Anda di halaman 1dari 32

1

BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan yang saat ini menjadi perhatian di
seluruh dunia, keadaan ini dapat diderita oleh orang dewasa, remaja dan anak-anak baik itu
laki-laki maupun perempuan dan yang menarik adalah jumlah penderita obesitas lebih
banyak diderita oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Obesitas sangat
mempengaruhi kesehatan baik itu secara fisik maupun mental berupa meningkatnya risiko
untuk terjadinya hipertensi, penyakit arteri koronaria, sleep apneu, masalah sehubungan
dengan orthopedi dan diabetes, maupun kesehatan mental seperti kurang percaya diri,
diskriminasi dalam pergaulan sehari-hari termasuk secara estetika tidak indah untuk
dipandang. Peningkatan penderita obesitas ini termasuk wanita usia reproduktif yang mana
akan mengalami kehamilan dengan segala bentuk komplikasi yang akan timbul.
World Health Organization (WHO) melaporkan suatu keadaan darurat sehubungan
dengan fenomena tersebut diatas, dengan orang dewasa yang mengalami overweight
mencapai 1,6 miliar dan obesitas sekitar 400 juta di tahun 2005. WHO dan National Institutes
of Health (NIH) mendefinisikan overweight sebagai keadaan dimana Body Mass Index (BMI)
25-29,9 kg/m2 dan obesitas ≥ 30 kg/m2. Dan diperkirakan pada tahun 2015 orang dewasa
yang mengalami overweight akan mencapai angka 2,3 miliar sedangkan yang obesitas
sebesar 700 juta orang (Aviram dkk.,2010). Saat ini obesitas mendapat perhatian yang serius
karena jumlah penderitanya yang semakin meningkat termasuk didalamnya adalah wanita
pada usia reproduktif dan jumlah penderita obesitas pada wanita hamil juga meningkat sekitar
18,5% sampai dengan 38,3%. Ibu hamil dengan obesitas saat ini diketahui sangat berisiko
untuk menderita penyakit-penyakit dalam kehamilan. Selain itu obesitas juga mempengaruhi
kesuburan seorang wanita, wanita hamil dengan obesitas juga lebih berisiko mengalami
keguguran dibandingkan dengan wanita hamil normal (Kerrigan, 2010).
Wanita hamil dengan obesitas sangat berisiko untuk mengalami penyakit-penyakit
seperti hipertensi dalam kehamilan, gestasional diabetes, gangguan pernafasan dan
tromboemboli, berkaitan dengan proses persalinannya sendiri wanita tersebut akan
membutuhkan waktu persalinan yang lebih lama dengan risiko tindakan seksio sesaria lebih
tinggi, selain itu juga sehubungan dengan operasi akan mengalami kesulitan dalam tindakan
pembiusan dan penyembuhan luka (Yao dkk., 2014). Dan terhadap bayinya risiko untuk
terjadi komplikasi seperti kelainan kongenital, makrosomia, stillbirth, distosia bahu dan
2

kemungkinan menderita obesitas dan diabetes pada saat dewasa menjadi lebih besar
(Rowlands dkk., 2010).
Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya obesitas, diantaranya faktor
lingkungan, gaya hidup, genetik dan sosioekonomi. Obesitas merupakan suatu keadaan
gangguan keseimbangan antara asupan kalori dan penggunaannya (Gunatilake, 2011). Oleh
karena itu banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh keadaan obesitas baik itu bagi ibu
maupun terhadap janin atau bayi yang dikandungnya entah itu pada trimester awal maupun
usia kehamilan selanjutnya, pada saat antepartum, intrapartum atau postpartum, bahkan juga
berpengaruh terhadap kehidupan bayi tersebut pada usia dewasa nantinya dengan segala
konsekuensi penyakit metabolik yang akan dideritanya berdasarkan pada beberapa hipotesis
yang menyatakan bahwa keadaan tersebut sudah terprogram sejak proses konsepsi. Atas
dasar hal-hal tersebut maka pengelolaan obesitas sehubungan dengan kehamilan sangat
penting dilakukan baik itu prakonsepsi maupun saat hamil (Wuntakal, 2009).

1. Definisi
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Body Mass Index (BMI) ≥ 30
kg/m2 dimana angka tersebut diperoleh dari rumus (Davies, 2010):

Penentuan obesitas dengan BMI lebih lazim digunakan dibandingkan dengan metode lain
seperti pengukuran ketebalan lipatan lemak dan lingkar pinggang (waist circumferrencia),
penghitungan rasio waist-to-hip circumferrencia, termasuk juga dengan menggunakan alat-
alat seperti USG (Ultrasonografi), CT-scan (Computed Tomography Scanning) dan MRI
(Magnetic Resonance Imaging) (Davies, 2010).
Obesitas dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe android (central body obesity) yang merujuk
pada distribusi lemak ke pusat tubuh dan tipe gynoid (lower body obesity) dimana distribusi
lemak kearah bawah yaitu femoral dan gluteal. Diantara kedua tipe tersebut tipe android lebih
berisiko terjadi kelainan metabolik seperti insulin resisten, dislipidemia, hipertensi, diabetes
(metabolik sindrom). Hal tersebut disebabkan oleh karena lemak pada visceral (central body
obesity) lebih aktif terjadi lipolisis dan sensitivitas terhadap insulin menurun (Huda, 2010).
BMI oleh WHO dikelompokan menjadi underweight, normal, overweight, dan obese dimana
obesitas dibagi lagi menjadi kelas I,II,III seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
3

Tabel 1 Body Mass Index (BMI) (Gunatilake, 2011).

Selain kriteria BMI menurut WHO tersebut diatas oleh karena perbedaan ras maka untuk
daerah asia pasifik terdapat kriteria lain dalam penentuan BMI seperti yang diperlihatkan
pada tabel dibawah ini :

Tabel 2 Klasifikasi BMI menurut kriteria Asia Pasifik (Flier, 2008)

Kemampuan manusia untuk menyimpan cadangan energi sangat penting apabila


diperlukan mendadak untuk mempertahankan hidup. Lemak disimpan sebagai cadangan
energi di jaringan adipose dalam bentuk trigliserida dan jika dibutuhkan akan dilepas dalam
4

bentuk asam lemak bebas untuk digunakan di seluruh tubuh yang memerlukan sehingga
manusia dapat bertahan pada keadaan kelaparan dalam waktu tertentu. Disisi lain adanya
cadangan lemak yang berlebihan ini akan memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan.
Data menunjukan bahwa obesitas lebih sering pada wanita dibandingkan pria (Flier, 2008).

2. Prevalensi dan Risiko Obesitas dalam Kehamilan


Wanita hamil dengan obesitas mencapai 28% dari keseluruhan kehamilan dengan 8%
dikategorikan sebagai “Extremely obese” (BMI ≥ 40 kg/m2) dan jumlah penderitanya
mengalami peningkatan setiap tahun. Keadaan ini menunjukan suatu kondisi yang sangat
serius mengingat komplikasi yang ditimbulkannya baik terhadap ibu, fetus, neonatus serta
potensial komplikasi yang dapat ditimbulkannya pada kehidupan selanjutnya serta secara
ekonomi akan membutuhkan biaya yang lebih banyak (Gunatilake, 2011).
Di Indonesia data tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi obesitas pada penduduk
usia > 18 tahun sebesar 15,4 persen. Data obesitas tiap provinsi digambarkan pada grafik
dibawah ini (Balitbangkes, 2013):

Gambar 1 Prevalensi status gizi kurus, BB lebih, obesitas penduduk dewasa (>18 tahun) menurut
provinsi (Balitbangkes, 2013).
Sedangkan obesitas pada perempuan usia > 18 tahun di Indonesia pada tahun 2013
sebesar 32,9 persen, meningkat 18,1 persen dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 persen dari
tahun 2010 (15,5%) dimana prevalensi terendah di Nusa Tenggara Timur (5,6%), dan
prevalensi tertinggi di Sulawesi Utara (19,5%) (Balitbangkes, 2013).
5

Gambar 2 Kecenderungan prevalensi obesitas pada perempuan usia>18 tahun berdasarkan data
Riskesdas 2007, 2010, dan 2013 (Balitbangkes, 2013).

Sudah jelas bahwa wanita hamil dengan obesitas akan memerlukan perawatan yang
lebih jika dibandingkan wanita hamil dengan berat badan normal, obesitas berisiko tinggi
menimbulkan abortus, gestasional diabetes mellitus, hipertensi dalam kehamilan, gangguan
pernafasan pada ibu, bayi makrosomia, trauma persalinan baik pada ibu maupun bayi,
kelainan kongenital, fase persalinan yang lambat, tindakan operasi pervaginam, distosia bahu,
persalinan dengan seksio sesaria, perdarahan post partum, trombosis dan infeksi (Jensena,
2009). Wanita obesitas yang menjalani seksio sesaria memiliki risiko morbiditas bahkan
mortalitas lebih tinggi dibandingkan wanita dengan berat badan normal sehubungan dengan
kehilangan darah yang lebih banyak, komplikasi dari tindakan anestesi, kesulitan dari teknik
operasi dan komplikasi berkaitan dengan penyembuhan luka (Gunatilake, 2011).

