (2007 dalam Notoatmodjo, 2010) tentang propil

kesehatan Indonesia mengatakan bahwa, perilaku merokok dengan kelompok

umur dapat disimpulkan tidak ada hubungannya. Meskipun demikian dapat

dikatakan bahwa presentase rendah perilaku tidak merokok adalah pada umur

antara 25-59 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Yuliaw (2010), bahwa

responden memiliki karakteristik individu yang baik hal ini bisa dilihat dari usia

responden dimana yang menderita penyakit gagal ginjal paling banyak dari

kalangan orang tua.

2.1.1. Jenis kelamin

Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dibedakan menurut

jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita. Istilah gender berasal dari bahasa inggris

yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender

Universitas Sumatera Utara


diartikan sebagai perbedaan antara laki-laki dan perempuan bila dilihat dari segi

nilai dan tingkah laku. Dalam Women’s Studies Encylopedia dijelaskan bahwa

gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan

(distinction) dalam hal peran, perilaku, metalitas, dan karakteristik emosional

antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Gender

adalah pembagain peran kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan

yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang

dianggap pantas sesuai norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau

kebiasaan masyarakat. Gender adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan

perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti

keras, kuat, rasional, dan gagah. Sementara perempuan digambarkan memiliki

sifat feminim seperti halus, lemah, peras, sopan, dan penakut. Perbedaan dengan

pengertian seks yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan

komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan ( femaleness).

Istilah seks umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan

aktivitas seksual (love making activities) (Mubarak, 2009).

Jenis kelamin adalah kata yang umumnya digunakan untuk membedakan

seks seseorang (laki-laki atau perempuan). Kata seks mendeskripsikan tubuh

seseorang, yaitu dapat dikatakan seseorang yang secara fisik laki-laki atau

perempuan. Sedangkan jenis kelamin mendeskripsikan sifat atau karakter

seseorang, yaitu seseorang yang merasa atau melakukan sesuatu bersifat seperti

wanita (feminim) atau seperti laki-laki (maskulin). Jenis kelamin adalah perbedaan

bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan yang menentukan

Universitas Sumatera Utara


perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis

keturunan. Perbedaan ini terjadi karena meraka memiliki alat-alat untuk

meneruskan keturunan yang berbeda, yaitu disebut alat reproduksi (Mubarak,

2009).

Menurut Hungu (2007 dalam Yuliaw, 2010), jenis kelamin (seks) adalah

perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang

lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki

memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara

biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan

fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara

keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras

yang ada di muka bumi.

Secara umum, setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki

maupun perempuan, tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi

antara laki-laki dan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan

pekerjaan, kebiasaan hidup, genetika atau kondisi fisiologis (Budiarto &

Anggraeni, 2002). Penelitan Yuliaw (2010) menyatakan, bahwa laki-laki

mempunyai kualitas hidup lebih jelek dibandingkan perempuan dan semakin lama

menjalani terapi hemodialisa akan semakin rendah kualitas hidup penderita.

Penelitian Depkes (2007 dalam Notoatmodjo, 2010) tentang propil

kesehatan Indonesia mengatakan bahwa, perilaku tidak merokok pada perempuan

jelas lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Depkes (2007 dalam

Notoatmodjo, 2010) melakukan survei tentang melakukan aktivitas fisik secara

Universitas Sumatera Utara


cukup berdasarkan latar belakang atau karakteristik individu.Ternyata kelompok

laki-laki lebih banyak beraktivitas fisik secara cukup dibandingkan dengan

kelompok perempuan. Berdasarkan hasil penelitian Yuliaw (2010), bahwa

responden memiliki karakteristik individu yang baik hal ini bisa dilihat dari jenis

kelamin, bahwa perempuan lebih banyak menderita penyakit gagal ginjal kronik,

sedangkan laki-laki lebih rendah.

Budiarto dan Anggraeni (2002) mengatakan, Penyakit yang hanya

menyerang perempuan, yaitu penyakit yang berkaitan dengan organ tubuh

perempuan seperti karsinoma uterus, karsinoma mammae, karsinoma seviks, kista

ovarii, dan adneksitis. Penyakit-penyakit yang lebih banyak menyerang laki-laki

daripada perempuan antara lain; penyakit jantung koroner, infark miokard,

karsinoma paru-paru, dan hernia inguinalis. Selain itu terdapat pula penyakit yang

hanya menyerang laki-laki seperti karsinoma penis, orsitis, hipertrofi prostat, dan

karsinoma prostat.

2.1.2. Status Perkawinan

Lembaga Demografi FE UI (2000 dalam Yuliaw, 2010) menyatakan

bahwa, status perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekanto (2000 dalam Yuliaw, 2010)

menyatakan bahwa, perkawinan (marriage) adalah ikatan yang sah antara seorang

pria dan wanita yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara

mereka maupun turunannya.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Undang-Undang UU No. 1/1974 tentang Perkawinan,

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan

merupakan salah suatu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan

terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan,

demikian pula dalam hal perkawinan. Karena perkawinan merupakan suatu

aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya mereka pun juga mempunyai

tujuan tertentu. Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka

adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu tidak sama. Bila hal tersebut

terjadi, maka tujuan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu kesatuan dalam

tujuan tersebut (Walgito, 2004 dalam Tarigan, 2011).

2.1.3. Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian integral dalam pembangunan. Proses

pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri.

Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya

manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi, yang satu dengan

lainnya saling berkaitan dan berlangsung dengan berbarengan (Hamalik, 2008).

Secara umum pendidikan diartikan sebagai segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi usia baik individu, kelompok atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik

(Notoatmodjo, 2005). Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

Universitas Sumatera Utara


pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan pembimbing, pengajaran dan atau

latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pengertian ini menekankan

pada pendidikan formal dan tampak lebih dekat dengan penyelenggaraan

pendidikan secara operasional (Notoatmodjo, 2005). Pendidikan adalah usaha

sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,

dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang (UU RI No. 2 Tahun

1989, Bab 1, Pasal 1 dalam Hamalik, 2008).

Menurut UU nomor 20 (tahun 2003 dalam Notoatmodjo, 2005), jalur

pendidikan sekolah terdiri dari :

1. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun

pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Di akhir masa pendidikan dasar selama 6 (enam) tahun pertama (SD/MI), para

siswa harus mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN) untuk dapat

melanjutkan pendidikannya ke tingkat selanjutnya (SMP/MTs) dengan lama

pendidikan 3 (tiga) tahun.

2. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah (sebelumnya dikenal dengan sebutan Sekolah Lanjutan

Tingkat Atas (SLTA) adalah jenjang pendidikan dasar.

a. Pendidikan menengah umum

Pendidikan menengah umum diselenggarakan oleh sekolah menengah atas

(SMA) (sempat dikenal dengan “Sekolah Menengah Umum” atau SMU) atau

Universitas Sumatera Utara


Madrasah Aliyah (MA). Pendidikan menengah umum dikelompokkan dalam

program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di perguruan

tinggi dan hidup di dalam masyarakat. Pendidikan menengah umum terdiri atas 3

(tiga) tingkat.

b. Pendidikan menengah kejuruan

Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan oleh Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Pendidikan menengah

kejuruan dikelompokkan dalam bidang kejuruan didasarkan pada perkembangan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha,

ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk

program kejuruan yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya.

Pendidikan menengah kejuruan terdiri atas 3 (tiga) tingkat, dapat juga terdiri atas

4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Satuan pendidikan

penyelenggara Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah aliyah (MA), Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dan program

paket C.

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah.

Penyelenggara pendidikan tertinggi adalah akademi, institut, sekolah tinggi,

universitas.

GBHN (1993 dalam Hamalik, 2008), menetapkan tujuan pendidikan

nasional sebagai berikut: “Pendidikan Nasional bertujuan untuk meningkatkan

kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Universitas Sumatera Utara


Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,

tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,

bertanggung jawab, produktif serta sehat jasmani dan rohani, menumbuhkan jiwa

patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat

kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap

menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan.

Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu sejak

dalam ayunan hingga liang lahat, berupa interaksi individu dengan lingkungannya,

baik cara formal maupun informal. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya

melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok (Sunaryo, 2004).

Yuliaw (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa, pada penderita

yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih

luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi

masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi,

berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi

kejadian, mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan,

serta dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut

dalam membuat keputusan. Hasil penelitian ini didukung dengan teori dimana

pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting untuk terbentuknya

tindakan, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang

tidak didasari pengetahaun (Notoatmodjo, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2.1.4. Pekerjaan

Pekerjaan adalah merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang

bekerja pada orang lain atau instasi, kantor, perusahaan untuk memperoleh

penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang maupun barang demi

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Rohmat, 2010 dalam Lase, 2011).

Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan

pelayanan kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai cukup uang

untuk membeli obat atau membayar tranportasi (Notoatmodjo, 2010).

Budiarto dan Anggraeni (2002) mengatakan berbagai jenis pekerjaan akan

berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit. Hal ini disebabkan sebagaian

hidupnya dihabiskan di tempat pekerjaan dengan berbagai suasana lingkungan

yang berbeda.

2.1.5. Agama

Secara etimologi kata agama berasal dari bahasa sansekerta yang artinya

“tidak kacau balau”. Dari makna kata ini dapat diduga bahwa diharapkan agama

dapat menciptakan keadaan, kehidupan yang tidak kacau balau, walaupun dalam

realitanya justru agama secara langsung atau tidak langsung sering kali

menciptakan keadaan dan kehidupan yang kacau balau. Dalam bahasa inggris

agama disebut religion yang berasal dari bahasa latin religare yang artinya

dasarnya adalah keterikatan, maksudnya setiap orang yang menganut agama

Universitas Sumatera Utara


dengan sungguh-sungguh tentulah terikat kepada agama yang dianutnya

(Sinulingga, 2008).

Mubarak (2009) mengatakan bahwa, Agama (bahasa inggris religion, yang

berasal dari bahasa latin religare, yang berarti menambatkan), adalah sebuah

unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. (kamus filosofi dan

agama) mendefenisikan agama sebagai berikut, ”sebuah institusi dengan

keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul bersama untuk beribadah, serta

menerima sebuah paket doktrin yang menawarkan hal yang terkait dengan sikap

yang harus diambil oleh individu untuk mendapatkan kebahagiaan sejati”. Agama

biasanya memiliki suatu prinsip, seperti “10 firman” dalam agama Kristen atau “5

rukun Islam” dalam agama Islam.

Agama merupakan kepercayaan individu kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Agama merupakan tempat mencari makan hidup yang terakhir atau penghabisan.

Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi suatu

kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi,

berperilaku individu, dan prilaku hidup sehat (Sunaryo, 2004).

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat

realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat

untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya. Agama dan kepercayaan

spiritual sangat mempengaruhi pandangan klien tentang kesehatan dan

penyakitnya, rasa nyeri dan penderitaan, serta kehidupan dan kematian. Sehat

spiritual terjadi saat individu menentukan keseimbangan antara nilai-nilai dalam

kehidupannya, tujuan, dan kepercayaan dirinya dengan orang lain. Penelitin

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan hubungan antara jiwa, daya pikir, dan tubuh. Kepercayan dan

harapan individu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan seseorang (Potter &

Perry, 2009).

Ajaran Agama umumnya mengajarkan kepada pemeluknya untuk

melakukan hal-hal yang baik dan melarang berbuat yang tidak baik. Perbuatan

baik atau yang tidak baik yang berkaitan dengan tata kehidupan. Agama memiliki

aturan mengenai makanan, perilaku, dan cara pengobatan yang dibenarkan secara

hukum agama. Dipandang dari sudut pandang agama apapun, pada prinsipnya

mereka mengajarkan kebaikan. Sumber agama merupakan dasar dalam

memberikan pelayanan kepada pasien. Hal ini berarti bahwa berbuat baik

dianggap melakukan perintah Tuhan, dimana perintah tersebut dianggap sebagai

moral yang baik dan benar. Sedangkan larangan Tuhan adalah sebagai hal yang

salah dan buruk. Persepsi yang demikian mencerminkan pola berpikir yang

berpedoman pada teori etika. Pada pemahaman ini, agama dianggap mampu

memberi arahan dan menjadi sumber mortalitas untuk tindakan yang akan

dilaksanakan. Pada dasarnya, aturan-aturan etis yang penting diterima oleh semua

agama, maka pandangan moral yang dianut oleh agama-agama besar pada

dasarnya hampir sama. Agama berisi topik-topik etis dan memberi motivasi pada

penganutnya untuk melaksanakan nilai-nilai dan norma-norma dengan penuh

kepercayaan (Sudarman, 2008).

Sebagian dari kita menciptakan permasalahan atau penyakit sebagai jalan

dalam mengarahkan diri kita ke arah kegembiraan terbesar kita. Mungkin tidak

selalu terasa seperti ini manakalah pada saat kita merasa sakit atau berhadapan

Universitas Sumatera Utara


dengan gejala yang membatasi mobilitas kita dan menghalangi hidup kita, tetapi

tentu banyak orang tumbuh melalui berbagai macam penayakit mereka, menjadi

semakin sadar akan diri mereka, lebih mandiri secara spiritual. Itu membentuk

kita untuk dapat memandang semua hal yang terjadi pada kita, sebagai suatu

kesempatan bukan suatu bencana (Malkani, 2001).

Sudarman (2008) menyebutkan bahwa, pola hubungan agama dan

kesehatan secara teoritis dapat dirincikan tiga (3) kemingkinan pola hubungan

antara agama dan kesehatan.

1. Saling berlawanan

Agama dan kesehatan potensial muncul sebagai dua bidang kehidupan yang

saling berlawanan atau setidaknya tema kesehatan tersebut masih menjadi wacana

prokontra. Dalam batasan tertentu, hal ini menunjukan bahwa apa yang dianjurkan

dalam bidang kesehatan , tidak selaras dengan apa yang dianjurkan dalam agama.

Contohnya, penggunaan pengobatan alternatif, dalam kebatinan Jawa praktik

kesehatan ada yang dilakukan oleh dukun, yaitu dukun mendapat ilmu kesehatan

dari Nyi Roro Kidul. Pengakuan terhadap adanya peran makhluk halus merupakan

praktik kesehatan yang bertentangan dengan ajaran agama yang lebih menekankan

aspek ketulusan beribadah dan rasionalitas dalam berpikir.

2. Saling mendukung

Agama dan ilmu pengetahuan kesehatan memiliki potensi saling mendukung.

Contohnya, tradisi puasa atau diet merupakan salah satu terapi yang diakui oleh

kalangan medis dalam meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, ajaran agama

sejatinya memiliki potensi untuk memberikan dukungan terhadap kesehatan dan

Universitas Sumatera Utara


begitu pula sebaliknya. Untuk menggenapkan masalah ini, secara umum dapat

dikatakan bahwa dari sisi pengobatan modern ada teknologi kesehatan dan dalam

agama ada moral kode etik penerapan teknologi kesehatan. Inilah peran simbiosis

mutualisme antara agama dan kesehatan.

3. Saling melengkapi

Saling melengkapi merupakan adanya peran dari agama untuk mengoreksi

praktik kesehatan atau ilmu kesehatan yang mengoreksi praktik (kesehatan)

keagamaan. Dengan adanya saling mengoreksi ini, menyebabkan praktik

kesehatan dapat dibangun lebih baik lagi. Contohnya, Islam memberikan kritik

pada praktik kesehatan modern yang lebih bersifat dualistis material. Dalam dunia

medis, masalah kesehatan lebih banyak dianggap sebagai masalah jasmaniah

belaka. Padahal, pada kenyataannya masalah sakit dan sehat manusia dipengaruhi

oleh psikis individu. Oleh karena itu, agama memberikan tambahan perspektif

mengenai sakit dan sehat manusia.

Sudarman (2008) menyebutkan bahwa, fungsi agama bagi kesehatan ada

tiga hal yaitu:

1. Sumber moral

Agama memiliki fungsi yang strategis untuk menjadi sumber kekuatan moral

baik bagi pasien dalam proses penyembuhan maupun tenaga kesehatan. Misalnya,

bagi seorang yang beragama, sehat atau sakit adalah bagian dari perilaku Tuhan

bagi umatnya dan sakit adalah karena takdir Tuhan, serta hanya Tuhan jugalah

yang memiliki kemampuan menyembuhkannya. Dengan keyakinan seperti ini,

seorang pasien dapat memiliki semangat hidup yang lebih baik. Bagi orang yang

Universitas Sumatera Utara


beragama, mereka memang keyakinan bahwa perlakuan Tuhan sesuai dengan

persangkaan manusia kepada-Nya. Agama menjadi sumber sugesti dan motivasi

yang kuat dalam diri pasien untuk hidup secara positif.

2. Sumber keilmuan

Sejalan dengan agama sebagai sumber moral, agama pun berperan sebagai

sumber keilmuan bagi bidang kesehatan. Konseptualisasi dan pengembangan ilmu

kesehatan atau kedokteran yang bersumber dari agama, dapat kita sebut kesehatan

profetik, dalam konteks Islam disebut dengan ilmu kesehatan Islami atau

kedokteran Islami. Praktik-praktik keagamaan menjadi bagian dari sumber ilmu

dalam mengembangkan terapi kesehatan. Tidak bisa dipungkiri, yoga dan

meditasi adalah beberapa ilmu agama yang dikonversikan menjadi bagian dari

terapi kesehatan. Dalam ajaran Islam, puasa telah diakui berbagai pihak sebagai

praktik agama yang dapat menyehatkan, didalam rukun Islam dan rukun iman

memiliki kandungan hikmah dalam mengembangkan kesehatan mental. Agama

Khususnya Islam, sebagai sumber pengembangan tenoklogi kesehatan

dikemukakan oleh Osman Bakar. Dalam kaitan ini, Osmar Bakar menyebutkan

empat cabang pengobatan yang dikembangkan dalam pengobatan Islam, yaitu

terapi resimental seperti terapi fisik; pijat bayi dan mandi uap, terapi diet seperti

pengaturan pola makan, farmakoterapi seperti obat-obatan, dan pembedahan.

3. Amal agama sebagai amal kesehatan

Seiring dengan pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, bahwa pola pikir

yang dianut dalam wacana ini adalah all for health, yaitu sebuah pemikiran bahwa

berbagai hal yang dilakukan individu, mulai dari bangun tidur, mandi pagi,

Universitas Sumatera Utara


makan, kerja, sehat sore hari, sampai tidur lagi, bahkan selama tidur sekalipun,

memiliki implikasi dan kontribusi nyata terhadap kesehatan. Seiring dengan

pandangan ini, maka agama atau ritual keagamaan perlu dipahami sebagai bagian

dari aktivitas manusia yang harus mendukung pada kesehatan. Oleh karena itu,

selaras dengan uraian sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa praktik agama ini

memiliki kaitan dengan masalah kesehatan pikiran, asupan makanan (aspek

biologis), maupun jiwa (aspek psikologis). Puasa dan sholat dalam ajaran Islam

merupakan salah satu contoh amal agama yang relevan dengan aktivitas kesehatan

jasmaniah. Sedangkan penekanan pada hukum makanan yang harus memuat

syarat halal dan bersih merupakan amal agama yang terkait dengan nutrisi.

Sementara pembiasaan berpikir positif merupakan bagian dari upaya membangun

jiwa yang sehat.

2.1.6. Suku/budaya

Istilah kebudayaan berasal kata budh berasal dari kata sansekerta. Dari

kata budh ini kemudian dibentuk kata buddhayah, bentuk jamak dari kata budhi

yang berarti budi atau akal/bangun atau sadar, sehingga kebudayaan diartikan

sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal manusia. Dalam bahasa inggris

dikenal dengan istilah culture yang berasal dari kata latin colore, yaitu mengolah

atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata

culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa indonesia.

Berdasarkan ilmu antropologi kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

Universitas Sumatera Utara


tindakan dari hasil karya manusia dalam rangka membangun kehidupan

masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Sudarman, 2008).

Office of minority health (OMH) menggambarkan budaya sebagai ide-ide,

komunikasi, tindakan, kebiasaan, kepercayaan, nilai-nilai, dan adat istiadat dari

kelompok ras, etnik, agama, atau sosial. Budaya merupakan konteks dimana

sekelompok individu menafsirkan dan mendefinisikan pengalaman mereka yang

berkaitan dengan transisi kehidupan. Hal ini termasuk kejadian-kejadian seperti

kelahiran, penyakit, dan kematian. Ini merupakan suatu sistem nilai dimana

individu dapat mengerti pengalaman mereka. Budaya adalah bagaimana orang

lain mendefinisikan fenomena sosial seperti saat individu sehat atau memerlukan

intervensi (Kulwicky, 2003 dalam potter & ferry, 2009).

