Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau
hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda
pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia biasanya didefinisikan
sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100ml dan pada wanita
sebagai hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100ml. Definisi ini mungkin sedikit
berbeda tergantung pada sumber dan referensi laboratorium yang digunakan.
Anemia kehamilan merupakan peningkatan kadar cairan plasma selama
kehamilan mengencerkan darah (hemodilusi) yang dapat tercermin sebagai
anemia (Lee & Okam, 2011).
Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah
kekurangan zat besi. Hal ini penting dilakukan pemeriksaan anemia pada
kunjungan pertama kehamilan. Bahkan jika tidak mengalami anemia pada
saat kunjungan pertama, masih mungkin terjadi anemia pada kehamilan
lanjutannya (Proverawaty, 2011)
Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling
sering terjadi terutama selama masa kehamilan (Kristiyanasari, 2010). Ibu
hamil dinyatakan anemia jika hemoglobin (Hb) < 11 mg/L (Kemenkes RI,
2015). Kekurangan zat besi sejak sebelum kehamilan bila tidak diatasi dapat
mengakibatkan ibu hamil menderita anemia (Kemenkes RI, 2015)
Anemia kehamilan disebut "potential danger to mother and child"
(potensial membahayakan ibu dan anak) karena itulah anemia memerlukan
perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan
pada lini terdepan. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai
yang cukup tinggi (Manuaba, 1998). Dampak dari anemia pada kehamilan
dapat terjadi abortus, persalinan pre¬maturitas, hambatan tumbuh kembang
janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini (KPD), saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan His, kala
pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar, dan pada kala
nifas terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan pospartum,

1
memudahkan infeksi puerperium, dan pengeluarkan ASI berkurang (Aryanti
dkk, 2013).
Pada penelitian evidence base epidemiologi, anemia defesiensi zat besi
ibu hamil di Indonesia yang diteliti oleh Ridwan Amiruddin menunjukkan
bahwa 70% dari angka kematian ibu adalah ibu hamil yang anemia dan 19,7%
ibu hamil yang non anemia (Amiruddin, 2014)
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan dengan
pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan pengobatan herbal. Nilai hemoglobin yang
rendah berhubungan dengan masalah klinis seperti anemia. Anemia adalah
kondisi dengan kadar hemoglobin dalam darah kurang dari 12gr%.
Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin dibawah 11gr% pada trimester I dan trimester III atau kadar
<10,5gr% pada trimester II (Prawirohardjo, 1999).
Pengobatan anemia dengan terapi herbal diantaranya seperti penelitian
yang telah dilakukan oleh KH Endah Widhi Astuti dkk dengan judul Pengaruh
Konsumsi Jus Bayam Merah Terhadap Peningkatan Kadar Hb Pada Ibu Hamil
Di Kecamatan Tawangmangu Tahun 2013 didapatkan hasil terjadi
peningkatan hb rata-rata 0,93 gr% sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh
yang signifikan pemberian jus bayam merah sehari sekali selama 2 minggu
berturut-turut pada ibu hamil Trimester II terhadap peningkatan kadar Hb
dengan nilai kemaknaan p<0,05.
Kecenderungan gaya hidup "back to nature" menyebabkan penggunaan
obat tradisional, obat herbal, maupun suplemen makanan cenderung
meningkat, yang terjadi baik di banyak negara maju maupun negara yang
sedang berkembang termasuk Indonesia (Gusmali dan Gitawati, 2000/2001 ).

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum :
Untuk mengaplikasikan eviedence based terbaru mengenai terapi
herbal anemia pada ibu hamil.

