Lapkas 2-Distimik FIX

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

DATA EPIDEMIOLOGI

Nomor Registrasi : 0003265

Nama : An. MSD

Usia : 11 thn

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Raya Depapre Sentani

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa-Sulawesi

Pendidikan : SD

Status Pekerjaan : Pelajar

Status Pernikahan : Belum menikah

Tanggal Ke poli RSJ : 18-09-2018

Tanggal Pemeriksaan : 18-09-2018

Yang Mengantar : Ayah pasien

Pemberi Informasi : Ayah pasien dan pasien sendiri

BAB I

1
LAPORAN PSIKIATRI

1.1 Riwayat Psikiatri


Berdasarkan:
- Autoanamnesa
- Heteroanamnesa
a. Keluhan Utama
- Autoanamnesis: ‘tidak tahu kenapa dibawa ke RS’
- Heteroanamnesa: Jarang Bicara
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Heteroanamnesis
Pasien datang ke poliklinik RSJD Abepura diantar oleh orang
tuanya dengan keluhan pasien jarang berbicara. Menurut ayah pasien,
pasien sudah jarang berbicara sejak berada di Jayapura ± 1 bulan yang
lalu. Ayah pasien mengatakan sebelumnya pasien bersekolah di Jakarta
sejak kelas 1 SD hingga kelas 5 SD tidak ada keluhan, saat naik kelas ke
kelas 6 SD, pasien dipindahkan oleh ibunya dari Jakarta ke Jayapura.
Dikatakan bahwa ayah dan ibu pasien telah bercerai selama ± 6 tahun.
Ayah pasien mengaku bahwa saat berada di Jakarta, pasien juga sudah
jarang bicara dengan ibu maupun kakak-kakaknya. Selain itu, pasien juga
saat di Jakarta sering murung dan jarang berbicara, cepat marah bila
ditegur oleh guru maupun ibunya. Sebelumnya, saat bersekolah di Jakarta
pada saat kelas 5 SD, pasien pernah melempar gurunya dengan botol air
milik pasien saat ditegur oleh gurunya. Minggu lalu, pasien berkelahi
dengan teman sekelas pasien dikarenakan gunting milik pasien diambil
tanpa seizin pasien. Pasien dirumah lebih sering menggunakan handphone
untuk bermain game selama berjam-jam hingga larut malam dan membuat
pasien selalu terlambat bangun untuk pergi kesekolah. Sudah 5 hari
terakhir, pasien bolos sekolah karena terlambat bangun dan akhirnya tidak
mau pergi ke sekolah. Pasien juga jarang makan dirumah dan lebih banyak
diam dan jarang kontak dengan keluarga dirumah.

2
c. Riwayat Penyakit Medis Dan Psikiatri Dahulu
Anak : Sejak kecil tidak pernah sakit berat
Operasi : Pasien mengaku tidak pernah di operasi
Trauma : Pasien tidak memiliki riwayat trauma (-)

d. Riwayat Penggunaan Zat


Pasien tidak memiliki riwayat meminum alkohol, tidak mempunyai
riwayat merokok, tidak menggunakan zat adiktif lainnya.

e. Riwayat Keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki kondisi seperti pasien.
Genogram :

Laki-laki Perempuan Pasien

f. Riwayat Pribadi
1. Masa kanak-kanak awal ( 0 sampai usia 3 tahun)
Masa kanak-kanak pasien sesuai
2. Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3 – 11 tahun)
Masa kanak-kanak pasien tidak sesuai dengan teman sebayanya,
pasien mulai menunjukan perubahan perilaku sejak berusia 10 tahun

3
1.2 Status Generalis
a. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak tenang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign:
 Tekanan Darah : 90/60 mmHg
 Nadi : 98 x/mnt
 Suhu : 36,6 C
 Respirasi : 22 x/mnt
Kulit : Tidak Ada Kelainan
Kepala : Tidak Ada Kelainan
 Mata : Tidak Ada Kelainan
 Hidung : Tidak Ada Kelainan
 Mulut dan tenggorokan : Tidak Ada Kelainan
Leher
 JVP : Tidak Ada Kelainan
 Struma : Tidak Ada Pembesaran
 KGB : Tidak Ada Pembesaran
Thorakrs
 Paru - Paru : Tidak Ada Kelainan
 Jantung : Tidak Ada Kelainan
Abdomen : Tidak Ada Kelainan
Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Ekstremitas : Akral Hangat
Keadaan neurologis : Reflek Fisiologis (+), Reflek Patologis (-)

b. Pemeriksaan Laboratorium:
Tidak dilakukan evaluasi

4
1.3 Status Psikiatrikus
a. Kesadaran Compos Mentis Pasien sadar penuh dan dapat
menjawab setiap pertanyaan yang
diberikan.
Keadaan Umum Tenang
b. Orientasi Orang : Baik Pasien mampu mengenali orang
sekitarnya
Tempat :Baik Paien mengatakan ini adalah Rumah
Sakit Jiwa Abepura
Waktu : baik Pasien dapat menyebutkan hari, bulan
dan tahun dengan tepat.
c. Penampilan Cukup bersih, Pasien dengan postur agak tegap,
menggunakan pakaian sedikit genuk, menggunakan kaos
sesuai usia pasien berwarna hitam, celana pendek selutut
berwarna abu-abu dan memakai sandal
d. Roman muka Sesuai Ekspresi muka pasien terlihat sesuai
emosi pasien selama bercerita
e. Perilaku Kontak : ada Pasien mengadakan kontak dengan
terhadap melihat mata
pemeriksa Rapport : adekuat Pasien mampu menjawab pertanyaan
yang ditanyakan dan sesuai dengan
pertanyaan
Sikap terhadap Pasien menjawab pertanyaan yang
pemeriksa : kooperatif diajukan penanya.
f. Atensi Baik Pasien fokus kepada pertanyaan yang
diberikan dan menjawabnya dengan
baik
g. Bicara Artikulasi : Jelas Intonasi ucapan terdengar jelas
Kecepatan bicara : Pasien berbicara dengan pelan,
h. Emosi Mood : disforik Pasien menjawab pertanyaan dengan
suasana perasaan tidak menyenangkan,

5
diungklapkan dengan perasaan jenuh
atau bosan
Afek : Appropriate Ekspresi pasien sesuai dengan mood
pasien.
i. Persepsi Ilusi : tidak ada
Halusinasi : tidak ada Tidak ada

j. Pikiran Bentuk : realistik Pasien berpikir sesuai kenyataan yang


ada
Isi :
Waham (-) Tidak ada

k. Memori & Konsentrasi : baik Saat ditanya pasien mampu menjawab


fungsi pertanyaan dengan tepat
kognitif Memori : Baik Saat ditanya pasien dapat mengingat
kejadian saat ini maupun masa lalu
dengan baik
l. Tilikan Tilikan IV Menyadari dirinya sakit dan butuh
bantuan namun tidak mengerti
penyebabnya

1.4 Formulasi Diagnosis

AKSIS I

Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, maka kasus ini:


1.1 Termasuk gangguan jiwa karena adanya hendaya dan disfungsi disertai
gejala kejiwaan berupa:
 Afek terdepresi pada sebagian besar waktu untuk sekurangya satu
tahun untuk anak -anak dan remaja

6
1.2 Gangguan ini sebagai Gangguan Mental Non Organik (GMNO) karena
tidak adanya:
 Gangguan kesadaran
 Gangguan defisit kognitif
 Faktor organik spesifik
1.3 GMNO ini tidak termasuk psikosis melainkan mengalami suatu
Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]) karena adanya gejala
berupa:
 Adanya Mood : Irritable
 Adanya afek depresif pada sebagian besar waktu untuk sekurangya
dua tahun (atau satu tahun untuk anak -anak dan remaja)

Menurut PPDGJ III, GMNO gangguan suasana perasaan ini termasuk


Distimia F 34.1 karena memenuhi kriteria seperti:
1. Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang tidak
pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan
depresif berlangsung ringan atau sedang
2. Biasanya mulai pada usai dini dari masa dewasa dan berlangsung
sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu
tidak terbatas. Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini
seringkali merupakan kelanjutan suatu episode depresif tersendiri dan
berhubungan dengan masa berkabung atau stress lain yang tampak jelas.

AKSIS II

Tidak ada gangguan kepribadian karena tidak terdapat ciri patologik dari
kepribadian.
Tidak ada retardasi mental karena pasien mampu menempuh sekolah dari
kelas 1-5 SD

AKSIS III

Tidak ada kelainan fisik dan cacat bawaan yang ditemukan.

7
AKSIS IV

Masalah dalam keluarga karena perceraian antara ayah dan ibunya

AKSIS V

Global Assessment of Function (GAF) Scale


 70 – 61 : (Beberapa simptom ringan, misal : sedih dan insomnia ringan)
ATAU sedikit kesulitan dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau sekolah
(misal : kadang berbohong, mencuri di rumah) tetapi fungsi secara umum
cukup baik, mempunyai hubungan interpersonal yang cukup berarti.

1.4 Diagnosis Banding :


Diagnosis banding untuk gangguan distimik pada dasarnya adalah sama
dengan gangguan depresif berat. Banyak zat dan penyakit medis dapat
menyebabkan gejala depresif kronis. Dua gangguan khususnya penting untuk
dipertimbangkan dalam diagnosis banding dari distimia yaitu gangguan
depresif ringan dan gangguan depresif singkat rekuren.
 Gangguan depresif ringan  ditandai oleh episode gejala depresif yang
kurang parah dibandingkan dengan gangguan depresif berat. Perbedaanya
pada sifat episodik gejala pada gangguan depresif ringan, mood eutimik.
Sedangkan pada pasien distimia tidak memiliki mood eutimik.
 Gangguan depresif singkat rekuren  ditandai oleh periode
singkat(kurang dari dua minggu) selama mana terdapat episode depresif.
Pasien dengan gangguan depresif singkat rekuren berbeda dengan pasien
distimia dalam dua hal yaitu : memiliki gangguan episodik dan keparahan
gejalanya lebih besar.2

1.5 Diagnosis multiaxial


AKSIS I : F.34.1 (Distimia)
AKSIS II : Tidak ada diagnosis
AKSIS III : Tidak ada diagnosis
AKSIS IV : Masalah dengan “primary support group”(keluarga)
AKSIS V : Global Assessment of Function (GAF) Scale = 70-61

8
1.6 Prognosis
 Prognosis ad vitam : ad bonam
 Prognosis ad sanationam : dubia ad bonam
 Prognosis ad fungsionam : dubia ad malam

1.7 Rencana Terapi


a. Farmakologis
Pengobatan di berikan di Poli Rumah Sakit Jiwa Abepura meliputi:
Oral :
Antidepresan golongan SSRI yang seringkali diberikan adalah
Fluoxetin dengan dosis awal 20mg (dewasa), 1x1 tang diberikan pagi
hari. Dosis dapat ditingkatkan secra perlahan-lahan dengan dosis
maksimal 80mg. Dapat juga diberikan Sertalin dengan dosis awal 50mg
(dewasa) 1x1 pada pagi hari.

b. Intervensi Psikososial
Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif maupun perilaku mungkin
merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan.
 Terapi Kognitif
Terapi Kognitif adalah suatu teknik dimana pasien diajarkan
cara berpikir dan berkelakukan yang baru untuk manggantikan sikap
negatif yang salah terhadap dirinya sendiri, dunia dan masa depan.
Terapi ini merupakan program terapi jangka pendek yang diarahkan
pada masalah saat ini dan pemecahannya.
 Terapi perilaku
Terapi perilaku untuk gangguan depresif didasarkan pada teori
bahwa depresi disebabkan oleh hilangnya pendorong positif sebagai
akibat perpisahan, kematian, atau perubahan lingkungan yang tiba-
tiba. Berbagai metode pengobatan berpusat pada tujuan spesifik
untuk meningkatkan aktivitas, untuk mendapatkan pengalaman
menyenangkan dan untuk mengajarkan pasien bagaimana cara
bersantai. Mengganti perilaku pribadi pasien terdepresi dipercaya
merupakan cara paling efektif untuk mengubah pikiran dan perasaan

9
depresi yang menyertai. Terapi ini seringkali digunakan untuk
mengobati keputusasaan yang dipelajari pada beberapa pasien yang
tampaknya menghadapi setiap tantangan kehidupan dengan rasa
ketidakmampuan.
 Psikoterapi berorientasi tilikan (Psikoanalitik)
Pendekatan psikoterapeutik berusaha untuk menghubungkan
perkembangan dan pemeliharaan gejala depresif dan ciri kepribadian
maladaptif dengan konflik yang tidak terpecahkan pada masa anak-
anak awal. Tilikan ke dalam ekivalen depresi (seperti
penyalahgunaan zat) atau ke dalam kekecewaan masa anak-anak
sebagai pendahulu terhadap depresi dewasa dapat digali melalui
terapi. Hubungan sekarang yang ambivalen dengan orang tua, teman,
dan orang lain di dalam kehidupan pasien sekarng ini diperiksa.
Gangguan distimik melibatkan suatu keadaan depresi kronis
yang menjadi cara hidup orang tertentu. Mereka secara sadar
mengalami dirinya sendiri berada di dalam belas kasihan dari objek
internal yang menyengsarakan yang tidak henti-hentinya menyiksa
mereka.
 Terapi interpersonal
Di dalam terapi interpersonal untuk gangguan distimik,
pengalaman interpersonal pasien sekarang ini dan cara mereka
mengatasi stres dinilai untuk menurunkan gejala depresif dan
menigkatkan harga diri. Terapi interpersonal terdiri kira-kira 12-16
sesi mingguan dan dapat dikombinasi dengan medikasi antidepresan.
 Terapi Keluarga dan Kelompok
Terapi keluarga dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
menghadapi gejala gangguan, khususnya jika sindrom subafektif
yang didasarkan secara biologis tampaknya akan timbul. Terapi
kelompok dapat membantu pasien yang menarik diri untuk
mempelajari cara baru mengatasi masalah interpersonalnya di dalam
situasi sosial.

10
BAB II
PEMBAHASAN

Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ III yang merujuk ke DSM-IV


adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara
klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu atau
lebih fungsi yang penting dari manusia.
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan presepsi dan isi pikir yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability
(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien mengidap gangguan jiwa.
Berdasarkan autoanamnesis, dan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien,
tidak ditemukan adanya tanda-tanda gangguan mental organik (F0) karena tidak
ditemukan kejadian yang dapat menjadi pencetusnya atau pun gejala-gejala klinis
yang mengarah kepada gangguan tersebut. Seperti riwayat cedera kepala atau pun
penyakit lain yang berhubungan dengan gangguan jiwa. Pada autoanamnesis juga
tidak didapatkan riwayat penggunaan zat-zat psikoaktif (NAPZA) atau pun
alkohol. Temuan ini membuat diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif (F10-F19) dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan status mental, tidak didapatkan adanya halusinasi
dan waham yang menetap, tidak ditemukan adanya gejala utama dan gejala
tambahan skizofrenia yang khas baik waham yang mengambang, ataupun ide-
ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, ataupun gejala-gejala
“negative” seperti sikap sangat apatis, dan respons emosional yang menumpul
atau tidak wajar yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis penderita sebagai skizofrenia (F20). Pada pasien tidak didapatkan
gangguan dalam proses pikir dan penilaian realitas serta tilikan, sehingga pasien
ini ke dalam kriteria Gangguan Psikotik, Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan
Gangguan Waham Menetap juga dapat disingkirkan (F20-29).

