Dokumen - Tips - Laporan Pendahuluan Demensia 5787517ae2b02
Dokumen - Tips - Laporan Pendahuluan Demensia 5787517ae2b02
1. DEFINISI
a. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan tipe demensia yang paling banyak terjadi pada
lansia. Kejadian penyakit Alzheimer ditemukan pada lebih dari 60% dari keseluruhan
kejadian demensia pada lansia. Pada penyakit Alzheimer terjadi atrofi otak sehingga
otak tidak mampu menjalankan fungsinya untuk memproses informasi yang didapatkan
dari stimulus lingkungan (Miller, 2012). Penyakit Alzheimer dikarakteristikkan dengan
kehilangan memori yang bersifat progresif dan berefek pada kehilangan fungsi kognitif
serius. Lansia dengan penyakit Alzheimer akan menunjukkan abnormalitas struktur
otak, seperti adanya neurofibrilliary tangles dan amyloid plaques pada pemeriksaan
mikroskopik (Husband & Worsley, 2006). Ciri utama penyakit Alzheimer adalah
adanya perubahan dalam kognitif dan seperti kesulitan mengingat dan memahami
kalimat yang dikatakan oleh orang lain. Selain itu, penyakit Alzheimer juga dapat
diketahui dari adanya perubahan sikap seperti halusinasi, agitasi, kehilangan nafsu
makan, gangguan tidur, dan keluyuran (Passmore, 2010).
b. Demensia Vaskular
Demensia vaskular merupakan tipe demensia yang terjadi sekitar 20% dari
keseluruhan kejadian demensia. Demensia vaskular lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Demensia vaskular biasanya terjadi akibat adanya lesi iskemik
atau hemoragik serebrovaskular. Beberapa faktor risiko demensia vaskular diantaranya
adalah fibrilasi atrial, hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes, dan faktor
genetik (Passmore, 2010). Karakteristik utama dari demensia vaskular adalah penurunan
fungsi kognitif secara progresif pada fungsi sosial dan pekerjaan seseorang, parkinson
spontan, kehilangan kesadaran, mudah jatuh, depresi, dan gangguan tidur (Passmore,
2010)
c. Demensia Frontotemporal
Demensia Lewy body merupakan tipe demensia yang cukup banyak terjadi pada
keseluruhan kejadian demensia. Lansia dengan demensia Lewy body akan menunjukkan
hasil protein abnormal bernama Lewy Body pada batang otak ketika dilakukan
pemeriksaan mikroskopik. Karakteristik utama pada demensia Lewy body diantaranya
adalah kognisi yang fluktuatif dengan perubahan perhatian dan kesadaran, halusinasi visual
yang berulang, dan adanya karakteristik dari Parkinsonisme (Latoo & Jann, 2008).
Pada dasarnya, demensia dapat terjadi karena beberapa faktor seperti faktor genetik,
gaya hidup, status kesehatan, kurangnya latihan fisik, kondisi psikologis buruk, serta
kekurangan omega-3 fatty acids (Miller, 2012). Selain itu, demensia juga dapat terjadi
akibat kekurangan zat nutrisi tertentu seperti vitamin D.Vitamin D sangat bermanfaat untuk
mengurangi amyloid-induced cytotoxicity dan apoptosis pada neuron kortikal primer di
otak (Littlejohns et al, 2014)
Delirium Demensia
Serangan/onset Terjadi secara-tiba-tiba Terjadi secara bertahap
Durasi Terjadi dalam waktu Terjadi dalam waktu lama
singkat
Penyebab Infeksi, obat-obatan, Terjadi karena penyakit
nyeri, konstipasi, kronik seperti penyakit
alzaimer
Sifat Bersifat reversible Bersifat progresif
Kesadaran Letargi sampai hyperalert Tidak berpengaruh pada
(kesecamasan berlebih) tingkat kesadaran sampai
mencapai tingkat parah
Memori Efek pada memori Kehilangan memori
bervariasi
Cristallized
Intelligence
merupakan
kecerdasan yang
berhubungan dengan
kemampuan
berbahasa,
perbendaharaan kata,
Komponen yang
Mengalami Hal yang terjadi Konsekuensi
Perubahan
pemahaman verbal,
dan lain-lain
Memori Kemunduran dalam Penurunan kemampuan
memori primer dan untuk mengingat suatu
memori sekunder kejadian yang baru saja
terjadi dan yang terjadi
pada waktu lampau.
*Catatan:
Namun menurut
Memori primer
penelitian yang dilakukan
adalah memori
oleh Cansino (2009),
jangka pendek
lansia cenderung lebih
dengan kapasitas
banyak mengingat
penyimpanan
kejadian yang terjadi di
informasi yang
waktu lampau
sedikit. Memori ini
dibandingkan yang baru
memungkinkan
saja terjadi. Lansia
seseorang mengingat
cenderung mengingat
kejadian yang baru
sesuatu yang terjadi di
saja terjadi.
waktu lampau tanpa
Memori sekunder
mengingat dimana
adalah memori
kejadian itu berlangsung.
jangka panjang
dengan kapasitas
penyimpanan
informasi yang lebih
Lansia memiliki anggapan
banyak. Memori ini
bahwa ia tidak lebih
memungkinkan
kompeten dalam hal
seseorang dapat
mengingat sehingga tidak
mengingat sesuatu
ada upaya untuk berusaha
atau kejadian yang
mengingat dan terjadi
berlangsung pada
Komponen yang
Mengalami Hal yang terjadi Konsekuensi
Perubahan
waktu yang telah penurunan memori jangka
lampau. panjang dan jangka
pendek
Faktor yang
Komponen Implikasi
Mempengaruhi
Pengaruh personal, Tingkat pendidikan Semakin tinggi
sosial, dan attitudinal tingkat pendidikan,
(sikap) semakin banyak ia
belajar dan semakin
meningkat pula
kemampuan
kognitifnya
Pekerjaan Hubungan sosial
Hubungan sosial mencakup kombinasi
Faktor yang
Komponen Implikasi
Mempengaruhi
antara pengalaman
yang mendukung dan
yang membuat
seseorang stres
(Agrigoroaei &
Lachman, 2011).
Lansia yang memiliki
pekerjaan dan
memiliki hubungan
sosial yang baik
cenderung memiliki
fungsi kognitif yang
lebih baik karena
pengaruh lingkungan
tempat kerjanya.
Keputusan lanasi
untuk melanjutkan
berpartisipasi dalam
kegiatan sosial dapat
membantu mencegah
penurunan kognitif
pada lansia
(Population Research
Bureau, 2007).
Aktivitas belajar Penelitian yang
dan istirahat dilakukan oleh
Gaya hidup Blondell,
(contoh: status Hammersley-Mather
nutrisi, aktivitas & Veerman (2014)
fisik) telah membuktikan
bahwa lansia yang
Faktor yang
Komponen Implikasi
Mempengaruhi
melakukan aktivitas
fisik memiliki risiko
yang lebih kecil
terhadap penurunan
kemampuan kognitif.
Orang-orang yang
melakukan aktifitas
fisik secara rutin akan
memiliki performa
kognitif yang lebih
baik, seperti: memori,
fungsional, dan
kecepatan
pemrosesan
(Agrigoroaei &
Lachman, 2011).
Ageism dan Stereotipe pada lansia
stereotipe terhadap dapat menurunkan
lansia (lansia kemampuan kognitif
dianggap sebagai lansia dalam
individu yang mengingat sesuatu,
kemampuan terutama pada lansia
memorinya dengan tingkat
berkurang) pendidikan yang
tinggi (Hess, Emery,
& Queen, 2009)
Faktor Kesehatan Fisik Kondisi kronis Menurut penelitian
dan Mental seperti penyakit yang dilakukan oleh
diabetes mellitus, Eggermont, de Boer,
gagal jantung,dan Muller, Jaschke,
penyakit tiroid Camp, & Scherder
Faktor yang
Komponen Implikasi
Mempengaruhi
(2012), lansia yang
memiliki penyakit
kardiovaskuler
memiliki risiko yang
lebih tinggi terhadap
penurunan fungsi
kognitif karena
kurangnya asupan
darah ke otak
sehingga otak tidak
dapat memproses
informasi dengan baik
Status nutrisi Kekurangan vitamin
(contoh: beta B6 dan B12 telah
karoten, vitamin B, terbukti dapat
vitamin C,vitamin menurunkan fungsi
D) kognitif lansia.Hal ini
dapat dilihat pada
penelitian yang
dilakukan oleh
Agarwal (2011) yang
menunjukkan bahwa
lansia dengan kadar
vitamin B6 dan B12
yang rendah
mendapatkan skor
yang rendah saat tes
kognitif. Hal ini
terjadi karena vitamin
B6 dan vitamin B12
dapat menyebabkan
Faktor yang
Komponen Implikasi
Mempengaruhi
hiperhomosisteinemia
yang berpotensi
mengganggu
metabolisme
monokarbon dalam
otak sehingga terjadi
penurunan kognitif
Ketidakseimbangan Lansia yang
sensori (gangguan mengalami
penglihatan dan penglihatan dan
gangguan pendengaran dapat
pendengaran) mengganggu proses
penerimaan informasi
Stres psikologis dan Depresi merupakan
depresi faktor risiko yang
dapat menyebabkan
lansia mengalami
gangguan fungsi
kognitif karena
depresi yang
berkepanjangan
mengakibatkan
elevasi hormon
kortisol yang
berkelanjutan.
Produksi hormon
kortisol yang
menumpuk
(hiperkortisolemia)
dapat mengakibatkan
kerusakan
Faktor yang
Komponen Implikasi
Mempengaruhi
hipokampal sehingga
otak kehilangan
resistensi atau
kemampuan
mengkompensasi
terhadap kerusakan
degeneratif,
contohnya penyakit
Alzheimer (Ganguli,
2009)
Efek Medikasi Obat-obatan Penelitian yang
antikolinergik, dilakukan oleh
diuretik, Ruxton, Woodman, &
antihipertensi, Mangoni (2015)
antiansietas, dan membuktikan bahwa
lain-lain lansia yang
mengonsumsi obat-
obatan antikolinergik
berisiko tiga kali lebih
tinggi terhadap
gangguan kognitif,
risiko jatuh, dan
berisiko
menyebabkan
kematian
dibandingkan dengan
lansia yang tidak
banyak mengonsumsi
antikolinergik
Faktor Lingkungan Pajanan terhadap Merokok dapat
asap rokok dan menjadi faktor risiko
Faktor yang
Komponen Implikasi
Mempengaruhi
pajanan terhadap terhadap gangguan
polutan dan zat kognitif karena
kimia di tempat pajanan asap rokok
kerja dapat menyebabkan
progresi lesi pada
periventricular dan
subcortical white
matter yang dapat
mengganggu
kemampuan
menghubungkan
informasi di otak
(Sabia et al, 2013)
1. Lakukan pengkajian kepada pasien dan informan lain menggunakan form yang
terlampir di bawah. Perawat perlu memperhatikan beda form yang akan digunakan
kepada pasien dan informan
2. Lakukan penilaian dan tentukan nilai terhadap masing-masing domain. Menurut
website http://www.ncbi.nlm.nih.gov, masing-masing domain dinilai pada 5 skala poin,
yaitu:
a) 0 : tidak ada gangguan
b) 0,5 : penurunan dipertanyakan
c) 1 : gangguan ringan
d) 2 : gangguan sedang
e) 3 : gangguan berat
*(kecuali domain perawatan diri dinilai pada 4 skala poin tanpa skala poin 0,5)
Kriteria penilaian masing-masing skala poin pada masing-masing domain dapat
dilihat pada tabel yang terlampir.
3. Tentukan skor keseluruhan dengan dihitung menggunakan sebuah algoritma. Untuk
menghitung skor keseluruhan, perawat dapat menggunakan algoritma secara online di
website http://www.biostat.wustl.edu/~adrc/cdrpgm/index.html.
4. Tentukan tingkat demensia pasien berdasarkan hasil skor keseluruhan yang didapat.
Berikut ini merupakan interpretasi dari hasil skor keseluruhan yang didapat (Ellis,
2013) :
a) Stage 1: CDR-0 atau tidak ada gangguan
Stage 1 CDR menggambarkan tidak adanya gangguan pada kemampuan seseorang
yang artinya pasien tidak memiliki masalah memori yang signifikan, sepenuhnya
berorientasi pada waktu dan tempat, memiliki penilaian yang normal, berfungsi
optimal dalam hubungan sosialnya, memiliki kehidupan di rumah yang terpelihara
dengan baik, dan sepenuhnya mampu melakukan perawatan kebutuhan diri sendiri.
b) Stage 2: CDR-0,5 atau gangguan dipertanyakan
Skor 0,5 pada skala CDR menggambarkan sangat sedikit gangguan. Pasien
kemungkinan memiliki inkonsistensi memori yang kecil. Pasien juga kemungkinan
berusaha keras untuk memecahkan masalah yang menantang dan memiliki masalah
dengan waktu. Selain itu, pasien kemungkinan melakukan keliru atau salah pada
saat kerja atau ketika terlibat dalam kegiatan sosial. Namun, pasien pada tahap ini
masih dapat melakukan perawatan diri sendiri tanpa bantuan.
c) Stage 3: CDR-1 atau gangguan ringan
Stage 3 CDR menggambarkan adanya gangguan pada tiap domain namun gangguan
tersebut masih ringan. Memori jangka pendek pasien mengalami gangguan dan
dapat mengganggu kehidupan sehari-hari pasien. Pasien mulai menjadi disorientasi
tempat dan kemungkinan memiliki masalah dengan arah dan bepergian dari satu
tempat ke tempat lain. Pasien mulai mengalami masalah dalam aktivitasnya di luar
rumah. Tugas-tugas rumah pasien pun akan mulai diabaikan dan pasien
membutuhkan seseorang untuk mengingatkan pasien untuk melakukan perawatan
personal hygiene.
d) Stage 4: CDR-2 atau gangguan sedang
Pasien pada tahap ini membutuhkan bantuan dalam hal hygiene. Meskipun
pasien pada tahap ini cukup baik dalam melakukan aktivitas sosial atau melakukan
tugas-tugasnya, namun pasien membutuhkan pendampingan. Pada tahap ini pula,
pasien mengalami disorientasi waktu dan tempat. Pasien mudah tersesat dan
berusaha keras untuk memahami hubungan antarwaktu. Memori jangka pendek
klien mengalami gangguan yang serius dan sulit mengingat sesuatu yang baru,
termask orang-orang yang baru saja ditemui.
e) Stage 5: CDR-3 atau gangguan berat
Tahap ini merupakan tahap yang paling parah dari demensia. Pada tahap ini,
pasien tidak dapat berfungsi pada semua aktivitas tanpa bantuan. Pasien juga
mengalami hilang memori yang ekstrim serta disorientasi waktu atau tempat. Hal
ini menyebabkan pasien tidak mungkin lagi terlibat dalam aktivitas sosial. Serta
aktivitas pasien di rumah akan sangat memerlukan bantuan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan pribadi pasien.
Intervensi
Level 1, Domain 4: Aktivitas
Keamanan
Berbicara dengan jelas, pelan, hangat, dan nada suara yang respek
Level 2, Kelas V:
Gunakan interaksi dengan kontak mata dan sentuhan
Manajemen Risiko
Identifikasi ADL Klien
Level 3, Intervensi:
Mengkaji riwayat fisik, sosial, dan fisiologi klien, dan rutinitas
Manajemen Demensia
Mengkaji jenis dan tingkat penurunan kognitif,
(6460)
Memonitor fungsi kognitif
Sediakan pencahayaan yang cukup dan tidak silau
Identifikasi dan hilangkan bahaya yang potensial dari lingkungan klien
Sediakan caregiver yang familiar dengan klien (hindari rotasi staff berkala)
• Tidak mengenali orang yang Kelas 4: Kognisi Level 3 Kode (0900): Kognisi
datang
Kode: 00131 Indikator:
• Lupa nama teman sesama penghuni • Klien mampu melaksanakan proses
panti mental yang komplex
DO:
Intervensi
Diagnosis 3: Keluyuran
Indikator :
Intervensi
Level 1 Domain 4: Aktivitas
Keamanan
Berikan lingkungan yang aman untuk klien
Level 2 Kelas V:
Identifikasi kebutuhan keamanan klien berdasarkan tingkatan kesehatan fisik dan kognitif
Manajemen Risiko
Jauhkan objek berbahaya dari lingkungan sekitar klien
Dampingi klien ketika di luar lingkungan panti
Level 3 Intervensi: Bantu klien untuk menggunakan pakaian yang khas pada klien seperti piyama pribadi, jubah pribadi,
Manajemen Lingkungan atau sejenisnya
(6480)
Intervensi
Referensi:
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Ed. United
Kingdom: Elsevier Inc
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (2014). Nanda International, Inc. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017, tenth edition.
Oxford : Wiley-Blackwell
Moorhead, S., Johson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. United Kingdom: Elsevier Inc
Wilkinson, Judith & Nancy A. Ahern. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9. Jakarta: EGC.
Husband, A., Worsley, A. (2006). Different types of dementia. Pharmaceutical journal, 277(5), 579-582
Miller, C. A. (2012). Nursing of Wellness in Older Adults: Theory and Practice (6th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin
Passmore, P. (2010). Behavioural and psychological symptomps in Alzheimer’s disease. Journal of quality research in dementia
Dewi, Sofia Rhosma. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Agarwal, R. (2011). Vitamin B12 deficiency and cognitive impairment in elderly population. Indian Journal of Medical Research, 134(4), 410-
412
Agrigoroaei, S., & Lachman, M.E. (2011). Cognitive functioning in midlife and old age: combined effects of psychosocial and behavioral factors.
The Journals of Gerontology, Series B: Psychological Sciences and Social Sciences, 66B(S1), i130–i140, doi:10.1093/geronb/gbr017
Eggermont, L. H. P., de Boer, K., Muller, M., Jaschke, A. C.,Kamp, O., Scherder, E. JA. (2012). Cardiac disease and cognitive impairment. Journal
of health perspectives, 98(18), 1334-1340
Ganguli, M. (2009). Depression, cognitive impairment, and dementia: why should clinicians care about web of causation?. Indian J. Psychiatry,
51, 29-34
Morris, J. C. Clinical dementia rating (CDR). Dipublikasikan dalam website http//www.dementia-assessment.com.au > global.
Population Research Bureau. (2007). Cognitive aging: imaging, emotion, and memory. Today’s Research on Aging. Issue 5. July 2007
Sabia, S., et al. (2013). Impact of smoking on cognitive decline in early old age: the whitehall II cohort study. Arch gen psychiatry, 69(6), 627-635