Purnell dan Paulanka (2003 dalam Potter dan Perry, 2009) mengatakan,

budaya merupakan penyebaran secara sosial dari pengetahuan, bentuk tingkah

laku, nilai-nilai, kepercayaan, norma, dan gaya hidup dari kelompok tertentu yang

menunjukkan pandangan mereka dan cara pengambikan keputusan. Budaya

memiliki dua komponen yaitu: nyata (mudah dilihat), tersembunyi (kurang

terlihat). Soekanto (2001 dalam Sunaryo, 2004) mengatakan kebudayaan adalah

ekspresi jiwa terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni

kesusastraan, agama, rekreasi, dan hiburan.

Latar belakang budaya dan etnik seseorang mengajarkan cara sehat, cara

mengenali sakit, dan cara jatuh sakit. Efek penyakit dan interprestasinya berbeda

menurut keadaan kultural. Perbedaan etnik dapat mempengaruhi keputusan

Universitas Sumatera Utara


tentang layanan kesehatan serta penggunaan layanan diagnostik dan kesehatan

(Murray & Zentner, 2001 dalam Potter & Perry, 2009).

Mubarak (2009) menyatakan bahwa fungsi kebudayaan bagi masyarakat

adalah sebagai berikut ini:

1. Membantu manusia dalam melangsungkan kehidupannya atau sebagai

pedoman hidup.

2. Mengarahkan manusia untuk mengerti bagaimana harus bersikap,

berperilaku, dan bertindak, baik secara individu maupun berkelompok.

3. Memberi kepuasan dalam bidang kerohanian maupun material, walaupun

tidak semua keinginan manusia dapat terpenuhi oleh kebudayaan.

Mubarak (2009) menyatakan aspek sosial budaya yang mempengaruhi

status kesehatan antara lain:

1. Kebiasaan makan

Banyak sekali penemuan para ahli sosiologi dan ahli gizi menyatakan bahwa

faktor budaya sangat berperan terhadap proses terjadinya kebiasaan makan dan

bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang menimbulkan berbagai masalah

gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan secara baik bagi yang

mengonsumsinya.

2. Peranan makanan dalam konteks budaya

a. Pola budaya terhadap makanan

Makanan atau kebiasaan makan merupakan suatu produk budaya yang

berhubungan dengan sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola (sistem

sosial) dari suatu komunitas masyarakat tertentu. Sedangkan makanan yang

Universitas Sumatera Utara


merupakan produk pangan sangat bergantung pada faktor pertanian di daerah

tersebut dan merupakan produk dari budaya juga. Dengan demikian pengaruh

budaya terhadap pangan atau makanan sangat bergantung kepada sistem sosial

kemasyarakatan dan merupakan hak asasi yang paling dasar, maka pangan atau

makanan harus berada di dalam kendali kebudayaan itu sendiri. Beberapa

pengaruh budaya terhadap pangan atau makanan adalah adanya bermacam jenis

menu makanan dari setiap komunitas atau etnis masyarakat dalam mengolah suatu

jenis hidangan makanan karena perbedaan bahan dasar dalam proses

pembuatannya.

b. Adanya perbedaan pola makan/konsumsi/makanan pokok dari setiap suku

atau etnis. Contohnya, pola makan orang Timur lebih kepada jagung, orang

Jawa pala makan lebih kepada beras.

c. Adanya perbedan cita rasa, aroma, warna, dan bentuk fisik makanan dari

setiap suku atau etnis. Contohnya, makan orang Padang cita rasanya pedas,

dan orang Jawa makanannya manis.

3. Masalah tabu dalam makanan

Sistem budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap

makanan, misalnya bahan-bahan makan tertentu oleh suatu budaya masyarakat

dapat dianggap tabu atau bersifat pantang untuk dikonsumsi karena alasan sakral

tertentu atau sistem budaya yang terkait di dalamnya.

4. Pola hidup dan tradisi pemeliharaan kesehatan yang kurang baik.

Adanya kepercayan atau mitos yang masih merugikan bagi kesehatan. Pada

masyarakat di perkotaan yang mempunyai gaya hidup budaya dengan tingkat

Universitas Sumatera Utara


kesibukan yang tinggi karena alasan pekerjaan, seperti pada ibu di daerah

perkotaan yang kurang dan tidak sering menyusui bayinya dengan air susu ibu

(ASI) setelah melahirkan tetapi hanya diberikan formula susu bayi instan. Padahal

kita tahu bahwa ASI sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik

bayi. Selanjutnya gaya hidup mereka yang berasal dari golongan ekonomi atas

(masyarakat elit kota), dalam hal makanan sering mengonsumsi makanan yang

berasal dari produk luar negeri atau makanan instan lainya karena soal gengsi.

Sedangkan makanan lokal kita hanya dikonsumsi oleh meraka yang berasal dari

golongan ekonomi menengah ke bawah karena ada anggapan bahwa makanan dari

luar negeri kaya akan nilai gizi protein dan makanan instan lebih praktis untuk

dikonsumsi, selai itu makanan lokal kita nilai gizinya lebih kepada karbohidrat.

5. Sikap fatalisme

Ajaran bahwa manusia tidak bisa berbuat apa-apa karena sudah dukuasahi

nasib. Fatalis erat kaitannya dengan rasa putus asa dan tidak berdaya. Secara

sederhana fatalisme dapat diartikan sebagi keyakinan bahwa manusia tidak

mampu mengubah apa yang telah terjadi atau tergariskan.

6. Nilai/norma

Nilai-nilai atau norma yang tidak sesuai atau kurang menunjang dalam bidang

kesehatan. Contohnya, kepercayaan pada saat hamil dimana adanya larangan

seperti jangan makan ikan ini karena dapat memperparah terjadinya perdarahan.

