Bab 1 Quee
Bab 1 Quee
SKRIPSI
LINDA SAFITRI
1614301043
PENDAHULUAN
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ROM
Exercise dini pada pasien post operasi fraktur ekstremitas terhadap lama hari
rawat diruang bedah RSUD ABDOEL MOELOEK
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi
bagi mahasiswa keperawatan atau perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien pasca operasi dengan general anestesi dengan
melakukan batuk efektif dan aromaterapi menthol.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Black J.M & Hawks J.H (2014). Faktur adalah gangguan dari
kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka
jaringan lunak disekitarnya juga sering terganggu. Radiografi dapat
menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu menunjukkan
otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah yang
pecah yang dapat menjadi komplikasi pemulihan klien.
Menurut Black J.M & Hawks J.H. (2014) fraktur terjadi karena kelebihan
beban mekanisme pada suatu tulang saat tekanan yang diberikan pada
terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya, selain itu
kerapuhan tulang dan penurunan kemampuan akan kekuatan tulang dalam
menahan juga dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Dua tipe tulang
merespon beban dengan cara berbeda. Tulang kortikal, lapisan luar yang
ringkas dan mampu menoleransi beban disepanjang sumbunya
(longitudinal) lebih kuat dibandingkan jika beban menembus tulang.
Tulang kanselus atau spons (cancellous spongy) merupakan materi tulang
bagian dalam yang lebih padat. Tulang ini mengandung bentuk-bentuk
serta rongga seperti sarang laba-laba yang terisi oleh sumsum merah yang
membuatnya mampu menyerap gaya lebih baik dibandingkan tulang
kortikal. Predisposisi fraktur antara lain berasal dari kondisi biologis
seperti osteoponia, neoplasma, kehilangan esterogen pascamonopause dan
malnutrisi protein. Resiko ini bisa terjadi jika pasiennya memiliki aktivitas
atau hobi dengan kegiatan seperti, bermain papan seluncur, panjat tebing
dan lain sebagainya.
Menurut Pierce A. Grace dan Neil R. Borley (2002) fraktur terjadi ketika
tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan yang sedang
pada tulang yang terkena penyakit, misalnya osteoporosis
2.3.3 Patofisiologi
Menurut Black J.M & Hawks J.H (2014) keparahan dari fraktur
bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Fraktur menjadi
semakin parah atau tidaknya bergantung pada gaya, jika ambang fraktur
suatu tulang hanya sedikit terlewati maka tulang mungkin hanya akan
retak saja dan bukan patah. Dan sebaliknya jika gaya nya ekstrim maka
tulang dapat berkeping-keping. Saat terjadi fraktur otot akan melekat pada
ujung tulang dapat terganggu, otot dapat mengalami spasme dan menarik
fragmen dan fraktur dapat keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat
menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang
besar. Selain itu, periosteum dan pembuluh darah dikorteks serta sumsum
dari tulang yang patah terganggu. Sering terjadi cedera jaringan lunak.
Pendarahan terjadi karena cidera jaringan lunak. Pada saluran sumsum,
hematoma terjadi diatara fragmen- fragmen tulang dan dibawah
periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan
menciptakan respons peradangan yang hebat. Akan terjadi vasodilatasi,
edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit, serta
infiltrasi sel darah putih. Respons patofisiologis ini juga merupakan tahap
awal dari penyembuhan tulang. Keparahan dari fraktur biasanya
bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur tersebut. Jika ambang
fraktur tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang hanya retak dan bukan
patah. Jika gayanya ekstrem , tulang akan hancur berkeping-keping. Jika
tulang patah sehingga ada fragmen fraktur yang menembus keluar kulit,
fraktur ini disebut fraktur terbuka, fraktur ini umumnya serius karena
dapat terjadi infeksi diluka dan tulang.
Menurut Black J.M. & Hawks J.H. (2014) metode klasifikasi paling
sederhana adalah berdasarkan pada apakah fraktur tertutup atau terbuka.
Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera,
sedangkan fraktur terbuka adalh robeknya kulit diatas cedera tulang.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka yang dibagi
berdasarkan keparahannya:
Menurut Wijaya & Putri dalam Fitria A.I (2017) Fraktur gangguan pada
tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam
tubuh, yaitu stress gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edema lokal maka penumpukan didalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu, dapat mengenai
tulang dan dapat terjadi neurovaskuler, neurovaskuler yang menimbulkan
nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik
yang terjadi itu terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap
pada tempatnya sampai sembuh.
Menurut Black J.M & Hawks J.H (2014) pemeriksaan penunjang fraktur,
yaitu:
a. Radigrafi pada dua bidang (cari lusensi dan dikontinuitass pada korteks
tulang)
b. Tomografi, CT scan, MRI (jarang)
c. Ultrasosnografi dan scan tulang dengan radiosotop (scan tulang terutama
berguna ketika radiografi atau CT Scan memberikan hasil negatif pada
kecurigaan fraktur secara klinis)
di salah satu dari tiga bdang yaitu: sagital, frontal, atau transversal.
Motion dibagi menjadi dua jenis yaitu ROM aktif dan ROM pasif.
2) ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien
berikut: