Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR

APLIKASI GIS DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Oleh :

1. Kharisma Natalia Sitorus 1509045006


2. Mada Suhti Faroh 1509045010

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem basis data dengan kemampuan
analisis untuk data yang tereferensi secara spasial. SIG memiliki kemampuan untuk
mengintegrasikan data spasial dan data atribut sehingga dalam analisisnya mampu
menghasilkan informasi yang diinginkan. SIG akan selalu diasosiasikan dengan sistem
yang berbasis komputer, walaupun pada dasarnya SIG dapat dikerjakan secara manual,
SIG yang berbasis komputer akan sangat membantu ketika data geografis merupakan
data yang besar (dalam jumlah dan ukuran) dan terdiri dari banyak tema yang saling
berkaitan. SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada
suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan
hasilnya. Data yang diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang
berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu,
sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan
seperti lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan.

Terjadinya erosi, banjir, kekeringan, longsor dan permasalahan lingkungan lainnya


terjadi karena adanya kesalahan dalam pengelolaan lingkungan pada suatu wilayah.
Karena itu, perlu dilakukan perencanaan dan pengelolaan yang baik. Pekerjaan tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi berbasis spasial/lokasi yaitu
Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG menyimpan informasi tentang bumi sebagai
sebuah koleksi layer-layer peta tematik yang mana kesemuanya dapat dihubungkan
secara bersamaan. Dengan cara demikian, data lebih fleksibel, sehingga dapat
digabungkan sesuai kebutuhan. SIG secara otomatis menghubungkan data atribut
dengan peta, sehingga ada keterkaitan di antara keduanya.

SIG merupakan tekologi yang sangat diandalkan saat ini untuk perencanaan
pembangunan dan pengelolaan wilayah yang berkelanjutan. Teknologi ini

1
dikembangkan untuk menangani data yang berbasis ruang atau lokasi yang semakin
dibutuhkan dalam pembangunan. Kegiatan pembangunan banyak melibatkan data lokasi
atau ruang. Sebagai contoh untuk membangun jalan, maka lokasi-lokasi yang akan
dilewati jalan harus ditentukan dengan tepat. Data tersebut menyangkut kondisi tanah,
batuan, vegetasi, sosial ekonomi penduduk dan lain-lain yang semuanya terikat oleh
lokasi.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan, SIG dapat dimanfaatkan untuk


memetakan kondisi lingkungan, melakukan pengukuran-pengukuran, melakukan
monitoring dan melakukan pemodelan. Pemetaan kondisi lingkungan (misalnya
vegetasi), biasanya digabung dengan penginderaan jauh (foto udara maupun citra
satelit). Dengan cara demikian, perubahan-perubahan lingkungan dapat diukur,
sehingga sangat bermanfaat untuk kepentingan monitoring perubahan lingkungan
(misalnya perubahan luas vegetasi karena penebangan).

Oleh karena itu, laporan mata kuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) ini dibuat untuk
mengetahui peta dem kecamatan sungai kunjang, peta overlay data pemodelan erosi
kecamatan sungai kunjang, peta digitasi kecamatan sungai kunjang dan simulasi peta
olah drone.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam pengolahan data ini diantaranya:


a. Bagaimana pemetaan DEM wilayah Kecamatan Sungai Kunjang?
b. Bagaimana simulasi pemetaan olah drone?

1.3 Tujuan

Tujuan pada pengolahan data ini adalah :


a. Mengetahui pemetaan DEM wilayah Kecamatan Sungai Kunjang.
b. Mengetahui simulasi pemetaan olah drone.

2
1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah pada pengolahan data ini adalah :


a. Pengolahan data dilakukan pada Kecamatan Sungai Kunjang
b. Aplikasi yang digunakan pada pengolahan data diantaranya Arc.GIS, Arc.Map dan
Agisoft.

1.5 Manfaat

Manfaat pada pengolahan data ini diantaranya :


1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dan teori penggunaaan GIS
2. Mahasiswa mampu membuat pengolahan data GIS
3. Mahasiswa mampu membuat peta dem, digitasi dan simulasi peta olah drone dengan
menggunakan Arc.GIS, Arc.Map dan Agisoft.
.
1.6 Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan Laporan yang digunakan terdiri dari beberapa bagian yaitu:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini meliputi pendahuluan berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
dalam kegiatan pembuatan alat yang dilakukan, batasan masalah, manfaat dan
sistematika penulisan laporan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka memuat penjelasan tentang konsep dan prinsip dasar yang diperlukan
untuk memecahkan masalah pekerjaan. Landasan teori dapat berbentuk uraian kualitatif,
model matematis, atau persamaan-persamaan yang langsung berkaitan dengan
permasalahan yang dikerjakan.
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi pemaparan mengenai hasil yang telah didapat dari pengolahan data
yang dilakukan menggunakan Arc.GIS, Arc.Map dan Agisoft.
BAB 4 PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran dari pengolahan data.

3
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan tentang daftar refrensi mengenai isi dari laporan.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG mulai dikenal pada awal 1980-an. Sejalan dengan berkembangnya perangkat
komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat keras, SIG berkembang sangat pesat
pada era 1990-an. Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak,
data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk
menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi,
mengintegrasikan, menganalisis, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis
geografis (Purwantara, 2010).

Informasi spasial memakai lokasi, dalam suatu sistem koordinat tertentu, sebagai dasar
referensinya. Karenanya SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai
data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisis dan akhirnya
memetakan hasilnya. Aplikasi SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi,
kondisi, trend, pola, dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari
sistem informasi lainnya (Purwantara, 2010).

Dilihat dari definisinya, SIG adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen
yang tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Memiliki perangkat keras komputer beserta
dengan perangkat lunaknya belum berarti bahwa kita sudah memiliki SIG apabila data
geografis dan sumberdaya manusia yang mengoperasikannya belum ada. Sebagaimana
sistem komputer pada umumnya, SIG hanyalah sebuah 'alat' yang mempunyai
kemampuan khusus. Kemampuan sumberdaya manusia untuk memformulasikan
persoalan dan menganalisis hasil akhir sangat berperan dalam keberhasilan sistem SIG
(Purwantara, 2010).

Menurut Purwantara (2010), sesuai dengan namanya, Sistem Informasi Geografis (SIG)
merupakan suatu sistem informasi yang mampu mengelola atau mengolah informasi

5
yang terikat atau memiliki rujukan ruang atau tempat. Untuk memahami lebih jauh
tentang SIG, ada baiknya dipahami terlebih dahulu pengertian dari kata-kata yang
menyusunnya, yaitu terdiri atas kata sistem, informasi, geografis, sistem informasi, dan
informasi geografis.
a. Sistem adalah gabungan sejumlah komponen atau subsistem yang satu dengan
lainnya saling terkait.
b. Informasi adalah data yang ditempatkan pada konteks yang penuh arti oleh
penerimanya.
c. Sistem informasi adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data,
manipulasi, pengelolaan, dan analisis serta menjabarkannya menjadi informasi.
d. Geografis adalah persoalan mengenai bumi. Akhiran is pada kata tersebut
menunjukkan kata sifat, artinya mengenai ruang atau tempat.
Informasi geografis adalah informasi mengenai ruang atau tempat-tempat yang ada di
permukaan bumi.

Menurut Wibowo (2015) ciri-ciri SIG adalah sebagai berikut:


a. SIG memiliki sub sistem input data yang menampung dan dapat mengolah data
spasial dari berbagai sumber. Sub sistem ini juga berisi proses transformasi data
spasial yang berbeda jenisnya, misalnya dari peta kontur menjadi titik ketinggian.
b. SIG mempunyai subsistem penyimpanan dan pemanggilan data yang
memungkinkan data spasial untuk dipanggil, diedit, dan diperbaharui.
c. SIG memiliki subsistem manipulasi dan analisis data yang menyajikan peran data,
pengelompokan dan pemisahan, estimasi parameter dan hambatan, serta fungsi
permodelan.
d. SIG mempunyai subsistem pelaporan yang menyajikan seluruh atau sebagian dari
basis data dalam bentuk tabel, grafis dan peta.

Menurut Wibowo (2015) Subsistem yang dimiliki oleh SIG yaitu data input, data
output, data management, data manipulasi dan analisis. Subsistem SIG tersebut
dijelaskan dibawah ini:
a) Data Input: Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data
spasial dan data atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini pula yang bertanggung

6
jawab dalam mengkonversi atau mentransformasi format datadata aslinya ke dalam
format yang digunakan oleh SIG.
b) Data Output: Subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau
sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy seperti: tabel,
grafik, peta dan lain-lain.
c) Data Management: Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun
atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, dan
diedit.
d) Data manipulasi dan analisis: Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang
dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan manipulasi dan
permodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-
sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Menurut Gistut (1994),
komponen SIG terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data dan informasi
geografi, sera manajemen. Komponen SIG dijelaskan di bawah ini:
a. Perangkat keras (Hardware): Pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform
perangkat keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multiuser host yang
dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer
yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (harddisk) yang
besar, dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar. Walaupun demikian,
fungsionalitas SIG tidak terikat secara ketat terhadap karakteristik-karakteristik fisik
perangkat keras ini sehingga keterbatasan memori pada PC30 pun dpat diatasi.
Adapun perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC),
mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner.
b. Perangkat lunak (Software): Bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan
sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basisdata memegang
peranan kunci.Setiap subsistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat
lunak yang terdiri dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan jika ada
perangkat SIG yang terdiri dari ratusan modul program yang masing-masing dapat
dieksekusi sendiri.

7
c. Data dan Informasi Geografi: SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan
informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara mengimport-nya
dari perangkatperangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan cara
mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari table-
tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.
d. Manajemen: Suatu proyek SIG akan berhasil jika dimanage dengan baik dan
dikerjakan oleh orang-orang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan

Menurut Wibowo (2015), model data dalam Sistem Informasi Geografis Data digital
geografis diorganisir menjadi dua bagian sebagai berikut:
a. Data spasial adalah data yang menyimpan kenampakankenampakan permukaan
bumi, seperti jalan, sungai, dan lain-lain. Model data spasial dibedakan menjadi dua
yaitu model data vektor dan model data raster. Model data vektor diwakili oleh
simbol-simbol atau selanjutnya didalam SIG dikenal dengan feature, seperti feature
titik (point), featuregaris (line), dan featurearea (surface). Berikut dapat dilihat
model data vektor pada gambar 2.1 :

Gambar 2.1 Model Data Vektor

Model data raster merupakan data yang sangat sederhana, dimana setiap informasi
disimpan dalam grid, yang berbentuk sebuah bidang. Grid tersebut disebut dengan
pixel. Data yang disimpan dalam format in data hasil scanning, seperti citra satelit
digital.

8
Gambar 2.2 Model Data Raster
b. Data non Spasial / data atribut adalah data yang menyimpan atribut dari
kenampakan-kenampakan permukaan bumi.

2.2 Manfaat Sistem Informasi Geografis (SIG)

Secara lebih rinci, Prahasta (2002) mengemukakan alasan lebih rinci sebagai berikut:
1. SIG sangat efektif di dalam membantu proses-proses pembentukan,
pengembangan, atau perbaikan peta mental yang telah dimiliki oleh setiap orang
yang menggunakannya dan selalu berdampingan dengan lingkungan fisik dunia
nyata yang penuh dengan kesan-kesan visual.
2. SIG dapat digunakan sebagai alat bantu (baik sebagai tools maupun bahan
tutorials) utama yang interaktif, menarik, dan menantang di dalam usaha-usaha
untuk meningkatkan pemahaman, pengertian, pembelajaran, dan pendidikan (mulai
dari usia sekolah hingga dewasa) mengenai ide-ide atau konsep-konsep lokasi,
ruang (spasial), kependudukan dan unsur-unsur geografis yang terdapat di
permukaan bumi berikut data-data atribut terkait yang menyertainya
3. SIG menggunakan baik data spasial maupun atribut secara terintegrasi hingga
sistemnya dapat menjawab baik pertanyaan spasial maupun non spasial.
4. SIG dapat memisahkan dengan tegas antara bentuk presentasi dengan datanya
(basisdata) sehingga memiliki kemampuan-kemampuan untuk merubah presentasi
dalam berbagai bentuk.
5. SIG memiliki kemampuan-kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang
terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data

9
spasial. Dengan layer ini, permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau
dimodelkan dalam bentuk nyata dengan menggunakan data ketinggian berikut
layer tematik yang diperlukan.
6. SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualkan data spasial
berikut atribut-atributnya. Modifikasi warna, bentuk dan ukuran simbol yang
diperlukan untuk merepresentasikan unsur-unsur permukaan bumi dapat dilakukan
dengan mudah. Dan hampir semua perangkat lunak SIG memiliki galeri atau
pustaka yang menyediakan simbol-simbol standard yang sering diperlukan untuk
kepentingan kartografis atau produksi peta. Karena itu, pengguna tidak harus
dengan susah payah membuat sendiri semua simbol-simbol yang diperlukan.
Selain itu, transformasi koordinat, rektifikasi dan registrasi data spasial sangat
didukung. Dengan demikian, manipulasi bentuk dan tampilan visual data spasial
dalam berbagai skala yang berbeda dapat dilakukan dengan mudah dan fleksibel.
7. Hampir semua operasi (termasuk analisis-analisisnya) yang dimiliki oleh perangkat
SIG (terutama desktop GIS) dapat dilakukan secara interaktif dengan bantuan
menu-menu dan help yang bersifat user friendly.
8. SIG dapat menurunkan data secara otomatis tanpa keharusan untuk melakukan
interpretasi secara manual (terutama interpretasi secara visual dengan
menggunakan mata manusia). Dengan demikian, SIG dengan mudah dapat
menghasilkan peta-peta tematik yang merupakan turunan dari peta-peta yang lain
dengan hanya memanipulasi atribut-atributnya.
9. Hampir semua aplikasi SIG dapat dicustomize dengan menggunakan perintah-
perintah dalam bahasa skrip yang dimiliki oleh SIG yang bersangkutan,
sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pengguna secara otomatis,
cepat, lebih menarik, informatif dan user friendly.
10. Perangkat lunak SIG saat ini sudah menyediakan fasilitas-fasilitas untuk
berkomunikasi dengan aplikasi-aplikasi perangkat lunak lainnya hingga dapat
bertukar data secara dinamis.
11. SIG pada saat ini sudah dapat diimplementasikan sedemikian rupa sehingga dapat
bertindak sebagai map server atau GIS-server yang siap melayani permintaan-
permintaan, baik dari para clien melalui jaringan lokal (intranet) maupun jaringan
internet (web-based).

10
12. SIG sangat membantu pekerjaan-pekerjaan yang erat kaitannya dengan bidang-
bidang spasial dan geo-informasi. Karena demikian besar manfaatnya, SIG sangat
dikenal orang hingga penggunaannya makin luas dari waktu ke waktu. Oleh karena
itu, pada saat ini hampir semua disiplin ilmu (terutama yang berkaitan dengan
informasi spasial) juga mengenal dan menggunakan SIG sebagai alat analisis dan
representasi yang menarik. Dengan demikian, SIG juga dapat digunakan sebagai
komunikasi dan integrasi antar disiplin ilmu (terutama disiplin ilmu yang
memerlukan informasi-informasi mengenai bumi atau geoscience).

Terjadinya erosi, banjir, kekeringan, longsor dan permasalahan lingkungan lainnya


terjadi karena adanya kesalahan dalam pengelolaan lingkungan pada suatu wilayah.
Karena itu, perlu dilakukan perencanaan dan pengelolaan yang baik. Pekerjaan tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi berbasis spasial/lokasi yaitu
Sistem Informasi Geografis (SIG).

SIG menyimpan informasi tentang bumi sebagai sebuah koleksi layer-layer peta tematik
yang mana kesemuanya dapat dihubungkan secara bersamaan. Dengan cara demikian,
data lebih fleksibel, sehingga dapat digabungkan sesuai kebutuhan SIG secara otomatis
menghubungkan data atribut dengan peta, sehingga ada keterkaitan di antara keduanya.
SIG merupakan tekologi yang sangat diandalkan saat ini untuk perencanaan
pembangunan dan pengelolaan wilayah yang berkelanjutan. Teknologi ini
dikembangkan untuk menangani data yang berbasis ruang atau lokasi yang semakin
dibutuhkan dalam pembangunan. Kegiatan pembangunan banyak melibatkan data lokasi
atau ruang. Sebagai contoh untuk membangun jalan, maka lokasi-lokasi yang akan
dilewati jalan harus ditentukan dengan tepat. Data tersebut menyangkut kondisi tanah,
batuan, vegetasi, sosial ekonomi penduduk dan lain-lain yang semuanya terikat oleh
lokasi.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan, SIG dapat dimanfaatkan untuk


memetakan kondisi lingkungan, melakukan pengukuran-pengukuran, melakukan
monitoring dan melakukan pemodelan. Pemetaan kondisi lingkungan (misalnya
vegetasi), biasanya digabung dengan penginderaan jauh (foto udara maupun citra

11
satelit). Dengan cara demikian, perubahan-perubahan lingkungan dapat diukur,
sehingga sangat bermanfaat untuk kepentingan monitoring perubahan lingkungan
(misalnya perubahan luas vegetasi karena penebangan). Beberapa contoh berikut ini
merupakan pemanfaatan SIG yang terkait dengan lingkungan diantaranya:

1. Pemetaan erosi
2. Penentuan arahan pemanfaatan lahan
3. Monitoring perubahan lingkungan
4. Studi Perubahan Global Lingkungan (Efek Rumah Kaca, Kebakaran
Hutan, Polusi Tumpahan Minyak di Laut, Kenaikan muka laut)
5. Pemetaan Daerah Bahaya Bencana Alam (Gunung Api, Banjir, Longsor, Gempa)
6. Mitigasi Bencana Alam (Zoning Evakuasi, Penanganan Korban Bencana)
7. Zoning Wilayah Potensial Sumber Daya Alam & Lingkungan Hidup.
8. Zoning Kawasan Budidaya (Industri, Pariwisata, Pertanian)
9. Zoning Kawasan Lindung
10. Zoning Tata Ruang
11. dan lain-lain

Berikut ini dikemukakan contoh aplikasi SIG yang terkait dengan lingkungan yaitu SIG
untuk kajian erosi, arahan pemanfaatan lahan, dan monitoring perubahan penggunaan
lahan.
1. SIG untuk kajian Erosi
Erosi adalah suatu proses penghancuran tanah dan kemudian dipindahkan ke tempat lain
oleh kekuatan air, es, angin dan gravitasi. Karena itu, berdasarkan penyebabnya erosi
dapat disebabkan oleh air, gelombang air laut, es atau gletser, angin, dan gravitasi Di
Indonesia, erosi menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang cukup serius. Seiring
dengan semakin banyaknya hutan yang rusak, maka laju erosi semakin meningkat.
Akibatnya, lapisan tanah yang subur di Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu
banyak yang hilang dan mengurangi tingkat kesuburannya. Sementara itu, di DAS
bagian hilir terjadi sedimentasi, sehingga terjadi pendangkalan sungai, danau, dan
waduk. Pendangkalan dapat mengurangi daya tampung sungai, sehingga dapat

12
menimbulkan banjir. Pendangkalan waduk yang dimanfaatkan untuk Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat mengurangi produksi listrik.

Penanganan erosi dapat dimulai dengan menentukan dan memetakan sebaran erosi pada
suatu wilayah. Penentuan erosi dapat dilakukan dengan pendekatan pengukuran
langsung di lapangan maupun dengan mengukur kerentanan atau potensi erosi dengan
memperhatikan sejumlah variabel seperti kemiringan lereng, tutupan lahan, kondisi
tanah, dan curah hujan. Untuk menentukan potensi erosi, varibel-variabel tersebut
diolah dengan menggunakan SIG.

2. SIG untuk Penentuan Arahan Pemanfaatan Lahan


Kerusakan lingkungan pada suatu wilayah dapat terjadi karena tidak tepatnya
pemanfaatan lahan. Terjadinya erosi, rusaknya hutan, punahnya spesies, kekurangan air,
banjir merupakan permasalahan lingkungan yang sebagian adalah karena tidak tepatnya
pemanfaatan lahan.

SIG dapat memberikan infomasi yang bermanfaat untuk menentukan pemanfaatan lahan
yang tepat pada suatu wilayah. Data yang diperlukan untuk kepentingan tersebut adalah
kemiringan lereng, tanah dan intensitas curah hujan. Peta lereng dapat diperoleh dari
foto udara, peta topografi, dan pengukurangan lapangan dengan menggunakan theodolit.
Peta tanah dapat diperoleh dari foto udara dan survey lapangan. Peta intensitas curah
hujan diperoleh dari hasil pengukuran. Data tersebut kemudian dimasukkan dalam
database SIG dan dilakukan proses skoring, sehingga dihasilkan peta arahan
pemanfaatan lahan yang terbagi menjadi kawasan lindung dan budidaya.

3. SIG untuk monitoring perubahan penggunaan lahan

Kerusakan lingkungan dapat dipantau dari Alih fungsi lahan atau perubahan
penggunaan lahan. Alih fungsi lahan menunjukkan seberapa besar perubahan
lingkungan yang terjadi karena berbagai aktivitas pembangunan. SIG yang didukung
oleh teknologi penginderaan jauh mampu memberikan analisis dan menyajikan data
perubahan luas masing-masing penggunaan lahan tersebut secara akurat. Dengan cara

13
demikian, pemerintah dapat menentukan dan mengevaluasi kebijakan yang terkait
dengan tata ruang dan pengelolaan lingkungan

2.3 Kecamatan Sungai Kunjang

Sungai Kunjang adalah salah satu kecamatan di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan
Timur, Indonesia. Dengan luas wilayah 69,03 km2 atau 9,61% dari luas keseluruhan,
yang mencakup 7 kelurahan, yaitu:

1. Loa Buah
2. Loa Bakung
3. Karang Asam Ulu
4. Karang Asam Ilir
5. Teluk Lerong Ulu
6. Lok Bahu
7. Karang Anyar

Kecamatan ini adalah hasil pemekaran dari kecamatan Samarinda Ulu yang disahkan
dan dibentuk pada Januari 1997. Kecamatan Sungai Kunjang termasuk wilayah yang
banyak didapati pabrik-pabrik plywood serta industri lainnya yang berukuran besar,
sehingga cukup banyak didiami oleh buruh-buruh yang kebanyakan berasal dari
luar Samarinda. Namun, sejak krisis moneter tahun 1998, pabrik-pabrik kayu lapis ini
banyak yang tutup dan terjadi pengangguran massal pada tahun 1999. Namun, itu tak
berlangsung lama karena pembangunan di sektor lain kembali menggeliat. Di wilayah
ini berdiri megah masjid yang disebut-sebut terbesar di Indonesia, yaitu Masjid Islamic
Center Samarinda.

Batas wilayah Kecamatan Sungai Kunjang adalah sebagai berikut :


Tabel 2.1 Batas Wilayah Kecamatan Sungai Kunjang
Wilayah Batasan Wilayah
Utara Kecamatan Samarinda Ulu
Selatan Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara
Barat Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara
Timur Sungai Mahakam-Samarinda Seberang

14
2.4 Digital Elevation Model (DEM)

Digital Elevation Model (DEM) adalah model dijital yang memberikan informasi
bentuk permukaan (topografi) dalam bentuk data raster, vektor atau bentuk data lainnya.
DEM memuat informasi ketinggian dan kemiringan yang mempermudah interpretasi
sehingga dapat digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam bidang kebencanaan
DEM dapat digunakan untuk membuat peta rawan bencana banjir atau tanah longsor
(Arfaini, 2016).

Menurut Indarto, dkk (2012), pengolahan DEM dilakukan dengan software Catchment
SIM Fitur dan fungsi Catchment SIM, meliputi:
1. Membuat dan interpolasi DEM secara manual dari data kontur dan jaringan sungai,
2. Mengimport DEM dari sumber lain
3. Pemodelan fungsi hidrologi pada DEM
4. Menurunkan batas DAS menggunakan metode Flow Routing dan metode D8 yang
diadopsi dari software aplikasi lainnya.
5. Menurunkan jaringan sungai vektor dari DEM dengan menggunakan orde
Horton/Strahler.
6. Membuat dan membagi DAS menjadi SubDAS secara otomatis berdasarkan orde
Horton atau Strahler.
7. Menghubungkan impervious areas database dengan subDAS dan menentukan
proporsi impervious area pada subDAS.
8. Sebagai tool untuk model aliran di daerah perkotaan, dan sebagai model tambahan
dalam perencanaan saluran dan struktur selokan air (Gutter Structure).
9. Menghitung parameter-parameter terkait dengan karakteristik DAS seperti: area,
slope, shape, impervious proportion, main stream length/slope, drainage density,
bifurcation, dll.
10. Perbandingan grafik: hubungan antar bifurcation (bifurcation ratio), flow path
length frequency distributions, drainage density versus Stream Area Threshold
(SAT), kurva hypsometric, dan geomorphological correctness untuk menghitung
jaringan sungai.

15
11. Menyesuaikan hasil untuk dieksport ke dalam bahasa pemrograman macro (Macro
language), dengan fasilitas ini memungkinkan untuk membuat file text atau binary
file dalam beberapa format.
12. Tersedianya fasilitas Macro Script untuk integrasi dengan model, seperti: WBNM,
RAFTS, RORB, URBS, DRAINS, dan HEC – HMS.

2.5 Pemetaan Overlay Data Pemodelan Erosi

Erosi lahan telah dianggap sebagai masalah yang serius, sehingga cukup banyak
penelitian ilmiah yang dilakukan terkait hal ini. Manajemen lahan yang baik sangat
diperlukan dalam mengurangi dampak degradasi lahan dan kualitas air yang rendah
akibat sedimentasi. Permodelan erosi lahan dapat memperhitungkan berbagai interaksi
kompleks yang mempengaruhi laju erosi dengan mensimulasikan proses erosi di DAS.
Berbagai model erosi baik yang secara empiris, konseptual dan deterministik tersedia
untuk menghitung laju erosi lahan. Kebanyakan model-model ini membutuhkan
informasi yang terkait dengan jenis tanah, tata guna lahan, iklim, bentuk permukaan
lahan dan topografi untuk mengestimasi laju erosi (Yusandinata dkk, 2010).

Erosi adalah proses terangkutnya material dari permukaan tanah yang disebabkan oleh
satu atau lebih media pembawa. Media pembawa yang aktif antara lain air, angin, es
dan gravitasi. Di daerah beriklim basah, erosi oleh air lebih penting, sedangkan erosi
oleh angin dianggap tidak begitu berarti. Indonesia yang merupakan daerah tropika pada
umumnya beriklim basah atau agak basah, sehingga kajian mengenai erosi di Indonesia
selalu berpusat pada masalah erosi oleh air. erosi tanah oleh air terjadi melalui tiga
proses utama, yaitu pelepasan (detachment) partikel, agregat, gumpalan dan volume
tanah dari massa tanah, pemindahan (movement) dari material terkelupas (misalnya oleh
gravitasi atau limpasan permukaan dan pengendapan (deposition) (Yusandinata dkk,
2010).

2.6 Digitasi
Digitasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses konversi data analog ke dalam
format digital. Objek-objek tertentu seperti jalan, rumah, sawah dan lain-lain yang

16
sebelumnya dalam format raster Pada sebuah citra satelit resolusi tinggi dapat diubah
kedalam format digital dengan proses digitasi. Digitasi merupakan usaha untuk
menggambarkan kondisi bumi kedalam sebuah bidang datar dalam computer. Atau
dapat disebut sebagai pengubahan data peta hardcopy menjadi softcopy. Menurut Andra
(2014), sumber data peta untuk digitasi dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain
sebagai berikut:

a. Data Image Raster


1. Peta Analog (Hard Data) adalah sumber data peta yang digunakan untuk digitasi
secara manual menggunakan alat tambahan yaitu meja digitasi. Contoh data ini
adalah: atlas atau peta (bentuk kertas).
2. Image Remote Sensing (Soft Data) adalah data yang didapat dari pencitraan jarak
jauh seperti citraan satelit dan Citraan Udara.
3. Image Scanning (Soft Data) adalah data Scan/ Cetak berbentuk file raster dari Atlas
atau peta analog lainnya.
Syarat-syarat memilih data Image Raster
a. Memiliki Koordinat Acuan yang Jelas dan akurat
b. Memiliki Skala
c. Memililiki Bagian dan Batas (Boundary) jelas
d. Arah Utara yang Jelas.

b. Data Tabular
Manual Tabel adalah data tabular yang memiliki instrument koordinat yang dapat
digunakan sebagai acuan pembentukan image vector (object/feature). Sebagai contoh
tabel yang memiiliki instrument koordinat X dan Y seperti dibawah ini :
Tabel 2.1 Contoh Data Tabular
No koorX koorY Nama
1 110.95262523 -7.54685445 lumpo
2 110.65845454 -7.98654545 Tegal Rejo

Data yang berasal dari pengambilan data dari GPS. Setiap GPS memiliki karakteristik
dalam pengambilan data dan penampilan data kedalam computer. Data hasil
pengukuran lapangan. Contoh data hasil pengukuran lapang adalah data batas
17
administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil, batas hak pengusahaan hutan, dsb,
yang dihasilkan berdasarkan teknik perhitungan tersendiri. Pada umumnya data ini
merupakan sumber data atribut.

Konsep dasar lainnya yang perlu diperhatikan dalam melakukan digitasi adalah
Mengenal Koordinat, Map Projection. Koordinat adalah satuan untuk menentukan titik
lokasi suatu objek/keadaan dalam bumi. Menurut Andra (2014), Terdapat 3 satuan
utama koordinat yang sering digunakan dalam peta, yaitu:

1. Decimal Degree (DD), merupakan satuan umum dalam peta.


2. Degree Minute Second (DMS), merupakan satuan koordinat yang untuk
menempatkan daerah menggunakan perbedaan waktu, bahkan dignakan untuk
menentukan perbedaan waktu dari suatu daerah dengan daerah lain.
3. Universal Tranvers Mercator, Merupakan satuan koordinat berdasarkan satuan jarak
dan berhubungan dengan proyeksi yang digunakan, yaitu konversi UTM. Map
Projection adalah suatu cara dalam usaha menyajikan dari suatu bentuk yang
mempunyai 3 dimensi (Bola) ke dimensi datar

2.7 Pemetaan Menggunakan Drone

Fotogrametri adalah suatu metode pemetaan objek-objek dipermukaan bumi yang


menggunakan fotto udara sebagai media. Sebagai bahan dasar dalam pembuatan peta
secara fotogrametris yaitu foto udara yang bertampalan. Fotogrametri merupakan
seni,ilmu dan teknologi perolehan informasi tentang obyek fisik dan lingkungan melaui
perekaman,pengukuran dan penafsiran foto udara. Umumnya foto tersebut di peroleh
melalui pemotretan udara pada ketinggian tertentu menggunakan pesawat UAV.
Keunikan fotogrametri adalah dapat melakukan pengukuran objek atau pemetaan
daerah tanpa kontak langsung atau dengan kata lain tanpa perlu menjejakan kaki pada
daerah tersebut. Berdasarkan definisi tersebut, fotogrametri dapat mencakup dua
bidang yaitu fotogrametri metric dan fotogrametri interpretative (Wolf P. R, 1993).

18
Gambar 2.3 Fotogrametri

19
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 DEM Kecamatan Sungai Kunjang

Gambar 3.1 DEM Kecamatan Sungai Kunjang

Pembuatan DEM dari Kecamatan Sungai Kunjang membutuhkan data koordinat beserta
elevasi yang berjumlah 1446 data. Data tersebut berasal dari Google Earth yang
kemudian diolah dengan menggunakan aplikasi Arc Map. Data tersebut diolah dengan
perintah spline untuk memunculkan sebaran wilayah di Kecamatan Sungai Kunjang
sesuai dengan elevasinya. Pada tahap ini, DEM masih dalam keadaan 2 dimensi
sehingga untuk perlu diubah menjadi 3 dimensi dengan tambahan efek hillshade dari
layer tersebut. Efek hillshade dapat ditemukan pada menu Arctoolbox pada bagian 3D
Analysis Tools. Hillshade memiliki fungsi agar layer pada workspace dapat terlihat
lebih menarik dengan efek 3 dimensi.

20
Berdasarkan DEM kecamatan Sungai Kunjang, disimpulkan bahwa topografi di wilayah
tersebut didominasi oleh warna merah. Warna merah melambangkan elevasi rendah
yakni -1,27 – 12,75 meter.

3.2 Peta Drone

Pada Peta Olah Drone menampilkan peta dua dimensi dan tiga dimensi permukaan
bumi dari kamera drone.

Gambar 3.2 Peta 2 Dimensi Hasil Olah Drone


Sama seperti DEM, peta ini juga memuat ketinggian elevasi. Foto yang diambil dari
kamera Drone memuat titik koordinat. Jumlah foto yang diolah ialah berjumlah 194
foto. Foto tersebut diolah dengan menggunakan aplikasi Agisoft Photoscan
Professional.

Langkah-langkah dalam mengolah Agisoft Photoscan ialah:


1. Pilih menu Workflow dan Add Photo, tambahkan foto yang ingin diolah.

21
2. Setelah itu, pilih menu Align Photo dan pilih Accuracy High untuk mendapatkan
hasil olahan dengan akurasi tinggi. Untuk Accuracy dapat disesuaikan dengan
spesifikasi komputer yang digunakan.
3. Setelah proses selesai, pilih menu Build Dense Cloud.
4. Pilih menu Build Mesh untuk menampilkan bentuk kenampakan bumi (3D)
5. Pilih menu Texture.
6. Sebelum menu Tile Model, perlu dilakukan save untuk lembar kerja.
7. Selanjutnya, pilih menu DEM dan Orthomosaic.
8. Export data dalam bentuk TIF.

Data hasil olah aplikasi Agisoft Photoscan Profressional kemudian dimasukkan ke


dalam Arc Map. Selanjutnya data raster diubah menjadi TIN, yaitu dengan memilih
menu dalam ArcToolbox. Setelah disimpan dengan nama yang sama, kemudian data
dibuka di Arcscene untuk mengubah gambar dalam bentuk 3 dimensi.

Agar lebih jelas, akan disajikan dalam peta permukaan hasil olah drone dalam bentuk 3
dimensi.

Gambar 3.3 Tampak 3 Dimensi Hasil Olah Drone dari Kota Samarinda.

22
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Pemetaan DEM Pembuatan DEM dari Kecamatan Sungai Kunjang membutuhkan


data koordinat beserta elevasi yang berjumlah 1446 data. Data tersebut berasal dari
Google Earth yang kemudian diolah dengan menggunakan aplikasi Arc Map.
Berdasarkan peta DEM dari Kecamatan Sungai Kunjang didominasi oleh warna
merah yang artinya memiliki elevasi yang rendah.
2. Pemetaan dari hasil foto drone diolah dengan menggunakan aplikasi Agisoft
Photoscan Professional, kemudian diolah dengan Arcmap dan Arcscene untuk
mendapatkan gambar 3 dimensi. Peta ini tidak memerlukan titik koordinat, karena
foto hasil drone telah memuat titik koordinat.

4.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum selanjutnya, pemetaan drone disesuaikan dengan kecamatan


yang diambil.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Andra, Oriza Steva., 2014, Digitasi Sistem Informasi Geografi, Universitas Negeri
Padang, Padang.

2. Arfaini, Juwita dan Hepi Hapsari Handayani., 2016, Analisa Data Foto Udara untuk
DEM dengan Metode TIN, IDW, dan Kriging, Jurnal Teknik ITS, Surabaya.

3. Gistut., 1994, Sistem Informasi Geografis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

4. Indarto., Soesanto, Boedi., Prasetyo, Debby Rio., 2012, Pembuatan Digital Elevation
Model (DEM) dengan Ketelitian Pixel (10 meter x 10 meter) secara Manual Di Sub-
Dasrawatamtu, Jurnal AGROTEK, Vol.6, No. 1 (78-89).

5. Prahasta, Eddy., 2002, Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis,


Informatika Bandung.

6. Purwantara, Suhadi., 2010, Sistem Informasi Geografis, Universitas Negeri


Yogyakarta, Yogyakarta.

7. Wibowo, Koko Mukti, dkk., 2015, Sistem Informasi Geografis (SIG) Menentukan
Lokasi Pertambangan Batu Bara Di Provinsi Bengkulu Berbasis Website, Jurnal
Media Infotama, Bengkulu.

8. Wolf, P., R. 1993, Elemen Fotogrametri dengan Interpretasi Foto Udara dan
Penginderaan Jauh, Penerjemah: Gunadi, Gunawan, T., Zuharnen, Edisi kedua,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

9. Yusandinata, Aditya Arga., Sisinggih, Dian., Asmaranto, Runi., 2010, Aplikasi


Arcgis Untuk Analisa Tingkat Bahaya Erosi Dan Upaya Konservasi Lahan Pada

24
DAS Sangkub Provinsi Sulawesi Utara, Teknik Jurusan Pengairan Universitas
Brawijaya, Malang.

25

Anda mungkin juga menyukai