Banyak yang percaya bahwa pada awal kehamilan, makanan yang asam atau

makanan yang memiliki bagian yang tajam (ikan lele, ikan pari yang berduri, dan

Universitas Sumatera Utara


nanas) harus dihindari karena makan tersebut berhubungan dengan komplikasi

pada kehamilan seperti aborsi dan perdarahan.

Budiarto dan Anggraeni (2002) mengatakan, klasifikasi penyakit

berdasarkan suku sulit dilakukan baik secara praktis maupun secara konseptual,

tetapi karena terdapat perbedaan yang besar dalam frekuensi dan beratnya

penyakit di antara suku maka dibuat kalsifikasi walaupun terjadi kontroversial.

Pada umumnya penyakit yang berhubungan dengan suku berkaitan dengan faktor

genetik atau faktor lingkungan.

2.1.7. Ekonomi (penghasilan)

Ekonomi adalah suatu ilmu mengenai keterbatasan atau kelangkaan

sumber daya dan penentuan pilihannya. Samuelson memberi batasan ilmu

ekonomi sebagai berikut : “Ilmu mengenai bagaimana individu atau masyarakat,

dengan atau tanpa uang, menggunakan sumber daya yang terbatas, dengan

berbagai pilihan pengguaannya untuk menghasilkan berbagai macam barang dan

mendistribusikannya untuk keperluan konsumsi saat ini atau masa yang akan

datang, bagi individu atau sekelompok di masyarakat. Ilmu ini juga mengkaji

semua biaya dan manfaat dari perbaikan pola alokasi sumber daya yang ada”

(Lubis, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Lubis (2010) menyebutkan bahwa, ekonomi dibagi menjadi dua bagian

yaitu:

1. Ekonomi mikro

Merupakan sesuatu yang spesifik dan merupakan sesuatu yang didefenisikan

sebagai bagian dari ilmu ekonomi menganalisis bagian-bagian yang kecil dari

seluruh kegiatan perekonomian. Hal ini yang dianalisis adalah bagian dari sistem

ekonomi seperti : perilaku konsumen, supply, demand, elastisitas, supply and

demand, pasar dan sebagainya.

2. Ekonomi makro

Merupakan sesuatu yang bersifat agregat dan merupakan analisis atau seluruh

perekonomian. Analisis bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan

ekonomi yang dilaksanakan oleh unit-unit kecil dalam perekonomian.

Menganalisis kajian sektor-sektor kesehatan dan hubungannya dengan

pembangunan ekonomi yang di dalamnya anatara lain: fiskal dan moneter

terhadap pembiayaan kesehatan, kebijakan kesehatan.

Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam

masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang

atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti

tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan

besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai

akan menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan

semua kebutuhan anak baik primer maupun skunder (Soetjiningsih, 2004 dalam

Suparyanto, 2010). Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di

Universitas Sumatera Utara


masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari

pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok (Kartono, 2006 dalam

Suparyanto, 2010).

Tingkat ekonomi menurut Friedman (2004 dalam Suparyanto, 2010)

membagi keluarga terdiri dari 4 tingkat ekonomi:

1. Adekuat

Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan

bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga

menganggarkan dan mengatur biaya secara relisitis.

2. Marginal

Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa

yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran.

3. Miskin

Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri. Pengaturan keuangan yang

buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas kebutuhan pokok,

manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau tidak membahayakan

kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan kebutuhan keuangan melebihi

penghasilan.

4. Sangat Miskin

Menejemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan

berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.

Universitas Sumatera Utara


Aristoteles (1999 dalam Suparyanto, 2010) membagi masyarakat secara

ekonomi menjadi 3 kelas atau golongan terdiri atas:

1. Golongan sangat kaya: merupakan kelompok kecil dalam masyarakat, terdiri

dari pengusaha, tuan tanah, dan bangsawan.

2. Golongan kaya: merupakan golongan yang cukup banyak terdapat dalam

masyarakat, terdiri dari para pedagang dan sebagainya.

3. Golongan miskin: merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat,

kebanyakan dari rakyat biasa

Pembagian kelas sosial ekonomi berdasarkan status ekonomi terdiri dari:

a. Friedman (2004 dalam Suparyanto, 2010) status ekonomi seseorang dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Penghasilan tipe kelas atas > Rp 1.000.000,

2. Penghasilan tipe kelas menengah = Rp 500.000 – Rp 1.000.000

3. Penghasilan tipe kelas bawah < Rp 500.000

b. Status ekonomi menurut Saraswati (2009 dalam Suparyanto, 2010)

1. Tipe Kelas Atas (> Rp 2.000.000).

2. Tipe Kelas Menengah (Rp 1.000.000 -2.000.000).

3. Tipe Kelas Bawah (< Rp 1.000.000)

Menurut Friedman (2004 dalam Suparyanto, 2010) faktor yang

mempengaruhi status ekonomi seseorang yaitu:

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi

Universitas Sumatera Utara


tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan,

sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh. Sebaliknya

pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang

terhadap nilai-nilai yang baru dikenal.

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan

untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk

mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan.

3. Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong seseorang untuk tidak

teratur melakukan pemeriksaan.

4. Latar Belakang Budaya

Cultur universal adalah unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada di

dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah

dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian umum. Tanpa disadari,

kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah.

Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena kebudayaan

yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota

kelompok masyarakat. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan kuatlah

yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap

individual.

Universitas Sumatera Utara


5. Pendapatan

Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah

dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau

keluarga yang mempunyai status ekonomi atau pendapatan tinggi akan

mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih konsumtif karena mereka

mampu untuk membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan

keluarga yang kelas ekonominya kebawah.

Ekonomi mempengaruhi cara reaksi klien terhadap sakit, oleh karena

halangan ekonomi, seseorang dapat menunda terapi dan meneruskan aktivitas

hariannya (Potter & Perry, 2009). Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial

budaya dan sosial ekonomi. Khusus menyangkut sosial ekonomi, sebagai contoh

individu yang status sosial ekonominya berkecukupan akan mampu menyediakan

segala fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sebaliknya, individu yang status sosial ekonominya rendah akan mengalami

kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sunaryo, 2004).

Penelitian Depkes (2007 dalam Notoatmodjo, 2010) tentang propil

kesehatan Indonesia mengatakan bahwa, dari segi status sosial ekonomi tidak

nampak adanya perbedaan perilaku merokok yang bermakna antara orang yang

mempunyai status sosial ekonomi tinggi dengan yang status ekonominya rendah.

Depkes (2007 dalam Notoatmodjo, 2010) melakukan survei tentang melakukan

aktivitas fisik secara cukup berdasarkan latar belakang atau karakteristik individu.

Ternyata dilihat dari strata ekonomi, kolompok dari strata ekonomi rendah

Universitas Sumatera Utara


presentasinya lebih tinggi melakukan akitvitas fisik, dibandingkan dengan strata

menengah.

2.3. Kualitas Hidup

2.3.1. Pengertian Kualitas Hidup

Kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit yang

dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosia maupun

spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya

maupun orang lain. Kualitas hidup tidak terkait dengan lamanya seseorang akan

hidup karena bukan domain manusia untuk menentukannya. Untuk dapat

mencapai kualitas hidup perlu perubahan secara fundamental atas cara pandang

pasien terhadap penyakit gagal ginjal kronik terminal itu sendiri (Suhud, 2009

dalam Lase, 2011).

University of Toronto (2004) menyebutkan bahwa kualitas hidup adalah

sejauh mana seseorang menikmati kemungkianan penting dalam hidupnya.

Kemungkinan hasil dari peluang dan keterbatasan setiap orang yang dimiliki

dalam hidupnya dan mencerminkan interaksi dari faktor pribadi dan lingkungan.

Kenikmatan memiliki dua komponen yaitu pengalaman kepuasan dan

kepemilikan.

Menurut WHO (1994) kualitas hidup adalah sebagai persepsi individu

sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari konteks budaya

dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup, harapan,

kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara kompleks mencakup

Universitas Sumatera Utara


kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan

hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka (WHOQOL, 2004).

2.3.2. Aspek Kualitas Hidup

Ventegodt (2003) mengatakan bahwa kualitas hidup berarti hidup yang

baik. Hidup yang baik sama seperti hidup dengan kehidupan yang berkualitas

tinggi. Dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam 3 bagian yang berpusat pada

aspek hidup yang baik yaitu:

1. Kualitas hidup subjektif yaitu hidup yang baik yang dirasakan oleh masing-

masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana meraka

menggambarkan sesuatu dan perasaan meraka.

2. Kualitas hidup eksistensial yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan

level yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam

keharmonisan.

3. Kualitas objektif yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar.

Kualitas objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi

pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan

pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam suatu

spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya yang

merupakan komponen kulitas hidup meliputi kesejahteraan, kepuasan hidup,

Universitas Sumatera Utara


kebahagiaan, makna dalam hidup, gambaran biologis kualitas hidup, mencapai

potensi hidup, pemenuhan kebutuhan dan faktor-faktor objektif.

1. Kesejahteraan

Kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam

suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan

tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan pemenuhan kebutuhan dan

realisasi diri.

2. Kepuasan hidup

Menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika

pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya

maka seseorang puas, kepuasaan adalah pernyataaan mental yaitu keadaan

kognitif.

3. Kebahagiaan

Menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas. Menjadi

bahagia merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan

tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan diperoleh

dari adaptasi terhadap budaya seseorang. Kebahagiaan diasosiasikan dengan

dimensi-dimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi

bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.

4. Makna dalam hidup

Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang

digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari ketidak

Universitas Sumatera Utara


berartian dan kesangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban untuk

mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa yang tidak berarti.

5. Gambaran biologis kualitas hidup

Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan tingkat

keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik mencerminkan

tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh membutuhkan

informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk menjaga kesehatan

dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman hidup juga terkondisi secara

biologis. Pengalaman dimana hidup bermakna atau tidak dapat dilihat sebagai

kondisi dari suatu sistem informasi biologis. Hubungan antara kualitas hidup dan

penyakit diilustrasikan dengan baik dan menggunakan suatu teori individual

sebagai suatu sistem informasi biologis.

6. Mencapai potensi hidup

Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara

sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan dari

makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan teori umum dari

pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke organisme

sosial.

7. Pemenuhan kebutuhan

Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan

seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan suatu ekspresi

sifat dasar kita yang pada umumnya di miliki oleh makhluk hidup. Pemenuhan

kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia. Kebutuhan yang kita

Universitas Sumatera Utara


rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi. Informasi ini berada dalam

suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi menjadi sederhana yakni kebutuhan

aktual.

