Anda di halaman 1dari 4

A.

Perlindungan Anak
Di Indonesia, Perlindungan Anak diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun
2002 yang telah di ubah menjadi undang undang nomor 35 tahun 2014 yaitu segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Sedangkan Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak
dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak
yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Azas dan Tujuan Perlindungan Anak


Penyelenggaraan perlindungan anak berazaskan Pancasila dan berlandaskan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar
Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: non diskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi
anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Sejalan dengan tujuan tersebut, maka
hakekat perlindungan anak Indonesia adalah perlindungan keberlanjutan, karena
merekalah yang akan mengambil alih peran dan perjuangan mewujudkan cita- cita dan
tujuan bangsa Indonesia. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Layanan Perlindungan Anak (Child Protective Services/ CPS)
Program layanan perlindungan anak ( CPS) merupakan program inti di semua
lembaga kesejahteraan anak yang mengupayakan keselamatan anak bekerjasama
dengan lembaga masyarakat. Lebih luas, CPS “mengacu pada perangkat hukum yang
sangat khusus, mekanisme pendanaan, respon lembaga bersama pemerintah untuk
melaporkan penyalahgunaan dan penelantaran anak” (Waldfogel, 1999). Dasar
program CPS berasal dari hukum yang dibentuk di setiap negara yang
mendefinisikan kekerasan dan penelantaran anak serta menentukan bagaimana
lembaga CPS harus menanggapi laporan penganiayaan anak. Pekerja sosial di
lembaga-lembaga CPS memiliki tanggung jawab untuk mengatasi efek dari
penganiayaan, menerapkan respon layanan yang akan menjaga anak-anak dan
remaja aman dari penyalahgunaan dan penelantaran, serta bekerjasama dengan
keluarga untuk mencegah kemungkinan terjadinya penganiayaan di masa yang akan
datang (Depanfilis & Salus 2003, Departemen Kesehatan dan Layanan Manusia US,
1988).
Dalam mendukung kesejahteraan anak dan remaja para penulis (Altman;
Cohen, Hornsby, and Priester; Kemp, Allen- Eckard, Ackroyd, Becker, and Burke; and
Chahine and Higgins) dalam tulisannya Systemic Issues in Child Welfare, fokus pada
beberapa faktor kunci dalam bekerja dengan keluarga yaitu melibatkan anak dan
remaja, keluarga dan masyarakat dalam proses asesmen melalui konfrensi tim. Filosofi
layanan perlindungan anak menurut De Panfilis dan Salus 2003, Lembaga Layanan
Perlindungan Anak bekerja berdasarkan keyakinan filosofis bahwa setiap anak
memiliki hak untuk pengasuhan dan pengawasan yang memadai dan bebas dari
penyalahgunaan, penelantaran, dan eksploitasi. Hukum melindungi anak-anak dan
remaja, menganggap bahwa itu adalah tanggung jawab orangtua untuk
memperhatikan kebutuhan fisik, mental, emosional, dan kesehatan anak-anak
mereka terpenuhi secara memadai.
Asumsi lainnya adalah bahwa Layanan Perlindungan Anak harus campur tangan
ketika orangtua meminta bantuan atau gagal, atau lalai dalam memenuhi kebutuhan
dasar anak-anak mereka dan menjaga mereka agar aman dari penyalahgunaan atau
penelantaran, seperti yang didefinisikan oleh undang-undang negara sipil (Gerald P.
Mallon and Peg Mc Cartt Hess, 2005).

Tahapan proses Layanan Perlindungan Anak


Untuk memenuhi tujuan perlindungan anak, CPS menerima laporan
penganiayaan anak yang dicurigai, menilai risiko dan keamanan anak-anak dan
remaja, dan menyediakan atau mengatur layanan untuk meningkatkan keamanan,
kestabilan dan kesejahteraan anak-anak dan remaja yang telah disalahgunakan atau
diabaikan atau yang beresiko disalahgunakan atau ditelantarkan. Setiap penanganan
masalah dilakukan melalui satu atau lebih rangkaian tahapan proses CPS yaitu: (1)
penerimaan, (2) asesmen awal/investigasi, (3) penilaian keluarga, (4) perencanaan
intervensi, (5) penyediaan layanan, (6) Evaluasi kemajuan kasus, dan (7) penutupan
kasus. Keputusan kunci bervariasi pada masing-masing tahapan proses (De Panfilis &
Salus, 2003).
PENDAPAT

Menurut saya perlindungan kepada anak sangatlah penting. Mengingat anak adalah penerus
bangsa yang dimasa depan akan membangun negri ini. Apabila dalam perjalan hidupnya
mendapatkan perlakuan seperti kekerasan baik itu kekerasan fisik maupun psikologis dapat
mengganggu pertumbuhan maupun perkembangan mental anak tersebut.

Lembaga perlindungan anak juga sangat bermanfaat untuk dapat mengayomi serta dapat
menjadikan benteng untuk melindungi anak anak di Indonesia dari segala bentuk kekerasan.

Selain itu dengan adanya undang undang perlindungan anak jga menjadi dasar hukum untuk
melindungi anak .

Anda mungkin juga menyukai