2
1.2.2 Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui epidemiologi anemia pada ibu hamil
2. Untuk mengetahui etiologi anemia pada ibu hamil
3. Untuk mengetahui faktor resiko anemia pada ibu hamil.
4. Untuk mengetahui pencegahan anemia pada ibu hamil

3
BAB II PEMBAHASAN

2.1 EPIDEMIOLOGI ANEMIA PADA IBU HAMIL


Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan
nilai hematokrit atau packed cell volume (PCV) di bawah angka normal
(Benjamin, 1978). Jumlah eritrosit berkurang umumnya disebabkan karena
terjadinya perdarahan akut maupun kronis, seperti kecelakaan, pembedahan,
dan pecahnya pembuluh darah (Smolin dan Mary, 2002). Anemia juga
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, B6, asam folat, dan defisiensi besi
(Coles, 1986).
Secara epidemiologis, prevalensi anemia yang lebih besar atau sama
dengan 40% merupakan masalah besar karena akibat yang ditimbulkannya.
Pemerintah telah berusaha melakukan tindakan pencegahan dengan
memberikan tablet tambah darah (tablet fe) pada ibu hamil yang dibagikan
pada waktu mereka memeriksakan kehamilannya, akan tetapi prevalensi
anemia pada kehamilan masih juga tinggi.
Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara
berkembang dan pada kelompok sosioekonomi rendah. Pada kelompok
dewasa, anemia terjadi pada waktu usia reproduksi, terutama wanita hamil
dan wanita menyusui karena mereka yang banyak mengalami defesiensi Fe.
Secara keseluruhan, anemia terjadi pada 45% wanita di Negara berkembang
dan 13% di negara maju. Sementara persentase dari wanita hamil dari
keluarga miskin terus meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan (8%
anemia trimester I, 12% anemia di trimester II dan 29% anemia di trimester III
(Sediaoetama, 2009).
Penyebab terjadinya anemia pada ibu hamil yaitu:
1. Kurangnya mengkonsumsi makanan kaya zat besi, terutama yang
berasal dari sumber hewani yang mudah diserap.
2. Kekurangan zat besi karena kebutuhan yang meningkat seperti pada
kehamilan.
3. Kehilangan zat besi yang berlebihan pada pendarahan termasuk haid
yang berlebihan, sering melahirkan dengan jarak yang dekat.
4. Pemecahan eritrosit terlalu cepat (hemolisis) (Sarwono, 2005).

4
5. Hemodilusi atau pengenceran darah. Hemodilusi pada ibu hamil sering
terjadi dengan peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel
darah 18%-30% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis hemodilusi untuk
membantu meringankan kerja jantung. Hemodilusi terjadi sejak
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32-36
minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% maka dengan
terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb
ibu akan menjadi 9,5-10 gr% (Sarwono, 2005).

2.2 ETIOLOGI ANEMIA PADA IBU HAMIL


Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan adanya
anemia dan penurunan kadar besi di dalam serum. Cara lain dengan
pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sum-sum tulang, tetapi cara ini
sangat invasif. Pada daerah dengan fasilitas laboratorium yang terbatas,
Markum (1982)9 mengajukan beberapa pedoman untuk menduga adanya
anemia defisiensi yaitu
1. Adanya riwayat faktor predisposisi dan faktor etiologi,
2. Pada pemeriksaan fisik hanya terdapat gejala pucat tanpa perdarahan
atau organomegali,
3. Adanya anemia hipokromik mikrositer,
4. Adanya respons terhadap pemberian senyawa besi.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya anemia kehamilan
diantaranya gravida, umur, paritas, tingkat pendidikan, status ekonomi dan
kepatuhan konsumsi tablet Fe (Keisnawati, dkk, 2015).
Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil.
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur
reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia
< 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada
kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya
cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami
keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap
pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada
usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh
serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil penelitian

5
didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap
kajadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin, 2014).
Paritas merupakan salah satu faktor penting dalam kejadian anemia zat
besi pada ibu hamil. Menurut Manuaba (2010), wanita yang sering mengalami
kehamilan dan melahirkan makin anemia karena banyak kehilangan zat besi,
hal ini disebabkan selama kehamilan wanita menggunakan cadangan besi
yang ada di dalam tubuhnya (Salmariantyty, 2012).
Gejala dari keadaan deplesi besi maupun defisiensi besi tidak spesifik.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
yaitu penurunan kadar feritin/saturasi transferin serum dan kadar besi serum.
Pada ADB gejala klinis terjadi secara bertahap. Kekurangan zat besi di dalam
otot jantung menyebabkan terjadinya gangguan kontraktilitas otot organ
tersebut. Pasien ADB akan menunjukkan peninggian ekskresi norepinefrin;
biasanya disertai dengan gangguan konversi tiroksin menjadi triodotiroksin.
Dampak kekurangan besi tampak pula pada kuku berupa permukaan yang
kasar, mudah terkelupas dan mudah patah. Bentuk kuku seperti sendok
(spoon-shaped nails) yang juga disebut sebagai kolonikia terdapat pada 5,5%
kasus ADB. Pada saluran pencernaan, kekurangan zat besi dapat
menyebabkan gangguan dalam proses epitialisasi. Papil lidah mengalami
atropi. Pada keadaan ADB berat, lidah akan memperlihatkan permukaan yang
rata karena hilangnya papil lidah. Mulut memperlihatkan stomatitis angularis
dan ditemui gastritis pada 75% kasus ADB.
Risiko kejadian anemia meningkat pada ibu hamil yang tidak menerima
suplementasi besi selama kehamilan bila dibandingkan dengan mereka yang
menerima suplemen zat besi. Hal ini mungkin dikarenakan oleh kurangnya
asupan zat besi selama kehamilan karena kebutuhan zat besi yang meningkat
untuk memasok volume darah yang meluas dari ibu dan cepatnya
pertumbuhan janin dan plasenta.

2.3 FAKTOR RESIKO ANEMIA PADA IBU HAMIL


Faktor resiko anemia pada ibu hamil berdasarka penelitian Octa Dwinda
Ristika (2013) dan Angesom Gebreweld and Aster Tsegaye (2018) yaitu:

6
1. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah
Anemia banyak terjadi pada kelompok penduduk dengan tingkat
pendidikan yang rendah. Kelompok ini umumnya kurang memahami
akibat dari anemia, kurang mempunyai akses informasi anemia dan
penanggulangannya, kurang dapat memilih bahan makanan bergizi yang
mengandung zat besi lebih tinggi, sehingga pada penduduk yang tingkat
pendidikannya lebih rendah cenderung terkena anemia dari pada yang
berpendidikan tinggi.
2. Ibu dengan kurangnya kecukupan zat besi
Pemberian zat besi pada ibu hamil merupakan salah satu syarat
pelayanan kesehatan pada ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia,
dimana jumlah suplemen zat besi yang diberikan selama kehamilan ialah
sebanyak 90 tablet (Fe3+). Zat besi merupakan mineral yang dibutuhkan
tubuh untuk membentuk sel darah merah (hemoglobin), pembentukan sel
darah merah, zat besi juga berperan sebagai salah satu komponen dalam
membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen
(protein yang terdapat pada tulang, tulang rawan, dan jaringan
penyambung), serta enzim. Zat besi juga berfungsi dalam sistem
pertahanan tubuh (Kemenkes RI, 2015).
Menurut teori Wiknjosastro,dkk (2005) keperluan akan zat besi
pada kehamilan akan bertambah terutama pada trimester akhir, pada
proses pematangan sel darah merah zat besi diambil dari transferin
plasma yaitu cadangan besi dalam serum. Apabila cadangan plasma
tidak cukup maka akan mudah terjadi anemia.
3. Ibu dengan paritas (jumlah anak) > 3
Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami
anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan
kebutuhan nutrisi, karena selama hamil zat-zat gizi akan berbagi untuk
ibu dan janin yang dikandungnya. Semakin sering seorang wanita
melahirkan maka semakin besar risiko kehilangan darah dan berdampak
pada penurunan kadar Hb. Setiap kali wanita melahirkan, jumlah zat besi
yang hilang diperkirakan sebesar 250mg (Wikjosastro, 2005).

7
4. Ibu dengan status KEK rendah
Menurut Hardinsyah (2000) menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa 41% (2,0 juta) ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya
masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari
keadaan sosial, ekonomi, dan bio-sosial dari ibu hamil dan keluarganya
seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan, umur,
paritas, dan sebagainya yang bisa berujung pada anemia.
5. Ibu hamil trimester II dan III
Ibu hamil trimester kedua dan ketiga lebih cenderung terkena
anemia bila dibandingkan dengan ibu hamil pada trimester awal. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh tingginya peningkatan volume plasma ibu
yang berhubungan dengan massa sel darah merah dan menyebabkan
rendahnya konsentrasi hemoglobin.
Terjadinya anemia pada masa kehamilan karena volume darah total
ibu meningkat sekitar 30-50% pada kehamilan tunggal dan 50% pada
kehamilan kembar. Volume darah total merupakan kombinasi volume
plasma yang meningkat 70% dan volume sel darah merah yang juga
meningkat 33% dari nilai sebelum hamil semua ini menyebabkan
hemodilusi yang telihat pada kadar hematocrit rendah yang dikenal
dengan anemia fisiologis pada kehamilan dan sering terjadi pada usia
kehamilan 24-32 minggu. Peningkatan volume darah total dimulai pada
awal trimester pertama yang kemudian meningkat pesat hingga
pertengahan kehamilan dan kemudian melambat hingga menjelang
minggu ke 32 (Varney, 2007).

2.4 PENCEGAHAN ANEMIA PADA IBU HAMIL


Pencegahan dan pengobatan anemia menurut Fatmah (2011) dapat
ditentukan dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya, jika
penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutuhkan untuk
mengidentifikasi nutrient yang berperan dalam kasus anemia. Anemia gizi
dapat disebabkan oleh berbagai macam nutrient penting pada pembentukan
hemoglobin. Defisiensi Fe yang umum terjadi di dunia merupakan penyebab
utama terjadinya anemia gizi, sehingga untuk mencegah defisiensi Fe
diperlukan asupan zat besi dan makanan yang mengandung zat besi sesuai

8
dengan kebutuhan seseorang. Cara mengatasi kekurangan zat besi pada
tubuh menurut Fatmah (2011) dengan cara mengkonsumsi 60-120 mg Fe per
hari dan meningkatkan asupan makanan sumber Fe, selain itu menurut
Wirakusumah (2007) untuk mengatasi anemia perlu konsumsi bahan-bahan
pangan sumber zat besi, diantaranya daging, hati, ikan, susu, yoghurt,
kacang-kacangan, serta sayuran berwarna hijau.
Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus
segera dimulai untuk mencegah berlanjutnya keadaan ini. Besi di dalam
makanan dapat berbentuk Fe-heme dan non-heme. Besi non-heme yang
antara lain terdapat di dalam beras, bayam, jagung, gandum, kacang kedelai
berada dalam bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di dalam lambung
oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap untuk diserap di dalam usus.
Penyerapan Fe-non heme dapat dipengaruhi oleh komponen lain di dalam
makanan. Fruktosa, asam askorbat (vitamin C), asam klorida dan asam amino
memudahkan absorbsi besi sedangkan tanin (bahan di dalam teh), kalsium
dan serat menghambat penyerapan besi.
Anemia pada ibu hamil dapat dicegah pada awal kehamilan dengan
menggunakan terapi komplementer antara lain dengan tanaman herbal atau
tradisional, sayur – sayuran dan buah – buahan. Pencegahan terhadap
anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan berbagai macam hal antara
lain;
1. Makan-makanan yang bergizi
Makan-makanan yang bergizi seimbang dapat menghindarkan ibu
dari kekurangan zat besi. Sebagai contoh makanan yang banyak
mengandung zat besi yaitu daging, sayuran yang berwarna hijau gelap
seperti bayam, kangkung, kacang polong, buncis serta kacang-kacangan.
2. Mengkonsumsi sayuran hijau setiap hari
Sayuran hijau dianjurkan menjadi makanan wajib untuk ibu hamil, karena
jika kurang mengkonsumsi sayuran hijau, ibu hamil berisiko terkena
anemia. Menurut fakta dari data poliklinik hematologi medik FKUI/RSCM
tahun 2012, sekitar 50-63% ibu hamil menderita anemia dan 40% wanita
usia subur mengalami anemia. Salah satu penyebab anemia pada ibu
hamil karena kurang mengonsumsi sayuran hijau (Febria, 2012).

9
3. Mengkonsumsi tablet Fe
Tablet Fe sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk mencegah
terjadinya anemia. Ibu hamil harus mengkonsumsi tablet Fe minimal 1
tablet setiap hari hingga 90 tablet. Jika persediaan Fe minimal maka
setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya
anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relatif terjadi anemia
karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan
peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan
32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 13% sampai 30%,
dan hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar
11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia
hamil fisiologis, dan Hb ibu akan 9,5 sampai 10 gr%. Sehingga seluruh
tablet tambah darah yang dibutuhkan oleh ibu hamil sebanyak 900 mg Fe
(Rasmaliah, 2004).

Berikut terapi komplementer yang dapat dilakukan oleh ibu hamil untuk
mencegah anemia:
1. Buah Bit

Buah bit (Beta Vulgaris) adalah salah satu buah yang sering
digunakan sebagai pewarna alami untuk berbagai jenis makanan, kaya
akan folat yang ampuh untuk mencegah penyakit jantung dan anemia.
Warna ungu ataupun merah keunguan yang dihasilkan oleh buah bit

10
sangat bagus digunakan sebagai perwarna makanan ataupun minuman
secara alami. Buah bit yang dikenal dengan akar bit mapun bit merah ini
merupakan salah satu jenis tanaman dari kelompok Amaranthaceae dan
memiliki nama latin Beta Vulgaris. Buah bit ini mengandung serat, baik
yang mudah larut maupun sulit larut, serat yang tidak mudah larut
membantu memperlancar kerja usus, sedangkan serat yang mudah larut
kadar gula dan kolesterol darah tetap stabil. Tanaman ini tumbuh di dalam
tanah sejenis umbi – umbian yang berwarna merah keunguan yang paling
banyak ditemukan di wilayah Amerika Utara maupun Inggris (Laksmi,
2004)
a. Manfaat
Buah bit memiliki banyak manfaat bagi kesehatan maupun
pengobatan. Kandungan betasianin pada buah bit bermanfaat
sebagai anti kanker, karena zat tersebut dapat menghancurkan sel
tumor dan kanker. Buah bit juga bermanfaat untuk mencegah
penyakit stroke, menurunkan kolesterol, mencegah penyakit jantung,
memperkuat daya tahan tubuh, mengeluarkan racun dari dalam
tubuh, mengobati infeksi dan radang, sebagai penghasil energi bagi
tubuh serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Buah bit
merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan nutrisi yang
komplit dan sangat baik untuk dikonsumsi secara rutin. (Susianto,
2010)
b. Kandungan
Kegunaan buah bit menurut Hembing (2008) antara lain
adalah:
1) Asam Folat 34%, fungsi: menumbuhkan dan mengganti sel – sel
yang rusak,
2) Kalium 14,8%, fungsi: memperlancar keseimbangan cairan di
dalam tubuh,
3) Serat 13,6%,
4) Vitamin C 10,2%, fungsi: menumbuhkan jaringan dan
menormalkan saluran darah,
5) Magnesium 9,8%, fungsi: menjaga fungsi otot dan syaraf,
6) Triptofan 1,4%,

11
7) Zat Besi 7,4%, fungsi: metabolisme energi dan sistem kekebalan
tubuh,
8) Tembaga 6,5%, fungsi : membentuk sel darah merah,
9) Fosfor 6,5%, fungsi : memperkuat tulang,
10) Caumarin yang berfungsi untuk mencegah tumor, dan
11) Betasianin sebagai pencegah kanker.

2. Daun Kelor

Kelor (Moringa oleifera Lam) merupakan salah satu tanaman lokal


yang telah dikenal berabad – abad sebagai tanaman multiguna, padat
nutrisi dan berkhasiat obat. Mengandung senyawa alami yang lebih
banyak dan beragam dibanding jenis tanaman lainnya. Menurut hasil
penelitian, daun kelor mengandung vitamin A, vitamin B, vitamin C,
kalsium, kalium, besi dan protein dalam jumlah sangat tinggi yang mudah
dicerna oleh tubuh manusia. Tingginya kandungan zat besi (Fe) pada
daun kelor kering ataupun dalam bentuk tepung daun kelor yaitu setara
dengan 25 kali lebih tinggi daripada bayam dapat dijadikan alternatif
penanggulangan anemia pada ibu hamil secara alami.
Kandungan senyawa kelor telah diteliti dan dilaporkan oleh Ibok
Odura W, O Ellis, at all (2008) menyebutkan bahwa daun kelor
mengandung besi 28,29 mg dalam 100 gram. Tanaman yang memiliki
nama latin sebagai moringa oleivera atau dalam bahasa Indonesia di
sebut kelor ini memiliki batang yang jarang dan mudah patah. Daunnya
sendiri berukuran kecil berbentuk bulat telur yang tersusun dalam satu

12
tangkai. Kelor sendiri dapat berkembang dengan sangat baik pada
daerah yang memiliki ketinggian antara 300 hingga 500 meter di atas
permukaan laut. Karena memiliki banyak manfaat dan tanaman ini tidak
terlalu sulit dirawat, pohon kelor banyak dibudidayakan secara mandiri
dengan cara stek. Salah satu manfaat daun kelor ini adalah sangat baik
dikonsumsi untuk ibu hamil, menyusui dan balita. (Satriadi,2016)

3. Pukis Bangga (Bayam dan Mangga)

Pembuatan pukis “bangga” sebagai cemilan sehat ini terdiri dari


Bayam, yang merupakan sayuran yang banyak mengandung Fe (zat
besi) yang kemudian dikombinasikan dengan Mangga yang mana
termasuk buah-buahan yang kaya akan vitamin C sehingga dapat
meningkatkan penyerapan besi oleh tubuh secara maksimal. Secara
fisiologis, tubuh manusia membutuhkan 3,9 gr zat besi dan 40 gr vitamin
C. Maka dapat perkirakan dalam setiap satu porsi pukis “bangga”
terkandung 375 gr tepung terigu, 100 gr bayam, dan 750 gr mangga,
dimana dalam satu resep dihasilkan 30 pukis “bangga”, dengan
perhitungan perkiraan setiap pukis mengandung, Fe = 3,3 gr dari bayam
serta Vitamin C= 25 gr yang diperoleh dari mangga. Berdasarkan hasil
perhitungan paling tidak 1 pukis mampu memenuhi kebutuhan zat besi,
akan tetapi akibat dari proses pemasakan pukis tersebut maka
kemungkinan kandungan Fe dalam bayam menjadi berkurang. Sehingga
untuk mengantisipasi kekurangan zat besi tersebut maka paling tidak
dibutuhkan 2-3 pukis perhari.
a. Proses Pembuatan Pukis “Bangga”

13
1) Telur dikocok bersamaan dengan gula pasir hingga tercampur
dan sedikit mengembang,
2) Campurkan mentega yang sudah dicairkan terlebih dahulu
dengan tetap di mixer
3) Masukkan tepung terigu sedikit demi sedikit
4) Masukkan sedikit ragi guna mengembangkan adonan
5) Masukkan santan dengan tetap dikocok hingga merata dan
tercampur dengan sempurna.
6) Tambahkah sari mangga guna mendapatkan vitamin c.
7) Adonan yang sudah kalis ditutup selama satu jam hingga adonan
mengembang sempurna.
8) Setelah adonan mengembang, adonan siap untuk di panggang
pada cetakan yang terlebih dahulu dilumuri dengan mentega
guna mencegah adonan lengket dan menambah cita rasa pukis
“bangga”.
9) Setelah pukis hamper matang, diberikan taburan garnish bayam.
Hal ini dilakukan guna mempertahankan kadar zat besi yang
terkandung di dalam bayam.

4. Formula Jamu Anti Anemia

Formula jamu merupakan infusa yang terdiri dari 5 gram daun


bayam merah (Amaranthus tricolor L.), 10 gram herba tapak liman
(Elephantopus scaber L) dan 15 gram rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza).

14
Daun bayam merah (Amaranthus tricolor L.), dengan kemampuan
bayam merah sebagai antioksidan. Hasil penelitian Ali et al., 2009,
menunjukkan aktivitas antioksidan bayam merah berada di peringkat
tertinggi dibandingkan sayuran daun lainnya, dengan nilai 14.3%.
Penelitian Clemente and Desai, 2011, menggunakan jus segar bayam
merah dosis 400mg/kg BB yang diberikan selama 21 hari secara per oral
pada tikus diabetes karena induksi aloksan, memperlihatkan aktivitas
hiperglikemia, peningkatan HDL dan peningkatan nilai hematologik yang
bermakna (RBC, Hb dan hematokrit). Dengan demikian bayam merah
dapat dimanfaatkan sebagai sumber suplemen non-heme untuk
pencegahan dan terapi anemia
Temulawak yang mana pada Penelitian Sugiharto (2004),
menggunakan infusa rimpang temulawak 20% yang diberikan pada tikus
bersamaan dengan induksi timbal 12 dan 50 ppm selama 30 hari
menunjukkan adanya peningkatan kadar hemoglobin secara bermakna
dibandingkan kontrol. Sugiharto menduga aktivitas tersebut terkait
dengan kemampuan temulawak dalam meningkatkan sintesis enzim
detoksikasi melalui peningkatan aktivitas enzim Gluthatione S-transferase
(GST) dalam hati. Selain itu, kurkumin dan kation dalam temulawak
berperan sebagai agen preventif dengan meningkatkan kompetisi
terhadap absorpsi timbal dalam saluran pencernaan. Fe akan
meningkatkan cadangan protein transferin dalam hati dan sumsum tulang
untuk digunakan kembali dalam biosintesis hemoglobin dan eritrosit
(Sugiharto, 2008).

15
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara keseluruhan, anemia terjadi pada 45% wanita di Negara
berkembang dan 13% di negara maju. Diagnosis anemia defisiensi besi
ditegakkan berdasarkan adanya anemia dan penurunan kadar besi di dalam
serum. Faktor resiko anemia pada ibu hamil yaitu Ibu dengan tingkat
pendidikan rendah, Ibu dengan kurangnya kecukupan zat besi, Ibu dengan
paritas (jumlah anak) > 3, Ibu dengan status KEK rendah, dan Ibu hamil
trimester II dan III
Pemeliharaan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan dengan
pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan pengobatan herbal. Terapi komplementer
yang dapat digunakan adalah buah bit, daun kelor, pukis “Bangga”, dan
formula jamu anti anemia.

3.2 Saran
3.2.1. Bagi tenaga kesehatan
Disarankan untuk dapat menjadikan pengobatan herbal ini sebagai
salah satu preventif anemia pada ibu hamil.
3.2.2. Bagi perkembangan Ilmu Kebidanan
Khususnya mahasiswa disarankan untuk dapat melanjutkan penelitian
terapi herbal untuk penncegahan anemia pada ibu hamil trimester
pertama sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu terapi pengobatan
alternatif.
3.2.3. Bagi masyarakat
Bagi masyarakat khususnya ibu hamil yang memiliki riwayat anemia
disarankan untuk dapat mengaplikasikan terapi herbal sebagai metode
pengobatan alternatif untuk pencegahan anemia pada kehamilannya,
sehingga dapat mengurangi penggunaan obat-obatan farmakologi yang
memiliki efek samping.

16

Anda mungkin juga menyukai