8. Faktor-faktor objektif

Aspek objektif dari kualitas hidup dihubungkan dengan faktor-faktor

eksternal hidup dan secara baik mudah di wujudkan. Hal tersebut mencakup

pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan dengan

orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk

beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal.

Secara umum pengkajian kulitas hidup berhubungan dengan kesehatan

yang menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel

dalam dimensi kesehatan, berhubungan dengan dimensi khusus dari hidup yang

telah ditentukan untuk menjadi penting secara umum atau untuk orang yang

memiliki penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan dengan

kesehatan menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional

dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas

hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup berhubungan dengan

kesehatan (American Thoracic Society, 2004).

2.3.3. Komponen Kualitas Hidup

University of Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi

dalam 3 bagian yaitu kesehatan, kepemilikan (hubungan individu dengan

lingkungan) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).

Universitas Sumatera Utara


1. Kesehatan

Kesehatan dalam kualitas hidup dapat dibagi menjadi 3 bagain yaitu secara

fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik,

personal higiene, nutrisi, olah raga, pakaian, dan penampilan fisik secara umum.

Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis,

kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri. Secara spiritual

terdiri dari nilai-nilai pribadi, standar-standar pribadi dan kepercayaan spritual.

2. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungan) dalam kualitas hidup di

bagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik terdiri dari rumah,

tempat kerja/sekolah, tetangga/lingkungan dan masyarakat. Secara sosial dekat

dengan orang lain, keluarga, teman/rekan kerja, lingkungan dan masyarakat.

3. Harapan

Merupakan keingian dan harapan yang akan dicapai sebagai perwujudan dari

individu seperti terpenuhinya nilai (prestasi dan aspirasi individu) sehingga

individu tersebut merasa berharga atau dihargai di dalam lingkungan keluarga

maupun masyarakat sekitarnya melalui suatu tindakan nyata yang bermanfaat dari

hasil karyanya.

2.3.4. Dimensi Kualitas Hidup

Farquhar (1995 dalam Yuliaw, 2010) menuliskan tiga jenis utama dimensi

dari Quality of Life, yang pertama dimensi global, yang kedua dimensi komponen,

yang ketiga adalah dimensi terfokus. Dimensi global biasanya berisikan pemikiran

Universitas Sumatera Utara


dalam kepuasan atau ketidakpuasan, kebahagiaan dan kesedihan, kesejahteraan,

evaluasi diri, dari pengalaman hidup dan pencapaian kepuasan secara fisik dan

sosial. Dimensi komponen adalah sesuatu hal mematahkan (menurunkan) kualitas

hidup dalam suatu komponen atau dimensi, atau mengetahui karakteristik Quality

of Life tertentu yang perlu dievaluasi. Dimensi terfokus adalah hanya satu atau

sebagian kecil komponen dari kemampuan kesehatan atau fungsional.

Perbedaan yang terjadi pada dimensi kualitas hidup, kebanyakan ahli

setuju ada empat sampai lima dimensi Quality of Life yang diterima (King, 1998

dalam Yuliaw, 2010). Kelima dimensi tersebut yaitu :

1. Dimensi fisik adalah kemampuan fungsional seperti tingkat aktivitas,

kekuatan energi, perawatan diri, dan kesuburan.

2. Dimensi psikologis termasuk kepuasan hidup dan pencapaian tujuan hidup,

stres, harga diri, mekanisme pertahanan diri, keinginan, depresi, dan

ketakutan.

3. Dimensi sosial menunjukkan bagaimana seseorang menjalin hubungan

dengan keluarga, teman, kolega pada pekerjaan, dan masyarakat umum

termasuk kepuasan seksual.

4. Dimensi somatik berhubungan dengan gejala penyakit dan efek samping

perawatan.

5. Spiritual adalah menunjukkan pada tujuan dan arti hidup seseorang.

Menurut WHOQoL group (The World Health Organization Quality of

Life) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa kualitas hidup terdiri dari 4 dimensi.

Keempat dimensi WHOQoL group meliputi:

Universitas Sumatera Utara


1. Kesehatan fisik

Berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada

perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas

kehidupan sehari-hari, dan kapasitas kerja.

2. Kesehatan psikologis

Berhubungan dengan pengaruh positif dan negatif spiritual, pemikiran

pembelajaran, daya ingat dan konsentrasi, gambaran tubuh dan penampilan, serta

penghargaan terhadap diri sendiri.

3. Hubungan sosial

Terdiri dari hubungan personal, aktivitas seksual, dan hubungan sosial

4. Lingkungan

Terdiri dari keamanan dan kenyamanan fisik, lingkungan fisik, sumber

penghasilan, kesempatan memperoleh informasi, keterampilan baru, partisipasi

dan kesempatan untuk rekreasi atau aktifitas pada waktu luang.

2.2.5. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Avis (2005 dalam Desita, 2010) menyakatan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah

sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/etnik, pendidikan, pekerjaan, dan

status perkawinan. Kedua adalah medik yaitu lama manjalani hemodialisa,

stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani. Penelitian Yuliaw

(2009) menemukan bahwa karakteristik individu yang terdiri dari pendidikan,

pengetahuan, umur, dan jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara


kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Yuwono (2000) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal

ginjal adalah umur, jenis kelamin, etiologi gagal ginjal, cara terapi pengganti,

status nutrisi dan kondisi kormorid.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai