Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI

OLEH
AGUS WARTAWAN, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. PENGERTIAN
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam system (kimia
atau fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Pemberian O2 Binasal
merupakan pemberian oksigen melalui hidung dengan kanula ganda.
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21 %
pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh.
Oksigenasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan zat asam (O2) ke
dalam paru dengan alat khusus.
Tujuan pemberian oksigenasi:
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung
Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk
memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan
upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium. Beberapa metode
pemberian oksigen:
a. Low flow oxygen system
Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi total pasien. Pada
umumnya sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi pemberiannya
bervariasi menurut pola pernafasan pasien.
b. High flow oxygen system
Menyediakan udara inspirasi total untuk pasien. Pemberian oksigen
dilakukan dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak bervariasi dengan
pola pernafasan pasien.

NILAI-NILAI NORMAL

Parameter Nilai normal

Tidal Volume (TV) 500 cc


Volume Cadangan Inspirasi (VCI) 3000 ml

Volume Cadangan Ekspirasi (VCE) 1100 ml

Volume Residu 1200 ml

Kapasitas Inspirasi (KI) 3500 ml

Kapasitas Residu Fungsional (KRF) 2300 ml

Kapasitas Vital 4600 ml

Kapasitas Total Paru 5800 ml

(Andromoyo sulistyo, 2012).

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN


OKSIGENASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang
kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan
masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan
proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak
diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada
bentuk thorak dan pola napas
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi.
Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang
dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian
memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga kedalaman
pernapasan yang meningkat.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman
pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh.
Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi
predisposisi penyakit paru.
4. Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat
menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan
tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada
terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh. Selain itu penyakit-
penyakit pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknya terhadap
oksigen darah. Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang
mempengaruhi oksigen adalah anemia, karena hemoglobin berfungsi
membawa oksigen dan karbondioksida maka anemia dapat mempengaruhi
transportasi gas-gas tersebut ke dan dari sel.
5. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam
pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila
memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau laju dan
kedalaman pernapasan.
6. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat
mempengarhi pernapasan yaitu :
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel
jaringan.

Gangguan pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi
sebagian jalan napas. Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan
oksigen di dalam tubuh yang diinspirasi sampai jaringan. Sianosis dapat
ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan membran
mukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam hemoglobin.
Oksigenasi yang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral. Korteks
serebral dapat mentoleransi hipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum
terjadi kerusakan permanen. Wajah orang hipoksia akut biasanya terlihat
cemas, lelah dan pucat.

7. Perubahan pola nafas


Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini
sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit
disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung
karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat.
Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisi duduk
dan berdiri seperti pada penderita asma.
8. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di
sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Mempertahankan
jalan napas yang terbuka merupakan intervensi keperawatan yang kadang-
kadang membutuhkan tindakan yang tepat. Onbstruksi sebagian jalan napas
ditandai dengan adanya suara mengorok selama inhalasi (inspirasi)
(Syaiffuddin, 2011).

C. FISIOLOGI PERNAFASAN
1. Struktur Sistem Pernafasan
a. Saluran pernafasan atas
Fungsinya adalah menyaring, menghangatkan dan melembabkan udara
yang dihirup. Terdiri dari :hidung, faring, laring, epiglottis
b. Saluran Pernafasan bawah
Fungsi adalah menghangatkan udara, membersihkan mukuosa cilliary,
memproduksi surfactant. Terdiri dari : trachea, bronchus, paru.
Pernafasan eksternal mengacu pada keseluruhan proses pertukaran O2 dan
CO2 antara lingkungan eksternal, dan sel tubuh. Secara umum, proses ini
berlangsung dalam 3 langkah, yaitu:
a. Ventilasi Pulmoner.
Udara bergantian masuk keluar paru-paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi proses pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan
alveolus.
b. Pertukaran gas alveolar.
Setelah oksigen masuk alveolus, proses pernafasan berikutnya adalah
difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah
proses pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan
tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area
berkonsentrasi rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membrane
kapiler.
c. Transpor oksigen dan karbondioksida.
Pada proses ini oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan
karbondioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru-paru.
 Transpor O2.
Normalnya, sebagian oksigen (97%) berikatan lemah dengan
hemoglobin dan diangkut ke seluruh jaringan dalam bentuk
Oksihemoglobin (HbO2), sisanya terlarut dalam plasma. Proses ini
dipengaruhi oleh Ventilasi (jumlah O2 yang masuk ke paru) dan
perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan). Kapasitas dara yang
dibawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam plasma, jumlah
Hemoglobin (Hb), dan ikatan O2 dengan Hb.
 Transpor CO2.
Karbondioksida hasil metabolisme terus menerus diankut menuju
paru-paru melalui 3 cara: sebagian besar karbondioksida (70%)
diangkut dalam sel darah merah dalam bentuk bikarbonat (HCO3-),
sebanyak 23% karbondioksida berikatan dengan hemoglobin
membentuk karbaminohemoglobin (HbCO2), Sebanyak 7%
diangkut dalam bentuk larutan di dalam plasma dalam bentuk asam
karbonat.
Pernafasan internal atau pernafasan jaringan mengacu pada proses
metabolisme intrasel yang berlangsung dalam mitrokondria, yang
menggunakan O2 dan menhasilkan CO2 selama proses penyerapan
energi molekul nutrient. Pada proses ini darah yang banyak
mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai
kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara
kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti dari kapiler paru,
pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan
gradient tekanan parsial (potter & perry, 2010).

D. MACAM – MACAM MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN


FUNGSI RESPIRASI
1. Hypoxia
Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang
diinspirasi ke jaringan.
Penyebab terjadinya hipoksia :
a. gangguan pernafasan
b. gangguan peredaran darah
c. gangguan sistem metabolism
d. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).
2. Hyperventilasi
Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi elveoli,
sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti
bahwa CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi → menyebabkan
peningkatan rata – rata dan kedalaman pernafasan.
Tanda dan gejala :
a. pusing
b. nyeri kepala
c. henti jantung
d. koma
e. Ketidakseimbangan elektrolit
3. Hypoventilasi
Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan
tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah. Hypoventilasi dapat
terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek
samping dari beberapa obat.
Tanda dan gejala:
a. napas pendek
b. nyeri dada
c. sakit kepala ringan
d. pusing dan penglihatan kabur
4. Cheyne Stokes
Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang sangat
dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung kongestif,
dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis maupun
pathologis.
Fisiologis :
a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki
b. pada anak-anak yang sedang tidur
c. pada orang yang secara sadar melakukan hyperventilasi
Pathologis :
a. gagal jantung
b. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)
5. Kussmaul’s ( hyperventilasi)
Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x per
menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.
6. Apneu
Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat
7. Biot’s
Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan
gangguan sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan
sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut dyspnea (Sudoyo,2010).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERNAPASAN.
1. Metode Morfologis
a. Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat
memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara bayangan yang
lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang padat member
kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara.
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea dan
cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma
bronkogenik, atau untuk membuang benda asing. Setelah tindakan ini
pasien tidak bolelh makan atau minum selama 2 -3 jam sampai tikmbul
reflex muntah. Jika tidak, pasien mungki9n akan mengalami aspirasi ke
dalam cabanga trakeobronkeal.
c. Pemeriksaan Biopsi
Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan penyakit paru
yang bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
d. Pemerikasaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi berbagai
penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme
penyebab penyakit berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa, serta
jamur. Pemeriksaan sitologi eksploitatif pada sputum membantu proses
diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik untuk pengumpulan sputum
adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal bronkus
cenderung berkumpul waktu tidur.

2. Metode Fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:
a. Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV), yaitu volume udara yang
keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml).
b. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV), yaitu
volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi maksimal
setelah inspirasi secara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml.
c. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume – ERV), yaitu
jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru melalui
kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa. L = ± 1000 ml, P = ± 700
ml.
d. Volume Residu (Residu Volume – RV), yaitu udara yang masih tersisa
dlam paru setelah ekpsirasi maksimal. L = ± 1200 ml, P = ±1100 ml.
Kapasitas pulmonal sebagai hasil penjumnlahan dua jenis volume atau
lebih dalam satu kesatuan.
e. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity – IC), yaitu jumlah udara yang
dapat dimasukkan ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa (IC = IRV
+ TV)
f. Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity – FRC),
yaitu jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC = ERV + RV)
g. Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC), yaitu volume udara maksimal
yang dapat masuk dan keluar paru selama satu siklus pernapasan yaitu
setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV)
Kapasitas Paru – paru Total (Total Lung Capacity – TLC), yaitu jumalh
udara maksimal yang masih ada di paru – paru (TLC = VC + RV). L = ±
6000 ml, P = ± 4200 ml.
h. Ruang Rugi (Anatomical Dead Space), yaitu area disepanjang saluran
napas yangvtidak terlibat proses pertukaran gas (±150 ml). L = ± 500 ml.
i. Frekuensi napas (f), yaitu jumalh pernapsan yang dilakukan permenit
(±15 x/menit).
AkumulasiSecara umum, volume dan kapasitas paru akan menurun
secret berlebih
bila seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri. Menurun karena isi
perut menekan ke atas atau ke diafragma, sedangkan volume udara paru
menungkat sehingga ruangan yang diisi udara berkurang.
j. Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gasses – ABGs). Sampel darah
yang digunakan adalah arteri radialis (mudah diambil) (Carpenito, 2011).