11
Pada pemeriksaan status mental pada pasien didapatkan gangguan suasana
perasaan dimana pasien jarang berbicara lebih banyak diam, sering murung,
jarang kontak dengan orang dirumah maupun teman-teman sebayanya, pasien
juga didapatkan mood irritable dimana sering cepat marah bila ditegur oleh ibu
dan gurunya di sekolah, dan beberapa kali dilaporkan oleh gurunya bahwa pasien
berkelahi dengan teman kelasnya. Keluhan pasien disertai jarang makan, sering
tidur larut malam yang mengakibatkan keesokan harinya akan sering terlambat ke
sekolah bahkan sampai bolos. Keluhan pasien diatas sudah ditunjukan sejak
setahun yang lalu.
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Distimik Menurut DSM-IV-TR
A. Mood depresi hampir sepanjang hari selama berhari-hari, lebih banyak
depresi daripada tidak, sebagaimana ditunjukkan secara subjektif atau melalui
pengamatan orang lain, untuk setidaknya 2 tahun.
Catatan: pada anak dan remaja, mood dapat iritabel dan durasinya harus 1
tahun
B. Saat depresi terdapat 2 atau lebih gejala berikut:
1. Nafsu makan menurun atau berlebih
2. Insomnia atau hipersomnia
3. Kurang tenaga atau lelah
4. Harga diri menurun
5. Kurang konsentrasi dan sulit mengambil keputusan
6. Rasa putus asa
C. Selama periode 2 tahun gangguan (1 tahun untuk anak-anak dan remaja),
orang tersebut tidak pernah bebas gejala dalam kriteria A dan B > 2 bulan.
D. Tidak pernah da episode depresi berat selama 2 tahun pertama gangguan (1
tahun untuk anak-anak dan remaja), tidak dalam bentuk gangguan depresi berat
kronis ataupun gangguan depresi berat dalam remisi partial.
Catatan: mungkin terdapat episode depresi mayor sebelumnya asalkan
terdapat remisi lengkap (tidak ada tanda atau gejala bermakna selama 2 bulan)
sebelum perkembangan gangguan distimik. Selain hal tersebut, setelah 2 tahun
sejak awal terjadinya gangguan distimik (1 tahun untuk anak-anak dan remaja)
dapat saja timbul episode gangguan depresi berat yang tumpang tindih pada
distimik, maka kedua diagnosis dapat ditegakkan asalkan membuhi kriteria

12
untuk episode depresi mayor.
E. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode
hipomanik dan tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan siklotimik.
F. Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan psikotik kronis, seperti
Skizofrenia atau gangguan waham.
G. Gejala bukan merupakan efek fisiologi langsung dari zat.
H.Gejala menyebabkan penderitaan atau gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. Juga disebutkan
bila;
Awitan awal: sebelum usia 21 tahun

Awitan lambat: pada usia 21 tahun atau lebih


Untuk 2 tahun terakhir gangguan distimik disebut ciri atipikal.

Tabel 1: Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Distimik menurut DSM-IV

Penulis mendiagnosa penyakit pasien ini dengan Gangguan Suasana


Perasaan (Mood [Afektif]) Menetap, yaitu Distimia. Aksis I ditegakkan dengan
diagnosis Distimia (F34.1)
Aksis II tidak dapat diagnosis dikarenakan tidak didapatkan data yang
menunjang. pada pasien didapatkan tumbuh kembang saat masa kanak-kanak
baik, pasien mampu menyelesaikan pendidikan sampai tamat SD kelas 5. Hal
ini menyingkirkan diagnosis retardasi mental (F.70). Pada pasien ini tidak
ditemukan, ada penyakit yang menyertai pada aksis III.
Gejala muncul dipengaruhi faktor yang paling mungkin adalah karena
perceraian antara Ayah dan ibunya. Sehingga dapat disimpulkan diagnosis akis
IV adalah masalah dengan primary support group. Stresor psikososial diketahui
dengan baik memainkan peranan penting dalam hal etiologi, pemeliharaan,
dan penatalaksanaan sejumlah gangguan jiwa.
Diagnosis Aksis V penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi
dalam kehidupannya menggunakan skala GAF (Global Assesment of
Function). Pada saat ke polik RSJ, skor GAF 70 - 61 : (Beberapa simptom ringan,
misal : sedih dan insomnia ringan) ATAU sedikit kesulitan dalam kehidupan

13
sosial, pekerjaan atau sekolah (misal : kadang berbohong, mencuri di rumah)
tetapi fungsi secara umum cukup baik, mempunyai hubungan interpersonal yang
cukup berarti.
Dalam penanganan gangguan suasana perasaan yaitu pemberian
Farmakoterapi antidepresan dibutuhkan untuk mengatasi gangguan vegetative
yang sering dialami oleh penderita ditimia., seperti gangguan tidur, rasa lelah,
anhedonia, dan rasa nyeri. Dari beberapa pelaporan diperoleh bahwa SSRIs ,
tricyclic antidepressant dan monoamine oksidase inhibitor (MAOIs)sama efekti,
tetapi SSRIs yang dapat ditoleransi lebih baik. Penggunaan antidepresan harus
memperhatikan efek sampingyang ditimbulkan karena obat digunakan dalam
jangka panjang. Antidepresan golongan SSRIs yang sering diberikan adalah
fluoxetin dengan dosis awal 20 mg(untuk dewasa), sekali sehari pada pagi hari.
Dosis dapat ditingkatkan secara perlahan dalam beberapa minggu sebesar 20 mg
dengan dosis maksimal 80 mg perhari. Selain fluoxetin, dapat diberikan sertralin
dengan dosis awal 50 mg (untuk dewasa) sekali sehari pada pagi hari, dan dosis
dapat ditingkatkan dalam beberapa minggu sebesar 50 mg, dengan dosis
maksimal 200 mg perhari. Antidepresan diberikan dengan waktu yang tidak
ternatas, namun dosis diturunkan sesuai dengan evaluasi perbaikan gejala. Namun
obat tidak diturunkan terlebih dahulu sampai 6 bulan setelah gejala membaik.

Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif maupun perilaku mungkin


merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan.
 Terapi Kognitif
Terapi Kognitif adalah suatu teknik dimana pasien diajarkan cara
berpikir dan berkelakukan yang baru untuk manggantikan sikap negatif yang
salah terhadap dirinya sendiri, dunia dan masa depan. Terapi ini merupakan
program terapi jangka pendek yang diarahkan pada masalah saat ini dan
pemecahannya.
 Terapi perilaku
Terapi perilaku untuk gangguan depresif didasarkan pada teori
bahwa depresi disebabkan oleh hilangnya pendorong positif sebagai akibat
perpisahan, kematian, atau perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Berbagai
metode pengobatan berpusat pada tujuan spesifik untuk meningkatkan

14
aktivitas, untuk mendapatkan pengalaman menyenangkan dan untuk
mengajarkan pasien bagaimana cara bersantai. Mengganti perilaku pribadi
pasien terdepresi dipercaya merupakan cara paling efektif untuk mengubah
pikiran dan perasaan depresi yang menyertai. Terapi ini seringkali
digunakan untuk mengobati keputusasaan yang dipelajari pada beberapa
pasien yang tampaknya menghadapi setiap tantangan kehidupan dengan rasa
ketidakmampuan.
 Psikoterapi berorientasi tilikan (Psikoanalitik)
Pendekatan psikoterapeutik berusaha untuk menghubungkan
perkembangan dan pemeliharaan gejala depresif dan ciri kepribadian
maladaptif dengan konflik yang tidak terpecahkan pada masa anak-anak
awal. Tilikan ke dalam ekivalen depresi (seperti penyalahgunaan zat) atau ke
dalam kekecewaan masa anak-anak sebagai pendahulu terhadap depresi
dewasa dapat digali melalui terapi. Hubungan sekarang yang ambivalen
dengan orang tua, teman, dan orang lain di dalam kehidupan pasien sekarng
ini diperiksa.
Gangguan distimik melibatkan suatu keadaan depresi kronis yang
menjadi cara hidup orang tertentu. Mereka secara sadar mengalami dirinya
sendiri berada di dalam belas kasihan dari objek internal yang
menyengsarakan yang tidak henti-hentinya menyiksa mereka.
 Terapi interpersonal
Di dalam terapi interpersonal untuk gangguan distimik, pengalaman
interpersonal pasien sekarang ini dan cara mereka mengatasi stres dinilai
untuk menurunkan gejala depresif dan menigkatkan harga diri. Terapi
interpersonal terdiri kira-kira 12-16 sesi mingguan dan dapat dikombinasi
dengan medikasi antidepresan.
 Terapi Keluarga dan Kelompok
Terapi keluarga dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
menghadapi gejala gangguan, khususnya jika sindrom subafektif yang
didasarkan secara biologis tampaknya akan timbul. Terapi kelompok dapat
membantu pasien yang menarik diri untuk mempelajari cara baru mengatasi
masalah interpersonalnya di dalam situasi sosial.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan Harold I,M.D, Sadock Benjamin J,M.D, Grebb Jack A. M.D. Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 2010. Hal : 217-220
2. Ismail R.Irawati, Siste Kristina. Buku Ajar Psikiatri, Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,2010. Hal 223-229
3. Tomb David a,M.D. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6,Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2004. Hal : 52
4. Departemen Kesehatan direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan
pertama, Jakarta: Departemen Kesehatan. 1993. Hal :164-165
5. Puri Basant K, Laking Paul J, Treasaden Ian H. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2,
EGC, Jakarta, 2011. Hal: 180-181

16

Anda mungkin juga menyukai