Lapkas 2-Distimik FIX
Lapkas 2-Distimik FIX
Lapkas 2-Distimik FIX
Usia : 11 thn
Agama : Islam
Pendidikan : SD
BAB I
1
LAPORAN PSIKIATRI
2
c. Riwayat Penyakit Medis Dan Psikiatri Dahulu
Anak : Sejak kecil tidak pernah sakit berat
Operasi : Pasien mengaku tidak pernah di operasi
Trauma : Pasien tidak memiliki riwayat trauma (-)
e. Riwayat Keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki kondisi seperti pasien.
Genogram :
f. Riwayat Pribadi
1. Masa kanak-kanak awal ( 0 sampai usia 3 tahun)
Masa kanak-kanak pasien sesuai
2. Masa kanak-kanak pertengahan (usia 3 – 11 tahun)
Masa kanak-kanak pasien tidak sesuai dengan teman sebayanya,
pasien mulai menunjukan perubahan perilaku sejak berusia 10 tahun
3
1.2 Status Generalis
a. Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak tenang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign:
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 98 x/mnt
Suhu : 36,6 C
Respirasi : 22 x/mnt
Kulit : Tidak Ada Kelainan
Kepala : Tidak Ada Kelainan
Mata : Tidak Ada Kelainan
Hidung : Tidak Ada Kelainan
Mulut dan tenggorokan : Tidak Ada Kelainan
Leher
JVP : Tidak Ada Kelainan
Struma : Tidak Ada Pembesaran
KGB : Tidak Ada Pembesaran
Thorakrs
Paru - Paru : Tidak Ada Kelainan
Jantung : Tidak Ada Kelainan
Abdomen : Tidak Ada Kelainan
Genitalia : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Ekstremitas : Akral Hangat
Keadaan neurologis : Reflek Fisiologis (+), Reflek Patologis (-)
b. Pemeriksaan Laboratorium:
Tidak dilakukan evaluasi
4
1.3 Status Psikiatrikus
a. Kesadaran Compos Mentis Pasien sadar penuh dan dapat
menjawab setiap pertanyaan yang
diberikan.
Keadaan Umum Tenang
b. Orientasi Orang : Baik Pasien mampu mengenali orang
sekitarnya
Tempat :Baik Paien mengatakan ini adalah Rumah
Sakit Jiwa Abepura
Waktu : baik Pasien dapat menyebutkan hari, bulan
dan tahun dengan tepat.
c. Penampilan Cukup bersih, Pasien dengan postur agak tegap,
menggunakan pakaian sedikit genuk, menggunakan kaos
sesuai usia pasien berwarna hitam, celana pendek selutut
berwarna abu-abu dan memakai sandal
d. Roman muka Sesuai Ekspresi muka pasien terlihat sesuai
emosi pasien selama bercerita
e. Perilaku Kontak : ada Pasien mengadakan kontak dengan
terhadap melihat mata
pemeriksa Rapport : adekuat Pasien mampu menjawab pertanyaan
yang ditanyakan dan sesuai dengan
pertanyaan
Sikap terhadap Pasien menjawab pertanyaan yang
pemeriksa : kooperatif diajukan penanya.
f. Atensi Baik Pasien fokus kepada pertanyaan yang
diberikan dan menjawabnya dengan
baik
g. Bicara Artikulasi : Jelas Intonasi ucapan terdengar jelas
Kecepatan bicara : Pasien berbicara dengan pelan,
h. Emosi Mood : disforik Pasien menjawab pertanyaan dengan
suasana perasaan tidak menyenangkan,
5
diungklapkan dengan perasaan jenuh
atau bosan
Afek : Appropriate Ekspresi pasien sesuai dengan mood
pasien.
i. Persepsi Ilusi : tidak ada
Halusinasi : tidak ada Tidak ada
AKSIS I
6
1.2 Gangguan ini sebagai Gangguan Mental Non Organik (GMNO) karena
tidak adanya:
Gangguan kesadaran
Gangguan defisit kognitif
Faktor organik spesifik
1.3 GMNO ini tidak termasuk psikosis melainkan mengalami suatu
Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]) karena adanya gejala
berupa:
Adanya Mood : Irritable
Adanya afek depresif pada sebagian besar waktu untuk sekurangya
dua tahun (atau satu tahun untuk anak -anak dan remaja)
AKSIS II
Tidak ada gangguan kepribadian karena tidak terdapat ciri patologik dari
kepribadian.
Tidak ada retardasi mental karena pasien mampu menempuh sekolah dari
kelas 1-5 SD
AKSIS III
7
AKSIS IV
AKSIS V
8
1.6 Prognosis
Prognosis ad vitam : ad bonam
Prognosis ad sanationam : dubia ad bonam
Prognosis ad fungsionam : dubia ad malam
b. Intervensi Psikososial
Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif maupun perilaku mungkin
merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan.
Terapi Kognitif
Terapi Kognitif adalah suatu teknik dimana pasien diajarkan
cara berpikir dan berkelakukan yang baru untuk manggantikan sikap
negatif yang salah terhadap dirinya sendiri, dunia dan masa depan.
Terapi ini merupakan program terapi jangka pendek yang diarahkan
pada masalah saat ini dan pemecahannya.
Terapi perilaku
Terapi perilaku untuk gangguan depresif didasarkan pada teori
bahwa depresi disebabkan oleh hilangnya pendorong positif sebagai
akibat perpisahan, kematian, atau perubahan lingkungan yang tiba-
tiba. Berbagai metode pengobatan berpusat pada tujuan spesifik
untuk meningkatkan aktivitas, untuk mendapatkan pengalaman
menyenangkan dan untuk mengajarkan pasien bagaimana cara
bersantai. Mengganti perilaku pribadi pasien terdepresi dipercaya
merupakan cara paling efektif untuk mengubah pikiran dan perasaan
9
depresi yang menyertai. Terapi ini seringkali digunakan untuk
mengobati keputusasaan yang dipelajari pada beberapa pasien yang
tampaknya menghadapi setiap tantangan kehidupan dengan rasa
ketidakmampuan.
Psikoterapi berorientasi tilikan (Psikoanalitik)
Pendekatan psikoterapeutik berusaha untuk menghubungkan
perkembangan dan pemeliharaan gejala depresif dan ciri kepribadian
maladaptif dengan konflik yang tidak terpecahkan pada masa anak-
anak awal. Tilikan ke dalam ekivalen depresi (seperti
penyalahgunaan zat) atau ke dalam kekecewaan masa anak-anak
sebagai pendahulu terhadap depresi dewasa dapat digali melalui
terapi. Hubungan sekarang yang ambivalen dengan orang tua, teman,
dan orang lain di dalam kehidupan pasien sekarng ini diperiksa.
Gangguan distimik melibatkan suatu keadaan depresi kronis
yang menjadi cara hidup orang tertentu. Mereka secara sadar
mengalami dirinya sendiri berada di dalam belas kasihan dari objek
internal yang menyengsarakan yang tidak henti-hentinya menyiksa
mereka.
Terapi interpersonal
Di dalam terapi interpersonal untuk gangguan distimik,
pengalaman interpersonal pasien sekarang ini dan cara mereka
mengatasi stres dinilai untuk menurunkan gejala depresif dan
menigkatkan harga diri. Terapi interpersonal terdiri kira-kira 12-16
sesi mingguan dan dapat dikombinasi dengan medikasi antidepresan.
Terapi Keluarga dan Kelompok
Terapi keluarga dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
menghadapi gejala gangguan, khususnya jika sindrom subafektif
yang didasarkan secara biologis tampaknya akan timbul. Terapi
kelompok dapat membantu pasien yang menarik diri untuk
mempelajari cara baru mengatasi masalah interpersonalnya di dalam
situasi sosial.
10
BAB II
PEMBAHASAN
11
Pada pemeriksaan status mental pada pasien didapatkan gangguan suasana
perasaan dimana pasien jarang berbicara lebih banyak diam, sering murung,
jarang kontak dengan orang dirumah maupun teman-teman sebayanya, pasien
juga didapatkan mood irritable dimana sering cepat marah bila ditegur oleh ibu
dan gurunya di sekolah, dan beberapa kali dilaporkan oleh gurunya bahwa pasien
berkelahi dengan teman kelasnya. Keluhan pasien disertai jarang makan, sering
tidur larut malam yang mengakibatkan keesokan harinya akan sering terlambat ke
sekolah bahkan sampai bolos. Keluhan pasien diatas sudah ditunjukan sejak
setahun yang lalu.
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Distimik Menurut DSM-IV-TR
A. Mood depresi hampir sepanjang hari selama berhari-hari, lebih banyak
depresi daripada tidak, sebagaimana ditunjukkan secara subjektif atau melalui
pengamatan orang lain, untuk setidaknya 2 tahun.
Catatan: pada anak dan remaja, mood dapat iritabel dan durasinya harus 1
tahun
B. Saat depresi terdapat 2 atau lebih gejala berikut:
1. Nafsu makan menurun atau berlebih
2. Insomnia atau hipersomnia
3. Kurang tenaga atau lelah
4. Harga diri menurun
5. Kurang konsentrasi dan sulit mengambil keputusan
6. Rasa putus asa
C. Selama periode 2 tahun gangguan (1 tahun untuk anak-anak dan remaja),
orang tersebut tidak pernah bebas gejala dalam kriteria A dan B > 2 bulan.
D. Tidak pernah da episode depresi berat selama 2 tahun pertama gangguan (1
tahun untuk anak-anak dan remaja), tidak dalam bentuk gangguan depresi berat
kronis ataupun gangguan depresi berat dalam remisi partial.
Catatan: mungkin terdapat episode depresi mayor sebelumnya asalkan
terdapat remisi lengkap (tidak ada tanda atau gejala bermakna selama 2 bulan)
sebelum perkembangan gangguan distimik. Selain hal tersebut, setelah 2 tahun
sejak awal terjadinya gangguan distimik (1 tahun untuk anak-anak dan remaja)
dapat saja timbul episode gangguan depresi berat yang tumpang tindih pada
distimik, maka kedua diagnosis dapat ditegakkan asalkan membuhi kriteria
12
untuk episode depresi mayor.
E. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode
hipomanik dan tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan siklotimik.
F. Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan psikotik kronis, seperti
Skizofrenia atau gangguan waham.
G. Gejala bukan merupakan efek fisiologi langsung dari zat.
H.Gejala menyebabkan penderitaan atau gangguan yang bermakna secara klinis
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. Juga disebutkan
bila;
Awitan awal: sebelum usia 21 tahun
13
sosial, pekerjaan atau sekolah (misal : kadang berbohong, mencuri di rumah)
tetapi fungsi secara umum cukup baik, mempunyai hubungan interpersonal yang
cukup berarti.
Dalam penanganan gangguan suasana perasaan yaitu pemberian
Farmakoterapi antidepresan dibutuhkan untuk mengatasi gangguan vegetative
yang sering dialami oleh penderita ditimia., seperti gangguan tidur, rasa lelah,
anhedonia, dan rasa nyeri. Dari beberapa pelaporan diperoleh bahwa SSRIs ,
tricyclic antidepressant dan monoamine oksidase inhibitor (MAOIs)sama efekti,
tetapi SSRIs yang dapat ditoleransi lebih baik. Penggunaan antidepresan harus
memperhatikan efek sampingyang ditimbulkan karena obat digunakan dalam
jangka panjang. Antidepresan golongan SSRIs yang sering diberikan adalah
fluoxetin dengan dosis awal 20 mg(untuk dewasa), sekali sehari pada pagi hari.
Dosis dapat ditingkatkan secara perlahan dalam beberapa minggu sebesar 20 mg
dengan dosis maksimal 80 mg perhari. Selain fluoxetin, dapat diberikan sertralin
dengan dosis awal 50 mg (untuk dewasa) sekali sehari pada pagi hari, dan dosis
dapat ditingkatkan dalam beberapa minggu sebesar 50 mg, dengan dosis
maksimal 200 mg perhari. Antidepresan diberikan dengan waktu yang tidak
ternatas, namun dosis diturunkan sesuai dengan evaluasi perbaikan gejala. Namun
obat tidak diturunkan terlebih dahulu sampai 6 bulan setelah gejala membaik.
14
aktivitas, untuk mendapatkan pengalaman menyenangkan dan untuk
mengajarkan pasien bagaimana cara bersantai. Mengganti perilaku pribadi
pasien terdepresi dipercaya merupakan cara paling efektif untuk mengubah
pikiran dan perasaan depresi yang menyertai. Terapi ini seringkali
digunakan untuk mengobati keputusasaan yang dipelajari pada beberapa
pasien yang tampaknya menghadapi setiap tantangan kehidupan dengan rasa
ketidakmampuan.
Psikoterapi berorientasi tilikan (Psikoanalitik)
Pendekatan psikoterapeutik berusaha untuk menghubungkan
perkembangan dan pemeliharaan gejala depresif dan ciri kepribadian
maladaptif dengan konflik yang tidak terpecahkan pada masa anak-anak
awal. Tilikan ke dalam ekivalen depresi (seperti penyalahgunaan zat) atau ke
dalam kekecewaan masa anak-anak sebagai pendahulu terhadap depresi
dewasa dapat digali melalui terapi. Hubungan sekarang yang ambivalen
dengan orang tua, teman, dan orang lain di dalam kehidupan pasien sekarng
ini diperiksa.
Gangguan distimik melibatkan suatu keadaan depresi kronis yang
menjadi cara hidup orang tertentu. Mereka secara sadar mengalami dirinya
sendiri berada di dalam belas kasihan dari objek internal yang
menyengsarakan yang tidak henti-hentinya menyiksa mereka.
Terapi interpersonal
Di dalam terapi interpersonal untuk gangguan distimik, pengalaman
interpersonal pasien sekarang ini dan cara mereka mengatasi stres dinilai
untuk menurunkan gejala depresif dan menigkatkan harga diri. Terapi
interpersonal terdiri kira-kira 12-16 sesi mingguan dan dapat dikombinasi
dengan medikasi antidepresan.
Terapi Keluarga dan Kelompok
Terapi keluarga dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
menghadapi gejala gangguan, khususnya jika sindrom subafektif yang
didasarkan secara biologis tampaknya akan timbul. Terapi kelompok dapat
membantu pasien yang menarik diri untuk mempelajari cara baru mengatasi
masalah interpersonalnya di dalam situasi sosial.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Harold I,M.D, Sadock Benjamin J,M.D, Grebb Jack A. M.D. Sinopsis
Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid I, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 2010. Hal : 217-220
2. Ismail R.Irawati, Siste Kristina. Buku Ajar Psikiatri, Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,2010. Hal 223-229
3. Tomb David a,M.D. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6,Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2004. Hal : 52
4. Departemen Kesehatan direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan
pertama, Jakarta: Departemen Kesehatan. 1993. Hal :164-165
5. Puri Basant K, Laking Paul J, Treasaden Ian H. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2,
EGC, Jakarta, 2011. Hal: 180-181
16