3. Patofisiologi
Distribusi jaringan lemak pada berbagai organ yang berbeda juga akan memberikan
implikasi morbiditas yang berbeda pula. Secara spesifik, lemak yang berlebihan di daerah
abdomen dan intraabdomen berimplikasi terhadap morbiditas lebih signifikan dibandingkan
lemak berlebih di daerah bokong atau ekstremitas bawah. Banyak komplikasi yang
ditimbulkan oleh obesitas pada wanita seperti diabetes mellitus, hipertensi, resistensi insulin
dan hiperlipidemia berhubungan erat dengan distribusi lemak yang berlebih di daerah
intraabdomen/tubuh bagian atas dibandingkan dengan dibagian lain, mekanisme bagaimana
6

hal tersebut dapat terjadi sampai saat ini belum diketahui dengan jelas tetapi fakta
menunjukan bahwa lemak di daerah abdomen bersifat lebih lipolytically active dibandingkan
dengan lemak di daerah yang lainnya. Lepasnya asam lemak bebas dalam sirkulasi dapat
menyebabkan efek yang buruk terhadap metabolisme terutama di hati, adipokines dan
cytokines yang disekresikan oleh adiposit viseral yang berperan terhadap terjadinya
komplikasi dari obesitas sampai saat ini masih dalam penelitian (Flier, 2008).
Bukti menunjukan bahwa berat badan dipengaruhi oleh regulasi endokrin dan
komponen saraf dalam pembentukan energi dan penggunaannya. Regulasi dari sistem yang
komplek tersebut sangat penting karena jika sedikit saja terjadi ketidakseimbangan antara
pembentukan dan penggunaan energi maka akan berpengaruh besar terhadap berat badan.
Obesitas terjadi jika ada ketidakseimbangan antara asupan makanan dengan aktivitas fisik.
Regulasi utama terjadinya respon adaptasi tersebut adalah leptin yang merupakan derivate
hormone adiposit, yang mana mempengaruhi otak terutama daerah hipotalamus terhadap
nafsu makan, penggunaan energi, dan fungsi neuroendokrin (Flier, 2008).
Nafsu makan dipengaruhi oleh banyak faktor di otak terutama di hipotalamus, sinyal
sinyal tersebut akan saling bertautan di pusat hipotalamus termasuk neural aferen, hormon
(leptin, insulin, kortisol dan peptide), dan metabolit. Nervus vagus membawa informasi yang
penting dari organ viseral termasuk saluran pencernaan. Hormon seperti ghrelin yang mana
terbentuk diabdomen yang distimulasi oleh makanan, peptide yy (PYY) dan cholecystokinin
yang dibentuk di usus halus sinyalnya akan dihantarkan secara langsung ke otak atau melalui
nervus vagus. Sedangkan untuk metabolit seperti glukosa mempengaruhi nafsu makan
melalui efek seperti keadaan hipoglikemi tetapi efek tersebut bukan merupakan regulasi
utama yang mempengaruhi nafsu makan. Sinyal-sinyal yang dihantarkan baik oleh hormon,
neural aferen dan metabolit akan mempengaruhi hipotalamus untuk melepaskan peptidanya
(Neuropeptide Y (NPY), Agouti-related peptide (AgRP), α melanocyte stimulating hormone
(α MSH) dan Melanin concentrating hormone (MCH) yang mana akan terintegrasi dengan
serotonergic, catecholaminergic, endocannabinoid, dan jalur sinyal opioid. Selain itu faktor
fisiologik dan kebudayaan juga sangat berpengaruh terhadap nafsu makan (Flier, 2008).
Jaringan adipose terdiri dari sel adipose termasuk preadiposit dan makrofag juga
stromal dan pembuluh darah. Massa adipose meningkat seiring dengan membesar dan
bertambahnya sel adiposit. Yang menjadi karakteristik jaringan adipose pada obesitas adalah
meningkatnya jumlah makrofag (Flier, 2008). Selain diketahui sebagai tempat penyimpanan
lemak, adiposit juga merupakan sel endokrin yang mengeluarkan sejumlah hormon yang
berfungsi dalam metabolisme seperti leptin, TNF α, IL-6, faktor komplemen (faktor D),
7

protrombotik (Plasminogen activator inhibitor I), dan komponen yang meregulasi tekanan
darah (angiotensinogen). Adiponektin yang merupakan derivat adipose banyak mengandung
protein dimana kadarnya menurun pada obesitas dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan
oksidasi lemak, serta bersifat protektif terhadap pembuluh darah. Berbeda dengan resitin dan
RBP4 yang meningkat kadarnya pada obesitas bersifat menghambat insulin. Faktor-faktor
tersebut diatas serta faktor lainnya yang sampai saat ini belum teridentifikasi memainkan
peranan penting terhadap patofisiologi dari homeostasis lemak, sensitivitas insulin, kontrol
tekanan darah, koagulasi dan pembuluh darah serta terjadinya obesitas (Lynch dkk, 2012).
Obesitas merefleksikan suatu keadaan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, obesitas pada
suatu titik tampak sebagai suatu keadaan yang penyebabnya dapat diketahui dengan mudah
yaitu banyaknya asupan nutrisi yang tidak diimbangi dengan pemakaian
energi.Bagaimanapun, kompleksitas sistem neuroendokrin dan metabolit yang meregulasi
pembentukan, penyimpanan dan pemakaian energi sehingga sulit untuk menentukan secara
kuantitatif parameter yang relevan untuk digunakan dalam menentukan penyebab obesitas
(Flier, 2008).

4. Komplikasi Obesitas dalam Kehamilan


4.1 Abortus spontan
Risiko abortus spontan pada wanita obesitas meningkat, Lashen dkk mengidentifikasi
pada suatu penelitian case control didapatkan OR abortus spontan sebesar 1,2. Didapatkan
juga peningkatan abortus berulang (>3 kali) pada populasi obesitas dengan OR 3,5. Obesitas
berkaitan erat dengan abortus baik itu pada wanita dengan PCOS (Polycystic Ovarian
Syndrome) ataupun pada wanita dengan morfologi ovarium normal, disebutkan bahwa 50%
wanita obesitas mengalami PCOS bandingkan dengan wanita berat badan normal sekitar
30%. Pada suatu metaanalisa terhadap 13 penelitian tentang gonadotropin induksi ovulasi
pada wanita dengan gonadotropin normal yang anovulatori infertil didapatkan bahwa
obesitas dan insulin resistensi berpengaruh terhadap hasil luaran yang buruk terhadap terapi.
Abortus spontan pada obesitas meningkat seiring dengan menurunnya sensitivitas insulin
(Davies, 2010). Mekanisme lain yang mencoba menjelaskan patofisiologi abortus pada
obesitas adalah meningkatnya agen-agen protrombotik dan inflamasi oleh jaringan adipose.
Plasminogen Activator Inhibitor type 1 (PAI-1) berhubungan dengan meningkatnya abortus
spontan pada obesitas, penatalaksanaan dengan metformin tampaknya mengurangi PAI-1
dan kejadian abortus (Jarvie, 2010).
8

4.2 Komplikasi medis


Obesitas meningkatkan risiko terjadinya kelainan medis dalam kehamilan seperti
diabetes gestasional, preeklampsia, penyakit tromboemboli, obstruksi saluran nafas (sleep
apneu), asma, dan low back pain. Pada kehamilan terjadi suatu keadaan inflamasi dan
insulin resisten, hal tersebut fisiologis sebagai kompensasi terhadap perkembangan hasil
konsepsi namun akan memberikan dampak yang buruk apabila kehamilan dialami oleh
wanita dengan overweight dan obesitas (Roberts dkk., 2011).
Pada wanita obesitas berisiko 3 kali untuk menderita diabetes dalam kehamilan, oleh
karena keadaan obesitas menyebabkan diregulasi keadaan inflamasi dan metabolisme
tubuh sehingga sangat berpotensi untuk timbulnya hipertensi dan diabetes. Mediator
inflamasi berasal dari adiposit yaitu adipokines, faktor inflamasi tersebut berhubungan
dengan sistem komplemen yang juga berasal dari jaringan lemak (Dennedy, 2012). Dari
literatur juga disebutkan bahwa pada keadaan obesitas kadar vitamin D lebih rendah
dibandingkan dengan wanita hamil dengan berat badan normal dimana keadaan ini dapat
berhubungan dengan terjadinya gestasional diabetes dan preeklampsia serta terhadap
perkembangan otak dan tulang bayi (Karlsson, 2014).
Sistem komplemen merupakan suatu komplek yang terdiri dari > 30 jenis protein
yang sangat penting peranannya dalam imunitas bawaan, secara spesifik ada 3 fungsi dari
sistem komplemen yaitu, sebagai pertahanan melawan infeksi piogenik, sebagai jembatan
antara imunitas bawaan dengan imunitas adaptasi dan untuk membuang komplek imun,
badan apoptosis serta produk yang berasal dari inflamasi, trauma dan infeksi. Dari
penelitian didapatkan beberapa komplemen yang meningkat pada awal kehamilan
berhubungan dengan terjadinya preeklampsia antara lain C3a dan Bb, peningkatan
komplemen ini ditemukan pada ibu hamil dengan obesitas sehingga dikemukakan suatu
hipotesis bahwa pada wanita dengan obesitas yang belum hamil dan ditemukan
peningkatan komplemen yang tersebut diatas maka akan berisiko tinggi untuk menderita
preeklampsia pada kehamilannya. Meningkatnya komplemen C3a akan berisiko 8,8 kali
untuk terjadinya preeklampsia sedangkan komplemen Bb berisiko 10 kali (Lynch dkk.,
2012).
4.3 Komplikasi perinatal dan postpartum
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya perdarahan dan infeksi postpartum, termasuk
kegagalan dalam proses laktasi, hal tersebut mungkin disebabkan oleh respon prolaktin
pada wanita dengan obesitas sehingga akan meningkatkan penggunaan susu formula yang
mana cenderung menimbulkan obesitas pada bayi tersebut (Depaivadkk., 2012). Dari
9

beberapa literatur menunjukkan bukti bahwa kontraksi uterus pada wanita obesitas
terganggu (Huda, 2010). Pada obesitas terjadi gangguan proliferasi limfosit dan penurunan
produksi CD8+ dan NKT sel sehingga meningkatkan risiko terjadinya infeksi luka jahit
paska persalinan, infeksi saluran kemih, serta penggunaan antibiotik yang lebih lama
dibandingkan dengan wanita berat badan normal (Sarbattama dkk., 2013).
4.4 Komplikasi pada bayi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh obesitas terhadap hasil konsepsi dimulai sejak
awal konsepi, antenatal, intrapartum dan postpartum bahkan sampai pada saat dewasa.
Komplikasi yang bisa terjadi antara lain :
1. Kelainan kongenital
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko kelainan kongenital
sehubungan dengan obesitas pada ibu. Kelainan tersebut antara lain defek tabung saraf
(DTS), defek jantung, abnormalitas saluran cerna, omfalokel, orofacial cleft dan kelainan
kongenital lainnya pada sistem saraf pusat (Kither, 2012). Dari beberapa penelitian
menunjukkan risiko terjadinya defek tabung saraf meningkat seiring dengan peningkatan
BMI dibandingkan dengan BMI normal. Terjadinya kelainan kongenital tersebut belum
sepenuhnya dipahami patofisiologinya, diperkirakan sehubungan dengan kadar
hiperglikemia yang memicu radikal bebas sehingga agen vasokonstriktor seperti
tromboksan meningkat berbanding terbalik dengan agen vasodilator seperti prostasiklin
yang menurun akibatnya aliran darah terganggu termasuk disini adalah berkurangnya
asupan nutrisi terlebih saat organogenesis.
Dilain pihak dalam percobaan pada binatang menunjukkan bahwa suplai bermacam
nutrisi yang berlebih seperti glukosa dan asam amino dapat bersifat embriotoksis dimana
keadaan tersebut memicu oksigen reaktif terhadap protein, lemak dan DNA
dimitochondria sehingga terjadi oksidasi dan kerusakan sel (Stotland, 2009).
2. Makrosomia
Pada suatu penelitian kohort prospektif menunjukan bahwa peningkatan BMI
berkorelasi dengan peningkatan kejadian aspirasi mekonium, gawat janin dan rendahnya
apgar skor. Wanita dengan obesitas, pregestasional diabetes, gestasional diabetes berisiko
untuk melahirkan bayi makrosomia, yaitu bayi dengan berat badan >90 persentil (LGA,
Large for Gestasional Age) atau >4,5kg atau > 2 SD. Dalam penelitian menunjukkan dari
100 bayi yang lahir dengan LGA, 11 diantaranya berasal dari ibu dengan obesitas,
sedangkan 4 lahir dari ibu dengan pregestasional diabetes, hal tersebut menunjukkan
bahwa prevalensi bayi LGA lebih sering pada wanita dengan obesitas dibandingkan
10

wanita dengan pregestasional diabetes (Buschur, 2012). Dari literatur disebutkan bahwa
kadar trigliserida wanita obesitas merupakan prediktor yang baik untuk memperkirakan
bayi makrosomia pada wanita tersebut baik dengan atau tanpa disertai diabetes dalam
kehamilan (Shaikh, 2010).
3. Prematuritas
Dari beberapa literatur menunjukkan perbedaan pendapat bahwa obesitas
menyebabkan prematuritas, tetapi lebih cenderung prematuritas disebabkan oleh penyakit
yang diderita oleh ibu yang mana risiko kejadiannya meningkat apabila ibu mengalami
obesitas (Vaswani, 2013).
4. Antepartum stillbirth
Dari penelitian didapatkan bahwa peningkatan BMI sebelum hamil berhubungan
dengan kejadian stillbirth, patofisiologi yang menerangkan peningkatan risiko terjadinya
hal tersebut hingga saat ini belum jelas. Kemungkinannya adalah berhubungan dengan
penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
Penjelasan lain penyebabnya adalah oleh karena sleep apnoe yang diikuti dengan fetal
hipoksia, kelainan metabolisme ibu seperti hiperlipidemia sehingga terjadi plasenta
arterosklerosis berakibat menurunnya aliran darah ke plasenta atau kesulitan ibu dalam
menilai perburukan gerakan bayi (Huda, 2010). Risiko terjadinya stillbirth pada wanita
hamil dengan obesitas 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan wanita dengan BMI normal.
Risiko stillbirth pada obesitas meningkat seiring pertambahan usia kehamilan. Studi
epidemiologi menunjukkan pada obesitas kelas III risiko terjadinya stillbirth 1,5 kali lebih
tinggi dibandingkan obesitas kelas I. Studi tersebut juga menyatakan bahwa wanita hamil
dengan BMI overweight, obesitas kelas I, dan obesitas kelas II risiko stillbirth pada usia
kehamilan 30-42 minggu dalam grafik ditunjukkan linier, berbeda pada obesitas kelas III
dan BMI >50 kg/m2 dimana risikonya meningkat cepat seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan (Yao dkk., 2014).
5. Morbiditas perinatal
Bayi yang lahir dari ibu dengan obesitas berisiko tinggi untuk dirawat di Neonatal
Intensive Care Unit (NICU) oleh karena aspirasi mekonium dan distosia bahu, selain itu
juga obesitas berhubungan dengan hipoglikemia, jaundice dan gangguan pernafasan bayi.
Sedangkan hubungan antara obesitas dengan early neonatal death belum dapat dipahami
secara jelas, tetapi dari 3 penelitian menunjukkan kedua hal tersebut berhubungan,
sedangkan pada penelitian lain memperlihatkan hubungan antara early neonatal death
dengan wanita obesitas primipara (Rowlands dkk., 2010).
11

6. Kejadian obesitas pada anak yang lahir dari ibu obesitas


Dari beberapa literatur menjelaskan bahwa keadaan pada anak dikemudian hari telah
terprogram sejak awal konsepsi dalam kandungan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti nutrisi dan hormon yang berperan terhadap fungsi organ tubuh dan sistem
yang meregulasinya sehingga jika terjadi gangguan pada saat awal pengaturan tersebut
maka berimplikasi pada keadaan seperti obesitas dan diabetes atau berbagai macam
penyakit lainnya. Konsep tentang perinatal programming tersebut pertama kali
diungkapkan oleh Dorner (1975) melalui hipotesanya “functional teratology”, ide utama
pada konsep tersebut adalah bahwa hormon dan hormone like factorseperti sitokin dan
neurotransmiter sangat berpengaruh terhadap lingkungan perkembangan hasil konsepsi.
Selama fase awal konsepsi hormon berperan terhadap neuroendocrine-immune system
(NEIS) yang meregulasi fungsi yang sangat fundamental dari kehidupan seperti fungsi
reproduksi, imunitas termasuk pertumbuhan berat badan, dan otak (Hipotalamus)
merupakan pusat dari regulasi NEIS tersebut (Harder, 2012).
Pada penelitian epidemiologi didapatkan bahwa wanita hamil obesitas dengan janin
overnutrisi berpotensi untuk tumbuh menjadi obesitas. Penelitian tersebut menunjukkan
bayi yang lahir dari ibu obesitas memiliki massa lemak yang lebih banyak dibandingkan
dengan bayi yang lahir dari ibu dengan BMI normal (Adamo dkk., 2013). Penting untuk
diperhatikan bahwa bayi yang terlahir dari ibu overweight atau obesitas 2 kali berisiko
untuk menjadi obesitas pada usia 24 bulan dan anak-anak dengan BMI yang lebih dari
normal cenderung untuk mengalami berat badan lebih pada usia 12 tahun (Desai dkk.,
2014).
Pada penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa tiap peningkatan 1 kg
berat badan bayi baru lahir meningkatkan kecenderungan sebesar 5% untuk terjadinya
overweight saat remaja. Selain itu juga dari penelitian tersebut menyatakan bahwa bayi
yang lahir dengan berat badan lebih tersebut sangat dipengaruhi oleh status berat badan
ibu saat sebelum hamil maupun selama kehamilan (Paliy, 2014).

5. Prakonsepsi dan manajemen selama kehamilan


Idealnya intervensi yang dilakukan sehubungan dengan obesitas dan kehamilan
dilakukan pada masa prakonsepsi yang kemudian dilanjutkan saat kehamilan dan persalinan,
namun yang sering terjadi adalah kehamilan sudah terdiagnosa sebelum dilakukan intervensi
prakonsepsi sehingga janin sudah terlebih dahulu terpapar lingkungan yang buruk untuk
berkembang dengan konsekuensinya terjadi gangguan organogenesis. Wanita yang
12

mengalami obesitas seharusnya didorong lebih keras untuk mencapai BMI yang ideal
sebelum merencanakan kehamilan (BMI : 18,5-24,9 kg/m2) dapat dilakukan dengan
modifikasi gaya hidup, perubahan diet, olah raga dan farmakoterapi. Pengurangan berat
badan merupakan tujuan utama dari intervensi pada wanita yang obesitas sebelum
merencanakan kehamilan. Data dari beberapa penelitian kohort prospektive menunjukan
penambahan berat badan sebelum kehamilan meningkatkan risiko untuk terjadinya
preeklampsia (odds rasio, 3,2; 95% interval kepercayaan, 2,5-4,2), sedangkan penurunan
berat badan sebelum kehamilan sehingga mencapai BMI normal pada wanita obesitas
menurunkan risiko persalinan dengan seksio sesaria dan bayi makrosomia (Gunatilake,
2011).
Obesitas sangat berkaitan erat dengan tejadinya penyakit kardiovaskular dan kelainan
metabolik termasuk didalamnya adalah diabetes mellitus, hipertensi dan hiperlipidemia.
Persiapan prakonsepsiakan mendukung keadaan ibu-janin dan neonatus kearah yang baik.
Dari sebuah penelitian prospektif random yang dilakukan selama 2 tahun dengan intervensi
meliputi diet sehat dan modifikasi gaya hidup menunjukan rata-rata penurunan berat badan
sebanyak 4 kg diantara wanita obesitas berpengaruh terhadap pengurangan yang signifikan
dari lingkar abdomen (5%) dan kadar trigliserida (16%). Diet sehat dengan pengurangan
asupan kalori yang dikombinasi dengan aerobik setiap hari direkomendasikan oleh American
College of Obstetricians and Gynecologist(ACOG) (Gunatilake, 2011).
Aktivitas fisik seperti olah raga dapat direkomendasikan pada wanita hamil dengan
obesitas tanpa komplikasi (kontraindikasi absolut) seperti pecah ketuban, partus prematurus
iminen, hipertensi dalam kehamilan, inkompetensi serviks, kehamilan dengan pertumbuhan
janin terhambat, kehamilan multiple (≥ 3), plasenta previa setelah trimester II, diabetes
mellitus tipe I yang tidak terkontrol, penyakit tiroid, penyakit jantung dan saluran pernafasan
serta penyakit gangguan sistemik. Olahraga yang dianjurkan adalah yang tidak
mengutamakan penggunaan berat badan dan yang jauh dari kemungkinan trauma abdomen.
Disebutkan dari literatur bahwa dengan olah raga yang adekuat dapat meningkatkan
sensitivitas insulin sehingga mencegah terjadinya bayi besar, seperti pada penelitian di
Denmark terhadap 80.000 bayi yang lahir menunjukkan bahwa olah raga yang tepat selama
kehamilan dapat menurunkan risiko berat badan bayi lahir lebih maupun rendah. Walaupun
begitu belum ada satupun teknik yang tepat untuk semua wanita obesitas karena hal tersebut
tergantung dari masing-masing individu dan ahli yang menanganinya (Seneviratne, 2014).
13

5.1 Bedah Bariatrik dan kehamilan


Tindakan bedah bariatriksesuai untuk wanita dengan BMI ≥40 kg/m2 atau untuk
wanita dengan BMI > 35 kg/m2 yang menunjukan suatu gejala ke arah diabetes mellitus,
penyakit jantung koroner, gangguan sendi atau sleep apnea berat. Pasien yang menjalani
bedah bariatrik untuk mengurangi berat badan secara umum menunjukan perbaikan kualitas
hidup terlebih jika dikombinasi dengan menjalankan gaya hidup sehat (Wuntakal, 2009).
Pasien yang menjalani bedah bariatrik ini disarankan untuk tidak hamil paling sedikit 12-
18 bulan setelah tindakan bedah untuk menghindari risiko komplikasi dari tindakan serta
kemungkinan paparan terhadap fetus akibat hilangnya berat badan yang cepat. Observasi
setelah tindakan bedah tersebut harus terus dilakukan mengingat komplikasi yang dapat
timbul paska operasi seperti obstruksi usus, infeksi, perforasi lambung, striktur dan
defisiensi mikronutrien seperti vitamin B12, asam folat, dan zat besi bahkan kematian
setelah tindakan ini pernah dilaporkan.Secara umum bedah bariatrik diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok berdasarkan mekanismenya mengurangi berat badan yaitu prosedur
restriksi, malabsorbsidan penurunan penyerapan zat makanan (Gunatilake, 2011).
5.2 Manajemen Antenatal
Diperlukan manajemen yang tepat dan berkelanjutan dan melibatkan beberapa
disiplin ilmu guna memperoleh hasil kehamilan yang optimal.
1. Trimester I
Pemeriksaan USG wajib dilakukan untuk menentukan usia kehamilan dan keadaan
hasil konsepsi mengingat keadaan seperti disfungsi ovulasi dan oligomenorrhea sering
terjadi pada wanita dengan obesitas sehingga untuk penentuan usia kehamilan berdasarkan
hari pertama menstruasi terakhir (HPHT) sulit ditentukan. Pemeriksaan fisik yang
menyeluruh harus dilakukan dan lebih ditekankan sehingga informasi yang didapatkan bisa
menegakan suatu kelainan medis seperti diabetes mellitus, gangguan kelenjar tiroid,
hipertensi, penyakit hati dan kandung empedu, sleep apnea serta penyakit jantung yang
mana sering terjadi pada wanita dengan obesitas. Pemeriksaan laboratorium sebagai
tindakan rutin juga dapat dilakukan seperti pemeriksaan fungsi hati, ginjal, gula darah, asam
urat, dan urine tampung 24 jam untuk mengevaluasi adanya protein urine terlebih pada
obesitas kelas III termasuk pemeriksaan ekokardiografi untuk mengevaluasi adanya
kardiomiopati. Wanita hamil dengan obesitas juga mungkin memerlukan konsultasi dengan
spesialis paru, jantung, endokrin atau yang lainnya tergantung indikasi yang ada. Dan yang
tidak kalah pentingnya adalah bahwa wanita tersebut juga harus dijelaskan perihal
14

kemungkinan hasil akhir yang buruk dari kehamilan tersebut baik itu terhadap hasil
konsepsinya atau bagi ibu sendiri (Gunatilake, 2011).
Pada suatu penelitian besar yang melibatkan hasil luaran dari 1,4 juta kehamilan
menunjukan korelasi positif antara BMI dan risiko terjadinya preeklampsia. Wanita hamil
dengan obesitas juga harus diingatkan sehubungan dengan peningkatan risiko abortus
spontan 2 kali lipat dibandingkan dengan wanita dengan BMI normal. Obesitas juga
berisiko untuk terjadinya kelainan kongenital seperti yang telah disebutkan sebelumnya
(Gunatilake, 2011). Pasien obesitas harus mendapatkan konseling tentang diet nutrisi
sehubungan dengan penambahan berat badan selama kehamilan karena penambahan berat
badan yang berlebih berhubungan erat dengan bayi makrosomia, tindakan operatif
pervaginam, seksio sesaria serta komplikasi pada neonatal dengan meningkatnya perawatan
di NICU (Gunatilake, 2011).Pasien juga harus ditekankan bahwa tujuan utama yang ingin
dicapai selama kehamilan adalah pertambahan berat badan yang terbatas bukan penurunan
berat badan. Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa komplikasi seperti preeklampsia,
IUGR, bayi makrosomia berkurang apabila penambahan berat badan selama kehamilan
pada obesitas kelas II dan III kurang dari 10 pon (4,5 kg). Berikut adalah tabel pertambahan
berat badan yang direkomendasikan selama kehamilan termasuk pada penderita obesitas
(Vinter, 2012).
Tabel 3 Rekomendasi kenaikan badan selama kehamilan (Gunatilake, 2011).

Wanita yang hamil harus mengatur penambahan berat badan mereka berdasarkan
BMI sebelum hamil seperti yang ditunjukkan pada tabel diatas. Jika wanita hamil memiliki
aktivitas yang rendah direkomendasikan untuk melakukan aktivitas ringan selama 15 menit 3
15

kali dalam seminggu kemudian dapat ditingkatkan selama 30 menit setiap hari sesuai yang
dapat ditoleransi, ACOG dan RCOG merekomendasikan aerobik seperti yang telah
ditunjukkan pada halaman sebelumnya. Sedangkan bagi ibu hamil yang aktivitasnya telah
tinggi maka tidak dianjurkan untuk melakukan olah raga yang berlebihan. Nutrisi yang
seimbang dan olahraga yang sesuai dapat memberikan dampak yang baik bagi wanita hamil
dengan obesitas (Buschur, 2012).
2. Trimester II
Manajemen pada trimester II ini melanjutkan apa yang telah dilakukan pada trimester
I perihal adanya kelainan kongenital sehubungan dengan tingginya risiko tersebut pada
wanita hamil dengan obesitas. Kemungkinan terjadinya kelainan kongenital seperti defek
tabung neural dan malformasi jantung telah dilaporkan sebelumnya bahwa sangat tinggi
termasuk hernia diafragmatika, hidrocephalus, hipospadia, kista ginjal, omfalokel, dan
orofasial cleft. Atas dasar itulah maka pasien obesitas harus dijadwalkan untuk dilakukan
pemeriksaan USG untuk fetal anatomi skaning pada pertengahan trimester serta
dipertimbangkan untuk dilakukan fetal ekokardiografi antara 22-24 minggu usia kehamilan.
Menjadi sebuah tantangan bahwa pemeriksaan USG pada wanita obesitas akan lebih sulit
dilakukan mengingat anatominya sehingga membutuhkan pemeriksaan pada trimester
selanjutnya (Gunatilake, 2011).
Apabila didapatkan suatu kelainan anatomi maka diperlukan suatu tindakan invasif
selanjutnya yaitu dapat berupa amniocentesis atau pengambilan sampel villi chorion
walaupun tindakan ini akan lebih sulit dilakukan pada wanita obesitas dan belum ada data
yang menunjukan komplikasi yang terjadi pada wanita tersebut sehubungan dengan tindakan
invasif yang dilakukan. Tujuan lainnya yang ingin dicapai pada trimester ke-2 ini adalah
tentang penambahan berat badan dan diet yang direkomendasikan, perbaikan terhadap faktor-
faktor co-morbid apabila ditemukan sebelumnya, serta konsultasi ke disiplin ilmu lainnya
apabila dibutuhkan (Gunatilake, 2011).
3. Trimester III
Pada trimester III merupakan suatu periode kritis dimana masalah ibu-janin mulai
menunjukan manifestasinya secara klinis dan berkontribusi terhadap hasil luaran yang tidak
baik. Obesitas sangat berisiko untuk terjadinya kelahiran prematur, yang mana dari beberapa
penelitian menunjukan bahwa persalinan prematur tersebut lebih diakibatkan oleh komplikasi
medis yang terjadi seperti diabetes mellitus dan hipertensi. Data terbaru juga menggambarkan
bahwa tingginya BMI prakonsepsi serta pertambahan berat badan selama kehamilan
berkorelasi dengan lamanya usia kehamilan yang tampak dengan tingginya risiko kehamilan
16

post date serta meningkatnya kebutuhan untuk dilakukannya induksi persalinan (Gunatilake,
2011).
Pasien obesitas dengan hipertensi kronis harus dimonitoring secara ketat karena
sangat berisiko untuk berkembang menjadi superimposed preeklampsia, ketika pemeriksaan
tekanan darah dilakukan pada pasien tersebut maka yang perlu diperhatikan adalah
pemakaian cuff yang sesuai. Pada pasien obesitas yang telah dilakukan skrining gula darah
pada trimester awal dan hasilnya normal maka dapat dilakukan pemeriksaan ulang pada usia
kehamilan 24-28 minggu. Secara epidemiologi wanita hamil dengan obesitas memiliki risiko
2-3 kali untuk terjadinya IUFD (Intra Uterine Fetal Death), walaupun faktor-faktor co-
morbid seperti diabetes mellitus dan hipertensi sudah terkontrol. Mekanisme pasti terjadinya
hal tersebut sampai saat ini belum secara jelas daapt dipahami, namun beberapa hipotesis
mencoba menjelaskan bagaimana terjadinya hal itu yaitu bahwa obesitas meningkatkan
mediator inflamasi yang berakibat pada disfungsi endothelial, termasuk kadar gula darah
yang tidak terkontrol pada diabetes mellitus yang tidak terdiagnosa sebelumnya juga
memainkan peranan penting untuk terjadinya fetal anomali. Sehingga hal ini menjadi alasan
untuk melakukan pemeriksaan antenatal yang lebih sering pada trimester ke-3 (Gunatilake,
2011).
Wanita hamil dengan obesitas 2 kali berisiko melahirkan bayi makrosomia dengan
segala sekuele yang ditimbulkannya walaupun faktor predisposisinya seperti diabetes
mellitus sudah dikontrol. Bukan hanya bayi makrosomia yang ditemukan pada kehamilan
dengan obesitas tetapi juga didapatkan bayi IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) hal ini
terjadi terlebih apabila sudah ada penyakit penyerta seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
Oleh karena sulitnya mengevaluasi pertumbuhan janin melalui pengukuran tinggi fundus
uterus (TFU) sehubungan dengan anatomi wanita obesitas maka pengukuran dengan USG
sangat dianjurkan. Informasi yang didapatkan digunakan sebagai dasar pemilihan mode of
delivery (MOD) (Gunatilake, 2011).
Berikut adalah manajemen praktis sehubungan dengan wanita hamil dengan berat
badan lebih atau obesitas (Shaikh, 2010) :
a. Konseling prakonsepsi
1. Perubahan gaya hidup
2. Konsumsi asam folat 5 mg jika BMI > 35
3. Pemberian vitamin D 10 ug selama hamil dan menyusui
b. Antenatal
1. Dokumentasi tinggi dan berat badan selama kehamilan
17

2. Dokumentasikan obesitas sebagai faktor risiko dan konsultasikan pada disiplin ilmu lain
secara tepat
3. Ukur tekanan darah dengan menggunakan ukuran cuff yang sesuai
4. Identifikasi faktor risiko tromboemboli dan berikan pencegahan yang tepat
5. Tawarkan pemeriksaan gula darah
6. Tawarkan untuk konsultasi dengan ahli anestesi dan rencana persalinan
c. Perinatal
1. Perencanaan persalinan di fasilitas kesehatan yang tersedia ahli kebidanan dan anestesi
2. Antisipasi terhadap kesulitan sehubungan dengan tindakan intubasi dan epidural
3. Manajemen aktif kala III
4. Pemberian antibiotik profilaksis sebelum tindakan bedah
5. Identifikasi faktor risiko terjadinya tromboemboli dan gunakan pencegahan yang tepat
d. Postpartum
1. Motivasi untuk pemberian ASI
2. Pemberian informasi dan edukasi sehubungan dengan perubahan pola hidup dan
perencanaan kehamilan yang berikutnya
3. Jika sebelumnya dengan diagnosa diabetes mellitus gestasional maka sarankan
pemeriksaan rutin sehubungan dengan kemungkinan terjadinya diabetes mellitus tipe II
4. Ultrasonografi (USG)
Waktu yang tepat untuk skrining anatomi janin adalah pada usia kehamilan 18-22
minggu, kemampuan sonografer untuk mengevaluasi sangat dipengaruhi oleh ukuran tubuh
pasien. ± 15% dari struktur normal yang tampak akan kurang optimal pada wanita dengan
BMI diatas 90 persentil. Pada wanita tersebut hanya 63% dari struktur yang akan tampak
dengan jelas. Struktur anatomi secara umum akan kurang jelas seiring dengan peningkatan
BMI termasuk denyut jantung janin, tulang belakang, diafragma, ginjal dan tali pusat.
Visualisasi tulang belakang fetus dilaporkan berkurang dari 43% menjadi 29% pada wanita
obesitas dibandingkan dengan BMI normal sehingga dengan mengulang evaluasi 2-4 minggu
kemudian akan mengurangi tidak optimalnya penilaian sebelumnya. Penilaian anatomi janin
pada wanita obesitas sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 20-22 minggu. Suatu
tantangan terhadap penggunaan USG pada wanita obesitas dimana terjadi peningkatan risiko
kelainan kongenital. Nuthalapathy dan Rouse mereview 17 penelitian yang dilakukan sejak
tahun 1978-2003 didapatkan hubungan antara BMI sebelum hamil dengan kejadian kelainan
kongenital, mereka melaporkan terjadi peningkatan 2 kali lipat defek tabung saraf. Perkiraan
berat badan janin dengan USG tidak lebih superior dibandingkan dengan pemeriksaan fisik.
18

Meskipun kedua metode tersebut memiliki kesalahan sebesar 10%, pada suatu laporan yang
disampaikan oleh Field dkk.30% perkiraan berat badan janin dengan USG pada wanita
obesitas setelah melahirkan menunjukkan perbedaan > 10% dengan berat badan sebenarnya
((Schaefer-Graf, 2012).

6. Persalinan
Pengukuran tanda-tanda vital pada pasien dengan obesitas juga terkadang
menimbulkan kesulitan, contohnya dalam pengukuran tekanan darah karena jaringan lemak
yang tebal maka membutuhkan cuff yang tepat untuk menghasilkan pengukuran yang akurat.
Pada wanita hamil dengan obesitas yang inpartu harus dilakukan observasi tanda vital secara
ketat termasuk monitoring janin yang mana akan lebih sulit sehubungan dengan anatomi ibu.
Yang perlu ditekankan bahwa pada pasien dengan obesitas memiliki risiko untuk
pemanjangan waktu dari fase aktif dan terkadang membutuhkan akselerasi dengan oksitosin
yang dosisnya lebih tinggi dari BMI normal (Gunatilake, 2011).
Wanita hamil inpartu dengan BMI > 30 kg/m2 memiliki risiko 1,5 kali sedangkan
BMI > 40 kg/m2 berisiko 2 kali untuk persalinan yang berakhir dengan operative vaginal
delivery, yang mana berkaitan dengan tingginya angka morbiditas baik terhadap bayi maupun
ibu. Dari beberapa laporan juga mengatakan kejadian distosia bahu (2,7 kali) dan trauma
jalan lahir lebih sering terjadi pada wanita hamil dengan obesitas (Gunatilake, 2011).
Obesitas juga berkontribusi terhadap terjadinya kegagalan dalam induksi persalinan. Pada
suatu analisa diperoleh data bahwa wanita dengan BMI > 40 kg/m2membutuhkan kadar
oksitosin yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama (5,0 unit dan 8,5 jam) dibandingkan
dengan BMI normal (2,6 unit dan 6,5 jam). Pada penelitian di Eropa yang mengobservasi >
200.000 persalinan ditemukan wanita dengan BMI > 40 kg/m2 berisiko 4 kali untuk
dilakukan seksio sesaria oleh karena tidak adanya kemajuan persalinan, bahkan apabila
terjadi persalinan normal maka kemajuan persalinannya lebih lambat pada wanita obesitas,
pada penelitian prospektif terhadap 509 nullipara didapatkan rata-rata kemajuan dilatasi
serviks lambat dan apabila dilakukan induksi juga membutuhkan waktu yang lebih panjang.
Penelitian lain juga menunjukan hasil durasi rata-rata dilatasi serviks 4-10 cm lebih lama
pada wanita overweight dan obesitas dibandingkan dengan BMI normal (7,5 ; 7,9 ; 6,2 jam),
mekanisme terjadinya keadaan ini hingga saat ini belum diketahui secara pasti (Gunatilake,
2011). Namun pada percobaan in vitro saat operasi seksio sesaria didapatkan gangguan
kontraksi dari miometrium, gangguan tersebut dalam demonstrasi disebabkan oleh kurangnya
atau terganggunya lalu lintas ion kalsium yang mungkin disebabkan oleh perubahan
19

viskositas dan kestabilan membran sel karena tingginya kadar kolesterol.pendapat lain juga
menyatakan bahwa leptin, yaitu suatu bahan yang dilepaskan oleh jaringan lemak
menghambat pelepasan oksitosin sehingga menghambat terjadinya kontraksi uterus
(Bogaerts, 2013).
Data dari berbagai penelitian menggambarkan bahwa terjadi peningkatan seksio
sesaria emergensi maupun elektif pada wanita hamil dengan obesitas, dan korelasi positif ini
bukan hanya dilihat dari BMI sebelum hamil tapi juga oleh karena pertambahan berat badan
yang masif saat hamil. Pada penelitian lain terhadap >16.000 pasien didapatkan angka seksio
sesaria pada wanita hamil normal sebesar 20,7% bandingkan dengan wanita hamil dengan
obesitas sebesar 33,8% (BMI 30-34,9 kg/m2), sedangkan wanita dengan BMI > 35kg/m2
kejadian seksio sesaria mencapai 50%. Risiko tersebut berkaitan erat dengan komplikasi
obesitas terhadap kehamilan seperti bayi makrosomia, bayi IUGR, diabetes mellitus dan
hipertensi. Seksio sesaria pada obesitas juga sangat berisiko berkaitan dengan terjadinya
ruptur uterus, plasenta previa, plasenta akreta termasuk kejadian morbiditas peri operatif
seperti trauma saat operasi, perdarahan, meningkatnya perawatan di ICU (Intensive Care
Unit) dan kebutuhan untuk dilakukan transfuse (Gunatilake, 2011).

7. Manajemen intraoperatif
Pasien hamil dengan obesitas berisiko tinggi terjadi aspirasi lambung dan trauma
paru, idealnya pasien jangan makan apapun pada saat masuk fase aktif persalinan atau 8 jam
sebelum seksio sesaria. Pasien harus diberikan antasida nonparticulate untuk profilaksis
sebelum induksi anestesi (general atau regional). Penggunaan H2 reseptor bloker ( ranitidin
150mg oral atau 50mg intravena), protonpump inhibitor (Omeprazole 40mg intravena) atau
dopamin antagonis (Metocloperamide 10mg intravena pelan) dapat diberikan saat persalinan
atau sebelum seksio sesaria untuk mengurangi aspirasi lambung (Gunatilake, 2011).
Pasien obesitas juga berisiko tinggi untuk mengalami infeksi luka operasi dan
endometriosis. Suatu review terhadap 66 percobaan menunjukan penggunaan antibiotik
profilaksis perioperasi mencegah terjadinya infeksi luka operasi dan endometritis sebesar
75%. Antibiotik broad spektrum segera diberikan sebelum insisi kulit (Gunatilake, 2011).
Tromboemboli merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil di Amerika serikat
dan hal tersebut terjadi lebih sering pada ibu hamil dengan obesitas.Seperti yang dilaporkan
oleh Edwards dkk pada 683 wanita obesitas (BMI > 29 kg/m2) dibandingkan dengan 660
wanita berat badan normal (BMI 19,8-26,0 kg/m2) didapatkan insiden tromboembolisme
sebesar 2,5% pada wanita obesitas sedangkan pada wanita berat badan normal hanya sebesar
20

0,6%. Mengingat risiko tersebut maka perlu dipertimbangkan untung dan rugi untuk
penggunaan obat trombofilaksis dosis rendah terutama pada ibu hamil dengan BMI > 40
kg/m2. Bagaimanapun juga belum ada suatu percobaan secara random perihal penggunaan
obat trombofilaksis untuk mengurangi risiko terjadinya tromboemboli sehingga kembali lagi
pemberiannya tergantung pada pendapat ahli. Penggunaan trombofilaksis non farmakologi
dapat pula menjadi pertimbangan seperti penggunaan alat intermittent leg pneumatic
compression yang mana dapat digunakan sebelum operasi dan dilanjutkan setelah operasi
untuk mencapai hasil yang maksimal. Untuk obat trombofilaksis yang digunakan pada saat
kehamilan dan post partum adalah jenis heparinoids (low molecular weight heparin dan
unfractionated heparin), walaupun dosis optimalnya belum secara pasti diketahui namun
ditawarkan untuk penggunaan dosis 30-60 mg low molecular weight heparin (LMWP) untuk
pasien yang dilakukan seksio sesaria setiap 12 jam setelah tindakan sampai keadaan
dipastikan baik. LMWP harus dihindari saat perioperative (12-48 jam sebelum anestesia atau
sampai 12 jam setelah persalinan pervaginam atau sampai 24 jam setelah seksio sesaria) oleh
karena meningkatkan risiko terbentuknya hematom spinal atau epidural. Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists (RCOG) merekomendasikan trombofilaksis untuk 3-5 hari
menggunakan LMWP setelah persalinan pervaginam pada wanita berusia >35 tahun dengan
BMI >30 kg/m2 atau berat >90 kg. Juga terhadap wanita tersebut yang menjalani seksio
sesaria trombofilaksis diberikan sebelum dan 3-5 hari setelah operasi. Tetapi The Pregnancy
and Thrombosis Working Group di Amerika tidak setuju dengan rekomendasi RCOG dan
menyarankan trombofilaksis hanya diberikan pada wanita obesitas yang imobilisasi atau yang
menjalani operasi. Oleh karena itu penggunaan trombofilaksis tergantung pada keadaan
klinik dan penggunaannya pun sangat individualistic (Gunatilake, 2011).
Bahkan bagi seorang ahli bedah yang berpengalaman puntindakan operasi pada pasien
dengan obesitas ekstrim memberikan suatu tantangan yang besar. Persiapan prabedah yang
baik dan teknik yang terampil akan mencegah terjadinya morbiditas pada ibu maupun bayi.
Pada kasus yang jarang terkadang diperlukan untuk dilakukan panniculectomy untuk
mencapai cavum peritoneum. Oleh karena anatomi dinding abdomen dan konturnya telah
mengalami distorsi pada pasien tersebut maka penting untuk menentukan anatomi
landmarkssebelum dilakukan insisi. Pemilihan jenis insisi sangat bergantung pada
anthropometri ibu dan harus diperhitungkan pula bahwa obesitas menimbulkan suatu
keterbatasan dalam lapangan pandang operasi. Gambar 1 dan 2 mengilustrasikan macam
insisi seksio sesaria pada pasien obesitas yang sulit (Gunatilake, 2011). Masih menjadi
perdebatan dari beberapa literatur tentang pemilihan jenis insisi seksio sesaria yang tepat
21

pada obesitas. Beberapa keuntungan dan kerugian telah ditunjukan sehubungan dengan
masing-masing jenis insisi baik itu transversal maupun midline (vertikal), insisi midline
relatif tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai cavum abdomen serta dapat
dengan mudah memperluas lapangan operasi apabila diperlukan, namun kerugiannya adalah
lebih berisiko untuk terjadinya wound dehicence, terbentuknya hernia, dan nyeri paska
operasi, pada akhirnya juga mengurangi kemampuan untuk inspirasi sehingga berkontribusi
untuk terjadinya atelektasis paru dan komplikasi paru lainnya (Marrs dkk., 2014). Penelitian
pada wanita dengan BMI > 35 kg/m2 komplikasi luka operasi lebih sering terjadi pada insisi
jenis midline dengan risiko >12 kali lipat dibandingkan jenis insisi transversal. Sebaliknya
jenis insisi transversal lebih sedikit menimbulkan komplikasi pada luka operasi, kurang
menimbulkan nyeri dan hanya menimbulkan sedikit tegangan pada tepi luka, insisi
transversal dilakukan di abdomen bagian bawah untuk mencapai segmen bawah rahim
(SBR). Kerugian insisi transversal antara lain berisiko untuk terjadi infeksi sangat besar
apabila insisi dilakukan dibawah lipatan lemak serta luasnya lapangan pandang kurang
dibandingkan dengan insisi midline. Selain itu juga pada suatu penelitian didapatkan bahwa
waktu insisi sampai lahirnya bayi memanjang berbanding lurus dengan peningkatan BMI,
yaitu 11.0±6.8 menit untuk BMI 30-39.9 kg/m2, 13.0±8.0 menit untuk BMI 40-49.9 kg/m2,
dan 16.0±11.3 menit untuk BMI ≥50 kg/m2(Conner dkk., 2013).

8. Manajemen postpartum
Masa post partum merupakan saat yang berisiko bagi wanita dengan obesitas karena
sangat berisiko untuk terjadinya endometritis, infeksi luka dan tromboemboli vena. Prinsip
manajemen adalah dengan mobilisasi lebih awal, pengawasan ketat terhadap infeksi luka.
Obesitas merupakan predisposisi terjadinya retensi berat badan setelah persalinan yang mana
tidak hanya berpengaruh pada kehamilan berikutnya tetapi juga terhadap kelangsungan hidup
jangka panjang berkaitan dengan penyakit jantung dan kelainan metabolik. Wanita obesitas
post partum harus didorong untuk memberikan ASI yang mana akan berpengaruh terhadap
penurunan berat badan. Prevalensi terjadinya depresi post partum dari beberapa penelitian
menunjukan korelasi positif dengan BMI yaitu sebesar 40% pada obesitas kelas III. Dan yang
juga tidak kalah pentingnya adalah penggunaan alat KB, mengingat obesitas berhubungan
dengan kesulitan dalam tindakan ligasi tuba apabila dilakukan setelah persalinan pervagina
maka penggunaan IUD (Intra Uterine Device) merupakan pilihan yang tepat, selain itu dapat
juga menggunakan implant (Gunatilake, 2011).
22

BAB II

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. NS
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gondang, Nganjuk
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tgl. MRS/ Jam: 27-11-2018/13.30 WIB
Ruang : VK
Diagnosis : GIIIPIAI 40-41mgg T/H Prolong Fase Aktif + Obesitas
B. ANAMNESA
- Keluhan Utama:
Pasien hamil anak ketiga, usia kehamilan 40 minggu dengan obesitas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Nganjuk pada tanggal 27 Oktober 2018 rujukan dari
puskesmas Gondang dengan obesitas. Dirasakan kenceng kenceng sejak pagi pukul jam
08.30, ketuban pecah (-), lendir (-), darah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi (-), Diabetes (-), Penyakit Jantung (-), Asma (-)
- Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluarga ada yang seperti ini yaitu ibu pasien.
- Riwayat Sosial:
Pasien tidak merokok serta tidak minum alkohol.
- Riwayat alergi:
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan ataupun obat.
- Riwayat Perkawinan:
Pasien menikah 1 kali, lama 12 tahun
- Riwayat Kontrasepsi:
Pasien mengatakan terakhir menggunakan KB suntik.
23

- Riwayat Menstruasi:
Selama menstruasi pertama pasien selalu menstruasi teratur tiap bulannya dan lama
menstruasi 6-7 hari dan kadang pasien mengeluh nyeri saat menstruasi.
HPHT : 18 Februari 2018
HPL : 25 November 2018
Umur Kehamilan : 40/4 minggu
- Riwayat Kehamilan:
1. Abortus
2. Aterm, spontan, di rumah di RS, laki-laki, hidup, 7 tahun, 3200 gram.
3. Hamil ini

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign : Tensi : 120/90 mmHg
Nadi : 72x/menit
Respiratory Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
Tinggi badan : 165 cm
Berat Badan : 99 kg
Kepala : - Mata : anemis -/-, icterus -/-, oedem palpebral -/-
- Wajah: tampak normal simetris
- Mulut: Stomatitis (-), pembesaran tonsil (-)
Leher : Pembesaran kelenjar (-)
Thorax :
Inspeksi : bentuk dada tampak normal, retraksi otot bantu nafas (-), jejas(-)
Palpasi : fremitus raba simetris +/+
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi: Cor : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen :
Inspeksi : jejas (-), striae (+)
24

Palpasi : nyeri tekan (-)


Auskultasi :BU (+)
Ektremitas : Akral hangat (+), edema (-)

D. STATUS OBSTETRI
- Tinggi fundus uteri 32 cm
- Letak janin Kepala
- DJJ 130 x/menit
- Leopold: I : Bagian fundus teraba bulat, lunak, tidak melenting
II: Bagian perut kanan teraba keras, datar seperti papan, Bagian perut kiri
teraba bagian terkecil janin
III: bagian terendah janin teraba bagian besar, bulat dan keras
IV: Bagian terendah belum masuk PAP
- Riwayat persalinan : His (+)
Ketuban pecah (-)
Lendir/ darah (-)
- Pemeriksaan Dalam:
Pembukaan : 4 cm
Eff : 75 %
Presentasi : Kepala
Ketuban :-
Denominator : UUK

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 27 Oktober 2018
Tabel 1 : hasil pemeriksaan darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 10.31 3.6 – 11.0
Eritrosit 5.13 3.80 – 5.20
Hemoglobin 12.8 11.7 – 15.5
Hematokrit 36.0 35.0 – 47.0
MCV 98.4 80.0 – 100.0
MCH 29.3 26.0 – 34.0
25

MCHC 35.6 32.0 – 36.0


Trombosit 395 150 – 400
RDW – CV 13.61 11.0 – 15.0
MPV 9.90
PCT 0.39
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 88 70-120
Fungsi Ginjal
BUN 10 8-18
Kreatinin 0.73 0.57-1.11
Asam Urat 6.7 H 2.6-6
Fungsi Liver
AST(SGOT) 17.3 5 - 34
ALT (SGPT) 13.7 0 - 55
Albumin 3.4 3.5 – 5.00

2. Pemeriksaan Urinalisa tanggal 27 November 2018


Urin Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Kimia
Berat Jenis 1.020 1.015 – 1.025
pH 6.0 4.5 – 8.0
Leukosit 25 Negatif
Nitrit Negative Negatif
Protein 1+ Negatif (<20)
Glukosa Negative Negatif (<15)
Keton Negative Negatif
Urobilinogen Normal Normal (<1.0)
Bilirubin Negative Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Mikroskopis Urine
26

Eritrosit 1 0–1
Leukosit 2 0–4
Kristal Negatif Negatif
Epitel 10 – 55 < 15
Silinder Hyalin (0-1) NEG / hyalin 0 – 2
Bakteri Negatif Negatif

2. NST

F. DIAGNOSA AKHIR
Diagnosis kehamilan : GIIIPIIAI 40-41mg T/H Prolong Fase Aktif + Obesitas

G. TINDAKAN PERSALINAN
Jenis partus : persalinan spontan

Status Bayi:
Lahir tanggal : 27-11-2018, Jam : 18.30
Berat badan : 3200 gram
Panjang badan : 47 cm
Resusitasi : tidak
Jenis kelamin : Perempuan
Keadaan : hidup

Status Plasenta:
Lahir tanggal :27-8-2018, Jam: 18.40
Cara lahir : manual
Jenis : lengkap
27

Berat : 500 gram


Ukuran diameter : 20 cm
Kala IV:
Keadaan ibu:
Hemoglobin: -
Suhu : 36.4˚C
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 81 x/menit
RR : 20 x/menit
Uterus :
Tinggi fundus uteri : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi : Baik
Jumlah perdarahan :
Kala III + IV :300 cc

H. PENATALAKSANAAN POST PARTUS


Tab. Amoxicillin 3x1 500mg PO
Tab. As.Mefenamat 3x1 500mg PO
Observasi Vital sign & perdarahan
Diet tinggi kalori tinggi protein
Manajemen pemberian ASI
Manajemen perawatan payudara
Manajemen kontrasepsi

I. FOLLOW UP
Tabel 4 : Follow up
Tanggal Jam Perjalanan penyakit

27-11-2018 13.30 S : Kenceng kenceng


O : KU: Cukup
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
28

Suhu : 36.6˚C
DJJ : 134 x/menit
A: GIIIP1IAI 40-41mg T/H Prolong
Fase Aktif + Obesitas
P : Infus RL 20 tpm
28-12-2018 06.00 S : Tidak ada keluhan
O : KU: Cukup
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.8˚C
DJJ : 134 x/menit
A: Post partus hari 1
P : Tab. Amoxicillin 3x1 500mg PO
Tab. As.Mefenamat 3x1 500mg PO
29

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pada laporan kasus ini akan dibahas pasien Ny.NS usia 32 tahun, GIIIPIIAI, hamil 40
minggu dengan obesitas. Pasien datang ke IGD RSUD Nganjuk pada tanggal 27 Oktober
2018 rujukan dari puskesmas Gondang dengan obesitas. Dirasakan kenceng kenceng
sejak pagi pukul jam 08.30, ketuban pecah (-), lendir (-), darah (-). Pada kasus ini, pasien
didiagnosis dengan obesitas karena berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ini
didapatkan berat badan pasien 99 kg dan tinggi badan 165 cm, diamana pada nilai BMI
adalah 36.
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Body Mass Index (BMI) ≥ 30
kg/m2. BMI oleh WHO dikelompokan menjadi underweight, normal, overweight, dan
obese dimana obesitas dibagi lagi menjadi kelas I,II,III. Wanita hamil dengan obesitas
akan memerlukan perawatan yang lebih jika dibandingkan wanita hamil dengan berat
badan normal, obesitas berisiko tinggi menimbulkan abortus, gestasional diabetes
mellitus, hipertensi dalam kehamilan, gangguan pernafasan pada ibu, bayi makrosomia,
trauma persalinan baik pada ibu maupun bayi, kelainan kongenital, fase persalinan yang
lambat, tindakan operasi pervaginam, distosia bahu, persalinan dengan seksio sesaria,
perdarahan post partum, trombosis dan infeksi.
manajemen praktis sehubungan dengan wanita hamil dengan berat badan lebih atau
obesitas yaitu konseling prakonsepsi, perubahan gaya hidup, konsumsi asam folat 5 mg jika
BMI > 35, pemberian vitamin D 10 ug selama hamil dan menyusui.
30

DAFTAR PUSTAKA

Adamo, K.B.; et al. The Maternal Obesity Management (MOM) Trial Protocol: A lifestyle
intervention during pregnancy to minimize downstream obesity. Contemporary
Clinical Trials.Elsevier. 2013. 35:87–96
Aviram, A.; Hod, M.; Yogev, Y. Maternal obesity: Implications for pregnancy outcome and
long-term risks a link to maternal nutrition. International Journal of Gynecology and
Obstetrics. 2011. 115 Suppl. 1 :S6–S10
Balitbangkes. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. 263-
265
Balsells, M.; García-Patterson, A.; Corcoy, R. Miscarriage and Malformations.Maternal
Obesity in Pregnancy.Springer. 2012. 6:76-93
Bogaerts, A.; Witters, I.; Van den Bergh, B.R.H. Obesity in pregnancy: Altered onset and
progression of labour. Midwifery.Elsevier. 2013. 29:1303–1313
Buschur, E.; Kim, C. Guidelines and interventions for obesity during pregnancy. International
Journal of Gynecology and Obstetrics. 2012. 119:6-10
Conner, S.N.; Tuuli, M.G.; Longman, R.E. Impact of obesity on incision-to-delivery interval
and neonatal outcomes at cesarean delivery.American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2013. 209:386.e1-6
Davies, G.A.L.; Maxwell, C.; McLeod, L. Obesity in Pregnancy.SOGC clinical practice
guidelines.International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2010. 110:167–173
De paiva, L.V.; Nomura, R.M.Y.; Dias, M.C.G.; Zugaib, M. Maternal obesity in high-risk
pregnancies and postpartum infectious complications.Rev Assoc Med Bras.Elsevier.
2012; 58(4):453-458
Dennedy, M.C.; Dunne, F. Maternal Obesity and Pregnancy.Maternal Obesity in
Pregnancy.Springer. 2012. 7:100-112
Desai, M.; et al. Maternal obesity and high-fat diet program offspring metabolic syndrome.
American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014. 211:237.e1-13
Farley, D.M.; et al. Placental Amino Acid Transport and Placental Leptin Resistance in
Pregnancies Complicated by Maternal Obesity.Placenta.Elsevier. 2010. 31:718-724
Flier, J.S.; Maratos-Flier, E. Biology of obesity. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
17thedition .McGraw Hill. 2008. 74: 362-367
Guelinckx, I.; Devlieger, R.; Vansant, G. Pregnancy Following Bariatric Surgery. Maternal
Obesity in Pregnancy.Springer. 2012. 19:302-314
31

Gunatilake, R.P.; Perlow, J.H. Obesity and pregnancy: clinical management of the obese
gravid. American Journal of Obstetrics and Gynecology.Februari 2011. 106-119
Harder, T.; Dudenhausen, J.W.; Plagemann, A. Maternal Diabesity and Developmental
Programming in the Offspring.Maternal Obesity in Pregnancy.Springer. 2012. 9:133-
150
Huda, S.S.; Brodie, L.E.; Sattar, N. Obesity in pregnancy: prevalence and metabolic
consequences. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine.Elsevier. 2010. 15:70-76
Jarvie, E.; Ramsay, J.E. Obstetric management of obesity in pregnancy.Seminars in Fetal &
Neonatal Medicine.Elsevier. 2010. 15:83–88
Jensena, D.; Ofirb, D.; O’Donnell, D.E. Effects of pregnancy, obesity and aging on the
intensity of perceived breathlessness during exercise in healthy humans.Respiratory
Physiology & Neurobiology.Elsevier. 2009. 167:87–100
Karlsson, T.; Andersson, L.; Hussain, A.; et el. Lower vitamin D status in obese compared
with normal-weight women despite higher vitamin D intake in early pregnancy.
Clinical Nutrition.Elsevier. 2014. XXX:1-7
Kerrigan, A.M.; Kingdon, C. Maternal obesity and pregnancy: a retrospective study. Elsevier.
2010. 26:138-146
Kither, H.; Whitworth, M.K.The implications of obesity on pregnancy.Obstetrics,
Gynecology and Reproductive Medicine 22.Elsevier. 2012. 12:362-367
Lynch, A.M.; Eckel, R.H.; Murphy, J.R.; et al. Prepregnancy obesity and complement system
activation in early pregnancy and the subsequent development of preeklampsia.
American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2012. 206:428.e1-8
Marrs, C.C.; Moussa, H.N.; Sibai, B.M.; Blackwell, S.C. The relationship between primary
cesarean delivery skin incision type and wound complications in women with morbid
obesity. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014. 210:319.e1-4
Paliy, O.; Piyathilake, C.J.; Kozyrskyj, A. Excess body weight during pregnancy and
offspring obesity: Potential mechanisms. Nutrition.Elsevier. 2014. 30:245–251
Roberts, K.A.; et al. Placental structure and inflammation in pregnancies associated with
obesity. Placenta.Elsevier. 2011. 32:247-254
Rowlands, I.; Graves, N.; De Jersey, S.; McIntyre, H.D.; Callaway, L. Obesity in pregnancy:
outcomes and economics. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine 15. 2010. 94–99
Sarbattama, S.; Iyer, C.; Klebenov, D.; et al. Obesity impairs cell-mediated immunity during
the second trimester of pregnancy. American Journal Obstetric and Gynecology.
2013. 208:139.e1-8
32

Schaefer-Graf, U.M. Obesity in Pregnancy and Ultrasound.Maternal Obesity in


Pregnancy.Springer. 2012. 10:155-174
Seneviratne, S.N.; McCowan, L.M.E.; Cutfield, W.S.; Derraik, J.G.B.; Hofman, P.L.
Exercise in pregnancies complicated by obesity: achieving benefits and overcoming
barriers. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014. 1-8
Shaikh, H.; Robinson, S.; Teoh, T.G. Management of maternal obesity prior to and during
pregnancy.Seminars in Fetal & Neonatal Medicine. 2010. 15:77–82
Simmons, D. Diabetes and obesity in pregnancy. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics and Gynecology. Elsevier. 2011. 25:25–36
Stotland, N.E. Maternal Nutrition. Creasy and Resnik’s maternal-fetal medicine: principles
and practice, 6th edition. Elsevier. 2009. 10:143-147
Tessier, D.R.; Ferraro, Z.M.; Gruslin, A. Role of leptin in pregnancy: Consequences of
maternal obesity. Placenta.Elsevier. 2013. 34:205-211
Vaswani, P.R.; Balachandran, L. Pregnancy outcomes in a population with high prevalence
of obesity: How bad is it?.Clinical Epidemiology and Global Health.Elsevier. 2013.
1:5-11
Vinter, C.A. Gestational Weight Gain. Maternal Obesity in Pregnancy.Springer. 2012. 8:119-
128
Wuntakal, R.; Hollingworth, T.The implications of obesity on pregnancy.Obstetrics,
Gynecology and Reproductive Medicine 19.Elsevier. 2009. 12: 344-349
Yao, R.; Ananth, C.V.; Park, B.Y.; Pereira, L.; Plante, L.A. Obesity and the risk of stillbirth:
a population-based cohort study. American Journal of Obstetrics and Gynecology.
2014. 210:457.e1-9

Anda mungkin juga menyukai