F. PATHWAYS

Faktor lingkungan (udara, bakteri, virus,


jamur) Masuk melalui saluran nafas atas

Terjadi infeksi dan proses


peradangan

Kontraksi otot-otot polos


Hipersekresi kelenjar saluran pernafasan
mukosa

Penyempitan saluran
Dispnea
pernafasan
Gas darah arteri abnormal
Hiperkapnia
Dispnea Secret mengental di jalan Hipoksemia
Fase ekspirasi memanjang napas Batuk yang tidak efektif Keletihan
Hipoksia otot pernafasan
Ortopnea Penurunan bunyi nafas Konfusi
Penurunan kapasitas paru Sputum dalam jumlah Nafas cuping hidung
Pola nafas abnormal yang berlebih Pola pernafasan abnormal
Takipnea Perubahan pola nafas (kecepatan, irama,
Gangguan penerimaan
Hiperventilasi Obstruksi
Suara nafasjalan nafas
tambahan kedalaman)
o2 dan pegeluaran
Pernafasan sukar co2 (ronchi,wheezing, sianosis
Ketidakseimbangan
GANGGUAN KETIDAKEFEKTIFAN KETIDAK EFEKTIFAN POLA
crackles)
ventilasi dan perfusi
PERTUKARAN GAS BERSIHAN JALAN NAFAS NAFAS
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Bunyi nafas tambahan ( misalnya ronki basah halus, ronki basah kasar )
2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan
3. Batuk tidak ada atau tidak efektif
4. Sianosis
5. Kesulitan untuk bersuara
6. Penurunan bunyi nafas
7. Ortopnea
8. Sputum

H. FOKUS PENGKAJIAN
1. Riwayat Keperawatan
a. Masalah pernafasan yang pernah dialami.
 Pernah mengalami perubahan pola perrnafasan
 Pernah mengalami batuk dengan sputum
 Pernah mengalami nyeri dada
 Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala2 diatas
b. Riwayat penyakit pernafasan
 Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC
 Bagaimana frekuensi setiap kejadian
c. Gaya Hidup
 Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok

2. Pemeriksaan Fisik
a. Mata: konjungtiva pucat (karena anemis), konjungtiva sianosis (karena
hipoksia)
b. Kulit: sianosis perifer, penurunan turgor
c. Mulut dan bibir: membrane mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
d. Dada
 Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas
pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafsan)
 Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan
 Traktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran/rongga pernafasan)
 Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
 Suara nafas tidak normal
 Bunyi perkusi ( resonansi
e. Pola pernafasan
 pernafasan normal
 pernafasan cepat
 pernafasan lambat

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan


pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
ditandai dengan spasme jalan nafas, sekresi tertahan, penumpukan sekret/
banyaknya mukus, adanya benda asing dijalan nafas.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi,


Kelelahan

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi,


perubahan membran kapiler alveolar (Nanda, 2014).

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
ditandai dengan spasme jalan nafas, sekresi tertahan, penumpukan sekret,
adanya benda asing dijalan nafas.

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah


bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi, dengan

 Kriteria hasil: mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara nafas


bersih, tidak ada sianosis dan dispnea, menunjukan jalan nafas yang
paten.

 Intervensi:

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi misal:


semifowler.

 Lakukan fisioterapi dada jika perlu

 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

 Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas


tambahan misal ronkhi

 Berikan bronkodilator bila perlu

 Kolaborasi dalam pemberian terapi 02.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi,


kelelahan.

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien


menunjukan keefektifan pola nafas , dengan

 Kriteria hasil: Suara nafas bersih, tidak ada siaonsis, dispnea,


menunjukan jalan nafas yang paten (tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal) dan TTV dalam rentang normal

 Intervensi:
 Monitor vital sign

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

 Lakukan fisioterapi dada jika perlu

 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

 Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas


tambahan

 Pertahankan jalan nafas yang paten

 Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi

 Berikan bronkodilator bila perlu

 Kolaborasi dalam pemberian terapi 02

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi,


perubahan membran kapiler alveolar.

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah


keperawatan gangguan pertukaran gas teratasi dengan

 Kriteria hasil: mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan


oksigenasi yang adekuat, suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan
dispneu, TTV dalam rentang normal

 Intervensi:

 Beri posisi ventilasi maksimal.

 Keluarkan sekret dengan batuk atau section

 Auskultasi suara nafas, dan catat adanya suara nafas


tambahan

 Monotor pola nafas bradipnea, takipnea,

 Monitor TTV, AGD


 Observasi sianosis

 Kolaborasi bronkodilator, nebulezer, dan terapi oksigenasi

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta :


Graha Ilmu.

Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. 2011. Jakarta :
EGC.

International, NANDA. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


2013. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi Ketujuh, Buku
Ketiga. Jakarta : EGC.

Sudoyo. 2010. Ilmu penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publising.

Syaiffudin. 2011. Anatomi fisiologis. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai